Anda di halaman 1dari 25

Abstrak

Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah
merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika suatu
penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis). Talasemia adalah
gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada
hemoglobin. Penyakit genetik ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi haemoglobin. Gejala awal yang muncul pada
penderita talasemia antara lain pucat, lemas, dan tidak nafsu makan. Pada kasus yang lebih berat
pasien talasemia menunjukkan gejala klinis berupa hepatomegali, kerapuhan, penipisan tulang
dan anemia. Anemia pada pasien talasemia terjadi akibat gangguan produksi haemoglobin.
Terapi kelasi besi dikombinasi dengan transfusi, terapi kelasi dapat menunda onset dari kelainan
jantung dan pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung

Kata kunci: Anemia hemolitik, thalassemia, kelasi besi.

Abstract

Hemolytic anemia is anemia that occurs due to increased destruction of red blood cells. Under
normal circumstances, red blood cells have a life time of 120 days. If a disease destroys red
blood cells prematurely (hemolysis). Thalassemia is an inherited blood disorder characterized
by a deficiency of globulin chain products in hemoglobin. This genetic disease is caused by the
inability of the bone marrow to form the proteins needed to produce haemoglobin. Early
symptoms that appear in patients with thalassemia include pale, weak, and no appetite. In more
severe cases thalassemia patients show clinical symptoms of hepatomegaly, brittleness, bone
thinning and anemia. Anemia in thalassemia patients occurs due to haemoglobin production
interruption. Sailor iron therapy combined with transfusion, sailor therapy may delay the onset
of cardiac abnormalities and, in some patients, may even prevent cardiac abnormalities

Keywords: haemolytic anemia, thalassemia, iron chelation.

Pendahuluan

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin
akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua
perubahan rantai globin yakni perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence)
rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural atau kemampuan produksi rantai
globin tertentu, disebut talasemia. Hemoglobinopati yang ditemukan secara klinis, baik pada
anak-anak atau orang dewasa, disebabkan oleh mutasi gen globin α atau β.1

Pada penderita talasemia, kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai globin yang
salah sehingga eritrosit lebih cepat lisis. Akibatnya penderita harus menjalani transfusi darah
seumur hidup. Selain transfusi darah rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron Chelating
Agent) yang harganya cukup mahal untuk membuang kelebihan besi dalam tubuh. Jika tindakan
ini tidak dilakukan maka besi akan menumpuk pada berbagai jaringan dan organ vital seperti
jantung, otak, hati dan ginjal yang merupakan komplikasi kematian dini.1 Talasemia penyakit
bawaan yang diturunkan dari orang tuanya secara autosomal resesive. Jika pasangan suami istri
adalah pembawa gen talasemia, maka kemungkinan anaknya akan menderita talasemia sebesar
25%, pembawa gen talasemia 50% dan normal 25%.1

Anamnesis

Penderita thalassemia sering sekali bergejala sebagai anemia, beberapa pertanyaan yang
penting kita tanyakan dalam keadaan pasien anemia adalah usia pasien, pada kasus anak
terutama penting untuk mengetahui bagaimana riwayat kehamilan, riwayat proses partus dan
postpartum apakah ada komplikasi atau ada masalah dalam proses tersebut. Nutrisi baik sesudah
dilahirkan juga penting untuk ditanyakan apakah mendapatkan nutrisi yang cukup. Riwayat
penderita dan keluarga sangat penting untuk ditanyakan juga dalam kasus anemia, hal ini lebih
penting lagi dalam kasus thalassemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu
terdapat frekuensi yang tinggi untuk jenis abnormalitas gen thalassemia yang spesifik. Untuk
orang dewasa atau anak yang lebih besar juga penting untuk ditanyakan apakah menggunakan
obat-obatan tertentu. Bila terdapat riwayat aborsi spontan dapat pula ditanyakan.

Penyelidikan pada kemungkinan penderita kelainan genetik dimulai dengan riwayat


keluarga .Langkah pertama untuk memperoleh informasi tertentu pada propositus (pasien dengan
kelainan herediter) atau kasus indeks (misalnya orang yang menderita secara klinis sehingga
menarik perhatian keluarga) dan pada tiap-tiap keluarga tingkat pertama (misalnya, orang tua,
saudara kandung, dan keturunan dari propositus). Keterangan ini meliputi nama panggilan, nama
keluarga, nama gadis, tanggal lahir atau usia kini, usia waktu meninggal, penyebab kematian,
dan nama atau penjelasan tentang penyakit atau cacat apapun.

Langkah kedua adalah menanyakan pertenayaan-pertanyaan yang dirancang untuk


menyelidiki keluarga akan adanya penyakit atau cacat. (1) Apakah ada keluarga yang
mempunyai trait indentik atau yang mirip? (2) Adakah keluarga yang mempunyai trait yang
tidak ada pada propositus walaupun diketahui terdapat pada beberapa penderita dengan penyakit
yang sama? Pertanyaan ini membutuhkan dokter yang memiliki pengetahuan tentang gejala-
gejala penyakit yang ditanyakan. (3). Adakah keluarga yang menderita trait yang diketahui
ditentukan secara genetik? Tujuan pertanyaan ini adalah untuk memastikan adanya penyakit
herediter dalam keluarga walaupun penderita tertentu tidak diserang. (4). Adakah keluarga yang
mengalami penyakit luar biasa, atau mempunyai keluarga yang meninggal akibat keadaan yang
langka? Tujuan pertanyaan ini adalah untuk mengidentifikasikan keadaan yang ditentukan secara
genetik walaupun tidak diketahui olhe pemberi informasi. Di samping itu, pertanyaan ini dapat
membantu mengidentifikasi keadaan dalam keluarga yang secara etiologik terkait dengan
masalah penderita. (5). Adakah konsanguinitas dalam keluarga? Penyelidikan ini harus dilakukan
langsung. Di samping itu, seseorang harus menanyakan nama keluarga yang umum terdapat
dalam keluarga pasangan suami dan istri. Perkawinan dalam keluarga dapat menjadi sumber
sindrom autosom resesif yang langka, dan kadang-kadang terdapat dalam keluarga yang tidak
diketahui oleh propositus. (6). Apakah asal etnik keluarga? Orang yang berasal dari etnik
tertentu, misalnya kulit hitam, Yahudi, dan Yunani, mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk
penyakit gentik tertentu.

