Anda di halaman 1dari 29

”Siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka harus disertai dengan

ilmu. Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, juga harus


dengan ilmu.“
(Imam Syafi’i)

“Kaji dan dalamilah sebelum engkau menduduki jabatan, karena kalau engkau telah
mendudukinya, maka tidak ada kesempatan bagimu untuk mengkaji dan
mendalaminya.”
(Imam Syafi’i)

”Pekerjaan terberat itu ada tiga: Sikap dermawan di saat dalam keadaan sempit,
Menjauhi dosa di kala sendiri, Berkata benar di hadapan orang yang ditakuti.“
(Imam Syafi’i)

“Kebaikan itu ada di lima perkara: kekayaan hati, bersabar atas


kejelekan orang lain, mengais rezeki yang halal, taqwa, dan yakin akan
janji Allah Swt.”
(Imam Syafi’i)

”Pilar kepemimpinan itu ada lima : perkataan yang benar, menyimpan rahasia,
menepati janji, senantiasa memberi nasehat dan menunaikan amanah.“
(Imam Syafi’i)

“Orang yang mengkaji ilmu faraid, dan sampai pada puncaknya, maka akan tampil
sebagai sosok orang yang ahli berhitung. Adapun ilmu hadits, itu akan tampak nilai
keberkahan dan kebaikannya pada saat tutup usia. Adapun ilmu fiqih, itu
merupakan ilmu yang berlaku untuk semua kalangan baik muda maupun yang tua,
karena fiqih merupakan dasar dari segala ilmu.”
(Imam Syafi’i)

”Andaikan aku ditakdirkan mampu menyuapkan ilmu kepadamu, pasti


kusuapi engkau dengan ilmu.“
(Imam Syafi’i)
“Barangsiapa mengaku dapat menggabungkan dua cinta dalam hatinya, cinta kepada
dunia dan sekaligus cinta kepada Allah, maka dia telah berdusta.”
(Imam Syafi’i)

“Jika ada seorang yang ingin menjual dunia ini kepadaku dengan nilai harga
sekeping roti, niscaya aku tidak akan membelinya.”
(Imam Syafi’i)

“Kulupakan dadaku dan kubelenggu penyakit tamakku, karena aku sadar bahwa sifat
tamak bisa melahirkan kehinaan.”
(Imam Syafi’i)

“Orang-orang yang sehari-harinya hanya sibuk mencari uang untuk


kesejahteraan keluarganya, maka mustahil ia mendapat ilmu
pengetahuan.”
(Imam Syafi’í)

“Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung -
bahayanya- kebodohan.”
(Imam Syafi’i)

“Berapa banyak manusia yang masih hidup dalam kelalaian?, sedangkan kain
kafannya sedang di tenun.”
(Imam Syafi’i)

“Orang yang berilmu dan beradab, tidak akan diam di kampung halaman, tinggalkan
negerimu, merantaulah ke negeri orang.”
(Imam Syafi’i)

“Betapa aku senang, jika semua ilmu yang aku ketahui dimengerti oleh
semua orang, maka dengannya aku mendapat pahala, meskipun mereka
tidak memujiku.”
(Imam Syafi’i)

“Jangan mencintai orang yang tidak mencintai Allah. Kalau dia berani meninggalkan
Allah, apalagi meninggalkan kamu.”
(Imam Syafi’i)

“Banyak orang yang mengatakan: mencintai wanita itu sangat menyiksa.


Tapi, sebenarnya yang sangat menyiksa itu adalah mencintai orang yang
tidak mencintaimu.”
(Imam Syafi’i)
“Faqih itu adalah orang yang faqih dengan perbuatannya, bukan faqih dengan kata-
kata dan ucapannya.”
(Imam Syafi’i)

“Engkau takkan mampu menyenangkan semua orang. Karena itu, cukup


bagimu memperbaiki hubunganmu dengan Allah, dan jangan terlalu
peduli dengan penilaian manusia.”
(Imam Syafi’i)

“Sebagaimana Tuhanmu telah mencukupkan rezekimu di hari kemarin, maka jangan


khawatirkan rezekimu untuk esok hari.”
(Imam Syafi’i)

“Jika semua orang menjauh ketika engkau mendapat kesulitan, maka


ketahuilah bahwa Allah Swt ingin membuatmu kuat dan Ia akan menjadi
penolongmu.”
(Imam Syafi’i)

“Biarlah mereka bersikap bodoh dan menghina, dan tetaplah kita bersikap santun.
Gaharu akan semakin wangi ketika disulut api.”
(Imam Syafi’i)

