Anda di halaman 1dari 9

Abstrak

Kelainan sistem pencernaan pada Anak merupakan salah satu penyakit yang sering
dialami, baik yang akut maupun kronis. Terutama pada anak dibawah 5 tahun, karena bayi belum
memiliki sistem pertahann tubuh yang baik dibandingkan dengan fase usia lainnya. Intusepsi
merupakan kelainan saluran pencernaan yang biasa terjadi pada anak berusia 3 sampai dengan 5
tahun, dan menjadi kasus kegawatdaruratan pada anak, terutama usia kurang dari 2 tahun. Dan
banyak diderita pada Bayi laki-laki dari pada bayi Perempuan, dengan ratio 3:1. Intusespsi
merupakan kelainan sistem pencernaan yang bersifat kegawatdaruratan, sehingga perlu
penangnan segera, bila tidak akan memliki prognosis yang semakin buruk.

Kata Kunci : Kelainan sistem pencernaan Anak, Intusepsi, dan Kegawatdaruratan.

Abstract

Abnormalities of the digestive system in Children is one of the diseases that are often
experienced, both acute and chronic. Especially in children under 5 years, because the baby does
not have a good defense system compared with other age phases. Intussusception is a common
gastrointestinal disorder occurring in children aged 3 to 5 years, and becomes an emergency case
in children, especially aged less than 2 years. And much suffered on the baby boy than the baby
girl, with a ratio of 3: Intussusception is an emergency digestive system disorder, so it needs
immediate management, if it will not have a worse prognosis.

Keywords: Abnormality of Child's Digestive System, Intussusception, and Emergency.

Pendahuluan

Sistem pencernaan manusia terdiri atas saluran dan kelenjar pencernaan. Saluran
pencernaan merupakan saluran yang dilalui bahan makanan. Ada banyak sekali penyakit yang
dapat menyerang saluran pencernaan, baik dari sumber biologi seperti makanan yang mengandung
virus atau bakteri atau mikroorganisme lainnya, sumber kimia seperti kelebihan dosis obat,
maupun akibat mekanik seperti suhu dan lingkungan.

1
Salah satu gangguan pada saluran pencernaan adalah intususepsi. Intususepsi adalah suatu
keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam segmen usus yang lebih distal
dan pada umunya akan menimbulkan gejala obstruksi usus. Gangguan pencernaan ini biasa terjadi
pada bayi dan anak. Kebanyakan kasus intususepsi tidak diketahui penyebabnya. Intususepsi
merupakan salah satu kedaruratan bedah pada bayi dan anak, dimana bisa terjadi jepitan pembuluh
darah yang dapat menyebabkan gangrene dan mortilitas.1

Skenario

Seorang anak berusia 5 bulan dibawa ke UGD RS Ukrida dengan keluhan BAB berwarna
merah kehitaman dengan konsistensi seperti jel berlendir sejak 1 jam yang lalu. Menurut ibunya,
sejak 6 jam yang lalu, anaknya sangat rewel, tidak dapat ditenangkan, perutnya kembung dan
beberapa kali muntah setiap diberi makan. Pada pemeriksaan fisik abdomen, tampak distensi
abdomen, teraba adanya massa abdomen seperti sosis, bising usus meningkat.

Anamnesis

Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa
penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alloanamnesis dan autoanamnesis. Auto
anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri guna mendapatkan informasi
tentang penyakit pasien. Alloanamnesis adalah tanya jawab antara dokter dengan keluarga pasien.
Hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa ditanyai seputar penyakitnya karena berbagai alasan.
Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa alloananamnesis dimana anamnesis
dijawab oleh sang ibu karena pasien masih berumur 5 bulan dan belum dapat berbicara mengenai
penyakit yang ia derita.2

Perlu ditanyakan pertama kali yaitu identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin). Lalu
ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang seperti lokasi anatomi sakit, waktu termasuk
kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya
membaik/memburuk/tetap, apakah keluhan konstan/intermitten. Catat riwayat yang berkaitan
termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang negatif. Riwayat
keluarga, dan riwayat ekonomi-sosial yang berkaitan dengan keluhan utama.2 Didapatkan dari
hasil anamnesis, anak menjadi rewel dan tidak dapat ditenangkan sejak 6 jam yang lalu. Perutnya
kembung dan beberapa kali muntah setiap diberi makan.

