Anda di halaman 1dari 15

Abstrak

Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel
darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari.Jika
suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis). Talasemia adalah
gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada
hemoglobin. Penyakit genetik ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi haemoglobin. Gejala awal yang muncul pada
penderita talasemia antara lain pucat, lemas, dan tidak nafsu makan. Pada kasus yang lebih berat
pasien talasemia menunjukkan gejala klinis berupa hepatomegali, kerapuhan, penipisan tulang
dan anemia. Anemia pada pasien talasemia terjadi akibat gangguan produksi haemoglobin.
Terapi kelasi besi dikombinasi dengan transfusi, terapi kelasi dapat menunda onset dari kelainan
jantung dan pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung

Kata kunci: Anemia hemolitik, thalassemia, kelasi besi.

Abstract

Hemolytic anemia is anemia that occurs due to increased destruction of red blood cells.
Under normal circumstances, red blood cells have a life time of 120 days. If a disease destroys
red blood cells prematurely (hemolysis). Thalassemia is an inherited blood disorder
characterized by a deficiency of globulin chain products in hemoglobin. This genetic disease is
caused by the inability of the bone marrow to form the proteins needed to produce haemoglobin.
Early symptoms that appear in patients with thalassemia include pale, weak, and no appetite. In
more severe cases thalassemia patients show clinical symptoms of hepatomegaly, brittleness,
bone thinning and anemia. Anemia in thalassemia patients occurs due to haemoglobin
production interruption. Sailor iron therapy combined with transfusion, sailor therapy may delay
the onset of cardiac abnormalities and, in some patients, may even prevent cardiac
abnormalities

Keywords: haemolytic anemia, thalassemia, iron chelation.

1
Pendahuluan

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke


dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat
menimbulkan dua perubahan rantai globin uakni perubahan struktur rangkaian asam amino
(amino acid sequence) rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati structural, aau perubahan
kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, disebut
thalasemia. Hemoglobinopati yang ditemukan secara klinis, baik pada anak-anak atau orang
dewasa, disebabkan oleh mutasi gen globin α atau β.1

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).2

1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Keluhan tambahan
4. Riwayat perkawinan
- Riwayat Kawin berapa kali ? menikah pada usia berapa?
5. Riwayat Obstetric.
- Sudah punya anak atau belum?
- Sudah punya berapa anak?
- Apakah pernah terjadi keguguran sebelumnya?
6. Riwayat haid
- Menarche umur berapa? Haid teratur atau tidak ?, lamanya berapa hari,darah
haid biasa?, sakit waktu haid ada tidak?
7. Nafsu makan : menurun atau tidak?
8. Miksi dan defekasi ada keluhan tidak ?

2
9. Riwayat penyakit dahulu?
10. Riwayat pengobatan?
11. Riwayat penyakit keluarga?

Hasil Anamnesis

1. Pasien seorang wanita bersama suami merupakan penderita thalasemia alfa minor.
2. Kehamilan pertama mengalami keguguran pada usia kehamilan 12 minggu
3. Kehamilan kedua melahirkan bayi dengan hydrops fetalis pada gestasi 27 minggu dan
meninggal beberapa menit setelah dilahirkan

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang pertama diperiksa adalah keadaan umum, kesadaran, dan
tanda – tanda vital dari pasien. Pemeriksaan tanda – tanda vital sendiri meliputi pengukuran
tekanan darah, suhu, frekuensi nadi, dan frekuensi napas. Kemudian pemeriksaan fisik dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan head to toe meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pada pemeriksaan head to toe dapat diawali dengan inspeksi pada bagian mata, dilihat
bagaimana konjungtiva dan sklera apakah anemis ataupun ikterik atau tidak. Apabila anemis,
terjadi kecurigaan mengarah pada suatu keadaan anemia.3 Kemudian melakukan inspeksi pada
bagian kulit apakah terjadi ikterik atau tidak untuk melihat ada tidaknya kelainan hepar. Apabila
warna kulit pucat kemungkinan dapat disebabkan karena terjadinya anemia. Kemudian dilakukan
pemeriksaan palpasi pada bagian abdomen. Dilakukan pemeriksaan hepar dan limfa.4 Kemudian
dilakukan pemeriksaan auskultasi pada jantung, paru, maupun denyut jantung janin.3
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
talasemia adalah :5
- Darah Lengkap
Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia hipokromik mikrositik dengan
mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean corpuscular haemoglobin
(MCH)< 27 pg. Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini lebih baik daripada