“Silahkan hina diriku sepuas kalian, aku akan tetap diam saja. Bukannya
aku tidak punya jawaban, tapi singa selalu tidak akan membalas
gonggongan anjing.”
(Imam Syafi’i)

“Banyak orang yang telah meninggal, tapi nama baik mereka tetap kekal.
Dan banyak orang yang masih hidup, tapi seakan mereka orang mati
yang tak berguna.”
(Imam Syafi’i)

“Kemuliaan diri (marwah) itu rukunnya ada 4: Akhlak yang baik, dermawan, rendah
hati dan taat beribadah.”
(Imam Syafi’i)

“Do’a di saat tahajud adalah umpama busur panah yang melesat tepat mengenai
sasaran.”
(Imam Syafi’i)

“Kamu seorang manusia yang dijadikan dari tanah dan kamu juga akan disakiti
(dihimpit) dengan tanah.”
(Imam Syafi’i)
“Perbanyakkan menyebut Allah daripada menyebut makhluk .
Perbanyakkan menyebut akhirat daripada menyebut dunia.”
(Imam Syafi’i)

”Ilmu itu bukan yang dihafal tetapi yang memberi manfa’at.“


(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa yang menasehatimu dengan cara sembunyi-sembunyi maka ia benar-


benar menasehatimu. Kemudian barangsiapa yang menasehatimu dihadapan orang
banyak, ia sebenarnya menghinamu.”
(Imam Syafi’i)

“Dosa-dosa-ku kelihatan terlalu besar buatku, tapi setelah kubandingkan dengan


keampunan-Mu, ternyata keampunan-Mu jauh lebih besar.”
(Imam Syafi’i)

“Bumi Allah amatlah luas namun suatu saat apabila takdir sudah datang
angkasapun serasa sempit.”
(Imam Syafi’i)

“Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di pelupuk matamu.”


(Imam Syafi’i)

“Sebesar-besar aib (keburukan) adalah kamu mengira keburukan orang lain


sedangkan keburukan itu terdapat dalam diri kamu sendiri.”
(Imam Syafi’i)

“Aku mampu berhujah dengan 10 orang berilmu, tapi aku akan kalah pada 1 orang
yang jahil karena ia tidak tahu akan landasan ilmu.”
(Imam Syafi’i)

“Ilmu itu seperti air. Jika ia tidak bergerak: maka ia akan menjadi keruh lalu
membusuk.”
(Imam Syafi’i)

“Menghindarkan telinga dari mendengar hal-hal yang tidak baik


merupakan suatu keharusan, sebagaimana seseorang mensucikan tutur
katanya dari ungkapan buruk.”
(Imam Syafi’i)

“Kesabaran adalah akhlak mulia, yang dengannya setiap orang dapat


menghalau segala rintangan.”
(Imam Syafi’i)
“Menganggap benar dengan hanya satu pandangan merupakan suatu
bentuk ketertipuan. Berpegangan dengan suatu pendapat itu lebih
selamat daripada berkelebihan dan penyesalan. Melihat dan berpikir,
keduanya akan menyingkap keteguhan hati dan kecerdasan.
Bermusyawarah dengan orang bijak merupakan bentuk kemantapan
jiwa dan kekuatan mata hati. Maka, berpikirlah sebelum menentukan
suatu ketetapan, atur strategi sebelum menyerang, dan musyawarahkan
terlebih dahulu sebelum melangkah maju ke depan.”
(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa mengadu domba untuk kepentinganmu, maka dia akan


mengadu domba dirimu; dan barangsiapa menyampaikan fitnah
kepadamu, maka ia akan memfitnahmu.”
(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa jika engkau menyenangkannya, dia berkata : pada dirimu


ada yang bukan milikmu. Begitu juga ketika kau membuatnya marah, dia
berkata : pada dirimu ada yang bukan milikmu.”
(Imam Syafi’i)

“Tak akan sempurna (akal) seorang laki-laki, kecuali dengan empat hal;
beragama, amanah, pemeliharaan dan penjagaan diri, serta ketenangan
dan ketabahan.”
(Imam Syafi’i)

“Sebaik-baik harta simpanan adalah taqwa, dan sejelek-jeleknya adalah


sikap permusuhan.”
(Imam Syafi’i)

“Siasat manusia jauh lebih dahsyat dari siasat binatang.”


