15, BE&GG, Maksi Prima Dewi, Hapzi Ali, Ethics and Business, GCG Pada PT Mayora Indah TBK, Universitas Mercu Buana, 2018 PDF
15, BE&GG, Maksi Prima Dewi, Hapzi Ali, Ethics and Business, GCG Pada PT Mayora Indah TBK, Universitas Mercu Buana, 2018 PDF
Dosen Pengampu :
Prof.Dr.Ir.H.Hapzi Ali, MM
Disusun Oleh :
JAKARTA
2018
1
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL..........................................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................ 2
I. INTRODUCTION................................................................................................... 3
III. METHOD.............................................................................................................15
2
I. Introduction
Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate
Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga
ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses
perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus
memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan
Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalanpenerapan GCG (Daniri, 2005).
Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena
krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa
kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di
negaranegara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap
terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing
(Moeljono, 2005).
Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara
benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi (Moeljono).
Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh
di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas
GCG korporasi-korporasi diIndonesia ditengarai menjadi kejatuhan
perusahaanperusahaan tersebut.
Good Corporate Governance di Indonesia mulai ramai dikenal pada tahun 1997, saat
krisis ekonomi menerpa Indonesia. Terdapat banyak akibat buruk dari krisis tersebut,
salah satunya ialah banyaknya perusahaan yang berjatuhan karena tidak mampu
bertahan, Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab
terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya
masih terasa hingga saat ini.. Menyadari situasi dan kondisi demikian, pemerintah
melalui Kementerian Negara BUMN mulai memperkenalkan konsep Good Corporate
Governance ini di lingkungan BUMN, Melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No.
Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi
BUMN untuk menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan atau
menjadikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagai landasan
operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
PT. Mayora Indah, Tbk Memulai bisnis rumahan untuk biskuit marie di tahun
1948. Bisnis berkembang dan Mayora akhirnya resmi berdiri di tahun 1977 yang
didirkan oleh Bapak Yogi Atmadja dan menjadi perusahaan publik pada 4 Juli 1990.
3
Dengan Produk yang tebagi menjadi 8 kategori : Biskuit, Permen, Coklat, Makanan
cepat saji, Minuman dan Minuman, dan Sereal Mayora berkembang menjadi
Perusahan the Fast Moving Consumer Goods yang telah memasok produk sampai ke
90 negara. Beberapa brand yang terkenal dari Mayora Group adalah Kopiko, Danisa,
Roma, Energen, Torabika, Beng Beng, Le Minerale. Tidak sedikit produk dari Mayora
yang menjadi pelopor dan menjadi market leader, di tahun ke-40 mayora sebagai salah
satu Fast Moving Consumer Goods Company telah membuktikan dirinya sebagai salah
satu produsen makanan berkualitas tinggi dan telah mendapatkan banyak penghargaan,
diantaranya adalah “Top Five Best Managed Company in Indonesia”, dari Asia Money,
‘Top 100 Exporter Companies in Indonesia” dari majalah SWA, Top 100 public listed
companies” dari Investor Magazine Indonesia, “Best Manufacturer of Halal Products”
dai Majelis Ulama Indonesia, Top Brand, Super Brand, Indonesia WOW Brand,
Indonesian Customer Satisfaction Award.
A. Definisi GCG
Istilah tata kelola perusahaan di Indonesia merupakan terjemahan dari
corporate governance. Kata governance berasal dari bahasa Prancis kuno yaitu
gouvernance yang berarti pengendalian (control) atau regulated dan dapat dikatakan
sebagai suatu keadaan yang berada dalam kondisi yang terkendali (Subroto, 2005).
GCG merupakan masalah yang tidak akan berakhir dan terus akan menjadi
bahan pembahasan bagi pelaku bisnis, akademis, pembuatan kebijakan dan lain
sebagainya. Perhatian terhadap GCG kian meningkat seiring banyak bermunculan
masalah skandal keuangan di lingkungan bisnis. Konsep GCG telah banyak
dikemukakan oleh banyak ahli dan badan sebagai alat control dan pengawasan
terhadap kinerja manajemen.
