Luas lantai Jenis lantai Jenis dinding Tidak memiliki Sumber Sumber air Bahan bakar
bangunan tempat tinggal tempat tinggal fasilitas buang penerangan minum untuk
tempat tinggal terbuat dari dari bambu/ air besar/ rumah tangga berasal dari memasak
kurang dari 8m2 tanah/bambu/kay rumbia/ kayu bersama-sama tidak sumur/ mata sehari-hari
per orang u murahan berkualitas dengan rumah menggunakan air tidak adalah kayu
rendah/tembok tangga lain listrik terlindung/ bakar/ arang/
tanpa diplester sungai/ air minyak tanah
hujan
8 9 10 11 12 13 14
Hanya Hanya membeli Hanya Tidak sanggup Sumber penghasilan Pendidikan Tidak memiliki
mengkonsums satu stel sanggup membayar kepala rumah tangga tertinggi kepala tabungan/ barang
i daging/ susu/ pakaian baru makan biaya adalah: petani dengan rumah tangga: yang mudah dijual
ayam dalam dalam setahun sebanyak satu/ pengobatan di luas lahan 500m2, buruh tidak sekolah/ dengan minimal Rp.
satu kali dua kali dalam puskesmas/ tani, nelayan, buruh tidak tamat SD/ 500.000,- seperti
seminggu. sehari poliklinik bangunan, buruh tamat SD sepeda motor kredit/
perkebunan dan atau non kredit, emas,
pekerjaan lainnya dengan ternak, kapal motor,
pendapatan dibawah Rp. atau barang modal
600.000,- per bulan lainnya.
DIKATAKAN MISKIN APABILA
memenuhi
atau lebih
Kriteria Kemiskinan
Kemiskinan menurut Bappenas adalah orang
yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermatabat. Kemiskinan
menurut BKKBN, keluarga miskin jika :
8
Pendahuluan
Berbagai kebijakan dan program telah digulirkan baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah, namun hingga kini kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah
yang belum dapat diselesaikan;
Bappenas menyebutkan permasalahan penanggulangan kemiskinan antara lain
disebabkan oleh:
1. Belum efektif dan optimalnya program/kegiatan penanggulangan kemiskinan:
Menyangkut ketidaktepatan sasaran, ketidakpaduan lokasi dan waktu, dan koordinasi
antar program/kegiatan maupun antar program/kegiatan pemerintah pusat dan daerah
yang belum selaras.
Masih adanya social exclusion (marjinalisasi) pada penerima program
penanggulangan kemiskinan
Penyediaan pelayanan dasar didaerah tertinggal/terisolir dan perbatasan masih belum
efektif
Peran dan kapasitas TKPKD di beberapa daerah yang belum efektif
Pemekaran wilayah yang terus menerus menyulitkan dalam perencanaan dan
penganggaran
2. Belum optimalnya dukungan dari aspek kebijakan makro dalam mendukung upaya
penanggulangan kemiskinan
3. Masih rendahnya kesadaran sebagian masyarakat dalam mengakses layanan pendidikan
serta kesehatan ibu dan anak.
Tingkat
Kemiskinan
per Provinsi
di Indonesia,
Maret 2016
Contra
PRO
11
12
Menurut publikasi resmi BPS (18 Juli 2016), jumlah penduduk miskin—penduduk
dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan—pada Maret
2016 di Indonesia mencapai 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86 persen dari total
jumlah penduduk Indonesia.
Indeks kedalaman kemiskinan
dan indeks keparahan
kemiskinan dearah perdesaan
dalam satu tahun ini meningkat.
Bila mengacu data Nilai Tukar
Petani (NTP) yang terus
menurun—dari 102,55 pada
Januari 2016 menjadi 101,47
pada Juni 2016—maka wajar jika
persentase kemiskinan di
perdesaan meningkat, karena
usaha pertanian menurun.
