Anda di halaman 1dari 17

Abstrak

Dokter perusahaan memiliki peranan untuk menjaga kesehatan pekerja disuatu perusahaan, tidak hanya
menjaga keshatan dokter perusahan dituntut untuk mengoptimalisasi kinerja pekerja, dengan kolaborasi
manajemen perusahaan tersebut. Setiap perusahaan setiap pekerja memiliki aktivitas yang beresiko baik
perusahaan berbasis kantor ataupun perusahaan tambang dengan menggunakan alat berat. Gangguan
pendengaran akibat bising (noise induce hearing loss/ NIHL) merupakan salah satu penyakit akibat kerja
tersering karena desibel (db) suasana atau tempat kerja yang terlalu tinggi diatas 85 db. Oleh karena itu
dokter perusahaan perlu untuk mengetahui menanggulangi PAK gangguan pendengaran, untuk tidak terjadi
lagi pada pekerja dan bisa menangani pekerja dengan ganguan pendengaran tersebut dengan baik.

Kata Kunci : NIHL, Penyakit Akibat Kerja, Dokter Perusahaan


Abstract
Company doctors have a role to maintain the health of workers in a company, not only maintain the health
of the company doctors are required to optimize the performance of workers, with the collaboration of the
company's management. Every company, every worker has a risky activity both office-based company or
mining company by using heavy equipment. Hearing loss due to noise (noise induce hearing loss / NIHL) is
one of the most common occupational diseases due to decibels (db) the atmosphere or workplace is too high
above 85 db. Therefore, company doctors need to know how to deal with hearing loss PAK, not to happen
again to workers and can handle workers with hearing loss properly.

Keywords: NIHL, Occupational Diseases, Company Doctors

Pendahuluan
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induce hearing loss/ NIHL) adalah tuli akibat
terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan
oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling
sering dijumpai setelah presbikusis.
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan.Bising yang intensitasnya 85 desibel
(dB) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam.Sifat
ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain
intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu
dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.
Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi
secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen.Sedangkan bagi pihak industri, bising
dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya
diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara
berkala.1

1. Diagnosis Klinis
Anamnesis
Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan banyak
data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia dan bagaimana
mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina suatu hubungan saling
percaya. Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
1. Identitas pasien ( Nama, Usia, Alamat, Pekerjaan )
Kemudian ditanyakan lebih rinci mengenai pekerjaannya yaitu :
- Sudah berapa lama kerja sekarang
- Riwayat pekerjaan sebelumnya
- Alat kerja, bahan kerja, proses kerja
- Barang yang diproduksi/dihasilkan
- Waktu bekerja sehari
- Kemungkinan pajanan yang dialami
- APD (Alat Pelindung Diri) yang dipakai
- Hubungan gejala dan waktu kerja
2. Keluhan Utama
Tanyakan sejak kapan keluhannya dirasakan, apakah gejala yang dirasakan hilang timbul
atau terus menerus dan apakah ada faktor yang memperberat atau memperingan keluhannya
tersebut seperti gangguan mendengar jika di keadaan ramai atau sepi
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah dulu pernah mengalami gangguan pada telinganya, jika ya
kapan dan apakah gejalanya sama seperti yang di rasakan sekarang atau tidak
5. Riwayat Sosial
Bisa ditanyakan apakah pekerja di tempatnya bekerja ada yang mengalami hal serupa atau
tidak
6. Riwayat pengobatan
Apakah pasien sudah berobat sebelumnya atau sudah minum obat untuk mengatasi
gejalanya atau mungkin sedang dalam masa pengobatan dan mengkonsumsi obat-obat
tertentu yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum : keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik
menyeluruh. Pada pasien di skenario ini disebutkan pemeriksaan umumnya dalam keadaan baik.
Sering penyakit akibat kerja efeknya berpengaruh terhadap tanda-tanda vital.Misalnya adanya
kenaikan tekanan darah ataupun detak jantung dikarenakan stres kerja akibat dari kebisingan di
tempat kerjanya.Dalam skenario ditemukan pasien dalam batas normal
Pemeriksaan Khusus : karena pasien mengeluh mengalami penurunan pendengaran, maka
dilakukan pemeriksaan khususnya pada telinga pasien dengan menggunakan otoskop dan beberapa
tes seperti tes penala .Jika pada tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke
telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Dari tes penala ini didapatkan
jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga.2

