PENDAHULUAN
jiwa setelah terjadi perdarahan masif akibat terjadi trauma yang disebabkan oleh
pada tahun 1667. Pada waktu itu pengetahuan akan transfusi masih sangat minim
berdasarkan anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Saat itu, transfusi dilakukan
yang parah dan angka mortalitas yang tinggi. Transfusi darah mulai ditinggalkan
dan dilarang di beberapa negara sampai pada tahun 1816, John Leacock dan
kehidupan. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma
darah dan sel darah. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas
berat badan. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri dari
seluruh tubuh, termasuk organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan
hati. Jika terjadi kekurangan volume darah (hipovolemik) dalam tubuh yang
1
disebabkan oleh beberapa hal seperti trauma, penyakit kronis, dan operasi, maka
kebutuhan nutrien dan oksigen dari organ-organ tersebut tidak dapat terpenuhi dan
diperlukan pasokan darah dari luar tubuh. Proses pemindahan darah dari
transfusi darah.1
Hal yang paling utama dari semua pembedahan dan anestesi bertujuan untuk
kondisi hipovolemik merupakan salah satu risiko yang dihadapi. 2 Transfusi darah
yang dapat diprediksi pada pasien yang mengalami kehilangan darah selama
tanda-tanda oksigenasi yang tidak adekuat ke jaringan, dan kehilangan darah yang
infeksius.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
darah yang bisa berasal dari berbagai sumber ke dalam makhluk hidup. 3 Transfusi
darah umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam jumlah besar yang
disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk
sel darah merah.3 Dalam transfusi, orang yang memberikan darahnya disebut
terpisah sesuai dengan kebutuhan. Berikut adalah beberapa jenis dari komponen
plasma. Satu unit whole blood terdiri dari 250 mL darah dan 37 mL antikoagulan
1g/dL dan hematokrit sebanyak 3-4%.3 Pada orang dewasa, diberikan bila
kehilangan darah lebih dari 15-20% volume darah, sedangkan pada bayi lebih dari
10% volume darah. Kontraindikasi whole blood yaitu pada pasien anemia kronis
normovolemik atau pada pasien yang hanya membutuhkan sel darah merah saja.2
3
2.2.2 Packed Red Cell
Packed Red Blood Cell (PRC) mengandung kadar hemoglobin yang sama
dengan whole blood, dengan volume 250-300 mL dan kadar hematokrit 70%. 5
Umumnya, unit PRC difiltrasi untuk mengurangi kadar leukosit sehingga dapat
Dalam periode perioperatif dan paska bedah, transfusi RBC diperlukan untuk
jaringan.5 Untuk menentukan jumlah darah yang dibutuhkan agar Hb darah pasien
Kadar Hb PRC
dihangatkan pada suhu 37°C untuk mencegah hipotermia. 6 Pemberian PRC dapat
darah lengkap maupun dari teknik apheresis trombosit dari satu pendonor saja.
4
juga ditunjukkan pada pasien dengan jumlah trombosit di bawah 10.000 - 20.000
trombosit sebesar 5000 - 10.000 × 109 / L, dan dengan pemberian unit aperesis
2.2.4 Granulosit
pada suhu kurang atau sama dengan -25°C untuk memelihara faktor pembekuan
yang dikandungnya setelah diperoleh dari donor dan dapat disimpan hingga 5
hari. FFP merupakan produk plasma yang paling sering digunakan, mengandung
ketika suatu konsentrat faktor yang spesifik tidak tersedia. Plasma segar beku
tersedia dalam volume 200 -250 ml dan setiap unit berisi satu unit faktor
5
pembekuan. Fungsi plasma segar beku adalah untuk meningkatkan faktor-faktor
badan dengan tujuan mencapai 30% konsentrasi faktor pembekuan normal. FFP
sebagai profilaksis bila faal hemostasis PT 1,5 kali lebih besar dari nilai rujukan
tertinggi dan PTT 1,5 lebih besar dari nilai rujukan tertinggi.8
pada sampel darah transfusi, PRC golongan O resus negatif dapat diberikan pada
pasien, dengan ketentuan tidak ada riwayat transfusi sebelumnya. 5,2 Alasannya
adalah pada golongan darah O resus negative memiliki volume plasma yang lebih
sedikit dan hampir tidak mengandung antibodi anti-A dan anti-B. 5 Dalam kondisi
melebihi volume darah pasien atau sebanyak 10 unit darah dalam 24 jam. Atau
transfusi yang melebihi 50% volume sirkulasi dalam waktu kurang dari 3 jam
atau transfusi dengan laju 150mL/menit.2 Tindakan ini dilakukan bila terjadi
perdarahan akut pada pasien bedah akibat defisiensi faktor pembekuan multiple
dan trombositopenia. Pada pasien dengan kondisi tersebut dapat diberikan factor
6
pembekuan V dan VIII untuk memperbaiki kondisi klinis.7
2.4 Pemberian Transfusi Darah Pasca Bedah
Kehilangan darah dan hipovolemia dapat terjadi pada periode pasca operasi.
