Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
LATAR BELAKANG
Trauma kapitis atau cedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap
kepala, baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis baik temporer maupun permanen. Cedera kepala lebih sering
dialami kelompok usia produktif (terutama usia 15-24 tahun) dan usia lanjut (>65
tahun) (Tanto et al., 2014). Diperkirakan dari 1,7 juta orang di Amerika Serikat
mengalami cedera kepala akibat trauma setiap tahunnya, dengan setidaknya
52.000 orang di meninggal karenanya. Cedera kepala mempunyai dampak
emosi, psikososial dan ekonomi yang cukup besar (PERDOSSI, 2008). Cedera
kepala dapat menimbulkan berbagai sequelae jangka pendek maupun jangka
panjang diantaranya meliputi gangguan kognitif, behavioral dan keterbatasan
fisik (Kreutzer, 2003 ). Tingkat keparahan cedera kepala dapat ringan, yaitu
adanya perubahan singkat dalam status mental atau kesadaran, hingga berat
yang ditandai dengan periode tidak sadar yang memanjang atau amnesia paska
trauma (Faul et al., 2010).
Amnesia paska trauma atau yang dikenal dengan Post Traumatic
Amnesia (PTA) merupakan marker yang sensitif untuk menentukan tingkat
keparahan cedera kepala (Brown, 2005). Orang yang menderita Amnesia paska
trauma akan mengalami ketidakmampuan untuk menetapkan memori baru
ataupun memproses dan mengambil

informasi baru. Amnesia paska trauma

juga dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan mental yang dikarakteristikkan


oleh disorientasi, gangguan atensi, gagal mengingat kejadian dari hari ke hari,
ilusi, dan salah dalam mengenali keluarga, teman dan juga staf medis (Kneafsey
R., 2004). Amnesia paska trauma biasanya terdiri dari amnesia anterograd, yaitu
ketidakmampuan untuk mengingat kejadian yang terjadi setelah cedera, dan
amnesia retrograd, yaitu ketidakmampuan untuk mengingat kejadian yang terjadi
sebelum cedera. Amnesia paska trauma dapat berlangsung dalam hitungan jam,
hari, minggu bahkan lebih (Tanto et al., 2014). Sehingga, dibutuhkan
pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tepat dalam menangani masalah ini .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1
DEFINISI DAN DESKRIPSI
2.1.1 Ingatan (Memory)
Ingatan adalah kemampuan otak untuk menerima, menyimpan,
dan mereproduksikan apa yang telah dipelajari atau dialami. Dalam
proses mengingat informasi terdapat 3 tahapan yaitu memasukkan
informasi (encoding), penyimpanan (storage) dan mengingat (retrieval
stage) (Tanto et al., 2014) . Ingatan dibagi menjadi dua kategori yaitu
ingatan eksplisit dan implisit. Ingatan eksplisit (deklaratif) adalah ingatan
yang diperoleh melalui suatu maksud tertentu, sedangkan ingatan implisit
(non deklaratif) adalah ingatan yang dicapai secara otomatis. Selain itu,
ingatan juga dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu memori primer (short
term memory/ memori jangka pendek) dan memori sekunder (long term
2.1.2

memory /memori jangka panjang) (Duus, 2012).


Gangguan Amnestik (Amnesia)
Gangguan amnestik (amnesia) sering dijumpai pada pasien yang
mengalami cedera kepala. Amnesia adalah suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan atau gangguan daya ingat yang bersifat parsial maupun
lengkap. Amnesia dapat berupa amnesia anterograd di mana pasien tidak
dapat mengingat apapun yang terjadi setelah munculnya amnesia,
ataupun amnesia retrograd di mana pasien tidak mampu mengingat

2.1.3

kembali masa lalu yang sebelumnya diingat (Gill, 2007).


