Anda di halaman 1dari 5

Gangguan konversi

Definisi
Gangguan konversi adalah gangguan pada fungsi yang tidak sesuai dengan konsep
anatomi dan fisiologi dari sistem saraf pusat dan tepi. Hal ini secara khas terjadi dengan adanya
stress dan memunculkan disfungsi berat.
Kumpulan gejala yang saat ini di sebut dengan gangguan konversi dengan gangguan
somatosasi,dikenal dengan sebutan hysteria reaksi konversi atau reaksi disosiatif.
Epidemiologi
Beberapa gejala –gejala konversi yang tidak cukup parah untuk dapat didiagnosis sebagai
gangguan konvers dapat terjadi pula pada 1/3 populasi umum pada suatu hari dalam hidupnya.
Satu komunikasi melaporkan insidens tahunan sebesar 22 per 100.000orang. beberapa penelitian
melaporkan terdapat 5% -15% kasus gangguan konversi pada konsultasi psikiatrik di rumah sakit
umum dan 25%-30% dari pasien yang di rawat di rumah sakit veteran (amerika) DSM-IV-TR
memberikan kisaran dari paling rendah 11 kasus sampai yang tertinggi 500 kasus gangguan
konversi per 100.00 populasi .
Rasio wanita disbanding pria 2:1 sampai 10 : 1. Pada anak-anak , anak perempuan juga lebih
tinggi angka kejadiannya di bandingkan ank laki-laki. Pria denan gangguan ini saring kali
mengalami kecelakaan kerja atau kecelakaan militer. Awitan gangguan konversi dapat terjadi
kapan pun, dari usia kanak-kanak sampai usia tua, namun yang tersering pada remaja dan dewasa
muda. Gangguan ini juga banyak terjadi pada populasi pendesaan,individudengan starata
pendidikan yang rendah, tingkat kecerdasan rendah,kelompok sosioekonomi rendah,dan anggota
militer yang pernah terpapar dengan situasi peperangan. Gangguan ini sering berkomorbiitas
dengan gangguan depresi,gangguan cemas , skizofrenia,dan frekuensinya meningkta pada
keluarga yang anggotanya menderita gangguan konversi.
Etiologi
1. Faktor psikodinamik
Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi di sebabkan oleh represi , konflik-konflik
intra psikik yang tak disadari dan konversi dari kecemasan kedalam gejala fisik. Konflik terjadi
antara dorongan instink (agresi atau seksual) melawan larangan untuk mengekspresi hal tersebut.
Pasien mendapat kesempatan mengekspresikan sebagai dorongan atau hasrat terlarang tsb lewat
gejala-gejala yang muncul namun tersamar , sehingga secara sadar pasien da[at mneghindar dari
konfrontasi terhadap implus terlarangnya . jadi, gejala pada konversi memiliki hubungan
simbolik dengan konflik yang tak disadari. Misalnya , veginismus melindungi pasien untuk tidak
mengekspresikan hasrat seksual yang terlarang. Gejala gangguan konversi juga memberi peluang
bagi pasien untuk mengatakan bahwa mereka membutuhkan perhatian dan penanganan khusu.
Gejala semacam itu berfungsi sebagai pemberitahuan secara nonverbal bahwa pasien memiliki
control dan manipulasi terhadap ornag lain.
Teori pembelajaran
Menurut conditioned learning theory , gejala konversi dapat di lihat sebagai perilaku
yang di pelajari secara klasik conditioning. Gejala-gejala penyakit yang dipelajari sejak masa
kanak, akan di gunakan sebagai coping dalam situasi yang tak disukainya.
Faktor Biologis
Pemeriksaan pencitraan otak menunjukkan adanya hipometabolisme di daerah hemisfer
dominan dan hemisfer metabolisme di hemisfer nondominan, yang berdampak pada
terganggunya komunikasi atar hemisfer sehingga menimbulkan gejala konversi.
Gejala dapat di sebabkan karena area kortikal terangsang berlebihan sehingga
menimbulkan umpan balik negative antar korteks serebral dan formasi retikuler batang otak.
Sebaliknya output kortikofungal yang meningkat akan menghambat kesadaran pasien akan
sensasi tubuh , yang menjelaskan mengapa pada pasien konversi terdapat deficit sensorik. Tes
neuropsikologis kadang-kadang menunujukkan gangguan serebral ringan dalam komunikasi ,
daya ingat, kewaspadaan, afek dan atensi pada pasien gangguan konversi.
Gambaran klinis
Gejala gangguan konversi yang paling sering muncul adalah paralisis,buta,dan mutisme.
Gangguan konversi sering kali berkaitan dengan gangguan kepribadiaan pasif-
agresif,dependen,antososial dan histrionic. Gejala depresi dan cemas sering menyertai gejala
gangguan konveri dan pasen-pasien ini berisiko inggi mengalami bunuh diri.
Gejala sensorik
Pada gangguan konversi gejala yang sering timbul adalah anetesi dan parestesi,terutama
pada ektremitas . semua modalitas sensorik dapat terkena, dan distribusinya tidak sesuai dengan
penyakit saraf pusat maupun tepi. Gejala yang khas misalnya anestesi kaus kaki pada, anestesi
sarung tangan ,atau hemianestesia dari tubuh yang bermua tepat di garis tengah tubuh.
Gejala gangguan konversi dapat melibatkan organ sensorik khusus dan menimbulkan
ketuliaan,kebutaan,dan pengelihatan terowongan (tunnel vision). Gejalanya dapat unilateral
maupun bilateral, namun evaluasi neurologis menunjukkan jaras sensorik yang intake. Pada
gangguan konversi dengan kebutaan , pasien berjalan tanpa menabrak atau mencederai diri,,pupil
bereaksi terhadap potensial kortikal juga normal.
Gejala Motorik
Gejala motor terdiri atas gerak abnormal, gangguan gaya berjalan kelemahan dan
paralisis. Mungkin terdapat tremor ritmik kasar , gerak koreoform,tik dan menghentak-hentak/
gerakan tersebut memburukbila pasien mendapat perhatian. Gangguan gaya berjalan yang
tampak pada gangguan konversi adalah astasia-abasia yaitu gerak batang tubuh berupa ataksia
hebat, terhuyung-huyung, kasar,tak beraturan dengan sentakan-sentakan, disertai gerak lengan
seperti membanting dan melambai. Pasien dengan gejala ini jarang jatuh dan kalaupun jatuh
tidak terluka.
Gangguan motor yang sering adaah paraslisis dan paresis yang mengenai satu,dua atau seluruh
anggota tubuh , meskipun demikan distribusi dari otot yang terlibat tak sesuai dengan jaras
persarafan. Refleks –refleks tetap normal. Tidak terdapat fasikulasi maupun atrofi otot, kecuali
setelah paralisis konversinya terjadinya setelah paalisis konversinya terjadi sudah lama.
Elektromiografi normal.
Gejala Bangkitan
Pseudo –seizures merupakan gejala yang mungkin didapat pada gangguan konversi.
Dokter yang merawat mungkin akan menemui kesulitan membandingkan pseudo-seizure dari
bangkitan yang sebenarnya bila hanya berdasarkan observasi klinis. Namun sekitar 1/3 pasien
dengan pseudo-seizure juga di sertai dengan gangguan epilepsi.pada pseudoseizure,pasien dapat
tergigit lidahnya,inkontinesia urin dan edera karena terjatuh,meskipun gejala ini jarang sekali di
temui. Refleks tercekik dan pupil tetap bertahan setelah pseudo-seizure dan tak terjadi
peningkatan konsentrasi prolaktin pasca bangkitan.
Gejala klinis lainnya
Beberapa gejala psikologis yang berkaitan dengan gangguan konversi :
 Keuntungan primer (primary gain)
Pasien memperoleh keuntungan primer dengan mempertahankan kondisi internal
di luar kesadarannya.Gejala memiliki nilai simbolik,yang mencerminkan konflik
psikologis di bawah sadar.
 Keuntungan sekunder (secondary gain)
Pasien akan memperoleh keuntungan nyata dengan menjadi sakit ,misalnya
dibebaskan dari kewajiban dalam situasi kehidupan yang sulit , mendapatkan dukungan
dari bimbingan yang dalam situasi normal tak akan didapatkannya , dapat mengkontrol
perilaku orang lain.
 La belle indifference
La belle indifference adalah sikap angkuh yang tak sesuai terhadap gejala yang
dialami. Pasien tampaknya tak peduli dengan hendaya berat yang di alaminya. Pada
beberapa pasien sikap acuh tak acuh mungkin kurang tampak. Sikap seperti ini bisa
didapat pada pasien yang menderita penyakit medis yang seriusyang menunuukkan sikap
tabah. Adanya atau tidak adanya La belle indifference bukan dasar penilaian yang akurat
untuk menegakkan gangguan konversi.

