Anda di halaman 1dari 9

PEMETAAN KERAWANAN BANJIR DENGAN APLIKASI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS KARANG MUMUS


PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Dani Novaliadi
danienviro@gmail.com
M. Pramono Hadi
mphadi@ugm.ac.id

ABSTRAK
Sub DAS Karang Mumus merupakan bagian dari sistem DAS Mahakam yang lebih
besar, memiliki luas ±30.000 ha dianggap memiliki kontribusi dalam menentukan kerawanan
banjir yang sering terjadi di Kota Samarinda dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah
memetakan daerah yang termasuk dalam daerah rawan kebanjiran dan daerah yang berpotensi
sebagai pemasok air banjir menggunakan metode teknik mitigasi bencana dan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Teknik mitigasi bencana membagi dua kajian utama, yakni kajian daerah
rawan kebanjiran menggunakan parameter bentuk lahan, lahan kiri-kanan sungai, percabangan
sungai, sinusitas sungai, bangunan air. Kajian daerah potensi pemasok air banjir menggunakan
parameter hidrologi sungai yakni curah hujan, bentuk DAS, gradien sungai, kerapatan drainase,
kemiringan lereng, penggunaan lahan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode
skoring dan pembobotan. Sistem Informasi Geografis digunakan sebagai permodelan spasial
dalam memetakan kerawanan dan potensi banjir menggunakan teknik overlay/intersect dan
merepresentasikannya dalam bentuk peta.

Kata kunci: Sub DAS Karang Mumus, Teknik mitigasi bencana, Sistem Informasi Geografis,
Kerawanan banjir.

FLOOD VULNERABILITY MAPPING USING GEOGRAPHIC INFORMATION


SYSTEM IN KARANG MUMUS SUB-WATERSHED, KALIMANTAN TIMUR

Dani Novaliadi
danienviro@gmail.com
M. Pramono Hadi
mphadi@ugm.ac.id

ABSTRACT
Karang Mumus sub-watershed has an area of approximately 30.000 ha, deemed to have
contributed in determining flood hazard vulnerability, which happen in Samarinda City and
surrounding areas. Aim of this research is how determine the areas are included in flood
vulnerable using disaster mitigation techniques and Geographic Information Systems (GIS).
Hazard mitigation techniques divided in to two major studies i.e. Flood-vulnerable areas, using
parameters delimiters i.e. Landform, the land on either side of the river, river divarication, river
meandering, water building. Flood water suppliers areas is using river hydrological parameters
i.e. Rainfalls data, shape of watershed, gradient of river, drainage density, slopes, land uses.
Analysis was done using the method of scoring and weighting for all parameters. Geographic
Information System are used as spatial modeling analysis, in the case how to treating the data
using the overlay/intersect technique and how to represented it in the map.

