Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transfusi darah merupakan salah satu tindakan yang dapat menyelamatkan

jiwa setelah terjadi perdarahan masif akibat terjadi trauma yang disebabkan oleh

pembedahan maupun non-pembedahan seperti penyakit kronis contohnya anemia.

Selama 1 abad transfusi telah dimanfaatkan dalam dunia medis modern.

Berdasarkan sejarahnya, transfusi pada manusia pertama dilakukan di Perancis

pada tahun 1667. Pada waktu itu pengetahuan akan transfusi masih sangat minim

sampai pada abad ke-17 transfusi mulai dikembangkan dengan pengetahuan

berdasarkan anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Saat itu, transfusi dilakukan

dengan menggunakan darah hewan sebagai donor dan menimbulkan komplikasi

yang parah dan angka mortalitas yang tinggi. Transfusi darah mulai ditinggalkan

dan dilarang di beberapa negara sampai pada tahun 1816, John Leacock dan

James Blundell berhasil melakukan transfusi pada spesies yang sama.1,2

Darah merupakan komponen penting dalam sistem sirkulasi untuk penunjang

kehidupan. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma

darah dan sel darah. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas

berat badan. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri dari

sel darah. Fungsi utama darah diantaranya sebagai transportasi, imunitas,

hemostasis, dan fungsi koagulan. Darah mendistribusikan nutrien dan oksigen ke

seluruh tubuh, termasuk organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan

hati. Jika terjadi kekurangan volume darah (hipovolemik) dalam tubuh yang

1
disebabkan oleh beberapa hal seperti trauma, penyakit kronis, dan operasi, maka

kebutuhan nutrien dan oksigen dari organ-organ tersebut tidak dapat terpenuhi dan

mengakibatkan kerusakan yang ireversibel. Untuk mencegah hal tersebut,

diperlukan pasokan darah dari luar tubuh. Proses pemindahan darah dari

seseorang yang sehat (pendonor) ke orang sakit/membutuhkan (resipien) disebut

transfusi darah.1

Hal yang paling utama dari semua pembedahan dan anestesi bertujuan untuk

mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Kehilangan darah dan

kondisi hipovolemik merupakan salah satu risiko yang dihadapi. 2 Transfusi darah

bertujuan untuk meningkatkan kapastitas angkut oksigen ke jaringan dan

mengembalikan volume darah ke dalam batas normal. Ketersediaan darah sangat

berperan dalam berlangsungnya tindakan pembedahan mayor seperti operasi

jantung, pembuluh darah, dan onkologi.3

Sebagai dokter penting dilakukan penilaian derajat hemodilusi pada pasien

yang dapat diprediksi pada pasien yang mengalami kehilangan darah selama

operasi berlangsung. Pertimbangan untuk pemberian transfusi harus dibuat setelah

pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi umum seperti penyakit jantung,

tanda-tanda oksigenasi yang tidak adekuat ke jaringan, dan kehilangan darah yang

terus-menerus.2 Selain mempertimbangkan keuntungan transfusi darah perlu

dipertimbangkan transfusi memiliki risiko komplikasi infeksius maupun non-

infeksius.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Definisi transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau komponen

darah yang bisa berasal dari berbagai sumber ke dalam makhluk hidup. 3 Transfusi

darah umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam jumlah besar yang

disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk

sel darah merah.3 Dalam transfusi, orang yang memberikan darahnya disebut

sebagai donor, sedangkan yang menerima darah disebut resipien.3

2.2 Jenis Transfusi dan Penggunaan

Darah tersusun dari berbagai komponen yang dapat ditransfusikan secara

terpisah sesuai dengan kebutuhan. Berikut adalah beberapa jenis dari komponen

darah yang dapat ditransfusikan:

2.2.1 Whole blood

Whole blood mengandung komponen eritrosit, leukosit, trombosit, dan

plasma. Satu unit whole blood terdiri dari 250 mL darah dan 37 mL antikoagulan

dengan kadar hematokrit 40%, dapat meningkatkan kadar hemoglobin sebanyak

1g/dL dan hematokrit sebanyak 3-4%.3 Pada orang dewasa, diberikan bila

kehilangan darah lebih dari 15-20% volume darah, sedangkan pada bayi lebih dari

10% volume darah. Kontraindikasi whole blood yaitu pada pasien anemia kronis

normovolemik atau pada pasien yang hanya membutuhkan sel darah merah saja.2

3
2.2.2 Packed Red Cell

Packed Red Blood Cell (PRC) mengandung kadar hemoglobin yang sama

dengan whole blood, dengan volume 250-300 mL dan kadar hematokrit 70%. 5

Umumnya, unit PRC difiltrasi untuk mengurangi kadar leukosit sehingga dapat

mencegah terjadinya Febrile Nonhemolytic Transfusion Reactions (FNHTRs).4

Dalam periode perioperatif dan paska bedah, transfusi RBC diperlukan untuk

menggantikan darah yang hilang selama pembedahan berlangsung,

mempertahankan kadar Hb, dan meningkatkan kapasitas angkut oksigen ke

jaringan.5 Untuk menentukan jumlah darah yang dibutuhkan agar Hb darah pasien

meningkat dapat digunakan rumus:

Volume PRC = Volume darah pasien x Kenaikan Hb yang diinginkan

Kadar Hb PRC

Kadar Hb yang dimiliki PRC adalah 24%. 7 Selama ditransfusikan, PRC

dihangatkan pada suhu 37°C untuk mencegah hipotermia. 6 Pemberian PRC dapat

difasilitasi dengan larutan kristaloid 50-100 mL normal saline.5

2.2.3 Konsentrat Trombosit

Konsentrat trombosit dapat didapatkan dari konsentrasi penuh 4 kantong

darah lengkap maupun dari teknik apheresis trombosit dari satu pendonor saja.

Satu unit trombosit yang diperoleh mengandung 50 – 70 mL plasma, disimpan

dalam suhu 20-24°C selama 5 hari.8

Transfusi trombosit diberikan pada pasien dengan trombositopenia atau

trombosit disfungsional bila terjadi perdarahan. Profilaksis transfusi trombosit

4
juga ditunjukkan pada pasien dengan jumlah trombosit di bawah 10.000 - 20.000

× 109 / L karena peningkatan risiko perdarahan spontan. Jumlah trombosit kurang

dari 50.000 × 109 / L dikaitkan dengan peningkatan kehilangan darah selama

operasi. Pemberian satu unit trombosit diharapkan meningkatkan jumlah

trombosit sebesar 5000 - 10.000 × 109 / L, dan dengan pemberian unit aperesis

platelet, sebesar 30.000 - 60.000 × 109 / L. Trombosit transfusi biasanya bertahan

hanya 1-7 hari setelah transfusi.5

2.2.4 Granulosit

Transfusi granulosit dapat ditunjukkan pada pasien neutropenik dengan

infeksi bakteri yang tidak merespons antibiotik. Transfusi granulosit memiliki

masa hidup yang pendek pada sirkulasi resipien. Ketersediaan faktor

penggabungan koloni granulocyte (G-CSF) dan faktor timulasi koloni granulosit-

makrofag (GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.7

2.2.5 Transfusi Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)

Fresh Frozen Plasma (FFP) merupakan plasma yang langsung dibekukan

pada suhu kurang atau sama dengan -25°C untuk memelihara faktor pembekuan

yang dikandungnya setelah diperoleh dari donor dan dapat disimpan hingga 5

hari. FFP merupakan produk plasma yang paling sering digunakan, mengandung

protein plasma dan seluruh faktor pembekuan.7

FFP diberikan ketika pasien mengalami kekurangan faktor pembekuan atau

ketika suatu konsentrat faktor yang spesifik tidak tersedia. Plasma segar beku

tersedia dalam volume 200 -250 ml dan setiap unit berisi satu unit faktor

5
pembekuan. Fungsi plasma segar beku adalah untuk meningkatkan faktor-faktor

pembekuan pada pasien-pasien yang mengalami kekurangan faktor II, V, VII, IX

atau XI pada penyakit hati atau disseminated intravascular coagulation.7

Dosis pemberian FFP yang direkomendasikan adalah 10-15 mL/kg berat

badan dengan tujuan mencapai 30% konsentrasi faktor pembekuan normal. FFP

dihangatkan pada suhu 37°C sebelum ditransfusikan. 11 FFP dapat diberikan

sebagai profilaksis bila faal hemostasis PT 1,5 kali lebih besar dari nilai rujukan