Pada wanita hamil, dari anamnesis dapat ditanyakan adanya gejala anemia seperti pusing,
lemah, mudah lelah, hingga sinkop. Ada atau tidaknya riwayat splenomegali, batu empedu,
trombosis, kardiomiopati, penyakit hati kronis serta kelainan endokrin seperti diabetes melitus.
Gejala talasemia sering muncul pada usia >18-67 tahun (dapat terjadi pada usia 2-8 tahun). Pada
beberapa wanita gejala anemia akan bertambah berat karena ekspansi volume plasma yang
disertai sedikit peningkatan eritropoiesis. Dapat ditanyakan juga adanya riwayat transfusi,
apakah sejak sebelum atau setelah kehamilan, karena stress fisiologis kehamilan dapat
mengeksaserbasi gejala talasemia.2
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah keadaan umum dan tanda-tanda vital seperti
suhu, nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan. Selain itu pemeriksaan fisik yang
mengarahkan ke diagnosis thalasemia bila dijumpai gejala dan tanda pucat yang menunjukkan
anemia, ikterus yang menunjukkan hemolitik, splenomegali yang menunjukkan adanya
penumpukan (pooling) sel abnormal, dan deformitas skeletal, terutama pada thalasemia beta.3,4

Pemeriksaan Penunjang

1.Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita talasemia
adalah :2
a. Darah rutin
Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia hipokromik mikrositik dengan
mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean corpuscular haemoglobin (MCH) <
27 pg. Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini lebih baik daripada hanya MCV saja
atau MCH saja. Anemia hipokromik mikrositik juga ditemukan pada anemia defisiensi
besi namun biasanya disertai penurunan kadar red blood cell (RBC) dan peningkatan red
cell distribution width (RDW). Dapat juga ditemukan penurunan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit dan ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi
hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.2
b. Hitung retikulosit
Pada talassemia meningkat antara 2-8 %.2
c. Gambaran darah tepi
Anemia pada talasemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, basophilic
stippling, sel tear drops dan sel target.2
d.Feritin, Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi
karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC
akan meningkat.2
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang
tua,dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar
Hb A2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada
thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya
tidak melebihi 1%.2
3.Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8 sedangkan pada keadaan normal biasanya
memiliki nilai perbandingan 10 : 3.2
4. Diagnosis Prenatal
Bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung menderita
talasemia mayor. Diagnosis ini terutama ditujukan pada janin dari pasangan baru yang sama-
pengemban sifat talasemia serta janin dari pasangan yang telah mendapat bayi talasemia
sebelumnya.1
Diagnosis prenatal meliputi:
1. Fetal sampling, dengan teknik
a. Chorionic Villus Sampling (CVS)
Teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-14 minggu. Korion frondosum dilihat
dengan USG kemudian diambil sedikit dengan forcep biopsy atau syringe berisi media
dengan tekanan negatif yang dihubungkan dengan jarum spinal secara steril. Korion ini
berasal dari zigot sehingga dianggap mewakili sel fetus. Setelah dibersihkan dari darah
dan desidua ibu kemudian dilakukan tes laboratorium. Hasilnya kemudian dibandingkan
dengan hasil analisa karakter dan mutasi DNA orangtua.CVS berisiko 0,5-1%
menimbulkan kematian janin.1
b. Amniosentesis
Teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 16-20 minggu. Dengan USG dilihat
kantong cairan amnion kemudian diambil dengan syringe yang dihubungkan dengan
jarum spinal dengan steril. Cairan amnion mengandungamniosit yang merupakan sel
deskuamasi dari kulit, saluran pernafasan, gastrointestinal dan genitourinaria janin.
Ekstraksi dan analisa DNA kemudian dapat dilakukan dari amniosit ini. Amniosentesis
berisiko 0,5% menimbulkan kematian janin.1
c.Fetal blood sampling atau kordosentesis atau percutaneous umbilical cord
sampling (PUBS)
Dapat dilakukan pada usia kehamilan 18-22 minggu. Dengan panduan USG dicari tali
pusat kemudian diambil 1-2 ml darah janin sehingga memungkinkan untuk dilakukan
hemoglobin typing dan analisa DNA. Prosedur ini lebih menguntungkan CVS dan
amniosentesis karena hemoglobin typing hanya memerlukan waktu singkat untuk
mendapatkan hasil tes. Kordosentesis berisiko 2-3% menimbulkan kematian janin.
Pemilihan teknik tergantung pada umur kehamilan, kesediaan orangtua dan kemampuan
operator untuk melakukan tindakan.Pada orangtua yang berisiko janinnya terkena Hb Bart’s
hydrops fetalis dapat ditawarkan terlebih dahulu fetal scanning untuk melihat kardiomegali janin
yang merupakan marker sensitif dan dapat dideteksi secara dini.1
2. Diagnosis laboratorium meliputi hemoglobin typing dan analisa DNA
3. Konseling
Seorang konselor harus dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap mungkin ada
pada keluarga yang dikonseling (klien). Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu: Tentang
penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan masalah masalah yang akan
dihadapi oleh seorang penderita thalassemia mayor. Konselor juga terlebih dahulu harus
mengumpulkan data medis dari kliennya terutama riwayat keluarga sang klien sebelum memulai
konseling, agar informasi yang disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien dan
membiarkan mereka yang membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan
dilakukan. Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira kira tidak
mungkin terjangkau atau dapat dilakukan olenh sang klien. Membantu mereka agar keputusan
yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
Secara umum sasaran konseling genetic adalah pasangan pranikah, terutama yang berasal
dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita thalassemia, atau kepada mereka
yang mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit thalassemia. Kepada pasangan tersebut
perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis (full blood count) terlebih
dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka mengemban cacat genetic
thalassemia. Pada pasangan yang menderita talasemia yang sudah terlanjur menikah perlu
dijelaskan semua resika resiko yang mungkin terjadi dan informasi lain untuk membuat pasangan
tersebut memiliki wawasan tentang hal yang mungkin terjadi. Salah satu yang penting dijelaskan
adalah kemungkinan terjadinya talasemia pada keturunan mereka. Seperti pada kasus, Jika kedua
orangtua mendetita talasemia alfa minor (--/αα) maka resiko memiliki anak dengan HB Barts
Hydrop fetalis adalah 25%, talasemia minor 50%, dan normal 25%. Sedangkan jika satu dari
pasangan menderita talasemia minor sedangkan satunya karier (-α/αα) resiko keturunan dengan
HbH disease adalah 25 %..1
Working Diagnosa