Keywords: Karang Mumus sub-watershed, Hazard mitigation technique, Geographic


Information System, Flood Vulnerability,
PENDAHULUAN tingkat kerawanan banjir pada dasarnya
Banjir merupakan kondisi dimana pada merupakan cara mengestimasi potensi
daerah yang secara topografis dan banjir yang terjadi pada suatu bentuklahan
geomorfologis bersifat kering (bukan fisik, yakni suatu DAS (Daerah Aliran
daerah rawa) tergenang oleh air yang terjadi Sungai). Penelitian ini memfokuskan
akibat tingkat drainase tanah yang telah bagaimana kondisi banjir dapat terjadi dan
jenuh dalam menampung air dan terestimasi yang dibatasi pada zona-zona
kemampuan infiltrasi air ke dalam tanah tertentu, yakni bentuklahan itu sendiri,
yang mencapai batas maksimum (Seyhan, perbedaan kerawanan banjir akan terjadi
1990), biasanya terjadi pada daerah-daerah apabila kondisi geo-fisik yang
yang memiliki topografi lebih rendah merepresentasikan kondisi hidrologis
(cekungan), dengan tingkat curah hujan bentuklahan tersebut menjadi berbeda satu
daerah yang cukup tinggi. Selain itu sama lainnya. Satuan lahan itu sendiri
terjadinya banjir dapat disebabkan oleh merupakan overlay dari beberapa
limpasan air permukaan (runoff) yang parameter geo-fisik yang mempengaruhi
meluap dan volumenya melebihi kapasitas kejadian banjir tersebut seperti penggunaan
sistem drainase atau sistem aliran sungai. lahan, curah hujan, kemiringan lereng,
Karakteristik lahan yang khas dan geomorfologi lahan, hidrologi sistem DAS
memiliki potensi terjadi banjir dapat yang memiliki bobot masing-masing dalam
memberikan informasi tentang suatu kontribusinya mempengaruhi suatu
kondisi kerawanan banjir yang berkaitan kejadian banjir terjadi
dengan karakteristik geomorfologi dan Tujuan penelitian ini antara lain:
hidrologi tersebut (frekuensi, luas dan lama a. Mengidentifikasi dan menganalisis
genangan, bahkan mungkin sumber variabel-variabel yang mempe-ngaruhi
penyebabnya). Dengan demikian dapat kerawanan banjir di Sub DAS Karang
diasumsikan bahwa survei geomorfologi Mumus
dan hidrologi pada dataran aluvial, dataran b. Memetakan kerawanan banjir di Sub
banjir dan dataran rendah lainnya dapat DAS Karang Mumus.
digunakan untuk memperkirakan sejarah A. Konsep Hidrologi
perkembangan daerah tersebut sebagai Menurut (Morgan, 1995 dalam
akibat terjadinya banjir (Oya, 1973 dalam Trimurti, 2010). Proses air hujan yang jatuh
Dibyosaputro, 1988). ke permukaan bumi yang berupa curah
Data BNPB (2011) menunjukan bahwa hujan (presipitasi) akan mengalami
Kota Samarinda, termasuk Kota dengan beberapa proses “perjalanan” sebelum
resiko kerawanan bencana banjir paling mencapai pada permukaan, yaitu
tinggi dibandingkan dengan tertangkap oleh tutupan berupa vegetasi
Kota/kabupaten lainnya di Pulau (intersepsi), masuk/meresap ke dalam pori-
Kalimantan. Kota Samarinda yang terletak pori tanah (infiltrasi), penguapan yang
di bagian hilir Sub DAS yang bermuara di terjadi pada permukaan tanah dan pada
Sungai Mahakam, tentu semakin proses biologi tumbuhan
meningkatkan resiko terjadinya banjir di (evapotranspirasi), sedangkan air yang
Kota Samarinda. lebih atau tidak terhambat pada proses
Konsep ini bisa menjadi landasan perjalanan tersebut tetap pada mengalir di
mengapa banjir sangat terkait dengan permukaan sebagai aliran permukaan dan
kondisi geo-fisik suatu daerah yang terbagi- mengalir di atas permukaan tanah menuju
bagi dalam beberapa bentuklahan. Zonasi

