Review 1 Buku+Keterampilan+Klinis+IKK
Review 1 Buku+Keterampilan+Klinis+IKK
2014
Lay out:
dr. Marinda Asiah Nuril Haya
Cover photo:
Schubert Malbas Diunduh dari:
http://www.schubertmalbas.net/2011_06_01_archive.html
Editor:
Dr. dr. Herqutanto, MPH, MARS
dr. Retno Asti Werdhani, MEpid
Kontributor:
Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH dr. Dhanasari Vidiawati, MSc.CM-FM
dr. Setyawati Budiningsih, MPH dr. Retno Asti Werdhani, MEpid
dr. Aria Kekalih, MTI Dr. dr. Astrid B Sulistomo, MPH, SpOk
Prof. Dr. dr. Azrul Azwar, MPH Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOk
Prof. Dr. dr. Endang Basuki, MPH dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOk, PhD
dr. Resna A. Soerawidjaja, MPH Ambar W Roestam, SKM, MOH
dr. Judilherry Justam, MM, ME Dr. dr. Fikri Effendi, MOH, SpOk
Dr. dr. Herqutanto, MPH, MARS Dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK
dr. Nitra Nirwani Rifki, PKK
Page | 2
DAFTAR ISI
Daftar Tabel ii
Daftar Gambar iii
Kata Pengantar iv
Diagnosis Komunitas 1
Langkah-langkah Pelaksanaan Jaminan Mutu dan Panduan
Penulisan Laporan 13
Problem Solving Cycle 18
Evaluasi Program Kedokteran/Kesehatan berdasarkan
Pendekatan Sistem 24
Pelayanan Kesehatan dengan Pendekatan Dokter Keluarga 34
Diagnosis Okupasi 42
Plant Survey 52
Keselamatan pasien 72
Identifikasi dan Modifikasi Gaya Hidup
Pencarian Kontak
Surveilans
DAFTAR TABEL
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | i
DAFTAR GAMBAR
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | ii
KATA PENGANTAR
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | iii
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan
kedokteran, sejak masa penjajahan Belanda.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam pembuatan buku ini. Untuk itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan buku ini.
Hormat kami,
Editor
PENDAHULUAN
Profil dokter masa depan menurut WHO (The Future Doctor) mencakup Care
provider, Decision Maker, Educator, Manager dan Community Leader. Salah satu
posisi atau pekerjaan yang akan dijalani dokter adalah memimpin suatu fasilitas
kesehatan. Pada sistim kesehatan di Indonesia di tingkat primer, dikenal Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang bertanggung jawab terhadap masyarakat
di area kerjanya, yaitu kecamatan atau kelurahan. Fungsi dari puskesmas ada 3,
yaitu:
1. Pusat pengembangan program kesehatan
2. Pusat pelayanan kesehatan primer
3. Pusat pemberdayaan masyarakat
Adanya kesamaan sifat dari semua anggota komunitas ini telah membantu
keterkaitan di antara mereka satu sama lain. Keterkaitan antara bagian komunitas
atau subsistem dari suatu komunitaslah yang dapat mendorong agar komunitas
bersangkutan berfungsi secara baik. Hal ini pula yang mampu diberdayakan dalam
aspek kesehatan sehingga seluruh komunitas mampu bersama-sama
menggunakan potensi yang ada didalamnya untuk menjaga dan meningkatkan
derajat kesehatannya.
Oleh karena itu diagnosis komunitas harus disadari bukan sebagai suatu kegiatan
yang berdiri sendiri namun merupakan bagian dari suatu proses dinamis yang
mengarah kepada kegiatan promosi kesehatan dan perbaikan permasalahan
kesehatan di dalam komunitas. Diagnosis komunitas merupakan awal dari siklus
pemecahan masalah untuk digunakan sebagai dasar pengenalan masalah di
komunitas, sehingga dilanjutkan dengan suatu perencanaan intervensi,
pelaksanaan intervensi serta evaluasi bagaimana intervensi tersebut berhasil
dilakukan di komunitas.
Oleh karena itu diagnosis komunitas TIDAK hanya berhenti pada identifikasi
(diagnosis) masalah, tetapi juga mencakup solusi (treatment) untuk mengatasi
masalah berdasarkan sumber-sumber yang ada. Untuk lebih menjelaskan
diagnosis komunitas, dibawah ini dijelaskan perbedaan antara Kedokteran
komunitas (Community Medicine) dengan Kedokteran rumah sakit dan perbedaan
antara Diagnosis Komunitas dengan diagnosis klinis
Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya :
1. Indikator jangkauan pelayanan kesehatan, misalnya cakupan ibu hamil
yang mendapat pelayanan ANC.
2. Rasio petugas kesehatan-penduduk, misalnya rasio dokter : penduduk
3. Indikator kesehatan lingkungan, misalnya persentase penduduk yang
mendapat air bersih
4. Indikator sosio-demografi (komposisi/struktur/distribusi, income per
capita, angka buta huruf, dll)
Bila kita mau mengetahui masalah kesehatan suatu komunitas, maka jalan yang
paling baik adalah melakukan survey yang mengumpulkan data-data sesuai
indikator diatas. Kegiatan ini akan memakan waktu lama dan biaya yang banyak.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 7
Oleh karena itu sebagai pendekatan awal ada cara lain yang dapat digunakan yaitu
dengan menganalisis laporan penyakit/kematian yang ada disuatu wilayah. Data
ini bisa diperoleh dari hasil penelitian kesehatan atau laporan tahunan puskesmas
(harap diingat bahwa tidak semua orang yang sakit datang ke puskesmas). Pola
penyakit di suatu area biasanya akan selalu sama dalam kurun waktu tertentu,
kecuali bila ada kejadian luar biasa. Dalam situasi ini maka penyakit yang akan
menjadi area diagnosis komunitas dalam pelatihan modul komunitas, tidak selalu
harus yang paling banyak ditemukan. Dalam keadaan tertentu, masalah kesehatan
dapat pula ditanyakan kepada orang orang yang dianggap mempunyai
pengetahuan dalam hal ini, misalnya pimpinan puskesmas, kepala daerah (camat,
lurah) atau orang orang yang bergerak dalam bidang kesehatan (guru, kader).
Untuk mendapatkan informasi dari orang orang ini, maka dapat dipergunakan
metoda NGT atau Delphi tehnik.
Bila sudah ditemukan area masalah, maka juga perlu mengetahui berbagai faktor
yang mempengaruhi terjadinya masalah tersebut. Konsep terjadinya penyakit
menurut Blum dapat dipakai untuk membuat kerangka konsep yang menjelaskan
mengapa penyakit tersebut terjadi. Ini akan membantu menentukan data apa
yang akan dikumpulkan dari masyarakat agar mendapatkan masalah yang utama
dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Beberapa hal umum yang menjadi sifat hasil analisis data diagnosis komunitas
adalah:
- Informasi statistik lebih baik ditampilkan dalam bentuk rate atau rasio
untuk perbandingan
- Tren atau proyeksi sangat berguna untuk memonitor perubahan
sepanjang waktu yang diamati serta perencanaan ke depan
- Data wilayah atau distrik lokal dapat dibandingkan dengan distrik yang
lain atau ke seluruh populasi
- Tampilan hasil dalam bentuk skematis atau gambar dapat digunakan
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mudah dan cepat
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan yang bermutu bisa dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pasien
dan sisi pemberi pelayanan. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan bermutu
dari sisi pasien adalah pelayanan kesehatan yang mudah ditemui, mudah didapat,
memberikan tingkat kesembuhan tinggi, dengan pelayanan yang ramah dan
sopan. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan bermutu dari sisi pelayanan
kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang efektif, memberikan tingkat
kesembuhan tinggi, dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur terstandar. Artinya
sebuah pelayanan kesehatan yang bermutu harus memenuhi kriteria-kriteria dari
dua sisi tersebut.