Kata thalasemia pertama kali digunakan pada anemia yang sering ditemukan pada orang
Itali dan Yunani, pada tepi pantai dan pulau sekitaran. Kata ini sekarang mengarah pada
sekelompok penyakit yang diturunkan karena kelaianan sintesis rantai globin. Thalasemia
termasuk dalam bentuk hemoglobinopati, yang dimana di klasifikasi berdasarkan rantai globin
spesifik (α atau β) yang dimana sintesisnya mengalami gangguan. Sehingga sesuai namanya,
thalasemia alfa dan beta adalah kelainan pembentukan rantai alfa dan beta secara berurutan.5

Tipe penurunan sifat thalasemia adalah autosomal resesif. Pada thalasemia alfa, perlu
dimengerti bahwa sintesis rantai globin alfa diatur oleh 4 buah gen alfa yang terletak 2 pada
setiap kromosom 16. Yang terjadi pada thalasemia alfa adalah hilangnya gen alfa pada
kromosom, bisa satu ataupun lebih dari satu gen. Thalasemia alfa-2/silent carrier adalah
hilangnya 1 buah gen globin alfa, thalasemia alfa-1/trait adalah hilangnya 2 buah gen globin alfa,
penyakit Hb H adalah hilangnya 3 buah gen globin alfa, dan terakhir Hb Bart’s/ Hydrops Fetalis
adalah hasil dari hilangnya semua gen globin alfa.5
Pada thalasemia α homozigot (-/-) tidak ada rantai α yang diproduksi. Pasiennya hanya
memiliki Hb Bart’s yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi
hampir semuanya adalah HbBart’s sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar
pasien lahir mati dengan tanda hipoksia intrauterin. Bentuk thalasemia α heterozigot (α0 dan -
α+) menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan
dengan HbH dimana kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak
bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Klasifikasi Thalasemia Alfa
Talasemia diwariskan secara autosomal resesif, berdasarkan penurunan sifatnya genotif
talasemia dibedakan menjadi :
1. Talasemia homozigot, terjadi kerusakan pada kedua kromosom homolog sehingga
kehilangan rantai globin ganda. Pada talasemia β rantai β tidak diproduksi sama sekali
sehingga hemoglobin A tidak dapat diproduksi. Pada talasemia α rantai α sama sekali
tidak diproduksi sehingga terbentuk rantai globin γ4 yang disebut Hb Bart’s.
2. Talasemia heterozigot, kerusakan terjadi pada salah satu kromosom homolog.
Kelainan genetik pada talasemia-α Talasemia α dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu:1
1. Talasemia -α tipe delesi. Ditandai oleh delesi (kehilangan) gen α. Delesi gen α dapat
terjadi karena persilangan yang tak seimbang (unequal cross-over) yang dapat
menghilangkan satu atau bahkan dua gen α dengan halotip -/ dan --/. Gejala klinis yang
timbul tergantung pada jumlah gen α yang utuh (intact), mulai dari yang paling ringan
(hampir normal) pada α-Thal-2 sampai yang paling berat pada hydrops fetalis, dimana
bayi lahir mati atau sesaat sesudah lahir.1
2. Talasemia-α tipe nondelesi. Pada bentuk ini tidak dijumpai delesi gen α, namun terjadi
mutasi pada gen tersebut yang menyebabkan gangguan pada rantai globin α. Gen α
abnormal yang menyebabkan gangguan pada sinteis rantai globin α tersebut di tulis
sebagai: αT sehingga terdapat halotip αTαT/, αT-/, dan ααT/. Gangguan yang
menyebabkan timbulnya gen αT bervariasi, tetapi pada dasarnya dapat berupa gangguan
pada mRNA atau pada protein.1

Differential Diagnosa

1. Sindrom Turner

Sindrome turner adalah satu-satunya monosomi yang memungkinkan kehidupan.