Pemeriksaan Penunjang
Audiometri nada murni (Pure Tone Audiometry atau PTA)
Audiometer nada murni dapat mengukur ambang batas pendengaran.Pemeriksaan ini penting
sekali untuk memastikan NIHL baik untuk penyaringan (konduksi udara) dan diagnosis (konduksi
tulang dan udara).Selama pemeriksaan PTA, nada murni disampaikan menuju telinga melalui
earphone yang sesuai.Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang
biasanya terjadi dalam 8-10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan
tuli sensorineural pada frekuensi tinggi (umumnya 3-6 kHz) dan pada frekuensi 4 kHz sering terdapat
takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Terdapat ambang batas intensitas nada
murni yaitu nada di atas ambang tersebut akan terdengar dan sebaliknya, nada di bawah ambang
tersebut tidak akan terdengar. Namun hasil pemeriksaan dapat berbeda pada waktu pemeriksaan yang
berbeda dipengaruhi keterampilan operator alat, motivasi pekerja, dan adanya bising di sekitar tempat
pemeriksaan.2
Tes PTA di tempat kerja digunakan untuk mencatat kondisi pendengaran para pegawai, guna
menemukan individu yang rentan terhadap bising (bisa untuk penyaringan pekerja baru yang mau
masuk), memonitor keadaan pendengaran berkurang selama bekerja sebagai pegawai, dan mengatur
program perlindungan pendengaran. Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja
dengan melakukan pemeriksaan PTA sebelum bekerja adalah bila audiogram sebelum bekerja baik,
lalu setelah bekerja menunjukkan ada ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran
tersebut akibat kebisingan di tempat kerja. Data dasar audiometri ini bisa dilakukan saat pertama kali
masuk ke tempat kerja (paling mudah bila pemeriksaan ini dimasukkan ke dalam bagian pemeriksaan
kesehatan sebelum diterima bekerja) dan nanti bisa sebagai rujukan perbandingan hasil tes audiometri
di kemudian hari.2
Audiometri dilakukan berkala (tiap tahun atau tiap dua tahun sekali) untuk memonitor adanya
pendengaran yang berkurang di antara pekerja yang bekerja di tempat tersebut dan untuk mengkaji
jumlah pekerja yang telah kehilangan pendengaran (bila ada) yang terjadi selama ia bekerja sebagai
pegawai di tempat tersebut. Pegawai harus terhindar pajanan bising yang tinggi setidaknya 16 jam
sebelum pemeriksaan audiometri berkala. Audiometer yang dipakai untuk PTA harus sesuai dengan
standar nasional atau internasional.Petunjuk kalibrasi harus diikuti secara ketat.Bising pada latar
belakang harus kecil dan memenuhi standar yang ditentukan.Tes audiometri dilakukan oleh petugas
yang telah terlatih dan diawasi dokter.
Gambar 1. Normal Audiogram2 Gambar 2. NIHL Audiogram2