Agar dapat menghasilkan layanan yang bermutu tersebut dan secara konsisten
menghasilkan dibutuhkan sebuah program yang disebut program jaminan mutu.
Di tahun 1990an Deming yang selanjutnya disebut sebagai Bapak Total Quality
Management (TQM), mengajukan sebuah model analisis sistematik dan
pengukuran proses dalam hubungannya dengan kapasitas atau keluaran. Model
TQM tersebut mencakup pendekatan organisasi yaitu manajemen organisasi,
kerjasama tim, proses yang didefinisikan, berpikir secara system, dan perubahan
untuk menghasilkan perbaikan. Pendekatan ini berpegang pada pandangan
bahwa seluruh organisasi harus memiliki komitmen terhadap mutu dan
peningkatan mutu untuk mencapai hasil terbaik.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 14
TUJUAN PROGRAM JAMINAN MUTU
1. Memprioritaskan bagian dari pelayanan kesehatan yang perlu
ditingkatkan mutunya
2. Menghasilkan solusi terhadap masalah yang membutuhkan penanganan
secara fundamental
3. Membangun kesuksesan organisasi melalui peningkatan mutu pelayanan
LANGKAH-LANGKAH
1. Mempelajari struktur fasilitas pelayanan kesehatan
- Mempelajari visi dan misi klinik. Melihat apakah misi yang dituliskan
sesuai dengan visinya? Apakah misi yang dilaksanakan sesuai dengan visi
yang dituliskan?
- Mempelajari SOP, SPM, PPK. Jika fasilitas kesehatan belum mempunyai
SOP, perlu dicari SOP dari sumber bacaan yang sesuai dan terkini.
- Mempelajari data-data hasil pelayanan dan survey terkait kepuasan
pasien
- Mempelajari perencanaan jangka pendek, jangka menengah, jangka
panjang
- Mempelajari sumber daya klinik, baik sumber daya manusia atau
sumber daya lainnya dikaitkan dengan target klinik, termasuk di dalamnya
kuantitas dan kualitas pegawai, reward and punishment system
- Mempelajari fungsi manajemen lainnya misalnya pengarahan,
koordinasi, monitoring serta supervise yang dilakukan setiap manajer
dalam klinik.
- Mempelajari/mengevaluasi pembiayaan klinik.
- Mempelajari perencanaan dan pengadaan obat.
- Mempelajari rekam medic serta pemanfaatannya bagi kemajuan klinik.
- Mempelajari alur pasien untuk efisiensi waktu.
- Mempelajari fungsi dari masing-masing divisi dalam klinik, misalnya
laboratorium, radiologi, klinik gigi. Aoakah masing-masing telah berfungsi
secara efektif dan efisien?
- Mempelajari sistem pencatatan dan pelaporan. Apakah pelaporan sudah
dipakai untuk menuju kemajuan klinik? Misalnya membuat tampilan data
yang dapat diketahui oleh semua eleme di klinik, dan lain sebagainya.
- Mempelajari kepuasan pasien.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 15
- Mempelajari pendidikan kesehatan di klinik.
- Mempelajari penatalaksanaan dalam menangani satu jenis penyakit.
- Mempelajari tatacara komunikasi petugas di klinik.
- Dan lain sebagainya.
Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R yang
tertinggi.
Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dihitung dengan
membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. Jalan keluar dengan nilai P
tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih.
DAFTAR PUSTAKA
Azrul Azwar. Program Jaminan Mutu. Dian Pustaka.
Hughes RG. Tools and Strategies for Quality Improvement and
Keselamatan pasien: An Evidence-Based Handbook for Nurses.
Rockville;US, 2008
Levitt C, Hilts L. Quality in Family Practice Books of Tools, 1 st ed.
McMaster Innovation Press;Toronto, 2010
Franco LM, Newman J, Murphy G, Mariani E. Achieving Quality Through
Problem Solving and Process Improvement, 2 nd Ed. USAID;Wisconsin,
1997
Pendahulan:
Masalah timbul jika ada kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Masalah
adalah suatu situasi dimana ada sesuatu yang diinginkan tetapi belum diketahui
bagaimana mendapatkannya. Masalah kesehatan adalah kesenjangan antara
standar yang diharapkan ada di masyarakat dengan kondisi kesehatan masyarakat
yang yang sesungguhnya ditemui.
Berbagai metode telah banyak digunakan untuk Dalam memecahkan sebuah
masalah kesehatan, berbagai metode telah banyak digunakan. Salah satu metode
tersebut adalah siklus pemecahan masalah. Metode tersebut merujuk pada
kontinuitas langkah-langkah yang dilaksanakan secara sistematis meliputi
identifikasi dan analisis masalah, menyusun dan merencanakan pemecahan
masalah, melaksanakan serta memonitor dan mengevaluasinya. Melalui
serangkaian langkah-langkah tersebut, diharapkan pemecahan masalah memiliki
daya ungkit yang besar dan benar-benar menjawab permasalahan kesehatan yang
dihadapi masyarakat.
Pengertian
Siklus pemecahan masalah adalah satu proses perencanaan yang berpedoman
pada dimunculkannya masalah, berlangsungnya kegiatan penyelesaian masalah
serta dinilainya hasil penyelesaian yang dicapai. Setiap siklus dapat berakhir
dengan selesainya masalah secara tuntas atau haya sebagian saja. Dengan
demikian, siklus tersebut dapat selalu berulang dan merupakan lingkaran yang
kontinu.
Tujuan:
1. Mengidentifikasi masalah dan penyebab masalah
2. Menyusun alternatifve pemecahan masalah
3. Melaksanakan intervensi untuk memecahkan masalah
4. Mengevaluasi keberhasilan intervensi
Referensi:
1. Sihombing G. Ilmu Administrasi dan manajemen program kesehatan
untuk mahasiswa kedokteran. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas
FKUI;Jakarta:2000.
2. Department of Obstetrics and Gynecology, University of Alabama at
Birmingham. Problem solving project, program handbook. 2000.
3. The National Public Health Partnership. A planning framework for publi
health practice. 2000.
Evaluasi
Evaluasi menurut The American Public Association adalah suatu proses untuk
menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedaqngkan menurut The
International Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population
Options1, evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam
membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau standar yang telah
ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-
saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program.