1
ke aliran sungai dan menjadi limpasan Sinousitas=
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
permukaan (surface runoff/overlandflow). 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
…………..(1)
B. Karakteristik DAS d. Percabangan Sungai
DAS merupakan suatu sistem tertutup yang Menurut Purwanto (2004), Jumlah alur
dapat mewakili kondisi hidrologi pada sungai suatu orde dapat ditentukan dari
daerah DAS tersebut dan memiliki batas- angka Indeks percabangan sungal
batas topografis yang memisahkan antara ('bifurcation ratio'), deskripsi untuk tiap
DAS satu dengan yang lainnya. Sistem nilai indeks dapat dilihat pada tabel 1,
DAS ini memiliki aliran yang menuju pada indeks tersebut dapat dihitung dengan
titik gravitasi terendah dan mengalir pada persamaan rumus:
satu sungai utama. Bagian DAS yang 𝑁𝑁𝑢𝑢
berfungsi sebagai input sumber air yang Rb = ………………………..……(2)
𝑁𝑁𝑢𝑢+1
masuk ke dalam sistem DAS disebut Perhitungan nilai Rb bisa dilakukan dalam
sebagai area tangkapan air (catchment area) unit Sub DAS atau Sub-sub DAS. Dalam
yang di dalamnya terdapat ekosistem penelitian ini akan dilakukan perhitungan
dimana sumber daya alam dan sumberdaya nilai Rb untuk keseluruhan DAS, maka
manusia saling memenuhi satu sama digunakan rumus tingkat percabangan
lainnya (Linsley dan Franzini, 1985 dalam Sungai Rerata Tertimbang (Weighted Mean
Sadewo, 2011, Asdak, 2007). Bifurcation Ratio/WRb), yang dihitung
C. Teknik Mitigasi Bencana dengan menggunakan persamaan:
Menurut Paimin et al. 2009, identifikasi ∑𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑢𝑢
+(𝑁𝑁𝑢𝑢 +𝑁𝑁𝑢𝑢+1 )
𝑢𝑢+1
suatu daerah yang rawan terjadi bencana WRb = ……………….(3)
𝑁𝑁𝑢𝑢
banjir dapat dibagi menjadi dua macam Keterangan:
analisis, yakni analisis daerah yang rawan WRb : Rata-rata Indeks Tingkat Percabangan
terkena banjir (kebanjiran) dan daerah Sungai
pemasok air banjir atau potensi air banjir 𝑁𝑁𝑢𝑢 : Jumlah Alur Sungai ordo ke u
1. Daerah Rawan Kebanjiran 𝑁𝑁𝑢𝑢+1 : Jumlah Alur Sungai orde ke u+1
Tingkat kerawanan daerah yang dapat Tabel 1. Indeks Percabangan Sungai
terkena banjir bisa diidentifikasi dari Indeks
No. Percabangan Keterangan
karakteristik fisik daerahnya seperti: Sungai (Rb)
a. Bentuk lahan Alur sungai tersebut akan
Diperoleh dari data sekunder berupa peta mempunyai kenaikan muka air
1 Rb < 3
Sistem Lahan yang tersusun dalam peta banjir dengan cepat, sedangkan
penurunannya berjalan lambat.
Tematik RePPProT (Regional Physical Alur tersebut mempunyai
Planning Program for Transmigration). kenaikan muka air banjir dengan
b. Lereng kiri-kanan sungai, 2 Rb >5 cepat, demikian pula
penurunannya akan berjalan
Diperoleh dengan asumsi wilayah dengan cepat
sempadan sungai yang mengacu pada UU. Alur sungai tersebut mempunyai
No. 26 Tahun 2007 dan Permen PU No. 3 Rb 3-5
kenaikan dan penurunan muka
16/2009. air banjir yang tidak terlalu cepat
atau terlalu lambat
c. Meandering Sungai Sumber: Purwanto. 2004
Indeks sinusitas atau tingkat kelok e. Bangunan Air
sungai/meander, diperoleh dari peta Merupakan unit parameter yang
jaringan sungai yang diolah menggunakan berdasarkan pada manajemen mengelola
sistem informasi geografis dan perhitungan suatu DAS, bagaimana daerah yang selalu
secara kuantitatif berdasarkan rumus: dilanda banjir dibuat agar retensinya