Profil audiologi NIHL


Profil audiologi NIHL adalah tuli sensorineural yang khas sebagai lesi koklea dan lebih jelas
terlihat pada daerah frekuensi tinggi audiogram antara 3-6 kHz.Jumlah pendengaran berkurang paling
banyak terjadi pada sekitar frekuensi 4 kHz dengan jumlah kehilangan lebih sedikit di atas dan di
bawah frerkuensi ini.Konfigurasi audiometri ini disebut cekungan atau takik 4 kHz.Cekungan ini
adalah tanda utama NIHL bila ditemukan pada seseorang dengan riwayat pajanan terhadap
bising.Konfigurasi audiometri ini simetris pada kedua sisi. Pajanan yang terus berlangsung akan
menghasilkan pertambahan ukuran cekungan 4 kHz yang menyebar ke frekuensi yang lebih tinggi dan
lebih rendah. Frekuensi yang lebih tinggi pada 6 kHz ke atas biasanya terkena pengaruh yang lebih
besar dibandingkan dengan frekuensi 2 kHz ke bawah.Pada kasus yang berat, frekuensi 1 kHz dapat
dipengaruhi tapi jarang hingga berat.
Kerusakan dan profil biasanya simetris pada kedua sisi telinga walaupun dapat terjadi perbedaan
akibat perbedaan kerentanan kedua telinga, perbedaan ambang pendengaran pada awal pemeriksaan
dan keadaan pekerjaan yang spesifik. Profil audiologi serupa dengan kehilangan konduksi pada
frekuensi tinggi yang lain, lesi pada koklea dan suprakoklea. Sebuah audiogram tanpa cadangan
koklea (tidak ada perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang) menyingkirkan tuli konduksi pada
frekuensi tinggi.Keputusan apakah kelainan pendengaran terjadi akibat bising harus dibuat oleh dokter
setelah dokter melakukan pengkajian riwayat medis, pekerjaan, pemeriksaan telinga, dan audiogram. 2
Sound Level Meter
Merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang terdiri dari
mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuatir” dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan
antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. SLM ini dibuat berdasarkan standar ANSI
(American National Standard Intitute) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam
frekuensi yaitu A,B dan C yang menentukan secara kasar frekuensi bising tersebut. Jaringan frekuensi
A mendekati frekuensi karakteristik respon telinga untuk suara rendah yang kira-kira dibawah 55 dB.
Jaringan frekuensi B dimaksudkan mendekati reaksi telinga untuk batas antara 55 – 85 dB. Sedangkan
jaringan frekuensi C berhubungan dengan reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB.2

Pemeriksaan Tempat Kerja


Guna dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saja yang bisa dialami
oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit akibat kerja, yakni
pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial.Faktor ini menjadi penyebab pokok dan
menentukan terjadinya penyakit.Contoh keluhan sakit punggung kemungkinan disebabkan karena
masalah ergonomi; dermatitis kontak pada pasien mungkin disebabkan oleh karena pajanan kimia
ataupun biologis.Pasien di skenario ini bekerja di bagian perakitan mobil yang bisa menimbulkan
kebisingan yang jika diukur hasilnya >85dBA.3

2. Pajanan yang Dialami


Pajanan saat ini dan sebelumnya (sejak 8 tahun yang lalu) yang dialami pasien masih sama yakni
bising dikarenakan pasien bekerja di bagian perakitan mobil. Diketahui bahwa pajanan yang dialami
pasien adalah kebisingan dengan 100 dB setiap harinya.

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit


Pasien mengatakan ia mengalami hal seperti ini sudah sejak 8 tahun yang lalu, tetapi mulai
mengalami penurunan pendengaran sejak 1 bulan yang lalu.Dari sini dapat disimpulkan memang ada
hubungan antara pajanan dengan keluhan sakitnya. Tempat ia bekerja yaitu perakitan mobil disebutkan
bahwa setiap harinya ia memiliki tingkat kebisingan 100 dB dan itu artinya sudah melewati nilai
ambang batas normal bising yakni 85 dB/8 jam/hari. Bila kebisingan melewati 85 dB, lama-kelamaan
menimbulkan keluhan berdenging (TTS) hingga akhirnya kemampuan pendengaran berkurang dan
mengakibatkan tuli akibat kerja (NIHL).3
4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar
Patofisiologi NIHL
Mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya proses mekanis dan metabolik pada
organ sensorik auditorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan total organ
Corti di dalam koklea. Kehilangan sel sensorik pada daerah yang sesuai oleh karena frekuensi yang
terlibat dari pajanan merupakan penyebab NIHL yang paling penting. Kepekaan terhadap stress pada
sel rambut luar berada dalam kisaran 0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam di atas 50 dB.
Biasanya bila ada terjadinya TTS (Temporary Threshold Shift atau tuli sementara) sebelum NIHL, itu
berarti sudah ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar telinganya. Frekuensi yang sangat tinggi
lebih dari 8 kHz mempengaruhi dasar koklea.4