Definisi GCG menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 adalah suatu proses atau struktur yang digunakan oleh
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka waktu panjang dan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan
4
perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Sehubungan dengan tidak berlakunya
Keputusan Menteri Negara BUMN tersebut yang selama ini digunakan sebagai dasar
penerapan GCG, yaitu Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor:
Kep–117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan Praktik GCG pada
Badan Usaha Milik Negara karena digantikan dengan Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011Tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara
(tanggal 1 Agustus 2011), maka definisi GCG berubah menjadi prinsip-prinsip yang
mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan
peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.
Menurut Muh. Arief Effendi (2009) dalam bukunya The Power of Good
Corporate Governance, pengertian GCG adalah suatu sistem pengendalian internal
perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna
memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan
nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.
Definisi GCG yang dikemukakan diatas berbeda namun memiliki maksud
yang sama. Dari definisi diatas dapat disimpulkan GCG adalah sistem atau seperangkat
peraturan yang mengatur, mengelola dan mengawasi hubungan antara para pengelola
perusahaan dengan stakeholders disuatu perusahaan. GCG tidak hanya sebagai alat
pengatur dan pengendali saja namun juga sebagai nilai tambah bagi suatu perusahaan.
B. Teori GCG
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Konsep GCG timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu untuk
menghindari konflik antara principal dan agent-nya (www.bpkp.go.id, 2012). Konflik
muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola dengan baik sehingga
tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Teori agensi menekankan pentingnya
pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
tenaga-tenaga ahli (agent) yang lebih mengerti dalam menjalankan pengelolaan
perusahaan (Sutedi, 2011). Pemisahan dalam pengelolaan perusahaan dari pemiliknya
ditujukan agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang maksimal dengan
biaya yang seefisien mungkin. Tugas para agent adalah menjaga kepentingan
perusahaan dan menjalankan manajemen perusahaan sesuai fungsi yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain agent adalah perantara para pemegang saham dalam
menjalankan pengelolaan perusahaan, sementara para pemegang saham hanya
mengawasi kinerja para agent-nya dan memastikan bahwa para agent bekerja sesuai
dengan fungsi, tugasnya, dan menjunjung tinggi kepentingan perusahaan sehingga
tujuan perusahaan dapat tercapai. Kinerja manajemen dapat dilihat dari
keberhasilannya dalam memaksimalkan laba perusahaan yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan hidup perusahaan.
Keleluasaan manajemen dalam mengelola dana guna mencapai hasil yang
maksimal bagi perusahaan bisa mengarah pada memaksimalkan tambahan ekonomis
bagi kepentingan pribadi (kepentingan para agent ) dengan beban dan biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan, sehingga dalam menyajikan laporan atas penggunaan dan
pengelolaan dana oleh para agent tidak melaporkan informasi keuangan perusahaan
sesuai dengan yang sebenarnya (Ernawan, 2011). Dengan kata lain, para agent
merekayasa laporan keuangan perusahaan guna menghindari resiko ditemukannya
fraud yang dilakukan. Disamping itu, kinerja manajemen yang diukur dari
keberhasilannya dalam memaksimalkan laba perusahaan, mendorong para agent untuk
melakukan earnings management dalam penyusunan laporan keuangan, dimana agent
5
merekayasa laba perusahaan agar kinerja dalam mengelola perusahaan dinilai baik oleh
para pemegang saham.
Teori agensi tersebut mendorong munculnya konsep GCG dalam pengelola
bisnis perusahaan, dimana GCG diharapkan dapat meminimumkan hal-hal tersebut
melalui pengawasan terhadap kinerja para agent. GCG memberikan jaminan kepada
para pemegang saham bahwa dana yang diinvestasikan dikelola dengan baik dan para
agent bekerja sesuai dengan fungsi, tanggung jawab dan untuk kepentingan
perusahaan.
2. Teori Stakeholders
Pengertian stakeholders atau para pemangku kepentinganmenurut
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01
/MBU/2011Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance) pada Badan Usaha Milik adalah pihak-pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan (BUMN) karena mempunyai hubungan hukum dengan perusahaan
(BUMN). Perusahaan tidak hanya memandang bahwa stakeholders adalah investor dan
kreditor saja, melainkan antara lain pemerintah, pelanggan, pemasok, karyawan
(tenaga kerja), masyarakat dan lingkungan.
