Anda di halaman 1dari 169

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA TUMBUHAN

Semster :
Ganjil 2018

Oleh :
Setya Arganto
AiD017179/10
PJ Asisten : Nisrina Nur Athiroh

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH GENETIKA TUMBUHAN

Oleh :
Setya Arganto
A1D017179

Diterima dan disetujui


Tanggal : 22 Desember 2018

Asisten Praktikum,

Nisrina Nur Athiroh


NIM. A1D016020
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

karunia-Nya, sehingga penulisan laporan praktikum genetika tumbuhan ini

berhasil diselesaikan. Penulisan laporan praktikum genetika tumbuhan ini tidak

lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis

mengucapkan terima kasih kepada.

1. Tuhan YME

2. Dosen mata kuliah genetika tumbuhan

3. Semua asisten, selaku asisten praktikum yang membantu dalam kelancaran

jalannya praktikum

4. Semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung atau tidak

langsung

Penulis menyadari bahwa laporan praktikum ini masih kurang sempurna.

Meskipun demikian, penulis berharap agar laporan praktikum ini dapat

bermanfaat bagi yang membacanya.

Purwokerto, 21 Desember 2018

Setya Arganto
DAFTAR ISI

Contents
PRAKATA.......................................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... 5
DAFTAR TABEL............................................................................................................... 6
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... 7
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 9
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 9
B. Tujuan .................................................................................................................. 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 11
III. METODE PRAKTIKUM................................................................................... 15
A. Waktu dan Tempat ............................................................................................. 15
B. Bahan dan Alat .................................................................................................... 15
C. Prosedur Kerja ...................................................................................................... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................... 17
A. Hasil ...................................................................................................................... 17
B. Pembahasan ......................................................................................................... 17
V. SIMPULAN ............................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 30
LAMPIRAN...................................................................................................................... 32
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 36
A. Latar Belakang ................................................................................................ 36
B. Tujuan .................................................................................................................. 37
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 37
III. METODE PRAKTIKUM............................................................................... 39
A. Waktu dan Tempat ............................................................................................. 39
B. Bahan dan Alat .................................................................................................... 40
C. Prosedur Kerja .................................................................................................... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 41
A. Hasil...................................................................................................................... 41
B. Tujuan .............................................................................................................. 86
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 87
A. Waktu dan Tempat ............................................................................................. 93
B. Bahan dan Alat .................................................................................................... 93
C. Prosedur Kerja .................................................................................................... 93

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN

ACARA I
PENGAMATAN PERILAKU KROMOSOM

Semester :
Ganjil 2018

Oleh :
Setya Arganto
A1D017179/10
PK Acara : Shofwan Akbar M. & Nisrina Nur A.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kromosom adalah unit genetik yang terdapat dalam setiap inti sel pada

setiap makhuk hidup, kromosom berbentuk deret panjang molekul yang disusun

oleh DNA dan protein-protein. Setiap sel terdiri dari tiga bagian utama yaitu

nukleus, sitoplasma, dan membrane pelindung sel. Kromosom berfungsi sebagai

penyimpan bahan materi genetik kehidupan. Terdiri dari DNA memiliki peran

sangat penting, yaitu untuk menjalankan tugas sehari-hari, dan juga menyimpan

setiap informasi genetika, ia dapat juga membantu langsung suatu organisme

untuk tumbuh. Jadi, kromosom ini memiliki fungsi yang besar dalam tubuh kita.

Kromosom memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu

makhluk hidup, karena kromosom merupakan alat pengangkutan bagi gen-gen

yang akan dipindahkan dari suatu sel induk ke sel anakannya, dari generasi yang

satu ke generasi yang lainnya. Pengamatan terhadap perilaku kromosom sama

pentingnya dengan mempelajari struktur kromosom. Perilaku atau aktifitas

kromosom dapat terlihat dalam siklus sel, termasuk didalamnya adalah

pembelahan sel (mitosis atau meiosis).

Mitosis adalah peristiwa pembelahan sel yang terjadi pada sel-sel somatis

(sangat aktif pada jaringan meristem) yang menghasilkan dua sel anak dengan

komponen yang sama dan identik dengan komponen induknya. Terdapat beberapa

tahap didalamnya, yaitu: interfase, profase, metafase, anafase, dan telofase.


Kromosom pada metafase mitosis mengalami kondensasi dan penebalan yang

maksimal, sehingga kromosom pada tahap ini dapat diamati dengan lebih jelas.

Kromosom akan relatif mudah diamati pada saat sel aktif membelah, dengan

hanya memperlakukan sel-sel tersebut dengan menggunakan metode fiksasi dan

pewarnaan yang sederhana. Bahan standar yang digunakan dalam pengamatan

mitosis adalah akar bawang merah (Allium ascalonicum). Proses mitosis terjadi

bersama-sama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan diluar inti sel.

Proses ini mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan

hampir semua organisme. Selain itu, mitosis merupakan dasar dalam pembiakan

tanaman, sehingga penting bagi kita untuk mempelajarinya dengan cara

melakukan praktikum pengamatan prilaku kromosom pada pembelahan mitosis

akar bawang merah.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perilaku kromosom pada

pembelahan mitosis.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kromosom adalah suatu struktur makromolekul yang berisi DNA di mana

informasi genetik dalam sel disimpan. Kata kromosom berasal dari kata khroma

yang berarti warna dan soma yang berarti badan. Kromosom terdiri atas dua

bagian, yaitu sentromer atau kinekthor yang merupakan pusat kromosom

berbentuk bulat lengan kromosom yang mengandung kromonema dan gen

berjumlah dua buah (sepasang). Kromosom merupakan alat transportasi materi

genetik (gen atau DNA) yang sebagian besar bersegregasi menurut hukum

Mendel, kromosom adalah susunan beraturan yang mengandung DNA yang

berbentuk seperti rantai panjang. Setiap kromosom dalam genom biasanya dapat

dibedakan satu dengan yang lainnya oleh beberapa kriteria, termasuk panjang

relative kromosom, posisi suatu stuktur yang disebut sentromer yang memberi

kromosom dalam dua tangan yang panjangnya berbeda-beda, kehadiran dan posisi

bidang (area) yang membesar yang disebut knot (tombol) atau kromomer

(Sastrosumarjo, 2006).

Kromosom dibedakan atas autosom (kromosom pada sel somatik) dan

kromosom pada sel kelamin (Suryo, 2008). Pembelahan sel yang terjadi pada sel

somatic disebut mitosis dan pembelahan yang terjadi pada sel kelamin disebut

meiosis. Mitosis merupakan pembelahan inti yang berhubungan dengan

pembelahan sel somatik, dimana terdapat beberapa tahap didalamnya, yaitu:

interfase, profase, metafase, anafase, dan telofase (Sastrosumarjo, 2006).


Menurut Crowder (2006) mitosis adalah proses yang menghasilkan dua sel

anak yang identik. Mitosis mempertahankan pasangan kromosom yang sama

melalui pembelahan inti dari sel somatik secara berturut-turut. Proses ini terjadi

bersama-sama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan diluar inti sel

(sitokinesis). Proses ini mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan hampir semua organisme.

Proses mitosis ini terjadi bersama dengan pembelahan sitoplaasma dan

bahan-bahan di luar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan

menghasilkan dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta

memiliki sifat keturunan yang sama dengan sel induknya (Crowder, 1993).

1. Interfase

Inti sel nampak keruk dan tampak benang-benang kromatin yang halus. Interfase

adalah periode antara pembelahan yang satu dengan yang berikutnya dalam siklus

pembelahan sel. Periode ini terjadi bila suatu sel dimana molekul DNA yang

berada dalam inti akan mengadakan atau Replikasi atau membuat turunan seperti

dirinya sendiri.

2. Profase

Benang-benang kromatin memendek dan menebal. Terbentuklah kromosom tiap

kromosom membelah dan memanjang membentuk kromatid, membrane inti mulai

menghilang. Sister kromatid dihubungkan oleh sentromer. Jika dilihat dalam

mikroskop elektron sentromer mengandung kinetokor, masing-masing untuk tiap

kromatid dan menjadi tempat melekatnya benang spindle. Selama profase,

nukleolus dan membrane nukleus menghilang. Mendekati akhir profase terbentuk


benang spindle, pada sel hewan terbnetuk dua buah sentriol sedangkan pada

tumbuhan tidak terbentuk sentriol.

3. Metafase

Kromosom-kromosom menempatkan diri di bidang tengah dari sel. Ciri utama

fase ini adalah terbentuknya gelendong pembelahan, gelendong pembelahan ini

dibentuk oleh mikrotubula. Gelendong ini membentuk kutub-kutub pembelahan

tempat sentromer mikrotubula bertumpu.

4. Anafase

Sentromer membelah dan kedua kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju

kutub dari sel yang berlawanan. Kromatid hasil pembelahan itu memiliki sifat

yang sama dengan sel induknya, sejak saat itu kromatid-kromatid tersebut

menjadi kromosom baru.

5. Telofase

Setiap kutub sel terbentuk sel kromosom yang identik. Selaput gelendong inti

lenyap dan dinding inti terbentuk kembali. Plasma sel terbagi lagi menjadi dua

bagian, proses tesebut dikenal sebagai sitokinesis. Sel tumbuhan sitokinesis

ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah ditengah-tengah sel (Page, 1997).

Kromosom antar tanaman berbeda antara yang satu dan yang lainnya. Baik

dari bentuk, jumlah, dan panjangnya. Allium cepa memiliki jumlah kromosom 2n

= 16. Hal ini sangat membantu dalam mempelajari analisis mitosis pada tanaman,

karena jumlahnya yang tidak terlalu banyak, memiliki ukuran kromosom yang

besar dan cukup mudah untuk dibuat preparatnya. Bawang merah (Allium

ascalonicum L.) merupakan salah satu anggota dari familia Liliaceae, tanaman ini
merupkan tanaman semusim dan memiliki umbi yang berlapis. Tanamn

mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi

terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah

bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi bawang

merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu (Suminah,

2002).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 23 November 2018 jam 15:45-

17:45 WIB. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman

Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Waktu dan tempat harus

ditentukan terlebih dahulu agar praktikum dapat berjalan sesuai dengan yang kita

inginkan.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat merupakan komponen penting demi berlangsung nya

praktikum. Bahan yang digunakan dalam praktikum pengamatan perilaku

kromosom ini meliputi akar bawang merah (Allium ascalonicum) , larutan 45%

CH3COOH, larutan HCl dan larutan aceto orcein. Alat yang digunakan antara

lain cover glass, kaca preparat, beker glass, penangas air, pembakar bunsen,

mikroskop dan jarum. Bahan dan alat sangat diperlukan agar praktikum dapat

berlangsung secara semestinya

C. Prosedur Kerja

Kegiatan praktikum memerlukan prosedur yang tepat agar tidak terjadi

kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum, berikut adalah prosedur kerja

yang perlu diperhatikan dalam pengamatan perilaku kromosom:


1. Umbi bawang merah yang bagus dan sehat dipilih dan dikecambahkan di

air sampai muncul akar.

2. Akar bawang merah dicuci dengan air sampai bersih.

3. Ujung akar bawang merah difiksasi dengan menggunakan larutan 45 %

CH3COOH selama ± 10 menit.

4. Bahan dengan campuran larutan HCL dan CH3COOH di maserasi dengan

perbandingan 3 : 1 pada suhu 60° C selama ± 3 menit.

5. Bagian ujung akar bawang merah diambil 1 mm dan diletakkan di atas

gelas preparat.

6. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan aceto orcein.

7. Preparat diutup dengan gelas penutup (cover glass) dan ujung akar

bawang merah dihancurkan dengan cara ditekan.

8. Preparat di lewatkan di atas nyala api bunsen.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

Pembelahan sel merupakan peristiwa dimana sebuah sel membelah menjadi

dua atau lebih sel baru dengan tujuan untuk memperbanyak diri. Sel merupakan

bagian terkecil yang menyusun tubuh makhluk hidup. Pertumbuhan dan

perkembangan makhluk hidup perhubungan erat dengan proses pembelahan sel.

Pembelahan sel yang terkait dengan reproduksi seksual adalah meiosis sedangkan

pembelahan sel yang berhubungan dengan pertumbuhan dan sel penggantian atau

perbaikan, disebut mitosis. Meiosis dan mitosis terdapat nukleus yang membelah

dan DNA direplikasi. Pembelahan sel yang disebut mitosis menghasilkan sel anak

yang memiliki semua bahan genetik dari sel induk dan satu set lengkap kromosom

(Brown, 2002).

Menurut Sastrosumarjo (2006) kromosom adalah suatu struktur

makromolekul yang berisi DNA dimana informasi genetik dalam sel disimpan.

Kata kromosom berasal dari kata khroma yang berarti warna dan soma yang

berarti badan. Kromosom terdiri atas dua bagian, yaitu sentromer / kinekthor yang

merupakan pusat kromosom berbentuk bulat dan lengan kromosom yang

mengandung kromonema dan gen berjumlah dua buah (pasang). Kromosom yang

berada di dalam nukleus sel eukariota, secara khusus disebut kromatin serta fungsi
dari kromosom adalah sebagai pembawa gen. Kromosom merupakan alat

transportasi materi genetik (gen atau DNA) yang sebagian besar bersegresi

menurut Hukum Mendel. Masitah (2008) menjelaskan bahwa kromosom adalah

susunan beraturan yang mengandung DNA yang berbentuk seperti rantai panjang.

Setiap kromosom dalam genom biasanya dapat dibedakan satu dengan yang lain

oleh beberapa kriteria, termasuk panjang relative kromososm, posisi suatu struktur

yang disebut sentromer yang memberi kromosom dalam dua tangan yang

panjangnya berbeda-beda, kehadiran dan posisi bidang (area) yang membesar

yang disebut knot (tombol) atau kromomer. Selain itu, adanya perpanjangan arus

pada terminal dan material dan materil kromatin yang disebut satelit, dan

sebagainya (Suprihatin, 2007).

Kromosom menurut praktikan (saya) adalah materi genetik yang tersusun

atas gen-gen pembawa sifat keturunan dari induk ke dalam sel anakan. Kromosom

dibedakan atas autosom (kromosom pada sel somatik) dan kromosom pada sel

kelamin. Pembelahan sel yang terjadi pada sel somatik disebut mitosis dan

pembelahan yang terjadi pada sel kelamin disebut meiosis. Pembelahan sendiri

mempunyai arti sebagai sebuah proses dimana sel induk membelah atau membagi

dirinya menjadi 2 atau lebih sel anak. Pembelahan mitosis merupakan pembelahan

inti yang berhubungn dengan pembelahan sel somatik, dimana terdapat beberap

tahap didalamnya, yaitu: interfase, profase, metaphase, anafase, telofase (Suryo,

2008).

Tahap – tahap pembelahan mitosis menurut Suryo (2008) adalah sebagai

berikut:
1. Interfase

Tahap ini sel tidak membelah, nucleus terdiri dari RNA ribosom dan

merupakan tempat sintesis protein serta materi yang berwarna gelap dikenal

sebagai kromatin atau bentuk benang-benang kromosom sehingga bentuk

kromosom tidak dapat dilihat secara jelas. Pada salah satu ujung sel terdapat

2 pasang protein yang disebut sentrioles, tetapi pada tumbuhan sentriosol

tidak muncul.

2. Profase

Sentriosol bergerak keujung sel yang berlawanan dan disebut sebagai kutub.

Sentriosol mempunyai 2 sentriol dan akan dikelilingi strands yang menyala

dan disebut sebagai aster. Selain itu, kromosom membentuk menjadi silinder

dan berduplikat menjadi 2 kromatid. Setiap kromatid mengandung DNA dan

protein serta melekat berpasangan pada sentromer pada tumbuhan, aster tidak

ada, serta kromosom memendek dan menebal.

Gambar 1. Profase
Sumber : Suryo, 2008.

3. Metafase

Kromosom berpindah menjadi satu garis yang disebut the equator. Selain itu,

muncul benang-benang yang disebut spindel dan melekat pada sentromer


setiap kromosom. Spindel ii menghubungkan kromosom ke 2 kutub sentrisol

yang berlawanan.

Gambar 2. Metafase
Sumber : Suryo, 2008.

4. Anafase

Kromatid pada tahap ini berpisah dan bergerak kearah kutub yang berbeda.

Penarikan terjadi karena pemendekan benang spindel. Kromatid pada fase ini

tidak disebut sebagai kromatid, tetapi kromosom tunggal.

Gambar 3. Anafase
Sumber : Suryo, 2008.

5. Telofase

Tahap ini kromosom mulai mengatur membentuk nukleus yang terpisah dan

dikelilingi omembran nukleus. Pembelahan alur menyempit dan lama

kelamaan membelah sel. Pada sel tumbuhan sitokinesis ditandai dengan

terbentuknya dinding pemisah ditengah-tengah sel.


Gambar 4. Telofase
Sumber : Suryo, 2008.

Praktikum mengenai pengamatan perilaku kromosom menggunakan akar

bawang merah dengan larutan CH3COOH. Praktikum pada acara ini terdapat

beberapa perlakuan dengan larutan yang digunakan untuk mengamati pembelahan

sel. Perlakuan diantaranya adalah memfiksasi ujung akar bawang merah. Maserasi

bahan dengan campuran HCl dan CH3COOH yang dilakukan selama 3 menit.

Proses selanjutnya adalah pewarnaan dengan aceto orcein. Perlakuan selanjutnya

adalah preparat ditutup menggunakan cover glass dengan cara ditekan dengan ibu

jari bertujuan agar dinding sel terbuka dan pengamatan dapat diamati pada kerja

sel yang sedang bermitosis. Preparat kemudian dilewatkan pada nyala api bunsen

sebanyak tiga kali, hal ini berfungi untuk memantapkan warna pada objek

preparat agar bisa terlihat lebih jelas dan untuk menghentikan sekali lagi atau

memastikan bahwa aktifitas enzim benar-benar berhenti.

Hal ini sesuai dengan pendapat Haryanto (2010), yaitu pengamatan perilaku

kromosom dengan memilih ujung akar sepanjang 1 mm, kemudian dilakukan

fiksasi dengan larutan CH3COOH. Fiksasi bertujuan untuk mematikan dan

memantapkan jaringan pada titik akhir kehidupan sel. Keutuhan struktur

kromosom terpelihara pada sel-sel yang mengalami pembelahan prometafase.

Setelah fiksasi, dilakukan maserasi dengan larutan 1 N HCl dan asam asetat
glasial 45% yang fungsinya untuk melunakkan jaringan. Penggunaan larutan

Hidroxychinolin 0,002 M sebagai penghenti aktivitas sel dan meluruhkan organel

sel yang ada pada sitoplasma sehingga pengamatan kromosom lebih mudah.

Larutan HCl juga berfungsi untuk menghidrolisis dinding sel agar menjadi lunak

dan mudah ditekan pada saat pembuatan preparat, dan juga untuk menghilangkan

RNA dari sel. Kromosom juga perlu diwarnai sebelum dilakukan pengamatan

sehingga akan lebih mudah untuk diamati. Larutan yang biasa digunakan untuk

pewarnaan kromosom antara lain aceto orcein, iron aceto-carmin, safranin, dan

lain-lain. Aceto orcein paling sering digunakan karena pembuatannya mudah,

cocok digunakan pada jaringan meristem seperti ujung akar dan pewarnaannya

lebih cepat.

Praktikum pengamatan perilaku kromosom ini menggunakan bahan utama

yaitu akar bawang merah. Penggunaan bawang merah ini dikarenakan komposisi

dinding selnya tersusun atas lapisan senyawa-senyawa yang mudah ditembus oleh

larutan fiksatif dan pewarna. Saat sel aktif membelah, kromosom relatif mudah

diamati hanya dengan memperlakukan sel-sel tersebut dengan metode fiksasi dan

pewarnaan yang sederhana (Anderson, 2006). Setyawan dan Sutikno (2000)

dalam Abdullah et al. (2017) pun menyatakan bahwa tanaman bawang memiliki

ukuran kromosom yang cukup besar sehingga sangat cocok digunakan untuk studi

eksperimental mitosis.