3
hanya MCV saja atau MCH saja.Anemia hipokromik mikrositik juga ditemukan pada
anemia defisiensi besi namun biasanya disertai penurunan kadar red blood cell
(RBC)dan peningkatan red cell distribution width(RDW). Dapat juga ditemukan
penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekositdan ditemukan pula
peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari
jumlah trombosit.5
-
Hitung retikulosit
Pada talassemia meningkat antara 2-8 %.5

-
Gambaran darah tepi
Anemia pada talasemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, basophilic
stippling, seltear dropsdan sel target.5
- Feritin, Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity(TIBC)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi
karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan
TIBC akan meningkat.5
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada
orang tua dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar Hb A2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb
Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan
dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.5
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8 sedangkan pada keadaan
normal biasanya memiliki nilai perbandingan 10 : 3.5
4. Diagnosis Prenatal
Bertujuan untukmengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung
menderita talasemia mayor. Diagnosis ini terutama ditujukan pada janin dari pasangan

4
baru yang sama-pengemban sifat talasemia serta janin daripasangan yang telah mendapat
bayi talasemia sebelumnya.6
Diagnosis prenatal meliputi:
a. Fetal sampling, dengan teknik
- Chorionic Villus Sampling (CVS)
Teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-14 minggu. Korion
frondosum dilihat dengan USG kemudian diambil sedikit dengan forcep biopsy atau
syringe berisi media dengan tekanan negatif yang dihubungkan dengan jarum spinal
secara steril. Korion ini berasal dari zigot sehingga dianggap mewakili sel fetus.
Setelah dibersihkan dari darah dan desidua ibu kemudian dilakukan tes laboratorium.
Hasilnya kemudian dibandingkan dengan hasil analisa karakter dan mutasi DNA
orangtua. CVS berisiko 0,5-1% menimbulkan kematian janin.6
-
Amniosentesis
Teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 16-20 minggu. Dengan USG
dilihat kantong cairan amnion kemudian diambil dengan syringe yang dihubungkan
dengan jarum spinal dengan steril. Cairan amnion mengandung amniosit yang
merupakan sel deskuamasi dari kulit, saluran pernafasan, gastrointestinal dan
genitourinaria janin.Ekstraksi dan analisa DNA kemudian dapat dilakukan dari
amniosit ini. Amniosentesis berisiko 0,5% menimbulkan kematian janin.6

- Fetal blood samplingatau kordosentesis atau percutaneous umbilical cord


sampling (PUBS)
Dapat dilakukan pada usia kehamilan 18-22 minggu. Dengan panduan USG
dicari tali pusat kemudian diambil 1-2 ml darah janin sehingga memungkinkan untuk
dilakukan hemoglobin typing dan analisa DNA.Prosedur ini lebih menguntungkan
CVS dan amniosentesis karena hemoglobin typinghanya memerlukan waktu singkat
untuk mendapatkan hasil tes.Kordosentesis berisiko 2-3% menimbulkan kematian
janin.
Pemilihan teknik tergantung pada umur kehamilan, kesediaan orangtua dan kemampuan
operator untuk melakukan tindakan.Pada orangtua yang berisiko janinnya terkena Hb Bart’s