Sindrome turner adalah aneuploidi tersering pada sejumlah abortus dan menyebabkan 20% dari
keguguran pada trimester pertama. Prevalens adalah sekitar 1 dari 5000 kelahiran hidup.
Terdapat 3 fenotip yang sering dijumpai pada 45 X. 98% hasil dari konsepsi mengalami kelainan
berat sehingga cepat mengalami abortus. Fenotip kedua sering teridentifikasi oleh kelainan
pemeriksaan sonografik yang mencakup higroma kistik, temuan-temuan ini sering disertai
hidrops yang berkembang menjadi kematian janin. Fenotip ke tiga yang paling jarang dijumpai
pada mereka yang lahir hidup.
Penemuan kromosom pada sindrom Turner merupakan kehilangan sebagian atau seluruh
dari salah satu kromosom seks. Separuh individu yang terkena memiliki kromosom 45,X.
Separuh lainnya memiliki berbagai kelainan kromosom seks. Fenotip pada sindrom ini adalah
wanita.6
Dahulu, diagnosis biasanya mula-mula dicurigai pada masa anak atau pada pubertas
ketika maturasi seksual gagal terjadi. Banyak penderita dengan sindrom Turner dapat dikenali
pada saat lahir karena edema khas dorsum tangan dan kaki dan lipatan kulit longar pada tengkuk
leher. Berat badan lahir sangat rendah dan panjang badan yang kurang lazim. Manifestasi klinis
pada masa anak meliputi selaput pada leher, batas rambut posterior rendah, mandibula kecil,
telinga menonjol, lipatan epikantus, lengkungan palatum tinggi, dada lebar yang memberikan
penglihatan yang salah puting yang sangat lebar, kubitum valgum, dan kuku jari sangat
cembung.
Perawakan pendek, temuan utama pada semua gadis dengan sindrom Turner, mungkin
datang dengan manifestasi klinis lain minimal. Selama umur tiga tahun pertama, kecepatan
pertumbuhan normal, meskipun pada persentil yang lebih rendah; setelahnya pertumbuhan mulai
melambat dan menghasilkan perawakan yang sangat pendek. Maturasi seksual gagal terjadi pada
usia yang diharapkan. Rata-rata tinggi badan dewasa adalah 143 cm (132-155 cm). Nevi
berpigmen semakin tua menjadi lebih nyata.
Defek tersembunyi yang menyertai lazim ada. Evaluasi jantung lengkap, termasuk
ekokardiografi, menampakkan katup aorta bikuspid nonstenotik murni pada sekitar sepertiga
penderita. Defek yang kurang sering tetapi lebih serius adalah stenosis aorta, koarktasio aorta,
dan anomali muara vena pulmonalis. Sekitar sepertiga penderita menderita malformasi ginjal
pada pemeriksaan ultrasuara. Defek yang lebih serius adalah ginjal pelvis, ginjal bentuk sepatu
kuda, sistem kolektivus ganda, satu ginjal tidak ada sama sekali, dan obstruksi sambungan
ureteropelvis.
Bila ovarium diperiksa dengan ultrasound, ovarium kecil tetapi tidak bergaris-garis
ditemukan pada setengah dari penderita pada umur 4 tahun pertama; antara usia 4 dan 10 tahun,
ovarium tampak bergaris pada 90% pendereita. Maturasi seksual biasanya gagal terjadi, tetapi
10-20% wanita secara spontan mengalami perkembangan payudara, dan bahkan kadang-kadang
wanita dapat mengalami beberapa masa menstruasi. Lebih dari 50 kehamilan telah dilaporkan
pada penderita dengan sindrom Turner yang mengalami menstruasi secara spontan.
Otitis media bilateral kambuhan terjadi pada sekitar 75% penderita. Defisit pendengaran
sensorineural lazim ada, dan semakin tua frekuensinya semakin meningkat. Masalah meningkat
dengan integrasi motor-sensoris kasar dan halus, tidak berhasil berjalan sebelum usia 15 bulan,
dan disfungsi kemampuan berbicara dini sering mengundang tanda tanya mengenai
keterlambatan perkembangan, tetapi inteligensia normal. Namun retardasi mental terjadi pada
penderita dengan 45,X/46,X,r(X), karena cincin kromosom tidak mampu melakukan inaktivasi
dan menyebabkan dua kromosom X berfungsi. Pada orang dewasa, defisit pada kemampuan
persepsi ruang lebih lazim daripada mereka yang dari populasi umum.
Adanya gondok akan memberi kesan tiroiditis limfositik. Nyeri perut, tenesmus, atau
diare berdarah dapat menunjukkan adanya penyakit radang usus; dan pendarahan seluran
pencernaan kambuhan dapat menunjukkan telangiektasia saluran pencernaan.
Sindrom Turner terjadi karena kelainan kromosom yang berkaitan dengan jumlah
(aneuploidi). Sindroma Turner ini mungkin terjadi karena adanya nondisjunction diwaktu ibunya
membentuk sel telur. Kemungkinan lain disebabkan karena hilangnya sebuah kromosom kelamin
selama mitosis setelah zigot XX atau XY terbentuk. Kemungkinan yang terakhir ini didukung
oleh tingginya frekuensi mosaic yang dihasilkan dari kejadian sesudah terbentuk zigot pada
penderita Turner. Penyebab utama aneuploidi adalah nondisjunction (kelainan pemisahan
kromosom) saat meiosis atau setelah pembuahan sewaktu mitosis. Nondisjunction dapat
mengenai autosomal atau kromosom seks. Nondisjunction saat meiosis menghasilkan gamet-
gamet haploid yang memiliki kelainan komplemen kromosom. Jika sepasang kromosom seks
gagal untuk memisahkan selama pembentukan telur atau sperma, hal ini disebut sebagai
nondisjunction. Ketika telur abnormal menyatu dengan sperma yang normal untuk membentuk
embrio, embrio yang mungkin akan berakhir dengan kehilangan satu dari kromosom seks (X
bukan XX). Sebagai embrio tumbuh dan sel-sel membagi, setiap sel dari tubuh bayi akan
kehilangan salah satu dari kromosom X. Kelainan ini tidak diwarisi dari orang tua yang terkena
karena wanita dengan sindrom Turner biasanya steril dan tidak bisa punya anak. Pada sekitar
20% dari kasus-kasus sindrom Turner, salah satu kromosom X yang abnormal. Mungkin
berbentuk seperti cincin, atau kehilangan beberapa bahan genetik. Sekitar 30% anak dengan
kelainan hanya hilang kromosom X dalam beberapa sel mereka. pola kromosom campuran ini
dikenal sebagai pola Mosaicsm.8
Temuan awal 45X pada penderita dengan sindrom Turner terjadi pada hanya 50%
penderita yang terkena. Sekitar 15% penderita adalah mosaik untuk 45, X dan deretan sel normal
(45,X/46, XX). X tunggal berasal dari ibu pada 75% penderita 45, X. Mekanisme hilangnya
kromosom belum diketahui dan risiko terhadap sindrom tidak meningkat sejalan dengan usia ibu.
Adalah mungkin bahwa gen yang terlibat pada fenotip Turner adalah gen terkait-X yang lolos
inaktivasi. Tampak ada lokus untuk perawakan pada Xp distal, yang dekat dengan daerah
pseudoautosom. Xp dan Xq tampak berisi gen untuk fungsi ovarium normal.8

Sindrom Turner terjadi pada sekitar 1 dari 1.500-2.500 bayi wanita yang lahir hidup.
Frekuensi kariotip 45, X pada konsepsi adalah sekitar 3.0%, tetapi 99% dari jumlah ini
mengalami abortus spontan, merupakan 5-10% dari semua abortus. Mosaikisme (45,X/46,XX)
terjadi pada proporsi yang lebih tinggi daripada proporsi yang terlihat pada setiap keadaan
aneuploid lain. Ovarium janin normal berisi sekitar 7 juta oosit tetapi oosit ini mulai menghilang
dengan cepat pada sekitar 5 bulan kehamilan. Pada saat lahir hanya ada 3 juta. Oosit secara
bertahap lenyap sehingga saat menarke jumlahnya merosot hingga hanya 400.000, dan saat
menopause terjadi hanya sekitar 10.000 yang tersisa. Pada sindrom Turner, ovarium janin
berkembang secara normal di awal embriogenesis. Akan tetapi, tidak adanya satu kromosom X,
menyebabkan pengurangan oosit dipercepat dan hampir semua oosit lenyap pada usia 2 tahun.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa menopause terjadi sebelum menarke dan ovarium menciut
menjadi jaringan fibrosa atrofik yang tidak mengandung ovum dan folikel (streak ovaries).8