Penggunaan asam asetat glasial untuk proses fiksasi bertujuan menghentikan

aktivitas mitosis, mengeraskan kromosom, dan mempertahankan kondisi sel akar

bawang sesuai dengan kondisi awal. Asam asetat glasial 45% juga berfungsi
untuk membantu melunakkan dinding sel akar (mencegah pengerasan jaringan),

sehingga zat warna dapat memasuki sel dengan cepat dan diserap lebih kuat

(Suntoro, 1983). Maserasi bahan dengan campuran HCl dan asam asetat glasial

yang dilakukan selama 3 menit bertujuan untuk peluruhan akar, dan diberi aceto

orcein untuk pewarnaan pada bawang merah agar mudah diamati karena akan

mudah terlihat dengan jelas. Larutan ini lebih dipilih dibanding dengan larutan

aceto carmin karena larutan aceto orcein lebih pekat dan digunakan untuk melihat

pembelahan sel mitosis (Stack, 1979).

Pembelahan sel pada tanaman bertujuan untuk menghasilkan keturunan

yang identik, menambah jumlah sel, atau mengganti sel-sel yang rusak. Melalui

genetika tumbuhan kita dapat mempelajari pembelahan sel yang terjadi pada

tumbuhan secara detail. Selain itu juga bertujuan agar perkembangan dan

pertumbuhan berjalan baik. Kaitannya dengan genetika tanaman mengalami

pembelahan sel agar tercipta varietas baru yang dapat lebih mengutungkan bagi

tanaman itu sendiri maupun manusia. Melalui genetika tumbuhan juga kita bisa

mengetahui sifat-sifat yang diwariskan pada keturunannya dalam pembelahan sel.

Tumbuhan melakukan pembelahan mitosis karena untuk dapat membelah

diri dalam jumlah yang banyak, sel melakukan pembelahan sel. Kaitannya dengan

genetika tumbuhan adalah pembelahan sel baik itu mitosis maupun meiosis

sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu mewariskan sifat (genetik) yang

ada pada sel yang sedang membelah tersebut kepada sel-sel turunannya. Sel-sel di

dalamnya terdapat kromosom yang mengandung gen. Ketika sel melakukan

pembelahan, kromosom di dalam inti akan menduplikat yang akan diwariskan


kepada sel anak. Sehingga sel anak akan menerima (mewarisi) kromosom-

kromosom dan gen-gen dengan tipe dan ukuran yang sama dengan induknya,

dengan demikian setiap individu mempunyai jumlah kromosom yang sama

dengan induknya dan masing-masing kromosom tersebut merupakan sumbangan

dari kedua induknya (Rindyastuti, 2009). Suprihati (2007) menyatakan bahwa

pembelahan sel pada tumbuhan bertujuan untuk menghasilkan keturunan yang

identik, menambah jumlah sel, atau mengganti sel-sel yang rusak. Melalui

genetika tumbuhan, kita dapat mempelajari pembelahan sel yang terjadi pada

tumbuhan secara detail. Melalui genetika tumbuhan juga kita bisa mengetahui

sifat-sifat yang diwariskan pada keturunannya dalam pembelahan sel.

Praktikum mengenai pengamatan perilaku kromosom ini menggunakan akar

bawang berah (Allium Cepa L.) karena lapisan-lapisan senyawa yang mudah

ditembus oleh larutan fiksatif dan pewarna. Berdasarkan hasil pengamatan di

bawah mikroskop, hasil yang diperoleh pada pengamatan pembelahan mitosis

dengan preparat ujung akar bawang merah di dapatkan empat fase, yaitu tahap

profase, tahap anafase, tahap metafase dan tahap telofase dengan jumlah

kromosom 16 dan perbesaran 40 kali. Berikut adalah hasil pengamatan yang saya

peroleh beserta keterangannya :

1. Profase

Tahap yang diamati pada profase terlihat kromosom memendek dan

menebal dan mulai terbentuk benang spindel. Tahap ini sesuai menurut Campbell

(2010), dimana profase adalah fase benang-benang kromatin memendek dan

menebal sehingga terbentuklah kromosom. Gelendong mitotik mulai terbentuk,


setiap kromosom terduplikasi tampak sebagai kromatid identik yang tersambung

pada sentromernya dan sepanjang lengannya oleh kohesin (kohesi kromatid

saudara).

Gambar 5. Profase
Sumber : dokumentasi

2. Metafase

Tahap selanjutnya adalah tahap metafase yang membutuhkan waktu sekitar

2-6 menit. Kromosom pada fase ini menyusun diri secara acak pada satu bidang

ekuator pada tengah-tengah sel. Rukmana (2008) menjelaskan bahwa pada awal

fase ini, membran nukleus dan nukleolus lenyap. Sentromer suatu daerah vital

bagi pergerakan kromosom melekat pada serabut gelendong yang bertanggung

jawab terhadap arah pembelahan kromosom selama pembelahan. Metafase

dicirikan oleh barisan kromosom yang sangat rapi sepanjang bidang ekuatorial.

Gambar 6. Metafase
3. Anafase

Tahap selanjutnya yaitu pada tahap anafase yang diamati, kromatid mulai

bergerak menuju arah berlawanan yaitu ke masing-masing kutub. Hasil sesuai

dengan literatur dimana menurut Campbell (2010), bahwa anafase merupakan

tahap pembelahan yang paling singkat terjadi, biasanya hanya beberapa menit.

Sentromer membelah dan kedua kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju

kutub dari sel yang berlawanan. Tahap selanjutnya adalah tahap telofase. Terjadi

pembesaran sitoplasma dan mulai terbentuk kromosom yang baru pada tahap

telofase yang diamati.

Gambar 7. Anafase

4. Telofase

Hasil sesuai dengan literatur di mana menurut Campbell (2010), bahwa

telofase merupakan tahap terakhir saat nukleus-nukleus anakan terbentuk dan

sitokinesis telah dimulai. menampilkan ciri dimana di tiap kutub sel terbentuk sel

kromosom yang identic. Selaput gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk

lagi. Kemudian plasma sel terbagi lagi menjadi dua ditandai dengan terbentuknya

dinding pemisah di tengah- tengah sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Pharmawati (2015) bahwa tahap telofase, adalah tahap terakhir saat nukleus-

nukleus anakan terbentuk dan sitokinesis telah dimulai. Terbentuk sel kromosom
yang identik pada tiap kutub sel. Selaput gelendong inti lenyap dan dinding inti

terbentuk lagi. Plasma sel kemudian terbagi lagi menjadi dua bagian, atau biasa

disebut sitokinesis. Sitokinesis pada sel tumbuhan ditandai dengan terbentuknya

dinding pemisah ditengah-tengah sel. Maka dari itu, kegiatan praktikum yang

dilakukan sudah sesuai.

Gambar 8. Telofase

Percobaan yang dilakukan yaitu dengan pengamatan akar bawang merah,

terlihat keempat fase mitosis yang terjad yaitu fase profase, metafase, anafase, dan

telofase. Fase profase terlihat benang-benang kromatid yang tidak beraturan

meskipun tidak terlihat jelas. Fase mitosis terlihat adanya kromosom yang

mengumpul di daerah ekuator, sementara pada fase anafase terlihat kromosom

yang tertarik benang spindel menuju kutub. Kemudian, pada fase telofase terlihat

terbentuknya sekat sitokinesis dan membran sel anak. Hasil tersebut sesuai

dengan pernyataan Karmana (2006), Nukelus melebur sehingga tidak terlihat,

kromatin terkondensasi menjadi kromosom. Metafase; kromosom bersusun pada

bidang pembelahan. Anafase; pemisahan kromatid pada sentromernya, kromosom

bergerak ke kutub karena pemendekan benang spindel. Telofase; anak inti

dibentuk kembali dan terjadi penebalan dinding plasma. Selain itu penggunaan
bawang merah pada percobaan ini karena ukuran kromosomnya yang besar, zat

penyusunnya yang mudah bereaksi, dan mudah diamati.


V. SIMPULAN

Simpulan dari praktikum ini adalah terdapat perilaku kromosom pada

pembelahan secara mitosis yang terbagi menjadi 4 tahap yaitu tahap profase yang

ditandai dengan tidak tampaknya nukleus dan pembentukan pasangan kromosom.

Tahap metafase yang ditandai dengan melekatnya pasangan kromosom di

sentromer dan pasangan kromosom berada di daerah equator sel. Tahap anafase

yang ditandai dengan memisahnya pasangan kromatid menuju ke kutub

berlawanan. Tahap telofase yang ditandai dengan sampainya kromatid di kutub

berlawanan, terjadinya sitokinesis, dan terbentuknya 2 sel anakan dengan nukleus

serta nukleolus yang tampak kembali.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson. 2006. Patofisiologi Proses-Proses Penyakit Edisi 6. ECG, Jakarta.

Brown, T. A, 2002. DNA in Genomes. Yogyakarta

Crowder, L.V. 1993. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

____________. 2006. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Campbell, N.A. dan J.B. Reece. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1. Erlangga,
Jakarta.

Haryanto, F. F. 2010. Analisis Kromosom dan Stomata Tanaman Salak Bali (S.
sumatrana (Becc.) Mogea), Salak Padang Sidempuan (S. sumatrana
(Becc.) Mogea). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.

Karmana. 2006. Biologi. Yudhistira, Yogyakarta.

Masitah. 2008. Zoologi Umum. IKIP: Makassar.

Margono, H. 1973. Pengaruh Colchicine Terhadap Pertumbuhan Memanjang


Akar Bawang Merah (Allium cepa). IKIP, Malang.

Page,U. 1997. Evaluasi ketahanan terhadap kekeringan 15 galur hasil seleksi


kacang tanah varietas lokal bima. Jurnal Penelitian.Universitas Mataram. 2
(3)

Pharmawati, M. dan Luh, A. J. W. 2015. Induksi mutasi kromosom dengan


kolkisin pada bawang putih (Allium sativum L.) kultivar ‘kesuna Bali’.
Jurnal Bioslogos. 5(1):18-25.

Rindyastuti, R. 2009. Identifikasi papasan (Coccina grandis (L). Voigt) di tiga


populasi di Yogyakarta. Jurnal Biologi Indonesia. 6(1):131-142.

Rukmana, R. 2008. Bayam, Bertanam dan Pengolahan Pascapanen. Kanisius,


Yogyakarta.

Setyawan, A. Dwi, dan Sutikno. 2000. Karyotipe kromosom pada Allium sativum
L. (bawang putih) dan Pisum sativum L. (kacang kapri). Jurnal BioSmart.
2(1):20-27.
Stack, S. M. 1979. The chromosome doubling of Allium fistulosum x a. Cepa
interspecific f1 hybrids through colchicines treatment of regenerating
callus. Euphytica. 93:257-262.

Sastrosumarjo, S. 2006. Dalam S. Sastrosumarjo (ED.) Sitogenetika Tanaman.


IPB Press, Bogor.

Suryo, H. 2008. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suminah, S. 2002. Induksi poliploidi bawang merah (Allium ascalonicum l.)


dengan pemberian kolkisin. Biodiversitas

Suprihatin, D. 2007. Identifikasi kayotipe terung belanda (Solanum betaceum


cav.) Kultivar brastagi Sumatera Utara. Jurnal Biologi Sumatera Utara

Stack S. M. 1979. The chromosome doubling of Allium fistulosum x a. Cepa


interspecific f1 hybrids through colchicines treatment of
regeneratingcallus. Euphytica 93: 257-262.

Joseputra, D. 1991. Pengantar Genetika. Bhatara: Jakarta.


LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan praktikum pengamatan perilaku kromosom

Gambar 1. Pengambilan akar bawang merah

Gambar 2. Pemberian pewarna aceto orcelin

Gambar 3. Preparat dilewatkan diatas api bunsen

Gambar 4. Preparat diamati menggunakan mikroskop


Lampiran 2. Lampiran acc acara 1
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN

ACARA II
TEORI KEMUNGKINAN

Semester :
Genap 2018

Oleh :
Setya Arganto
A1D017079 / 10
PJ acara : Nur Atin Purnamasari dan Raihan Naufal

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Individu dari hasil perkawinan yang tampak dalam wujud fenotipe terbentuk

dari berbagai kemungkinan-kemungkinan yang ditimbulkan dari pertemuan antara

gamet induknya (jantan dan betina). Mempelajari dan mengetahui teori

kemungkinan kita dapat menduga atau memprediksikan hasil yang akan muncul

dari proses perkawinan atau persilangan yang telah dilakukan. Hasil dari

perkawinan atau persilangan yang mana keturunan dari kedua individu tersebut

tidak dapat dipastikan dengan mudah, tetapi dapat diprediksi atau diduga dengan

menggunakan teori peluang. Menurut Suryo (2008) peranan teori peluang dalam

ilmu genetika berkaitan erat dengan proses pemindahan gen dari induk ke gamet,

pembuahan sel telur oleh sperma, dan berkumpulnya kembali gen-gen dalam zigot

sehingga dapat terjadi berbagai macam kombinasi.

Kenyataanya nisbah toritis peluang diperolehnya suatu hasil percobaan tidak

selalu terpenuhi. Penyimpangan bukan hanya sekedar modifikasi dari proses

persilangan namun gejala tersebut memungkinkan untuk terjadi karena factor-

faktor lain dalam sebuah interaksi genetika. Chi-Square test adalah uji statistic

yang digunakan untuk menentukan peluang diperolehnya apakah hasil observasi

tersebut berbeda atau tidak dengan nilai harapan dengan menggunakan hipotesis

tertentu.

Chi square dimanfaatkan untuk menghilangkan keraguan terhadap hasil

percobaan persilangan apakah kebetulan atau adanya pengaruh dari faktor-faktor


lain. Hal ini akan memudahkan peneliti untuk dapat menduga sementara terkait

hasil yang diharapkan dari proses perkawinan atau persilangan yang telah

dilakukan. Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, maka praktikum kali

ini akan mempelajari mengenai teori kemungkinan menggunakan uji Chi-square

dengan analogi uang logam yang nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari pada makhluk hidup.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk mengetahui dan berlatih

menggunakan uji Chi-square (X2) dan dapat menggunakannya kembali untuk

persilangan yang sesungguhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Probabilitas merupakan suatu nilai yang dipergunakan untuk mengukur

tingkat peluang terjadinya kejadian yang random. Peluang dapat dibedakan menjadi

dua yaitu peluang tunggal dan peluang bersyarat. Peluang tunggal adalah

kemungkinan terjadinya suatu kejadian secara independen, sedangkan peluang

bersyarat adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian jika kejadian lain terjadi

(Parsa, 2013). Menurut Supranto (2005), nilai probabilitas dapat dihitung

berdasarkan nilai observasi (sifatnya subjektif) atau berdasarkan pertimbangan

pembuat keputusan atau tenaga ahli dalam bidangnya secara surjektif. Besarnya

nilai kemungkinan munculnya suatu kejadian adalah selalu diantara nol dan satu.

Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai 0  P (A)  1, dimana P (A) menyatakan

nilai kemungkinan bagi munculnya kejadian A. Sedangkan jumlah nilai

kemungkinan muncul adalah satu. Jadi, apabila W menyatakan ruang hasil yang

bersifat lengkap maka jumlah kemungkinan seluruh anggota ruang hasil tersebut

adalah satu.

Uji Chi-Square termasuk salah satu alat uji dalam statistik yang sering

digunakan dalam praktik. Bahasan statistika non parametrik yaitu pengujian

hipotesa terhadap beda lebih dari dua proporsi populasi tidak dapat menggunakan

distribusi t atau distribusi f tetapi menggunakan distribusi Chi-Square. Data

pengujian hipotesa menggunakan distribusi Chi-Square tidak berasal dari populasi

berdistribusi normal (Wibowo, 2002).

Metode chi square adalah cara yang dipakai untuk membandingkan data

percobaan yang diperoleh dari persilangan. Persilangan dengan hasil yang

diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis. Teori kemungkinan merupakan


dasar untuk menetukan nisbah yang diharapkan dari tipe-tipe persilangan genotipe

yang berbeda. Suatu persilangan antara sesama individu dihibrid (AaBb)

menghasilkan keturunan yang terdiri atas empat macam fenotip, yaitu A-B-, A-bb,

aaB-, dan aabb masing-masing sebanyak 315, 108, 101, dan 32. Menentukan

bahwa hasil persilangan ini masih memenuhi nisbah teoretis (9:3:3:1) atau

menyimpang dari nisbah tersebut perlu dilakukan suatu pengujian secara statistika

(Yatim, 2003).

Uji yang lazim digunakan adalah uji X2 (Chi-square test) atau ada yang

menamakannya uji kecocokan (goodness of fit). Pengevaluasian suatu hipotesis

genetik, memerlukan suatu uji yang dapat mengubah deviasi-deviasi dari nilai yang

diharapkan, menjadi probabilitas dari ketidaksamaan demikian yang terjadi oleh

peluang.Selain itu, uji ini harus pula memperhatikan besarnya sampel dan jumlah

peubah (derajat bebas) sebagai uji X2(Chi Square Test).Uji Chi-kuadrat atau Chi-

square digunakan untuk menguji homogenitas varians beberapa populasi atau

merupakan uji yang dapat mengubah deviasi dari nilai-nilai yang diharapkan

menjadi probabilitas dari ketidaksamaan demikian yang terjadi oleh peluang dan

harus memperhatikan besarnya sampel dan besarnya peubah (derajat bebas)

(Yatim, 2003).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum acara II Teori Kemungkinan dilakukan pada hari Senin, 19 November
2018 pukul 13.30–14.30 WIB. Praktikum dilaksanakan di Ruang Komputer
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah mata uang logam dan

lembar pengamatan. Alat yang digunakan yaitu uang logam, kalkulator, dan alat

tulis.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :

1. Satu keping mata uang logam dilempar ke atas, lalu dicatat hasilnya (angka

atau gambar). Pelemparan dilakukan 50kali dan 100kali. Hasilnya dianalisis

dengan uji Chi square (X2).

2. Hal yang sama dilakukan untuk kasus dua keping uang logam yang dilempar

sekaligus serta tiga keping uang logam yang dilempar sekaligus.

3. Semua data dicatat pada lembar pengamatan yang akan disediakan pada saat

pelaksanaan praktikum, dan hasil analisis dapat ditulis pada lembar

pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Analisis X2 pelemparan 1 keping uang logam 50x


A G ∑
Observasi (O) 25 25 50
Harapan (E) 25 25 50
2
(|𝑂 − 𝐸| − 0,5) 0,25 0,25 0,5
(|𝑂 − 𝐸| − 0,5)2
0,01 0,01 0,02
𝐸
X2 0,01 0,01 0,02
2
X Tabel = 3,84

Kesimpulan : X2 Hitung (0,02) < X2 Tabel (3,84), maka hasil signifikan, artinya
hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.

Tabel 2. Analisis X2 pelemparan 1 keping uang logam 100x


A G ∑
Observasi (O) 55 45 100
Harapan (E) 50 50 100
2
(|𝑂 − 𝐸| − 0,5) 20,25 20,25 40,5
(|𝑂 − 𝐸| − 0,5)2
0,405 0,405 0,81
𝐸
X2 0,405 0,405 0,81
2
X Tabel = 3,84

Kesimpulan : X2 Hitung (0,81) < X2 Tabel (3,84), maka hasil signifikan, artinya
hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.

Tabel 3. Analisis X2 pelemparan 2 keping uang logam 50x


AA AG GG ∑
Observasi (O) 12 25 13 50
Harapan (E) 12,5 25 12,5 50
2
(|𝑂 − 𝐸|) 0,25 0 0,25 0,5
(|𝑂 − 𝐸|)2
0,02 0 0,02 0,04
𝐸
X2 0,02 0 0,02 0,04
2
X Tabel = 5,99
Kesimpulan : X2 Hitung (0,04) < X2 Tabel (5,99), maka hasil signifikan, artinya
hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.
Tabel 4. Analisis X2 pelemparan 2 keping uang logam 100x
AA AG GG ∑
Observasi (O) 22 57 21 100
Harapan (E) 25 50 25 100
(|𝑂 − 𝐸|)2 0,25 0 0,25 74
2
(|𝑂 − 𝐸|)
0,36 0,98 0,64 1,98
𝐸
X2 0,36 0,98 0,64 1,98
2
X Tabel = 5,99

Kesimpulan : X2 Hitung (0,04) < X2 Tabel (5,99), maka hasil signifikan, artinya
hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.