2
Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis, harus dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik


terdiri dari pemeriksaan tanda- tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pertama
adalah pemeriksaan tanda- tanda vital seperti suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan nadi.
Lalu dilakukan inspeksi. Inspeksi merupakan proses dari melihat saja tanpa melakukan apa- apa.
Lihat apakah adanya pucat, ikterus atau limfadenopati, apakah pasien kurus atau obesitas. Ketiga
adalah melakukan palpasi abdomen. Tanyakan jika ada nyeri atau nyeri tekan, sangat berhati-
hatilah terutama jika ada. Lihat wajah pasien saat memeriksa adanya nyeri atau nyeri tekan.
Lakukan palpasi semua area abdomen. Setiap massa atau kelainan harus dicatat degan teliti
mengenai ukuran, posisi, bentuk, konsistensi, lokasi, tepi, monilitas saat respirasi, dan pulsatilitas.
Lakukan auskultasi utnuk mendengarkan bising usus (terdengar atau tidak, normal/ tidak,
hiperaktif, bernada tinggi, berdenting (menunjukkan obstruksi)). Lalu dilakukan pemeriksaan
untuk mengetahui apakah ada asites. Distensi abdomen, pekak pada pemeriksaan pekak
berpindah.2

Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum pasien. Apakah
pasien tampak sakit ringan atau sakit berat. Kemudian perhatikan bentuk tubuh pasien, apakah
pasien tampak kurus atau bergizi buruk. Untuk menyingkirkan diagnosis banding periksa apakah
pasien memiliki tanda-tanda seperti : iritis, anemia, distensi abdomen atau nyeri tekan abdomen
atau fistula. Pada auskultasi periksa bunyi usus.2,3 Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen,
didapatkan distensi abdomen dan teraba massa abdomen seperti sosis serta bising usus meningkat.

Pemeriksaan Penunjang

Pada foto polos abdomen terlihat gambaran distribusi udara yang tidak merata; tidak ada
udara pada abdomen kanan bawah dan usus besar. Pada kasus lanjut, tampak tanda obstruksi usus
seperti “air fluid level” pada usus halus yang mengalami dilatasi dan usus besar yang kosong.
Pemeriksaan ini membantu menegakkan diagnosis tetapi gambaran foto yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis intususepsi. Pada pemeriksaan enema barium tampak suatu “filling
defect” atau “cupping” pada bagian akhir dari kontras dan kontras dapat terlihat sebagai garis lurus
pada daerah lumen usus serta gambaran lingkaran-lingkaran tipis (coil spring appereance) dari

3
intususeptum, terutama pada saat pengeluaran kontras. Enema barium dilakukan dengan tujuan
diagnostic maupun terapi. Pada pemeriksaan ultrasonografi, intusepsi sering terlihat seperti mata
sapi (bulleye) atau sasaran (target like lesion), yng mencerminkan potongan transversal dari
segmen usus yang terkena.3

Diagnosis

Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam
segmen usus yang lebih distal dan pada umunya akan menimbulkan gejala obstruksi usus.
Intususepsi merupakan salah satu kedaruratan bedah pada bayi dan anak, oleh karena itu perlu
ditegakkan diagnosanya yang sedini mungkin agar dapat dilakukan penatalaksanaan yang
adekuat.4

Diagnosis Banding

Volvulus adalah rotasi usus inkomplit selama perkembangan janin.10 Usus mulai dengan
bentuk seperti pipa lurus dari lambung sampai ke rektum. Usus tengah (duodenum distal sampai
ke kolon midtransversum) mulai memanjang dan menonjol secara progresif ke arah tali pusat
sampai semuanya keluar dari batas-batas rongga perut. Ketika usus yang sedang berkembang
tersebut berputar di dalam dan di luar rongga perut, arteri mesenterika superior yang memasok
darah ke bagian usus ini berperan sebagai sumbu.3

Divertikulum Meckel (DM) adalah sisa dari kantung telur embrional, yang juga disebut
duktus omfalomesenterikus atau duktus vitelinus. Duktus omfalomesenterikus menghubungkan
kantung telur dengan usus saat perkembangan embrio dan memberikan nutrisi sampai plasenta
dibentuk. Antara minggu ke-5 sampai ke-7 kehamilan, duktus ini menipis dan memisahkan diri
dari intestinum. Tepat sebelum involusi ini, epitel kantung telur ini mengembangkan suatu lapisan
yang sama dengan lapisan lambung.4

Epidemiologi

Intususepsi ini merupakan penyebab obstruksi intestinum yang paling lazim pada umur
antara 3 bulan sampai 6 tahun, kelainan ini jarang pada anak sebelum umur 3 bulan dan frekuensi
menurun setelah 36 bulan. Sebagian besar kasus terjadi pada anak berusia 1 hingga 2 tahun. Pada
anak berusia kurang dari 2 tahun, hampir semua kasus idiopatik. 95% kasus intususepsi terjadi