Berdasarkan laporan bulanan
data sosial ekonomi BPS bulan
Juli 2016, dalam kurun waktu
Februari 2015 – Februari 2016
tenaga kerja pertanian berkurang
sebanyak 1,83 juta jiwa: dari
angka 40,12 juta jiwa turun
menjadi 38,29 juta jiwa. 13
1. Pokok perhatian primer adalah pada
bagaimana perubahan kebijakan dalam
panggulangan kemiskinan menjadikan
lebih efektif, tepat sasaran dan
berdampak positif bagi penerima
manfaat.
2. Pendekatan yang sistematik, terpadu,
dan menyeluruh dalam rangka
mengurangi beban dan memenuhi hak-
hak dasar warga negara secara layak
untuk mewujudkan kehidupan
masyarakat Indonesia yang
bermartabat.
3. Dalam upaya percepatan
penanggulangan kemiskinan, perlu
dilakukan langkah-langkah koordinasi
secara terpadu lintas pelaku dalam
penyiapan perumusan dan
penyelenggaraan kebijakan
penanggulangan kemiskinan.
14
Studi kasus di Provinsi Banten: ilustrasi
keberlanjutan polemik kemiskinan post-
MEA
Merujuk pada salah satu
Pelaksanaan PKH di Provinsi Banten yang dimulai sejak tahun 2008
contoh studi kasus di Provinsi
sampai saat ini telah mengcover 88.408 keluarga tidak mampu
Banten, misalnya, program dengan alokasi anggaran yang sudah terserap total sejak tahun 2008
PKH dikenal dengan istilah yaitu sebesar Rp 535 miliar. Angaran itu diklaim pemerintah
Conditional Cash Transfer didistribusikan kepada masyarakat klaster kemiskinan terbawah.
(CCT), yang merupakan Dukungan anggaran dari Pemerintah Provinsi Banten baik langsung
sudah dikenal di dunia maupun komplementaritas, PKH pada tahun 2014 mencapai Rp 59
sebagai program dalam miliar, sedang pada 2015 dukungan anggaran tersebut meningkat
secara signifikan yaitu mencapai Rp 145 miliar
menanggulangi kemiskinan
(http://bantenraya.com/utama/184-banten-raih-penghargaan-pkh-
yang kronis, dan sebagai award, diakses 02 Oktober 2016)
bentuk penanggulangan sosial
yang krusial. Program
tersebut memberikan bantuan
dana kepada RTSM (Rumah
Tangga Sangat Miskin).
Program tersebut sudah
berlangusng sejak tahun
2007, di mana tersebut
sebagai Program Bantuan
Tunai Bersyarat (BTB) atau
yang dikenal secara umum
adalah PKH.
15
POKOK-POKOK PERSOALAN
16
11 kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi sasaran Penerima Bantuan
Iuran jaminan kexsehatan nasional yaitu:
7. Aspek kondisi lantai/tempat tinggal (Kondisi lantai terbuat dari tanah atau
kayu/semen/keramik dengan kondisi tidak baik/kualitas rendah)
8. Aspek kondisi atap rumah/tempat tinggal (Atap terbuat dari ijuk/rumbia atau
genteng/seng/asbes dengan kondisi tidak layak)
10. Aspek luas lantai rumah/tempat tinggal (luas lantai rumah kecil kurang dari 8
m2/orang)
11. Aspek sumber air minum (mempunyai sumber air minum bersal dari sumur
atau mata air tak terlindungi/air sungai/air hujan/lainnya.
17
6 (enam) faktor yang mempengaruhi kebijakan strategis antisipasi dan
solusi penanganan kemiskinan dan peningkatan penduduk miskin yaitu:
(1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3) karakteristik
pelaksana; (4) sikap pelaksana; (5) komunikasi antar pelaksana; dan (6)
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.
18
Ketahanan Nasional
‘Keberlanjutan Kemiskinan’ = Proxy War
1) Mengkaji ukuran dan tujuan kebijakan, artinya menganalisa standar dan sasaran
kebijakan yang hendak dicapai oleh tiap Program Penanggulangan Kemiskinan;
2) Melihat kapasitas sumber daya, artinya untuk melihat seberapa besar dukungan
financial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan tiap Program
Penanggulangan Kemiskinan;
3) Menagnalisa karakterisitik agen pelaksana, artinya seberapa besar daya dukung
struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang
terjadi di internal birokrasi dari pelaksana Program Jamsosratu;
4) Melihat sikap pelaksana, artinya melihat bagaimana demokratisasi, antusias, dan
responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat
ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana dari tiap Program Penanggulangan
Kemiskinan;
5) Mengkaji komunikasi anatar pelaksana, artinya melihat seperti apa mekanisme
prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan dari tiap Program
Penanggulangan Kemiskinan, dan
6) Melihat lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi implementasi
19
tiap Program Penanggulangan Kemiskinan.