5
hydrops fetalis dapat ditawarkan terlebih dahulu fetal scanninguntuk melihat kardiomegali janin
yang merupakan marker sensitif dan dapat dideteksi secara dini.6
b. Diagnosis laboratorium meliputi hemoglobin typing dan analisa DNA
Untuk mengetahui tipe thalasemia yang diderita, dapat dilakukan pemeriksaan tes
DNA sehingga dapat diketahui gen globin mana yang mengalami mutasi.7 Pemeriksaan
pada bayi yang dilakukan saat hamil dapat berguna untuk memberikan informasi yang
diperlukan orang tua untuk mempersiapkan diri. Selain itu, pemeriksaan dini juga
bertujuan untuk mengetaui keberadaan genetika lainnya. Pemeriksaan skrining prenatal
yang dilakukan dapat berupa analisis DNA.7 Analisis DNA janin menggunakan sample
yang diperoleh dari aminocytes maupun vili chorionic.7,8
c. Konseling
Seorang konselor harus dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap
mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien). Informasi itu menyangkut 3 hal
pokok, yaitu: Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya,
dan masalah masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia mayor.
Konselor juga terlebih dahulu harus mengumpulkan data medis dari kliennya terutama
riwayat keluarga sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi yang
disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut. Memberi jalan keluar
cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien dan membiarkan mereka
yang membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan.
Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira kira tidak mungkin
terjangkau atau dapat dilakukan olenh sang klien. Membantu mereka agar keputusan
yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
Secara umum sasaran konseling genetic adalah pasangan pranikah, terutama yang
berasal dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita thalassemia, atau
kepada mereka yang mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit thalassemia. Kepada
pasangan tersebut perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis
(full blood count) terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka
mengemban cacat genetic thalassemia. Pada pasangan yang menderita talasemia yang
sudah terlanjur menikah perlu dijelaskan semua resika resiko yang mungkin terjadi dan
informasi lain untuk membuat pasangan tersebut memiliki wawasan tentang hal yang

6
mungkin terjadi. Salah satu yang penting dijelaskan adalah kemungkinan terjadinya
talasemia pada keturunan mereka. Seperti pada kasus, Jika kedua orangtua mendetita
talasemia alfa minor (--/αα) maka resiko memiliki anak dengan HB Barts Hydrop fetalis
adalah 25%, talasemia minor 50%, dan normal 25%. Sedangkan jika satu dari pasangan
menderita talasemia minor sedangkan satunya karier (-α/αα) resiko keturunan dengan
HbH disease adalah 25 %.6

Diagnosis

Thalasemia Alfa
Thalasemia Alfa terjadi karena berkurangnya sintesis rantai Alfa globin. Hal ini dapat
terjadi karena adanya mutasi dari 1 atau lebih dari 4 gen Alfa globin pada kromosom 16.7,9
Dengan kata lain, thalasemia alfa ini sebenarnya merupakan penyakit turunan atau bawaan yang
disebabkan karena adanya mutasi gen dari autosom (kromosom 16).

Diagnosis banding

1. Inkompabilitas Rhesus
Inkompabilitas rhesus terjadi ketika tidak terbentuknya antigen D pada sel darah
ibu dan keberadaan antigen D pada sel darah merah fetus bisa menyebabkan
autosensitifitas. Pemeriksaan yang paling mendasar adalah pemeriksaan darah ABO dan
Rh serta mungkin dilakukan USG untuk melihat adana hydrops fetalis.10

2. Infeksi pada kehamilan


Infeksi adalah umum selama kehamilan yang memiliki efek besar pada kehamilan
dan memerlukan vaksinasi dengan titer ang cukup sehingga bisa terhindar dari infeksi ini.
Biasanya dikenal dengan infeksi TORCH, yaitu toxoplasmosis, other infections, rubella ,
cytomegalovirus , herpes simpleks virus. Bisa terjadi selama kelahiran atau menembus
sawar plasenta.10

Etiologi

Thalassemia adalah penyakit bawaan yang umum di dunia. India menyumbang 10% dari
total populasi thalassemia dunia dan sekitar 1 banding 30 pada populasi umum adalah pembawa