4
pada anak dibawah usia 5 tahun. Intususepsi ileosekal lazim ditemukan diselurh Afrika, sedangkan
di Nigeria Selatan lazim ditemukan intususepsi saekokolon. Pada anak yang lebih besar, persentasi
kasus yang disebabkan oleh titik pemicu patologis meningkat. Pada anak usia muda, sering terjadi
intususepsi ileokolon, ileum berinvaginasi ke dalam kolon, dimulai pada atau dekat dengan katup
ileocaecal. Apabila terdapat titik pemicu patologis, intususepsi yang terjadi dapat ileoileal,
jejunoileal, atau jejunojejunal. Insidens bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki
berbanding perempuan adalah 4:1. Beberapa intususepsi akan membaik spontan atau mengalami
autoamputasi, jika tidak diobati, kebanyakan akan menyebabkan kematian.4

Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk terjadinya
intususepsinya seperti apendiks yang terbalik, divertikulum Meckelli, polip usus, duplikasi, atau
limfosarkoma. Jarang, keadaan tersebut menjadi penyulit purpura Henoch-Schonlein, dengan
hematoma intramural yang berperan sebagai puncak intususepsi. Jarang intususepsi terjadi
pascabedah dan juga selalu ileoileal. Intususepsi terjadi pada penderita kistik fibrosis yang
mengalami dehidrasi. Lesi luar biasa antara lain tumor metastase, hemangioma, benda asing,
infeksi parasit, dan tinja membatu (fecalith), mereka dapat terjadi setelah kemoterapi kanker. Titik-
titik pendorong lebih sering pada penderita yang amat muda dan penderita yang tua.3,4

Etiologi

Kebanyakan kasus intususepsi tidak diketahui penyebabnya. Hanya 5-6% kasus yang
diketahui mempunyai factor penyebab yang merupakan pencetus terjadinya intususepsi, yaitu
diverticulum Meckel, polip usus, duplikasi ileum, granuloma ileum, limposarkoma, dan purpura
Henoch Schonlein. Hiperplasia plaque peyeri pada ileum terminal sebagai akibat infeksi virus
mungkin berperan penting pada terjadinya intususepsi. Telah dilaporkan adanya bayi kembar
identik yang menderita intususepsi dan adenovirus dapat diisolasi dari apendiks dan kelenjar limfe
mereka.5

5
Patofisiologi

Intususepsi dapat dibagi berdasarkan letak anatomis dimana intususepsi terjadi, yaitu
iliosekal, iliokolika, kolonokolika maupun gabungan jenis intususepsi seperti ilio-ilio-kolika dan
ilio-kolo-kolika. Tetapi yang paling sering ditemukan adalah jenis iliokolika dan ilio-ilio-kolika.
Pada intususepsi, intususeptum (bagian proksimal usus) masuk ke dalam intususipien (bagian
distal usus) dengan disertai mesenterium intususeptum. Sebagai akibatnya, pembuluh darah dan
jaringan yang terjepit akan menyebabkan keluarnya cairan sel, mucus dan kadang-kadang darah
sehingga akan menimbulkan “currant jelly stool”. Jepitan pada pembuluh darah yang berlangsung
lama akan mengakibatkan gangrene, yang pada umumnya dimulai dari bagian ujung
intususeptum.1,5

Manifestasi Klinis

Pada kasus-kasus khas terdapat awitan rasa nyeri paroksimal hebat pada seorang anak yang
sebelumnya sehat, yang akan timbul kembali dengan selang waktu singkat disertai upaya
perenggangan serta jeritan-jeritan keras. Pada mulanya, anak masih tenang dan bermain secara
normal di antara rasa nyeri paroksimal, tetapi jika intusepsi tersebut tidak dilepaskan, maka bayi
secara progresif akan bertambah lemah dan letargis. Akhirnya terjadi suatu keadaan seperti syok
disertai kenaikan suhu hingga 41o C (106o F). denyut nadi mendengkur dan rasa nyeri dapat
diwujudkan berupa suara-suara mengerang. Pada kebanyakan kasus didapatkan muntah yang
biasanya lebih sering pada awal penyakit. Pada fase selanjutnya, bahan muntahan tersebut
mengandung bercak-bercak empedu. Tinja dengan bentuk normal masih dapat dikeluarkan selama
beberapa jam pertama sejak timbulnya gejala. Setelah itu pengeluaran tinja akan berkurang bahkan
tidak terjadi lagi dan penderita jarang atau tidak akan flatus. Pada umumnya darah dikeluarkan
dalam 12 jam pertama, tetapi terkadang tidak terjadi hingga 1-2 hari dan jarang atau tidak terjadi
sama sekali; 60% bayi akan mengeluarkan tinja mengandung darah segar bersama dengan lendir,
tinja agar-agar kismis. Beberapa penderita hanya tampak rewel dan letargi yang bergantian atau
progresif.1,4,5