Identifikasi
Pasien dengan gangguan konversi sacara tak disadari meniru gejalanya dari
seseorang yang bermkna bagi dirinya.Misalnya,orangtua atau eseorang yang baru saja meninggal
menjadi model pasien untuk mengembangkan gejala konversi terutama selama reaksi berkabung
yang patologis.
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosispasti maka hal-hal dibawah ini harus ada :
(a) gambaran klinis yang di tentukan untuk masing-masing gangguan tercantum pada F44
(b) tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut
(c) bukti adanya penyebab psikologis,dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dengan
problem dan kejadian-kejadian yang “stressful” atau hubungan interpersonal yang terganggu
(meskipun hal tersebut di sangkal oleh penderita )

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Hampir semua gejala awal (90%-100%) dari pasien dengan gangguan konversi membaik
dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan. Sebanyak 75% pasien tidak pernah
mengalami gangguan ini lagi, namun 25% mengalami episode tambahan pada ssat mengalami
tekanan. Prognosis yang baik berkaitan dengan awitan yang mendadak, adanya stresor yang
bermakna, riwayat pramorbid baik, tak terdapat komorbid dengan gangguan medik, tak ada
proses hukum yang sedang berlangsung semakin lama gejala gangguan konversi berlangsung,
semakin buruk prognosisnya. Di kemudian hari sebanyak 25%-50% pasien akan mempunyai
gangguan neurologis atau kondisi medik nonpsikiatrik yang mempengaruhi sistem persarafan.
Oleh karena itu pasien dengan gangguan konversi harus dilakukan evaluasi medis dan neurologis
pada saat diagnosis ditegakkan.

TERAPI

Resolusi gejala gangguan konversi biasanya spontan. Pada pasien dengan gangguan ini
dapat dilakukan psiko suportif berorientasi tilikan atau tapi perilaku, bila pasien menolak
psikoterapi, maka dokter dapat menyarankan bahwa psikoterapi yang dilakukan akan difokuskan
pada masalah stres dan bagaimana mengatasinya.

Hipnosis, anticemas dan terapi sangat efektif dalam beberapa kasus. Pemberian
amobarbital atau lorazepam parenteral apat membantu memperoleh riwayat penyakit, terutama
ketika pasien baru saja mengalami peristiwa traumatik. Pendekatan psikodinamik misalnya
psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi tilikan, menuntun pasien memahami konflik ntrapsikik
an simbol dari gejala gangguan konversi. Psikoterapi jangka pendek juga dapat digunakan.
Semakin lama pasien semakin regresi, sehingga pengobatan akan semakin sulit.

Anda mungkin juga menyukai