Tabel 5. Analisis X2 pelemparan 3 keping uang logam 50x


AAA AAG AGG GGG ∑
Observasi
5 15 25 5 50
(O)
Harapan
6,25 18,75 18,75 6,25 50
(E)
(|𝑂 − 𝐸|)2 1,56 14,06 39,06 1,56 50
2
(|𝑂 − 𝐸|)
0,2496 0,7498 2,0826 0,2496 3,34
𝐸
X2 0,2496 0,7498 2,0826 0,2496 3,34
2
X Tabel = 7,81

Kesimpulan : X2 Hitung (3,34) < X2 Tabel (7,81) maka hasil signifikan, artinya
hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.

Tabel 6. Analisis X2 pelemparan 3 keping uang logam 100x


AAA AAG AGG GGG ∑
Observasi
11 30 41 18 100
(O)
Harapan
12,5 37,5 37,5 12,5 100
(E)
(|𝑂 − 𝐸|)2 2,25 56,25 12,25 30,25 101
2
(|𝑂 − 𝐸|)
0,18 1,5 0,32 2,42 4,42
𝐸
X2 0,18 1,5 0,32 2,42 4,42
2
X Tabel = 5,99
Kesimpulan : X2 Hitung (4,42) < X2 Tabel (5,99) maka hasil signifikan, artinya
hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.
B. Pembahasan

Teori kemungkinan adalah teori yang memprediksikan atau meramalkan

suatu kejadian yang akan terjadi terkait suatu aktivitas yang akan dilakukan atau

dikerjakan. Berbagai istilah seperti kemungkinan, keboleh jadian, peluang, dan

sebagainya dipergunakan untuk membicarakan peristiwa atau kejadian yang halnya

tidak dapat dipastikan (Suryo, 2008). Sementara menurut Campbell et al. (2008)

probabilitas atau peluang merupakan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari

kegiatan atau perlakuan yang diberikan. Kemungkinan peristiwa yang diharapkan,

ialah perbandingan antara peristiwa yang diharapkan itu dengan segala peristiwa

yang mungkin terjadi terhadap suatu objek (Yatim, 2003). Probabilitas diartikan

sebagai suatu nilai yang dipergunakan untuk mengukur tingkat peluang terjadinya

kejadian yang random. Peluang dapat dibedakan menjadi dua yaitu peluang tunggal

dan peluang bersyarat. Peluang tunggal adalah kemungkinan terjadinya suatu

kejadian secara independen, sedangkan peluang bersyarat adalah kemungkinan

terjadinya suatu kejadian jika kejadian lain terjadi (Parsa, 2013).

Uji chi square menurut saya adalah salah satu jenis uji komparatif non

parametris yang dilakukan pada dua variable, dimana skala data kedua variable

adalah nominal. Penerapan uji chi square dalam pemuliaan tanaman adalah untuk

mendapatkan kemungkinan mendapatkan jenis tanaman baru .

Mengetahui apakah hasil dari suatu persilangan sesuai dengan nisbah yang

telah ditentukan atau yang diharapkan dapat dilakukan dengan menguji hasil yang

kita peroleh. Pengujian yang lazim digunakan adalah uji Chi-square (X2).Uji Chi-

square (X2) adalah uji nyata (goodness of fit) apakah data yang diperoleh benar
menyimpang dari nisbah yang diharapkan, tidak secara kebetulan. Perbandingan

yang diharapkan (hipotesis) berdasarkan pemisahan alele secara bebas, pembuahan

gamet secara rambang dan terjadi segregasi sempurna (Heri, 2015). Uji statistik

chi-kuadrat untuk independensi digunakan dalam menentukan hubungan antara dua

variabel dari satu sampel. Independensi berarti bahwa dua faktor tidak ada

hubungannya/kaitannya. Penelitian ilmu sosial, kita sering tertarik untuk mencari

hubungankan antara faktor-faktor tertentu, misalnya kaitan antara tingkat

pendidikan dan tingkat pendapatan, antara tingkat kepemilikan suatu dan prestise

seseorang, antara tingkat umur dan tingkah laku hidup dan sebagainya

(Indarmawan, 2013).

Rumus uji Chi Square adalah sebagai berikut:

│𝑜 − 𝑒│2 − 0,5
𝑥2 =
𝑒

Keterangan :

x2 = nilai x2 hitung

o = observation (nilai pengamatan)

e = expectation (nilai yang diharapkan/ teori yang ada)

0,5 = faktor koreksi untuk mengurangi error

Diketahui bahwa nilai X2 kepada kita bahwa Ho observasi sama dengan nilai

X hitung = 0,36 dan nilai X tabel: 3,841, dapat X hitung < X tabel maka hasil

perbandingan itu menunjukkan diterima atau disimpulkan bahwa nilai/frekuensi

harapan atau lemparan koin itu dilakukan dengan fair (Indarmawan, 2013). Syarat

dimana chi square dapat digunakan antar lain tidak adal sel dengan nilai frekuensi

kenyataan atau disebut juga actual count sebesar 0, apabila bentuk table kontingensi
2x2 maka tidak boleh ada 1 sel saja yang memiliki frekuensi harapan atau disesbut

expected count kurang dari 5 , dan apabila bentuk table lebih dari 2x2 maka jumlah

sel dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidaak boleh lebih dari 20%

(Indarmawan,2013)

Teori peluang digunakan oleh para ahli genetika dalam menentukan suatu

nilai kemungkinan. Misalnya, pada pelemparan sekeping uang logam, seseorang

mengharapkan untuk mendapatkan gambar setengah kali dan huruf setengah kali.

Peluang bagi gambar dan huruf adalah setengah, namun jika uang tersebut dilempar

beberapa kali, misalnya 4 kali, maka kemungkinan kita mendapatkan gambar tiga

kali dan angka hanya sekali dapat terjadi. Teori peluang dalam bidang genetika

tumbuhan dapat digunakan untuk menentukan berapa peluang suatu tanaman dapat

menghasilkan keturunan yang memiliki sifat A, sifat B, atau sifat C. Sehingga

ilmuan dapat memperoleh verietas unggul atau memperoleh hasil tanaman sesuai

keinginan atau kebutuhan. Menurut Sobrizal dan Ismachin (2006) teori peluang

dapat digunakan dalam genetika tumbuhan untuk menentukan potensi hasil yang

dapat diperoleh apabila kita menyilangkan suatu tanaman yang memiliki satu atau

lebih sifat beda.

Teori kemungkinan sangat erat dengan ilmu genetika. Melalui teori

kemungkinan, ilmuan dapat menghitung seberapa seringkah suatu genotype atau

fenotipe yang muncul pada F1 (generasi kedua) dari sebuah perkawinan antar P1.

Kemungkinan dapat ditentukan melalui rumus sebagai berikut:

𝑥
𝐾(𝑥) =
𝑥+𝑦

Keterangan :
K= Kemungkinan

K (x) = Kemungkinan peristiwa x

x= peristiwa yang diharapkan

y= Peristiwa yang tak diharapkan

Contoh peristiwa:

Berapa kemungkinan suatu keluarga bergenotipe carrier albino dapat anak

pertama laki-laki dan albino?

Penyelesaian:
1
K(laki) = 2

1
K (alb) = 4

1 1 1
Maka, K(laki.alb) =2+4=8

Hal ini dapat dibaca setiap 8 keluarga yang orang tuanya carrier albino, ada 1

keluarga yang anak pertama lahir laki-laki albino (Yatim, 2003).

Hasil keseluruhan percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

adanya keberhasilan dalam pengujian teori kemungkinan. Pengujian dilakukan

dengan pelemparan mata uang kemudian diuji menggunakan rumus Chi Square

atau uji x2. Hal ini menunjukan bahwa uji x2 memiliki peran atau fungsi untuk

menguji apakah rasio fenotipe hasil percobaan sesuai dengan rasio fenotipe

teoritis. Selain itu, pelemparan dilakukan dengan homogen yang berfungsi

memberikan peluang yang sama terhadap angka maupun gambar dalam masing-

masing karakteristik yang diamati.

Nilai kemungkinan dari gambar atau angka untuk sekali lemparan yaitu 0,5.

Namun, kemungkinannya tidak pasti apabila uang logam dilemparkan sampai


berkali-kali, meskipun kesempatan keduanya sama yaitu 1 : 1, hasil lemparan

tidak mutlak berporsi 50%. Percobaan 1 , uji X2 menggunakan satu keping uang

logam dengan perbandingan A : G adalah 1 : 1 dengan pelemparan 50 kali

diperoleh angka 22 dan gambar 28. Setelah dianalisis dengan uji chi square X2

hitung 0,5 dan X2 tabel 3,84. Hasil pengukuran signifikan, artinya sesuai dengan

perbandingan.

Hasil percobaan 2 , uji 1 keping koin yaitu perbandingan A : G = 1 : 1. Data

dari hasil pelemparan 100 kali berturut-turut adalah 48 dan 52. X2 tabel 5,99 dan

X2 hitung diperoleh sebesar 0,09. Setelah dianalisis dengan chi square X2 tabel >

X2 hitung, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa percobaan signifikan atau

sesuai dengan teori perbandingan 1:1.

Hasil percobaan 3, dengan uji 2 keping koin yaitu perbandingan AA : AG :

GG = 1 : 2 : 1. Diperoleh data AA, AG, , dan GG dengan pelemparan 50 kali

berturut-turut adalah 16, 25, dan 9. Kemudian diperoleh X2 tabel 5,99 dan X2

hitung 1,96. Setelah dianalisis dengan chi square X2 tabel > X2 hitung sehingga

hasil yang diperoleh ialah signifikan (perbandingan sesuai teori).

Hasil percobaan 4, dengan uji 2 keping koin yaitu perbandingan AA : AG :

GG = 1 : 2 : 1. Diperoleh data AA, AG, , dan GG dengan pelemparan 100 kali

berturut-turut adalah 31, 49, dan 20. Kemudian diperoleh X2 tabel 5,99 dan X2

hitung 2,46. Setelah dianalisis dengan chi square X2 tabel > X2 hitung sehingga

hasil yang diperoleh ialah signifikan (perbandingan sesuai teori).

Hasil percobaan 5, dengan uji 3 keping koin dengan perbandingan 1 : 3 : 3 :

1. Diperoleh data AAA : AAG : AGG : GGG. Dengan pelemparan 50 kali


diperoleh data X2 tabel 7,81 dan X2 hitung 2,25 dengan karakteristik yang didapat

yaitu 8 AAA, 22 AGA, 14 AGG, dan 6 GGG. Setelah dianalisis dengan uji chi

square X2 tabel > X2 hitung. Hasilnya yaitu signifikan (sesuai dengan

perbandingan).

Hasil percobaan 6, dengan uji 3 keping koin dengan perbandingan 1 : 3 : 3 :

1. Diperoleh data AAA : AAG : AGG : GGG. Dengan pelemparan 100 kali

diperoleh data X2 tabel 7,81 dan X2 hitung 6,67 dengan karakteristik yang didapat

yaitu 14 AAA, 26 AGA, 42 AGG, dan 18 GGG. Setelah dianalisis dengan uji chi

square X2 tabel > X2 hitung. Hasilnya yaitu signifikan (sesuai dengan

perbandingan).

Hasil pengujian tersebut seperti yang telah dijelaskan Supranto (2005)

bahwa nilai kemungkinan 5% merupakan garis batas antara menerima dan

menolak hipotesis yang ada. Apabila nilai kemungkinan lebih besar dari 5%,

penyimpangan dari nisbah harapan tidak nyata (tidak signifian). Jika data x 2

hitung lebih kecil dari x2 tabel (x2hitung < x2tabel) maka data diterima dan data

pengamatan sesuai dengan model atau teori (significant). Sementara apabila

x2hitung > x2tabel, maka data di tolak dan data pengamatan tidak sesuai dengan

model atau teori.


V. SIMPULAN

Simpulan dari praktikum ini bahwa uji X2 dapat digunakan untuk

mengetahui suatu persilangan yang dilakukan apakah hasilnya signifikan dan

sesuai atau tidak dengan perbandingan Hukum Mendel, sehingga dapat diterapkan

pada persilangan yang sesungguhnya. Selain itu, hasil percobaan pelemparan satu

uang koin, dua uang koin, dan tiga uang koin pada pelemparan 50x atau 100x

adalah signifikan atau sesuai dengan perbandingan Mendel. Hal ini menunjukan

bahwa praktikan sudah mengetahui dan berlatih menggunakan uji Chi-Square

dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, dkk. 2008. Biologi. Erlangga, Jakarta.

Heri, A. dkk. 2015. Uji f1 dari persilangan genotip antara beberapa varietas
kedelai (Glycine max l. Merril) terhadap tetua masing-masing. Jurnal
Online Agroteknologi. 3 (3) : 1169 – 1179.
Indarmawan. 2013. Penggunaan uji hipotesis statistik x2 dalam penelitian biologi.
Artikel Ilmiah. Materi Pelatihan bagi Mahasiswa UKM UPI Fakultas
Biologi Unsoed, Purwokerto.
Parsa, I M. 2013. Kajian pendekatan teori probabilitas untuk pemetaan lahan
sawah berbasis perubahan penutup lahan citra landsat multi waktu (studi
kasus daerah tanggamus, lampung). Jurnal Penginderaan Jauh. 10 (2):
113-121.
Sobrizal dan Ismachin. 2006. Peluang mutasi induksi pada upaya pemecahan
hambatan peningkatan produksi padi. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan
Radiasi. 1(2):50-65.
Supranto, J. 2005. Statistik Teori dan Aplikasi. Erlangga, Jakarta.

Suryo, 2008. Genetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wibowo, A. 2002. Uji chi-square pada statistika dan SPSS. Jurnal Ilmiah SINUS.
1 (2): 37-46
Yatim, W. 2003. Genetika. Penerbit Tarsito, Bandung.
LAMPIRAN

Lampiran 3. Dokumentasi Praktikum acara 3

Gambar 1. Uang logam. Gambar 2. Kalkulator.

Gambar 3. Alat tulis. Gambar 4. Lembar pengamatan.


Lampiran 4. Lampiran acc acara 2
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN

ACARA III
PERSILANGAN MONOHIBRID

Semester :
Ganjil 2018

Oleh :
Setya Arganto
A1D017179/10
PJ Acara : Riva Saiful Rizal dan Mar’atus Sholihah

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak. Makluk hidup

berkembang biak salah satunya dengan cara pembelahan sel yang dimana

makhluk hidup berkembang biak akan menghasilkan keturunan yang tak jauh dari

induknya. Genetis merupakan faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan

keturunan dan kesamaan pada setiap makhluk hidup. Gen ialah pewarisan sifat

atau pembawasifat, dimana gen dimiliki oleh semua makluk hidup yang

akandibawa dan diteruskan kegenerasi selanjutnya. Pembelajaran tentang

persilangan antara makluk hidup sangat penting untuk mengahsilkan suatu produk

yang baru.

Persilangan 2 individu yang hanya memfokuskan sifat dikenal dengan

persilangan sederhana atau persilangan monohibrid. Mendel melanjutkan

persilangan dengan persilangan tanaman dua sifat berbeda. Persilangan ini sangat

berkaitan dengan hukum 1 Mendel atau yang kenal istilah the law of segregation

yaitu proses pembentukan gamet yang membawa karakter dansifat secara bebas.

Persilangan monohibrid yang akan menghasilkanketurunan dari perbandingan F1

dan F2 yaitu dengan perbandingan F2 1:2:1 merupakan bukti berlakunya hukum

mendel 1. Sifat dominan dapat dilihat secara mudah, yaitu sifat yang lebih banyak

muncul pada keturunannya.

Mendel melakukan suatu model pewarisan sifat-sifat tersebut yang

kebenaranya diakui sampai saat ini yaitu dengan mengunakan metode matematis
yang membantu menganalisis data yang dihasilkan, salah satunya persilangan

monohibrid. Persilangan monohibrid yaitu persilangan antar dua spesies yang

sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan dengan

hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum Mendel I berisi

“Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan akan

disegresikan kedalam dua anakan”. Mendel pertama kali mengetahui sifat

monohibrid pada saat melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis.

Mendel menyilangkan ercis varietas biji bulat dengan varietas biji keriput. Hasil

dari persilangan tersebut kemudian disilangkan dengan sesamanya kemudian

didapatkan keturunan kedua. Keturunan pertama tidak muncul ercis keriput,

sedangkan pada keturunan kedua ercis keriput muncul, jadi dalam mengetahui

sifat pewarisan harus mengetahui bagaimana gambaran dari pewarisan sifat yang

dilakukan oleh Mendel.

B. Tujuan

Tujuan dari dilakukannya praktikum ini yaitu untuk membuktikan Hukum

Mendel I pada persilangan monohibrid.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Gregor Mendel merupakan pencetus berbagai prinsip dasar genetika. Akhir

abad ke-19, beliau mengenali adanya unit informasi yang diwariskan untuk

pembentukan sifat yang diamati pada organisme, ini merupakan konsep pertama

gen. Awalnya mendel mempelajari beberapa jenis tumbuhan, namun akhirnya ia

memilih tanaman ercis karena tanaman ini ternyata memiliki dua kriteria penting

yang mendukung pemikirannya. Pertama ada beberapa ciri yang diwariskan

berulang kali dari induk tanaman itu kepada generasi selanjutnya. Kedua tanaman

itu mempunyai mekanisme perbungaan yang dilengkapi pelindung atau mudah

untuk melindungi guna mencegah terjadinya pembuahan oleh serbuk sari yang

dikehendaki (Wels, 1991).

Individu yang bervariasi dipengaruhi oleh adanya peristiwa persilangan dua

DNA melalui perkawinan dua organisme. Beberapa ciri tampak menyatu, tetapi

seringkali hilang, dan muncul pada generasi berikutnya. Ada individu yang

tampak sama dengan individu asal, tetapi adapula individu yang sama sekali

berbeda dengan individu asal. Misteri Ilmu Genetika tersebut berhasil diungkap

oleh seorang pastur bernama Gregor Mendel pada tahun 1865 (Raven, 1996).

Hukum Mendel 1 dikenal dengan istilah hukum segregasi, hal ini

disebabkan karena pada hukum ini dinyatakan bahwa alel memisah (segregasi)

satu dari yang lain selama pembentukan gamet dan diwariskan secara rambang

kedalam gamet-gamet yang sama jumlahnya. Sebagai dasar segregasi satu pasang

alel terletak pada lokus yang sama pada kromosom homolog. Kromosom
homologini memisah secara bebas pada anafase I meiosis dan tersebar kedalam

gamet-gamet yang berbeda. Persilangan monohibrid adalah persilangan yang

hanya menggunakan satu macam gen yang berbeda atau menggunakan satu sifat

beda, dalam pembuktiannya, Mendel malaukukan percobaan dengan

menyilangkan tanaman kacang ercis dengan mengambil satu sifat beda yaitu

tanaman ercis berbiji kuning dan tanaman ercis berbiji hajau. Hasil perkawinan

pertamanya menghasilkan biji berwarna kuning seluruhnya. Kemudian tanaman

ercis dikawinkan lagidan menghasilkan keturunan dari persilangan kedua yaitu

tiga biji kuning berbanding satu biji hijau (Abdurrahman et al, 2008).

Mendel pertama kali mengetahui sifat monohybrid pada saat melakukan

percobaan penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Sampai saat ini di

dalam persilangan monohybrid selalu berlaku hukum Mendel I. Sesungguhnya di

masa hidup Mendel belum diketahui sifat keturunan modern, belum diketahui

adanya sifat kromosom dan gen, apalagi asam nukleat yang membina bahan

genetik itu. Mendel menyebut bahan genetic itu hanya factor penentu

(determinant) atau disingkat dengan faktor (Yatim, 1986).