Pemerintah dapat dikatakan sebagai stakeholdersbagi perusahaan karena
pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas perusahaan dan keberadaan
perusahaan sebagai salah satu elemen sistem sosial dalam sebuah negara. Oleh kerena
itu perusahaan tidak bisa mengabaikan peran pemerintah dalam menjalankan
pengelolaan bisnis (Sarwako, 2003). Terdapatnya birokrasi yang mengatur jalannya
perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan melalui kepatuhan
terhadap peraturan pemerintah menjadikan terciptanya sebuah hubungan yang baik
antara perusahaan dengan pemerintah.
Pelanggan dianggap sebagai salah satu stakeholders dari suatu perusahaan
karena pelanggan memberikan kontribusi pendapatan dari pemakaian produk atau jasa
perusahaan. Secara umum pelanggan menuntut agar produk atau jasa tersebut dapat
dipercaya dengan tingkat harga yang seminimal mungkin, serta menuntut pula adanya
pelayanan yang diberikan oleh produk, garansi yang cocok, riset dan pengembangan
perbaikan produk dan jasa.
Pemasok merupakan salah satu stakeholders dengan tuntutan adanya
sumber usaha yang berkelanjutan, pelaksanaan dari perjanjian kredit yang tepat waktu,
hubungan yang profesional dalam pengontrakan untuk pembelian dan penerimaan
barang dan jasa. Karyawan dianggap pula sebagai pihak yang mempunyai pengaruh
bagi kegiatan operasional perusahaan. Karyawan mengharapkan perusahaan
menyediakan lingkungan kerja yang dinamis yang memberikan imbalan yang
memuaskan dan yang mendorong untuk pengembangan keahlian, pengetahuan dan
karir. Pihak yang paling penting dalam menjalankan pengelolaan perusahaan adalah
masyarakat dan lingkungan, dimana perusahaan dituntut dapat memberi pekerjaan
yang produktif dan sehat dalam masyarakat dan tanggungjawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan lingkungan hidup.
Dalam teori ini menunjukkan adanya peran penting stakeholders dalam
perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu memberikan kepuasan terhadap
stakeholders, dimana perusahaan dituntut untuk dapat memenuhi semua tuntutan
stakeholders agar dapat mendukung pencapai tujuan perusahaan. Dalam tesisnya,
Sarwako (2003) menyimpulkan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengelola
tuntutan stakeholders adalah dengan menerapkan GCG secara efektif.
6
3. Stewardship theory
Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat
manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak
dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain.
Inilah yang tersirat dalam tuntutan yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan
kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapatdipercaya untuk
bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun
shareholders pada khususnya.
C. Prinsip-Prinsip GCG
Menurut KNKG, Prinsip-prinsip GCG adalah sebagai berikut:
1. Transparansi (Transparency)
Dalam prinsip ini, perusahaan dituntut mampu menyediakan informasi yang
penting atau materiil dan relevan secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten,
comparable dan mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders karena keyakinan
dan kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan tergantung pada pengungkapan
informasi tersebut. Untuk itu, perusahaan hendaknya menggunakan prinsip-prinsip
akuntansi dan audit yang lazim digunakan dan dapat diterima secara luas dalam
pengungkapan laporan keuangan. Disamping itu, perusahaan diharapkan
mempublikasikan laporan keuangan dan informasi agar investor mudah dalam
mengakses informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat menghindari benturan
kepentingan (conflict of interest). Selain laporan keuangan, perusahaan harus
menyediakan informasi-informasi penting lainnya dan kebijakan-kebijakan perusahaan
kepada stakeholders, khususnya para pemegang saham. Informasi yang disajikan oleh
perusahaan harus mencerminkan keadaan yang sesungguhnya (transparency), tanpa
rekayasa oleh pihak manapun.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Prinsip ini ditujukan untuk menghindari
agency problem yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara Pemegang
Saham dan Direksi. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk menjalankan prinsip ini
antara lain dengan memisahkan secara jelas fungsi, hak, wewenang dan tanggungjawab
masing-masing organ perusahaan, dan memastikan setiap organ perusahaan mampu
melaksanakan fungsinya sesuai dengan anggaran dasar, etika bisnis dan pedoman
perilaku perusahaan.
Untuk meyakinkan bahwa tidak adanya penyimpangan fungsi, hak dan
wewenang, maka dibentuk suatu sistem pengendalian internal (SPI) yang efektif dalam
pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Disamping itu perusahaan harus memiliki ukuran
kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha
perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment
system) untuk mendorong semua organ perusahaan melaksanakan tugas dan kewajiban
dengan penuh tanggungjawab.