2
terhadap banjir menjadi lebih tinggi, di Sub 2012 tentang Standar Operasional Prosedur
DAS Karang Mumus sendiri terdapat (SOP) pemetaan kerapatan sungai dan
waduk retensi, yakni waduk Benanga. menggunakan aplikasi SIG. SOP ini juga
2. Daerah Potensi Pemasok Air Banjir membagi kelas kerapatan sungai menjadi 5
a. Data Meteorologis (Curah Hujan) kelas, yakni:
Data curah hujan diperoleh dari membuat Kelas Kerapatan Aliran:
memilih curah hujan maksimum pada bulan Kerapatan sangat rendah : < 0.5
basah berdasarkan klasifikasi Schidmit- Kerapatan rendah : 0.5-1
Ferguson dalam data 10 tahunan, kemudian Kerapatan sedang : 1.1 – 2.0
merata-ratanya untuk tiap stasiun hujan. Kerapatan agak tinggi : 2.1 – 4.0
b. Bentuk DAS Kerapatan tinggi : > 4.0
Bentuk DAS secara kuantitatif dapat Sumber: (BIG, 2012)
diperkirakan dengan menggunakan nilai e. Kemiringan Lereng
nisbah memanjang (elongation ratio/Re) Data kemiringan lereng diperoleh dari hasil
dengan rumus: penelitian sebelumnya yang berasal dari
1
𝐴𝐴2 ekstraksi citra SRTM Shuttle Radar
Re = 1.129𝐿𝐿𝐿𝐿 ; ………………………….(4) Topography Mission dengan tingkat
Dimana, Re = Faktor bentuk; A = Luas akurasi ketelitian > 85% (Ramadhani,
DAS (km); Lb = Panjang sungai utama 2013)
(km) dan nisbah kebulatan (circularity f. Penggunaan Lahan
ratio/Rc). Data penggunaan lahan diperoleh dari
4𝑝𝑝𝑝𝑝
Rc = ; ……………………………….(5) derivasi peta penutup lahan hasil
𝑃𝑃 2
Dimana, Rc = Faktor bentuk; A = Luas interpretasi Citra Landsat 7 ETM+
DAS (km²); P = Keliling (perimeter) DAS Komposit 321 perekaman tahun 2009 di
(km) Sub DAS Karang Mumus. Dasar-dasar
c. Gradien Sungai penurunan peta penutup lahan menjadi peta
Gradien sungai merupakan perbandingan penggunaan berdasarkan asumsi bahwa
antara selisih ketinggian dengan panjang varibel penutup lahan dan penggunaan
sungai utama yang mengalir pada suatu lahan merupakan variabel yang bersifat
DAS. Gradien menunjukkan tingkat sama (merupakan vegetasi) dalam hal
kecuraman suatu sungai, semakin besar pengaruhnya terhadap kemungkinan banjir.
tingkat kecuramannya maka semakin tinggi METODE PENELITIAN
kecepatan alirannya. Dihitung dengan a. Bahan Penelitian
rumus: • Data kejadian banjir aktual kota
ℎ85 − ℎ10 Samarinda
Su =
0,75 𝐿𝐿𝑏𝑏
………………………..(6) • Data bangunan air Sub DAS Karang
S u = Gradien Sungai; ℎ85 = elevasi pada Mumus
titik sejauh 85% dari outlet DAS; ℎ10 = • Data curah hujan harian 10 tahunan
elevasi pada titik sejauh 10% dari outlet • Data penutup lahan hasil interpretasi
DAS; 𝐿𝐿𝑏𝑏 = panjang sungai utama (Benson citra Landsat 7 perekaman tahun 2009
dalam Paimin et al., 2009) • Data citra GeoEye perekaman tahun
d. Kerapatan Drainase Sungai 2010
Pengolahan data ini secara kuantitatif • Data kemiringan lereng hasil
menggunakan perhitungan secara pengolahan citra SRTM dan ASTER
matematis berdasarkan Badan Informasi GDEM (resolusi 90 dan 30 m)
Geospasial (BIG) dalam SK No. 16 Tahun