Pencegahan, deteksi dini dan perawatannya sangat penting untuk kesehatan pasien
diberikan pada pasien dengan hipoksia pasca operasi, pemantauan tanda vital,
terhadap rasio transfusi sel darah merah dikaitkan dengan kebutuhan plasma dan
sel darah merah yang lebih sedikit dalam 24 jam pertama setelah operasi.11
Anemia umum terjadi setelah operasi. Strategi untuk membatasi
Pemberian transfusi pasca bedah dianjurkan diberikan setelah pasien sadar, untuk
mengetahui sedini mungkin reaksi transfusi yang mungkin timbul. Pada periode
paska bedah, terutama pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi
darah, segera lakukan evaluasi status hematologi dan pemeriksaan faal hemostasis
untuk mengetahui sedini mungkin setiap kelainan yang terjadi Tujuan pemberian
transfusi darah pasca bedah yaitu untuk mengoreksi komponen darah yang belum
dengan strategi restriktif diindikasikan bila kadar Hb <7 gr/dL atau hematokrit
<21% dan dipertahankan pada rentang 7 – 9 gr/dL. Keluaran klinis pada strategi
rentang 10 – 12 gr/dL9
Pada pasien trauma bila kadar Hb >7 gr/dL, perlu dilakukan evaluasi keadaan
hipovolemia pada pasien. Bila terjadi hypovolemia berikan cairan intravena untuk
7
terkait gangguan hantaran oksigen dengan menilai SpO2. Saat hantaran oksigen
jantung pasien. Jika hantaran oksigen masih baik, lakukan pemantauan kadar Hb.9
lanjut, dapat dikategorikan lagi secara lebih terperinci yaitu komplikasi infeksius
dan non-infeksius. Komplikasi akut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai 24
jam, sedangkan komplikasi tertunda dapat terjadi dalam hitungan hari, bulanan,
8
transfusi sudah jarang terjadi seiring perkembangan proses screening darah. Risko
infeksi yang ditimbulkan sudah berkurang 10.000 kali sejak tahun 1980.
setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan,
dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan skin rash. Reaksi ringan ini disebabkan
gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
demam, takikardia, kaku otot yang dapat terjadi di seluruh tubuh. Reaksi sedang-
kontaminasi pirogen dan/ atau bakteri. Pada reaksi yang membahayakan nyawa
ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus,
napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-
tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik),
takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi
ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik,
9
Reaksi hemolitik akut sangat jarang terjadi yang timbul karena transfusi yang
tidak cocok. Prosesnya disebabkan oleh adanya proses penghancuran sel darah
merah yang dihancurkan oleh sel imun resipien dalam kurun waktu 24 jam setelah
immunoglobulin G (IgG) atau komplemen lain dalam hepar dan lien. Gejala yang
dapat timbul antara lain demam, mual muntah, kaku pada seluruh tubuh,
terjadi reaksi hemolitik segera hentikan transfusi dan berikan oksigen yang
dekuat.9
oleh adanya protein asing pada darah donor dan dimediasi oleh IgE. Gejala yang
dapat timbul diantaranya pruritus, urtikaria, dengan atau tanpa disertai demam.