3. Responsibilitas (responsibility)
Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan patuh terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja, standar penggajian,
dan persaingan yang sehat. Mengingat dalam menjalankan operasinya perusahaan
seringkali menghasilkan dampak yang negatif yang harus ditanggung masyarakat,
7
untuk ini tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat sangat diperlukan.
Perusahaan juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi terjadinya
kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja yang terjadi pada segmen masyarakat
yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar. Dengan perusahaan
mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan tanggung
jawab kepada lingkungan dan masyarakat maka kesinambungan usaha dalam jangka
panjang akan terwujud dan perusahaan mendapatkan penghargaan sebagai Good
Corporate Citizen.
4. Independensi (Independency)
Dalam hal ini perusahaan dikelola secara independent, dimana perusahaan
harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak dipengaruhi oleh
kepentingan tertentu, bebas dari conflict of interest dan dari segala pengaruh dan
tekanan pihak manapun, sehingga dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara objektif. Dalam hal ini pula, setiap organ perusahaan dituntut untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang telah ditentukan, tidak
mendominasi atau melempar tanggung jawab satu sama lain sehingga kejelasan tugas
dan tanggung jawab dapat terlihat. Untuk mewujudkan prinsip ini dapat ditempuh
dengan penetapan job description secara jelas dan memastikan setiap organ telah
melakukan tanggung jawabnya dengan baik sesuai apa yang telah ditentukan.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)
Dapat dipastikan semua investor pasti membutuhkan jaminan bahwa setiap
asset atau capital yang mereka tanamkan dikelola secara aman. Untuk itu perusahaan
dituntut untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh kepentingan pemegang
saham secara fair, termasuk kepada pemegang saham minoritas. Perlindungan tersebut
termasuk perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya praktek korporasi yang
merugikan seperti fraud, insider trading dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan
prinsip ini, dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
a. Dalam pengambilan keputusan, perusahaan melibatkan para pemangku
kepentingan untuk memberikan kesempatan menyampaikan saran,
masukan serta pendapat.
b. Membuat peraturan untuk melindungi kepentingan saham minoritas dalam
perusahaan.
c. Menetapkan secara jelas peran, fungsi dan tanggung jawab semua organ
perusahaan.
d. Menyampaikan informasi penting secara terbuka dan secara wajar.
e. Memberikan perlakuan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir
dan melaksanakan tugasnya secara professional.
8
4. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seluruh jajaran perusahaan yang
mengacu pada pedoman perilaku (code of conduct).
5. Dukungan dari pihak stakeholders.
6. Evaluasi pelaksanaan GCG yang dilakukan berkala oleh perusahaan sendiri
maupun dengan menunjuk pihak lain yang kompeten dan independen.
9
Jenis RUPS dapat terdiri dari :
a. RUPS Tahunan adalah RUPS yang wajib diselenggarakan Direksi minimal
6 bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Dalam RUPS Tahunan,
Direksi mengajukan semua dokumen dari Laporan Tahunan Perseroan.
b. RUPS Lainnya adalah RUPS yang dapat diadakan setiap waktu berdasarkan
kebutuhan untuk kepentingan Perusahaan.
Pemegang Saham dapat mengambil keputusan di luar RUPS, dengan syarat
semua Pemegang Saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani keputusan yang dimaksud. Keputusan Pemegang Saham ini
mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama dengan keputusan RUPS secara fisik.
Keputusan Pemegang Saham di luar RUPS dapat dilakukan dalam bentuk surat
keputusan atau surat biasa, yang keduanya mempunyai kekuatan mengikat sebagai
Keputusan RUPS/Menteri.
Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor :
PER-01 /MBU/2011Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, hak-hak Pemegang Saham
antara lain:
1. Mendapatkan perlakuan yang sama (setara) antar Pemegang Saham.
2. Menghadiri dan mempunyai hak mengemukakan pendapat dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).
3. Mendapatkan informasi-informasi yang penting berkaitan dengan BUMN
secara tepat waktu, terukur dan teratur. Informasi tersebut antara lain :
a. Panggilan untuk RUPS.
b. Informasi laporan metode perhitungan, penentuan serta rincian atas gaji,
honorarium, fasilitas, tunjangan.
c. Informasi mengenai Rencana Kerja Perusahaan dan Anggaran
Perusahaan.
d. Informasi keuangan perusahaan.
e. Informasi yang berkaitan dengan agenda RUPS yang diberikan sebelum
dan atau pada saat RUPS berlangsung.