3
• Peta RBI Lembar 1915-13 Samarinda, f. Peta tematik Bentuk Lahan hasil
Lembar 1915-41 Airputih, Lembar ekstraksi Peta Sistem Lahan RePPProT
1915-42 Muarabadak skala 1:100.000 tahun 1987 skala 1:250.000
• Peta tematik Bentuk Lahan hasil Tahap Pengolahan Data
ekstraksi Peta Sistem Lahan RePPProT • Sistem Informasi Geografis dan Teknik
tahun 1987 skala 1:250.000. Mitigasi Bencana
b. Alat Penelitian Kategorisasi yang telah dilakukan
• Personal Computer (PC) untuk tiap kajian, daerah rawan kebanjiran
• Software ArcGIS Desktop 10.1 dan daerah potensi pemasok air banjir
• Software Microsoft Office untuk setiap parameter-parameter
• GPS Garmin 60 CSx penyusunnya akan memiliki nilai tersendiri
• Kamera Digital yang diasumsikan sebagai nilai/indeks
• Alat Tulis kerawanan banjir pada suatu daerah, dapat
dilihat pada Tabel 4. Nilai indeks yang ada
• Printer warna.
pada tabel dibawah akan memiliki nilai
c. Prosedur Penelitian
unik yang akan direpresentasikan
Tahap Pengumpulan Data
menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Tahapan ini berisi bagaimana cara
Geografis, yang kemudian dapat dianalisis
memperoleh data yang akan digunakan
bagaimana persebaran dan distribusi spasial
dalam penelitian, dibagi menjadi data
untuk kerawanan banjir di Sub DAS
primer dan sekunder.
Karang Mumus menurut pada dua kajian
• Data Primer
utamanya, yakni daerah rawan kebanjiran
Data yang diperoleh langsung dari
dan daerah potensi pemasok air banjir.
sumbernya, baik media (cetak,
Tabel 4. Indeks Kerawanan Banjir
elektronik dan internet) maupun survei No. Skor x Bobot Kategori
lapangan, meliputi: 1 > 4,3 Sangat rentan/rawan
a. Data kejadian banjir aktual kota 2 3,5 – 4,3 Rentan/rawan
Samarinda (validasi BPBD dan 3 2,6 – 3,4 Agak rentan/agak rawan
Dinas PU) 4 1,7 – 2,5 Sedikit rentan/sedikit rawan
b. Data Bangunan air (survei 5 < 1,7 Tidak rentan/tidak rawan
lapangan) Sumber: Paimin et al., 2009
• Data Sekunder • Teknik Mitigasi Bencana
Data yang diperoleh dari instansi Kajian Daerah Rawan Banjir.
pemerintah atau dari penelitian Berikut Tabel 2 berisi klasifikasi nilai skor
sebelumnya, yang diperoleh dan bobot untuk tiap parameter dalam
menggunakan izin yang bersangkutan, kajian daerah rawan banjir
meliputi: Tabel 2. Skor dan Bobot Tiap Parameter
a. Data curah hujan harian 10 tahunan
b. Data penutup lahan hasil interpretasi
citra Landsat 7 perekaman tahun 2009
c. Data citra GeoEye perekaman tahun
2010
d. Data kemiringan lereng hasil
pengolahan citra SRTM
e. Peta RBI Lembar 1915-13 Samarinda,
Lembar 1915-41 Airputih, Lembar
1915-42 Muarabadak skala 1:100.000 Sumber: Paimin et al 2009. *dengan modifikasi.