1. Tidak validnya data kemiskinan adalah tidak tergambarnya kondisi miskin secara spesifik,
penyebab kemiskinan, rencana tindak secara fisik serta basis usaha yang jelas untuk penanggulangan kemiskinan.
Dengan tidak tersedianya data yang jelas dan spesifik seperti itu, dapat dipastikan program apapun yang dijalankan
untuk mereduksi angka kemiskinan, tetap tidak akan berhasil dengan optimal.
2. Kenyataan dilapangan sering mengindikasikan program yang salah sasaran dan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat
miskin.
3. Data yang tidak valid disebabkan oleh berbagai hal antara lain metode pengambilan data yang kurang tepat serta
kurangnya kemampuan SDM baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam operasionalisasi pengumpulan data. Oleh
sebab itu perlu diperhatikan ketersediaan data kemiskinan valid sebelum menggulirkan suatu program pengentasan
kemiskinan dengan melakukan validasi data.
4. Data diambil dengan metode yang tepat dan outputnya berupa data primer sehingga dapat memberikan gambaran berupa
peta kemiskinan yang sesungguhnya secara jelas sehingga program yang akan dilaksanakan dapat disesuaikan dengan
kondisi kemiskinan yang ada.
5. Untuk mendapatkan data kemiskinan yang valid, kegiatan yang paling tepat diimplementasikan adalah melakukan
observasi data dan penelitian lapangan.
6. Observasi data dan penelitian lapangan dilakukan dengan melibatkan masyarakat seperti kader posyandu, karang taruna,
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) didampingi petugas dari berbagai instansi terkait antara lain Dinas Kesehatan, Petugas KB,
Aparat Kelurahan dan petugas lainnya yang diintegrasikan menjadi satu tim, yang dibekali dengan pengetahuan dan
keterampilan dalam melakukan pendataan. Para petugas pendata harus dihargai secara proporsional karena mereka memikul
tanggung jawab moral yang tidak ringan.
6. Kompensasi yang diberikan pada petugas baik dari segi materil maupun dukungan moril akan berpengaruh besar pada
profesionalitas pekerjaan yang dilaksanakan. Kelengkapan instrumen pendataan, seperti blangko isian, alat tulis dan
keperluan lapangan lainnya juga harus menjadi perhatian. Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut diatas, diharapkan
akan menghasilkan data primer yang valid, yang sangat diperlukan dalam penyusunan program penanggulangan kemiskinan
yang efektif. Program penanggulangan kemiskinan yang efektif akan membantu mereduksi angka kemiskinan dan dengan
sendirinya tujuan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan akan terwujud.
20
Program perlindungan sosial yang digulirkan Pemerintah sebagai upaya
penanggulangan kemiskinan dalam mendorong kesejahteraan masyarakat
diantaranya adalah Program Keluarga Harapan (PKH).
Terdiri dari: (1) BSTB senilai Rp.750rb per 4 bln atau maksimal Rp.2,25jt
per tahun; (2) Sankesos senilai Rp.10jt hingga maksimal 35jt; dan (3)
Takesos senilai Rp.10rb per bln;
Tujuan Tujuan
?
?
Sistemik
Manfaat Manfaat
?
?
Metode Penelitian
Metode
___?
Pemerintah perlu mengevaluasi data RTS yang bersumber dari data PPLS
yang dilakukan BPS.
Pemerintah perlu mensinkronkan dengan program pemberdayaan sosial-
ekonomi lain, sehingga integrasi pengentasan kemiskinan dan peningkatan
keberdayaan masyarakat bisa berhasil dilakukan.