Pendekatan sistem
Terdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukakan oleh
berbagai ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh
suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi
dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan
2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang
saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai
keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien
3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan
membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian
bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan
dalam suatu situasi yang majemuk pula
4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen
yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar
dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Unsur sistem
1. Masukan
← Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau
elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat
berfungsinya sistem tersebut. Dalam sistem pelayanan kesehatan, masukan
terdiri dari tenaga, dana, metode, sarana/material.
Lingkungan
Umpan Balik
Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang
telah ditetapkan/disepakati bersama. Dan untuk terbentuknya sistem tersebut,
perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara
keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi
untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya pelaksanaan pengelolaan suatu program kesehatan
2. Diketahuinya berbagai masalah pelaksanaan pengelolaan program kesehatan
tersebut
3. Diketahuinya prioritas masalah
4. Diketahuinya berbagai penyebab dari masalah yang diprioritaskan tersebutsb
5. Diketahuinya prioritas penyebab masalah
6. Dirumuskannya pemecahan masalah bagi pelaksanaan pengelolaan
Manfaat
1. Bagi mahasiswa: Mahasiswa dapat melakukan evaluasi program di setiap jenis
fasilitas kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas, balai kesehatan
masyarakat, klinik dokter keluarga atau di manapun dia bekerja.
2. Bagi fasilitas kesehatan: Fasilitas kesehatan dapat melakukan perbaikan
program berdasarkan asupan dari mahasiswa.
Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dihitung dengan membagi
hasil perkalian nilai M x I x V dibagi C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi,
adalah prioritas jalan keluar terpilih. Lihat contoh di lampiran 1. 4
10. Pengumpulan Data
Data yang akan diambil meliputi semua data yang berkaitan dengan indikator
dari masing-masing variabel yang ada di dalam kerangka konsep, baik
variabel prioritas masalah maupun semua variabel kemungkinan penyebab
masalah. Selain itu juga diperlukan data untuk dapat menentukan berbagai
alternatif pemecahan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3, Binarupa Aksara,
Jakarta; 1996.p.181-210, p.329-347.
2. Arief M.R. Penilaian Program Kesehatan Jiwa Periode 2003, di Puskesmas
Cengkareng, Jakarta Barat. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, FKUI
2004.
3. Hassarief M.I. Penilaian Program Pengelolaan Obat di Puskesmas
Kecamatan Pulogadung Periode Januari-Juli 2006. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas FKUI, 2006.
4. Maselia. Penilaian Program BIAS Campak Periode April 2006 di Puskesmas
Kelurahan Pulogadung, Jakarta Timur. Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas, FKUI, 2006.
5. Pyzdek T. The Six Sigma Handbook. Penerbit Salemba Empat, 2002.
Ilmu kedokteran keluarga merupakan ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu
kedokteran, berorientasi pada pelayanan kesehatan tingkat primer yang
bersinambung dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan
masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan social-
budaya. Termasuk diantaranya terkait pada masalah-masalah keluarga yang ada
hubungannya dengan masalah kesehatan yaitu masalah sehat-sakit yang dihadapi
oleh perorangan sebagai bagian dari anggota keluarga. (PB IDI, 1983)
KONSEP DASAR
Ruang lingkup karakteristik kedokteran keluarga terdiri dari beberapa konsep
dasar seperti komitmen untuk melakukan pembinaan terhadap pasien dan
keluarganya secara terus menerus, sebuah pendekatan yang komprehensif, dan
menerima semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia, atau jenis
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 35
penyakit. Hal tersebut dilakukan oleh seorang dokter keluarga dalam ruang
lingkup praktik berbasis masyarakat serta rawat jalan.
Ilmu Kedokteran Keluarga adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan penyediaan
pelayanan kesehatan personal yang dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat primer,
dengan pendekatan komprehensif dan terus-menerus bagi individu sebagai
bagian dari keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Disiplin ini juga dikenal
dengan nama lain seperti 'Dokter Praktik Umum' atau 'Dokter Layanan Primer'.
Untuk tujuan praktis, istilah ini memiliki makna yang sama. Namun istilah
'Kedokteran Keluarga' lebih disukai untuk menekankan keluarga sebagai unit
sosiologi yang memberikan dukungan kepada individu serta menegaskan
pentingnya keluarga dalam sebab dan akibat dari kesehatan dan penyakit
individu.
Pelayanan Personal
Ini menggambarkan pelayanan yang dilakukan berdasarkan hubungan yang
harmonis antara dokter dan pasien. Pasien dapat berkonsultasi ke dokter
keluarganya tidak hanya ketika ia sedang sakit tetapi juga pada saat pasien ingin
mencari nasihat dokter sebagai seorang teman dan mentor.
Pelayanan Umum
Praktik dokter keluarga keluarga tidak memilih masalah kesehatan dari seluruh
populasi, melainkan mencakup seluruh masalah kesehatan dari semua kategori
usia, jenis kelamin, kelas sosial, ras, agama, atau keluhan-keluhan yang
berhubungan dengan semua masalah kesehatan tersebut. Praktik dokter keluarga
harus mudah diakses dengan cepat serta tidak dibatasi oleh hambatan geografis,
budaya, administrasi, atau keuangan. Pelayanan dapat dilakukan di
kantor/perusahaan atau di klinik baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.
Pelayanan Bersinambung
Konsultasi dalam praktik dokter keluarga tidak terjadi dalam satu waktu. Hal ini
didasari pada hubungan pribadi jangka panjang antara pasien dan dokter, yang
meliputi pelayanan kesehatan individu jangka panjang sebagai bagian dari
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 37
kehidupan mereka. Tidak terbatas pada satu episode tertentu dari penyakit, tetapi
juga untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kesehatan dalam jangka
panjang. Oleh karena itu diperlukan pemantauan secara rutin dan juga perawatan
komplikasi yang mungkin timbul. Pelayanan ini dapat diberikan oleh dokter
sendiri, atau dokter sebagai anggota tim. Kebutuhan mendasar adalah adanya
rencana pengelolaan masalah kesehatan secara jelas dan tertulis. Oleh karena itu,
penting adanya rekam medis yang terjaga baik kualitasnya, komunikasi, dan
diskusi tentang rencana penatalaksanaan dengan pasien dan keluarganya.
Pelayanan Komprehensif
Praktik dokter keluarga menyediakan berbagai layanan, termasuk manajemen
penyakit akut dan kronis, promosi kesehatan terpadu, pencegahan penyakit,
pengobatan kuratif, rehabilitasi fisik dan psikologis, serta dukungan sosial kepada
individu. Pelayanan komprehensif medis adalah pelayanan yang menyediakan
pelayanan pencegahan primer, sekunder dan tersier di satu tempat (klinik, rumah
sakit, panti jompo, atau melalui telepon) dan memiliki pendekatan untuk
melakukan pencegahan setiap kali bertemu/berbicara dengan pasien. Ini
berkaitan dengan keluhan dan penyakit, yang mengintegrasikan humanistik dan
aspek etis dari hubungan dokter-pasien dalam pengambilan keputusan klinis.