Ciri-ciri yang dapat diamati (secara kolektif, fenotipenya) suatu organisme

dikendalikan oleh suatu faktor penentu yang disebut dengan gen. Setiap sifat

fenotipik pada organisme diploid dikendalikan setidak-tidaknya satu pasang gen,

satu anggota gen pasangan tersebut diwariskan dari setiap tetua. Suatu organisme

dengan sepasang alele yang berbeda, sebagai heterozigot. Gamet-gamet yang

terbentuk karena meiosis, maka pasangan-pasangan gen akan menjadi terpisah-

pisah dan didistribusikan satu-satu kepada setiap gamet dikenal sebagai hukum
segregasi Mendel (hukum Mendel I). Mendel menemukan bahwa pewarisan satu

pasangan gen sama sekali tidak bergantung pada pewarisan pasangan lainnya

(hukum pemilahan bebas=hukum Mendel II). Keadaan ini hanya dapat terjadi bila

dua pasang gen yang bersangkutan terdapat pada kromosom-kromosom yang

terpisah atau agak berjauhan (Kimball, 1992).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum acara III Persilangan Monohibrid dilakukan pada hari Selasa , 6

November 2018 pukul 15.45–17.45 WIB. Pengamatan dilakukan pada hari

Selasa, 20 November 2018 pukul 16.00-17.00. Praktikum dilaksanakan di

Laboratorium Permuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jenderal

Soedirman.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat merupakan suatu hal yang mendukung kerja suatu

praktikum. Bahan yang digunakan adalah biji kedelai, media tanam (tanah), dan

lembar pengamatan. Alat yang digunakan adalah seedbox, dan alat tulis.

C. Prosedur Kerja

Kegiatan praktikum memerlukan prosedur yang tepat agar tidak terjadi

kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum, berikut adalah prosedur kerja

yang perlu diperhatikan dalam percobaan persilangan monohibird yaitu:

1. Seedbox terlebih dahulu diisikan media tanam berupa tanah sebanyak ¾

bagian seedbox.

2. Biji populasi P1, P2, F1, F2 tanaman kedelai ditanam ke dalam seedbox yang

berisi tanah.
3. Biji kedelai dibiarkan tumbuh dan hingga berkecambah, perkecambahan

membutuhkan waktu selama 2 minggu.

4. Warna batang yang muncul diamati berupa putih ataupun ungu.

5. Warna batang biji ditabulasikan dan data hasil pengamatan diuji dengan uji

square (X2).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Bagan Persilangan

P Kedelai berbunga ungu × Kedelai berbunga putih

UU >< uu

G U >< u

F1 Uu (100 % Kedelai Berbunga Ungu)

F2
UU uu
UU UU Uu
uu Uu uu
Genotip = UU : 2 Uu : uu
Fenotip = Kedelai berbunga ungu : Kedelai berbunga putih

Tabel 1. Hasil Pengamatan


Pengmatan Warna Hipokotil
Ke- P1 P2 F1 F1 F2 F2 F2 F2
1 Putih Ungu Ungu Ungu Ungu Putih Ungu -
2 Putih Ungu Ungu Ungu Ungu - Ungu Ungu
3 Putih Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu
4 Putih Ungu Ungu Ungu - Putih Putih Ungu
5 Putih Ungu Ungu Ungu Putih Putih Ungu Putih
6 Putih Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu
7 Putih Ungu Ungu Ungu Putih Putih Ungu Putih
8 Putih Ungu Ungu Ungu Putih Putih Ungu Putih
9 Putih Ungu Ungu Ungu Ungu Putih Putih Ungu
10 Putih Ungu Ungu Ungu - Ungu Putih -
Total 10 10 20 35
Tumbuh
Tabel 2. Uji X2 hasil pengamatan warna batang kedelai
Karakteristik yang diamati
Ungu Putih Jumlah Total
Observasi (O) 20 15 35

Harapan (E) ¾ x 40 = 30 ¼ x 40 = 10 40
(|20-30|-1/2)2 (|15-10| - 1/2)2
(|O − E|) − 1/2)2 110,5
= 90,25 = 20,25
(| O − E | ) − 1/2)2 90,25 20,25
= 3,008 = 2,025 5,033
30 10
𝐸
X2 3,008 2,025 5,033
X2 tabel = 3,84

Kesimpulan: X2 hitung (5,033) < X2 tabel (3,84), maka H0 ditolak H1 diterima


sehingga hasil pengamatan tidak signifikan atau tidak sesuai dengan hukum
Mendel I.

B. Pembahasan

Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh

manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan

antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang,

Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di

Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai

yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-

pulau lainnya. Kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja.

Tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah

ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai

berikut : (Amy, 2013).

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merr.

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan

akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga sering kali

membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Umumnya,

akar adventif terjadi karena cekaman tertentu misalnya kadar air tanah yang

terlalu tinggi (Adisarwanto, 2008).

Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji

masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang

berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian

kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada

epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana yaitu primordia daun bertiga pertama

dan ujung batang (Sumarno et al., 2007).

Kedelai mempunyai empat tipe daun yaitu kotiledon atau daun biji, dua

helai daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer

berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan
pada buku pertama di atas kotiledon. Tipe daun yang lain terbentuk pada batang

utama dan cabang lateral terdapat daun trifoliat yang secara bergantian dalam

susunan yang berbeda. Anak daun bertiga mempunyai bentuk yang bermacam-

macam, mulai bulat hingga lancip (Sumarno et al., 2007).

Bunga tanaman kedelai umumnya muncul atau tumbuh di ketiak daun. Pada

kondisi lingkungan tumbuh dan populasi tanaman optimal, bunga akan terbentuk

mulai dari tangkai daunnya akan berisi 1-7 bunga, tergantung dari karakter

varietas kedelai yang ditanam. Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada

setiap bunga memiliki alat reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga

terjadi pada saat bunga masih tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang

sangat kecil yaitu hanya 0,1%. Warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih.

Potensi jumlah bunga yang terbentuk bervariasi tergantung dari varietas kedelai,

tetapi umumnya berkisar 40-200 bunga per tanaman (Adisarwanto, 2008).

Polong kedelai pertama kali muncul sekitar 10-14 hari masa pertumbuhan

yakni setelah bunga pertama muncul. Warna polong yang baru tumbuh berwarna

hijau dan selanjutnya akan berubah menjadi kuning atau coklat pada saat dipanen.

Pembentukan dan pembesaran polong akan meningkat sejalan dengan

bertambahnya umur dan jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong yang

terbentuk beragam berkisar 2—10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak

daunnya. Sementara jumlah polong yang dapat dipanen berkisar 20—200 polong

per tanaman, tergantung dari varietas kedelai yang ditanam dan dukungan kondisi

lingkungan tumbuh. Warna polong masak dan ukuran biji antara posisi polong

paling bawah dan paling atas akan sama selama periode pemasakan polong
optimal berkisar 50—75 hari. Periode waktu tersebut dianggap optimal untuk

proses pengisian biji dalam polong yang terletak di sekitar pucuk tanaman

(Adisarwanto, 2008).

Persilangan monohibrid adalah persilangan dua individu yang memiliki satu

sifat beda. Percobaan yang dilakukan oleh Mendel pada persilangan monohibrid

biasanya mengambil serbuk sari dari bunga tanaman yang bijinya berlekuk dan

diserbukkan pada putik dari bunga tanaman yang bijinya bulat. Semua keturunan

F1 berupa suatu hibrid berbentuk tanaman yang bijinya bulat. Ketika

menyilangkan tanaman-tanaman F1 didapatkan keturunan F2 yang

memperlihatkan perbandingan fenotip kira-kira 3 biji bulat : 1 biji berlekuk.

Disini tampak bahwa bila terdapat dominansi sepenuhnya maka persilangan

monohibrid menghasilkan 4 kombinasi dalam keturunan dengan perbandingan

fenotip 3 : 1. Juga dapat diketahui bahwa suatu individu dapat memiliki fenotip

sama (contohnya tanaman berbiji bulat) tetapi memiliki genotip yang berlainan

(contohnya BB dan Bb) (Buhang, 2015).

Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu sejenis

dengan memperhatikan satu sifat beda. Generasi tetua atau induk dinamakan

dengan P1 (parental pertama), kemudian hasil persilangannya dinamakan dengan

hibrid dan diberi label sebagai generasi F1 (filial pertama). Kemudian apabila

sesama F1 disilangkan lagi maka dinamakan dengan parental ke dua (P2) dan

hasil dari persilangan P2 dinamakan dengan F2 (filial ke dua).Misalnya

persilangan antara rambutan yang berbuah manis dengan rambutan yang berbuah

masam, persilangan antara ayam berbulu putih dengan ayam berbuluh hitam,
manusia berkulit putih dengan manusia berkulit hitam, dan suami yang bertubuh

tinggi dengan istri yang bertubuh rendah. Persilangan antara sesamanya dapat

digambarkan dalam bentuk diagram. Diagram tersebut dikenal sebagai diagram

Punnett (Dwijoseputro, 1997).

Manfaat dari persilangan monohibrid adalah untuk menghasilkan sifat-sifat

yang unggul pada keturunannya. Sifat unggul yang diinginkan dapat diperoleh

dari persilangan dua indukan yang memiliki sifat unggul seperti yang diinginkan.

Dalam pertanian, persilangan monohibrid sering dimanfaatkan pada pemuliaan

tanaman untuk menghasilkan varietas tanaman yang unggul dengan produktivitas

tinggi (Abdurrahman, 2008). Sedangkan menurut Yatim (1991) manfaat dari

persilangan monohibrid dalam bidang pertanian, antara lain :

1. Dapat menciptakan tanaman untuk membentuk suatu tanaman yang

berproduksi unggul.

2. Dalam bidang pertanian seperti menciptakan tanaman unggul yang tahan

hama penyakit, berbuah banyak dan cepat panen.

3. Pengendalian hama penyakit tanaman menggunakan prinsipgenetika,

seperti penanaman varietas tahan wereng sehingga tanaman tersebut tidak

akan diserang wereng dan hasil akhirpun akan meningkatkan produksi

pertanian.

Menurut Crowder (1993) pada bidang pertanian persilangan monohibrid

memiliki manfaat antara lain :

1. Menciptakan tanaman unggul yang merupakan hasil dari persilangan

tanaman dan beberapa sifat varietas tanaman terbaik


2. Menciptakan tanaman yang dapat berbuah banyak. Hasil dari satu

kombinasi baru pasangan gen yang linkage sehingga berbeda dengan

kombinasi tetuanya.

3. Menciptakan tanaman yang cepat panen

4. Menciptakan tanaman tanaman yang tahan terhadap serangan penyakit.

Melakukan suatu persilangan tentunya kita akan hasil akhir yang sesuai

harapan (berhasil) maupun yang kurang memenuhi harapan (gagal). Keberhasilan

dan kegagalan ini tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, menurut saya faktor

yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan itu terdapat faktor internal dan

faktor eksternal. Contoh dari faktor internal yaitu, tingkat kemahiran dari orang

yang melakukan persilangan, sedangkan contoh faktor eksternal yaitu berasal dari

lingkungannya misal bibit yang akan disilangkan. Sedangkan menurut Yunianti

(2009), rendahnya tingkat keberhasilan suatu persilangan disebabkan oleh faktor

yaitu keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi persilangan tersebut.

Penampilan suatu tanaman ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan, dan

interaksi antara keduanya. Faktor genetik menjadi perhatian utama bagi pemulia,

karena faktor ini diwariskan oleh tetua kepada keturunannya, sehingga

pengetauan genetik perlu dipahami untuk dapat memanipulasi tanaman menjadi

lebih baik. Faktor lingkungan juga perlu dimanipulasi agar tanaman dapat

tumbuh seoptimal mungkin. Pengetahuan mengenai penciptaan bibit yang

berkualitas yaitu terdapat dalam persilangan monohibrid. Persilangan monohibrid

merupakan persilangan yang hanya memperhatikan satu sifat. Adanya


persilangan monohibrid dapat disilangkan tanaman dengan kelebihan tertentu

unuk mendapatakan bibit yang unggul (Brensick, 2003).

Menurut Ayu (2011) Tanaman kedelai varietas Muria memiliki warna daun

hijau muda atau putih dibagian bawah, warna bunga putih, warna biji kuning

dengan tipe tumbuh determinit, tinggi tanaman antara 40-50 cm, umur kedelai

mulai berbunga antara 33-35 hari. Bentuk biji varietas muria bulat agak lonjong.,

varietas Muria tahan terhadap penyakit karat daun dan tahun produksi pada tahun

1987, tetua varietas muria dari seleksi pedigree dari Orba yang diradiasi dengan

sinar Gamma dosis 0.4 Kgy (40 krad).

Berdasarkan praktikum acara 3 persilangan monohibrid yang telah

diperoleh dari kelompok 1 yaitu warna hipokotil P1putih, warna hipokotil P2,

F1(1), dan F1(2) ungu, dan warna hipokotil pada F2(1), F2(2), F2(3), dan F2(4)

ungu dan putih. Total tanaman yang tumbuh yaitu 73 dari 80 benih yang ditanam.

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji Chi-Square dan diperoleh X2

hitung sebesar 0,9; maka X2 hitung (0,9) < X2 tabel (3,84) yang artinya hasil

percobaan sesuai (signifikan) dengan Hukum Mendel I. Hasil yang diperoleh

sesuai dengan pernyataan Wijayanto (2013), bahwa uji Chi-Square untuk melihat

besarnya nilai perbandingan data percobaan yang diperoleh dari persilangan yang

telah dilakukan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara

teoritis.

Hasil yang diperoleh kelompok 2 yaitu warna hipokotil P1 putih, warna

hipokotil P2, F1(2) ungu, dan warna hipokotil pada F2(1), F2(2), F2(3), dan

F2(4) ungu dan putih. Total penanaman yang tumbuh yaitu 70 dari 80 benih yang
ditanam. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji Chi-Square dan

diperoleh X2 hitung sebesar 2,425, maka X2 hitung (2,425) < X2 tabel (3,84) yang

artinya hasil percobaan sesuai (signifikan) dengan Hukum Mendel I. Hasil yang

diperoleh sesuai dengan pernyataan Wijayanto (2013), bahwa uji Chi-Square

untuk melihat besarnya nilai perbandingan data percobaan yang diperoleh dari

persilangan yang telah dilakukan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan

hipotesis secara teoritis.

Hasil yang diperoleh oleh kelompok 3 yaitu warna hipokotil P1 putih,

warna hipokotil P2, F1(1), dan F1(2) ungu, dan warna hipokotil pada F2(1),

F2(2), F3(3) dan F2(4) ungu dan putih. Total tanaman yang tumbuh yaitu 75 dari

80 benih yang ditanam. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji Chi-

Square dan diperoleh X2 hitung sebesar 5,033; maka X2 hitung (5,033) < X2 tabel

(3,84) yang artinya hasil percobaan tidak sesuai (tidak signifikan) dengan Hukum

Mendel I. Hasil yang tidak signifikan dapat disebabkan oleh jumlah warna

hipokotil putih dan ungu terlalu banyak dibandingkan yang diharapkan, akibatnya

X2 hitung yang diperoleh lebih besar dari X2 tabel. Menurut Darman (2008),

apabila X2 hitung lebih besar dari X2 tabel maka tidak sesuai dengan Hukum

Mendel, yang sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel apabila X2 hitung

lebih kecil dari X2 tabel.


V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan persilangan monohibrid yang telah dilakukan, dapat

ditarik kesimpulan bahwa percobaan persilangan monohibrid dengan

menggunakan kacang kedelai varietas grobogan dengan varietas muria yang di

tumbuhkan pada media seedbox berisi tanah telah membuktikan Hukum Mendel I.

Hal ini dikarenakan data yang diperoleh signifikan (sesuai dengan teori Hukum

Mendel I) yaitu X² hitung (0,9) lebih kecil dari X² tabel (3,84).


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Deden, et al. 2008. Biologi Kelompok Pertanian. Grafindo Media

Pratama, Bandung.

Adisarwanto, T. 2008. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hlm.

Amy, F. 2013. Pola Pewarisan Sifat Warna Polong pada Hasil Persilangan

Tanaman Buncis (phaseolus vulgaris l.) Varietas Introduksi Dengan

Varietas Lokal. Jurnal Produksi Tanaman. 1(2): 64-73.

Brensick, S. 2003. Intisari Biologi. Hiprokates, Jakarta.

Buhang, W.D., Nusantari, E. & Abdul, A., 2015. Analisis Kesulitan Siswa

Melalui Instrumen Pengetahuan Metakognisi Pada Materi Pewarisan Sifat.

Jurnal Matematika dan IPA. 3(2): 6-13

Crowder, L. V. 1993. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Dwijoseputro. 1997. Genetika Mendel. Erlangga: Jakarta.

Kimball, J. W. 1992. BiologyJilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Raven dan Johnson, 1996. Biology Fourth Ed . WBC McGraw-Hill

Companies,Inc, New York.

Sumarno, et al. 2007. Kedelai : Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 512 hlm.

Welsh, J.R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Alih Bahasa

J.P. Mogea. Erlangga, Jakarta.


Wijayanto, dkk. 2013. Penerapan Model Persamaan Diferensi dalam Penentuan

Probabilitas Genotip Keturunan dengan Dua Sifat Beda. Jurnal ILMU

DASAR, 14( 2): 79-84.

Yatim, wildan. 1986. Genetika. Bandung: Penerbit Tarsito.

Yatim, Wildan. 1991. Genetika. Tarsito, Bandung.

Yunianti R ,S Sujiprihati & M Syukur. 2009. Teknik Persilangan Buatan.

Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Bogor.

.
LAMPIRAN

Lampiran 5. Dokumentasi praktikum acara 3

Gambar 1. Media tanam berupa tanah Gambar 2. Benih kedelai yang ditanam

Gambar 3. Tanaman kedelai Gambar 4. Destruksi tanaman kedelai


Lampiran 6. Lampiran acc acara 3
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN

ACARA IV
PERSILANGAN DIHIBRID

Semester :
Genap 2018

Oleh :
Setya Arganto
A1D017179 / 10
PJ Acara : Yulia Caroline & Fajar Ilham H.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri makhluk hidup yaitu memiliki kemampuan dalam

melestarikan keturunannya, melalui perkawinan atau reproduksi. Organisme yang

berkembangbiak secara seksual, individu baru yang dihasilkan merupakan

koimbinasi informasi genetis yang disumbangkan dari parentalnya yaitu dua

gamet yang berbeda. Hukum Mendel I yaitu the law of segregation of allelic

genes atau hukum pemisahan gen yang sealel menjelaskan bahwa dalam

pembentukan gamet, pasangan alel akan memisah secara bebas.

Pernyataan Mendel yang kedua adalah Hukum Mendel II yang berbunyi

gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlaianan akan berpadu secara bebas

dan menghasilkan empat macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1.

Persilangan dihibrida merupakan perkawinan dua individu dengan dua tanda beda.

Persilangan ini dapat membuktikan kebenaran Hukum Mendel II. Namun,

seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang

disebabkan oleh adanya interaksi gen dan adanya gen homozigot letal.

Salah satu spesies yang dapat digunakan untuk membuktikan Hukum

Mendel II ini adalah lalat buah (Drossophila melanogaster). Lalat yang normal

memiliki fenotip dengan karakteristik yang telah ditentukan, diantaranya badan

kelabu, warna mata merah dan sayap lurus panjang. Variasi fenotip dari lalat ini

muncul akibat adanya perbedaan pada satu hingga tiga gen, misalnya warna mata

putih, sayap vestigial, tubuh ebony, dan masi banyak lagi yang lainnya. Praktikum
persilangan dihibrid ini menggunakan lalat buah (Drossophila melanogaster).

Morfologi lalat normal, lalat warna mata putih (lalat white), lalat sayap kecil atau

besar dan lalat tubuh ebony diamati. Selain itu, dilakukan juga perhitungan Chi-

Square dengan data persilangan lalat.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah membuktikan Hukum Mendel II pada


persilangan dihibrid.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Hukum mendel II disebut juga Hukum Berpasangan Bebas atau Hukum

Asortasi Bebas atau Hukum Independent Assortment. Jika Hukum Mendel I

didasarkan pada pemisahan gen (segregasi) maka Hukum Mendel II ini

berdasarkan pada berpasangan bebas. Maksudnya adalah bila dua individu

mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara

bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Jadi, alel dengan gen sifat

yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang

menentukan tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling

memengaruhi. Hukum Mendel II atau Hukum Bebas Berpasangan (berpasangan

bebas) atau hukum segregation memberi kesempatan untuk mendapatkan tanaman

yang bersifat unggul (Akbar, 2015).