Trauma Kapitis
Trauma kapitis atau cedera kepala merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen (Tanto et al.,
2014)

Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama

trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu


lintas sebanyak 20%, kecelakaan secara umum 19%, kekerasan 11%.
Cedera kepala dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau cedera
pada otak. Cedera otak dapat dibedakan menjadi cedera otak primer dan
sekunder. Kerusakan primer merupakan kerusakan otak yang timbul saat
cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan
deformitas jaringan (Sastrodiningrat, 2007). Kerusakan ini dapat bersifat

fokal atau difus. Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul
sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh
hipoksia, iskemik, pembengkakkan otak dan peningkatan TIK (Japardi,
2002)
Cedera

kepala

dapat

dibedakan

berdasarkan

derajat

kesadarannya serta berdasarkan klinis. Berdasarkan derajat kesadaran,


cedera kepala dibagi menjadi (Konsensus nasional, 2006)
Cedera kepala ringan, ditandai dengan:
o GCS 13-15
o Tidak didapatkan kelainan pada CT scan otak
o Tidak memerlukan tindakan operasi
o Tidak ada hilang kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari
o

10 menit
Keluhan pusing, sakit kepala, muntah, amnesia retrograde
dan

tidak

ditemukan

kelainan

pada

pemeriksaan

neurologis
Cedera kepala sedang, ditandai dengan:
o GCS 9-12
o Ditemukan kelainan pada CT Scan otak
o Kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit
o Keluhan sakit kepala, muntah, kejang, dan amnesia
retrograd. Pemeriksaan neurologis didapatkan kelumpuhan

saraf dan anggota gerak.


o Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
Cedera kepala berat
o GCS<9
o Terjadi penurunan kesadaran secara progresif
o Gejalanya serupa dengan cedera kepala sedang hanya
dalam tingkat yang lebih berat

Berdasarkan klinis, trauma kapitis dibagi menjadi:

Komosio serebri (Gegar otak) (Markam, 2002)


Komosio serebri adalah keadaan di mana penderita
setelah mendapat trauma kapitis mengalami kesadaran yang
menurun sejenak. Gejala yang dapat dilihat adalah:
o Penderita tidak sadar sejenak, kurang lebih 10 menit
o Wajah pucat
o Kadang disertai dengan muntah

Tidak ada Amnesia paska Trauma atau Post Traumatic

Amnesia (PTA)
Kontusio serebri (Memar otak) (Sjahrir, 2004)
Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan interstisial
nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan

2.1.4

dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap.


Amnesia Paska Trauma
Amnesia Paska Trauma atau Post Traumatic Amnesia (PTA)
adalah salah satu gangguan memori yang biasanya terjadi paska trauma
kapitis. Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis ringan atau
sedang, pulih setelah beberapa minggu sampai dengan bulan tanpa
terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan terus mengalami
sequele

setelah

periode

ini

(Baddeley,2004),

yang

mengganggu

pekerjaan atau aktivitas sosial. PTA dipertimbangkan sebagai suatu


marker yang sensitif untuk tingkat keparahan trauma kapitis dan sebagai
suatu prediktor outcome yang berguna (Feinstein,2002).
Amnesia paska trauma didefinisikan oleh Russel dan Smith
sebagai periode setelah trauma kapitis di mana informasi tentang
kejadian yang berlangsung tidak tersimpan (Levin, 1997). Russel dan
Smith kemudian memperhalus konsep amnesia paska trauma untuk
memfokuskan pada gangguan penyimpanan informasi kejadian yang
berlangsung. Russel dan Smith telah membuat suatu taksonomi
keparahan trauma kapitis berdasarkan amnesia paska trauma sebagai
berikut :

Kategori Keparahan
Trauma Kapitis
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat

GCS
13-15
9-12
3-8
-

Durasi PTA
< 1 jam
1 24 jam
1 - 7 hari
> 7 hari

Pada keadaan akut trauma kapitis maka gangguan memori


mempunyai peranan penting. Amnesia paska trauma dapat meliputi
kejadian sebelum trauma (retrograde amnesia) atau setelah trauma
(anterograd amnesia). Lamanya amnesia dapat digunakan sebagi

patokan akan luas lesi yang terjadi di otak. Pasien umumnya hanya
terganggu memorinya tanpa kehilangan fungsi yang lainnya.
Dalam istilah neuropsikiologi kognitif, amnesia paska trauma
adalah suatu gangguan pada memori episodik yang digambarkan sebagai
ketidakmampuan pasien untuk menyimpan informasi kejadian yang terjadi
dalam

konteks

temporospatial

yang

spesifik.

