Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH KEUANGAN PUBLIK

PAPER MASALAH PERPAJAKAN (STUDI PAJAK DAN INEFISIENSI)

KELOMPOK 9

Anggota : 1. Atika Sugi Nurmalitasari (1302170731)

2. Kevin Jordy Reynaldi (1302171149)

3. Riski Monitasari (1302170467)

PROGRAM DIPLOMA III AKUNTANSI KELAS 3-27

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2018
1. Pajak dan Inefisiensi

Pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah. Pajak


adalah sumber iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang
untuk membiayai belanja negara,dan sebagai alat untuk mengatur
kesejahteraan serta perekonomian.

Adanya pajak menyebabkan inefisiensi. Dengan adanya pajak maka


akan menimbulkan Deadweight loss. Deadweight loss menunjukkan
ukuran inefisiensi pajak, jumlah surplus konsumen dan produsen pada
masyarakat menghilang karena pengenaan pajak, yaitu surplus yang
hilang dan tidak kembali dalam bentuk pendapatan pajak. Deadweight
loss ditentukan dari perubahan pada kuantitas ketika pajak dipungut,
karena perubahan ini menerangkan jumlah pertukaran inefisiensi sosial
yang tidak dibuat.

2. Inefisiensi pajak dan elastisitas

Elastisitas permintaan dan penawaran menentukan inefisiensi


perpajakan. Semakin tinggi elastisitas permintaan dan penawaran, maka
semakin besar pula deadweight loss yang terjadi. Pemborosan pada pajak
ditentukan oleh sejauh mana produsen dan konsumennnya merubah
perilaku mereka untuk menghindari pajak. Deadweight loss disebabkan
oleh individu dan perusahaan yang melakukan inefisiensi dalam konsumsi
dan pilihan produksi untuk menghindari pajak.Perubahan pada kuantitas
dari titik ekuilibrium menyebabkan inefisiensi karena perdagangan yang
memiliki manfaat yang lebih besar dari biayanya tidak dibuat. Semakin
elastit permintaan atau penawaran pada barang, makan semakin besar
oerubahan kuantitas yang disebabkan oleh pajak dan semakin besar
inefisiensi pajak. Faktor yang menentukn deadweight loss

1 ηsηd Q
Rumus untuk DWL : x T2 x , Dimana ηd adalah
2( ηs−ηd) P
elastisitas permintaan, ηs adalah elastisitas penawaran, dan T adalah
tarif pajak. Dari persamaan ini, dapat disimpulakn bahwa,
1. Deadweight loss meningkat dengan elastisitas permintan dan
penawaran. Semakin banyak peluan peserta pasar harus mengkonsumsi
atau menghasilkan substitusi, maka semakin besar inefisiensi yang akan
mereka buat dengan mensubstitusinya.

2. Deadweight loss naik sesuai dengan kuadrat tingkat pajak ( T 2 ),


sehingga guncangan dari setiap jumlah pajak lebih besar, sama seperti
meningkatnya tingkat pajak yang sudah ada.

3. Teori pajak optimal Ramsey

Teori ini dimulai dari awal abad 20-an oleh seorang ekonomFrank
Ramsey, yang menganggap masalah pemerintah dengan diberikannya
persyaratan anggaran dan kemampuan untuk mengatur pajak yang
berbeda tarif untuk komoditas yang berbeda (makanan, pakaian,
tembakau, dan sebagainya). Pemerintah harus mengatur pajak di seluruh
komoditas sehingga rasio kerugian marginal deadweight loss terhadap

MDWL1
pendapatan marjinal adalah sama di seluruh komoditas: =λ ,
MR 1
dimana MDWL adalah marginal deadweight loss dari peningkatan pajak
atas barang, MR adalah pendapatan marjinal yang didapatkan dari
kenaikan pajak, dan λ adalah pendapatan tambahan pemerintah.

4. Pajak Optimal untuk Komoditas

Menurut aturan Ramsey, untuk meminimalkan DWL dari sistem


pajak sekaligus meningkatkan jumlah tetap dari pendapatan maka pajak
harus ditetapkan di semua komoditas sehingga rasio marginal deadweight
loss terhadap penambahan pendapatan marginal sama pada semua
komoditas. Adanya pajak yang dikenakan setelah adanya kegagalan
pasar akan mengakibatkan terjadinya deadweight loss yang semakin
besar. Maka pengenaan pajak perlu ditentukan untuk memberikan tingkat
kesejahteraan tertinggi atau pajak optimal dalam hal ini ditujukan untuk
setiap komoditas sehingga pajak diarahkan pada harga yang dapat
menyamakan penawaran dan permintaan masyarakat serta dapat
memenuhi persyaratan anggaran bagi pemerintah.