2. Sindrom Down

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Kelainan
sindrom Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom 21, yang seharusnya
dua menjadi tiga, yang menyebabkan jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah, sehingga
disebut trisomi 21.9
Sindrom Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom
ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan (nondisjunction meiotik).9
Anak yang menyandang sindrom Down ini akan mengalami keterbatasan kemampuan
mental dan intelektual, retardasi mental ringan sampai sedang, atau pertumbuhan mental yang
lambat. Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal,
pertahanan tubuh yang relative lemah, penyakit jantung bawaan, alzheimer, leukemia, dan
berbagai masalah kesehatan lain.9
Sekitar 95% dari semua kasus sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21
(kelompok G), sehingga disebut trisomi 21. Walaupun anak yang memiliki trisomi 21 dilahirkan
dari orang tua semua usia, secara statistic terdapat risiko yang lebih besar pada wanita lebih tua,
terutama mereka yang berusia lebih dari 35 tahun dan usia ayah juga merupakan factor, terutama
pada pria berusia 55 tahun atau lebih.10
Sekitar 3% sampai 4% kasus mungkin disebabkan oleh translokasi kromosom 15 dan 21
atau 22. Tipe aberasi genetic ini biasanya diturunkan dan tidak berhubungan dengan usia orang
tiu yang lanjut. Dari 1% sampai 2% individu yang menderita menunjukkan mosaisisme, yaitu sel
yang memiliki kromosom normal dan abnormal. Tingkat kerusakan fisik dan kognitif
berhubungan dengan persentase sel yang tersusun dari kromosom abnormal.10
Semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959,
maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “nondisjunctional” sebagai
penyebabnya, yaitu: 11
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap “non-disjunctional”. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunctional” pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan
anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelim terjadinya
konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi
dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai
saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan
terjadinya “non-disjunction”
4. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat
menyebablan “non-disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone, dan peningkatan
secara tajam kadar LH (Luteinizing hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon)
secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya “non-disjunction”.
5. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari
umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi
korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.11
Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus, bahan kimia dan frekuensi
koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.11 dari syd down 3
Patofisiologi sindrom down dari sudut sitologi, dapat dibedakan dua tipe sindrom down :9

1. Sindroma Down Triple 21 atau Trisomi 21, dimana pasien mempunyai kelebihan sebuah
autosom nomor 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penulisan kromosomnya
sebagai berikut :9
- Penderita laki-laki = 47, XY, + 21
- Penderita perempuan = 47, XX, +21
Cara penulisan + 21 berarti ada kelebihan autosom nomor 21.

Pada Sindroma Down trisomi-21, nondisjunction dalam miosis 1 menghasilkan ovum


yang mengandung 2 buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa
normal yang membawa autosom nomor 21, maka terbentuklah zigot trisomi-21

2. Sindrom Down Translokasi.


Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan karena
suatu potongan kromosom bersambung dengan potongan kromosom lainnya yang bukan
homolognya.9

Pada sindrom down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada
autosom lain, kadang – kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering
dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita sindroma Down
translokasi memiliki 46 kromosom.9

Pada sindrom down translokasi ini dikenal istilah :

a. Translokasi resiprokal : terjadi bila 2 kromosom bertukar sebagai materi genetik


b. Translokasi robertsonian : jenis translokasi resiprokal tapi batas patahnya
kromosom pada atau dekat centromere (bagian sentral) 2 buah kromosom jenis
akrosentris [jenis kromosom yang lengan pendeknya (p) sangat pendek dan tidak
mengandung gen].9
Sindrom Down translokasi ini termasuk dalam kelainan struktur kromosom, dimana pada
keadaan ini dapat terjadi keadaan yang balans dan tidak balans. Pada pengaturan yang
balans bagian seluruh kromosom lengkap, tidak ada penambahan atau pengurangan
materi genetik. Umumnya kelainan struktur kromosom yang balans tidak menyebabkan
masalah klinik, tetapi seseorang dengan kelainan struktur kromosom balans berpotensi
mempunyai keturunan dengan kelainan struktur kromosom yang tidak balans.9

Gejala sindrom down bersifat khas dan memungkinkan pengenalan bahkan dalam periode
neonatal. Sebagian besar temuan wajah dan anggota gerak yang terlihat pada orang dengan
sindrom Down tidak abnormal secara sendiri-sendiri, tetapi konstelasi total gambaran itu khas.
Temuan fenotipik lazim yang terdapat pada bayi baru lahir. Brakisefali, telinga kecil, fisura
palpebra miring ke atas, pangkal hidung rendah, bagian tengah wajah datar, pipi penuh, dan
wajah meringis saat menangis adalah ciri kraniofasial yang paling konsisten dan bersama-sama
menghasilkan penampilan yang khas. Walaupun lipatan epikantus dan linea simian sering dicari
dalam menentukan sindrom ini, masing-masing hanya mempunyai frekuensi sekitar 50%.
Brakidaktili merupakan temuan tangan yang lebih konsisten disbanding perubahan pada garis
palmar.Garis fleksi tunggal pada jari kelima, walaupun tidak tampak pada semua bayi, tidak
lazim terdapat pada populasi umum dan merupakan ciri penting. Telinga kecil (kurang dari 3,2
centimeter pada bayi baru lahir) dan hipotonia terlihat pada 90% bayi baru lahir.13 bahan syd 3
Defek penyakit jantung congenital terjadi pada 30-50% anak dengan sindrom Down:
sekitar sepertiga lesi berupa defek bantalan endokardium; sekitar sepertiga adalah defek septum
ventrikel; terjadi defek septum atrium tipe sekundum dan juga terdapat tetralogi Fallot.
Malformasi gastrointestinal terjadi 5-7%, biasanya atresia duodenalis. Penderita sindrom Down
mempunyai peningkatan mortalitas pada usia 10 tahun pertama kehidupannya, bahkan bila
mereka yang dengan penyakit jantung tidak dimasukkan dalam analisis ini. Namun, sebanyak
90% anak tanpa defek jantung congenital hidup sampai masa remaja. Mortalitas yang lebih besar
pada masa kanak-kanak lebih banyak akibat infeksi, terutama pneumonia. Alasan atas
kerentanan ini tidak semuanya diketahui, tetapi terdapat bukti abnormalitas fungsi limfosit T.
abnormalitas anatomi system respirasi, seperti refluks gastroesofageal, hipertensi pulmonal
primer dan apnea obstruktif saat tidur, terjadi dalam frekuensi meningkat pada sindrom Down
dan mungkin sebagian bertanggung jawab terhadap meningkatnya insiden infeksi.13
Riwayat alami sindrom Down pada masa kanak-kanak terutama ditandai oleh
keterlambatan perkembangan, retardasi pertumbuhan, dan imunodefisiensi. Keterlambatan
perkembangan biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan sebagai kegagalan mencapai tahapan-
tahapan penting perkembangan sesuai-usia dan memengaruhi semua aspek fungsi motorik dan
kognitif. IQ rerata antara 30 dan 70 dan menurun seiring dengan pertambahan usia. Namun,
derajat retardasi mental pada orang dewasa dengan sindrom Down cukup bervariasi, dan banyak
pengidap dapat hidup semi-independen. Secara umum, keterampilan kognitif lebih terbatas
daripada kemampuan afektif, dan hanya sebagian kecil pengidap yang mengalami retardasi
berat.13