4. Menerima deviden sesuai dengan komposisi modal yang ditanamkan.
5. Menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
10
6. Memastikan bahwa dalam Laporan Tahunan BUMN telah memuat
informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan utamanya, jabatan
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas di perusahaan lain, termasuk
rapat-rapat yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal maupun
rapat gabungan dengan Direksi), serta honorarium, fasilitas, dan/atau
tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan.
2. Komite Nominasi
Komite Nominasi bertugas menyusun kriteria pemilihan dan penilaian
kinerja Komisaris dan Direksi (Effendi, 2009). Tanggung jawab Komite Nominasi
mencakup :
a. Pengkajian kompetensi calon Anggota Direksi dan Komisaris untuk posisi
yang dimaksud.
b. Pengkajian rencana suksesi.
c. Evaluasi kinerja Komisaris dan Direksi.
d. Pengusulan, menilai, dan memberikan rekomendasi atas calon-calon
Direksi dan komisaris BUMN.
3. Komite Remunerasi
11
Komite ini bertugas membantu Komisaris dalam menentukan jumlah
kompensasi bagi Direksi dan dalam mengevaluasi mekanisme dalam pelaksanaannya
(Effendi, 2009). Tanggung jawab Komite Remunerasi antara lain:
a. Menyusun kebijakan penggajian, insentif Direksi dan Komisaris.
b. Memastikan jumlah dan komposisi yang layak dan wajar dari remunerasi di
perusahaan.
12
Penilaian (assessment) adalah program untuk mengidentifikasikan
implementasi GCG pada BUMN melalui pengukuran pelaksanaan dan penerapan GCG
di BUMN yang dilaksanakan secara berkala setiap 2 (dua) tahun. Sebelum melakukan
penilaian didahului dengan mensosialisasikan GCG pada semua lapisan BUMN.
Penilaian dilakukan oleh penilai (assessor) independen yang ditunjuk oleh Dewan
Komisaris melalui proses dan ketentuaan yang berlaku. Penilaian juga dapat dilakukan
dengan menggunakan jasa Instansi Pemerintah yang berkompenten di bidang GCG,
yang ditunjuk oleh Direksi secara langsung. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan
menggunakan indikator yang ditetapkan oleh Sekretaris Kementerian BUMN.
Sebelum melaksanakan penelitian, penilai menandatangani perjanjian kerja
dengan Direksi BUMN yang terkait. Perjanjian tersebut mengatur tentang hak-hak dan
kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu dan biaya pelaksanaan. Hasil
penilaian dilaporkan kepada RUPS/ Menteri bersamaan dengan penyampaian Laporan
Tahunan.
2. Evaluasi (review)
Evaluasi (review) adalah program untuk menggambarkan tindak lanjut
pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilakukan pada tahun berikutnya
setelah penilaian, yang mencakup evaluasi terhadap hasil penilaian dan tindak lanjut
atas perbaikan. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh BUMN itu sendiri (self
assessment). Dalam pelaksanaan evaluasi dapat dibantu oleh penilai independen atau
Jasa Instansi Pemerintah yang berkompeten, tetapi penilai independen atau Jasa
Instansi Pemerintah tidak dapat menjadi penilai pada tahun berikutnya. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan indikator yang ditetapkan Sekretaris Kementerian
BUMN. Hasil evaluasi dilaporkan kepada RUPS/ Menteri bersamaan dengan
penyampaian Laporan Tahunan.
13
3. Responsibilitas
Pertanggung jawaban perseroan kepada stakeholders dengan tidak
merugikan kepentingan stakeholders. Yang ditekankan dalam
undang-undang ini Perseroan haruslah berpegang pada hukum yang berlaku.
4. Keadilan
Prinsip keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang
diambil adalah demi kepentingan seluruh pihak yang berkepetingan. Selain
itu prinsip keadilan ini tercermin dalam Pasal 53 ayat 2 “ Setiap saham dalam
klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.”
Pasal ini menunjukkan unsur fairness (non diskriminatif) antar Pemegang
Saham dalam klasifikasi yang sama untuk memperoleh hak-haknya, seperti
hak untuk mengusulkan dilaksanakannya RUPS, hak untuk mengusulkan
agenda tertentu dalam RUPS dan lain-lain.