tertinggi dan PTT 1,5 lebih besar dari nilai rujukan tertinggi.8

2.3 Indikasi Khusus Transfusi Darah

2.3.1 Transfusi Darah Gawat Darurat


Dalam situasi gawat darurat yang tidak memungkinan untuk melakukan tes

pada sampel darah transfusi, PRC golongan O resus negatif dapat diberikan pada

pasien, dengan ketentuan tidak ada riwayat transfusi sebelumnya. 5,2 Alasannya

adalah pada golongan darah O resus negative memiliki volume plasma yang lebih

sedikit dan hampir tidak mengandung antibodi anti-A dan anti-B. 5 Dalam kondisi

tersebut, seorang dokter harus membuat lembar pertanggungjawaban mengenai

indikasi pemberian transfusi darah tanpa dilakukan pemeriksaan sampel darah

sebagai tindakan live saving.2


2.3.2 Transfusi Darah Masif
Transfusi masif didefinisikan sebagai prosedur pemberian transfusi yang

melebihi volume darah pasien atau sebanyak 10 unit darah dalam 24 jam. Atau

transfusi yang melebihi 50% volume sirkulasi dalam waktu kurang dari 3 jam

atau transfusi dengan laju 150mL/menit.2 Tindakan ini dilakukan bila terjadi

perdarahan akut pada pasien bedah akibat defisiensi faktor pembekuan multiple

dan trombositopenia. Pada pasien dengan kondisi tersebut dapat diberikan factor

6
pembekuan V dan VIII untuk memperbaiki kondisi klinis.7
2.4 Pemberian Transfusi Darah Pasca Bedah
Kehilangan darah dan hipovolemia dapat terjadi pada periode pasca operasi.

Pencegahan, deteksi dini dan perawatannya sangat penting untuk kesehatan pasien

dan mungkin mengurangi kebutuhan akan transfusi. Perhatian khusus harus

diberikan pada pasien dengan hipoksia pasca operasi, pemantauan tanda vital,

keseimbangan cairan dan analgesia. Plasma intraoperatif yang lebih tinggi

terhadap rasio transfusi sel darah merah dikaitkan dengan kebutuhan plasma dan

sel darah merah yang lebih sedikit dalam 24 jam pertama setelah operasi.11
Anemia umum terjadi setelah operasi. Strategi untuk membatasi

perkembangan anemia salah satunya dengan pemberian transfusi darah.

Pemberian transfusi pasca bedah dianjurkan diberikan setelah pasien sadar, untuk

mengetahui sedini mungkin reaksi transfusi yang mungkin timbul. Pada periode

paska bedah, terutama pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi

darah, segera lakukan evaluasi status hematologi dan pemeriksaan faal hemostasis

untuk mengetahui sedini mungkin setiap kelainan yang terjadi Tujuan pemberian

transfusi darah pasca bedah yaitu untuk mengoreksi komponen darah yang belum

terpenuhi selama operasi, dan mengisi volume sirkulasi.11


Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb masih >10 gr/dL. Transfusi PRC

dengan strategi restriktif diindikasikan bila kadar Hb <7 gr/dL atau hematokrit

<21% dan dipertahankan pada rentang 7 – 9 gr/dL. Keluaran klinis pada strategi

restriktif tidak bermakna secara signifikan dengan strategi liberal yang

mengindikasikan transfusi bila kadar Hb <10 gr/dL dan dipertahankan pada

rentang 10 – 12 gr/dL9
Pada pasien trauma bila kadar Hb >7 gr/dL, perlu dilakukan evaluasi keadaan