Pelayanan Terkoordinasi
Dokter keluarga mengetahui seluruh daftar masalah pasien dan sumber utama
informasi perawatan pasien. Seorang dokter keluarga bisa menangani banyak
masalah kesehatan yang disampaikan oleh individu pada kontak pertama mereka,
tetapi bila perlu, dokter keluarga harus memastikan rujukan yang sesuai, tepat
waktu, dan kontrol dari pasien ke layanan spesialis atau ahli kesehatan lain. Dalam
kesempatan tersebut, dokter keluarga harus memberi tahu pasien tentang
layanan yang tersedia dan bagaimana cara terbaik untuk menggunakannya, serta
harus menjadi koordinator dari nasihat dan dukungan yang diterima pasien.
Dokter keluarga harus bertindak sebagai manajer pelayanan dan berhubungan
dengan penyedia pelayanan kesehatan dan sosial lainnya, serta bertindak sebagai
penasihat pasien mengenai berbagai masalah kesehatan.
Pelayanan Berkolaborasi
Dokter keluarga harus siap bekerja dengan tenaga kesehatan lain dan penyedia
pelayanan sosial, mendelegasikan perawatan pasien kepada mereka jika
diperlukan, dengan memperhatikan kompetensi disiplin ilmu lainnya. Seorang
dokter keluarga harus berkontribusi dan berpartisipasi aktif dalam tim perawatan
multidisiplin yang berfungsi dengan baik dan harus siap untuk melaksanakan
kepemimpinan tim.
Bentuk keluarga
Fungsi keluarga
Ada 8 tahapan kehidupan keluarga (Duvall, 1977) dan contoh risiko yang mungkin
terjadi:
1. Menikah (belum memiliki anak) : cth. Gangguan hubungan seksual,
infertilitas, gangguan pada kehamilan, keguguran
2. Bayi (anak berusia 0-30 bulan) : cth. Penyesuaian diri sebagai orang tua,
gangguan tumbuh kembang anak, ASI tidak eksklusif, gizi kurang, imunisasi
tidak lengkap, kerentanan terhadap penyakit infeksi, kelainan genetik
3. Balita (anak berusia 30 bulan – 6 tahun) : cth. Gangguan tumbuh kembang,
gizi kurang, gangguan atensi, kerentanan terhadap penyakit infeksi,
kesehatan gigi, penyakit keturunan, obesitas pada anak
4. Usia sekolah (anak berusia 6-13 tahun) : cth. Gangguan belajar, gangguan
atensi, penyakit infeksi, penyakit keturunan, gangguan pubertas,
pendidikan seks, obesitas pada anak, krisis percaya diri
5. Remaja (anak berusia 13 – 20 tahun) : cth. Kenakalan remaja, perilaku seks
bebas dan tidak aman, alcohol, narkoba, krisis percaya diri, penyakit
menular seksual, kehamilan remaja, orientasi seksual, krisis kematangan
dan kemandirian
6. Anak satu persatu meninggalkan keluarga (‘Launching family’) : cth.
Ketidakmampuan adaptasi terhadap lingkungan luar rumah, stress,
komunikasi anak-orang tua tidak lancar, obesitas, sindrom metabolik,
perubahan gaya hidup, kesehatan mental
7. Orang tua usia pertengahan/pensiun (seluruh anak meninggalkan keluarga)
: cth. Penyakit degeneratif dan kardiovaskuler, ‘post power syndrome’,
kesehatan mental, stress, komunikasi anak-orang tua tidak lancar,
komplikasi sindrom metabolik, osteoporosis, perubahan bentuk tubuh,
hilangnya libido, kulit keriput, kanker, menopause, gangguan sendi
8. Usia lanjut (sampai dengan meninggal dunia) : depressi dan penuaan,
tinggal sendiri dalam rumah (soliter), kedukaan, penurunan respons
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 39
seksual, penyakit kronis dan stadium terminal, multifarmaka, komunikasi
kakek/nenek-anak-cucu tidak lancar, tidak menerima kematian
2. Diagnosis klinis Bila diagnosis klinis belum dapat Diagnosis berdasarkan ICD
biologikal, psikomental, ditegakkan cukup dengan dan ICPC-2 yang
intelektual, nutrisi diagnosis kerja. mengemukakan masalah s
sertakan derajat dan derajat penyakit
keparahan .
3. Perilaku individu dan gaya - kebiasaan (dietary habits;tinggi le
hidup (life style), merokok tinggi kalori)
kebiasaan yang
menunjang terjadinya - kebiasaan
penyakit, beratnya jajan, kebiasaan makan
penyakit - kebiasaan
individu mengisi waktu
dengan perihal yang negatip
4. Pemicu psikososial dan 4.1. pemicu primer adalah dinilai - Bantuan s
lingkungan dalam dari dukungan keluarga yang terhadap penyakit istri
kehidupan seseorang terdekat (family support) yang sakit adalah isteri)
hingga mengalami
penyakit seperti yang 4.2. pemicu dukungan keluarga
ditemukan lainnya (dinilai dari tidak - Tidak
adanya/kurangnya ) sesuai bantuan/perhatian/
kedekatan hubungan
perawatan/ suami &
seseorang dengan
anak sesuai dengan h
keluarganya)
anak, menantu s
dengan kedudukan,
dan lainnya atau pe
rawat yang
- Kurangnya
sayang (hubungan yan
harmonis)
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 40
- Kurangnya
perhatian perkemba
penyakit Kuran
pengobatan /peraw
oleh keluarga ,
- Tidak
penyelesaian masalah
dilakukan ,
- tidak ada w
yang disediakan keluarg
- pekerjaan (p
waktu, kerja keras
psikologis)
- pengaruh ne
dari ; kultur,bud
pergaulan kebia
keluarga, kepercayaan ,
pendidikan (ren
keterampilan terbatas)
No Aspek Rincian Keterangan
5. 4.3. pemicu sosial (yang negatip) - kebiasaan b
dapat menimbulkan masalah berkaitan tidak berolah
kesehatan , atau kejadian - perilaku
penyakit keluarga (tak m
sendiri), menu kelu
yang tak sesuai kebutuh
- perilaku
menabung (per
konsumtif)
- tidak ad
perencanaan keluarg
ada pendidikan anak
ada pengar
pengembangan karier )
6. 4.4. masalah perilaku keluarga - perilaku keber
yang tidak sehat buruk
- perilaku kelu
pemanfaatan waktu l
buruk
- penggunaan
addiktif, penggunaan n
merokok
4.5. masalah ekonomi yang
mempunyai pengaruh - pendapatan
terhadap penyakit/masalah cukup, tak menentu de
kesehatan yang ada jumlah keluarga besar
- ketergantungan
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 41
finansial pada orang lai
- ratio ketergantu
(beban keluarga)
4.6. akses pada pelayanan
kesehatan yang - tak mudahnya u
mempengaruhi penyakit : mencapai tempat prakti
- tiada biaya berob
- tidak mempu
sistem pra upaya/Asu
Kesehatan)
- pelayanan pro
kesehatan yang
informatif, tidak ra
tidak komprehensif
4.7. pemicu dari lingkungan fisik
- polutan dalam ru
(asap dapur,
rokok,debu)
- pada tempat
(polusi asap, debu, k
pada lingku
pemukiman
DIAGNOSIS HOLISTIK
Karena kebutuhan seorang dokter keluarga untuk berpikir holistik dalam
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi dalam sehat-sakit dan sejahtera,
maka perlu adanya pencarian penyebab masalah kesehatan yang dikaitkan
dengan aspek personal, aspek klinis, aspek individual, psikososial, keluarga, serta
lingkungan kehidupan pasien lainnya (faktor risiko internal dan eksternal). Dengan
demikian diharapkan penyelesaian masalah dapat dilakukan langsung secara
efektif dan efisien terhadap penyebab utamanya. Proses pengumpulan data
dilakukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan disertai kerjasama antar
penyedia pelayanan kesehatan. Tidak semua data diidentifikasi di kamar praktik
dokter dan tidak harus selalu terjadi dalam satu waktu. Proses identifikasi ini
terjadi secara bersinambung dan terintegrasi. Untuk itu diperlukan pencatatan
yang baik dan benar.