7
gen bermutasi. Setiap tahun sekitar 15.000 bayi dilahirkan dengan Hemoglobinopathies di India.
28 mutasi awal dilaporkan dalam populasi beta thalassemia India di mana delapan merupakan
95% dari kasus. Talasemia alfa umumnya disebabkan oleh penghapusan pada gen globin alfa.
Mutasi spesifik untuk populasi dan mutasi spesifik negara dilaporkan. Thalassemia termasuk
dalam kategori kelainan genetik yang diekspresikan ketika kedua gen pada pasangan
terpengaruh. Warisan semacam itu disebut pewarisan resesif autosom. Gen yang bertanggung
jawab untuk sintesis hemoglobin rusak (bermutasi) atau hilang sama sekali dalam penyakit.
Ratusan mutasi telah dilaporkan pada gen globin yang menyebabkan thalassemia.11

Epidemiologi

Di negara-negara Asia Tenggara, thalassemia alpha, thalassemia beta, Hb E dan HbCS


banyak ditemukan. Frekuensi gen thalassemia alpha dapat mencapai 30-40% di Thailand Utara
dan Laos, 4,5% di Malaysia dan 5% di pulau-pulau terpencil di Philipina, sementara, frekuensi
gen untuk thalassemia beta bervariasi antara 1-9% (7).

Minimnya penelitian pada thalassemia alpha disebabkan sebagian besar penderita


thalassemia yang dirawat di rumah sakit adalah thalassemia beta. Meskipun demikian, penelitian
oleh Setianingsih et al (2003) pada 1470 individu dengan menggunakan parameter hematologi
menunjukkan frekuensi α + -thalassemia pada populasi Jawa sebesar 2,7%, Sumatera Selatan
sebesar 10% dan di Sulawesi Selatan sebesar 11%, sedangkan frekuensi α 0 -thalassemia pada
tiga tempat tersebut antara 2,6%-3,2% (40). Penelitian thalassemia di Jakarta dengan
menggunakan amplifikasi PCR dan sekuensing DNA, menunjukkan kasus thalassemia alpha
sebesar 32%

Di Indonesia, apabila presentase pembawa sifat thalassemia dikaitkan dengan angka


kelahiran dan jumlah penduduk Indonesia serta berdasarkan penelitian, maka diperkirakan
jumlah penderita thalassemia baru yang lahir tiap tahunnya sekitar 2500 anak (41).

Patofisiologi

8
Talasemia alfa adalah hasil dari defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai globin alfa,
sehingga rantai globin beta berlebih. Produksi rantai globin alfa dikendalikan oleh dua gen pada
masing – masing kromosom 16. Penurunan produksi biasanya disebabkan oleh delesi satu atau
lebih dari gen ini. Delesi gen tunggal akan menyebabkan karier talasemia alfa (minor) dengan
mikrositosis dan biasanya tidak terdapat anemia. Delesi tiga gen menyebabkan produksi
signifikan hemoglobin H (HbH) yang memiliki empat rantai beta. Talasemia alfa intermedia atau
penyakit HbH, menyebabkan anemia mikrositik, hemolysis, dan splenomegaly. Delesi empat gen
akan menyebabkan produksi hemoglobin Bart’s (Hb Bart’s) yang memiliki empat rantai gama.
Talasemia alfa mayor dengan Hb Bart’s biasanya disertai Hydrop fetalis.