hipovolemia pada pasien. Bila terjadi hypovolemia berikan cairan intravena untuk

mengembalikan volume darah. Bila normovolemia lakukan evaluasi lebih lanjut

7
terkait gangguan hantaran oksigen dengan menilai SpO2. Saat hantaran oksigen

terganggu, pertimbangkan pemasangan kateter arteri pulmonal serta ukur curah

jantung pasien. Jika hantaran oksigen masih baik, lakukan pemantauan kadar Hb.9

2.5 Komplikasi Paska Transfusi


Disamping manfaat yang didapat, transfusi darah bukan berarti bebas risiko.

Komplikasi terkait transfusi dapat dikategorikan menjadi komplikasi akut dan

lanjut, dapat dikategorikan lagi secara lebih terperinci yaitu komplikasi infeksius

dan non-infeksius. Komplikasi akut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai 24

jam, sedangkan komplikasi tertunda dapat terjadi dalam hitungan hari, bulanan,

hinggan beberapa tahun setelahnya. Komplikasi infeksi yang disebabkan karena

8
transfusi sudah jarang terjadi seiring perkembangan proses screening darah. Risko

infeksi yang ditimbulkan sudah berkurang 10.000 kali sejak tahun 1980.

Komplikasi transfusi non-infeksius 1000 kali lebih sering terjadi daripada

komplikasi yang bersifat infeksius karena tidak ada perkembangan dalam

pencegahannya. Beberapa contoh komplikasi transfusi yang terjadi antara lain:


2.5.1 Komplikasi Non-Infeksius
2.5.1.1 Reaksi Transfusi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam

setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan,

sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai

dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan skin rash. Reaksi ringan ini disebabkan

oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala

gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria,

demam, takikardia, kaku otot yang dapat terjadi di seluruh tubuh. Reaksi sedang-

berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat

reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit),

kontaminasi pirogen dan/ atau bakteri. Pada reaksi yang membahayakan nyawa

ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus,

napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-

tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik),

takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi

ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik,

kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.10

2.5.1.1.1 Reaksi Hemolitik Akut

9
Reaksi hemolitik akut sangat jarang terjadi yang timbul karena transfusi yang

tidak cocok. Prosesnya disebabkan oleh adanya proses penghancuran sel darah

merah yang dihancurkan oleh sel imun resipien dalam kurun waktu 24 jam setelah

transfusi diberikan. Reaksi antibodi terhadap antigen tersebut terbentuk oleh

proses imunisasi dari transfusi sebelumnya atau riwayat kehamilan. Hemolisis

dapat terjadi pada intravaskular maupun ekstravaskular. Kejadian pada

ektravaskular paling umum ditemukan, dimana eritrosit donor diselimuti oleh

immunoglobulin G (IgG) atau komplemen lain dalam hepar dan lien. Gejala yang

dapat timbul antara lain demam, mual muntah, kaku pada seluruh tubuh,

hipotensi, dyspnea, anemia, dan disseminaterd intravascular coagulation.4 Bila

terjadi reaksi hemolitik segera hentikan transfusi dan berikan oksigen yang

dekuat.9

2.5.1.1.2 Reaksi Alergi

Reaksi alergi umum terjadi dan gejalanya ringan. Kebanyakan disebabkan

oleh adanya protein asing pada darah donor dan dimediasi oleh IgE. Gejala yang

dapat timbul diantaranya pruritus, urtikaria, dengan atau tanpa disertai demam.