Persilangan dihibrid adalah perkawinan antara dua individu dari spesies

yang sama yang memiliki dua sifat berbeda. Persilangan dihibrid sangat

berhubungan dengan Hukum Mendel II yang berbunyi independent assortment of

genes atau pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini berlaku ketika

pembentukan gamet, gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika

meiosis. Hukum Mendel II disebut juga Hukum Asortasi. Dihibrid pun mengenal

sifat dominan dan intermediet, contoh persilangan dihibrid misalnya dalam

persilangan tanaman biji atau kacang ercis. Sifat biji pertama berbentuk bulat dan

berwarna kuning, dan kedua sifat tersebut dominan terhadap sifat lainnya. Biji

kedua berbentuk kisut dan berwarna hijau (Akbar et al, 2015).


Persilangan Drosophila menghasilkan keturunan dengan karakter, proporsi

jumlah keturunan yang berbeda untuk setiap jenis persilangan dengan

menggunakan Drosophila yang berbeda. Mengetahui peristiwa yang terjadi dalam

persilangan Drosophila maka dapat digunakan penanda ciri morfologi yang

nampak (fenotip) pada keturunan yang dihasilkan. Fenotip yang muncul

merupakan hasil interaksi antara faktor genotip dengan lingkungan mahluk hidup.

Faktor-faktor fenotip ini dapat digunakan sebagai pembeda antara suatu individu

dalam suatu spesies, selain itu dapat digunakan untuk membedakan karakteristik

penampakan morfologi suatu mahluk hidup (Mas’ud & Tuapattinaya , 2013).

Menurut Hotimah (2017), berdasarkan pengamatan pada bagian kepala,

bentuk mulut memiliki banyak persaman dengan Drosophilla melanogaster tipe

normal. Bentuk mulut Drosophilla melanogaster memiliki tipe mulut penghisap

dan penjilat (Gambar 1) dan bentuk antena Drosophilla melanogaster memiliki

jenis aristat atau rambut yang memiliki 7-12 ruas dan pada ruas terakhir

membesar (Gambar 1).

Gambar 1. Bentuk mulut (A); Bentuk antena secara vertikal Drosophilla melanogaster
(B); Bentuk antena secara Horizontal (C); pedicel
Perbedaannya terletak pada warna mata facet, Drosophilla

melanogaster normal memiliki warna mata merah, strain pm memiliki


warna mata ungu tua dan strain se memiliki warna mata cokelat tua

(Gambar 2).

Gambar 2. Bagian kepala Drosophilla melanogaster normal (A), D. melanogaster strain


pm (B) dan Drosophilla melanogaster (C); mata occeli

Pengamatan morfologi thorak meliputi bagian latelar toraks, bristle,

sayap depan dan sayap belakang. Pengamatan bagian lateral thoraks, yaitu

bagian punggung Drosophilla melanogaster mempunyai ciri berupa garis di

tengah, atau garis pinggir (lateral) berwarna kuning di masing-masing sisi

lateral dorsal skutum. Arah dorsal tampak warna dasar skutelum. Skutelum

Drosophilla melanogaster biasanya berwarna kuning, walaupun pada

berbagai spesies terdapat tambahan warna lain, misalnya warna hitam

dengan pola bercak (Gambar 3). Panjang dan pendek pada strain pm dan se

memiliki banyak kesamaan bentuk dengan Drosophilla melanogaster

normal (Gambar 3).


Gambar 3. Bagian torak pada (A); D. melanogaster normal, (B);strain pm dan strain se
(C);notum (a);scutum (b);scutellum (c); bristle panjang(d) dan ;bristle
pendek(e). (perbesaran 40x pada mikroskop stereo)

Pengamatan sayap menunjukkan bahwa strain pm dan se memiliki banyak

kesamaan dengan Drosophilla melanogaster normal, ketiganya mempunyai bulu-

bulu halus didaerah sepanjang tepi vena (Gambar 4).

Gambar 4. Sayap Drosophilla melanogaster normal (A); sayap strain pm (B) dan
sayap Strain se (C); longitudinal (L1,2,3,4,5,6);posterio r (1p,2p,3p);
subcosta(S), ;median (M). (perbesaran 40x pada mikroskop stereo)

Sayap bagian depan pada Drosophilla melanogaster, pada pengamatan

sayap belakang, menunjukkan bahwa sayap belakang strain pm dan se memiliki

kesamaan dengan Drosophilla melanogaster normal, ketiganya memiliki dua

sayap. Sayap yang berkembang adalah sayap bagian depan. Sayap belakang

mengecil dan berubah menjadi alat keseimbangan yang disebut halter (Gambar 5).
Gambar 5. Halter pada Drosophilla melanogaster(A); struktur dari halter
(B);scabellum (a);pedicel (b) dan capitellum (c).(perbesaran 40x
pada mikroskop stereo)

Pengamatan ujung posterior abdomen menunjukkan bahwa strain pm dan

sepia memiliki banyak kesamaan dengan Drosophilla melanogaster normal

(Gambar 6).

Gambar 6. Perbedaan abdomen jantan dan betina (A); alat reproduksi jantan (B);
letak ovipositor pada betina (C).(perbesaran 40x pada mikroskop
stereo)

Pengamatan morfologi pada ketiga strain pada bagian ujung abdomen

menunjukkan jantan memiliki warna kehitaman pada ruas no 5 dan 6 sedangkan

pada betina hanya bercak hitam pada tiap ruasnya (Gambar 7).

Gambar 7. Perbedaan seksual antara jantan dan betina pada abdomen dan kaki
pada D. melanogaster (perbesaran 40x pada mikroskop stereo)

Perbedaan seksual jantan dan betina dapat dilihat pada bentuk ujung

abdomen dan kaki (Gambar 7). Bentuk ujung posterior abdomen betina
melengkung kebawah menuju titik lancip dibagian tengah belakang dan pada ruas

no 5 dan 6 tidak berwarna hitam, sedangkan abdomen jantan bulat dan

memendek, pada ruas no 5 dan 6 memiliki warna hitam, pada bagian kaki jantan

tarsus memiliki sexcomb, bagian luar dari alat genital jantan memiliki warna

hitam (Hotimah, 2017).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada Jumat,9 November 2018. Praktikum dilakukan


di Lab. Komputer Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman ,
Purwokerto, Jawa Tengah.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah lalat Drosophila
melnogaster, plastic bening , chloroform, kapas dan lembar pengamatan. Alat
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah lup dan alat tulis .

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum kali ini meliputi :

Alat dan Bahan disiapkan

Drosophila melanogaster dimasukan ke dalam plastic

Kapas dicelupkan ke kloroform dan dimasukan ke dalam plastic yang berisi


Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster diamati pada cawan petridish dengan menggunakan lup

Morfologi Drosophila melanogaster digambar pada lembar pengamatan beserta


keterangannya

Dilakukan perhitungan dengan uji chi-squar


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Lalat Drosophilla melanogaster (black)

Keterangan
Gambar Keterangan Literatur
Pengamatan

Warna mata : merah Warna mata : merah

Warna tubuh : hitam Warna tubuh : Hitam


kecoklatan
Panjang sayap : lebih
panjang dari tubuhnya Panjang sayap : lebih
. panjang dari abdomen
(Fauzi dan Corebima,
Betina 2016)

Warna mata : merah Warna mata : merah

Warna tubuh : coklat Warna tubuh : Hitam


kehitaman
Panjang sayap : Tidak
Panjang sayap : lebih terlalu panjang,
panjang dari tubuhnya menutupi bagian
abdomen (Siburian,
Jantan 2008).
Bagan Persilangan

P: Mata Merah >< Mata Coklat


Tubuh Kelabu Tubuh Hitam
+ + 𝑠𝑒 𝑏
, ,
+ + 𝑠𝑒 𝑏

+ se, b
+ +
F1 ,
𝑠𝑒 𝑏
++ ++
F2: 𝑠𝑒 𝑏 𝑠𝑒 𝑏

++ ++
+b +b
se + se +
se b se b

++ +b se + se b

++ ++ ++ ++
++
++ +𝑏 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 𝑏
++ +𝑏 ++ +𝑏
+b 𝑠𝑒 𝑏
+𝑏 +𝑏 𝑠𝑒 𝑏
++ ++ 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 +
se +
𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 𝑏 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 𝑏
++ +𝑏 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 𝑏
se b
𝑠𝑒 𝑏 𝑠𝑒 𝑏 𝑠𝑒 𝑏 𝑠𝑒 𝑏

++ ++ + + + + + 𝑏 + 𝑏 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 𝑏
Genotipe: ; ; ; ; ; ; ; ;
++ +𝑏 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 𝑏 + 𝑏 𝑠𝑒 𝑏 𝑠𝑒 + 𝑠𝑒 𝑏 𝑠𝑒 𝑏

: 1:2:2:4:1:2:1:2:1

Fenotipe:
Mata Merah Mata Merah Mata Coklat Mata Coklat

Tubuh Kelabu Tubuh Hitam Tubuh Kelabu Tubuh Hitam


9 : 3 : 3 : 1

95
Tabel 2. Uji Chi-Square

N Se b se b Σ

Observasi
150 46 46 14 256
(O)

9/16 x 256 3/16 x 256 3/16 x 256 1/16 x 256


Harapan (E) 256
= 144 = 48 = 48 = 16

(|150-144|)2 (|46-48|)2 = (|46-48|)2 (|14-16|)2


(|O-E|)2 48
= 36 4 =4 =4

(|𝐎 − 𝐄|)𝟐 36 4 4 4
𝐄 144 48 48 16

X2 0,25 0,08 0,08 0,25 0,66

X2 tabel: 7.81

Kesimpulan: X2 hitung (0,66) < X2 tabel (7,81), maka H0 diterima dan H1 ditolak,

sehingga hasil percobaan sesuai dengan hukum Mendel II dengan perbandingan 9

: 3 : 3 : 1.

B. Pembahasan

Persilangan dihibrid adalah perkawinan antara dua individu dari spesies yang

sama yang memiliki dua sifat berbeda. Contoh persilangan dihibrid misalnya

dalam persilangan tanaman biji atau kacang ercis. Sifat biji pertama berbentuk

bulat dan berwarna kuning, dan kedua sifat tersebut dominan terhadap sifat

lainnya. Biji kedua berbentuk kisut dan berwarna hijau (Akbar et al, 2015).

Penyebaran gen dapat terjadi jika ada persilangan atau perkawinan antar

individu dalam suatu populasi. Berdasarkan jumlah sifat yang disilangkan,

96
terdapat dua macam persilangan yaitu persilangan monohibrid dan persilangan

dihibrid. Persilangan monohibrid merupakan persilangan dengan satu sifat beda

sedangkan persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua sifat beda.

Persilangan dihibrid ini lebih rumit dibandingkan dengan persilangan monohibrid

karena pada persilangan dihibrid melibatkan dua lokus (Wijayanto et al, 2013).

Yatim (2003) juga menyatakan bahwa persilangan dihibrid yakni persilangan dari

individu yang memiliki dua atau lebih karakter berbeda.

Manfaat persilangan dihibrid bagi pemuliaan tanaman dan juga pertanian

adalah menghasilkan keturunan dengan sifat sifat yang baik dan juga

menghasilkan bibit unggul, misalnya varietas tanaman jenis unggul hasil

persilangan misalnya PB5,PB8,IR22, dan juga IR24. Mendel menyusun

hukumnya yang ke II disebut Hukum Pengelompokan Gen secara bebas ( the law

of independent assortment of genes). Hukum ini berdasarkan pada hasil dari

percobaan Mendel tentang persilangan dihibrid (dua sifat beda) yang mana terjadi

empat macam pengelompokkan dari dua pasang gen. Hukum ini menyatakan

bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung

pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet-gamet (Suryo,

2012).

Persilangan Dihibrid sangat berhubungan dengan Hukum Mendel II yang

berbunyi independent assortment of genes atau pengelompokan gen secara bebas.

Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, gen sealel secara bebas pergi ke

masing-masing kutub ketika meiosis. Hukum Mendel II disebut juga Hukum

97
Asortasi. Sama halnya dengan monohibrid, dihibrid pun mengenal sifat dominan

dan intermediet (Akbar et al, 2015).

Menurut Wijayanto et al. (2013), persilangan dihibrid memiliki hubungan

dengan Hukum Mendel II. Hukum mendel II atau dikenal dengan the law

of independent assortmen of genes atau hukum pengelompokan gen secara bebas

dinyatakan bahwa selama pembentukan gamet, gen-gen yang berada dalam satu

alel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang bukan

alelnya. Sebagai contoh pada persilangnan dihibrid, individu MMTT akan

membentuk gamet M dan T, dan individu mmtt akan membentuk gamet m dan t.

Pada individu MmTt, yang menghasilkan gamet MT, Mt, mT dan gamet mt akan

terlihat bahwa gen MT, Mt, mT dan gen mt akan dipisahkan (disegregasi) dan

akan mengelompok secara bebas ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut.

Prinsip inilah yang berkaitan dengan Hukum Pengelompokkan atau Hukum

Mendel II. Fauzi & Corebima (2016) menyatakan bahwa secara garis besar,

Hukum Pemisahan Mendel menjelaskan terkait keberadaan sepasang faktor

yang mengendalikan setiap karakter akan memisah pada waktu pembentukan

gamet. Hukum Pilihan Bebas, Mendel menjelaskan bahwa faktor-faktor yang

menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara bebas satu sama

lain.

Menggunakan lalat Drospohila melanogaster atau lalat buah, karena siklus

hidup lalat buah yang sangat pendek yaitu sekitar 10 hingga 15 hari tergantung

besarnya suhu lingkungan. Semakin tinggi tempreatur lingkungan semakin

pendek siklus yang dapat dicapai, namun suhu diatas 30°C yang terus menerus

98
dapat mengakibatkan sterilnya lalat buah tersebut, bahkan dapat berakibat

kematian. Menggunakan uji chi square yaitu untuk mengetahui pengujian pada

lalat buah dengan berbagai karakteritik yang diamati sesuai atau tidak dengan

Hukum Mendel II

Menurut Yatim (2003), mutasi merupakan perubahan genetis yang bukan

karena pengaruh hibrid, sedangkan menurut Faradilla (2008), mutasi adalah

perubahan genetik baik sejumlah gen atau susunan kromosom maupun gen

tunggal. Secara molekuler, mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan

nukleotida DNA kromosom yang menyebabkan terjadinya perubahan pada protein

yang dihasilkan. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian dan pertumbuhan

tanaman, namun lebih sering terjadi pada bagian sel yang aktif membelah,

misalnya tunas dan biji.

Drosophilla melanogaster merupakan serangga penting dalam ilmu

genetika, telah mengalami mutasi genetik sehingga dikenal dengan berbagai

macam strain, telah berhasil ditemukan 85 macam strain yang menyimpang dari

tipe normal (wild type). Salah satu contohnya adalah strain sepia dan plum, yang

merupakan mutan D. Melanogaster. Mutan tersebut memiliki kelainan genetik

pada kromosom tertentu sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan fenotip jika

dibandingkan dengan Drosophilla melanogaster tipe normal (wild type) (Hotimah

et al, 2017).

Beberapa jenis atau strain dari lalat Drosophila melanogaster, diantaranya

yaitu strain Sepia (Se), Rough (Ro), Vestigial (Vg), dan Dumphi (Dp). Ciri

morfologi pada Drosophila melanogaster strain Sepia (Se), Rough (Ro), Vestigial

99
(Vg), dan Dumphi (Dp) berbeda pada warna mata, warna badan dan posisi sayap

(Mas’ud, 2013). Ciri morfologi masing-masing strain adalah sebagai berikut:

1. Strain Se : warna mata coklat, badan berwarna terang dan sayap panjang

seperti pada strain normal.

2. Strain Ro: warna mata merah kasar, tubuh coklat, sayap membentang

menutup tubuh.

3. Strain Vg: warna mata merah, tubuh coklat sayap pendek merentang dan

keriting.

4. Strain Dp: warna mata merah cerah, tubuh kuning kecoklatan, sayap terbuka

agak melengkung (Mas’ud, 2013).

Beberapa contoh mutan lalat buah Drosophila melanogaster adalah sebagai


berikut :

1. Lalat Drosophila white eyed flies

Gambar 8. Drosophila white eyed flies

Lalat buah ini mempunyai mata putih. Seperti lalat buah mata orange,

mereka juga dipengaruhi oleh ‘gen putih’. Lalat buah ini ‘gen putih’ sepenuhnya

dipengaruhi oleh tidak dihasilkannya pigmen merah (Karmana, 2010).

2. Dumpy

Sayap lebih pendek hingga dua pertiga panjang normal dengan ujung sayap

tampak seperti terpotong. Bulu pada dada tampak tidak sama rata. Sayap pada

sudut 90o dari tubuh dalam posisi normal (Amelia, 2016).

100
Gambar 9. Lalat Dumpy

3. Ebony

Lalat ini berwarna gelap , hampir hitam dibadannya. Adanya suatu mutasi

pada gen yang terletak pada kromosom ketiga. Secara normal fungsi gen tersebut

berfungsi untuk membangun pigmen yang memberi warna pada lalat buah

normal, namun karena mengalami kerusakan maka pigmen hitam menumpuk di

seluruh tubuh (Amelia, 2016).

Gambar 10. Lalat Ebony

4. Curly

Sayap pada lalat berbentuk keriting. Terjadi mutasi gen pada kromosom

kedua. Sayap-sayap ini menjadi keriting karena adanya suatu mutasi dominan,

yang berarti bahwa satu salinan gen diubah dan menghasilkan adanya kelainan

tersebut (Amelia, 2016).

101
Gambar 11. Lalat Curly

5. Eyemissing

Mata berupa titik, mengalami mutasi pada kromosom ketiga di dalam

tubuhnya, sehingga yang harusnya diintruksi sel di dalam larva untuk menjadi

mata menjadi tidak terbentuk karena adanya mutasi (Amelia, 2016).

Gambar 12. Lalat Eyemissing

6. Miniature

Sayap berukuran sangat pendek. Lalat dengan sayap vestigial ini tidak

mampu untuk terbang. Lalat ini memiliki kecacatan dalam gen vestigial. Lalat ini

memiliki mutasi resesif (Amelia, 2016).

7. Black
Seluruh tubuhnya berwarna hitam akibat adanya kerusakan pada gen pada

kromosom kedua lokus 48.5 (Amelia, 2016).

102
Gambar 14. Lalat Black

Hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini tentang persilangan dihibrid,

dengan menggunakan media lalat Drosophila. Pengamatan morfologi lalat black

betina memiliki mata berwarna merah, tubuh berwarna hitam, tubuh lebih besar

daripada jantan, abdomen berwarna coklat, abdomen posterior berbentuk lancip

dan segmennya bergaris hitam tipis sedangkan pada morfologi lalat jantan

matanya berwarna merah, badan berwarna hitam, warna abdomen coklat muda,

bentuk abdomen posterior tumpul, dan segmennya bergaris warna hitam pekat

pada ujungnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barror (1998) menyatakan

bahwa Lalat buah ini memiliki sigmen bermata merah dan warna badan hitam.

Menurut Wijayanto et al (2013), terdapat konsep penting untuk menentukan

frekuensi pasangan alel pada persilangan dihibrid yaitu keterkaitan antar dua

lokus. Keterkaitan tersebut didasarkan pada jarak antar kedua lokus. Dua lokus

dikatakan terkait sempurna jika letak kedua lokus tersebut berdekatan pada

kromosom yang sama, sedangkan dua lokus dikatakna tidak terkait jika terletak

pada kromosom yang sama tetapi jarak antara keduanya jauh atau kedua lokus

tersebut terletak pada kromosom yang berbeda.

Menurut literatur percobaan perbandingan tersebut dapat diuji

kebenarannya dengan uji chi-square. Rumus untuk menghitung chi-square adalah:

X^2=(|O-E|)^2/E

103
O = Observasi dan E = Ekspektasi. Kriteria pengujiannya adalah jika X2 hit

> X2 tabel, maka Ho ditolak. Chi-Square (X^2) tabel yang digunakan adalah 7,81

Sementara itu X^2 hitungnya adalah 0,66 (John, 1971). Jika X^2 hitungnya lebih

kecil dibandingkan X^2 tabelnya, maka Ho atau hipotesis awalnya diterima, maka

dari itu rasio perbandingan yang didapat dalam simulasi persilangan tersebut

sesuai dengan teori atau signifikan. Penyebab terdapat data yang signifikan atau

tidak signifikan tersebut adalah karena persilangan adalah kejadian acak sehingga

tercipta berbagai peluang kejadian hasil persilangan yang dapat menyebabkan data

signifikan atau tidak (Sutarno, 2005).