(Imam Syafi’i)

“Keluarga manapun yang wanita-wanitanya tidak pernah bertemu


dengan laki-laki yang bukan anggota keluarga, dan laki-lakinya tidak
pernah bertemu dengan wanita-wanita yang bukan dari keluarganya,
niscaya akan ada dari anak-anak mereka yang bodoh (karena-kuper).”
(Imam Syafi’i)

“Keridhaan semua manusia adalah satu hal yang mustahil untuk dicapai,
dan tidak ada jalan untuk terselamatkan dari lidah mereka, maka
lakukanlah apa yang bermanfaat untuk dirimu dan berpegang teguhlah
dengannya.”
(Imam Syafi’i)

“Kedermawanan dan kemuliaan adalah dua hal yang dapat menutupi


aib.”
“Manusia yang paling tinggi kedudukannya adalah mereka yang tidak
melihat kedudukan dirinya, dan manusia yang paling banyak memiliki
kelebihan adalah mereka yang tidak melihat kelebihan dirinya.”
(Imam Syafi’i)

“Tidak ada seorangpun yang hidup dengan tanpa adanya orang yang
dicintai dan orang yang dibenci, kalau memang demikian realitasnya,
maka hendaknya ia senantiasa bersama orang-orang yang taat kepada
Allah Swt.”
(Imam Syafi’i)

“Karakter umum manusia adalah pelit, termasuk hal yang menjadi


kebiasaannya adalah apabila ada orang yang mendekatinya, maka ia
akan menjauhinya, dan apabila ada orang yang menjauh darinya, iapun
akan mendekati orang itu.”
(Imam Syafi’i)

“Janganlah kamu berkonsultasi kepada orang yang di rumahnya tidak


terdapat makanan, karena hal tersebut menandakan tidak berfungsinya
akal mereka.”
(Imam Syafi’i)

“Bukanlah orang yang berakal itu manakala dihadapkan kepadanya


perkara yang baik dan perkara yang buruk, lantas ia memilih yang baik,
akan tetapi dikatakan orang berakal apabila dihadapkan kepadanya dua
hal yang buruk lantas ia memilih yang paling ringan keburukannya di
antara keduanya.”
(Imam Syafi’i)

“Perdebatan dalam agama akan mengeraskan hati dan menimbulkan


rasa dendam.“
(Imam Syafi’i)

“Jika engkau mendengar sesuatu yang engkau benci tentang sahabatmu,


maka jangan tergesa-gesa untuk memusuhinya, memutus tali
persahabatan, dan kamu menjadi orang yang telah menghilangkan suatu
keyakinan dengan keraguan. Tetapi temuilah dia! Dan katakan
kepadanya, “Aku mendengar kamu melakukan ini dan itu….?” Tentunya
dengan tanpa memberitahukan kepadanya siapa yang memberi
informasi kepadamu. Jika ia mengingkarinya, maka katakan kepadanya,
“Kamu lebih jujur dan lebih baik”, cukup kalimat itu saja dan jangan
menambahi kalimat apapun. Namun jika ia mengakui hal itu, dan ia
mengemukakan argumentasinya akan hal itu, maka terimalah.”
(Imam Syafi’i)

“Orang yang pandai akan bertanya tentang apa yang ia ketahui dan tidak
ia ketahui. Dengan menanyakan apa yang ia ketahui, maka ia akan
semakin mantap, dan dengan menanyakan apa yang belum ia ketahui,
maka ia akan menjadi tahu. Sementara orang bodoh itu meluapkan
kemarahannya karena -sulitnya- ia belajar, dan ia tidak menyukai
pelajaran.”
(Imam Syafi’i)

“Sejelek-jelek bekal menuju ke alam akhirat adalah permusuhan dengan


sesamanya.”
(Imam Syafi’i)

“Terlalu keras dan menutup diri terhadap orang lain akan


mendatangkan musuh, dan terlalu terbuka juga akan mendatangkan
kawan yang tidak baik, maka posisikan dirimu di antara keduanya.”
(Imam Syafi’i)

“Jadikanlah diam sebagai sarana atas pembicaraanmu, dan tentukan


sikap dengan berfikir.”
(Imam Syafi’i)

“Manusia yang paling tinggi kedudukannya adalah mereka yang tidak


melihat kedudukan dirinya, dan manusia yang paling banyak memiliki
kelebihan adalah mereka yang tidak melihat kelebihan dirinya.”
(Imam Syafi’i)

“Sesungguhnya Hasad itu terlahir dari suatu kehinaan, lekatnya tabiat,


perubahan struktur tubuhnya, runtuhnya temperatur tubuh dan
lemahnya daya nalarnya.”
(Imam Syafi’i)

“Orang yang paling Zhalim adalah mereka yang melakukan kezhaliman


itu pada dirinya sendiri. Bentuk kezhaliman itu adalah :
• orang yang bersikap tawadhu’ ( rendah hati ) di depan orang yang tidak
menghargainya.
• menumpahkan kasih sayangnya kepada orang yang tidak ada nilai
manfaat.
• mendapat pujian dari orang yang tidak dikenalnya.
(Imam Syafi’i)