14
3. Etika bisnis dan pedoman perilaku.
Dalam bagian ini menjelaskan bahwa pedoman perilaku yang dapat menjadi
acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan
nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya
perusahaan.
4. Organ perusahaan
Dalam bagian ini menjelaskan bahwa organ perusahaan harus menjalankan
fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa
masing-masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas,
fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan.
5. Pemegang Saham
Dalam bagian ini memaparkan tentang hak dan kewajiban pemegang saham
serta tanggung jawab perusahaan terhadap hak dan tanggung jawab
pemegang saham.
6. Pemangku kepentingan
Dalam bagian ini dijelaskan bahwa pemangku kepentingan (selain
pemegang saham) adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap
perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan
strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan,
mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan.
Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan harus terjalin hubungan
yang sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) berdasarkan
ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak.
7. Pernyataan tentang pedoman penerapan GCG.
Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan
GCG dengan pedoman GCG ini dalam Laporan Tahunannya. Pernyataan
tersebut harus disertai laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ
perusahaan serta informasi penting lain yang berkaitan dengan penerapan
GCG. Dengan demikian, Pemegang Saham dan pemangku kepentingan
lainnya, termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana Pedoman GCG
pada perusahaan tersebut telah diterapkan.
8. Pedoman praktis penerapan GCG
Dalam bagian ini menyatakan bahwa perusahaan wajib membuat pedoman
pelaksanaan GCG
III. Methods
Untukmemperolehdatayangdigunakandalamtugasini,penulismenggunakan
Metode pengumpulan data berupa studi kepustakaanan dengan cara mengumpulkan
datadaribeberapabuku,danjugamelakukanpencariandanpengumpulandatamelalui
internet dan melakukan observasi berdasarkan pengalaman penulis bekerja di
PT.Mayora Indah Tbk.
15
Pada dasarnya tugas, tanggung jawab dan wewenang direksi perseroan diatur dalam
pasal 14 Anggaran Dasar Perseroan.
Sebagai Direktur Independen, Bapak hendrik Polisar dan Bapak Muljono Nurlimo
tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan komisaris, maupun direksi lainnya, tidak
bekerja rangkap sebagai Direksi pada perusahaan lain, juga tidak menjadi orang Dalam
pada lembaga atau profesi penunjang pasar modal yang jasanya digunakan oleh
perseroan.
Bertindak selaku koordinator Direksi dan komite eksekutig yang dibentuk untuk
kepentingan perusahaan, daiantaranya Unit Audit Internal.
Memimpin rapat yang dilaksanakan untuk menentukan dan mencapai tujuan
perusahaan.
Merencanakan dan mengembangkan sumber pendapatan dan kekayaan
perusahaan serta mengendalikan pembelajaran.
16
Tugas Dan Tanggung Jawab Direktur Operasional ( Wardhana Atmadja)
Membantu Direktur Utama dalam upaya mencapai hasil yang ditargetkan melalui
strategi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.
Membuat perencanaan dan kelompok kerja yang solid dan efisien.
Menggabungkan atau memanfaatkan fungsi-fungsi yang ada pada perseroan untuk
menciptakan sistem kerja yang baik dan prosedur pelaksanaan yang tepat dan
efektif untuk mencapai tujuan perusahaan.
Menata dan mengawasi seluruh fungsi yang ada pada perusahaan.
Melakukan evaluasi atas strategi yang telah dijalankan untuk terus menerus
disempurnakan.
Direksi wajib mengikuti piagam tersebut dan tunduk pada landasan hukum yang
menjadi dasar penyusunan Piagam ini serta melakukan standar etika yang tinggi dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya.
2. Komisaris
17
Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris.
Pada dasarnya tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris Perseroan diatur dalam
pasal 17 Anggaran Dasar Perseroan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa tugas utama dari Dewan Komisaris adalah
mengawasi pengurusan perseroan yang dilakukan oleh Direksi dan memberikan
nasihat kepada Direksi jika diperlukan. Komisaris juga membuat rekomendasi
pebaikan atau saran atas hasil penelaahan yang disampaikan oleh komite audit dan
menyampaikannya kepada direktur utama dan atau direktur yang bersangkutan.
Dalama melakukan fungsi pengawasannya, Dewan Komisaris secara rutin dan aktif
melakukan interkasi dengan manajemen perseroan melalui berbagai usulan, komentar
dan rekomendasi dalam repat reguler dan Direksi.