10. Diagnosis klinis Bila diagnosis klinis belum dapat Diagnosis berdasarkan ICD
biologikal, psikomental, ditegakkan cukup dengan dan ICPC-2 yang
intelektual, nutrisi diagnosis kerja. mengemukakan masalah s
sertakan derajat dan derajat penyakit
keparahan .
11. Perilaku individu dan gaya - kebiasaan (dietary habits;tinggi le
hidup (life style), merokok tinggi kalori)
kebiasaan yang
menunjang terjadinya - kebiasaan
penyakit, beratnya jajan, kebiasaan makan
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 46
penyakit - kebiasaan
individu mengisi waktu
dengan perihal yang negatip
12. Pemicu psikososial dan 4.10. pemicu primer adalah - Bantuan s
lingkungan dalam dinilai dari dukungan terhadap penyakit istri
kehidupan seseorang keluarga yang terdekat yang sakit adalah isteri)
hingga mengalami (family support)
penyakit seperti yang
ditemukan 4.11.pemicu dukungan keluarga - Tidak
lainnya (dinilai dari tidak bantuan/perhatian/
adanya/kurangnya ) sesuai
perawatan/ suami &
kedekatan hubungan
anak sesuai dengan h
seseorang dengan
keluarganya) anak, menantu s
dengan kedudukan,
dan lainnya atau pe
rawat yang
- Kurangnya
sayang (hubungan yan
harmonis)
- Kurangnya
perhatian perkemba
penyakit Kuran
pengobatan /peraw
oleh keluarga ,
- Tidak
penyelesaian masalah
dilakukan ,
- tidak ada w
yang disediakan keluarg
- pekerjaan (p
waktu, kerja keras
psikologis)
- pengaruh ne
dari ; kultur,bud
pergaulan kebia
keluarga, kepercayaan ,
pendidikan (ren
keterampilan terbatas)
No Aspek Rincian Keterangan
13. 4.12. pemicu sosial (yang - kebiasaan b
negatip) dapat menimbulkan berkaitan tidak berolah
masalah kesehatan , atau - perilaku
kejadian penyakit keluarga (tak m
sendiri), menu kelu
yang tak sesuai kebutuh
- perilaku
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 47
menabung (per
konsumtif)
- tidak ad
perencanaan keluarg
ada pendidikan anak
ada pengar
pengembangan karier )
14. 4.13. masalah perilaku - perilaku keber
keluarga yang tidak sehat buruk
- perilaku kelu
pemanfaatan waktu l
buruk
- penggunaan
addiktif, penggunaan n
merokok
4.14. masalah ekonomi yang
mempunyai pengaruh - pendapatan
terhadap penyakit/masalah cukup, tak menentu de
kesehatan yang ada jumlah keluarga besar
- ketergantungan
finansial pada orang lai
- ratio ketergantu
(beban keluarga)
4.15. akses pada pelayanan
kesehatan yang - tak mudahnya u
mempengaruhi penyakit : mencapai tempat prakti
- tiada biaya berob
- tidak mempu
sistem pra upaya/Asu
Kesehatan)
- pelayanan pro
kesehatan yang
informatif, tidak ra
tidak komprehensif
4.16. pemicu dari lingkungan
fisik - polutan dalam ru
(asap dapur,
rokok,debu)
- pada tempat
(polusi asap, debu, k
pada lingku
pemukiman
PENDAHULUAN
Telah diketahui bahwa ada hubungan antara pajanan yang spesifik dengan
berbagai jenis penyakit. Hubungan tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan
hubungan kausal antara pajanan dan penyakit yaitu berdasarkan kekuatan
asosiasi, konsistensi, spesifisitas, waktu, dan dosis. Banyak penelitian yang
mengungkap bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih
tinggi daripada masyarakat umum. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya
pajanan-pajanan khusus di kalangan pekerja ditambah dengan kondisi lingkungan
kerja yang kurang mendukung. Hal tersebut sangat disayangkan karena
sesungguhnya banyak penyakit yang dapat dicegah dengan melakukan tindakan
preventif di tempat kerja.
Secara praktis, Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan adalah Penyakit umum
yang ada di masyarakat umum, tetapi mengenai pekerja. Penyakit tersebut
secara tidak langsung menyebabkan semakin berat karena ada pengaruh dari
pekerjaan/proses kerja yang dilakukan oleh pekerja tersebut.
Dalam Ensiklopedi ILO edisi ke 3 (tahun 1983) definisi penyakit akibat kerja,
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan bukan penyakit akibat kerja
masih dipisahkan secara jelas, namun dibeberapa Negara, penyakit yang
disebabkan pekerjaan dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
diberlakukan sama, sebagai penyakit akibat kerja (occupational disease).
Pengertian penyakit akibat kerja dan penyakit yang berhubungan dengan kerja
selalu menjadi topik bahasan yang hangat.
Sehingga akhirnya pada tahun 1987, suatu komite pakar kesehatan kerja dari
WHO dan ILO, menawarkan gagasan, bahwa istilah “penyakit akibat
hubungan kerja (work related disease)” dapat digunakan tidak saja untuk
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 52
penyakit akibat kerja yang sudah diakui, tetapi juga untuk gangguan kesehatan
dimana lingkungan kerja dan proses kerja merupakan salah satu faktor
penyebab yang bermakna disamping faktor-faktor penyebab/risiko lainnya.
Gagasan tersebut kemudian diadopsi oleh WHO dan ILO pada tahun 1989,
sehingga untuk selanjutnya hanya dikenal Penyakit Akibat Hubungan Kerja.
Dengan melakukan diagnosis okupasi/ diagnosis penyakit akibat kerja, maka hal
ini akan berkontribusi terhadap:
1. Pengendalian pajanan berrisiko pada sumbernya
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 53
2. Identifikasi risiko pajanan baru secara dini
3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau
cedera
4. Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian penyakit
atau kecelakaan
5. Perlindungan pekerja yang lain
6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja
7. Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan penyakit
Informasi tersebut akan semakin bernilai, bila ditunjang dengan data yang
objektif, seperti MSDS (Material Safety Data Sheet) dari bahan yang digunakan,
catatan perusahaan mengenai penempatan kerja dsb.
