Anda di halaman 1dari 3

1.

Coba Anda jelaskan dan beri contohnya secara konkrit hubungan logis, Mengapa
pendekatan penyelesaian masalah perpajakan di satu sisi harus memperhatikan faktor
prinsip-prinsip perpajakan dan faktor hukum di sisi yang lain.
2. Selanjutnya berikan analisis Anda tentang salah satu permasalahan perpajakan (pilih
persoalan PPh atau PPN) yang anda anggap sangat penting dengan mengikuti
prosedur berikut:
a. Sebutkan satu atau beberapa yang menjadi fokus persoalan perpajakan yang
anda soroti tersebut;
b. Apa yang menjadi tolok ukur atau kondisi ideal yang seharusnya (persoalan PPh
atau PPN);
c. Apa kondisi aktual/fakta yang terjadi dari persoalan (PPh atau PPN) tersebut ;
d. Apa yang menjadi kesenjangan antara kondisi ideal terhadap kondisi aktual
tersebut di atas;
e. Apa yang menjadi bukti-bukti konkrit terjadinya kesenjangan tersebut;
f. Apa permasalahan dari kesenjangan tersebut;
g. Apa yang menjadi penyebab munculnya permasalahan tersebut;
h. Apa menurut anda yang dapat menjadi alternatif solusi dari penyelesaian
penyebab masalah tersebut.
Jawab :
1. Karena penyelesaian masalah perpajakan yang bersifat memaksa harus secara
kolektif membuat Negara dan Wajib Pajak saling memenuhi Hak dan Kewajibannya,
dari segi Tata Negara pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar
hampir 80% dari seluruh sumber pendapatan APBN. Namun, pemungutan pajak
sangat tidak boleh dilakukan secara semena-sema dan tanpa aturan, pemungutan
dilakukan dengan mencerminkan prinsip-prinsip yang relevan.
Menurut Adam Smith prinsip pemungutan pajak dalam buku berjudul ”Wealth of
Nations”
a. Equity
rinsip keadilan (equity) diartikan sebagai prinsip pajak yang memperlakukan
semua Wajib Pajak dengan perlakuan yang sama. Artinya, negara tidak boleh
bertindak diskriminatif atau seenaknya dalam melakukan pemungutan pajak.
Dalam hal perlakuan yang sama, negara perlu menyesuaikan tarif pajak yang akan
dibebankan kepada Wajib Pajak sesuai dengan kemampuan dan penghasilan
yang diperolehnya. Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan dan harta yang
dimiliki Wajib Pajak, maka semakin tinggi pula pajak yang dibebankan kepadanya.
Keadilan tidaklah mutlak, melainkan lebih kepada suatu hal yang subjektif dan
abstrak. Sehingga, pengertian keadilan di suatu negara tidak akan sama dengan
di negara lain. Semuanya bergantung pada waktu, tempat, kondisi politik
pemerintahan, dan kedewasaan masyarakat sebagai Wajib Pajak.
Namun, sistem perpajakan yang adil setidaknya harus memenuhi beberapa
kriteria, seperti:
- Benefit Principle, Wajib Pajak harus membayar pajak sesuai dengan manfaat
yang dinikmatinya dari pemerintah
- Ability to Pay Principle, setiap orang diwajibkan membayar pajaknya sesuai
dengan kemampuannya berdasarkan pendapatan yang mereka peroleh
- Horizontal Equality, keadilan horizontal dalam perspektif pajak mengandung
makna bahwa Wajib Pajak dengan kondisi kemampuan atau penghasilan yang
sama harus dikenakan jumlah pajak yang sama pula, serta tanpa
membedakan jenis atau sumber penghasilannya dan besaran pengeluarannya
b. Certainty
Prinsip kepastian hukum (certainty) harus diadopsi dalam perumusan ketentuan
Undang-Undang Perpajakan dan Peraturan Perpajakan suatu negara. Sebab,
memang sudah seharusnya sistem pemungutan pajak didasarkan pada sebuah
ketentuan hukum dan dilakukan secara jelas, terang, serta pasti. Prinsip ini akan
memberi kemudahan bagi Wajib Pajak mengenai objek pengenaan pajak, besaran
pajak, dan segala tata cara dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Hal tersebut
dimaksudkan agar mudah dimengerti oleh Wajib Pajak dan memudahkan
administrasi.
c. Economy
Prinsip efisiensi ekonomis adalah prinsip pajak yang menggambarkan bahwa
pemungutan pajak harus mampu mencapai tujuan tanpa biaya yang besar dan
tidak menimbulkan permasalahan lain. Artinya, sistem pemungutan pajak harus
dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pengeluaran negara dan harus pula
cukup elastis dalam menghadapi berbagai tantangan, perubahan, serta
perkembangan kondisi perekonomian. Pada saat menetapkan dan memungut
pajak, pemerintah juga harus mempertimbangkan biaya pemungutan pajak dan
haruslah proporsional. Dimana salah satu tanda sistem perpajakan yang efektif
dan efisien ialah biaya pemungutan pajak yang rendah. Jangan sampai biaya
pemungutan lebih tinggi dari beban pajak yang dikenakan.
d. Convenience
Prinsip convenience merupakan prinsip sistem perpajakan suatu negara yang
digambarkan sebagai sebuah ketepatan dalam hal pemotongan, pemungutan, dan
pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Dalam hal ini, pemerintah dapat secara bijak
menentukan kapan waktu yang tepat bagi Wajib Pajak untuk menunaikan
kewajiban pajaknya. Sebab, tidak semua Wajib Pajak memiliki ketepatan waktu
yang sama, yang tidak membebani dan mengenakkan baginya untuk membayar
pajak. Karyawan akan lebih mudah membayar pajak saat mereka menerima gaji.
Petani lebih mudah membayar pajak setelah panen. Perusahaan lebih mudah
membayar pajak setelah mengetahui sisa lebih usaha per periode. Artinya,
masing-masing subjek pajak memang memiliki waktu tepatnya tersendiri.