Proses mekanis
Berbagai proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel rambut akibat pajanan terhadap
bising meliputi :
1. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat menyebabkan robeknya membran Reissner
sehingga cairan endolimfe dan perilimfe bercampur mengakibatkan kerusakan sel rambut.
2. Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan gangguan organ Corti dengan
pencampuran endolimfe dan kortilimfe yang mengakibatkan kerusakan sel rambut.
3. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel rambut dengan
melepaskan organ Corti atau merobek membran basilar.
Proses di atas dikarenakan bising intensitas tinggi dan NIHL bisa terjadi dengan cepat.

Proses metabolik
Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising meliputi :
1. Pembentukan vesikel/vakuol di dalam retikulum endoplasma sel rambut serta pembengkakan
mitokondria dapat berlanjut menjadi robeknya membran sel dan hilangnya sel rambut.
2. Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan oleh kelelahan metabolik akibat gangguan sistem
enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis protein, dan pengangkutan ion.
3. Cedera stria vaskularis menyebabkan gangguan kadar Na, K, dan ATP. Hal ini menyebabkan
hambatan proses transpor aktif dan pemakaian energi oleh sel sensorik. Kerusakan sel sensorik
menimbulkan lesi kecil pada membran retikular bersamaan dengan percampuran cairan endolimfe dan
kortilimfe serta perluasan kerusakan sel sensorik lain.
4. Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi yang lebih besar
sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia.
5. Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan pengaruh lain yang merusak telinga.
Daerah organ Corti sekitar 8-10 mm dari ujung basal (sesuai dengan daerah 4 kHz pada
audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan terhadap kebisingan. Walaupun
penjelasan mengenai cekungan 4 kHz yang paling mungkin adalah adanya ciri resonansi saluran
telinga, penyebab lain juga telah dikemukakan. Hal ini meliputi bahwa daerah 4 kHz mungkin lebih
rentan karena insufisiensi vaskular akibat bentuk anatomisnya yang tidak biasa di daerah ini dan
amplitudo pemindahan di dalam saluran koklea mulai terbentuk di daerah 4 kHz ini saat kecepatan
perambatan gelombang yang berjalan masih cukuip tinggi dan struktur anatomi koklea menyebabkan
pergeseran cairan pada daerah 4 kHz.4

Efek Pendengaran Lain Akibat Bising


Tinitus (suara berdenging di dalam telinga) biasanya timbul segera setelah pajanan terhadap
bising dan dapat menjadi permanen bila pajanan bising tersebut terus berlangsung dialami.Tinitus
merupakan akibat pajanan bising bernada tinggi. Selain tinitus, efek lain akibat kebisingan adalah
vertigo. Vertigo hanya timbul setelah mengalami pajanan bising dari suara mesin jet yang sedang
menyala ataupun bisa terjadinya vertigo sementara atau permanen jika mendapat pajanan bising
setelah ledakan senjata api. Namun vertigo tidak terjadi pada pajanan bising industri biasa seperti yang
terjadi pada tinitus.
Presbiakusis merupakan gangguan pendengaran akibat usia lanjut yang timbul pada frekuensi tinggi.
Sedangkan “Socioacusis” adalah istilah yang digunakan untuk tuli akibat penyebab selain usia dan
pajanan bising.