Bila reaksi alergi terjadi segera hentikan transfusi dan berikan antihistamin atau
steroid.9,10
disebabkan oleh interaksi antara antibodi darah donor dengan neutrophil, monosit,
atau sel endotel paru resipien.8 Tanda dan gejala yang timbul seperti demam,
dyspnea, hipoksia berat yang muncul pada 1-2 jam pertama sampai 6 jam setelah
10
antineutrofil (anti-HLA) mengaktivasi sistem imun resipien, kemudian sitokin-
juga dapat didefinisikan sebagai edema paru nonkardiogenik. 4 Bila terjadi TRALI
segera hentikan pemberian transfusi dan berikan terapi suportif. Walaupun TRALI
dapat menyebabkan mortalitas, pasien akan pulih kembali dalam waktu 96 jam.5
peningkatan suhu 1°C diatas 37°C dalam waktu 24 jam paska transfusi, dapat
disertai dengan kekakuan, kedinginan, dan perasaan tidak nyaman pada pasien.
Gejalanya muncul beberapa jam setelah transfusi.4 FNHTR sangat umum terjadi
dan tidak mengancam nyawa.10 Leukoreduksi atau filtrasi leukosit pada darah
dan pelepasan sitokin inflamasi seperti IL-1; IL-6; IL-8; dan TNF.4
dimana sel limfosit donor mengalami proliferasi di dalam tubuh resipien yang
oleh pasien dengan defisiensi imun. Gejala yang dialami dapat meliputi
kemerahan pada kulit, demam, diare, disfungsi hepar, dan pansitopenia yang
11
Komponen darah donor dapat terkontaminasi oleh bakteri maupun virus.
Kontaminasi bakteri cukup jarang terjadi, tetapi bila pasien terinfeksi bakteri
melalui produk darah akan menimbulkan sepsis dengan angka mortalitas yang
tinggi. Hal ini dapat terjadi ketika proses pungsi vena maupun disebabkan oleh
bakteremia pada donor tanpa menunjukkan gejala. Gejala infeksi bakteri yang
terjadi segera atau selama transfusi diantaranya demam, eritema, dan kolaps
kardiovaskular.10
Insiden infeksi virus paska transfusi terdapat sekitar 1:200,000 untuk hepatitis
anikterik. Hepatitis C merupakan infeksi serius yang lebih umum terjadi, dapat
berkembang menjadi hepatitis kronis dengan sirosis hati pada 20% penderitanya.
Infeksi HIV-1 dan HIV-2 juga merupakan salah satu komplikasi infeksius dari
transfusi darah. Namun, dengan adanya tes asam nukleat virus yang diperankan
oleh Food and Drugs Administrasion dapat menurunkan risiko transmisi HIV
Transfusi Darah Masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau
lebih banyak dari total volume darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70
ml/kg, anak/ bayi: 80-90 ml/kg). Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat
pada beberapa pasien, bukan disebabkan oleh banyaknya volume darah yang
ditransfusikan, tetapi karena trauma awal, kerusakan jaringan dan organ akibat
12
Seringkali penyebab dasar dan risiko akibat perdarahan mayor yang
2.6.1 Hiperkalemia
Keracunan sitrat jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada transfusi darah
biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu tidak perlu menetralisir kelebihan
asam.12
penyimpanan, terutama faktor V dan VIII, kecuali bila disimpan pada suhu -25°C
atau lebih rendah. Pengenceran (dilusi) faktor koagulasi dan trombosit terjadi
pada transfusi masif. Fungsi trombosit cepat menurun selama penyimpanan darah
DIC dapat terjadi selama transfusi masif, walaupun hal ini lebih disebabkan
13
2.6.5 Hipotermia
untuk mencegahnya evaporasi panas dari tubuh pasien, dan penggunaan warming
2.6.6 Mikroagregat
Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap yang
sindrom tersebut.12
BAB III
KESIMPULAN
yang bisa berasal dari berbagai sumber ke dalam makhluk hidup. Transfusi darah
dapat bersifat menyelamatkan jiwa setelah terjadi perdarahan masif akibat terjadi
14
kronis seperti anemia. Perdarahan yang terjadi pada setiap prosedur pembedahan
Kehilangan darah dan hipovolemia dapat terjadi pada periode pasca operasi.
Pencegahan, deteksi dini dan perawatannya sangat penting untuk kesehatan pasien
dan mungkin mengurangi kebutuhan akan transfusi. Pada periode paska bedah,
terutama pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi darah, segera
transfusi darah pasca bedah yaitu untuk mengoreksi komponen darah yang belum
Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya
15