3. Parvo Virus Infection

Parvovirus adalah virus kecil mengandung DNA yang menginfeksi berbegai spesies
binatang. Beberapa parvovirus diketahui sebagai penyebab penting penyakit pada binatang
seperti parvovirus anjing dan virus panleukopenia kucing. Parvovirua manusia (human parovirus
[HPV]) seringkali disebut B19 setelah strain yang ditandai paling baik berhasil diisolasi pertama
kali pada tahun 1975. Parvovirus B19 adalah anggota dari genus Parvovirus dalam famili
parvoviridae. Parvovirus mamalia adalah spesies yang sangat spesifik. B19 tidak menginfeksi
binatang lain, dan parvovirus binatang tidak menginfeksi manusia.13
Epidemiologi

Sebaran talasemia terentang lebar dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan,
Asia Timur dan Asia Tenggara. Saat ini talasemia didapatkan hampir di semua belahan dunia,
akibat terjadinya migrasi populasi hingga ke Eropa, Amerika dan Australia.2 Talasemia α
ditemukan di Asia Timur, Asia Tenggara, Cyprus, Yunani, Turki dan Sardinia.7Sedangkan
talasemia β banyak ditemukan di Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara,
Rusia Selatan dan Cina.2 Di Cyprus dan Yunani lebih banyak varian β+, sedangkan di Asia
Tenggara lebih banyak varian βo. Talasemia α sering dijumpai di Asia Tenggara, lebih sering
daripada talasemia β.
Frekuensi pembawa atau carrier penyakit ini (mempunyai gen terganggu tapi penyakitnya
tidak nampak) di masyarakat Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 5%. Penderita talasemia akan
lahir dari suami istri yang keduanya carrier talasemia, sehingga timbul ide pre-marital screening
(pemeriksaan sebelum nikah) untuk mendeteksi talasemia. Berdasarkan angka ini, diperkirakan
lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Biasanya lebih dari 30%
penderita mengandung kadar HbF yang tinggi dan 45% juga mempunyai HbE. Kadang-kadang
ditemukan hemoglobin patologi.1
Etiologi

Talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dimana
semua perubahan genetik yang terjadi diturunkan dari ibu maupun ayah. Talasemia terjadi bila
sintesis salah satu rantai polipeptida menurun.3 Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis
talasemia merupakan hasil kelainan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada
replikasi DNA dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA dan perubahan kode
genetik akan diteruskan pada penurunan gen berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai
asam amino maupun memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan
berpasangan kromosom pada proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material
genetik. Bila terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa
tadi akan terjadi apa yang disebut duplikasi, delesi, translokasi dan inversi.2
Pada talasemia α, mutasi gen yang terjadi berbentuk:
1. Delesi, mencakup satu gen (-α) atau kedua (--) gen globin α. Pada talasemia -α°, terdapat
14 delesi yang mengenai gen α, sehingga produksi rantai α hilang sama sekali dari
kromosom abnormal. Bentuk umum –α+ yang paling umum (-α dan -α) mencakup delesi
satu atau duplikasi gen globin α lainnya.
2. Non delesi, kedua haplotip gen α utuh (αα).ekspresi gen– α2 lebih kuat 2-3 kali dari
ekspresi gen –α1 sehingga sebagian besar mutasi non delesi ditemukan predominasi pada
ekspresi gen -α2
Patofisiologi

Patofisiologi thalasemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalasemia-β


kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-α. Hilangnya
gen globin-α tunggal (-α / αα atau αTα / αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan
thalasemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalasemia-1a-α heterozigot (αα/- -) memberi fenotip
seperti thalasemia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat
penyakit berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan
thalasemia-α0 homozigot (- - / - -) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s hydrops
syndrome.3,14

Kelainan dasar thalasemia alfa sama dengan thalasemia beta, yakni ketidakseimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis thalasemia
ini, yaitu karena rantai-α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak seperti
thalasemia beta), maka thalasemia alfa bermanifestasi pada masa fetus dan sifat-sifat yang
ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin alfa dan beta yang disebabkan oleh
defek produksi rantai globin alfa sangat berbeda dibandingkan dengan akibat produksi
berlebihan rantai alfa pada talasemia beta. Bila kelebihan rantai alfa tersebut menyebabkan
presipitasi pada prekursel eritrosit, maka talasemia alfa menimbulkan tetramer yang larut.3

Pola Penurunan Penyakit

Talasemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut
hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit talasemia meliputi suatu keadaan
penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut talasemia minor
atau talasemia trait (carrier/pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang
disebut talasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang
mengidap penyakit talasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya
yang mengidap penyakit talasemia.1
Permasalahan talasemia akan muncul jika talasemia trait kawin dengan sesamanya
sehingga kemungkinan yang bisa terjadi adalah 25% dari keturunannya menurunkan talasemia
mayor, 50% anak mereka menderita talasemi atrait dan hanya 25% anak mempunyai darah
normal. Umumnya penderita talasemia minor tidak merasakan gejala apapun. Hanya kadang-
kadang mengalami anemia kekurangan zat besi ringan. Berbeda dengan talasemia minor, anak
yang menderita talasemiamayor perlu mendapat perhatian juga perawatan khusus karena di
dalam tubuhnya tidak tersedia hemoglobin dalam jumlah cukup diakibatkan sumsum tulangnya
tidak dapat memproduksi sel darah merah dalam kadar yang dibutuhkan.1