Efek Bising Pada Organ Selain Organ Pendengaran


Meningkatnya kadar kebisingan bisa menimbulkan stres dengan variasi detak jantung, tekanan
darah, pernapasan, gula darah, dan kadar lemak darah. Bertambahnya motilitas saluran pencernaan dan
tukak lambung juga dilaporkan ada. Penelitian mengemukakan bahwa tingkat kebisingan >55 dBA
menyebabkan timbulnya rasa terganggu dan berkurangnya efisiensi kerja.4
Kualitatif
Cara atau Proses kerja :
Pasien bekerja di bagian perakitan mobil yang kebisingannya sekitar 100 dB.Akibat dari pajanan
inilah membuat kerusakan pada sel rambut di telinga luarnya yang membuat kemampuan mendengar
semakin menurun (tidak sepeka dulu) menjadi tuli sementara hingga akhirnya bisa menyebabkan tuli
permanen.
Observasi Tempat dan Lingkungan Kerja
Tempat kerja pasien di bagian perakitan mobil dimana tingkat kebisingan ini disebutkan 100
dB.Perlu diperhatikan juga apakah di area kerjanya ada peredam suara ataupun ventilasi yang baik,
lalu periksa juga apakah para pekerja mendapat alat pelindung diri yang baik dan sesuai standar.Selain
itu perlu diketahui apakah disana ada pengontrolan pajanan.
Pemakaian APD
Jenis-jenis alat pelindung telinga yang digunakan :
a. Sumbat telinga (ear plugs /insert device/ aural insert protector)  Dimasukkan ke dalam liang
telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani. Sumbat telinga ini bisa
mengurangi bising hingga 30 dBA lebih.
b. Tutup telinga (ear muff/ protective caps/ circumaural protectors)  Menutupi seluruh telinga
eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising hingga 40- 50 dBA atau frekuensi 100 - 8000 Hz.
Pakailah APD yang sudah sesuai dengan standar nasional/internasional. Yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan alat pelindung telinga adalah :
1. Ear plug digunakan bila bising di atas 85 dBA
2. Ear muff dgunakan bila di atas 100 dBA
3. Kemudahan perhatikan cara pemakaian alat yang benar, biayanya agar tidak merugikan
perusahaan/tempat kerjanya, lalu kemudahan membersihkan APD tersebut dan kenyamanan selama
pemakaian APD.4
Jumlah pajanan
Dalam skenario hanya disebutkan 1 pajanan saja di tempat kerjanya yakni kebisingan.

5. Faktor Individu
Status kesehatan pasien : Perlu diketahui riwayat sakit pasien seperti riwayat infeksi, riwayat dalam
keluarga, kebiasaan olahraga, apakah pernah mengalami trauma kepala atau sekitar daerah telinga.
Perlu ditanyakan juga apakah dulu ada riwayat gangguan pendengaran juga yang sama seperti saat ini
atau dalam keluarga juga ada yang mengalami hal yang sama. Penting juga menanyai riwayat
pengobatan pasien karena perlu dicurigai adakah pemakaian obat-obatan yang ototoksik seperti obat
anti tuberkulosis (isoniazid), aminoglikosida, klorokuin dan lain-lainnya.Dalam skenario tidak
disebutkan adanya riwayat sakit lainnya dan riwayat keluarga, tidak ada riwayat pengobatan ataupun
trauma. Umur pasien 45 tahun, masih bisa dikatakan dalam tahap aman belum mengalami proses
kehilangan sel rambut (sel sensori) di telinga sehingga kemungkinan mengalami presbikusis tidak ada
juga.5
Status kesehatan mental : Tidak diketahui secara jelas. Tetapi pasien yang mengalami pajanan di
tempat kerja biasanya lama-lama akan menimbulkan stress kerja dikarenakan pajanan tersebut telah
mengurangi efisiensi kinerjanya, bisa sering mengalami kesalahan saat bekerja ataupun kesulitan
dalam komunikasi saat bekerja.
Higiene perorangan : Ini berguna untuk mengetahui apakah ada riwayat infeksi yang bisa menjadi
faktor penyebab sakit pasien. Misalnya infeksi telinga yang sampai-sampai menyumbat saluran telinga
(otitis media) atau bahkan merusak membran timpani (penyakit meniere)

6. Faktor Lain di luar Pekerjaan


Hobi : Di skenario pasien tidak mempunyai hobi mendengarkan musik dengan earphone.
Kebiasaan :Tidak diketahui. Contohnya seperti merokok, karena ditakutkan rokok ini akan
mempengaruhi tekanan darah dan pembuluh darah pasien nantinya.
Pajanan yang ada di rumah : Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya yakni stres
bila ada permasalahan di rumah.
Pekerjaan sambilan : Tidak diketahui.

