Disusun Oleh :
(2010-83-002)
Pembimbing :
paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang
Prevalensi kejang non epilepsi psikogenik sekitar 2-33 kasus per 100.000
populasi. Sekitar 50-70% pasien didiagnosis epilepsi tidak mengalami kejang, dan
hanya 15% saja yang benar-benar epilepsi. KPNE terjadi lebih sering pada wanita
dibandingkan laki-laki, yakni sekitar 70% dari semua kasus. Kejang psikogenik bisa
terjadi pada remaja, anak-anak dan orang tua. Harus diperhatikan dalam
mendiagnosis kejang psikogenik terutama jika terjadi pada awal masa kanak-kanak
LAPORAN KASUS
kejang. Keluhan dialami 5 jam sebelum masuk RS sebanyak 2 kali, kurang lebih
selama 10 menit. Kejang seluruh badan. Menurut keluarga, pada saat kejang lengan
dan tungka pasien tegang, mata tertutup dan keluar busa dari mulut.kejang didahului
sesak napas dan nyeri kepala. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Nafsu makan
menurun, BAK dan BAB lancar normal. Pasien sering mengalami keluhan seperti ini.
1
Keluhan dialami kurang lebih sejak 28 tahun yang lalu berawal sejak penderita
tersebut, keluhan sering muncul jika penderita dalam keadaan stress atau emosi. Di
keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Pasien pernah berobat
ke dokter spesialis saraf dengan keluhan yang sama kurang lebih selama 4 tahun.
Pasien juga mengkonsumsi obat yang diberikan, namun pasien lupa nama obatnya.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan GCS E 4V5M6, tanda vital
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 30x/menit, dan suhu
37,4oC pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) pada
DISKUSI
paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang
berasal dari bagian psikologi (seperti emosional, stress). Episode non epilepsi
paroksismal dapat disebabkan oleh faktor organik atau psikogenik. Sinkop, migrain,
Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan contoh gejala kejang paroksismal non
epilepsi organik.1,2,3
2
Kejang non epilepsi psikogenik sering dikategori epilepsi, yang mana 20-30%
pasien tergolong kejang kambuhan. Prevalensi kejang non epilepsi psikogenik sekitar
2-33 kasus per 100.000 populasi. Sekitar 50-70% pasien didiagnosis epilepsi tidak
mengalami kejang, dan hanya 15% saja yang benar-benar epilepsi. Kebanyakan
terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, yakni sekitar 70% dari semua
kasus. KPNE berkaitan dengan gangguan konversi, yang secara khas muncul pada
dewasa muda. Kejang psikogenik bisa terjadi pada remaja, anak-anak dan orang tua.
Harus diperhatikan dalam mendiagnosis kejang psikogenik terutama jika terjadi pada
awal masa kanak-kanak atau usia tua. KPNE dapat terjadi pada kondisi kejiwaan
ketakutan.1,4,5
Pada kasus ini, Pasien perempuan (53 tahun), masuk RS dengan keluhan
kejang. Keluhan dialami 5 jam sebelum masuk RS sebanyak 2 kali, kurang lebih
selama 10 menit. Dimana kejang yang dialami oleh penderita sudah terjadi berulang
kali dan dialami kurang lebih sejak 28 tahun yang lalu (sejak menikah). Berdasarkan
autoanamnesis kejang ini terjadi saat penderita sedang stress atau emosi. Dimana
terjadi sakit kepala, sesak napas dan kemudian menjadi kejang. Berdasarkan teori
yang mengemukakan bahwa KPNE berasal dari bagian psikologi (seperti emosional,
stress). Adapun hal ini juga lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria, yaitu
sebanyak 70% dan terjadi pada usia dewasa muda atau orang tua. Hal ini sesuai
dengan dengan kasus yaitu dimana penderita merupakan seorang wanita dan keluhan
3
ini sudah dialami sejak menikah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS E 4M6V5
pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, gizi kurang, Tanda-tanda vital
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 78x/menit, pernapasan 30x/menit, suhu 37,6 oC.
Data yang terbatas menunjukkan bahwa gangguan konversi sering terjadi pada
keluarga individu dengan gangguan konversi. Gejala sering ditampilkan dari anggota
keluarga yang terkena dampak. Oleh karena itu, riwayat kondisi medis keluarga
masa kecil, ciri kepribadian patologis, dan penyakit fisik serta kecacatan dapat
berperan dalam perkembangan terjadi KPNE. Selain itu faktor pencetus terjadinya
KPNE juga dapat dikaitkan dengan adanya trauma atau stress sebelum terjadinya
KPNE. Stress psikologis dan fisik telah dilaporkan sebagai faktor pencetus karena
faktor-faktor ini harus dilihat dalam konteks kerentanan dan pengalaman pasien.2
adalah adanya riwayat trauma fisik yang dialami oleh penderita pada saat menikah.
Dimana sejak terjadi trauma tersebut penderita mulai mengalami keluhan seperti ini.