Gejala klinis Gambar.1. autosomal resesif pedigree1


Thalasemia alfa dikelompokkan ke dalam empat
bentuk genotip klasik dengan fenotip yang berbeda, seperti berikut3 :

1. Thalasemia-2-α trait (-α / αα)


Pada penderita hanya dijumpai delesi satu rantai α (-α), yang diwarisi dari salah satu
orang tuanya. Sedangkan rantai-α lainnya yang lengkap (αα), diwarisi dari pasangan
orang tuanya dengan rantai-α normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa sifat
yang fenotipnya tidak memberikan gejala dan tanda (an asymptomatic, silent carrier
state). Kelainan ini ditemukan pada 15-20% populasi keturunan Afrika.3

2. Thalasemia-1-α trait (-α / -α atau αα / - -)


Pada penderita ditemukan delesi dua loki. Delesi ini dapat berbentuk thalasemia-2a-α
homozigot (-α / -α) dan thalasemia-1a-α heterozigot (αα / - -). Fenotip thalasemia-1-α trait
menyerupai fenotip thalasemia alfa minor. Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari
HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia
kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.3

3. Hemoglobin H disease (- - / -α)


Pada penderita ditemukan delesi tiga loki, berbentuk heterozigot ganda untuk thalasemia-
2-α dan thalasemia-1-α (- -/-α). Pada fetus terjadi akumulasi beberapa rantai –β yang
tidak ada pasangannya (unpaired β-chains). Sedangkan pda orang dewasa akumulasi
unpaired-β chains yang mudah larut ini membentuk tetramer β4, yang disebut HbH. HbH
membentuk sejumlah kecil inklusi di dalam eritroblast, tetapi tidak berpresipitasi dalam
eritrosit yang beredar. Delesi tiga loki ini memberikan fenotip yang lebih berat. Bentuk
kelainan ini disebut HbH disease. Fenotip HbH disease berupa thalasemia intermedia,
ditandai dengan anemia hemolitik sedang-berat, namun dengan inefektivitas eritropoiesis
yang lebih ringan. Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4)
yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis.3

HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β
tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri
(β4).Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.Penderita dapat tumbuh
sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.3

4. Hydrops fetalis dengan Hb bart’s (- - / - -)


Pada fetus ditemukan delesi 4 loki. Pada keadaan embrional ini sama sekali tidak
diproduksi rantai globin α. Akibatnya, produksi rantai gamma globulin berlebihan dan
membentuk gamma 4-tetramer, yang disebut Hb Barts. Hb barts ini memiliki afinitas
oksigen yang mencapai jaringan fetus, sehingga terjadi asfiksia jaringan, edema (hydrops
fetalis), gagal jantung kongesif, dan meninggal dalam uterus, ikterus,
hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada
elektroforesis. Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA
atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah
kelahirannya.3

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada talasemia alfa tergantung dari tipe talasemia yang diderita pasien.
Pada talasemia alfa yang sifat, maka tidak perlu melakukan terapi apapun, hanya perlu
menghindari paparan dari obat yang yang bisa menginduksi terjadinya hemolisis sel darah
merah. Harus diperhatikan tatalaksana secara lebih dini untuk pencegahan infeksi yang terjadi
setelah operasi splenektomi.5

Bila pasien mengidap penyakit Hb H, maka harus diberikan suplemen folat 1 mg/hari
peroral, terapi transfusi jangka panjang dengan dosis PRC 15-20 ml/kg setiap 4-5 minggu, dan
perlu diperhatikan untuk disertai dengan melakukan iron-chelation therapy untuk menghindari
terjadinya kelebihan besi didalam darah, misalnya deferasiroks oral 20-30 mg/kgBB/hari. Perlu
dilakukan splenektomi pada kasus yang jarang berupa hipersplenisme. Mungkin perlu dilakukan
transplantasi sumsum tulang belakang yang tidak dilakukan pada semua pasien, hanya dilakukan
pada pasien yang sangat berat keadaanya. Bila seorang pasien mengkonsultasikan mengenai
kematian bayi dan terjadinya hydrops foetalis ditambah dengan riwayat keluarga dengan
talasemia maka kemungkinan bayi yang meninggal tersebut menderita Hb Bart (globin α) yang
akan meninggal in utero dan menunjukkan gambaran hidrops fetalis nonimmune. Hal ini dapat
diatasi dengan mentransfusi fetus pada kehamilan ke 25, 26, dan 32 minggu dan membalikkan
keadaan asitesnya.5

Perlunya dilakukan konsul kepada dokter spesialis penyakit dalam yang mengambil sub
spesalisasi dibidang hematologi pada kasus yang berat sekali. Semua pasien yang kita dapati
dengan anemia mikrositik yang tidak jelas harus di konsulkan untuk mengetahui diagnosa yang
pasti. Pasien dengan talasemia minor dan intermedia harus di konsulkan kepada dokter spesialis
genetika klinik untuk dilakukan konseling genetik dikarenakan anak atau keturunan mereka bisa
dalam risiko menurunkan talasemia mayor.15

Penatalaksaan talasemia ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:15

a. Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Hb diatas 10


gr/dL tiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Darah
segar yang telah disaring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit
dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa
genotipnya pada permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul
antibody eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan
b. Asam folat diberikan secara teratur (5 mg/hari) jika asupan diet buruk
c. Terapi kelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi. Desferioksamin
dapat diberikan melalui kantung infuse terpisah sebanyak 1-2 gr untuk tiap unit
darah yang ditransfusikan dan melalui infuse subkutan 20-40 mg/kg dalam 8-12
jam, 5-7 hari seminggu. Bila terapi dilanjutkan saat kehamilan berisiko kelainan
tulang pada janin.Sebaiknya kelasi besi dioptimalkan sebelum kehamilan
kemudian saat kehamilan tidak dilakukan terapi kelasi besi terutama pada trimester
pertama
d. Vitamin C 200 mg perhari meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh
desferioksamin
e. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur
sel darah merah.