7. Diagnosis Okupasi
Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85 desibel
(dB) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat
ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga.Dari definisi ini
menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-masing individu,
waktu dan tempat terjadinya bising.Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada
murni dengan berbagai frekuensi.
Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah tuli akibat
terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan
oleh bising lingkungan kerja.Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling
sering dijumpai setelah presbikusis.6

Klasifikasi Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan atau Noise Induced Hearing
Loss (NIHL)
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas dua kategori yaitu :6
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang
mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi. Pada
gambaran audiometri tampak sebagai “notch“ yang curam pada frekuensi 4000 Hz, yang disebut
juga acoustic notch.Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat
sementara, yang disebut juga NITTS.Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya
pendengaran dapat kembali normal.
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara
bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss“ atau kehilangan pendengaran
karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri.Dikatakan bahwa untuk
merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja di lingkungan bising selama 10 – 15
tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
a. tingkat suara bising
b. kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekuensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan
menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah
menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 dan 3000 Hz) keluhan akan timbul.
Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat
yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul
kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekuensi 3000–6000
Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekuensi yang lebih
tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap
setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.
Differential Diagnosis
NIHL harus bisa dibedakan dengan tipe tuli sensorineural lainnya seperti presbycusis ataupun
tuli tipe konduktif.Pastinya untuk membedakan tipe tuli ini harus berdasarkan dari pemeriksaan
penunjangnya seperti tes penala dan audiometri. Namun anamnesis juga diperlukan untuk
mengetahui faktor resiko apa saja yang ada dan riwayat sakitnya. Untuk diagnosa banding yang
mendekati NIHL adalah presbikusis. Presbikusis ini dipengaruhi oleh faktor usia. Sekitar usia 55-60
tahun seseorang mulai mengalami gangguan pendengaran namun ada juga presbikusis dini yang bisa
terjadi pada umur 40 tahun. Presbikusis ini termasuk dalam tipe tuli sensorineural.Patofisiologinya
dikarenakan adanya devaskularisasi pada koklea sehingga terjadi pengurangan fungsi dari sel rambut.
Hal ini akan terjadi dengan semakin bertambahnya usia.7
Diagnosa banding yang keduanya adalah penyakit meniere. Penyakit ini mengenai telinga
bagian dalam dengan karekteristiknya terdapat episode vertigo selama beberapa menit hingga
hitungan jam, ada fluktuasi antara kehilangan/pengurangan pendengaran dan tinnitus. Dan sering
juga pasien merasakan adanya tekanan yang penuh di telinganya selama terjadi serangan.Biasanya ini
terjadi pada satu telinga saja.Penyakit meniere ini termasuk tuli sensorineural.Patofisiologinya
dikarenakan adanya distensi pada membran telinga dalam oleh karena adanya kelebihan cairan atau
inadekuatnya drainase cairan. Akibat distensi, membran menjadi rupture sehingga terjadi
percampuran antara endolimfe (inner) dan perilimfe (outer) yang menyebabkan disturbansi yang
memicu dizziness. Setelah membran kolaps akan mengalami pemulihan, namun bisa terjadi
eksaserbasi dan remisi.7

Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :8
1. Intensitas kebisingan
2. Frekuensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaran bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis Kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan8
Intensitas bising (dB) Waktu paparan per hari dalam jam
85 8
87,5 6
90 4
92,5 3
95 2
100 1
105 ½
110 ¼