“Siapa yang menginginkan khusnul khotimah dipenghujung umurnya,


hendaknya ia berprasangka baik kepada manusia.”
(Imam Syafi’i)

“Bersihkan pendengaran kalian dari hal-hal yang tidak baik,


sebagaimana kalian membersihkan mulut kalian dari kata-kata kotor,
sesungguhnya orang yang mendengar itu tidak jauh berbeda dengan
yang berucap. Sesungguhnya orang bodoh itu melihat sesuatu yang
paling jelek dalam dirinya, kemudian ia berkeinginan untuk
menumpahkannya dalam diri kalian, andaikan kalimat yang
terlontarkan dari orang bodoh itu dikembalikan kepadanya, niscaya
orang yang mengembalikan itu akan merasa bahagia, begitu juga dengan
kehinaan bagi orang yang melontarkannya.”
(Imam Syafi’i)

“Tidak termasuk saudaramu orang yang senang mencari muka di


hadapanmu.”
(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa benar dalam berukhuwah dengan saudaranya, maka


kekurangannya akan diterima, kelemahannya akan ditutupi dan
kesalahan-kesalahannya dima’afkan.”
(Imam Syafi’i)

“Orang yang berakal adalah mereka yang dapat menjaga dirinya dari
segala perbuatan tercela.”
(Imam Syafi’i)

“Tiada kebahagiaan yang menyamai persahabatan dengan saudara yang


satu keyakinan, dan tiada kesedihan yang menyamai perpisahan dengan
mereka.”
(Imam Syafi’i)

“Berapa banyak orang yang telah berbuat kebajikan kepadamu yang


membuatmu terbelenggu dengannya, dan berapa banyak orang yang
memperlakukanmu dengan kasar dan ia memberi kebebasan
kepadamu.”
(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa yang ditertawakan karena suatu masalah, maka ia tidak


akan pernah melupakan masalah tersebut.”
(Imam Syafi’i)

“Jika terdapat banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, maka mulailah


dari yang terpenting dan mendesak.”
(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa menyimpan rahasianya, maka kebaikan ada di tangannya.”


(Imam Syafi’i)

Tak ubahnya “emas” semuanya berwarna kuning….


namun tidak semua emas punya nilai yang sama….
Kayu-kayu cendana bila tidak semerbak baunya….orang tak dapat
membedakan mana “cendana” dan mana “kayu bakar”.

Bisa jadi Singa yang buas “mati kelaparan” di rimbanya…


sebab daging-daging domba dimakan oleh sang anjing….

Hamba sahaya yang hina, terkadang tidur di atas sutera…sedang


bangsawan mulia tidur di atas gundukan debu…

Kenapa engkau meremehkan nilai doa kepada Allah…


apakah engkau tahu apa yang dihasilkan oleh doa..?.

Ibarat panah di malam hari, ia tidak akan meleset…namun ia punya


batas dan setiap batas ada saatnya selesai..

Banyak orang berbicara tentang hal ihwal wanita,….


konon mencintai wanita terlalu dalam adalah ujian hidup yang pedih….

Aku terlambat datang diantara orang-orang yang dungu…..yang mereka


tidak mengetahui hak-hak sastrawan…sampai kepala ditukarnya dengan
ekor….

Manusia dapat disatukan….


namun akalnya tetap berbeda….
baik dalam masalah “sastra” maupun dalam masalah “hitungan”

“Dunia hanyalah bangkai yang berbau yang dimakan anjing-anjing. Anjing-


anjing itu hanya ingin menarik-narik dan merobeknya.
Apabila engkau menghindarinya maka dirimu akan selamat apabila engkau ikut
menariknya berarti engkau berebutan dengan anjing.”
(Imam Syafi’i)

“Kenyang itu akan membuat badan jadi berat, mengeraskan hati,


menghilangkan kecerdasan, mengajak tidur dan melemahkan ibadah.”
(Imam Syafi’i)

“Sebuah keterlambatan tak akan mengurangi rizkimu. Dan rizkimu pun tak akan
bertambah dengan kepayahan badanmu.”
(Imam Syafi’i)

”Tiada kesusahan yang kekal, tiada kegembiraan yang abadi, tiada kefakiran yang
lama, tiada kemakmuran yang lestari.“
(Imam Syafi’i)
“Apabila sikap hatimu selalu rela dengan apa yang ada maka tak ada
perbedaan bagimu antara dirimu sendiri dan para hartawan.”
(Imam Syafi’i)