Berat ringannya penyakit thalasemia alfa bergantung dari jumlah gen yang mengalami
masalah.4 Apabila terdapat mutasi pada 1 gen alfa globin disebut sebagai silent carrier state.8,9
Sedangkan apabila terdapat 2 gen alfa globin yang mutasi disebut sebagai thalasemia alfa trait
atau minor.8 Sedangkan apabila terdapat 3 gen alfa globin mutasi disebut penyakit Hemoglobin
H. Sedangkan apabila terdapat 4 gen alfa globin yang mutasi disebut thalasemia alfa major.9
Penderita thalasemia silent carrier state biasanya tidak bergejala atau hanya terjadi sedikit
kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat atau hipokrom.5 Gambaran sel darah
merahnya juga terkadang sulit dibedakan dengan orang normal, kecuali ukuran sel darah
merahnya yang dilihat dari nilai MCV yang sedikit lebih kecil dan jumlah hemoglobin per sel
darah merah yang dilihat dari nilai MCH yang sedikit lebih rendah dari ukuran normal.4,5
Sedangkan pada thalasemia alfa trait atau thalasemia minor biasanya menunjukkan adanya
anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat atau hipokrom dan lebih
kecil dari ukuran normal atau mikrositer.5 Sedangkan penderita Hemoglobin H disease biasanya
menunjukkan gejala berupa anemia dan sering ditemukan pembesaran limpa atau
spleenomegali.4,8 Kadar Hb pada HbH disease biasanya sekitar 7-10 g/dl. Gejala anemia yang
dapat muncul berupa pucat, mudah lelah, sesak napas, maupun iketerik. Kemudian pada
penderita thalasemia alpha major merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalasemia tipe
alfa. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk karena tidak memiliki gen alfa
globin, sehingga tidak ada HbA yang diproduksi.4 Biasanya fetus atau janin yang menderita
thalasemia alfa major mengalami anemia pada awal kehamilan, kemudian membengkak karena
kelebihan cairan atau dikenal sebagai hydrops fetalis, dan kemudian disertai dengan pembesaran
limpa dan hati.8 Janin yang menderita kelainan thalasemia alfa major umumnya akan mengalami

9
keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.1,4 Hal ini terjadi karena janin
mengalami kekurangan oksigen berat.

Manifestasi Klinis Thalasemia Alfa

Empat sindrom klinik yang terjadi pada thalasemia alfa bergantung pada nomor gen dan
pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah
pembawa sifat tersembunyi thalasemia-α (silent carrier), thalasemia-α trait (thalasemia-α minor),
HbH disease, dan thalasemia-α homozigot (hydrops fetalis).1

Pembawa sifat tersembunyi thalasemia-α. Delesi satu gen globin-α menyisakan tiga gen
globin-α fungsional (-α / αα), menyebabkan sindrom silent carrier. Rasio rantai globin-α-β
hampir normal. Gambaran klinis normal. Tidak ditemukan kelainan hematologis. Saat
melahirkan, Hb Bart’s dalam rentangan 1-2%. Tidak ada cara yang pasti untuk mendiagnosis
silent carrier dengan kriteria hematologis. Bila diperlukan, dapat dilakukan studi gen.1

Thalasemia-α trait (minor). Thalasemia-α trait dapat berupa bentuk homozigot-α+ (-α/-α)
atau heterozigot-α0 (- -/αα). Sindrom ini menunjukkan tampilan klinis normal, anemia ringan
dengan peningkatan eritrosit yang mikrositik hipokrom. Pada saat melahirkan, Hb Bart’s dalam
rentangan 2-10%. Biasanya pada penderita dewasa tidak ditemukan HbH.1

HbH disease. HbH disease biasanya disebabkan oleh hanya adanya satu gen yang
memproduksi rantai globin-α (- -/- α) . penderita mengalami anemia hemolitik ringan sampai
dengan sedang, dengan kadar Hb terentang antara 7-10 g% dan retikulosit antara 5-10%. Limpa
biasanya membesar. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid. Retardasi mental yang
terkait dengan thalasemia-α dapat terjadi terjadi bila lokus atau loki dekat cluster gen-α pada
kromosom 16, bermutasi atau ko-delesi dengan cluster gen-α. Krisis hemolitik dapat terjadi bila
penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif. Krisis hemolitik
dapat menjadi penyebab terdeteksinya kelainan ini, karena penderita HbH disease ini biasanya
menunjukkan gambaran klinik normal. Eritrosit menunjukkan mikrositik hipokrom dengan
poikilositosis yang nyata, termasuk sel target dan gambaran beraneka-ragam. HbH mudah
teroksidasi dan in vivo secara perlahan berubah ke bentuk Heinz-like bodies dari hemoglobin

