Anda di halaman 1dari 14

FORMAT KONTRAK BELAJAR KMB

THYPOID
Nama Mahasiswa :
NPM :

Paraf Paraf
Tgl Paraf
No. Kompetensi Elemen Kompetensi Prseptor Preseptor
Pencapaian Mahasiswa
Klinik Akademik

1. Mampu memberikan asuhan PENGKAJIAN:


keperawatan pada klien dengan
 Wawancara: Usia (Biasanya pada usia di atas 1 tahun)
gangguan Thypoid
 Keluhan Utama:
Pengertian  apakah ada Demam (terutama sore dan malam hari) ?
 apakah merasa tidak enak badan (nyeri otot) ?
Thypus abdominalis adalah
 apakah ada pusing ?
penyakit infeksi akut yang
 apakah ada keluhan nyeri kepala ?
biasanya terdapat pada saluran
 apakah lesu dan kurang bersemanngat ?
cerna dengan gejala demam
lebih dari satu minggu dan  apakah nafsu makan berkurang ?

terdapat gangguan kesadaran (  apakah mual, muntah ?

Suriadi & Yuliani, 2010)  apakah obstipasi atau diare ?


 Riwayat penyakit dahulu:
 Apakah sebelumnya sudah pernah sakit typhoid tidak?

Etiologi Suriadi & Yuliani,  Pemeriksaan fisik:

2010).  Inspeksi:
 Kepala dan Leher : kepala tidak ada benjolan, rambut
Salmonella thyposa, basil gram
normal, fungsi pendengaran normal, leher simetris,
negatif yang bergerak dengan
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, muka tidak ada
edema.
rambut getar dan tidak berspora  Mata : Konjungtiva anemia, mata cowong, kelopak
mata normal.
Tanda gejala ( Suriadi &
 Mulut : Lidah khas ( selaput putih kotor, ujung dan
Yuliani, 2010).
tepi kemerahan ), nafas bau tidak sedap, bibir kering
 Nyeri kepala dan pecah- pecah.

 Lemah  Sistem respirasi

 Lesu Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan,

 Demam berlangsung dan tidak terdapat cuping hidung.

selama tiga minggu.  Sistem kardiovaskuler


Biasanya suhu tubuh Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan

meningkat sore menjelang tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa

malam hari didapatkan tachiardi saat pasien mengalami

 Gangguan saluran cerna : peningkatan suhu tubuh.

bibir kering dan pecah-  Sistem integumen

pecah, lidah ditutupi Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat

selaput putih kotor banyak, akral hangat.

 Mual dan muntah  Sistem eliminasi

 Tidak nafsu makan Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau

 Nyeri ketika diraba konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami

 Gangguan kesadaran : penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg

penurunan kesadaran BB/jam.

 Hepatomegaly  Sistem muskuloskolesal


Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah
 Splenomegaly
atau tidak ada gangguan.
 Epistaksis
 Sistem endokrin
 Bitnik-bintik kemerahan
pada kulit (roseola) akibat Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran
emboli basil dalam kelenjar toroid dan tonsil.
kapiler kulit  Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan
koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Komplikasi Suriadi & Yuliani,
2010).
 Palpasi:
 Usus : Perdarahan usus,  Pada dada : bentuk dada simetris, tidak ada sianosis.
melena, perforasi usus,  Pada abdomen : perut kembung (meteorismus),
peritonitis. hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan.
 Organ Lain : meningitis,  Perkusi:
kolesistitis,  Pada abdomen : dihasilkan bunyi pekak/timpani
ensefalopati,bronkopneu  Auskultasi:
moni  Bising usus meningkat/melemah
 Terdapat bradicardi

Pemeriksaan Laboratorium :
 Pemeriksaan darah tepi : Leukopenia, leukositosis
relatif pada fase akut, mungkin terdapat anemia dan
trombositopenia, SGOT SGPT meningkat
-Leukopenia ( jumlah total sel darah putih) : 5.000-
10.000 mm/kubit
-Leukositosis :
Dewasa : 4.000-10.500 sel/mm3
Anak-Anak : 5.000-15.500 sel/mm3
-Trombositopenia : 150.000-450.000/microliter
-SGOT pria : 5-40 U/L
SGPT pria : 5-41 U/L
-SGOT wanita : 5-40 U/L
SGPT wanita : 5-41 U/L
 Biakan kuman (darah , feses, urin, empedu)
 Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan
dalam darah penderita biasanya dalam minggu
pertama sakit
 Pemeriksaan WIDAL / Uji serologis asidal ( titer O, H
)
Pemeriksaan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini
pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibodi
terhadap kuman Salmonella.
2. Pemeriksaan widal yang diulang setelah pengobatan dan
menunjukkan hasil positif dianggap masih menderita tifus, ini juga
pengertian yang salah.
Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji
widal tetap positif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak
dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan.
Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan
tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi
didapatkan gejala yang sesuai.
Hasil uji negatif dianggap tidak menderita tifus :
Uji widal umumnya menunjukkan hasil positif 5 hari atau lebih setelah
infeksi. Karena itu bila infeksi baru berlangsung beberapa hari, sering
kali hasilnya masih negatif dan baru akan positif bilamana pemeriksaan
diulang. Dengan demikian,hasil uji widal negatif,terutama pada
beberapa hari pertama demam belum dapat menyingkirkan
kemungkinan tifus.

Untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid Tetap harus


didasarkan adanya gejala yang sesuai dengan penyakit tifus.

Uji widal hanya sebagai pemeriksaan yang menunjang


diagnosis.Seorang tanpa gejala,dgn uji widal positif tidak dapat
dikatakan menderita tifus.

Memang terdapat kesulitan dalam interpretasi hasil uji widal karena


kita tinggal di daerah endemik,yang mana sebagian besar populasi
sehat juga pernah kontak atau terinfeksi, sehingga menunjukkan hasil
uji widal positif. Hasil survei pada orang sehat di Jakarta pada 2006
menunjukkan hasil uji widal positif pada 78% populasi orang dewasa.
Untuk itu perlu kecermatan dan kehatihatian dalam interpretasi hasil
pemeriksaan widal.

Penilaian:
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640.
- Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).
- Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada
kenaikan titer. Jika
ada, maka dinyatakan (+).
- Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung
dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.
Uji Widal didasarkan pada :
- Antigen O ( somatic / badan )
- Antigen H ( flagel/semacam ekor sebagai alat gerak )
Jika masuk ke dalam tubuh kita, maka timbul reaksi antigen-antibodi.
ANTIBODI terhadap :
Antigen O : setelah 6 sampai 8 hari dari awal penyakit.
Antigen H : 10-12 hari dari awal penyakit.
Uji ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas sedang (moderate).
Pada kultur yang terbukti positif, uji Widal yang menunjukkan nilai
negatif bisa mencapai 30 persen.

 Pemeriksaan uji TUBEX : Merupakan uji semi –


kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit dan
mudah untuk dikerjakan.
Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan
campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan dan kebiruan.
Warna inilah ditentukan skor yang interpretasinya dapat
dilihat :
Skor interpretasi Ket
<2 Negatif Tidak
menunjuk
infeksi tifoid
aktif
3 Borderline Pengukuran
tidak dapat
disimpulkan.
Ulangi
pengujian,
apabila
masih
meragukan
lakukan
pengurangan
beberaapa
hari
kemudian.
4-5 Positif Menunjukan
infeksi
tipoid aktif.
>6 Positif Indikasi kuat
infeksi
tipoid.

 Uji TYPHIDOT : mendeteksi igM dan igG yang


terdapat dalam protein membrane luar salmonella
typhi. Uji typhidot menunjukan bahwa uji ini lebih
sensitive mencapai 100% dan lebih cepat (3jam)
dilakukan daripada kultur.
 Uji IgM DIPSTICK : Khusus mendeteksi antibodi igM
spesifik terhadap s.typhi pada specimen serum.
Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam satu hari
dilakukan tanpa peralatan khusus apapun), namun
akurasi didapatkan bila pemeriksaan dilakukan satu
minggu setelah timbulnya gejala.
 Kultur Darah : hasil biakan darah yang positif
memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative
tidak menyingkirkan demam tifoid mungkin
disebabkan
 Telah mendapatkan terapi anti biotik sebelum
dilakukan kultur darah
 Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5
cc darah). Darah yang diambil sebaiknya secara
bedside langsung dimasukan kedalam media cair
empedu
( oxgall) untuk pertumbuhan kuman.
 Riwayat vaksinasi dimasa lampau menimbulkan
antibody didalam darah pasien.
 Saat pengambilan darah setelah minggu pertama pada
saat agglutinin semakin meningkat.
 - Bila terjadi aglutinasi
- 1/200Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno
yang bernilai 4 kali antara masa akut dan
konvalesene mengarahatau peningkatan kepada
demam typhoid.
 Pemeriksaan Radiologi
 USG Abdomen & Ro adomen jika kembung
bertambah besar dan tidak bisa buang angin

Diagnose keperawatan menurut Nanda NIC-NOC (2015)

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
3. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi usus halus.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu sekunder akibat infeksi bakteri.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya emboli dalam kapiler.