Epidemiologi
Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai
Negara.Sedikitnya 7 juta orang (35% dari total populasi industry di Amerika dan Eropa) terpajan
bising 85 dB atau lebih.Ketulian yang terjadi dalam industry menempati urutan pertama dalam daftar
penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa.
Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Di
laporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk keperluan ganti rugi asuransi,
ditemukan 85% menderita tuli saraf dan dari jumlah tersebut 37% di dapatkan gambaran takik pada
frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz.
Di Polandia, diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja ndustri mempuyai resiko terpajan bising,
dengan perkiraan 25% dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari
seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru
dai 100.000 pekerja setiap tahun.8

Gejala Klinis
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination)
dan fungsi sosial.Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan menerima dan
membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan
telpon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan
gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan
konsentrasi.8
Secara umum gamabaran ketulian pada tuli akibat bising ( noice induced hearing loss) adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ), derajat ketulian
berkisar antara 40 – 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang
signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana
kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan
mencapai tingkat yang maksimal dalam 10-15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditory), bising yang berlebihan juga mempunyai
pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,
gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.8

Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan
bising.Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga yaitu berupa sumbat
telinga (ear plugs), tutup telinga (ear mufs) dan pelindung kepala (helmet).
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap (irreversible), bila
gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan
biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar (ABD). Apabila pendengarannya telah sedemikian
buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu
dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory
training) juga dapat dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara
efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimic dan gerakan anggota badan serta
bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi.8

Prognosis
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap,
dan tidak dapat diobati secara medika mentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang
baik.Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.
Pencegahan
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL
yang disebabkan oleh kebisingan lingkungan keja. Program ini terdiri dari 3 bagian, yaitu :9
1. Program perlindungan pendengaran
Unsur HCP yang efektif meliputi : survei kebisingan, upaya untuk mengurangi pajanan terhadap
bising melalui pengendalian kebisingan (pengendalian industri) atau pengendalian administratif,
dan perlindungan pendengaran perorangan bila pengendalian tersebut tidak cukup mengurangi
pajanan; pemeriksaan medis termasuk tes PTA; pemberitahuan kepada pegawai tentang bahaya
bising; dan penyimpanan catatan medis dengan baik.9
a. Survei kebisingan
Program perlindungan pendengaran harus selalu diawali dengan survei bising pendahuluan.
Tujuan survei bising pendahuluan adalah mengenali daerah ditempat kerja yang menyebabkan
pekerja terpajan terhadap tigkat kebisingan yang membahayakan.Survei bising pendahuluan harus
mampu memberikan informasi ada atau tidaknya masalah kebisingan, besarnya permasalahan, dan
menemukan daerah yang membutuhkan survei bising terperinci.Survei bising terperinci
memberikan informasi tingkat kebisingan di berbagai tempat kerja untuk dapat membuat pedoman
pengendalian industri dan administratif. Survei ini juga akan memberikan batasan daerah yang
memerlukan perlindungan terhadap kebisingan dan mengetahui pegawai mana yang harus
dimasukan kedalam program tes audiometri. Survei bising perlu dilakukan dengan memakai
pengukur tingkat suara yang telah diakui yang dipasang pada skala A reaksi lambat. Informasi
yang diperoleh dari survei ini akan memberikan informasi apakah pekerja terpajan di atas action
level dan tingkat pajanan yang masih diperbolehkan (permissible exposure level, PEL) yang sudah
ditetapkan peraturan mengenai bahaya tempat kerja.9
b. Pengendalian industri
Pengendalian bising melalui pengendalian industri adalah tindakan pengendalian yang paling
penting dalam program perlindungan pendengaran. Tindakan lain hanya dilaksanakan bila
pengendalian industri tidak mungkin dilakukan. Hal ini merupakan satu-satunya metode yang
dapat mengendalikan tingkat kebisingan sedangkan metode yang lain mengendalikan pajanan
terhadap bising. Walaupun biaya permulaan pengendalian bangunan di tempat adalah tinggi, harus
disadari bahwa hal ini bukanlah pengeluaran rutin. Pengetahuan lengkap mengenai proses
diperlukan untuk menentukan apakah bising dikendalikan pada sumbernya atau pada jalurnya.
Tindakan pengendalian bising pada sumbernya meliputi: penggantian alat, menggunakan alat
dengan tingkat kebisingan yang kecil; pemindahan sumber bising menjadi lebih jauh dari operator;
pengurangan getaran menggunakan bahan yang dapat menyerap getaran; dan pemakaian peredam
aliran udara dan gas. Tindakan pengendalian bising yang digunakan pada jalurnya meliputi;
perisai akustik, tembok penghalang, penutupan sebagian atau seluruh sumber bising.9
c. Pengendalian administratif
Bila pengendalian industri tidak mungkin dilakukan, pengendalian administratif dapat
diperkenalkan untuk mengurangi pajanan pegawai secara perorangan.Dengan”prinsip persamaan
energi” mengizinkan pertukaran antara tingkat bising dan lama pajanan.Pengendalian administratif
dapat dilaksanakan dengan menukar pegwai di daerah bising tinggi dengan mereka yang di daerah
bising rendah selang aktu tertentu. Hal ini juga dapat melibatkan waktu penjadwalan waktu
perngoperasian sedemikian rupa agar dapat mengurangi jumlah pegawai yang terpajan tingkat
kebisingan yang tinggi.9
d. Alat pelindung pendengaran
Tujuan utama pemakaian pelindung pendengaran adalah secara ekonomis mengurangi pajanan
yang berbahaya hingga pada tingkat aman bagi telinga pegawai untuk mencegah kehilangan
pendengaran. Alat pelindung pendengaran misalnya ear plug, ear muff, helm harus disediakan
secara gratis bagi semua pekerja yang terpajan tingkat bising di atas 85 dB.9
e. Program tes audiometri
Audiometri bukan pengganti pengendali bising.Namun, program tes audiometri termasuk data
dasar, audiometri berkala, dan pada akhir pekerjaan sebagai pengawas sangat berguna dalam
program perlindungan pendengaran.Supervisi pegawai, audiometer yang dikalibrasi dan disetujui,
serta kompartemen yang sesuai sangat diperlukan.
f. Penyimpanan catatan medis
Penyimpanan catatan medis secara tepat mengenai pajanan dan informasi mengenai kondisi
pendengaran penting dalam memonitor dan keperluan medikolegal