104
V. SIMPULAN

Setelah melakukan praktikum persilangan dihibrid dengan menggunakan

lalat Drosophila melanogaster didapatkan kesimpulan bahwa hasil analisis uji X2

hitung 0,66, sedangkan nilai X2 tabel 7,81 dengan hasil tersebut didapatkan

kesimpulan nilai X2 hitung < nilai X2 tabel maka menunjukkan hasil yang

signifikan dari seluruh data hasil perbandingan yaitu 9 : 3 : 3 : 1, yang

menandakan sesuai dengan Hukum Mendel II.

DAFTAR PUSTAKA

105
Akbar, R. T., S. Hardhienata & A. Maesya. 2015. Implementasi sistem hereditas
menggunakan metode persilangan hukum mendel untuk identifikasi
pewarisan warna kulit manusia. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Ilmu Komputer/Informatika. 1(1) : 1-13.

Amelia, R. 2016. Pengaruh Persilangan Strain Wild Type (N) Dengan White
(W) Terhadap Jumlah Turunan F2 Lalat Buah (Drosophila sp). Skripsi.
Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Palangkaraya, Palangkaraya.

Borror , 1998 . Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press :

Yogyakarta.

Faradilla, F. M. 2008. Mutasi Induksi Melalui Sinar Gamma Pada Dua Kultivar
Anthurium andreanum (A. andreanum 'Mini' dan A. andreanum 'Holland').
Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fauzi, Ahmad. Dan Aloysius Duran Corebima. 2016. Pemanfaatan Drosophila
melanogaster sebagai organisme model dalam mengungkap
berbagai fenomena penyimpangan rasio mendel. Prosiding Seminar
Nasional Biologi. p:278-282.

Fauzi, A. dan A. D. Corebima. 2016. Pemanfataan Drosophila Melanogaster


Sebagai Organisme Model Dalam Mempelajari Hukum Pewarisan
Mendel. Pemanfaatan Drosophila melanogaster sebagai Organisme.
Artikel Ilmiah. Prosiding Seminar Nasional Biologi ISBN: 978‐602‐0951‐
11‐9.
Hotimah, H., Purwatiningsih dan K. Senjarini. 2017. Deskripsi morfologi
drosophilla melanogaster normal (diptera:drosophilidae), strain sepia dan
plum. Jurnal ILMU DASAR. 18(1): 55-60.

Karmana, I. W. 2010. Pengaruh macam strain dan umur betina terhadap jumlah
turunan lalat buah (Drosophila melanogaster). Jurnal Ganec Swara. 4(2): 4-
6.

Klug, William S, A Michael R.C.1997. Concept of Genetics, 5th edition

Mas’ud, A. dan P. M. J. Tuapattinaya. 2013. Studi peristiwa epistasis resesif pada


persilangan drosophila melanogaster strain sepia (se) >< rough (ro) dan
strain vestigial (vg) >< dumphi (dp). Jurnal ßioêdukasi. 1(2): 85-93.

106
Russell, P.J.1994. Foundamental of Genetics. Harper Collins College Publishers.
New York

Suryo. 2012. Genetika untuk Strata 1. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Siburian, Jodion. 2008. Studi Keanekaragaman Drosophila sp. Di Kota Jambi.


Biospesies. Vol.1. No.2.

Wijayanto, D. A., R. Hidayat, dan M. Hasan. 2013. Penerapan model


persamaan diferensi dalam penentuan probabilitas genotip
keturunan dengan dua sifat beda. Jurnal Ilmu Dasar. 14(2) :79- 84.

Yatim, W. 2003. Genetika. Tarsito. Bandung.

107
LAMPIRAN

Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan praktikum acara 4

Gambar 1. Kaca pembesar Gambar 2. Mengamati


morfologi lalat buah

Gambar 3. Lalat jantan (kiri)


dan lalat betina (kanan)

108
109
110
111
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN

ACARA V
PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL

Semester :
Ganjil 2018

Oleh :
Setya Arganto
A1D017179 / 10
PJ Acara : Dea Johana dan Dewi Puspitasari

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018

112
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori pertama tentang pewarisan yang dapat diterima kebenarannya dikemukakan

oleh Gregor Mendel pada tahun 1865. Teori ini diajukan berdasarkan penelitian

persilangan berbagai varietas kacang kapri (Pisum sativum). Dalam percobaan

hukum Mendel memilih tanaman sifat biologi yang mudah diamati. Berbagai

alasan dan keuntungan menggunakan tanaman kapri yaitu, (a) tanaman kapri tidak

hanya memiliki bunga yang menarik, tetapi juga memiliki mahkota yang tersusun

sehingga melindungi bunga kapri terhadap fertilisasi oleh serbuk sari dari bunga

lain. Hasilnya tiap bunga menyerbuk sendiri secara alami; (b) penyerbukan silang

dapat dilakukkan secara akurat dan bebas, dapat dipilih mana tetua jantan dan

betina yang diinginkan; (c) Mendel dapat mengumpulkan benih dari tanaman

yang disilangkan, kemudian menumbuhkannya dan mengamati karakteristik

(sifat) keturunannya.

Hasil persilangan dapat memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian atau sering

disebut dengan penyimpangan. Hal tersebut terjadi diluar perkiraan, terkadang

kita melihat hasil persilangan yang tidak seperti kita harapkan, sebagaimana tidak

seperti apa yang diperkirakan oleh Mendel. Terjadinya penyimpangan tersebut

dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Terutama faktor dari makhluk hidup yang

bersilangan tersebut.

Persilangan dua DNA melalui perkawinan dua organisme akan menghasilkan

individu yang bervariasi. Beberapa ciri tampak menyatu, tetapi seringkali hilang,

113
dan muncul pada generasi berikutnya. Terdapat individu yang tampak sama

dengan individu asal, tetapi terdapat kemungkinan individu ditemukan individu

yang sama sekali berbeda dengan individu asal. Interaksi dimana yang satu

mengalahkan atau menutupi pekerjaan gen lain yang bukan sealel. Gen yang

mengalahkan itu disebut epitasis, yang dikalahkan hipostasis.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat mengetahui penyimpangan Hukum

Mendel.

114
II. TINJAUAN PUSTAKA

Mendel mempelajari beberapa pasang sifat pada tanaman kapri. Masing-

masing sifat yang dipelajari adalah tinggi tanaman, warna bunga, bentuk biji, dan

lain-lain yang bersifat dominan dan resesif. Mula-mula Mendel mengamati dan

menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal dengan istilah monohibrid. Selain itu

Mendel juga mengamati data kombinasi antar sifat, dua sifat (dihibrid), tiga sifat

(trihibrid) dan banyak sifat (polihibrid) (Bima, 2000).

Sifat organisme dikendalikan oleh gen yang dapat diwariskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Setiap sifat dikendalikan oleh sepasang alel yang

terdapat pada satu lokus dari suatu kromosom. Antara dua alel pada satu lokus

mungkin mempunyai hubungan dominan-resesif atau kodomiman. Pada

persilangan antara dua tetua homozigot yang berbeda akan diperoleh F1 yang

bersifat heterozigot. Dalam kasus alel dominan-resesif, fenotip F1 akan sama

dengan fenotip tetua dominan, tetapi dala kasus alel kodominan genotip F1 yang

berbeda pula. Persilangan sendiri antar F1 akan menghasilkan generasi F2 (Pay,

1987).

Genotip maupun fenotip yang dihasilkan oleh Mendel akan terpenuhi jika

setiap sifat hanya ditentukanoleh alel dalam satu lokus. Alel dalam setiap lokus

bersegregasi bebas dengan lokus lain, dan gen-gen terdapat pada inti. Pada kasus-

kasus tertentu, perbandingan fenotip yang berbeda, misalnya 9 : 3 : 3 : 1 tidak

terpenuhi, tetapi menghasilkan perbandingan fenotip yang berbeda, misalnya 9 : 3

: 4; 15 : 1; 12 : 3 : 1 (Welsh, 1991).

115
Menurut Nusantari (2011) yang menyatakan bahwa fenomena yang tidak

sesuai dengan hukum Mendel disebut sebagai penyimpangan Hukum Mendel.

Pada tahun 1906, Bateson dan Punnet menemukan bahwa pada persilangan dapat

menghasilkan rasio fenotif 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri

berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan bunga merah yang serbuk

sarinya bulat. Rasio fenotif dari keturunan ini menyimpang dari Hukum Mendel

yang seharusnya pada keturunan kedua (F2) perbandingan rasionya adalah 9 : 3 :

3 : 1 (Corebima,1997).

Menurut Yatim (1986) munculnya perbandingan yang tidak sesuai disebut

penyimpangan semua Hukum Mendel. Hal ini disebabkan interaksi antargen yang

dapat menyebabkan perbandingan fenotip yang menyimpang dari Hukum Mendel.

Bentuk interaksi antar gen yang menyebabkan penyimpangan semua Hukum

Mendel dapat berupa atavisme, epistasis-hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan gen

komplementer. Bateson (1907) dalam eksperimennya dengan unggas dan Nilson

dengan tanman gandum menemukan kejadian yang terkenal sebagai epistasis dan

hipostasis.

Peristiwa epistasis dapat dibedakan menjadi epistasis dominan, epistasif

resesif, dan epistasis dominan dan resesif. Epistasis dominan terjadi jika suatu gen

bersifat epistasis terhadap gen lain jika bersifat dominan alelnya. Epistasif resesif,

gen akan bersifat epistasis jika dalam keadaan resesif terhadap alelnya. Sedangkan

pada epistasis dominan dan resesif terjadi jika pada suatu ciri yang dikendalikan

oleh dua gen dan terdapat epistasis dominan dan resesif (Crowder, 1986).

116
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum genetika tumbuhan acara 5 tentang penyimpangan hukum Mendel

dilaksanakan pada Senin, 05 November 2018 pukul 13.30 – 15.30 WIB.

Praktikum acara 5 ini dilaksanakan di Ruang komputer. Ruangan tersebut terletak

di gedung B Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum penyimpangan Hukum Mendel adalah

kantong plastik dan kancing warna. Alat yang digunakan dalam praktikum ini

adalah lembar pengamatan dan alat tulis. Perhatikan penggunaan alat dan bahan

pada praktikum penyimpangan hukum mendel.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum penyimpangan hukum Mendel

adalah sebagai berikut :

1. Satu kantong plastik berisi kancing warna diambil, kemudian dikocok

hingga homogen.

2. Satu buah kancing diambil dan hasil dicatat.

3. Kancing diambil sebanyak 90x dan 160x, kemudian dicatat pada lembar

pengamatan yang akan disediakan pada saat praktikum.

117
4. Data dianalisa dengan uji X2.

118
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Epistasis Dominan (12:3:1)

Tabel 1. Uji X2 pembuktian penyimpangan hukum mendel epistasis dominan 90


kali
Karakteristik yang Diamati
Hijau Coklat Hitam Jumlah

Observasi 70 15 5 90
(O)
Harapan (E) 12/16 x 90 = 67,5 3/16 x 90 = 1/16 x 90 90
16,875 =5,625
(|𝑂 − 𝐸|)2 (|70 − 67,5|)2 (|15 − 16,875|)2 (|5 − 5,625|)2 0,35
𝐸 67,5 16,875 5,625

X2 0,09 0,20 0,06 0,35


Kesimpulan:

X2 hitung (0,35) < X2 tabel (5,99) maka H0 diterima H1 ditolak, sehingga hasil

percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan dengan

perbandingan 12 : 3 : 1.

Tabel 2. Uji X2 pembuktian penyimpangan hukum mendel epistasis dominan 160


kali
Karakteristik yang Diamati
Hijau Coklat Hitam Jumlah
Observasi (O) 111 32 17 160
Harapan (E) 12/16 x 160 = 3/16 x 160 = 1/16 x 160 = 160
20 30 10
(|𝑂 − 𝐸|)2 (|111 − 20|) 2
(|32 − 30|) 2
(|17 − 10|)2 5,708
𝐸 20 30 10
2
X 0,675 0,133 4,9 5,708

119
Kesimpulan:

X2 hitung (5,708) < X2 tabel (5,99) maka H0 diterima H1 ditolak, sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan

dengan perbandingan 12 : 3 : 1.

2. Epistasis Resesif (9:3:4)

Tabel 3. Uji X2 Epistasis Resesif (9:3:4) pengambilan 90 kali


Karakteristik yang Diamati
Hijau Coklat Hitam Jumlah

Observasi (O) 10 51 29 90
Harapan (E) 9/16 x 90 = 50,6 3/16 x 90 = 16,9 4/16 x 90 = 22,5 90

(|𝑂 − 𝐸|)2 (|10 − 50,6|)2 (|51 − 16,9|)2 (|29 − 22,5|)2 103,3


𝐸 50,6 16,9 22,5
X2 32,6 68,8 1,9 103,3

Kesimpulan:

X2 hitung (103,3) > X2 tabel (5,99) maka H0 ditolak H1 diterima, sehingga hasil

percobaan tidak sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif

dengan perbandingan 9 : 3 : 4.

Tabel 4. Uji X2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif 160


kali
Karakteristik yang Diamati Jumlah
Hijau Coklat Hitam
Observasi (O) 34 84 42 160
Harapan (E) 9/16 x 160 = 90 3/16 x 160 = 4/16 x 160 = 40 160
30
(|𝑂 − 𝐸 |)2 (|34 − 90|)2 (|84 − 30|)2 (|42 − 40|)2
𝐸 132,1
90 30 40
X2 34,8 97,2 0,1 132,1

120
Kesimpulan:

X2 hitung (132,1) > X2 tabel (5,99) maka H0 ditolak H1 diterima, sehingga hasil

percobaan tidak sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif

dengan perbandingan 9 : 3 : 4.

3. Epistasis Dominan Resesif (13:3)

Tabel 5. Uji X2 Epistasis Dominan Resesif (13:3) pengambilan 90 kali


Karakteristik yang diamati
Coklat Hitam Jumlah
Observasi (O)
77 13 90
Harapan (E)
13 3
∙ 90 = 73,125 ∙ 90 = 16,875 90
16 16
( |O – E| - ½ )2
1 1
E (|77 − 73,125| − 2)2 (|13 − 16,875| − 2)2
0,8308
73,125 16,875
X2 0,1558 0,675 0,8308
Kesimpulan:

X2 hitung (0,8308) ˂ X2 tabel (3,84), maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan

resesif dengan perbandingan 13:3

Tabel 6. Uji X2 Epistasis Dominan Resesif (13:3) pengambilan 160 kali


Karakteristik yang diamati
Coklat Hitam Jumlah
Observasi (O)
132 28 160
Harapan (E)
13 3
∙ 160 = 130 ∙ 160 = 30 160
16 16
( |O – E| - ½ )2 1
(|132 − 130| − 2)2
1
(|28 − 30| − 2)2
E 0,0923
130 30
X2
0,0173 0,075 0,0923

121
Kesimpulan:

X2 hitung (0,0923) ˂ X2 tabel (3,84), maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan

resesif dengan perbandingan 13:3

4. Epistasis Dominan Duplikat / Polimeri (15:1)

Tabel 7. Uji X2 Epistasis Dominan Duplikat (15:1) pengambilan 90 kali


Karakteristik yang diamati
Hijau Hitam Jumlah
Observasi (O) 85 5 90

Harapan (E) 15 1 90
x 90 = 84,375 16
x 90 = 5,625
16

( |O – E| - ½ )2 2 2 0,00296
(|85 − 84,375| − 1⁄2) (|5 − 5,625| − 1⁄2)
E
84,375 5,625

X2 0,00018 0,00278 0,00296

Kesimpulan:

X2 hitung (0,00296) < X2 tabel (3,84) maka H0 diterima H1 ditolak, sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum mendel epistasis dominan

duplikat dengan perbandingan 15 : 1.

Tabel 8. Uji X2 Epistasis Dominan Duplikat (15:1) pengambilan 160 kali


Karakteristik yang diamati
Hijau Hitam Jumlah
Observasi (O) 145 15 160

Harapan (E) 15 1 160


x 160 = 150 x 160 = 10
16 16
2 2
( |O – E| - ½ )2 (|145 − 150| 1⁄2) (|15 − 10| − 1⁄2) 2,16
E
150 10
X2 0,135 2,025 2,16

122
Kesimpulan:

X2 hitung (2,16) < X2 tabel (3,84) maka H0 diterima H1 ditolak, sehingga hasil

percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum mendel epistasis dominan

duplikat dengan perbandingan 15 : 1.

5. Epistasis Resesif Duplikat (9:7)

Tabel 9. Uji X2 Epstasis Resesif Duplikat (9: 7) pengambilan 90 kali


Karakteristik yang diamati
Coklat Hitam Jumlah
Observasi (O) 44 46 90
Harapan (E) 9 7
× 90 = 50,625 × 90 = 39,375 90
16 16
( |O – E| - ½ )2 |44 – 50,625| |46 – 39,375|
E ( − 0,5)2 ( − 0,5)2 1,69
50,625 39,375

X2
0,741 0,952 1,69
Kesimpulan :

X2 Hitung (1,69) < X2 tabel (3,84), maka H0 diterima dan H1 ditolak sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif

duplikat dengan perbandingan 9:7.

Tabel 10. Uji X2 Epstasis Resesif Duplikat (9: 7) pengambilan 160 kali
Karakteristik yang diamati
Coklat Hitam Jumlah
Observasi (O) 86 74 160
Harapan (E) 9 7
× 160 = 90 × 160 = 70 160
16 16
( |O – E| - ½ )2 |86−90| |74−70|
E ( 90
− 0,5)2 ( 70
− 0,5)2 0,311

X2 0,136 0,175 0,311

123
Kesimpulan :

X2 Hitung (0,311) < X2 tabel (3,84), maka H0 diterima dan H1 ditolak sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif

duplikat dengan perbandingan 9 : 7.

6. Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif (9:6:1)

Tabel 11.Uji X2 Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif (9:6:1) pengambilan 90 kali
Karakteristik yang Diamati
Hijau Coklat Hitam Jumlah

Observasi (O) 40 42 8 90
Harapan (E) 6/16 x 90 = 9/16 x 90 = 1/16 x 90 = 90
33,75 50,625 5,625
(|𝑂 − 𝐸|)2 (|40 − 33,75|)2 (|42 − 50,625|)2 (|8 − 5,625|)2 3,61
𝐸 33,75 50,625 5,625
X2 1,15 1,46 1,00 3,61
Kesimpulan :

X2 hitung (3,61) > X2 tabel (5,99), maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum mendel gen duplikat dengan

efek kumulatif dengan perbandingan 9 : 6 : 1.

Tabel 12.Uji X2 Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif(9:6:1)pengambilan 160 kali


Karakteristik yang Diamati
Hijau Coklat Hitam Jumlah
Observasi (O) 66 89 5 160
Harapan (E) 6/16 x 160 = 60 9/16 x 160 = 90 1/16 x 160 = 10 160

(|𝑂 − 𝐸|)2 (|66 − 60|)2 (|89 − 90|)2 (|5 − 10|)2 3,11


𝐸 60 90 10
X2 0,6 0,01 2,5 3,11
Kesimpulan :

X2 hitung (3,11) > X2 tabel (5,99), maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga

hasil percobaan sesuai dengan penyimpangan hukum mendel gen duplikat dengan

efek kumulatif dengan perbandingan 9:6:1

124
B. Pembahasan

Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada

organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya

'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:

1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum

Pertama Mendel, dan

2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga

dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel (Bateson, 1990).

Penyimpangan Hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan

rasio fenotip yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut Hukum Mendel.

Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotip yang diperoleh merupakan

modifikasi dari penjumlahan rasio fenotip Hukum Mendel semula. Penyimpangan

Hukum Mendel terjadi karena adanya beberapa gen yang berinteraksi antara satu

dengan yang lainya. Perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 : 1 dapat berubah, tetapi

prinsip dasarnya masih sesuai dengan prinsip-prinsip Mendel. Oleh karena itu,

keadaan ini sering juga disebut sebagai penyimpangan semu Hukum Mendel

(Corebima, 1997). Munculnya perbandingan yang tidak sesuai disebut

penyimpangan Hukum Mendel. Faktor yang menyebabkan penyimpangan Hukum

Mendel adalah interaksi antargen yang dapat menyebabkan perbandingan fenotip

yang menyimpang dari Hukum Mendel. Bentuk interaksi antar gen yang

menyebabkan penyimpangan semu Hukum Mendel dapat berupa atavisme,

epistasis, hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan gen komplementer (Yatim, 1986).

125
Epistasis dominan terdapat satu gen dominan yang bersifat epistasis. Misalnya

warna umbi lapis pada bawang (Allium sp.) merupakan gen untuk umbi merah dan

B merupakan gen untuk umbi kuning. Gen merah dan kuning dominan terhadap

putih. Perkawinan antara tanaman bawang berumbi lapis kuning homozigot

dengan yang merah homozigot menghasilkan tanaman F1 yang berumbi lapis

merah. Keturunan F2 terdiri putih atau 12 : 3 : 1. Perbandingan itu terlihat

menyimpang dari hukum mendel, tetapi ternyata tidak. Perbandingan 9 : 3 : 3 : 1

untuk keturunan perkawinan dihibrid hanya mengalami modifikasi saja, yaitu 9 : 3

: 3 : 1 menjadi 12 : 3 : 1. Contohnya adalah sebagai berikut (Yatim, 1986).

P : Aabb >< aaBB

(Merah) (Kuning)

F1 : 

AaBb

(Merah)

F2 : 9 A_B_ : umbi lapis merah

3 A_bb : umbi lapis merah

3 aaB_ : umbi lapis kuning

1 aabb : umbi lapis putih

Peristiwa epistasis resesif terdapat suatu gen resisif yang bersifat epistasis

terhadap gen dominan yang bukan alelnya (pasangannya). Gen resesif tersebut

harus dalam keadaan homozigot, contohnya pada pewarisan warna rambut tikus.

Gen A menentukan warna hitam, gen a menentukan warna abu-abu, gen C

menentukan enzim yang menyebabkan timbulnya warna dan gen c yang

126
menentukan enzim penghambatan munculnya warna. Gen C bersifat epistasis.

Jadi, tikus yang berwarna hitam memiliki gen C dan A. Contoh persilangannya

adalah sebagai berikut (Yatim, 1986).

P : CCAA >< ccaa

(Hitam) (Putih)

Gamet : CA  ca

F1 : CcAa

(Hitam)

F2 : Diperoleh perbandingan genotip sebagai berikut :

9 C_A_ : hitam

3 C_aa : abu-abu

3 ccA_ : putih

1ccaa : putih

Epistasif dominan resesif (inhibiting gen) merupakan penyimpangan semu yang

terjadi karena terdapat dua gen dominan tersebut. Peristiwa ini mengakibatkan

perbandingan fenotip F2 = 13 : 3. Contohnya ayam leghorn putih mempunyai

fenotip IICC dikawinkan dengan ayam white silkre berwarna putih yang

mempunyai genotip iicc (Kusdianti, 1999).

Epistasis dominan duplikat (polimeri) adalah heterozigot dengan banyak sifat

beda yang berdiri sendiri. Namun hal tersebut mempengaruhi bagian yang sama

pada suatu organisme. Peristiwa polimeri pertama kali ditunjukkan oleh Nelson-

Ehle melalui percobaan persilangan antara gandum berbiji merah dengan gandum

berbiji putih (Kusdianti, 1999).

127
Epistasis resesif duplikat (komplementer) adalah gen-gen yang berinteraksi dan

saling melegkapi. Kehadiran gen-gen tersebut secara bersama-sama akan

memunculkan karakter (fenotip) tertentu. Sebaliknya, jika salah satu gen tidak

hadir maka pemunculan karakter (fenotip) tersebut akan terhalang atau tidak

sempurna. Pemunculan suatu pigmen merupakan hasil interaksi dua gen yaitu C

dan gen P (Kusdianti, 1999).

Kriptomeri adalah peristiwa gen dominan yang seolah-olah tersembunyi bila

berada bersama dengan gen dominan lainnya, dan akan terlihat bila berdiri sendiri.

Correns pernah menyilangkan tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur

murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Dalam persilangan tersebut

diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman dengan

perbandingan berbunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4 (Rifa’i, 2004).

Polimeri adalah pembastaran heterozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri

sendiri-sendiri, tetapi mempengaruhi bagian yang sama pada suatu organisme.

Peristiwa polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nelson-Ehle, melalui percobaan

persilangan antara gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih.

Berdasarkan diagram di atas dihasilkan perbandingan genotip F2 sebagai berikut :

9 M1_M2_ = merah 3 m1m1M2_ = merah

3 M1_m2m2 = merah 1 m1m1m2m2 = putih

Gen komplementer adalah gen-gen yang berinteraksi dan saling melengkapi.

Kehadiran gen-gen tersebut secara bersama-sama akan memunculkan karakter

(fenotip) tertentu. Sebaliknya, jika salah satu gen tidak hadir maka pemunculan

karakter (fenotip) tersebut akan terhalang atau tidak sempurna. Perhatikan contoh

128
berikut. Pemunculan suatu pigmen merupakan hasil interaksi dua gen, yaitu gen C

dan gen P, (Sembiring dan Sudjino, 2009).

Epistasis dan hipostasis merupakan salah satu bentuk interaksi gen dalam hal ini

gen dominan mengalahkan gen dominan lainnya yang bukan sealel. Gen dominan

yang menutup ekspresi gen dominan lainnya disebut epistasis, sedangkan gen

dominan yang tertutup itu disebut hipostasis. Peristiwa epistasis dan hipostasis

terjadi pada warna umbi lapis pada bawang (Allium sp.), warna kulit gandum,

warna bulu ayam, warna rambut mencit, dan warna mata pada manusia. Peristiwa

epistasis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif,

serta epistasis dominan dan resesif, (Sembiring dan Sudjino, 2009).

atavisme adalah pemunculan kembali suatu ciri sesudah beberapa generasi,

biasanya disebabkan oleh gen resesif atau gen komplementer. Atavisme adalah

kemunculan karakteristik dalam organisme setelah absen selama beberapa

generasi. Hal ini disebabkan adanya kesempatan berbagai gen untuk melakukan

rekombinasi atau penyatuan kembali. Atavisme akan terjadi pengulangan kembali

sifat atau perilaku sebelumnya, setelah hilang untuk jangka waktu yang lama.

Lebih sederhana, atavisme merupakan pemunculan kembali sifat-sifat pada

seseorang yang sudah lama tidak muncul pada generasi yang sebelumnya (Rifa’i,

2004). Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan kacang

ercisnya maka sifat dua buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil.

Dengan adanya interaksi antara dua gen dominan dan gen resesif seluruhnya akan

menghasilkan variasi fenotipe baru, yakni ros dan pea. Gen dominan R yang

berinteraksi dengan gen resesif P akan menghasil- kan bentuk jengger ros dan gen

129
resesif r yang bertemu dengan gen dominan P akan menghasilkan bentuk jengger

pea. Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan, yaitu :

1. Interaksi gen

Merupakan modifikasi nisbah fenotip karena adanya peristiwa aksi gen

tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak

melibatkan modifikasi nisbah fenotip, tetapi menimbulkan fenotip–fenotip yang

merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen non alelik. Apabila ada

dua pasang gen bekerjasama sehingga membentuk suatu fenotip baru (Rochmah

dkk, 2009).

2. Gen yang bersifat homozigot letal

Gen letal atau gen kematian adalah gen yang dalam keadaan homozigotik

dapat menyebabkan kematain individu yang dimilikinya. Ada gen letal yang

bersifat dominan dan ada pula yang resesip. Gen letal ialah gen yang dapat

mengakibatkan kematian pada individu homozigot. Kematian ini dapat terjadi

pada masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya

pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu individu

yang bersangkutan menjelang dewasa. Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal

dominan dan gen letal resesif (Rochmah dkk, 2009).

3. Tautan

Tautan dibedakan menjadi tautan autosomal dan tautan kelamin. Tautan

autosomal merupakan gen – gen pada kromosom yang sama tidak dapat

bersegresi secara bebas dan cenderung diturunkan bersama. Tautan kelamin

130
merupakan gen yang terletak pada kromosom kelamin dan sifat yang

ditimbulkannya diturunkan bersama dengan jenis kelamin. Gen tertaut kelamin

terdiri dari gen tertaut kromosom X dan gen tertaut kromosom Y. tautan

dipengaruhi oleh adanya pindah silang. Pindah silang merupakan peristiwa

pertukaran gen–gen suatu kromatid homolognya. Sifat tautan mempengaruhi

adanya pindah silang. Sebaliknya tautan yang bersifat lemah dapat menimbulkan

pindah silang (Aryulina dkk, 2006).

Kegiatan dalam praktikum ini yaitu melakukan percobaan pengambilan kancing

secara acak dalam kantong plastik hitam dengan tiga jenis sebanyak 90x dan

160x. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui penyimpangan hukum Mendel.

Apakah pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan (epistatis dominan,

epistatis resesif, epistatis dominan resesif, epistatis dominan duplikat, epistatis

resesif duplikat, dan gen duplikat dengan efek kumulatif) serta hipotesis diterima

atau ditolak. Penentuan hipotesis diterima atau ditolak yaitu dengan menggunakan

perhitungan Chi Square.

Percobaan ke 1 yaitu kantong isi kancing warna, dengan menggunakan 3 fenotip,

yaitu Putih (P), Hitam (H), Merah (M). Harapannya (P) 67,5; (H) 16,875; (M)

5,625 yang merupakan epistatis dominan. Percobaan pengambilan sebanyak 90x

X2 hitung (0,35) < X2 tabel 5,99 maka signifikan. Sementara pengambilan

sebanyak 160x, harapannya (P) 120; (H) 30; (M) 10. X2 hitung (5,71) < X2 tabel

5,99 maka signifikan. Artinya hasil pengujian sesuai dengan epistatis dominan

pada perbandingan penyimpangan hukum Mendel (12 : 3 :1).

131
Percobaan ke 2 yaitu kantong isi kancing warna, dengan menggunakan 3 fenotip,

yaitu Cokelat (C), Kuning (K), Hijau (H). Harapannya (C) 50,6; (K) 16,9; (H)

22,5 yang merupakan epistatis resesif. Percobaan pengambilan sebanyak 90x X 2

hitung (103,3) < X2 tabel 5,99 maka signifikan. Sementara pengambilan sebanyak

160x, harapannya (C) 90; (K) 30; (H) 40. X2 hitung (132,1) < X2 tabel 5,99 maka

signifikan. Artinya hasil pengujian sesuai dengan epistatis resesif pada

perbandingan penyimpangan hukum Mendel (9 : 3 : 4 ).

Percobaan ke 3 yaitu kantong isi kancing warna, dengan menggunakan 2 fenotip,

yaitu Cokelat (C), Hitam (H). Harapannya (C) 73,12; (H) 16,87 yang merupakan

epistasis dominan resesif. Percobaan pengambilan sebanyak 90x X2 hitung

(0,8308) < X2 tabel 3,84 maka signifikan. Sementara pengambilan sebanyak

160x, harapannya (C) 130; (H) 30. X2 hitung (0,0923) < X2 tabel 3,84 maka

signifikan. Artinya hasil pengujian sesuai dengan epistasis dominan resesif pada

perbandingan penyimpangan hukum Mendel (13 : 3).

Percobaan ke 4 yaitu kantong isi kancing warna, dengan menggunakan 2 fenotip,

yaitu Hijau (H1), Hitam (H2). Harapannya (H1) 84,375; (H2) 5,625 yang

merupakan epistasis dominan duplikat. Percobaan pengambilan sebanyak 90x X2

hitung (0,0296) < X2 tabel 3,84 maka signifikan. Sementara pengambilan

sebanyak 160x, harapannya (K) 150; (M) 10. X2 hitung (2,16) < X2 tabel 3,84

maka signifikan. Artinya hasil pengujian sesuai dengan epistasis dominan duplikat

pada perbandingan penyimpangan hukum Mendel(15 : 1).

Percobaan ke 5 yaitu kantong isi kancing warna, dengan menggunakan 2 fenotip,

yaitu Coklat (C), Hitam (H). Harapannya (C) 50,625; (H) 39,375 yang merupakan

132
epistasis resesif duplikat. Percobaan pengambilan sebanyak 90x X2 hitung (1,69)

< X2 tabel 3,84 maka signifikan. Sementara pengambilan sebanyak 160x,

harapannya (P) 90; (C) 70. X2 hitung (0,311) < X2 tabel 3,84 maka signifikan.

Artinya hasil pengujian sesuai dengan epistasis resesif duplikat pada

perbandingan penyimpangan hukum Mendel (9 : 7).

Percobaan ke 6 yaitu kantong isi kancing warna, dengan menggunakan 3 fenotip,

yaitu Hijau (H1), Coklat (C), Hitam (H2). Harapannya (H1) 33,75; (C) 50,625;

(H2) 5,625 yang merupakan gen duplikat dengan efek kumulatif. Percobaan

pengambilan sebanyak 90x X2 hitung (3,61) < X2 tabel 5,99 maka signifikan.

Sementara pengambilan sebanyak 160x, harapannya (H1) 60; (K) 90; (H2) 10. X2

hitung (3,11) < X2 tabel 3,84 maka signifikan. Artinya hasil pengujian sesuai

dengan gen duplikat efek kumulatif pada perbandingan penyimpangan hukum

Mendel (9 : 6 : 1).

Percobaan - percobaan yang dilakukan dari ke enam macam epistatis yang

dilakukan secara acak dengan 2 atau 3 fenotip semua nilai X2 hitung lebih kecil

dari X2 tabel sehingga hasil yang didapatkan signifikan atau sesuai dengan

perbandingan hukum Mendel. Hasil yang diperoleh sesuai dengan perbandingan

penyimpangan hukum mendel yang dilaporkan oleh (Yatim, 1986) yaitu

peristiwa penyimpangan persilangan monohibrida dominan resesif menghasilkan

F2 dengan perbandingan dominan : resesif = 3 : 1, sedangkan dihibrida akan

menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pada kasus tertentu, perbandingan

tersebut tidak tepat sama dengan perbandingan tersebut. Persilangan dihibrida

menghasilkan perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau

133
15 : 1 (Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Hal ini karena ada interaksi

maka perbandingan fenotip keturunan hibrid karena pengambilan secara acak

yang dilakukan sesuai prosedur dan diterapkan dengan baik. Perhitungan pada uji

X2 dilakukan dengan teliti. Apabila dalam persilangan yang sebenarnya

kemungkinan bisa sesuai karena induk pasangan dalam kondisi normal sehingga

perbandingan yang dihasilkan sesuai.

134
V. SIMPULAN

Kesimpulan yang di dapat pada praktikum acara penyimpangan hukum mendel

yaitu Penyimpangan Hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang

menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar monohobrid atau dihibrid

menurut Hukum Mendel. Penyimpangan Hukum Mendel ini terjadi karena adanya

2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada

suatu individu. Peristiwa pengaruh-memengaruhi antara 2 pasang gen atau lebih

disebut interaksi gen yang merupak suatu proses terjadinya pembentukan gen.

135
DAFTAR PUSTAKA

Aryulina D, Muslim C, Manaf S dan Winarni. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Bateson. 1990. Dasar-Dasar Genetika Tumbuhan. Sriwijaya Press. Universitas

Sriwijaya.

Bima, L. 2000. Genetika. Erlangga: Jakarta.

Corebima, A. D. 1997. Genetika Mendel. Universitas Airlangga Press. Surabaya.

Crowder, L. V. 1993. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Kusdianti, N. 1999. Genetika. Erlangga.Jakarta.

Nusantari, E. 2011. Analisis dan penyebab mikonsepsi pada materi genetik buku

sma kelas xii. Jurnal Bioedukasi. Vol. 4 (2): 75-77.

Pay, C. Anna. 1987. Dasar-Dasar Genetika. Erlangga. Jakarta.

Rochmah, S, dkk. 2009. Biologi. Pusat Perbukuan Depdiknas.

Sembiring, Langkah., Sudjino. 2009. Biologi. Jakarta : Pusat Perbukuan

Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009

Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga.

Jakarta.

Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito. Bandung.

136
LAMPIRAN

Lampiran 8. Dokumentasi kegiatan praktikum acara 5

Gambar 1. Alat tulis dan kancing warna.

Gambar 2. Polybag.

Gambar 3. Kancing warna.

137
Lampiran 9. Lampiran acc acara 5

138
139
140
141
142
143
144
145
146
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN

ACARA VI

PENGHITUNGAN FREKUENSI ALELE, FREKUENSI GENOTIP,


PENGUKURAN SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF

Semester :
Ganjil/2018

Oleh :
Setya Arganto
A1D017179
PJ Acara : Fia Arnita Arvianti dan Nada Selfia

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018

147
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Genetika sebagai ilmu yang mempelajari segala hal yang mengenai

keturunan dimulai sejak purbakala, ketika para petani mengetahui bahwa hasil

pertaniannya dan ternaknya dapat ditingkatkan melalui persilangan. Meskipun

pengetahuan mereka masih sangat primitif namun mereka menyadari bahwa

beberapa sifat yang baik pada tumbuhan dan hewan dapat diwariskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Menjalankan berbagai persilangan tanpa disadari

pengetahuan karena belum di kenal adanya gen, apalagi hukum-hukum keturunan.

Ilmu genetika membuat kita tertarik pada nisbah fenoitpe dan genotipe dari

keturunan yang dihasilkan dari keturunan tertentu. Hal ini meliputi persilangan

antaara dua tetua murni untuk mendapatkan F1 heterosigot. F1heterosigot

kemudian dibuahi sendiri atau saling disilangkan (intercross) dengan F1 yang lain

untuk mendapatkan keturunan F2 atau F1 disilang balik dengan tetua homosigot

resesif dalam suatu uji silang (testcross). Analisis nisbah F1, F2 danuji silang

dapat digunakan untuk menetukan dominasi, jumlah gen yang mengatur suatu

sifat, jarak peta dan urutan letak gen.

Analisis genetik penting bagi pemulia tanaman dalam pengembangan

varietas baru. Suatu varietas tanaman baru yang dikembangkan merupakan

modifikasi dari suatu populasi. Pemulia tanaman tertarik untuk mengarahkan

evolusi dari suatu populasi dengan tujuan memperbaiki sifat dari tanaman

tersebut, yang menarik bagi pemulia tanaman yaitu frekuensi gen yang mengatur

148
ketahanan penyakit dalam populasi itu. Pengertian tentang susunan genetik

populasi dan kekuatan yang mengubah frekuensi gen berguna dalam

mempertahankan konsentrasi gen yang diinginkan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara 6 adalah :

1. Menghitung frekuensi alele

2. Menghitung frekuensi genotip

3. Membuktikan hukum Hardy-Weinberg

4. Mengukur sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif

149
II. TINJAUAN PUSTAKA

Gen merupakan faktor pembawa sifat keturunan yang terdapat dalam

kromosom. Susunan gen akan memberikan fenotipe, baik anatomi maupun

fisiologi pada setiap organisme. Gen pada makhluk hidup memiliki perangkat

dasar yang sama, tetapi memiliki susunan yang berbeda. Hal ini menyebabkan

setiap makhluk hidup memiliki fenotipe maupun genotipe yang berbeda.

Perbedaan tersebut akan menghasilkan variasi pada suatu spesies. Sifat fenotipe

makhluk hidup merupakan sifat hasil ekspersi gen yang terlihat (Crowder, 1986).

Keanekaragaman gen dalam spesies, baik intra maupun antarpopulasi akan

memungkinkan individu-individu dalam spesies tersebut memiliki daya adaptasi

yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan yang saat ini juga sangat

fluktuatif. Keanekaragaman gen yang besar diperlukan agar populasi suatu spesies

dapat beradaptasi dan bertahan hidup. Hanya populasi yang memiliki derajat

keanekaragaman genetik yang tinggi yang akan dapat beradaptasi karena memiliki

lebih banyak variasi alel yang dapat berfungsi, sedangkan populasi dengan variasi

genetik yang rendah cenderung memiliki resiko tinggi untuk punah (Crowder,

1986).