4
Modifikasi parameter lereng lahan HASIL DAN PEMBAHASAN
kanan kiri sungai dilakukan, dalam hal ini a. Daerah Potensi Pemasok Air Banjir
parameter lereng lahan kanan kiri sungai Hasil intersect tiap parameter potensi
diperoleh berdasarkan asumsi daerah pemasok air banjir yang telah diberi skor
sempadan sungai yang mengacu pada UU. dan diberi pembobotan akan menghasilkan
No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan luasan area berdasarkan nilai dan bobot
Ruang dan Permen PU No. 16/2009. yang kemudian akan memunculkan nilai
Kajian Daerah Potensi Pemasok Air indeks untuk tiap kelas potensi pemasok air
Banjir banjir. Analisis potensi air banjir digunakan
Berikut Tabel 3 yang berisi klasifikasi nilai sebagai landasan dalam menentukan daerah
skor dan bobot untuk tiap parameter dalam mana saja yang memiliki potensi dalam
kajian daerah potensi pemasok air banjir. memasok air yang dapat menimbulkan
Tabel 3. Skor dan Bobot Tiap Parameter suatu kejadian banjir
Daerah Potensi Pemasok Air Banjir Setelah mengolah hasil skoring dan
No. Parameter dan Kategori Skor
Bobot
Klasifikasi pembobotan yang ditunjukan pada Tabel 5
< 20 mm/hari tiap indeks hasil skoring dan pembobotan
Hujan harian Rendah 1
21 – 40 mm/hari
maksimum rata- Agak rendah 2
1. rata pada bulan
42 – 75 mm/hari
Sedang 3
kemudian dikategorikan menurut
76 – 150
basah (mm/hari)
mm/hari
Agak tinggi 4 klasifikasi kelas kerawanan Paimin et al.,
(30%) Tinggi 5
> 150 mm/hari 2009 pada data atribut baru hasil intersect
Lonjong Rendah 1
Agak lonjong Agak rendah 2 tiap parameter potensi pemasuk air banjir
Bentuk DAS
2. Sedang Sedang 3 yang kemudian diperoleh luasan daerah
(5%)
Agak bulat Agak tinggi 4
Bulat Tinggi 5 yang memiliki potensi-potensi sebagai
< 0,5 Rendah 1
0,5 – 1,0 Agak rendah 2 daerah pemasok air banjir.
Gradien Sungai
3.
(10%)
1,1 – 1,5 Sedang 3 Tabel 5 Luasan Area Potensi Pemasok Banjir
1,6 – 2,0 Agak tinggi 4
> 2,0 Tinggi 5 Persebaran Luas Area Luas Area
Kerapatan
Jarang Rendah 1 No Potensi Pemasok Air
Agak jarang Agak rendah 2 Banjir (ha) %
Drainase
4. Sedang Sedang 3
Sungai* 1. Sedikit rawan 7790.98 24.63
Rapat Agak tinggi 4
(5%)
Sangat rapat Tinggi 5 2. Agak rawan 16527.84 52.26
< 8% Rendah 1
Kemiringan 8 – 15% Agak rendah 2
3. Rawan 7308.91 23.11
5. Lereng 16 – 25% Sedang 3 Total 31627.72 100
(5%) 26 – 45% Agak tinggi 4
> 45% Tinggi 5 Sumber: Hasil Penelitian dan Lapangan
< 8% Rendah 1 Hasil klasifikasi dan luasan area kelas
Penggunaan 8 – 15% Agak rendah 2
6. Lahan 16 – 25% Sedang 3 potensi pemasok banjir terkonsentrasi pada
(40%) 26 – 45% Agak tinggi 4
> 45% Tinggi 5
daerah tengah sampai hilir yang
Sumber: Paimin et al 2009. *dengan modifikasi. kebanyakan termasuk ke dalam wilayah
Modifikasi parameter dilakukan pada kecamatan Samarinda Kota, Samarinda Ilir,
parameter drainase sungai, faktor nilai Sungai Pinang dan kecamatan Samarinda
drainase sungai yang kualitatif diubah Utara.
menjadi nilai kuantitatif menggunakan Apabila dirunut dari beberapa
teknik SIG yakni menggunakan tools line parameter potensi pemasok air banjir
density dalam menentukan tingkat sebelumnya, seperti parameter tingkat
percabangan sungai berdasarkan nilai kerapatan drainase sungai, daerah potensi
kepadatan garis aliran sungai terhadap area Rawan merupakan daerah – daerah yang
disekitarnya. memiliki kerapatan drainase tinggi, daerah
tersebut terdapat banyak percabangan-
percabangan anak sungai yang membuat