Sedangkan dari sisi Faktor kepastian Hukum, Faktor Pelayanan Fiskus kepada
wajib pajak, faktor hukum yang yang mengikat wajib pajak agar tahu dan
menjalankan kewajibannya, faktor sanksi yang memberikan efek jera kepada wajib
pajak yang tidak patuh, harus dituangkan didalam suatu dasar yang sangat kuat.
Maka Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
telah ditetapkan dan diundangkan di Negara Republik Indonesia. Diikuti dengan
peraturan senada dan sejajar yang mengatur tentang hal-hal material dalam
lingkup perpajakan seperti : Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan
Nilai, serta aturan sejajar dan aturan turunannya.

3. berikan analisis Anda tentang salah satu permasalahan perpajakan (pilih persoalan
PPh atau PPN) yang anda anggap sangat penting dengan mengikuti prosedur berikut:
a. Fokus persoalan perpajakan yang disoroti
Hubungan Istimewa atau Transfer Pricing Antar Negara Tax Haven terhadap
negara dengan tarif pajak lebih tinggi (PPh 25/29 Badan, PPh Dividen atas
Kepemilikan Saham)
b. Tolok ukur atau kondisi ideal yang seharusnya
Kondisi seharusnya transaksi yang terjadi antara 2 perusahaan adalah
bertransaksi sesuai dengan harga wajar (arm’s lenght)
c. Kondisi aktual/fakta yang terjadi dari persoalan
Hampir seluruh perusahaan besar memiliki afiliasi diluar negeri (diluar negara
indonesia) perusahaan ini rata rata adalah perusahaan multinasional
Contoh : - kondisi ideal, PT A (manufaktur) memproduksi kosmetik di batam
indonesia, seluruh bahan baku berasal dari indonesia, pekerja kebanyakan
orang indonesia, dan barang jadi dijual kepada PT X Ltd di Europe dengan
invoice 40 M
Perhitungan PPh 25/29 Badan sebagai berikut :
Sales : 40 M
COGS : (28) M
G/P : 12 M
Opex : (4) M
NOP : 8M
Tax 25% 2M
d. Kesenjangan antara kondisi ideal terhadap kondisi aktual
Terjadi perbedaan pajak yang didapatkan oleh Negara Indonesia ketika
dilakukan scenario transfer pricing oleh perusahaan besar yang berafiliasi ini,
perhatikan perhitungan PPh Pasal 25/29 setelah ditambahkan transaksi afiliasi
yang belum arm’s lenght :
PT A (Manufaktur) memproduksi kosmetik dibatam indonesia, barang jadi tetap
dikirim langsung ke Europe, namun Invoice menjelaskan barang dijual terlebih
dahulu kapada PT B Ltd di singapore seharga 33 M, kemudian baru dijual lg
ke PT X Ltd di Europe sehingga perhitungan menjadi :
Sales : 33 M
COGS : (28) M
G/P : 5M
Opex : (4) M
NOP : 1M
Tax 25% 0.25 M
e. Bukti-bukti konkrit terjadinya kesenjangan
Bukti-bukti konkritnya adalah jelas kebanyakan perusahaan multinasional
membuat perusahaan pusatnya bukan di Negara Indonesia yang notabene
adalah pasar yang besar dan tempat produksi mereka, mereka malah
memdirikan perusahaan pusat di singapore
f. Permasalahan dari kesenjangan
PPh Pasal 25/29 Badan yang didapatkan atau masuk ke kas Negara menjadi
kecil daripada seharusnya
g. Penyebab munculnya permasalahan
Transaksi bawah tangan atau hubungan istimewa antara afiliasi dan atau
menyembunyikan transaksi afiliasi tersebut kepada Indonesia
h. Alternatif solusi dari penyelesaian penyebab masalah
PMK-22 Tahun 2020, dimana diwajibkan terhadap wajib pajak yang memiliki
hubungan istimewa, transaksi afiliasi melaporkan kepada direktorat jenderal
pajak dalam SPT Tahunan 1771 Lampiran III A, dan memberikan documen TP
Documentation kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Sumber Referensi : PMK No.22/PMK.03/2020 tentang penentuan harga


transfer pricing

Anda mungkin juga menyukai