Dalam pertimbangan tarif pajak selain memperhatikan elastisitas,


perbandingan marginal DWL dengan marginal revenue yang sama untuk
setiap komoditas juga perlu diperhatikan, menggunakan aturan Ramsey

MDWLi
dengan persamaan : λ = akan didapat λ yang merupakan
MR i
pendapatan tambahan bagi pemerintah, sehingga dapat diketahui berapa
tarif yang cocok untuk diterapkan sehingga terpenuhinya persyaratan
anggaran serta kesejahteraan sosial.

Dalam mengekspresikan hasil Ramsey yang disederhanakan serta


dapat dihubungkan dengan elastisitas permintaan, hasil Ramsey

1
menunjukkan aturan elastisitas inversi τi∗¿− xλ , dimana τi∗¿
ƞi
merupakan tarif pajak optimal untuk untuk komoditas i, dan ƞi
menunjukkan elastisitas permintaan. Tidak hanya mempertimbangkan
elastisitas masing-masing komoditas tetapi juga distribusi pendapatan
konsumen dalam penentuan pajak yang optimal. Pengoptimalan pajak ini
dilakukan dengan menyeimbangakan dua aturan, yaitu:

a. Aturan Elastisitas : Pengenaan pajak dengan tarif rendah untuk


barang yang permintaannya lebih elastis, sehingga peningkatan
efisiensi dilakukan melalui permintaan pajak barang dengan
permintaan elastis, hal ini tidak akan terlalu mempengaruhi kurva
permintaan karna semakin inelastis suatu barang, besar kecilnya
harga tidak terlalu mempengaruhi permintaan.
b. Broad Base Rule : Penerapann pajak yang tidak terlalu tinggi atau
terlalu rendah pada beberapa komoditas. Hal ini merupakan
konsekuensi tax smoothing, karena marginal DWL akan naik seiring
tarif pajak.
Implikasi ekuitas model Ramsey
Formulasi elastisitas intervensi dari model Ramsey menekankan
dengan wajar implikasi ekuitas yang buruk dari pendekatan Ramsey.
Bayangkan bahwa pemerintah hanya memiliki dua barang yang bisa unutk
ditarik pajak, sereal dan kaviar. Elastisitas permintaan untuk kaviar jauh
lebih tinggi dari sereal, sehingga aturan elastisitas inversi akan
menyarankan bahwa pajak sereal jauh lebih inggi daripada kaviar. Ini
berarti memberlakukan pajak pada barang yang dikonsumsi secara
eksklusif oleh kelompok berpenghasilan tinggi yang jauh lebih rendah
daripada pajak yang dikenakan pada barang yang dikonsumsi oleh semua
orang. Hasil ini, sementara efisien, namun mungkin melanggar pemerintah
yang mementingkan rasa keadilan pajak di seluruh kelompok pendapatan.

5. Pajak Optimal Untuk Pajak Pendapatan

Pajak penghasilan merupakan salah satu penghasilan negara


dengan porsi terbesar pemerintah sehingga sangat diperlukan
pengoptimalisasiannya untuk meningkatkan pendapatan dengan cara
yang memaksimalkan fungsi kesejahteraan sosial. Sistem pajak yang
optimal adalah yang membuat semua orang memiliki tingkat pendapatan
sama setelah pajak dimana orang dengan penghasilan rendah akan
mendapat transfer sedangkan orang dengan penghasilan tinggi akan
dikenakan pajak marginal 100% hingga pendapatannya menyamai rata-
rata.

Sistem pajak penghasilan yang optimal ini terdiri dari sekumpulan


tarif pajak (dan transfer pendapatan) dari seluruh kelompok pendapatan
sedangkan dari pengaturan tarif pajak yang optimal di seluruh barang ,
pajak penghasilan yang optimal adalah pengaturan tarif pajak yang
optimal di seluruh individu. Dalam distribusi ini, terdapat tradeoff efisiensi
keadilan sehingga sistem yang optimal hanya berfokus pada keadilan
dengan memastikan semua orang berpendapatan sama.

Perancangan tarif pajak penghasilan ini perlu memperhatikan efek


dalam menaikkan tarif pajak pada dasar pengenaannya karena akan
sangat mempengaruhi respons dari masyarakat khususnya tenaga kerja
yang terkena dampak kenaikan pajak. Dalam penerapannya hal ini akan
menaikkan tingkat pendapatan tenaga kerja, tetapi beberapa pekerja juga
akan semakin mengurangi jumlah pendapatannya dan dasar
pengenaannya akan semakin menurun. Oleh karena itu, penting bagi
pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan berbagai macam hal
khususnya efek yang terjadi jika tarif pajak dinaikkan.