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu timbulnya
gejala atau terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan oleh bahan
tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai timbul gejala atau penyakit. Contoh lain
adalah pada Asma Bronkhiale. Bila didapatkan, bahwa serangan asma lebih
banyak terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang pada hari libu, masa cuti atau
pada waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat mendukung ke diagnosis Asma
Akibat Kerja. Sehingga anamnesis mengenai hubungan gejala dengan pekerjaan
perlu dilakukan juga dengan teliti. Adanya hasil pemeriksaan pra-kerja mengenai
penyakit akan mempermudah menentukan, bahwa penyakit terjadi sesudah
terpajan, namun tidak adanya hasil pemeriksaan pra-kerja dan/atau hasil
pemeriksaan berkala bukan berarti tidak dapat dilakukan diagnosis penyakit
akibat kerja.
Tabel 3. Tujuh langkah diagnosis okupasi setiap diagnosis k linis yang ditemukan
Langkah Diagnosis 1 Diagnosis 2 Diagnosis 3
1. Diagnosis Klinis
Dasar diagnosis
(anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang,body map,
brief survey)
2. Pajanan di tempat kerja
Fisik
Kimia
Biologi
Ergonomi
7 . Diagnosis Okupasi
Apa diagnosis klinis ini termasuk
penyakit akibat kerja?
Bukan penyakit akibat kerja (diperberat
oleh pekerjaan atau bukan sama
sekali PAK)
Butuh pemeriksaan lebih lanjut)?
DAFTAR PUSTAKA
1. Soemarko DS, Sulistomo AB, dkk. Buku konsensus diagnosis okupasi sebagai
penentuan penyakit akibat kerja. Jakarta: Perhimpunan Spesialis Kedokteran
Okupasi Indonesia dan Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, 2011.
2. ILO . Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62
3. Levy Barry S and Wegman David H. Occupational Health: Recognizing and
Preventing Work Related Diseases and Injury. USA: Lippincott Williamas and
Wilkins, 2000.
4. World Health Organisation. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. World Health
Organization, 1993.
5. New Kirk William. Selecting a program Philosophy, structure and Medical
Director, in Occupational Health Service : Practical Strategis Improving Quality
dan Controlling Costs. American Hospital Publishing, Inc. USA. 1993
6. ILO. Ethical Issue in ILO Encyclopaedi. 2000: 19.1- 30
7. Yanri Zulmiar, Harjani Sri, Yusuf Muhamad. Himpunan Peraturan Perundangan
Kesehatan Kerja. PT Citratama Bangun Mandiri. Jakarta 1999.
8. Jamsostek. Kumpulan Peraturan Perundangan Jamsostek.Jakarta. 2003
9. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional. Pedoman Diagnosis dan
Penilaian cacat karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Jakarta. 2003
10. WHO. International Classification of Functioning, Disability and Health. Geneva
11. Dep. IKK FKUI dan Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia. Kurikulum PPDS
Kedokteran Okupasi Indonesia. Jakarta. 1998
12. Kompetensi dokter pemberi pelayanan kesehatan kerja dan kedokteran
okupasi, Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, 1998.
13. La Dou, Current Occupational and Environmental Medicine, Lange Medical
Books/ Mc Graw Hill, , 2004
14. Zens Dickerson Novark, Occupational Medicine
15. National Institute for Occupational and Safety and Health, University of
Medicine and Dentistry of New Jersey. NIOSH Spirometry training Guide.
December 2003.
16. Maizlish, Neil A., ed. Workplace Health Surveillance, An Action-Oriented
Approach, Oxford University Press, Inc. New York, 2000
I. PENDAHULUAN:
Kegiatan Plant Survey dapat merupakan upaya pengenalan bagi dokter layanan
primer untuk mengenal risiko atau potensi bahaya yang dihadapi komunitas
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 61
pekerja sehari-hari selama masa produksinya, sehingga diharapkan dokter yang
bekerja di fasilitas kesehatan tingkat primer dapat memperhatikan aspek
lingkungan dan pekerjaan dalam mengelola masalah kesehatan.
II. PENGERTIAN:
III. TUJUAN:
Tujuan umum:
Agar dokter secara langsung melihat lingkungan kerja dan proses kerja suatu
komunitas pekerja yang dapat merupakan faktor risiko gangguan kesehatan dan
kecelakaan yang mungkin, sehingga memahami pengaruh lingkungan terhadap
kesehatan.
Tujuan khusus:
1. Mampu mengidentifikasi bahaya potensial/faktor risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan pekerja di suatu perusahaan/tempat kerja
yang berhubungan dengan masalah kesehatan pasien
2. Mampu mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul
dengan adanya bahaya potensial tertentu di suatu tempat kerja.
3. Mampu menjelaskan upaya perlindungan dan pencegahan yang telah
dilakukan oleh perusahaan.
4. Mampu memberikan rekomendasi untuk perbaikan upaya kesehatan
dan keselamatan kerja bagi pekerja di suatu perusahaan, yang bersifat
evidence – based (berdasarkan referensi yang mutakhir)
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 62
IV. PERSIAPAN:
V. PELAKSANAAN:
b. Kegiatan di perusahaan:
Seluruh anggota tim akan berangkat bersama-sama ke perusahaan. Sesampainya
di anggota tim berpencar sesuai pembagian tugasnya.
c. Analisis data:
Referensi:
PENDAHULUAN
Hal yang dianggap paling mendasar dalam pelayanan kesehatan adalah kasus
infeksius. Kasus Infeksi nosocomial, contohnya merupakan sesuatu yang
dikuatirkan oleh petugas kesehatan.
Diketahui bahwa kasus infeksi yang terjadi di pasien rawat inap di fasilitas
pelayanan kesehatan di dunia rata-rata 9% dari 1,4 juta pasien. Bagaimana dengan
data di Indonesia, secara detail belum ada tetapi dapat terlihat adanya angka
kesakitan dan angka kematian yang cenderung meningkat.
Tujuan
Tujuan program K3 di fasilitas kesehatan, terutama adalah melindungi pekerja dari
kejadian kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya cara kerja dan
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 65
lingkungan kerja pekerja yang aman (terhindar dari penyakit dan kecelakaan),
nyaman (saat bekerja dan nyaman di hati) serta sehat.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu diketahui bahaya potensial (hazards)
apa yang ada di lingkungan kerja (biologi, kimia, fisika, ergonomi dan psikososial),
juga perlu diketahui efek kesehatan/penyakit yang akan terjadi akibat hazard
tersebut dan bagaimana melakukan antisipasi/ membuat Program
penanggulangannya.
Sasaran
Sasaran utama dari program Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah Pekerja.
Sasasan lainnya di pelayanan kesehatan adalah klien, dalam hal ini pasien di
pelayanan kesehatan, juga lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan dan
pengunjung fasilitas tersebut.