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI PARAF


1. Gangguan rasa nyaman nyeri Tujuan : nyeri hilang/berkurang Intervensi :
berhubungan dengan proses Kriteria hasil : 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri.
peradangan - Tidak ada keluhan nyeri R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi
- Wajah tampak tampak rileks selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri
- Tanda tanda vital dalam batas normal dipersepsikan.
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih
rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
3. Ajarkan tehnik nafas dalam.
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot
sehingga mengurangi nyeri.
4. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik
relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang
tepat.
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5. Kolaborasi obat-obatan analgetik.
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau
mengurangi rasa nyeri.
2. Perubahan nutrisi kurang dari Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi Intervensi:
kebutuhan tubuh b/d intake yang Kriteria hasil : 1. Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna,
tidak adekuat - Tidak demam dan sajikan dalam keadaan hangat.
- Mual berkurang R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan
- Tidak ada muntah mengembalikan status nutrisi
- Porsi makan tidak dihabiskan 2. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien.
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan
masukan
3. Kaji kemampuan makan klien.
R/ : Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan
sebagai indikator intervensi selanjutnya
4. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
R/ : Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan
rasa mual dan muntah
5. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi
protein.
R/ : Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk
memberikan makanan yang disukai.
R/ : Menambah selera makan dan dapat menambah
asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
7. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk
menghindari makanan yang mengandung gas/asam,
peda.
R/ : Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat
memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan
nutrisi
8. Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi.
R/ : Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam
lambung yang dapat memicu mual/muntah
3. Resiko tinggi gangguan ketidak Tujuan : Ketidak seimbangan volume cairan tidak Intervensi :
seimbangan volume cairan dan terjadi 1. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan
elektrolit, kurang dari kebutuhan Kriteria hasil cairan yang tidak terlihat.
berhubungan dengan hipertermia - Membran mukosa bibir lembab R/ : Memberikan informasi tentang keseimbangan
dan muntah. - Tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan
batas normal pedoman untuk penggantian cairan
- Tanda-tanda dehidrasi tidak ada 2. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa
turgor kulit dan pengisian kapiler.
R/ : Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau
dehidrasi
3. Kaji tanda vital.
R/ : Dengan menunjukkan respon terhadap efek
kehilangan cairan
4. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring.
R/ : Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk
penurunan kehilangan cairan usus
5. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral.
R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan
cairan untuk mempertahankan kehilangan
4. Hipertermi berhubungan dengan Tujuan : Suhu tubuh klien kembali secara normal. ) 1. Pantau suhu klien
proses infeksi usus halus. Kriteria hasil : Rasional:
- Mengidentifikasi faktor-faktor resiko Suhu 38 oC sampai 41,1 oC menunjukkan proses peningkatan
hipertermi infeksius akut
- Suhu tubuh relatif normal 2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur
- Menurunkan faktor- faktor resiko sesuai dengan indikasi
hipertermi. Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah,
mempertahankan suhu mendekati normal
3) 2. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
4) 3. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
5. Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan:Melaporkan kemampuan melakukan
. 1. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan
dengan peningkatan kebutuhan peningkatan toleransi aktivitas batasi pengunjung.
metabolisme sekunder terhadap Kriteria hasil : Rasional:
infeksi akut. 1. Tidak ada keluhan lelah Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
2. Tidak ada takikardia dan takipnea saat
b. 2.Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
melakukan aktivitas Rasional:
3. Kebutugan aktivitas pasien terpenuhi Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan
pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. 3.Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena
keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d. 4.Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
6.. Resiko infeksi berhubungan Tujuan : individu melaporkan faktor resiko yang 1. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enteric dan pernafasan
dengan melemahnya daya tahan berkaitan dengan infeksi dan kewaspadaan yang sesuai kebijakan rumah sakit.
penjamu sekunder akibat infeksi diperlukan. Rasional : Mencegah transmisi penyakit bakteri ke orang lain.
bakteri. Kriteria hasil : b. 2. Awasi/batasi pengunjung sesuai indikasi.
- Menggambarkan metode penularan infeksi Rasional : Pasien terpajan terhadap proses infeksi potensial
- Menggambarkan pengaruh nutrisi pada resiko komplikasi sekunder
pencegahan infeksi c. 3. Jelaskan prosedur isolasi pada pasien/orang lain.
Rasional : Pemahaman alasan untuk perlindungan diri mereka
sendiri dan orang lain dapat mengurangi perasaan isolasi dan
stigma.
7.. Resiko gangguan integritas kulit Tujuan : klien menunjukkan penyembuhan jaringan 1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan
berhubungan dengan adanya progresif warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
emboli dalam kapiler. Kriteria hasil : Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan
- Menguraikan etiologi dan tindakan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk
pencegahan infeksi dan rusak.
- Menjelaskan rasional intervensi b. 2. Ubah posisi secara periodik dan pijat dan pijat permukaan
tulang bila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi
iskemia jaringan/ mempengaruhi hipoksia seluler.
c. 3.Batasi penggunaan sabun.
Rasional : -Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan
dan meningkatkan iritasi.
d. 4.Gunakan alat pelindung. Misal : kulit domba, keranjang, kasur
tekanan udara/air, pelindung tumit/siku.
Rasional : Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunksn tekanan terhadap permukaan kulit.
Sumber:

Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia15) (2016).Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Diagnosis NANDA-I 2015-2017.Intervensi
NIC.Hasil NOC.Jakarta: EGC

Suddarth Brunner ( 2002 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Vol 1. Edisi 8. Jakarta : EGC

Widodo Djoko ( 2009 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta : Internal Publishing

Anda mungkin juga menyukai