6. Kurva Laffer

Menurut Sumantri (2014) Penetapan tarif pajak penghasilan yang


terlalu tinggi ataupun dengan menaikkan tarif pajak penghasilan tidak
selalu menaikkan penerimaan (R) dapat pula menurunkan penerimaan
jika tarif diatas batas yang ditentukan sampai tarif tertentu.
Kurva Laffer menggambarkan
bahwa tarif pajak yang lebih tinggi
tidak selalu menghasilkan
penerimaan yang lebih tinggi,
bahkan dapat menghasilkan
penerimaan yang lebih rendah
hingga 0(nol) pada titik eksterm.
Pada tarif pajak di titik ekstrem 0
akan menghasilkan revenue 0 pula
dan akan meningkat seiring meningkatnya tarif hingga titik tertentu yang
memaksimalkan pendapatan, dan akan turun hingga mencapai revenue
0(nol) kembali saat tarifnya menapaia 100% atau padaa titik ekstrem.
Secara rasional orang akan berpikir untuk tidak bekerja karena semua
penghasilannya akan dikenakan pajak, pada penetapan tarif pajak yang
tinggi pun akan semakin membuat orang mengubah perilakunya untuk
menghindari tarif yang tinggi, hal ini juga akan menurunkan minat orang
untuk bekerja lebih sehingga menurunkan produktivitasnya.
Tarif pajak penghasilan diatur di seluruh kelompok sehingga

MU i
diperoleh λ = dimana λ adalah pendapatan pemerintah
MRi
tambahan, MU i adalah utilitas marginal individu dan MRi adalah
Marginal revenue. Sistem pajak penghasilan yang optimal menghasilkan
utilitas marginal per pendapatan setiap individu bernilai sama. Sistem
pajak penghasilan yang optimal menerminkan keseimbangan pada:
a. Vertical Equity (Ekuitas Vertikal) : memaksimalkan kesejahteraan
dengan mengenakan pajak lebih besar untuk masyarakat yang
memiliki tingkat konsumsi tinggi dengan utilitas marginal yang
rendah, begitupun sebaliknya masyarakat dengan tingkat konsumsi
rendah dengan utilitas marginal tinggi akan dikenakan tarif lebih
rendah
b. Behavioral responses (Tanggapan Perilaku) : peningkatan pajak
kepada suatu kelompok yang mengakibatkan individu dalam
kelompok tersebut merespons dengan mengurangi pendapatannya.
Pajak penghasilan yang optimal dari dua tipe:
gambar disamping
menunjukkan adanya
pasangan yang
optimal dari pajak
dimana Mr. Rich dan
Mr. Poor dengan
penghasilan dan tarif
pajak berbeda
memiliki MU/MR sama.