”Jika engkau melihat seseorang berjalan di atas air dan bisa terbang di udara, maka
janganlah kehebatan itu menjadikan engkau lengah dan terheran-heran kepadanya,
sampai engkau mengetahui secara persis atas apa yang di kerjakannya itu
berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.“
(Imam Syafi’i)

“Kepandaian itu ada dalam masalah agama, bukan dalam masalah keturunan, kalau
saja kepandaian diukur dalam masalah keturunan, maka tak ada satu orang pun
yang cakap seperti Fatimah putri Rasulullah Saw dan putri-putri beliau yang lain.”
(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa mempelajari Al-Qur’an, maka mulia nilainya. Barangsiapa


berbicara tentang fiqih, maka akan berkembang kemampuannya.
Barangsiapa menulis Hadits, maka akan kuat hujjahnya. Barangsiapa
mengkaji bahasa, maka akan lembut tabiatnya. Barangsiapa mengkaji
ilmu hitung, maka akan sehat pikirannya. Barangsiapa tidak menjaga
jiwanya, maka ilmunya tidak akan berguna baginya.”
(Imam Syafi’i)

“Barangsiapa yang dipancing untuk marah, namun ia tidak marah, maka


dia tak ubahnya keledai, dan barangsiapa yang diminta keridhaannya
namun tidak ridha, maka dia adalah syetan.”
(Imam Syafi’i)

“Besarnya rasa takut itu sesuai dengan kapasitas ilmunya. Tiada seorang alim pun
yang ia takuti kecuali kepada Allah Swt. Yang merasa aman akan marah Allah Swt,
dialah si-jahil. Yang merasa takut akan marah Allah Swt, dialah si-arif.”
(Imam Syafi’i)

“Kita tidak akan sanggup mengekang amarah dan hawa nafsu secara keseluruhan
hingga tidak meninggalkan bekas apapun dalam diri kita. Namun jika mencoba
untuk mengendalikan keduanya dengan cara latihan dan kesungguhan yang kuat,
tentu kita akan bisa.”
(Imam Al Ghazali)

“Sifat utama pemimpin ialah beradab dan mulia hati.”


(Imam Al Ghazali)

“Belum pernah saya berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwa saya
sendiri, yang kadang-kadang membantu saya dan kadang-kadang menentang saya.”
(Imam Al Ghazali)

“Barangsiapa yang memilih harta dan anak-anaknya daripada apa yang


ada di sisi Allah, niscaya ia rugi dan tertipu dengan kerugian yang amat
besar.”
(Imam Al Ghazali)

“Barangsiapa yang menghabiskan waktu berjam-jam lamanya untuk mengumpulkan


harta karena takut miskin, maka dialah sebenarnya orang yang miskin.”
(Imam Al Ghazali)

“Teman yang sesungguhnya itu adalah ketika kamu memintanya untuk mengikuti
kamu, dia tidak bertanya kemana atau dimana, namun segera beranjak dan pergi.”
(Imam Al Ghazali)

“Barangsiapa yang meyombongkan diri kepada salah seorang daripada hamba-


hamba Allah, sesungguhnya ia telah bertengkar dengan Allah pada haknya.”
(Imam Al Ghazali)

“Berani (karena baik dan benar) adalah sifat orang mulia karena ia berada di antara
orang-orang pengecut dan membuta tuli.”
(Imam Al Ghazali)
“Kebahagiaan terletak pada kemenangan memerangi hawa nafsu dan menahan
kehendak yang berlebih-lebihan.”
(Imam Al Ghazali)

“Kalau besar yang dituntut dan mulia yang dicari, maka payah melaluinya, panjang
jalannya dan banyak rintangannya.”
(Imam Al Ghazali)

“Jadikan kematian itu hanya pada badan karena tempat tinggalmu ialah liang kubur
dan penghuni kubur senantiasa menanti kedatanganmu setiap saat.”
(Imam Al Ghazali)

“Pelajari ilmu syariat untuk menunaikan segala perintah Allah SWT dan
juga ilmu akhirat yang dapat menjamin keselamatanmu di akhirat
nanti.”
(Imam Al Ghazali)

“Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-


ulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad.”
(Imam Al Ghazali)

“Kecintaan kepada Allah melingkupi hati, kecintaan ini membimbing hati dan
bahkan merambah ke segala hal.”
(Imam Al Ghazali)

“Ibadah dan pengetahuan sambil memakan makanan haram adalah seperti


konstruksi pada kotoran.”
(Imam Al Ghazali)

“Pemurah (dermawan) itu adalah suatu kemuliaan karena ia berada di antara orang-
orang bakhil (rakus-pelit) dan boros.”
(Imam Al Ghazali)