Akan

tetapi,

fase

penyembuhan dini setelah gangguan kesadaran juga dikarakteristikkan


oleh gangguan atensi dan perubahan behavioral yang bervariasi dari
mulai letargi sampai agitasi. Amnesia paska trauma dikarakteristikkan
oleh adanya disorientasi, gangguan atensi, kegagalan memori kejadian
dari hari ke hari, ilusi, dan salah dalam mengenali keluarga, teman,
ataupun staf medis (Rosenbaum,2006).
2.2

PATOFISIOLOGI AMNESIA PASKA TRAUMA


Dasar patologi amnesia paska trauma masih tidak jelas, meskipun
korelasinya terhadap MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal
dari hemisfer dibanding dengan diencephalic. Memori dan new learning
dipercaya melibatkan korteks serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal
formation (gyrus dentatus, hipokampus, gyrus parahippocampal), dan
diensefalon, terutama bagian medial dari dorsomedial dan adjacent
mideline nuclei of thalamus (Cantu,2001). Sebagai tambahan, lesi pada
lobus frontalis juga dapat menyebabkan perubahan pada behaviour,
termasuk

iritabilitas,

aggresiveness,

dan

hilangnya

inhibisi

dan

judgement. Sekarang ini, telah didapati bukti adanya keterlibatan lobus


frontalis kanan pada atensi (Mardjono,2003).
Trauma kapitis dapat bersifat primer ataupun sekunder. Cedera
primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak
kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari
tengkorak dan otak. Akan tetapi, faktor yang paling penting pada cedera
otak adalah shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan
berulang terhadap otak segera setalah trauma kapitis. Jika tekanan
shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson menjadi lebih
banyak, durasi hilangnya kesadaran menjadi lebih panjang dan
penyembuhan melambat. Dalam praktek, gambaran klinisnya adalah
koma yang diikuti oleh PTA. Oleh karena itu tingkat keparahan trauma
kapitis tertutup dapat dinilai dengan durasi koma dan PTA (Gillroy,2000).

2.3

KLASIFIKASI AMNESIA PASKA TRAUMA


Amnesia paska trauma dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang
pertama adalah retrograd, yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw,
sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat
kejadian yang telah terjadi dalam waktu sesaat sebelum trauma kapitis.
Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif.
Tipe yang kedua dari PTA adalah amnesia anterograd yang
merupakan suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah
kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang
tidak akurat. Memori anterograd merupakan fungsi terakhir yang paling
sering kembali setelah sembuh dari hilangnya kesadaran (Cantu,2001).
Amnesia anterograd dan retrograd mengenai periode waktu yang
bervariasi setelah dan sebelum cedera, dan dapat pula inkomplit,
menyisakan yang disebut dengan pulau memori di antara jeda memori
amnestik. Orang yang mengalami amnesia retrograd biasanya memiliki
kemampuan memanggil (recall) kejadian yang sangat lama dengan lebih
baik (Duus,2012).

2.4 GEJALA KLINIS AMNESIA PASKA TRAUMA


Gejala utama ditandai dengan

ketidakmampuan

untuk

mempelajari informasi baru atau gangguan pada kemampuan untuk


mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingatnya. Gejala tersebut
harus menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi sosial
dan pekerjaannya. Pada trauma kepala onset gejala biasanya mendadak.
2.5 INSTRUMEN PEMERIKSAAN AMNESIA PASKA TRAUMA
2.5.1

Galveston Orientation and Amnesia Test (GOAT)


Di antara beberapa penilaian PTA yang tersedia sekarang,
Galveston Orientation and Amnesia Test (GOAT) merupakan yang paling
banyak digunakan. Tes ini dapat diberikan beberapa kali dalam sehari,
meskipun pada hari yang berturut-turut. Sehingga dapat dibuat grafik
untuk menggambarkan kapasitas dari mulai waktu tertentu sampai
orientasi total tercapai. Jika dari hasil tes didapatkan skor lebih dari 78

pada tiga kali tes berturut-turut maka dapat diindikasikan out of PTA
(Nathan et al., 2007)

2.5.2

Neurobehavioral Rating Scale (NRS)


NRS

awalnya

dikembangkan

untuk

memeriksa

perubahan

perilaku akibat trauma. Tes ini terdiri dari wawancara yang berstruktur
yang menitikberatkan pada laporan pasien sendiri terhadap gejala, selfappraisal, planning, dan beberapa aspek tertentu dari fungsi kognitif,
meliputi

orientasi,

memori,

reasoning,

dan

atensi.

Pemeriksa

mengevaluasi respon spesifik dan penggabungan dengan observasi


behavioral untuk menentukan level tiap-tiap 27 subskala, dengan memilih
1 dari 7 tingkatan, berkisar dari 1= tidak ada sampai dengan 7=sangat

berat. Total skor dari NRS merupakan penjumlahan dari skor 27 subskala.
Pemeriksaan NRS memiliki korelasi baik terhadap tingkatan keparahan
trauma maupun tingkat kronisitas dari trauma kapitis (Masur,2004).