Kesimpulan
Bising dengan frekwensi dan intensitas tertentu dapat menyebabkan ketulian yang berupa tuli
saraf dan sifatnya permanen.Pemeriksaan fisik dan pengujian audiometrik mutlak dibutuhkan untuk
setiap pekerja yang dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara berkala selama bekerja dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terutama bising industri.Oleh karena
jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat
diobati secara medikamentosa ataupun pembedahan, maka yang terpenting dilakukan adalah
pencegahan terjadinya ketulian.
Daftar Pustaka
1. Dobie RA. Noise induced hearing loss. Dalam : Bailey BJ, Ed. Head and neck surgery-
otolaryngology. Vol.2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993.h.1782-91
2. Melnick W. Industrial hearing conservation. Dalam: Katz J, Ed. Handbook of clinical
audiology. 4th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 2004.h. 534-51
3. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.
4. Alberti PW. Noise and the ear. Dalam : Stephens D, Ed. Scott- Brown’s Adult audiology. 6th
ed. Great Britain : Butterworth-Heinemann, 1997.h.2/11/1-34.
5. Hadjar E. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial.Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI,
1990. h. 75-7.
6. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam : Adams GL, Boies
LR, Higler PH, Ed. Buku ajar penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 1997.h.27-38.
7. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine.
Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.
8. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada symposium
penyakit THT akibat hubungan kerja & cacat akibat kecelakaan kerja, Jakarta, Juni 2011.
9. Oedono RMT. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT. Disampaikan
pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 2006.

Anda mungkin juga menyukai