“Bersungguh-sungguhlah engkau dalam menuntut ilmu, jauhilah kemalasan dan


kebosanan karena jika tidak demikian engkau akan berada dalam bahaya kesesatan.”
(Imam Al Ghazali)

“Cinta merupakan sumber kebahagiaan dan cinta terhadap Allah harus dipelihara
dan dipupuk, suburkan dengan sholat serta ibadah yang lainnya.”
(Imam Al Ghazali)

“Ciri yang membedakan manusia dan hewan adalah ilmu. Manusia adalah makhluk
mulia yang mana ia menjadi mulia karena ilmu, tanpa ilmu mustahil ada kekuatan.”
(Imam Al Ghazali)
“Sebisa-bisanyalah jangan bertengkar dengan seseorang dalam keadaan apapun juga
masalahnya, karena pertengkaran itu mengandung berbagai penyakit dan dosanya
jauh lebih besar daripada faedahnya, riak, takabur, hasad dan dengki.”
(Imam Al Ghazali)

“Hadapi kawan atau musuhmu itu dengan wajah yang menunjukkan kegembiraan,
kerelaan, penuh kesopanan dan ketenangan. Jangan menampakkan sikap angkuh
dan sombong.”
(Imam Al Ghazali)

“Carilah hatimu di tiga tempat. Temui hatimu sewaktu bangun membaca Al-Qur’an.
tetapi jika tidak kau temui, carilah hatimu ketika mengerjakan sholat. Jika tidak kau
temui juga, carilah hatimu ketika duduk tafakur mengingati mati. Jika kau tidak
temui juga, maka berdo’alah kepada ALLAH, mintalah hati yang baru karena
hakikatnya pada ketika itu kau tidak mempunyai hati!”
(Imam Al Ghazali)

“Jika berjumpa dengan anak-anak : bahwa anak-anak itu lebih mulia daripada kita,
karena anak-anak itu belum banyak melakukan dosa daripada kita.”
(Imam Al Ghazali)

“Apabila bertemu dengan orang tua : bahwa dia lebih mulia daripada kita karena dia
sudah lama beribadah.”
(Imam Al Ghazali)

“Jika berjumpa dengan orang alim : dia lebih mulia daripada kita karena banyak
ilmu yang telah mereka pelajari dan ketahui.”
(Imam Al Ghazali)

“Apabila melihat orang jahil : mereka lebih mulia daripada kita karena mereka
berbuat dosa dalam kejahilan, sedangkan kita berbuat dosa dalam keadaan
mengetahui.”
(Imam Al Ghazali)

“Jika melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia, karena mungkin suatu
hari nanti dia akan insaf dan bertaubat atas kesalahannya.”
(Imam Al Ghazali)

“Ku letakkan arwah ku dihadapan Allah dan tanamkanlah jasad ku dilipat bumi yang
sunyi senyap. Nama ku akan bangkit kembali menjadi sebutan dan buah bibir umat
manusia di masa depan.”
(Imam Al Ghazali)

“Ilmu yang pertama disebut ilham dan hembusan dalam hati, ilmu yang
kedua disebut wahyu dan khusus untuk para Nabi.”
(Imam Al Ghazali)
“Kita tidak dapat mengakui bahwa setiap orang yang mengaku beragama itu pasti
mempunyai segala sifat-sifat yang baik.”
(Imam Al Ghazali)

“Dahulukanlah temanmu daripada dirimu sendiri dalam masalah duniawi, atau


paling tidak hendaklah bersedia memberikan bantuan materi kepada temanmu yang
memerlukannya.
» Bantulah sekuat tenaga temanmu yang sedang memerlukan sebelum dia meminta
bantuan.
» Maafkanlah temanmu yang sedang berbuat kesalahan dan jangan sekali-kali
mencelannya.
» Do’akanlah temanmu, baik selagi hidup maupun sesudah dia meninggal dunia.”
(Imam Al Ghazali)

”Kerjanya seorang guru tidak ubahnya seperti kerjanya seorang petani yang
senantiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah
tanamannya.“
(Imam Al Ghazali)

“Barangsiapa yang berumur melebihi empat puluh tahun sedangkan kebaikannya


masih belum melebihi kejahatannya, maka layaklah ia mempersiapkan dirinya untuk
memasuki neraka.”
(Imam Al Ghazali)

“Yang jauh itu waktu, Yang dekat itu kematian, Yang besar itu nafsu, Yang berat itu
amanah, Yang mudah itu berbuat dosa, Yang panjang itu amal shaleh, Yang indah itu
saling memaafkan.”
(Imam Al Ghazali)