5
daerah tersebut memiliki karakteristik
limpasan permukaan yang terakumulasi
secara pada pada anak-anak sungainya. Hal
ini diperparah dengan kondisi parameter
lainnya, seperti nilai lereng rata-rata DAS,
bentuk DAS dan gradien sungai, dilihat dari
ketiga parameter ini, karakteristik banjir
yang mungkin terjadi dapat di estimasi, dari
nilai kelas lereng yang dominan berada
pada kisaran <8%, membuat daerah Rawan
masuk pada daerah yang bertopografi
landai, tipe bentuk DAS yang cenderung
lonjong membuat karakteristik konsentrasi
aliran menjadi lebih lambat/lama untuk
mencapai titik terjauh, indeks gradien
sungai yang memiliki nilai < 0,5 dan
memiliki karakteristik kemiringan dasar Gambar 2 Kejadian Banjir Aktual di Sub DAS
sungai datar sehingga kecepatan alirannya Karang Mumus
cenderung lambat, mayoritas tipe b. Daerah Rawan Kebanjiran
penggunaan lahannya kebanyakan Tipe parameter yang digunakan dalam
permukiman yang memiliki indeks membatasi daerah mana saja yang rawan
limpasan yang tinggi. terjadi banjir menggunakan parameter
alami dan parameter buatan. Parameter
alami yang digunakan terdiri dari tipe
bentuk lahan, nilai sinusitas/meandering
sungai, nilai indeks ordes sungai secara
keseluruhan sedangkan parameter buatan
yang dimasukan berupa bangunan air, yang
terdiri dari berbagai macam yakni
waduk/bendungan, tanggul/turap maupun
banjir kanal.
Hasil intersect (tumpang susun) indeks
parameter alami dan buatan dalam
menentukan daerah mana saja yang
tergolong dalam kelas kerawananan banjir
tertentu pada Sub DAS Karang Mumus.
Tabel 6 Luas Area Rawan Banjir
Persebaran Luas Luas Area
No Area Kerawanan
Banjir (ha) %
Gambar 1 Peta Potensi Air Banjir Sub DAS Karang
Mumus 1. Rawan 900.29 2.85
Validasi dengan kejadian sebenarnya dapat 2. Sedikit Rawan 13300.51 42.06
dilihat perbandingan antara Gambar 1 dan 3. Agak Rawan 17421.24 55.09
Gambar 2 yang menunjukan model spasial Total 31622.04 100,00
daerah potensi banjir dan kejadian banjir Sumber: Hasil Penelitian dan Lapangan
aktual pada suatu wilayah. Tabel 6 menunjukan luas cakupan area
yang termasuk ke dalam daerah Rawan

6
banjir hanya mencapai 2.85 % dari luas
total Sub DAS, terdistribusi di dua
kecamatan yakni Samarinda Kota, dan
Samarinda Utara. Kondisi bentuk lahan
yang dominan pada daerah kelas Rawan
yakni dataran alluvial, secara
geomorfologis didominasi oleh dataran
banjir pada bagian yang landai dengan
kondisi kelas kelerengan <2%, daerah yang
berdekatan dengan sungai pada jarak ±25-
100 meter dari pinggiran sungai selalu
menjadi langganan banjir saat hujan turun
dengan intensitas tinggi.
Menurut pada peta Kerawanan Banjir
Sub DAS Karang Mumus (Gambar 4),
daerah yang termasuk kelas Agak Rawan
dan Sedikit Rawan secara geomorfologi
didominasi oleh perbukitan sedimen
dengan struktur lipatan yang memiliki
kelerengan cukup curam (nilai kelerengan Gambar 4 Peta Rawan Banjir Sub DAS Karang
antara 25-45%), kondisi aliran sungainya Mumus
tergolong lurus, tidak terdapat banyak
kelokan, hal ini menunjukan proses
transportasi lebih dominan terjadi daripada
proses sedimentasi, sehingga daerah ini
tergolong tidak rawan banjir.
Perbandingan peta pada Gambar 3 dan
4 pada dasarnya hanya sebagian gambaran
antara daerah rawan banjir yang dibatasi
oleh kondisi fisik alami yakni bentuk lahan
yang digabungkan dengan pembatas
kondisi fisik buatan (tanggul, bangunan air,
turap). Bentuk lahan itu sendiri merupakan
parameter yang bersifat permanen yang
tidak mudah berubah-ubah dalam waktu
yang lama, sedangkan bangunan air,
merupakan parameter yang bersifat
temporer yang ketersediaannya sangat
bergantung pada data yang aktual, sehingga
Gambar 4 Peta Kejadian Banjir Aktual Sub DAS
analisis mendalam terhadap perbandingan Karang Mumus
kedua peta tersebut kurang maksimal. KESIMPULAN
Sub DAS Karang Mumus memiliki
3 kelas potensi area pemasok air banjir
yakni kelas Rawan yang memiliki luas area
7308,91 ha/ 23,11 %, mayoritas berada
pada bagian hilir Sub DAS Karang Mumus,