Resiko apabila gagal dalam diagnosis, maka selain munculnya komplikasi yang lebih
serius pada pasien tersebut, apabila pasien sedang merencanakan kehamilannya maka dapat
terjadi keguguran dalam kandungan atau janin lahir mati karena hydrops fetalis yang berat.15

Penatalaksanaan thalasemia pada kehamilan:2

Sebelum persalinan:
- Tidak ada pengobatan untuk fetal hidrops (tidak dapat hidup)
- Saat kehamilan dan persalinan: kesulitan persalinan karena bayi besar
- Setelah persalinan : konseling mengenai kejadian saat ini dan perencanaan kehamilan
berikutnya
- Dapat dirujuk pada bagian obsgyn dengan subspesialis yaitu feto maternal dimana
dokter dengan subspesialis ini memiliki hak untuk memeriksa kandungan dan janin
dengan lebih spesifik. Salah satunya dengan screening 4D. pemeriksaan ini dapat
mendeteksi adanya kelainan pada janin misalnya pertumbuhan organ dalam yang tidak
normal atau sempurna dan berbagai kelainan genetik.

Komplikasi

Anemia yang berat dan lama sering mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dan adanya proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah mengalami ruptur dengan trauma yang ringan.
Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leucopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.1
Prognosis

Prognosis bergantung kepada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Kondisi klinis
penderita sangat bervariasi dari ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam
beberapa jam. Anak thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20
tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.17

Pencegahan

Dalam menangani pasien pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak dengan riwayat
mereka menderita talasemia alfa minor membutuhkan penanganan dengan genetika konseling.
Dimana genetika konseling adalah proses dimana pasien atau keluarga yang berisiko kelainan
tertentu yang mungkin herediter menerima saran dan konsekuensi dari kelainan tersebut,
probabilitas perkembangan penyakit dan bagaimana kelainan tersebut diteruskan dalam keluarga
dan bagaimana prevensinya. Istilah konseling genetic pertama kali diperkenalkan oleh Dr.
Sheldon Redd 1947 dari Dight Institute fo Human Genetics, University of Minnesota. Konseling
genetic diartikan sebagai memberi informasi atau pengertian kepada masyarakat tentang masalah
genetika yang ada dalam keluarganya. Kerja dalam konseling genetic ini dalam tim yang terdiri
dari spesialis ataupun konselor genetic yang handal, sehingga tim dapat menyampaikan
informasi sebanyak dan selengkap mungkin tentang penyakit yang diderita. Ada 3 hal pokok
yang penting ada dalam informasi tersebut, yaitu:18

1. Tentang penyakit talasemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan masalah-
masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita talasemia mayor. Informasi dan
riwayat keluarga dari pasien juga harus dikumpulkan dengan baik agar informasinya
disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien dan
membiarkan mereka yang membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan yang
dilakukan.
3. Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat terlaksana dengan baik dan
lancar

Konseling genetic sasaran umumnya adalah pasangan pranikah yang berasal dari populasi
atau etnik dengan potensi tinggi menderita talasemia atau anggota keluarga yang menderita
talasemia. Pada pasangan yang salah satunya carrier atau ke duanya adalah carrier dari talasemia
minor. Konseling genetika sebagian besar dilakukan dengan anamnesis pada pasangan tersebut.
Indikasi dilakukannya konseling genetika adalah:19

- Kelainan genetic atau cacat bawaan dan keturunan keluarga


- Wanita hamil lebih dari 35 tahun
- Gangguan perkembangan pada anak
- Pernikahan di atau dengan suku atau ras tertentu
- Melahirkan janin mati
- Keguguran berulang tanpa diketahui penyebabnya
- Mental retardasi pada anak sebelumnya tanpa penyebab yang jelas
- Penggunaan obat-obatan atau bahan yang bersifat teratogen
Dan biasanya pasien bila ingin mempunyai anak, dapat dilakukan konseling prakonsepsi
dan apabila dalam sudah dalam proses kehamilan, dapat dipastikan diagnosa anak dalam
kandungan apakah membawa kelainan herediter atau tidak dengan prenatal diagnosis. Prenatal
diagnosis sendiri dapat dilakukan mulai dari USG, CVS, amniocentesis, dan cordocentesis.
Apabila diagnosa anak sudah diketahui, keputusan tindakan selanjutnya diserahkan kepada
pasien dan dokter jangan memberikan intervensi dalam pengambilan keputusan tersebut.2

Kesimpulan

Talasemia adalah sekelompok penyakit genetik yang diakibatkan ketidakseimbangan


pembuatan salah satu rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.Talasemia digolongkan
berdasarkan penurunan sintesis rantai asam amino yang terkena, dengan dua jenis utama yaitu
talasemia α dan talasemia ß. Semua penderita talasemia akan mengalami gejala anemia tetapi
berat ringannya anemia bervariasi, tergantung tingkat keparahan talasemia.

Daftar Pustaka

1. Regar J. Aspek genetik talasemia. J Biomed. 2009 Nov 3;1(3):151-8.


2. Wiradnyana A G G P. Skrining dan diagnosis thalsemia dalam kehamilan.
Denpasar:Fakultas Kedokteran Universitas Udayana;2013.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.1379-93.
4. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.453-69.
5. Chen H. Atlas of genetic diagnosis and counseling. New Jersey: Humana Press;
2006.p.950-1.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 3. Edisi ke-
15. Jakarta: EGC; 2000.h.1992-4.
7. Effendi SH, Indrasanto E. Kelainan kongenital. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI;2008.h.63-9.
8. Behrman RE, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-16. Volume 3.
Jakarta: EGC;2004.h.1992-4.
9. Suryo. Genetika manusia. Yogyakakarta: Gajah Mada Press; 2003.h.259-72.
10. Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Wong buku ajar
keperawatan pediatric volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2009: 713-4.
11. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2006: 211-20.
12. Janti Sudiono. Sindrom Down (trisomi 21). Gangguan Tumbuh Kembang
Dentokraniofasial. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007. h.84-91.
13. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatric Rudolph voume 1. Edisi
ke-20. Jakarta: EGC; 2006: 319-42.
14. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.173-5.
15. Papadakis MA, McPhee SJ. Current medical diagnosis & treatment 2013. 52nd Edition.
Canada: The McGraw Hill Companies; 2013.p.494-5.
16. Wheeler L. Buku saku perawatan prenatal dan pascapartum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004. 90-1.
17. Meredante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi 6. Singapore: Saunders Elsevier; 2011.h.601-24.
18. Manuaba IBG, Manuaba C, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007. 86-9.
19. Cunningham GF. Obstetri Williams ed 23 vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2013. 182-6.

Anda mungkin juga menyukai