Palpasi abdomen akan mengungkapkan adanya massa dengan rasa nyeri berbentuk sosis,
kadang-kadang tidak jelas. Massa tersebut dapat bertambah besar dalam ukuran dan kekerasannya
selama suatu nyeri paroksimal dan sering terletak pada bagian kanan atas abdomen dengan sumbu

6
panjang mengarah sefalokaudal. Jika massa tersebut ditemukan di daerah epigastrium, maka
sumbu panjangnya mengarah melintang. Pada kira-kita 30% penderita massa tersebut tidak dapat
ditemukan pada palpasi. Massa tersebut lebih mudah dilokalisasi dengan palpasi bimanual, rektal,
abdominal, yang dilakukan di antara rasa nyeri paroksimal. Adanya lendir berdarah pada ujung
jari ketika jari tersebut dikeluarkan setelah pemeriksaan rektal, mendukung diagnosis intususepsi.
Distensi dan rasa nyeri abdomen berkembang sejalan dengan semakin akutnya obstruksi usus
tersebut. Pada kasus-kasus yang jarang, usus yang bergerak maju akan mengalami prolaps melalui
anus. Prolapse ini dapat dibedakan dari prolapse rectum dengan adanya pemisahan antara usus
yang menonjol dengan dinding rectum yang tidak terdapat pada prolaps rectum.4

Intususepsi ileoileal dapat mempunyai gambaran klinis yang tidak khas; gejala-gejala dan
tanda-tandanya terutama adalah gejala-gejala dan tanda-tanda osbtruksi usus kecil. Intususepsi
berulang jarang ditemukan. Intususepsi kronis, dimana gejala-gejalanya terdiri dari bentuk lebih
ringan pada selang waktunya terdiri dari bentuk lebih ringan pada selang waktu berulang, mungkin
terjadi bersamaan atau menyusul enteritis akut serta dapat timbul, baik pada anak-anak berusia
lebih tua maupun pada bayi.4

Penatalaksanaan

Setelah diagnosis ditegakkan, terdapat 2 pilihan penatalaksanaan, yaitu reduksi hidrostatis


dengan enema barium atau operasi. Pemilihan antara kedua cara tersebut tergantung keadaan
umum penderita, lamanya perjalanan penyakit, dan tersedianya pelayanan radiologis yang trampil.
Pada umumnya disepakati bahwa reduksi hidrostatis dilakukan pada kasus-kasus dengan
perjalanan penyakit kurang dari 24 jam. Indikasi kontra reduksi hidrostatis adalah obstruksi usus
yang jelas, renjatan, perforasi, dan peritonitis. Bila dengan enema barium gagal atau terdapat

7
indikasi kontra, maka tindakan operasi dilakukan, sekaligus untuk mencari factor penyebab pada
usus.1,5

Prognosis

Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berkibat fatal, kesempatan sembuh
terkait langsung dengan lamanya intususepsi sebelum reduksi. Kebanyakan bayi sembuh jika
intususepsi direduksi dalam 24 jam pertama, tetapi angka mortalitas meningkat dengan cepat
setelah waktu ini, terutama setelah hari kedua. Reduksi spontan selama persiapan untuk operasi
tidak jarang terjadi.5

Angka kekambuhan pascareduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10%
dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%, tidak pernah terjadi setelah dilakukan reseksi bedah. Tidak
mungkin intususepsi yang disebabkan oleh suatu lesi seperti limfosarkoma, polip, atau
divertikulum Meckelli akan berhasil direduksi dengan enema barium. Dengan terapi bedah yang
adekuat, reduksi dengan operasi sangat mengurangi angka mortalitas pada kasus dini.5

Kesimpulan

Intususepsi merupakan gangguan saluran pencernaan yang terjadi bila satu segmen usus masuk ke
dalam segmen usus distal. Sebagian besar kasus terjadi pada bayi berusia 3 sampai 10 bulan. Bayi
dengan intususepsis mengalami nyeri abdomen mendadak, muntah hijau, pengeluaran tinja
mengandung darah dan berlendir. Intususepsi merupakan salah satu kedaruratan bedah pada bayi
dan anak, dimana bisa terjadi jepitan pembuluh darah yang dapat menyebabkan gangrene dan
mortilitas. Pada kasus intususepsis terdapat 2 pilihan penatalaksanaan yaitu reduksi hidrostatis
dengan enema barium dan tindakan pembedahan.

Daftar Pustaka

1. Berhman RE, Kliegman RM. Esensi pediatri Nelson. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2010.h.539.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.h.2-7,77-89.
3. Kartono D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran
EGC;2006.h.119-21, 136.

8
4. A.H Markum. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2005.h.379-82
5. Marcdante KJ, Behrman RE, Kliegman RM. Nelson essentials of pediatrics. Edisi 6.
Singapore: Saunders Elsevier;2014.h.109-114.

Anda mungkin juga menyukai