Suatu populasi terdiri atas individu-individu sejenis yang saling berinteraksi,

dalam suatu populasi adalah kumpulan individu sejenis atau memiliki spesies

yang sama, yang hidup di tempat sama dan kurun waktu yang sama pula. Contoh

suatu populasi adalah populasi ikan di kolam, populasi pohon kelapa di kebun,

populasi padi di sawah, dan sebagainya. Ukuran populasi berubah setiap waktu.

150
Perubahan ukuran populasi dinammakan dinamika populasi. Adanya dinamika

populasi karena jumlah individu dalam suatu populasi tidak sama setiap waktu.

Populasi individu dipengaruhi oleh natalitas, mortalitas, dan perpindahan individu

(Syamsuri, 2004).

Poulasi menurut hukum Hardy-Weinberg adalah tetap. Menurut hukum

Hardy-Weinberg jika individu-individu dalam populasi melakukan atau

mengadakan persilangan secara acak dan beberapa asumsi terpenuhi, maka

frekuensi alel dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu

tidak berubah dari generasi ke generasi berikutnya. Gamet yang terbentuk akan

sebanding dengan frekuensi masing-masing alelnya dan frekuensi tiap tipe zigot

akan sama dengan hasil kali dari frekuensi gamet-gametnya (Stanfield dan susan,

2008).

Beberapa asumsi yang mendasari perolehan kesimbangan genetik seperti

diekspresikan dalam persamaan Hardy-Weinberg adalah:

1. Populasi itu tidak terbatas besarnya dan melakukan secara

acak (panmiktis).

2. Tidak terdapat seleksi, yaitu setiap genotype yang

dipersoalkan dapat bertahan hidup sama seperti yang lain

(tidak ada kematian diferensial).

3. Populasi itu tertutup yaitu tidak terjadi perpindahan

(migrasi).

151
4. Tidak ada mutasi dari satu alelik kepada yang lain. Mutasi

diperbolehkan jika laju mutasi maju dan kembali adalah

sama atau ekuivalen.

5. Terjadi meiosis normal, sehingga hanya peluang yang

menjadi faktor operatif dalam gametogenesis (Stanfield,

2008).

Perubahan keseimbangan populasi tersebut maka akan terjadi pelanggaran

batasan hukum Hardy-Weinberg akan menyebabkan poulasi tersebut bergerak

menjauhi frekuensi keseimbangan gametik dan zigotik (Stanfield, 2008).

Frekuensi merupakan perbandingan antara banyaknya individu dalam suatu

kelas dengan jumlah seluruh individu. Setiap individu memiliki sifat-sifat

kualitatif dan kuantitatif. Timbulnya berbagai variasi dalam sifat keturunan

tertentu merupakan pengaruh dari gen-gen ganda. Poligen merupakan salah satu

dari seri gen ganda yang menentukan pewarisan secara kuantitatif (Suryo, 1983).

152
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum acara VI Perhitungan Alele, Frekuensi Genotip, Pengukuran

Sifat-sifat Kuantitatif dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 13 November 2018.

Praktikum acara V berlangsung pada pukul 13.30-15.00. Kegiatan praktikum

acara VI dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian

Universitas Jenderal Soedirman.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum acara VI digunakan untuk

berlangsungnya pelaksanaan praktikum. Bahan yang digunakan pada saat

praktikum yaitu kancing warna dan kacang tanah. Alat yang digunakan pada saat

praktikum yaitu kantong plastik, neraca (timbangan elektrik) kalkulator, dan alat

tulis.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum acara VI sebagai berikut:

1. Percobaan 1

a. Kancing warna (merah, kuning, dan putih) diambil dari kantong

plastic secara acak tanpa pengembalian sebanyak 200 kali.

b. Warna yang didapat dari pemngambilan secara acak dicatat.

c. Frekuensi genotip dan frekuensi alel dihitung.

153
2. Percobaan 2

a. Kancing warna (merah, kuning, dan putih) diambil dari kantong

plastic secara acak sebanyak 100 kali.

b. Warna yang didapat dari pemngambilan secara acak dicatat.

c. Frekuensi genotip dan frekuensi alel dihitung.

d. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel lalu dianalisis

dengan uji X2.

3. Percobaan 3

a. Kacang tanah diambil secara acak, lalu ditimbang bobotnya.

b. Kacang tanah diambil dengan 100 kali pengulangan.

c. Bobot diamati dan dicatat, lalu grafiknya dibuat

154
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil yang diperoleh dari praktikum acara VI yaitu sebagai berikut:


1. Percobaan 1
(x) Merah : MM = 51
(y) Kuning : Mm = 95
(z) Putih : mm = 54
 Frekuensi alel
p + 2pq + q2
2
=1 p=1-q
p+q =1 p = 1 – 0,5
q=z = 54 p = 0,5
54
q2 =
200
54
q = √200
q = 0,5
 Frekuensi genotip
pp = (p)2 x 100% qq = (q)2 x 100%
pp = (0,5)2 x 100% qq = (0,5)2 x 100%
pp = 0,25 x 100% qq =0,25 x 100%
pp = 25% qq = 25%
2pq = 2 (p) (q) x 100% ∑ = pp2 + 2pq + qq2
2pq = 2 (0,5) (0,5) x 100% = 25% + 50% + 25%
2pq = 50% = 100%
Perbandingan
Pp% : 2pq% : qq%
25% : 50% : 25%
1 : 2: 1
Tabel X2
MM Mm mm ∑
O 51 95 54 2
00
E 1 1 1 2
× 200 = 50 × 200 = 100 × 200 = 50 00
4 4 4

(|𝑂 − 𝐸|)2 (|51 − (|95 − 100|)2 = 25 (|54 − 4


50|)2 = 1 50|)2 =16 2
(|𝑂 − 𝐸|)2 1 25 16
𝐸 50 100 50
X2 0,02 0,25 0,32 0
,59

155
X2 tabel = 5,99
Kesimpulan :
X2 hitung (0,59) < X2tabel (5,99), maka hasil percobaan signifikan dengan
perbandingan 1 : 2 : 1.
2. Percobaan 2
 Frekuensi genotip
pp = (p)2 x 100% qq = (q)2 x 100%
2
pp = (0,43) x 100% qq = (0,57)2 x 100%
pp = 18,49% qq = 32,49
2pq = 2 (p) (q) x 100% ∑ = pp2 + 2pq + qq2
2pq = 2 (0,43) (0,57) x 100% = 18,49% + 49,02% +
32,49%
2pq = 49,02% = 100%
Perbandingan
pp% : 2pq% : qq%
18,49% : 49,02% : 32,49%
1 : 2: 1
 Frekuensi alel
p2 + 2pq + q2 =1 p+q=1
p+q =1 p=1–q
q =2 p = 1 – 0,57
= 32
q2 p = 0,43
200
q2 =
√0,32
q = 0,57
Tabel X2
MM Mm mm ∑
O 27 41 31 1
00
E 1 2 1 2
× 100 = 25 × 100 = 50 × 100 = 25 00
4 4 4
(|𝑂 − 𝐸|)2 (|27 − (|41 − 50|)2 = 81 (|22 − 1
25|)2 = 4 25|)2 = 9 34
(|𝑂 − 𝐸|)2 1 25 16
𝐸 50 100 50
X2 0,2 1,6 2 3
,8

X2 tabel = 5,99
Kesimpulan :
X2 hitung (3,8) < X2tabel (5,99), maka H0 diterima dan H1 ditolak sehingga
hasil pengujian signifikan

156
3. Percobaan 3

 Bobot kacang tanah


Bobo 0 0 0 0 0 0 0 0 X
t (x) ,1 ,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8
∑ 1 6 1 2 3 1 9 3 1
2 0 0 9 00

 Grafik bobot dan jumlah kacang tanah

30

25

20
jumlah

15

10

0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
Bobot kacang tanah

B. Pembahasan

Genotip merupakan faktor pembawa sifat keturunan yang terdapat dalam

kromosom yang dapat tampak dari luar. Setiap susunan gen akan memberikan

fenotipe, baik anatomi maupun fisiologi pada setiap organisme. Gen pada

makhluk hidup memiliki perangkat dasar yang sama, tetapi memiliki susunan

yang berbeda. Hal ini menyebabkan setiap makhluk hidup memiliki fenotipe

maupun genotipe yang berbeda. Perbedaan tersebut akan menghasilkan variasi

157
pada suatu spesies. Sifat fenotipe makhluk hidup merupakan sifat hasil ekspersi

gen yang terlihat Sedangkan,Alel adalah salah satu dari dua atau lebih versi gen.

Seorang individu mewarisi dua alel untuk setiap gen, satu dari setiap orangtua.

Biasanya alel adalah urutan DNA yang mengkode gen, tapi kadang-kadang istilah

ini digunakan untuk merujuk kepada urutan non-gen. (Crowder, 1986).

Frekuensi gen adalah frekuensi kehadiran suatu gen pada suatu populasi

dalam hubungannya dengan frekuensi semua alelnya. Frekuensi alel adalah

proporsi ataupun perbandingan keseluruhan salinan gen dari suatu varian gen

tertentu (alel). Frekuensi alel merupakan jumlah salinan suatu alel tertentu dibagi

dengan kjumlah salinan keseluruhan alel pada suatu lokus dalam suatu populasi.

Hardy dan Weinberg menyatakan bahwa frekuensi gen dan frekuensi alel dari

suatu generasi ke generasi selanjutnya bersifat tetap. Populasi adalah kumpulan

variasi gen dari setiap organisme yang berkumpul dan membentuk suatu lungkang

gen (Crow, 1999).

Hukum Hardy-Weinberg adalah parameter evolusi dalam suatu populasi.

Bila frekuensi gen dan frekuensi alel dalam suatu populasi selalu konstan dari

generasi ke generasi, maka populasi tersebut tidak mengalami evolusi. Bila salah

satu saja dari syarat tidak terpenuhi maka frekuensi gen dan frekuensi alel

berubah, artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami evolusi. Dengan

kata lain asas Hardy-Weinberg berlaku jika frekuensi gen dan frekuensi alel tetap

dan tidak berlaku jika sebaliknya (Irmawati, 2016)

Hardy-Weinberg menyatakan bahwa bila suatu populasi dalam keadaan

seimbang, maka baik frekuensi alel atau genotipe akan konstan dari generasi ke

158
generasi. Selanjutnya ilmuan itu disebut sebagai prinsip keseimbangan Hardy-

Weinberg. Seperti diketahui, fenotipe yang berbeda sering kali mempunyai nilai

ekonomis yang berbeda, dan apabila ini terjadi maka diharapkan untuk mengubah

frekuensi dari alel-alel yang memproduksi fenotipe peningkatan frekuensi alel

tersebut mengontrol fenotipe yang diinginkan dan mengurangi alel yang tidak

diinginkan. Jika alel yang diinginkan ditetapkan (F=100%) dan alel yang tidak

diinginkan dihilangkan (F=100%), populasi akan menghasilkan galur murni dan

akan berharga seperti broad stok (Suryo, 2005).

Asumsi yang mendasari perolehan kesimbangan genetik seperti

diekspresikan dalam persamaan Hardy-Weinberg adalah:

• Populasi itu tidak terbatas besarnya dan melakukan secara acak (panmiktis).

• Tidak terdapat seleksi, yaitu setiap genotype yang dipersoalkan dapat bertahan

hidup sama seperti yang lain (tidak ada kematian diferensial).

• Populasi itu tertutup yaitu tidak terjadi perpindahan (migrasi).

• Tidak ada mutasi dari satu alelik kepada yang lain. Mutasi diperbolehkan jika

laju mutasi maju dan kembali adalah sama atau ekuivalen.

• Terjadi meiosis normal, sehingga hanya peluang yang menjadi faktor operatif

dalam gametogenesis (Stanfield, 2008).

Genetika kuantitatif menerapkan hukum pewarisan Mendel untuk gen

dengan pengaruh yang kecil/lemah (minor gene). Selain itu, diasumsikan pula

bahwa tidak hanya sedikit gen yang mengendalikan suatu sifat melainkan banyak

gen. Karena itu, sifat kuantitatif sering dasamakan dengan sifat poligenik.

Frekuensi merupakan perbandingan antara banyaknya individu dalam suatu kelas

159
dengan jumlah seluruh individu. Setiap individu memiliki sifat-sifat kualitatif dan

kuantitatif. Timbulnya berbagai variasi dalam sifat keturunan tertentu merupakan

pengaruh dari gen-gen ganda (multiple gen atau poligen). Poligen merupakan

salah satu dari seri gen ganda yang menentukan pewarisan secara kuantitatif

(Suryo, 1984).

Tanaman ada sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif umumnya

dikendalikan oleh sedikit gen (monogenik ataupun oligogenik) yang dicirikan

dengan sebaran fenotipnya diskontinu, pengaruh gen secara individu mudah

dikenali, cara pewarisannya sederhana, tidak atau sedikit dipengaruhi lingkungan.

Sifat kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) yang masing-masing

gen berpengaruh kecil terhadap ekspresi suatu sifat (Trustinah, 1997).

Frekuensi gen dan frekuensi genotip merupakan hal penting dalam

melakukan pendalaman karakter suatu populasi. Berdasar frekuensi gen dan

genotip inilah kekhususan suatu populasi dapat diketahui. Dengan adanya karakter

kuantitatif morfologi lebih mudah diamati. (Khoiriyah,2014)

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil hawa

pada percobaan 1 yang menggunakan kancing warna merah (GG), kuning (Gg)

dan putih (gg) didapatkan frekuensi alelnya sebanyak 0,5 ; frekuensi genotip nya

dengan perbandingan 25% : 50% : 25% serta X2 hitungnya 0 yang berarti hasil

pengujian signifikan. Pada percobaan 2 yang menggunakan 2 kantong palstik

berisi kancing berwarna merah dan putih dengan frekuensi alelnya merah (GG)

21, merah putih (Gg) 46, dan putih (gg) 33 sehingga jumlah frekuensi alelnya

sebanyak 0,426 ; frekuensi genotipnya dengan perbandingan 18,1% : 48,9% :

160
32,9% serta X2 hitungnya 1,6 yang berarti pengujian signifikan. Pada percobaan 3

yang menggunakan kacang tanah yang diambil secara acak, didapatkan hasil

bobot kacang tanah yang bervariasi yaitu 0,2 g ; 0,3 g ; 0,4 g ; 0,5 g ; 0,6 g ; 0,7 g

;dan 0,8 g serta jumlah masing-masing bobotnya sebanyak 4, 13, 24, 28, 22, 7,

dan 2. Data tersebut dibuat sebuah grafik kualitatif dan hasilnya menunjukan

grafik yang seperti mengerucut seperti gunung dengan titik puncak grafik berada

pada bobot 0,5 gram dengan frekuensi sebanyak 28 jadi didapatkan rata-rata

sebesar 0,4 – 0.5. Bobot rata-rata kacang tanah varietas gajah sendiri menurut

Purnamawati (2010) adalah 0,51 gram/biji sedangkan untuk varietas kelinci

menghasilkan rata-rata sebesar 0,43 gram/biji. Crowder (1986) menyatakan

bahwa sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat dihitung, misalnya tinggi,

berat, hasil dan lain-lain. Sifat kuantitatif dapat dianalisis dengan menduga

parameter seperti rerata, varian dan simpangan baku. Sifat kualitatif mempunyai

nilai yang lebih penting daripada sifat kuantitatif, sebab sifat kuantitatif terkadang

mempunyai kisaran yang luas terutama pada sifat yang berasal dari bgian

vegetative yang sering kali dipengaruhi faktor-faktor lingkungan. Maka, diketahui

bahwa sifat kuantitatif pada tanaman kacang tedapat perbedaan rataan berat dapat

disebabkan oleh factor varietas tanaman.

Hasil pengamatan dari 3 percobaan tersebut diperoleh bahwa frekuensi gen

sama dengan 1. Hal ini sesuai dengan Hukum Hardy-Weinberg, sehingga pada

percobaan 1 dan 2 tidak ada penyimpangan. Ciri-ciri keseimbangan Hardy-

Weinberg, yaitu jumlah frekuensi genotipe harus sama dengan 1, yaitu : p2 + 2 pq

+ q2. Hubungan tersebut tetap, tidak peduli besarnya frekuensi alel permukan,

161
yaitu frekuensi genotip pada saat keseimbangan hanya tergantung dari frekuensi

genotip dari populasi asal. Keseimbangan dapat tercapai dalam satu generasi;

kemudian frekuensi alel dan genotip tidak berubah dari satu generasi ke generasi

asal syarat-syarat keseimbanga Hardy-Weinberg terpenuhi (Warwick, 1983).

162
V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum acara VI adalah :

1. Perhitungan frekuensi alel dan frekuensi genotip pada percobaan 1

didapatkan frekuensi alelnya sebanyak 0,5 ; frekuensi genotipnya

dengan perbandingan 25% : 50% : 25%. Pada percobaan 2 jumlah

frekuensi alelnya sebanyak 0,426 ; frekuensi genotipnya dengan

perbandingan 18,1% : 48,9% : 32,9%

2. Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa apabila individu-

individu dalam populasi melakukan atau mengadakan persilangan

secara acak dan beberapa asumsi terpenuhi, maka frekuensi alel

dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu

tidak berubah dari generasi ke generasi berikutnya.

3. Percobaan ketiga yaitu penimbangan bobot kacang tanah

berdasarkan sifat kuantitatif diperoleh hasil yang menunjukkan

kurva yang seperti gunung yang mengerucut dengan titik puncak

pada bobot kacang tanah 0,5 gram dengan frekuensi sebanyak 28

dari 100 individu.

163
DAFTAR PUSTAKA

Crow, James F. 1999. Genetics. http://www.genetics.org diakses pada


Rabu, 8 November 2017

Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press:


Yogyakarta.

Irmawati. 2016. Genetika Populasi Ikan. ANDI. Yogyakarta.

Khoiriyah, Y.N. 2014. Karakter Genetik Populasi Bedeng 61B Desa


Wonokarto Kabupaten Lampung Timur Pasca Program Kolonisasi
Pemerintah Belanda. Jurnal Ilmiah Biologi. Vol 2, No. 2, hal 132-
137.

Stanfield, W. D dan Susan Elrod. 2008.Genetika Edisi Keempat.


Erlangga.Jakarta.

Suryo, H. 1983 Genetika. UGM Press.Yogyakarta.

Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Suryo. 2005. Genetika Strata 1. Gadjah Mada University Press:


Yogyakarta.

Syamsuri, Istamar, dkk. 2004. Biologi untuk SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta

Trustinah. 1997. Pewarisan Beberapa Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada


Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (l) Walls). Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. 15 (2): 48-53.

Warwick. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press:


Yogyakarta.

Purnamawati, H. 2010. Akumulasi dan distribusi bahan kering pada


beberapa varietas kacang tanah. Jurnal Agronomi Indonesia. Vol.
38 (2):100-106.

164
LAMPIRAN

Lampiran 10. Dokumentasi kegiatan praktikum acara 6

Gambar 1. Menimbang bobot kacang tanah Gambar 2. Polybag

Gambar 3. Lembar pengamatan Gambar 4. Kacang Tanah

Gambar 5. Alat tulis

165
166
167
168
RIWAYAT HIDUP

Penulis di Banyumas 12 April 1999 sebagai anak ke 2 dari

3 bersaudara dari pasangan Bapak Sudarno dan Ibu Sri

Wahyuni. Bapak saya berprofesi sebagai PNS dan Ibu

saya berprofesi sebagai PNS. Saat ini penulis tinggal di

Kutasari Rt 02/03 Baturraden dengan e-mail

lisannaputra@gmail.com. Penulis memulai pendidikan tingkat dasar di SD Negeri

1 Ketenger dan lulus pada tahun 2011, kemudian melanjutkan ke jenjang tingkat

menengah pertama di SMP Negeri 3 Purwokerto dan lulus pada tahun 2014.

Jenjang pendidikan menengah lulus tahun 2017 di SMA N Baturraden sebelum

melanjutkan ke Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Jenderal Soedirman.

169

Anda mungkin juga menyukai