10
yang terdenaturasi. Inclusion bodies mengubah bentuk dan sifat viskoelastik eritrosit,
menyebabkan umur eritrosit menurun. Splenektomi sering memberikan perbaikan.1

Hydrops fetalis. Thalasemia-α homozigot (- -/- -) tidak dapat bertahan hidup karena
sintesis rantai globin-α tidak terjadi. Bayi lahir dengan hydrops fetalis, yakni edema disebabkan
penumpukan caisan serosa dalam jaringan fetus akibat anemia berat. Hemoglobin didominasi
oleh Hb Bart’s. bersama dengan Hb Portland 5-20% dan sedikit HbH. Hb bart’s mempunyai
afinitas oksigen yang tinggi, sehingga tidak dapat membawa oksigen ke jaringan. Fetus dapat
bertahan hidup karena adanya Hb Portland, tetapi Hb jenis ini tidak dapat mendukung tahap
berikutnya pertumbuhan fetus, dan akhirnya fetus meninggal karena anoksia (gangguan fungsi
plasenta). Kehamilan dengan hydrops fetalis berbahaya bagi sang ibu, karena dapat
menyebabkan toksemia dan perdarahan berat pasca partus. Adanya hydrops fetalis ini dapat
diketahui pada pertengahan umur kehamilan dengan ultrasonografi. Terminasi awal dapat
menghindarkan kejadian berbahaya ini pada sang ibu.1

Pola Penurunan Penyakit

Talasemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut
hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit talasemia meliputi suatu keadaan
penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut talasemia minor
atau talasemia trait(carrier/pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang
disebut talasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang
mengidap penyakit talasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya
yang mengidap penyakit talasemia.1
Permasalahan talasemiaakan muncul jika talasemia trait kawin dengan sesamanya
sehingga kemungkinan yang bisa terjadi adalah 25% dari keturunannya menurunkan talasemia
mayor, 50% anak mereka menderita talasemia trait dan hanya 25% anak mempunyai darah
normal.Umumnya penderita talasemia minor tidak merasakan gejala apapun. Hanya kadang-
kadang mengalami anemia kekurangan zat besi ringan. Berbeda dengan talasemia minor, anak
yang menderita talasemia mayor perlu mendapat perhatian juga perawatan khusus karena di
dalam tubuhnya tidak tersedia hemoglobin dalam jumlah cukup diakibatkan sumsum tulangnya
tidak dapat memproduksi sel darah merah dalam kadar yang dibutuhkan.1

11
Penatalaksanaan
Penderita thalasemia alfa minor tanpa atau dengan gejala ringan tidak memerlukan
pengobatan spesifik kecuali jika kadar hemoglobin rendah. Pada beberapa penderita,
suplementasi zat besi atau asam folat dapat bermanfaat bagi penderita. Namun pada pasien
dengan anemia berat kemungkinan membutuhkan terapi transfusi seumur hidup.

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan jika kadar feritin serum sudah
mencapai lebih dari 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. Vitamin C
100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi.10

Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromotosis).

12
Pencegahan

Program pencegahan berdasarkan penapisan pembawa sifat thalasemia dan diagnosis


prenatal telah dapat menurunkan secara bermakna kejadian thalasemia mayor pada anak-anak.
Diagnosis prenatal pada kedua pasangan orang tua yang membawa sifat gen thalasemia minor,
diagnosis prenatal thalasemia alfa homozigot pada bayi yang dikandung dapat dibuat dengan
analisis endonuklease restriksi DNA, yang diperoleh dari villus korionik atau cairan
amniosentesis. Tidak adanya gen-α memastikan diagnosis. Terminasi awal akan dapat mencegah
akibat berbahaya bagi sang ibu, yakni toksemia dan perdarahan hebat pasca partus.1