‘Nafsu adalah suatu keingininan untuk melakukan hal-hal yang berlawanan dengan
ajaran agama, hukum, apabila dalam kehidupan ini sudah dikuasai nafsu maka
kehidupan ini akan semrawut, kita tidak tahu lagi mana yang halal, mana yang
haram, mana yang jadi milik kita, mana yang jadi hak orang lain. Orang-orang yang
dikuasai hawa nafsu dalam kehidupannya dikatakan dalam firman Allah dalam surat
Al Araaf ayat 179 yang artinya: “Dan Kami jadikan untuk isi neraka jahanam
kebanyakan dari golongan jin dan manusia, mereka mempunyai hati
tetapi tidak dipergunakan, mereka mempunyai mata tetapi tidak
digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) mereka
mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar (ayat ayat
Allah) mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” Inilah gambaran kehidupan yang
di kuasai nafsu.’
(Imam Al Ghazali)

“Ibu segala akhlak ialah tempat kebijaksanaan, keberanian, kesucian diri dan
keadilan.”
(Imam Al Ghazali)
“Nasehat itu mudah, yang sulit ialah menerimanya, karena ia pahit terasa pada si
hamba hawa nafsu, sebab barang yang terlarang sangat disukainya.”
(Imam Al Ghazali)

“Jadikanlah “kemauan yang bersungguh-sungguh” itu menjadi mahkota roh,


“kekalahan” menjadi belenggu nafsu dan “mati” menjadi pakaian badan, karena yang
akan menjadi tempat tinggalmu adalah kubur, dan ahli kubur setiap saat menunggu,
bilakah engkau akan sampai kepada mereka.”
(Imam Al Ghazali)

”Inti sari ilmu yang sebenarnya ialah mengetahui sedalam-dalamnya apa arti taat
dan ibadah.“
(Imam Al Ghazali)

“Lidah yang lepas dan hati yang tertutup dan penuh dengan kelalaian itu alamat
kemalangan besar.”
(Imam Al Ghazali)

“Jika nafsu itu tidak engkau kalahkan dengan jihad yang bersungguh-sungguh, maka
sekali-kali hatimu tidak akan hidup dengan ber ma’rifat.”
(Imam Al Ghazali)

“Jika sekiranya sekadar ilmu saja sudah memadai bagimu, dan tidak ada lagi
hajatmu kepada amal di belakang itu, tentulah seruan dari sisi Allah yang berbunyi
: “Apakah ada yang memohon? Apakah ada yang meminta ampun? Dan
apakah ada yang bertaubat?” itu akan percuma saja, tidak ada gunanya.”
(Imam Al Ghazali)

“Janganlah engkau meyimpan harta benda melebihi dari apa yang dibutuhkan.
Rasulullah saw. bersabda: “Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad
itu sekadar untuk mencukupi kebutuhan.”
(Imam Al Ghazali)

“Ilmu yang tidak disertai dengan amal itu namanya gila dan amal yang tidak disertai
ilmu itu akan sia-sia.”
(Imam Al Ghazali)

“Sesungguhnya kebahagiaan, kesenangan, dan kenikmatan sesuatu bergantung pada


keadaan dasarnya. Keadaan dasar sesuatu adalah menyangkut untuk apa ia
diciptakan. Oleh karena itu, kenikmatan mata adalah dengan melihat yang indah-
indah. Kenikmatan telinga adalah dengan mendengar suara-suara merdu. Begitulah
seterusnya untuk anggota badan lainnya. Namun, khusus berkaitan dengan hati,
kenikmatannya hanyalah manakala ia dapat mengenal Allah swt., karena hati
diciptakan untuk itu. Jika manusia mengetahui apa yang tidak diketahuinya, maka
senanglah ia. Begitu juga dengan hati. Manakala hati mengenal Allah swt., maka
senanglah ia, dan ia tidak sabar untuk ‘menyaksikan-Nya’. Tidak ada yang maujud
yang lebih mulia dibanding Allah, karena setiap kemuliaan adalah dengan-Nya dan
berasal dari-Nya. Setiap ketinggian ilmu adalah jejak yang dibuat-Nya, dan tidak ada
pengetahuan yang lebih digdaya dibanding pengetahuan tentang diri-Nya.”
(Imam Al Ghazali)

“Janganlah kamu menjadi muflis dari sudut amalan dan jangan jadikan dirimu itu
kosong daripada perkara yang berfaedah. Yakinlah semata- mata dengan memiliki
ilmu belum tentu bisa menjamin keselamatan di akhirat kelak.”
(Imam Al Ghazali)

“Ilmu itu kehidupan hati daripada kebutaan, sinar penglihatan daripada kezaliman
dan tenaga badan daripada kelemahan.”
(Imam Al Ghazali)

“Yang paling besar di bumi ini bukan gunung dan lautan, melainkan
hawa nafsu yang jika gagal dikendalikan maka kita akan menjadi
penghuni neraka.”
(Imam Al Ghazali)

Terimalah alasan yang benar, sekalipun itu dari pihak lawan

Jangan segan-segan kembali kepada yang benar, manakala terlanjur salah dalam
memberikan keterangan

Hendaklah seseorang menerima masalah-masalah yang dikemukakan oleh


muridnya.