7. Hubungan Manfaat dan Pajak

Hubungan pajak-manfaat, hubungan langsung antara pajak


dibayar dan tunjangan yang diterima. Keterkaitan ini dapat secara
signifikan mempengaruhi ekuitas dan efisiensi pajak. Dalam
menggambarkan pengaruh pajak gaji yang membiayai program jaminan
sosial , kita dapat membandingkan dengan program kompensasi pekerja.
Kompensasi pekerja yang merupakan pajak gaji dari pemberi kerja
memberikan beban tambahan bagi pemberi kerja sehingga pemberi kerja
merespon dengan mengurangi jumlah tenaga kerja yang mereka minta
sehingga pada modelnya kurva permintaan akan menurun dan
ekuilibriium akan menurun. Mempekerjakan pekerja yang jumlah sudah
turun tadi merupakan pasar tenaga kerja yang tidak efisien bagi
perusahaan setelah ada pajak karena menyebabkan pasar tenaga kerja
tidak efisien yang berakibat pada Dead Weight Loss. Namun hal tersebut
menjadi kurang akurat saat kita memasukan manfaat pajak. Sebelum
kompensasi pekerja ada,saat pekerja cedera maka mereka akan
kehilangan upahnya dan ada biaya medis untuk pulih dari cedera. Pekerja
tidak membutuhkan kompensasi diferensial besar dari pemberi kerja
karena pada dasarnya pemerintah menggantikan upah pekerja dengan
asuransi ini.
Isu yang diangkat oleh Analisi Hubungan manfaat dan Pajak
a. Jika belum ada inefesiensi untuk menyediakan
manfaat,Mengapa Tidak majikan melakukannya tanpa
keterlibatan pemerintah?
Ini disebabkan karena mungkin ada kegagalan pasar yang
mengarahkan pengusaha untuk tidak mencerminkan valuasi pekerja
dari program ini tanpa mandat pemerintah. Contohnya adalah pilihan
yang merugikan pasar seperti dalam masalah standar seleksi
penerimaan tenaga kerja.
b. Kapan ada kaitan manfaat pajak?
Hubungan manfaat pajak kuat ketika pajak yang dibayar
dihubungkan langsung ke manfaat bagi pekerja. Ketika pajak itu
digunakan untuk memberikan manfaat bagi pekerja.Ketika pajak itu
digunakan untuk memberikan manfaat bagi bukan pekerja juga,
hubungan manfaat pajak akan rusak.
c. Apa adakah bukti empiris pada kaitan manfaat pajak?
Penelitian Gruber-Krueger memperkirakan dampak pada upah
lapangan kerja dari perubahan biaya kompensasi pekerja di seluruh
negara dari waktu ke waktu,dan Anderson dan Mayer yang
mempelajari dampak dari perubahan pajak gaji asuransi
pengangguran di seluruh perusahaan selama waktu. Keduanya
menyimpulkan program program ini sebagian besar dibiayai melalui
upah yang lebih rendah ,dengan relatif sedikit efek pekerjaan.
8. Pajak dan Penawaran Tenaga Kerja
Teori dasar
Kerangka teoritis untuk menilai bagaimana pajak penghasilan
mempengaruhi penawaran tenaga kerja sama dengan yang digunakan
untuk memodelkan pengaruh kesejahteraan uang tunai terhadap
penawaran tenaga kerja. Adanya pajak membuat biaya peluang
(opportunity cost) untuk setiap jam waktu luang menurun ,hal ii
mendorong pekerja untuk mengurangi jam kerjanya. Pada saat budget
constraint setelah pajak dengan kerja dan waktu luang sama akan
menimbukan konsumsi lebih sedikit dari budget constraint sebelum pajak.
Efek Substitusi dan Pendapatan
Bagi pekerja kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan
menyebabkan perubahan efek pendapatan (income effect) dan efek
substitusi (substitution effect) secara simultan dengan meningkatnya
harga leisure dan jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli pada tingkat
jam kerja yang sama. Secara keseluruhan pengurangan tingkat pajak
penghasilan menimbulkan efek substitusi karena opportunity cost dari
leisure lebih besar pada setiap orang dalam perekonomian dan umumnya
efek pendapatan dari pengurangan pajak juga meningkatkan tingkat
pendapatan riil masyarakat (Kaufman dan Hotchkiss, 1999:88-90). Jadi
kebijakan pengurangan pajak penghasilan akan mendorong orang untuk
bekerja lebih banyak yang gilirannya akan meningkatkan penawaran
tenaga kerja seperti dalam kebijakan yang dilakukan Reagan tax cut tahun
1986. Tetapi kalau upah menjadi barang inferior , maka efek substitusi
lebih dominan sehingga pengenaan pajak penghasilan akan mengurangi
jam kerja seseorang. Selain itu pajak penghasilan dapat juga
menyebabkan seseorang tidak akan menambah dan mengurangi jam
kerjanya apabila income effect sama dengan substitution effect. Sehingga
dapat disimpulkan : Apabila efek substitusi lebih dominan dari efek
pendapatan menyebabkan orang akan mengurangi jam kerjanya dan
menambah leisure. Sebaliknya orang akan menambah waktu kerjanya
apabila efek pendapatan lebih dominan daripada efek substitusi.
Keterbatasan Teori: Batasan pada Jam Kerja dan Peraturan