KUISIONER : NEUROBEHAVIORAL RATING SCLAE (NRS)


Dari setiap pertanyaan di bawah ini, pilih salah satu yang paling sesuai
dari 7 pilihan berikut :
1= Tidak dijumpai 2= Sangat ringan 3= Ringan 4= Sedang
5= Sedang/Berat 6= Berat

7= Sangat Berat

1. Tidak perhatian / penurunan kesadaran


Tidak dapat mempertahankan perhatian, mudah terpecah
perhatian, tidak dapat memperhatikan lingkungan sekitar,
kesulitan mengarahkan perhatian, penurunan kesadaran.
2. Gejala Fisik
Keluhan yang disadari atau menerangkan gejala fisik dan
mengenai kesehatan jasmani secara umum.
3. Gangguan orientasi
Kebingungan atau kurangnya pengenalan untuk orang, tempat
dan waktu.
4. Ansietas
Kekhawatiran, ketakutan, kepedulian yang berlebihan terhadap
masa sekarang atau masa depan
5. Kurangnya ekspresi
Gangguan dalam menemukan kata-kata, kesukaran menamai
benda, berhenti dalam obrolan, pembicaraan yang penuh usaha,
dan tanpa tata bahasa, terpotong pembicaraan.
6. Kemunduran emosi
Kurangnya interaksi spontan, mengurung
berhubungan dengan orang-orang lain

diri,

kurangnya

7. Gangguan konsepsual
Bingung dalam proses pikir, tidak nyambung, disorientasi,
gangguan komunikasi sosial, preservasi
8. Disinhibisi
Komentar dan atau tindakan sosial yang tidak tepat, atau tidak
sesuai dengan situasi, gejolak amarah.
9. Rasa bersalah
Menyalahkan diri sendiri, rasa malu, menyalahkan tindakan di
masa lampau
10. Defisit memori
Kesulitan untuk mempelajari informasi baru, cepat melupakn
kejadian yang baru saja terjadi.
11. Agitasi
Manifestasi gerakan dari aktifitas yang berlebihan
12. Tilikan yang akurat
Pendapat pribadi yang berlebihan, penilaian diri sendiri yang tidak
sesuai dengan penilaian dari pemeriksa dan keluarga
13. Mood depresive
Kesedihan, murung dan pesimis
14. Sikap permusuhan / tidak kooperatif
Rasa permusuhan, mudah tersinggung,
meremehkan, melawan yang tidak berwenang.

suka

berkelahi,

15. Penurunan inisiatif


Kurangnya inisiatif normal pada pekerjaan normal atau waktu
luang, tidak dapat menyelesaikan tugas, enggan menerima
tantangan baru
16. Kecurigaan

10

Tidak percaya, menganggap bahwa orang lain mempunyai


maksud jahat dan tujuan diskriminasi
17. Cepat lelah
Cepat merasa lelah saat melakukan tugas kognitif atau kegiatan
kompleks
18. Tingkah laku halusinasi
Persepsi tanpa rangsangan normal dari luar
19. Kemunduran motorik
Gerakan atau berbicara yang melambat
20. Isi pikiran yang tidak biasa
Isi pikiran yang tidak lazim, aneh, ganjil
21. Afek tumpul
Nada emosi yang menurun, penurunan intensitas perasaan, datar.
22. Kegairahan
Nada emosional yang berlebihan, peningkatan reaktifitas
23. Rencana yang tidak baik
Cita-cita yang tidak realistis, rencana yang tidak baik untuk masa
depan, tidak dapat menyadari kekurangan
24. Mood yang labil
Perubahan yang mendadak dari mood yang tidak sesuai dengan
situasi
25. Ketegangan
Ekspresi tubuh dan wajah yang tegang, tanpa adanya keperluan
untuk beraktifitas berlebihan dari anggota gerak
26. Kekurangan pemahaman
Kesulitan untuk mengerti instruksi pada perintah tunggal dan

11

tahap banyak
27. Gangguan artikulasi bicara
Gangguan artikulasi, berubahnya bunyi yang mempengaruhi
kecerdasan
TOTAL SKOR :

2.5.3

Westmead PTA Scale (WPTAS)


Pada WPTAS terdapat beberapa pertanyaan, yang terdiri dari 7
pertanyaan orientasi dan 5 pertanyaan memori, yang disusun secara
objektif untuk menilai periode PTA. Seseorang dikatakan out of PTA
jika dapat mencapai nilai sempurna saat pemeriksaan selama 3 hari
berturut-turut (Marosszeky et al., 1997)

1. How old are you?


2. What is your date of birth?
3. What month are we in?
4. What time of day is it? (morning, afternoon,
night)
5. What day of the week is it?
6. What year are we in?
7. What is the name of this place?
8. Have you seen my face before?
9. What is my name?