Per tanggal 31 Desember 2016 Dewan Komisaris Perseroan terdiri dari satu orang
Komisaris Utama dan empat orang anggota komisaris, dua diantaranya merupakan
Komisaris Independen yang salah seorangnya merangkap sebagai Ketua Komite Audit
dengan rician sbb :
3. Komite Audit
Komite Audit diberntuk oleh Dewan Komisaris untuk membantu melaksanakan fungsi
penawasan yang dijalankan oleh komisaris. Dalam menjalankan tugasnya ini komite
audit bekerja sama dengan Unit Audit Internal Perseroan. Komite Audit bertanggung
jawab pada Dean Komisari untuk memastikan bahwa sistem pengendalian internal
telah berjalan dengan efektif dan dapat mengurangi kesempatan terjadinya
penyimpangan dalam pengelolaan kegiatan usaha perseroan.
18
Adapan anggota Komite Audit Perseroan per tanggal 31 Desember 2016 Dijabat oleh :
19
Sistem Pengendalian Keuangan dan Operasional Perseroan dilakukan dengan
memahami proses yang berjalan melalui prosedur, perencanaan, dan menetapkan, serta
menerapkan kriteria operasional diseluruh aspke operasional perseroan, baik dibidang
administrasi maupun dibidang produksi. Pengendalian ini dilakukan untuk menjamin
bahwa apa yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik.
Untuk itu, perseroan didiukung oleh sistem teknologi informasi yang telah dimiliki
oleh perusahaan, sehingga pengendalian keuangan dan opersioanal perseroan dapat
berjalan dengan baik. Dengan adanya sistem teknologi informasi yang telah diterapkan,
manajemen perseroan dapat mengetahui segera perkembangan dan segala perubahan
yang terjadi dibidang keuangan dan operasional perseroan. Dengan demikian
permaslahan yang mungkin timbul dapat dihindari dan dikaji secara lebih seksama
untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat.
20
mendeteksi kemungkinan terjadinya risiko agar dapat segera dilakukan tindakan yang
diperlukan untuk mengindari atau meminimalisasi dampak bila risiko tersbebut terjadi.
Disamping itu, Perseroan juga harus terus berusaha memperluas pangsa pasar produk
Perseroan tanpa batasan.
B. Risiko Fluktuasi
Ketidakstabilan nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang Rupiah dapat
memberikan dampak ketidakpastian terhadap biaya produksi dan dalam penetapan
harga jual prosuk.
Hal ini disebabkan karena meskipun sebagian besar bahan baku yang diperlukan untuk
proses produksi dapat diperoleh dari dalam negeri. Namun ketidak stablian nilai tukar
valuta asing terutama USD, terhadap mata uang Rupiah dapat mempengaruhi harga
21
bahan baku produksi yang diimport atau bahan baku produksi yang dibeli dipasar lokal
tetapi mengikuti harga pasar internasional. Sehingga, jika terjadi perubahan niai tukar
mata uang asing yang cukup signifikan, hal ini dapat mempengaruhi biaya Perseroan.
Perseroan mengelola risiko ketidakstabilan yang mungkin terjadi ini dengan cara
memperoleh penerimaan dari penjualan eksport.
I. Conclusion &Recommendation
1. Conclusion
GCG merupakan masalah yang tidak akan berakhir dan terus akan menjadi
bahan pembahasan bagi pelaku bisnis, akademis, pembuatan kebijakan dan lain
sebagainya. Perhatian terhadap GCG kian meningkat seiring banyak bermunculan
masalah skandal keuangan di lingkungan bisnis. Konsep GCG telah banyak
22
dikemukakan oleh banyak ahli dan badan sebagai alat control dan pengawasan
terhadap kinerja manajemen.
Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara
dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Secara keseluruhan PT.Mayora Indah
Tbk telah menerapkan prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance dengan baik
pada setiap proses bisnisnya mulai dari Jajaran atas sampai bawah.
2. Reccomendation
Sebaiknya internalisasi dari Good Corporate Governance tetap di jalankan
dan terus dikembangkan agar budaya kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan dapat
dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh seluruh karyawan.
(www.bpkp.go.id, 2012)
Sutedi, Adrian (2011). Good Corporate Governance. Jakarta:Sinar Grafika.
23