Selain itu konseling genetik dapat dilakukan untuk mencegah thalasemia/ konseling
genetika adalah suatu prosedur dimana pasien atau keluarga pasien yang beresiko tinggi suatu
kelainan genetik yang mungkin diturunkan diberikan saran dan nasehat tentang konsekuensi-
konsekuensi kelainan tertentu, probabilitas perkembangan dan bagaimana penyakit tersebut
diteruskan ke anggota keluarga yang lain serta bagaimana upaya pencegahan dan
penanganannya. Fasilitas konseling genetik terdiri dari beberapa bentuk yaitu konseling genetik
pra-nikah, konseling genetik pra-konsepsi, konseling genetik untuk cacat bawaan.

Sesuai dengan kasus, karena pasangan sudah menikah, maka konseling genetik pra-konsepsi
dapat menjadi pemecahan masalah keguguran dua kali yang dialami sang ibu. Konseling genetik
pra-konsepsi diperuntukkan bagi pasangan-pasangan yang beresiko kelainan genetik atau
penyakit keturunan tertentu namun sudah "terlanjur" menikah, tetapi belum dikaruniai anak.
Konseling genetik ini akan menolong para pasangan untuk lebih siap dan berwawasan lebih
terhadap resiko-resiko yang mungkin terjadi. Namun demikian, kegiatan konseling genetik ini
juga diperuntukkan bagi mereka yang :

1. Berusia 34 tahun atau lebih(wanita) dan pria berusia 55 tahun lebih.


2. Mempunyai riwayat keguguran berulang (2 kali berturut-turut).
3. Pernah melahirkan janin mati (stillbirth)
4. Mengalami infertilitas/kemandulan.
5. Pernah melahirkan anak yang cacat fisik ataupun mental.

13
Prognosis
Prognosis dari thalasemia alfa tergantung dari jenis thalasemia yang diderita.4,8
Thalasemia alpha sillient carrier site maupun thalasemia alfa minor biasanya akan memberikan
prognosis yang baik. Bahkan penderita halasemia alpha sillient carrier site menunjukan gejala
asimptomatik dan hanya membutuhkan edukasi dan genetik konseling saja. Sedangkan pada
thalasemia alfa minor selain membutuhkan edukasi dan genetik konseling, juga terkadang
membutuhkan transfusi apabila Hb sudah sangat turun. Sedangkan prognosis untuk Hb H disease
dan thalasemia alfa mayor biasanya memberikan hasil yang buruk. Pasien dengan Hb H perlu
diedukasi mengenai komplikasi dan harus dimonitor pertumbuhannya dan jumlah besi dalam
tubuhnya. Wanita hamil dengan Hb H disease juga harus dimonitor dari perkembangan
anemianya yang bisa semakin parah dan dari komplikasi lainnya. Sedangkan penderita
thalasemia alfa mayor sangat buruk bahkan kebanyakan meninggal saat di dalam kandungan.

Kesimpulan
Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.1379-93.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 94.
3. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, Effendi J. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Edisi3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2013. h. 91-102.
4. Hartono A, Asih Y, editors. Perawatan Maternitas. Edisi2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. h. 105-9.
5. Wiradnyana A G G P. Skrining dan diagnosis thalsemia dalam kehamilan.
Denpasar:Fakultas Kedokteran Universitas Udayana;2013.
6. Regar J. Aspek genetik talasemia. J Biomed. 2009 Nov 3;1(3):151-8.
7. Kresnowidjojo S. Buku Pengantar Genetika Medik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2014. h. 102-21
8. Mose JC, Pribadi A, Aziz MA, Pramatirta AY. Diagnosis Prenatal. Jakarta: Sagung Seto;
2013. h. 106-15.
9. Suhandi S, Wijaya WS, Santoso AH. Buku Saku Hematologi. Edisi3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2004. h. 23-7.

14
10. Behrman, Kliegman, Arvin N. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2000. h.400-5.
11. Navaneetha Krishman et al. Management Of Thalassemia. Int.Res.J.Pharm. 2013, 4(10).
12.

15

Anda mungkin juga menyukai