12

10. What were the 3 pictures that i showed you

yesterday?
2.5.4

Rancho Los Amigos Scale


Rancho Los Amigos Scale digunakan untuk menggambarkan
tahap awal perbaikan fungsi kognitif

Level I No response
Appears to be in a deep sleep
Unresponsive to any stimulation
Level II Generalized Response
Reacts inconsistently and nonpurposefully tostimulation
Delayed and limited responses
Responses may include change of heart rate, pulse, respiration, body
movements or vocal sounds
Level III Localized Response

13

Inconsistent responses but more purposeful behavior-examples include


turning head toward a sound, focusing on an object
Follows simple commands
Pulls away from pain
Responds to familiar persons
Level IV Confused-Agitated
Is in heightened state of activity
Severely decreased ability to understand information
Detached from surroundings
Reacts in a highly emotional, spontaneous, nonintentional manner
Bizarre behavior
Restless, thrashes about, shows sensitivity to movement, light, & noise
Inappropriate verbal expressions, may confabulate
This stage of recovery is alarming to families but is actually a positive
change. It signals a shift from no responsiveness to uncontrolled
responsiveness.
Level V Confused-Inappropriate
Less agitation
Remains confused and disoriented
Severe short term memory loss
Communicates at a simple level
Verbal expression is often inappropriate and marked by confabulation
May wander
Requires assistance to initiate activity including ADLs
Becomes agitated when challenged by complex tasks
Level VI Confused-Appropriate
Shows goal directed behavior
Dependent on structure and direction from others for initiating activity
such as ADLs
Oriented to time and place
Does not wander
Improved ability to attend to tasks
Increased appropriate verbal interactions
Confused in unfamiliar settings
Delayed responses

14

Level VII Automatic-Appropriate


Performs routine, self-care tasks with minimal confusion
Oriented to place and time
Poor recall of daily events
Impaired judgment, reasoning and planning abilities
Poor initiation
Inappropriate social behaviors
Limited insight and safety awareness
May require constant supervision
Level VIII Purposeful-Appropriate: Stand-by Assistance
Fully oriented
Recalls past and recent events
Learns new information, including compensatory strategies
Reasons and problem solves in less familiar settings
May require supervision or assistance in complex tasks
Depression may be noted as awareness of abilities/ limitations increases
Level IX Purposeful-Appropriate: Stand-by Assistance on Request
Independently shifts between tasks and completes them accurately
Uses compensatory strategies for cognitive impairments
Initiates and completes familiar tasks with assistance when requested
Is aware and acknowledges injury related impairments but requires
stand-by assistance to anticipate a problem before it occurs
May have low frustration tolerance
Self-monitors appropriateness of social
interaction with stand-by assistance.
Level X Purposeful, Appropriate: Modified Independent
Handles multiple tasks simultaneously
Maintains own assistive memory devices
Initiates and completes familiar and unfamiliar tasks but may require
more than usual time
Anticipates impact of injury related difficulties on ability to complete tasks
Aware of consequences of action and decisions
Recognizes the needs and feelings of others
Periodic periods of depression may occur

15

May become irritable or frustrated when sick, fatigued or under


emotional stress
Social interaction consistenly appropriate
2.6 PENATALAKSANAAN AMNESIA PASKA TRAUMA
Secara umum, pasien paska trauma harus dikenalkan pada
lingkungan yang familiar dengan menggunakan benda atau gambar,
lingkungan juga harus tenang. Pasien tidak boleh dibiarkan terstimulasi
secara berlebihan (Wartenberg,2007). Yang dimaksud dengan stimulus
adalah semua yang dapat dilihat, didengar, atau dirasakan yang dapat
membuat pasien berpikir. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya:
menghindari televisi, radio, telpon serta meminimalkan kebisingan. Selain
penatalaksaan secara umum, edukasi terhadap keluarga juga perlu
dilakukan. Edukasi yang dimaksud (Trevor Powell,2010) adalah :
Setiap perilaku menantang mungkin dikarenakan efek dari cedera