Sasaran dan target pada pembicaraan dalam makalah ini:
1. Pasien fasilitas pelayanan kesehatan
2. Pekerja pemberi pelayanan kesehatan
3. Pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan
4. Lingkungan/ fasilitas pelayanan kesehatan
Landasan Hukum
Beberapa landasan hukum yang digunakan dalam program K3 di pelayanan
kesehatan seperti yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan:Surat Edaran
Dirjen Yanmed, tentang instruksi membentuk PK3RS di Rumah Sakit, Keputusan
Dirjen PPM & PLP (1993) tentang persyaratan kesehatan lingkungan RS, Undang
Undang no 23/1992 dan Peraturan Menteri Kesehatan no 986/1992, Undang
Undang no36 /2009 tentang Kesehatan.
Infeksi, sebagai akibat pajanan biologi dapat terjadi dari pasien ke petugas, pasien
ke pengunjung, dan antar orang di lingk. Fasilitas kesehatan
Sumber adanya pajanan biologi yaitu : penderita sendiri, personil pelayanan
kesehatan (dokter/perawat), pengunjung, dan lingkungan.
Kriteria infeksi berasal dari pelayanan kesehatan :1. mulai dirawat tidak ada tanda
klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tertentu.2. Infeksi
timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.3. Infeksi terjadi pada
pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut.4.
Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah
sakit.5. Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat
persalinan atau selama perawatan di rumah sakit.
KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien merupakan suatu issue mutu dan citra dari fasilitas pelayanan
kesehatan, baik itu fasilitas primer, sekunder dan tersier. Penilaian dari hal
tersebut pada umumnya dengan mengetahui Kejadian Tak Diharapkan (KTD) yang
sering ada di fasilitas tersebut.
Definisi
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana fasilitas pelayanan kesehatan
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil
Istilah-istilah
1. Medical error: Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang
mengakibatkan cedera pasien sehingga gagal melaksanakan suatu kegiatan/
salah rencana
2. Near miss: Adalah kesalahan akibat melaksanakan tindakan yang seharusnya
diambil, sehingga dapat mencederai pasien, tetapi cedera tidak serius atau
tidak terjadi cedera
3. Adverse even (kejadian tak diharapkan=KTD): Kejadian Tak Diharapkan yang
mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan tindakan/ tidak
mengambil tindakan seharusnya, bukan karena penyakit dasarnya / kondisi
pasien
4. Sentinel even:Kejadian Tak Diharapkan yang mengakibatkan kematian/cedera
serius (kejadian sangat tidak diharapkan/tidak dapat diterima, misalnya: salah
lokasi operasi, masalah berhubungan dengan kebijakan dan prosedur yang
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 68
berlaku
Pada pelaksanaan Keselamatan pasien di rumah sakit ada 7 standar yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik keluarga dan pasien
3. Keselamatan pasien & kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja ( untuk evaluasi dan Program K3 –
patient safety)
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf utk keselamatan pasien
KESELAMATAN PEKERJA
Keselamatan pekerja merupakan salah satu bagian dari Program K3, dimana fokus
dari pembicaraan ini adalah tentang pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Keselamatan pekerja adalah keamanan pekerja yang bertujuan agar pekerja aman
dari penyakit dan kecelakaan serta mendapatkan kenyamanan hati dan
lingkungan kersa pada saat melakukan pekerjaannya.
Hazards terbanyak di fasilitas pelayanan kesehatan adalah hazards biologiHazards
biologis di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan dapat berasal dari air, udara,
lantai, makanan serta alat-alat medis maupun non medis.Sumber penularan bisa
melalui tangan petugas kesehatan, jarum injeksi, kateter, kasa pembalut atau
perban, bisa juga karena penanganan yang keliru dalam menangani luka.
Yang termasuk dalam OPIM didefinisikan oleh CDC (the Centers for Disease
Control) adalah:
• semen
• vaginal secretions
• cerebrospinal fluid
• pleural fluid
• peritoneal fluid
• pericardial fluid
• amniotic fluid
• synovial fluid
• breast milk (not all authorities agree)
• saliva dalam pelayanan gigi.
HIV
- HIV, the etiologic agent of AIDS,- penularan dari darah, parenteral route
(inoculation through the skin),transplacental, via sexual contact.- umumnya
terjadi pada lelaki homosexual and bisexual, intravenous drug abusers,
heterosexuals dengan banyak patner seks, dan hemofili & penerima darah/produk
darah terinfeksi
- Petugas kesehatan : ditemukan kasus < 5% AIDS tiap tahun, banyak
nonoccupational risk factors.-Gejala: Beberapa individu: , a flu-like illness(1-6
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 73
minggu) pasca pajanan. Demam,
berkeringat, malaise, nyeri otot, hilang napsu makan , mual, diare, sakit
tenggorokan. setelah bbrp lama: symptom-free (latent) 7-10 tahun,
RISIKO RENDAH*
Lendir serviks Bahan muntahan TinjaAir liur
Keringat Air mata UrinASI
* Kecuali terlihat terinfeksi dengan darah
a.Pencegahan Infeksi
Prinsip Dasar kegiatan ini adalah
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 74
• Mencuci tangan sesudah kontak dengan pasien
• Tidak menutup jarum suntik dengan 2 tangan
• Pembuangan benda tajam dalam tempat khusus
• Menggunakan Sarung tangan bila akan kontak dengan darah, cairan tubuh,
kulit luka & mukosa
• Memakai Alat Pelindung Diri bila kemungkinan terciprat
• Menutup semua luka sendiri
• Langsung membersihkan darah dll
• Sistem pembuangan sampah/limbah yang aman Body Substance Isolation
(BSI) , Lynch pada tahun1987 memperkenalkan beberapa kegiatan, sebagai
berikut:
b. Menggunakan Sarung tangan untuk semua kontak cairan tubuh
c. Melakukan Imunisasi staf terhadap berbagai penyakit (campak, rubella,
Hepatitis B)
d. Instruksi khusus untuk setiap penyakit menular Standar Precaution (CDC, 1996)
adalah suatu program yang diperkenalkan dengan beberapa kegiatan sebagai
berikut
• Kewaspadaan baku:– Diterapkan bagi semua klien/pasien
• Kewaspadaan berdasarkan penularan:– Hanya diterapkan bagi pasien rawat inap
• Perlu dilatih tentang Pencegahan Infeksi dan Pengendalian Infeksi, kegiatan yang
paling sederhana adalah cuci tangan
c. Surveilance
• Tujuan dilakukan surveilens adalah :
1. mendapat data dasar
2. menurunkan angka infeksi
3. identifikasi kejadian luar biasa
4. meyakinkan petugas medis
5. evaluasi pengendalian
6. antisipasi malpraktek
C. Pendidikan K3
• Perlu tahu tugas yg harus dilakukan
• Perlu informasi ttg K3 utk semua pegawai
D. Imunisasi
• Imunisasi sebaiknya dilakukan untuk semua pegawai yang terpajan bahaya
potensial biologis
F. Konseling Kesehatan
• Program yang terjangkau dan tersedia dalam pelayanan medis, psikologis dan