Sehingga, sampai saat ini disaat penderita dihadapi dengan keadaan yang memancing
emosi maka terjadilah serangan. Sesuai dengan teori diatas yang mengemukakan
bahwa faktor predisposisi yaitu seperti adanya pengalaman traumatik dan stress
dari perubahan listrik yang abnormal di otak, akan tetapi merupakan manifestasi fisik
kejang Seperti resisten dengan obat antiepilepsi, sekitar 80% pasien KPNE
mengurangi frekuensi kejang. Faktor pemicu seperti stress atau perasaan kecewa
umumnya mengarah kearah KPNE. Faktor pemicu lainnya yang mengarah ke KPNE
seperti nyeri, gerakan tertentu, suara dan tipe cahaya tertentu khususnya jika hal-hal
Riwayat medis berupa kondisi psikogenik seperti fibromialgia, nyeri kronis dan
psikiatri dicurigai mengarah ke KPNE. Riwayat trauma atau kekerasan seksual juga
penting dalam psikopatologi kejang psikogenik dan gejala psikogenik secara umum.
Temuan fisik dan neurologis biasanya normal namun pemeriksaan dapat juga
menemukan gambaran yang sugestif seperti perilaku dramatis, kelemahan, dan suara
yang lemah atau terbata-bata. Gambaran psikologis yang sugestif untuk episode
5
psikogenik termasuk ansietas, depresi, afek yang tidak sesuai atau kurangnya
keluarga.1
KPNE.1
6
Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan Gula
Darah Sewaktu (GDS) pada penderita didapatkan 110 gr/dl sehingga dapat
ansietas dan depresi. Sertraline hingga dosis maksimum 200 mg, dapat menurunkan
angka kejadian kejang psikogenik non epilepsi (KPNE) sebesar 50%. Selain sebagai
terapi depresi dan ansietas, dalam uji klinis Serotonin Selective Reuptake Inhibitors
somatoform dan gangguan kepribadian ini terjadi sebagai gangguan penyerta pada
kejang psikogenik non epilepsi sehingga SSRIs menjadi obat yang potensial.
Hipotesisnya adalah bahwa mengatasi gejala depresi, ansietas, dan impulsivitas yang
Pada kasus ini, pada saat di UGD penderita diberikan O 2 3 lpm melalui nasal
kanul, infus RL 20 tpm, diazepam ampul/IV dibolus pelan bila kejang, ketorolak 3
x 30 mg/IV. Berlandaskan teori untuk penanganan terhadap penyakit ini pada tahap
awal biasanya diberikan terapi berdasarkan gejala fisik yang dialami. Pada saat
fisiknya yaitu diazepam untuk menangani kejang, ketorolak untuk nyeri kepala, serta
7
Selain penanganan berdasarkan gejala, penderita juga dilakukan penanganan
perasaan gelisah dan tegang yang dialami akan berkurang, dan courage 20 mg yang
merupakan obat antidepresan. Pengobatan yang diberikan ini sesuai dengan teori
pada usia muda, episode nondramatik, dan sedikit keluhan somatoform, dengan skor
disosial yang rendah pada dimensi kepribadian high order (seperti hambatan,
emosional, tidak stabil, dan mudah terangsang). Pasien dengan kejang katatonik
8
KESIMPULAN
paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang
Kasus ini didapatkan, pasien perempuan (53 tahun), masuk RS dengan keluhan
kejang. Keluhan dialami 5 jam sebelum masuk RS sebanyak 2 kali, kurang lebih
selama 10 menit. Kejang seluruh badan. Menurut keluarga, pada saat kejang lengan
dan tungka pasien tegang, mata tertutup dan keluar busa dari mulut.kejang didahului
sesak napas dan nyeri kepala. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan GCS E 4V5M6, tanda vital
Epilepsi. Dimana keluhan kejang yang dialami pasien ini terprovokasi oleh keadaan
stress atau emosi. Keluhan ini sudah sering dialami dan dengan faktor risiko yang
sama. Selain itu, tidak terdapat kelainan dari hasil laboratorium pada pemeriksaan
GDS yang mengarah pada diagnosis banding berupa gangguan kesadaran karena
hipoglikemia.
9
Berlandaskan teori, kasus seperti ini selain diberikan terapi fisik, hal terpenting
yaitu diberikan terapi secara psikologis. Hal ini dikarenakan pemicu dari timbulnya
gejala yaitu faktor stress yang dialami oleh penderita, serta diberikan obat anti
10
DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/1184694
management. [homepage on the internet]. 2014 Jan [cited 2016 Jan 04].
http://www.actasespanolasdepsiquiatria.es/repositorio/13/71/ENG/13-71-ENG-
191-195-191772.pdf
http://www.epilepsy.com/article/2014/3/3truth-about-psychogenic-nonepileptic-
seizures
[homepage on the internet]. 2010 June 15 [cited 2016 Jan 04]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2905892
11
6. Epilepsy queensland inc. Psychogenic Non-epileptic Seizures. [homepage on the
http://www.epilepsyqueensland.com.au/psychogenic-non-epileptic-seizures
on the internet. 2010 Oct 14 [cited 2016 Jan 06]. Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/730502
8. LaFrance WC, Keitner GI, Papandonatos GD, Blum AS, Machan JT, Ryan CE, et
seizures. [homepage on the internet]. 2010 Sept 28 [cited 2016 Jan 04]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3013487
learned since the beginning of the millennium?. [homepage on the internet]. 2012
http://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/10579237/3523560.pdf?sequence=1
10. Bodde NMG, Brooks JL, Baker GA, Boon PAJM, Hendriksen JGM, Mulder OG,
prognostic issues: A critical review. [homepage on the internet]. 2009 Oct [cited
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1059131109001289
12