dan tidak boleh ditanggapi secara personal


Stimulasi terlalu banyak pada PTA dapat meningkatkan tingkat
kebingungan dan penderitaan pada orang tersebut. Penting bagi
keluarga untuk menjaga kegiatan di sekitar individu. Sebaiknya
pasien dengan PTA menghindari untuk bertemu dengan banyak
orang yang mengakibatkan terlalu banyak informasi yang digali

sekaligus untuk menghindari kebingungan pada pasien.


Penderita PTA kurang memiliki kapasitas belajar, karena itu
sebaiknya kerika berinteraksi dengan pasien menggunakan
percakapan dan instruksi yang sederhana dan sebaiknya bisa
berbicara dengan cara yang tenang dan meyakinkan.

2.6.1

Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT)


Pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu
pasien diminta untuk menggambarkan ketiga gambar itu. Jika pasien
tidak bisa mengingat maka pasien diminta untuk mengulang sebanyak

2.6.2

tiga kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit menggambarkannya.


Word Recall Task (WRT)
Pasien diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata
setelah diberikan pengarahan. Jika pasien tidak dapat mengulangnya
maka pemeriksa membantu mengingatnya sampai bisa.

16

17

Gumm et al., 2014

18

Gumm et al., 2014

19

2.7

PROGNOSIS POST TRAUMATIC AMNESIA (PTA)


PTA yang berlangsung kurang dari 14 hari adalah prediktif dari
good recovery, sedangkan PTA yang berlangsung lebih dari 14 hari
adalah prediktif untuk disabilitas sedang sampai berat. 71% PTA yang
kurang dari 7 hari telah kembali bekerja dalam waktu 6 bulan setelah
cedera kepala, sedangkan pada PTA yang lebih dari 7 hari, hanya 27%
yang dapat kembali bekerja (Levin,1197)

20

BAB III
RINGKASAN
Amnesia paska trauma atau Post Traumatic Amnesia (PTA) merupakan
gangguan memori yang biasanya terjadi setelah adanya trauma kapitis/cedera
kepala. Trauma kapitis dapat menyebabkan terjadinya cedera otak sehingga
terjadi shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan berulang terhadap
otak. Jika tekanan shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson
menjadi lebih banyak, durasi hilangnya kesadaran menjadi lebih panjang dan
penyembuhan melambat. amnesia paska trauma dapat diklasifikasikan menjadi 2
tipe, yaitu amnesia retrograd, yaitu hilangnya kemampuan secara total atau
parsial untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam waktu sesaat sebelum
trauma kapitis, dan amnesia anterograd, yaitu suatu defisit dalam membentuk
memori baru setelah trauma yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi
yang tidak akurat.
Pemeriksaan amnesia paska trauma dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu pertama, Galveston Orientation and Amnesia Test (GOAT), pada
pemeriksaan ini terdapat beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan. Jika dari
hasil pemeriksaan didapatkan skor lebih dari 78 pada tiga kali tes berturut-turut
maka dapat diindikasikan out of PTA. Kedua, Neurobehavioral Rating Scale
(NRS), tes ini terdiri dari suatu wawancara yang berstruktur yang menitikberatkan
pada laporan pasien sendiri terhadap gejala, self-appraisal, planning, dan
beberapa aspek tertentu dari fungsi kognitif, meliputi orientasi, memori,
reasoning, dan atensi.Ketiga, Westmead PTA Scale (WPTAS), terdapat
beberapa pertanyaan, yang terdiri dari 7 pertanyaan orientasi dan 5 pertanyaan
memori, yang disusun secara objektif

untuk menilai periode amnesia paska

trauma. Dan yang terakhir adalah Rancho Los Amigos Scale untuk menilai level
fungsi kognitif.
Penatalaksanaan amnesia paska trauma meliputi penatalaksanaan
umum, yaitu pasien paska trauma harus dikenalkan pada lingkungan yang
familiar dengan menggunakan benda atau gambar, lingkungan juga harus tenang
tidak boleh dibiarkan terstimulasi secara berlebihan. Edukasi terhadap keluarga
pasien juga perlu diberikan terkait dengan penatalaksanaan PTA. Selain itu,
dapat dilakukan Picture Recall (PRL) and Picture RecognitionTask (PRT) yaitu
pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu menggambarkan
ketiga gambar itu, langkah lainnya dengan Word Recall Task (WRT) yaitu pasien

21

diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata setelah diberikan


pengarahan. Prognosis amnesia paska trauma dapat dikatakan baik jika waktu
berlangsungnya kurang dari 14 hari.