konseling sosial (mis: penghentian kebiasaan merokok, dll)
• Perlu dibuat sistim rujukan dan evaluasi untuk mengatasi masalah pegawai
• Apabila pelayanan sosial atau psikiatri belum ada, perlu dicari orang yg tertarik
dengan hal ini, di latih sebagai konselor
H. Sistim pencatatan K3
• setiap pegawai harus punya medical record sendiri, dan ada di unit
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 78
kesehatan.Catatan tersebut mencakup catatan pemeriksaan kesehatan ,
PAK/kecelakaan akibat kerja dan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan
• Catatan sebaiknya dibuat berdasarkan dan bulan dan tahun sesuai dengan
angka kesakitan dan angka kecelakaan kerja, dan juga laporan pengawasan
bahaya potensial di lingkungan
• Catatan pegawai bersifat rahasia dan hanya orang tertentu yang dapat
melihatnya
Pencegahan:
1. Monitoring Lingkungan kerja- perhatikan nilai ambang batas bahan
biologi/kimia/fisik
2. Pekerja : lakukan olah raga yang sesuai (physical Fitness), lakukan pelatihan
cara menggunakan bahan kimia, cara mengatasi keadaan darurat
3. Pengendalian Teknik: perawatan/perbaikan alat, gudang bahan kimia, lemari
bahan kimia, lemari obatPengendalian administrasi : SOP, aturan administrasi,
Program Pengendalian Infeksi Alat pelindung diri : sarung tangan/ cimpal,
apron, masker (?), penutup kepala, sepatu boot/karet
REFERENCES
1. Kementerian Kesehatan RI. Keselamatan pasien (Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit). Jakarta 2006
2. Tietjen L, Bossemeyer D, Mc Intosh N, Saifuddin AB, Sumapraja S, Djajadilaga,
Santoso IS. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dengan Sumber daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
JNPKKR/POGI, JHPIEGO. Jakarta, 2004
3. ILO . Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62
4. Levy and Wegman. Occupational Health : Recognizing and Preventing Work
Related Diseases and Injury. Lippincott Williamas and Wilkins. Phi. USA. 2000
5. New Kirk William. Selecting a program Philosophy, structure and Medical
Prevalensi
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan
obat yang ikut menentukan keberhasilan seluruh rangkaian pengelolaan obat /
perbekalan farmasi. Di puskesmas kecamatan pulogadung, pencatatan dan
pelaporan tiap bulan sudah dilaksanakan tepat waktu, namun data mengenai
keakuratan tidak ada. Pencatatan dan pelaporan data obat yang akurat dapat
memberikan perbaikan dalam efisiensi dan efektifitas manajemen obat. Oleh
karena itu besarnya masalah (prevalence) mendapat poin yang cukup besar. Kami
berikan nilai 4. Pengendalian ketersediaan obat di puskesmas merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam pengelolaan obat. Apabila terjadi masalah dalam
aspek ini, maka dapat menimbulkan masalah lain dalam rangkaian proses
pengelolaan obat. Bila keadaan ini tidak teratasi dapat menyebabkan kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat menjadi buruk. Masalah ini prevalensinya cukup
besar karena tidak dapat mencapai 100% dari tolok ukur. Pembobotan yang
diberikan 3. Masalah ke 3, juga cukup besar (prevalence) mengingat evaluasi
dalam pemakaian obat yang rasional dan tepat terhadap pasien akan
mempengaruhi masalah-masalah lain dalam manajemen obat. Diberikan nilai 4.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 82
Ketersediaan obat di puskesmas kelurahan tidak merata, masalah ini memiliki
nilai prevalensi yang cukup besar karena ketersedian obat yang tidak merata
akan mengurangi ketepatan dalam pengobatan pasien secara langsung.
Severity
Pelaporan dan pencatatan pemakaian obat yang tidak akurat dapat
mengakibatkan buruknya laporan dan tingkat kepercayaan yang rendah terhadap
pihak pengelola. Oleh karenanya untuk severity diberikan nilai yang juga cukup
besar. Untuk masalah ke dua, akibat yang ditimbulkan oleh masalah ini cukup
besar karena Puskesmas Kecamatan Pulogadung tidak melakukan pengendalian
ketersediaan obat dengan baik. Dampak yang dapat terjadi adalah terbatasnya
pemberian resep obat yang terbatas pada ketersediaan obat. Masalah ke tiga, bila
keadaan ini tidak teratasi, pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit pasien
tidak terobati secara benar. Sehingga memberikan nilai severity yang sedikit
besar. Pada masalah ke empat, keparahan penyakit pasien penyakit tidak
langsung menjadi buruk dengan pengobatan yang kurang tepat, sehingga akibat
yang ditimbulkan dari masalah (severity) tidak besar.
Koordinasi lintas sektoral berikut pembagian tugas dan tanggung jawab antara
Puskesmas dan pihak SD penting dilakukan karena hal ini dapat mengatasi
penyebab masalah yang berupa kurangnya tenaga kesehatan Puskesmas dalam
pelaksanaan program BIAS dan tidak adanya koordinasi berikut pembagian tugas
dan tanggung jawab antara Puskesmas, Sudin Dikdas, dan pihak SD. Dengan
koordinasi tersebut, pihak SD dapat mengetahui seberapa pentingnya BIAS
Pertemuan koordinasi berikut pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas
antara Puskesmas Kelurahan Pulo Gadung, Sudin Dikdas Jakarta Timur, dan pihak
SD se-Kelurahan Pulo Gadung membutuhkan banyak waktu dan persiapan yang
baik karena melibatkan anggota yang cukup banyak, yaitu minimal 14 orang.
Persiapan meliputi persiapan alat, waktu, tempat, menghubungi semua pihak dan
menyusun jadwal. Akan tetapi masalah dapat terselesaikan sesegera mungkin jika
pelaksanaan berhasil dilakukan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini juga
paling mahal, yaitu Rp. 3.602.500,00.
Dilihat dari besarnya masalah yang dapat diselesaikan, penulis menyatakan bahwa
alternatif pemecahan masalah koordinasi lintas sektoral dan
sosialisasi/penyuluhan merupakan jalan keluar yang penting (importance). Penulis
memberikan angka 5 untuk alternatif pemecahan masalah koordinasi lintas
sektoral dan angka 4 untuk alternatif pemecahan masalah sosialisasi/penyuluhan
karena walaupun keduanya sama penting, jika hanya sosialisasi/penyuluhan tanpa
adanya koordinasi lintas sektoral, masalah tidak akan terselesaikan. Di pihak lain,
koordinasi lintas sektoral saja dapat menyelesaikan masalah walaupun hasilnya
tidak maksimal tanpa adanya sosialisasi/penyuluhan. Dengan demikian,
koordinasi lintas sektoral lebih penting daripada sosialiasi/penyuluhan. Alternatif
pemecahan masalah pembuatan dan penyebaran media promosi kesehatan
dilihat dari besarnya masalah yang dapat diselesaikan merupakan alternatif
pemecahan masalah yang tidak terlalu penting tetapi mendukung alternatif
pemecahan lainnya sehingga diberikan angka 3.
Dari tabel di atas diketahui bahwa yang mendapat nilai terbesar adalah alternatif
jalan keluar pertama, yaitu Pertemuan koordinasi berikut pembagian tugas dan