Bila reaksi alergi terjadi segera hentikan transfusi dan berikan antihistamin atau

steroid.9,10

2.5.1.1.3 Transfusion-Related Acute Lung Injury

Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI) merupakan reaksi yang

disebabkan oleh interaksi antara antibodi darah donor dengan neutrophil, monosit,

atau sel endotel paru resipien.8 Tanda dan gejala yang timbul seperti demam,

dyspnea, hipoksia berat yang muncul pada 1-2 jam pertama sampai 6 jam setelah

transfusi.4,5 Keadaan tersebut terjadi karena adanya peran antibodi sitoplasmik

10
antineutrofil (anti-HLA) mengaktivasi sistem imun resipien, kemudian sitokin-

sitokin inflamasi dilepaskan dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler di paru

sehingga terjadi edema paru. Neutrophil yang teraktivasi di paru-paru akan

mensekresi enzim proteolitik sehingga terjadi kerusakan jaringan paru. TRALI

juga dapat didefinisikan sebagai edema paru nonkardiogenik. 4 Bila terjadi TRALI

segera hentikan pemberian transfusi dan berikan terapi suportif. Walaupun TRALI

dapat menyebabkan mortalitas, pasien akan pulih kembali dalam waktu 96 jam.5

2.5.1.1.4 Febrile Nonhemolytic Transfusion Reactions

Febrile Nonhemolytic Transfusion Reactions (FNHTR) didefinisikan sebagai

peningkatan suhu 1°C diatas 37°C dalam waktu 24 jam paska transfusi, dapat

disertai dengan kekakuan, kedinginan, dan perasaan tidak nyaman pada pasien.

Gejalanya muncul beberapa jam setelah transfusi.4 FNHTR sangat umum terjadi

dan tidak mengancam nyawa.10 Leukoreduksi atau filtrasi leukosit pada darah

donor sebelum ditransfusikan ke pasien dapat mengurangi kejadian FNHTR. Ada

2 mekanisme yang mendasari terjadinya FNHTR, yaitu reaksi mediasi antibodi

dan pelepasan sitokin inflamasi seperti IL-1; IL-6; IL-8; dan TNF.4

2.5.1.2 Komplikasi Lanjut

Transfusion-associated graft-versus-host disease merupakan peristiwa

dimana sel limfosit donor mengalami proliferasi di dalam tubuh resipien yang

kemudian merusak jaringan dan organ resipien. Kejadiannya cenderung dialami

oleh pasien dengan defisiensi imun. Gejala yang dialami dapat meliputi

kemerahan pada kulit, demam, diare, disfungsi hepar, dan pansitopenia yang

terjadi 1-6 jam setelah transfusi.4

2.5.2 Komplikasi Infeksius

11
Komponen darah donor dapat terkontaminasi oleh bakteri maupun virus.

Kontaminasi bakteri cukup jarang terjadi, tetapi bila pasien terinfeksi bakteri

melalui produk darah akan menimbulkan sepsis dengan angka mortalitas yang

tinggi. Hal ini dapat terjadi ketika proses pungsi vena maupun disebabkan oleh

bakteremia pada donor tanpa menunjukkan gejala. Gejala infeksi bakteri yang

terjadi segera atau selama transfusi diantaranya demam, eritema, dan kolaps

kardiovaskular.10

Insiden infeksi virus paska transfusi terdapat sekitar 1:200,000 untuk hepatitis

B, 1:1.900,000 untuk hepatitis C. Kebanyakan kasus menunjukkan gejala

anikterik. Hepatitis C merupakan infeksi serius yang lebih umum terjadi, dapat

berkembang menjadi hepatitis kronis dengan sirosis hati pada 20% penderitanya.

Infeksi HIV-1 dan HIV-2 juga merupakan salah satu komplikasi infeksius dari

transfusi darah. Namun, dengan adanya tes asam nukleat virus yang diperankan

oleh Food and Drugs Administrasion dapat menurunkan risiko transmisi HIV

mencapai 1:1,900,000 kejadian.11

2.6 Transfusi Darah Masif

Transfusi Darah Masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau

lebih banyak dari total volume darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70

ml/kg, anak/ bayi: 80-90 ml/kg). Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat

pada beberapa pasien, bukan disebabkan oleh banyaknya volume darah yang

ditransfusikan, tetapi karena trauma awal, kerusakan jaringan dan organ akibat

perdarahan dan hipovolemia.11

12
Seringkali penyebab dasar dan risiko akibat perdarahan mayor yang

menyebabkan komplikasi, dibandingkan dengan transfusi itu sendiri. Namun,

transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.16 Berikut merupakan

komplikasi akibat transfusi masif yang dapat terjadi12:

2.6.1 Hiperkalemia

Penyimpanan darah menyebabkan konsentrasi kalium ekstraselular

meningkat, dan akan semakin meningkat bila semakin lama disimpan.12

2.6.2 Keracunan Sitrat dan Hipokalsemia

Keracunan sitrat jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada transfusi darah

lengkap masif. Hipokalsemia terutama bila disertai dengan hipotermia dan

asidosis dapat menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac output),

bradikardia dan disritmia lainnya. Proses metabolisme sitrat menjadi bikarbonat

biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu tidak perlu menetralisir kelebihan

asam.12

2.6.3 Kekurangan Fibrinogen dan Faktor Koagulasi

Plasma dapat kehilangan faktor koagulasi secara progresif selama

penyimpanan, terutama faktor V dan VIII, kecuali bila disimpan pada suhu -25°C

atau lebih rendah. Pengenceran (dilusi) faktor koagulasi dan trombosit terjadi

pada transfusi masif. Fungsi trombosit cepat menurun selama penyimpanan darah

lengkap dan trombosit tidak berfungsi lagi setelah disimpan 24 jam.12

2.6.4 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

DIC dapat terjadi selama transfusi masif, walaupun hal ini lebih disebabkan

alasan dasar dilakukannya transfusi (syok hipovolemik, trauma, komplikasi

obstetrik). Terapi ditujukan untuk penyebab dasarnya.12

13
2.6.5 Hipotermia

Pemberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin

menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Bila terjadi hipotermia,

berikan perawatan selama berlangsungnya transfuse, seperti menggunakan selimut

untuk mencegahnya evaporasi panas dari tubuh pasien, dan penggunaan warming

gel pad ketika pembedahan.12

2.6.6 Mikroagregat

Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap yang

disimpan membentuk mikroagregat. Selama transfusi, terutama transfusi masif,

mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan sindrom distress pernapasan.

Penggunaan buffy coat-depleted packed red cell akan menurunkan kejadian

sindrom tersebut.12

BAB III

KESIMPULAN

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau komponen darah

yang bisa berasal dari berbagai sumber ke dalam makhluk hidup. Transfusi darah

dapat bersifat menyelamatkan jiwa setelah terjadi perdarahan masif akibat terjadi

trauma sebelum pembedahan, setelah pembedahan, dan penatalaksanaan penyakit

14
kronis seperti anemia. Perdarahan yang terjadi pada setiap prosedur pembedahan

harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya anemia, meningkatkan perfusi

jaringan, dan mengembalikan volume darah ke dalam batas normal.

Darah tersusun dari berbagai komponen yang dapat ditransfusikan secara

terpisah sesuai dengan kebutuhan. Pemberian komponen darah kepada pasien

dilakukan berdasarkan kadar hemoglobin serta kondisi klinis pasien selama

periode paska pembedahan.

Kehilangan darah dan hipovolemia dapat terjadi pada periode pasca operasi.

Pencegahan, deteksi dini dan perawatannya sangat penting untuk kesehatan pasien

dan mungkin mengurangi kebutuhan akan transfusi. Pada periode paska bedah,

terutama pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi darah, segera

lakukan evaluasi status hematologi dan pemeriksaan faal hemostasis untuk

mengetahui sedini mungkin setiap kelainan yang terjadi Tujuan pemberian

transfusi darah pasca bedah yaitu untuk mengoreksi komponen darah yang belum

terpenuhi selama operasi, dan mengisi volume sirkulasi.

Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian

situasi klinis yang membutuhkan pertimbangan. Jika suatu operasi dinyatakan

potensial menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah,

maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya.

Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya

memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan.

Komplikasi dapat dibedakan menjadi komplikasi infeksius dan non-infeksius.

15

Anda mungkin juga menyukai