22

DAFTAR PUSTAKA
Baddeley, A. 2004. The Essential Handbook of Memory Disorder for Clinicians.
York : John Willey : Sons Publishing Limited
Baehr, M. & Frotscher, M. 2012. Diagnosis Topik Neurologi Duus. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brown. Clinical Elements that Predict Outcome After Cederatic Brain Injury,
Journal of Neurocedera 2005: 1040-1051.
Cantu, R.C. 2001. Posttraumatic Retrograde and Anterograde Amnesia :
Pathophysiologi and Implication in Grading and Safe Return to Play,
Journal of Athietic Training. 36:244-248
Feinstein, A. 2002. Posttraumatic Amnesia and Recall of a Traumatic Event
Following Traumatic Brain Injury, Journal of Neuropsychiatry and
Clinical Neurosciences. 14:25-30
Gill. 2007. Hughes Outline of Modern Psychiatry. York : John Willey and Sons
Publishing Limited
Gillroy, J. 2000. Basic Neurology. New York : 3rd ed McGraw-Hill
Japradi, I. 2002. Cedera Kepala. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Kelompok
Gramedia
Kneafsey R., Gawthorpe D. Head Injury: LongTerm Consequences for Patients
and Families and Implications for Nurses, Journal of Clinical Nursing
2004 13(5): 601-608
Konsensus nasional. 2006. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
Kreutzer. 2003. Moderating Factors Return to Work and Job Stability after
Cederatic Brain Injury, Journal of Head Cedera Rehabilitation 2003:
128-138
Levin, H.S. 1997. Memory Dysfunction After Head Injury. In : Feinberg. T.E. Farah
M.J. (eds). Behavioral Neurology and Neuropsychology. Pp. 479-88.
McGraw-Hill Companies. United States of America.
Mardjono M. Sidartha P. Mekanisme Trauma Susunan Saraf. Neurologi Klinis
Dasar ed 9, Jakarta : Dian Rakyat, 2003: 249-260
Markom,S. 2002 .Penuntun Neurologi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Masur, H. 2004. Scales and Score in Neurology : Quantification of Neurological
Deficits in Research and Practice.pp 267-69. Theme New York
Rosenbaum, J. 2006. Psychiatric Clinical Skills. Philadelphia : Elsovler Mosby.
230
Sastrodiningrat A.G. 2007. Pemahaman Indikator Dini Dalam Menemukan
Prognosa Cedera Kepala Berat. USU: Medan
Sjahrir, H. 2004. Ilmu Penyakit Saraf. Neurologi Khusus. USU : Medan
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, E.A. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius
Trevor Powell. 2006. Head Injury a Practical Guide. www.headway.org.uk.
Diakse tanggal 5 Juni 2015 pukul 12.30
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2008. Konsensus
Nasional Penanganan Cedera Kapitis dan Cedera Spinal. Jakarta :
Perdossi
Faul M, Xu L, Wald MM, Coronado VG. 2010. Traumatic Brain Injury in the
United States: EmergencyDepartment Visits, Hospitalizations and
Deaths 20022006. Atlanta (GA): Centers for Disease Control and
Prevention,National Center for Injury Prevention and Control.

23

Nathan Zasler; Douglas Katz, MD; Ross D. Zafonte. 2007. Brain Injury Medicine:
Principles and Practice. Demos Medical Publishing.
Marosszeky, N.E.V., Ryan, L., Shores, E.A., Batchelor, J. & Marosszeky, J.E.
1997. The PTA Protocol: Guidelines for using the Westmead PostTraumatic Amnesia (PTA) Scale. Sydney: Wild & Wooley.
Gumm K., Liersch K., Carey L. 2014. TRAUMA SERVICE GUIDELINES:
Post Traumatic Amnesia Screening and Management. The Royal
Melbourne Hospital.
Wartenberg.K.E.2007. Trauma In : Brust J.C.M (ed). Current Diagnosis and
Treatment in Neurology. Pp 175-90. McGraw-Hill Companies. Inc. United
States of America

Anda mungkin juga menyukai