Pembayaran Lembur
Batasan yang diatur oleh regulasi ketenagakerjaan di Indonesia
adalah 40 jam seminggu bagi pekerja. Oleh sebab itu pekerja tidak boleh
memiliki jam kerja kurang dari jam tersebut walupun memang jam tersebut
adalah jam optimalnya. Kendala lain adalah lembur/overtime yang
mengatur bahwa pekerja yang bekerja melebihi 40 jam atau lembur harus
dibayar dengan 1,5 dari gaji reguler mereka.
9. Pajak dan Tabungan
Teori tabungan tradisional adalah untuk memuluskan konsumsi di
seluruh periode. Ini merupakan implikasi dari berkurangnya utilitas
pendapatan marjinal.Pilihan antar waktu adalah pilihan yang dibuat oleh
individu tentang bagaimana mengalokasikan konsumsi mereka dari waktu
ke waktu.Seperti jam kerja dalam model penawaran tenaga kerja,
tabungan tidak dihargai secara langsung, tetapi lebih merupakan sarana
untuk mencapai tujuan. Hal ini dapat dianggap sebagai "buruk" - di mana
"kebaikan" komplementer adalah "konsumsi masa depan." Contoh jika kita
membagi menjadi dua periode yaitu periode pertama adalah periode
masih bekerja saat masih mendapat pendapatan dan saat pensiun saat
tidak mendapat apa-apa. Sebelum ada pemajakan tabungan, kita
memaksimalkan subjek utilitasnya ke kendala anggaran antarwaktu ,yang
menghubungkan konsumsi periode pertama- dan konsumsi periode-kedua
terhadap penghasilan dan keputusan tabungannya. Jika kita tidak
menghemat diawal kita bisa mengkonsumsi Y di periode pertama. Jika kita
menyimpan semua pendapatan kita, kita mendapatkan pendapatan
ditambah bunga dari bank.
Bukti bagaimana efek tingkat bunga setelah pajak mempengaruhi
tabungan
Suku bunga setelah pajak yang lebih rendah akan menyebabkan
peningkatan konsumsi periode pertama melalui efek substitusi. Tetapi
jatuhnya kembali setelah pajak membuat kita merasa menjadi lebih miskin
karena jumlah bunga yang disimpan pada tiap dollar jatuh yang
mengurangi konsumsinya pada periode pertama (dan meningkatkan
tabungan) .Ketika efek substitusi mendominasi tabungan akan jatuh
sebaliknya saat efek pendapatan mendominasi tabungan akan
meningkat.
Berbeda dengan literatur empiris tentang pasokan tenaga kerja,
pekerjaan empiris pada tingkat bunga setelah pajak dan tabungan belum
mencapai konsensus yang jelas.Elastisitas tabungan sehubungan dengan
suku bunga bervariasi dari 0 hingga 0,67.Lebih sulit untuk menghitung
tingkat bunga yang sesuai.Selain itu, lebih sulit menemukan perlakuan
yang tepat dan pengontrolan grup untuk mempelajari bagaimana
tabungan mempengaruhi perubahan tingkat bunga.
Inflation dan Taxation saving
Sebelum 1981, tax bracket di mana perpajakan didasarkan dalam
mata uang konstan yang tidak berubah dengan inflasi. Praktik ini
menyebabkan fenomena yang dikenal sebagai bracket creep, dimana
individu akan melihat peningkatan tarif pajak mereka meskipun tidak ada
peningkatan pendapatan riil mereka.
Mengindeks tax bracket tidak melepaskan kita dari dampak
inflasi pada perpajakan pendapatan secara keseluruhan karena aturannya
tentang modal pajak penghasilan tetap sama seperti sebelumnya. Tingkat
bunga yang diperoleh pada rekening bank ditentukan oleh tingkat bunga
nominal, sedangkan peningkatan yang sebenarnya dalam daya beli dari
tabungan adalah tingkat bunga riil .Sebelum mengkhawatirkan tentang
berapa banyak uang yang kita dapatkan tahun depan, kita harus
mementingkan tentang berapa banyak barang yang akan dapat kita
konsumsi dengan uang itu tahun depan.Inflasi mempengaruhi tingkat
bunga yang dapat kita dapat dari tabungan. Hubungan antara tingkat
bunga nominal dan riil adalah
Tingkat bunga riil (r) =

[1 + Tingkat bunga nominal (i)] / [(1 + Tingkat inflasi (p)] – 1

Masalah yang kita hadapi selanjutnya adalah pajak dipungut atas


penghasilan bunga nominal, bukan riil.
Daftar Pustaka

Gruber, Jonathan.2013.Public Finance and Public Policy.Worth Publisher:


New York.

https://www.powtoon.com/online-presentation/buYw55PKl1s/inefisiensi-
dan-pajak-optimal/?mode=movie&locale=en/21/10/2018/17.00.

https://www.youtube.com/watch?v=wRgvlK89U7U/21/10/2018/16.20.

http://eprints.undip.ac.id/13983/1/Disinsentif_Bekerja_Karena_Pajak_Pen
ghasilan....by_Evi_Yulia_Purwanti_(OK).pdf/21/10/2018/

Sumantri, B., Hasan, A., Gusnardi.2014.Analisis perbandingan


penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif
tunggal dan pengaruhnya terhadap pajak penghasilan terutang
(Studi Empiris pada Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Bursa
Efek Indonesia).Jurnal Tepak Manajemen Bisnis.1(4):10-21.

Anda mungkin juga menyukai