7
beberapa wilayah administrasi yang masuk Geospasial Tematik. Pusat Pemetaan dan
ke dalam kelas ini yakni kecamatan Integrasi Tematik.
Samarinda Kota, kecamatan Samarinda Ilir, BNPB (Badan Penanggulangan
kecamatan Sungai Pinang dan sebagian Bencana). 2011. Indeks Rawan Bencana
kecamatan Samarinda Ulu . Kelas Agak Indonesia. Jakarta: BNPB.
Rawan memiliki luas area 16527,84 Dibyosaputro, S. 1988. Bahaya Kerentanan
ha/52,26 % sebagian besar masuk ke dalam Banjir Daerah Antara Kutoarjo-Prembun,
bagian tengah Sub DAS Karang Mumus, Jawa Tengah (Suatu Pendekatan
dalam wilayah administrasi kecamatan Geomorfologi). Yogyakarta: Fakultas
Samarinda Utara dan kelas Sedikit Rawan Geografi, Universitas Gadjah Mada.
pada bagian hulu Sub DAS Karang Mumus Paimin, Sukresno dan B. I.
memiliki luas area 7790,98 ha/24,63 % Pramono. 2009. Teknik Mitigasi Banjir
masuk pada sebagian wilayah kecamatan Dan Tanah Longsor. Balikpapan:
Tenggarong Seberang. Tropenbos International Indonesia
Sub DAS Karang Mumus memiliki Programme.
3 kelas daerah Rawan Bencana Banjir, Purwanto, T.H. 2004. Ekstraksi
yakni kelas Rawan memiliki luas area Morfometri Daerah Aliran Sungai Dari
900,29 ha/2,85% dan berada di bagian hilir Data Digital Surface Model (Studi Kasus
Sub DAS, kelas Agak Rawan memiliki luas DAS Opak). Yogyakarta: Fakultas
area 55,09 ha/55,09% berada di bagian Geografi. UGM.
tengah Sub DAS dan kelas Sedikit Rawan Sadewo, M. N. 2011. Pemodelan
memiliki luas area13300,51ha/42,06 % Hidrologi dengan Penginderaan Jauh dan
berada di bagian hilir Sub DAS Karang Sistem Informasi Geografis untuk
Mumus. Menurut parameter potensi Penyusunan SDSS Penanggulangan
banjirnya, Sub DAS Karang Mumus Banjir. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas
memiliki tipe banjir luapan/banjir kiriman, Geografi. Universitas Gadjah Mada.
dengan karakteristik limpasan yang besar Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar
dan cepat memenuhi daerah-daerah Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
konsentrasi aliran, yakni pada daerah University Press.
dengan kerapatan aliran tinggi/banyak Trimurti, W. 2010. Runoff
terapat cabang anak sungai ditambah Assessment of Small Catchment using
dengan kondisi genangan yang bertahan Spatial Semi-Physical Hydrological Model.
cukup lama untuk surut, karena wilayah Tesis. Yogyakarta dan Enschede: Double
banjir berada dekat dengan hilir sungai Degree M.Sc Programme; Faculty of ITC,
yang berbatasan langsung dengan aliran Twente University and Graduate School,
sungai utama (Sungai Mahakam). Gadjah Mada University.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
BIG (Badan Informasi Geospasial).
2012. Standar Operasional Prosedur
Pemetaan Kerapatan Aliran Sungai.
Cibinong. Bogor. Deputi Bidang Informasi

Anda mungkin juga menyukai