Berikan contoh dan teladan yang baik kepada murid dengan melaksanakan perintah
agama dan meninggalkan larangan agama, agar demikian apa yang engkau katakan
mudah diterima dan diamalkan oleh murid.

Dengarkan dan perhatikan segala yang dikatakan oleh ibu-bapak-mu, selama itu
masih dalam batas-batas agama.

Selalulah berusaha mencari keridhaan orang tuamu.

Bersikaplah sopan-santun, ramah-tamah dan merendah diri terhadap orang tuamu.

Bila mencari teman untuk mencapai kebahagian akhirat, maka perhatikanlah benar-
benar urusan agamanya. Dan bila mencari teman untuk keperluan duniawi, maka
perhatikanlah ia tentang kebaikan budi pekertinya.

Sabar dan tabahlah dalam menghadapi segala persoalan.


Besikaplah lemah-lembut dan sopan-santun dengan menundukkan kepala.
Janganlah sombong terhadap sesama mahluk, kecuali terhadap mereka yang zalim.

Bersikap tawadhulah dalam segala bidang pergaulan.

Janganlah suka bergurau dan bercanda

Bersikap lemah-lembut terhadap murid dan hendaklah dapat menyesuaikan diri


atau mengukur kemampuan murid.

Hendaklah sabar dan teliti dalam mendidik muridnya yang kurang cerdas.

Jangan berkeberatan menjawab: “aku kurang mengerti”, jika memang belum


mampu menjawab sesuatu masalah.

Pusatkanlah perhatian kepada murid yang sedang bertanya, dan pahamilah benar isi
pertanyaanya.

Cepat-cepatlah memenuhi panggilan agama.

Jauhilah larangan-larangan agama.

Janganlah menentang terhadap takdir Allah SWT.

Berpikirlah selalu tentang nikmat-nikmat dan keagungan-Nya.

Menangkanlah yang hak dan gugurkanlah yang batil.

Begadang mata untuk kepentingan selain Wajah-Mu adalah sia-sia. Dan tangisan
mereka untuk sesuatu yang hilang selain-Mu adalah kebatilan, dan hiduplah
sesukamu karena toh kamu ‘pasti’ akan mati juga.

Cintailah orang sesukamu sebab kamu toh akan berpisah dengannya, dan berbuatlah
sesukamu karena sesungguhnya kamu ‘pasti’ akan menuai ganjarannya.

Rendahkanlah hatimu kepada Allah SWT.

Sesalilah segala perbuatan yang tercela dan merasa malulah dihadapan Allah SWT.

Hindarilah segala tipu-daya yang tidak terpuji dalam mencari nafkah,


dengan penuh keyakinan bahwa Allah SWT selalu melimpahkan
karunia-Nya, disegala usaha kebaikan apapun sertailah dengan tawakal
kepada-Nya.

“Sekalipun kamu belajar selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab,kamu
tidak akan mendapatkan rahmat Allah tanpa beramal :
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya.”
(QS. An-Najm [53] : 39)
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(QS. Al-Kahfi [18] : 110)

(Imam Al Ghazali)
“Orang yang beriman selalu menyembunyikan apa yang ada padanya. Jika lisannya
terlanjur mengucapkan sesuatu yang kurang baik, maka ia segera memperbaiki
ungkapan yang diucapkan itu. Berusahalah menutupi apa yang telah lahir, dan
mohon kemaafan.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Janganlah kamu menghendaki kelebihan dan kekurangan. Janganlah mencari


kemajuan dan kemunduran. Sebab ketentuan telah menetapkan bagian masing².
Setiap orang di antara kamu, tidak diwujudkan melainkan telah ditentukan catatan
mengenai pengalaman hidupnya secara khusus.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Jika dunia dan akhirat datang melayanimu, dengan tanpa susah payah, ketuklah
pintu Tuhanmu dan menetaplah di dalamnya. Bila kamu telah menetap di dalamnya,
akan jelaslah bagimu seperti “buah fikiran.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Janganlah engkau menuntut imbuhan atas amal perbuatanmu, baik keduniaan


maupun keakhiratan. Janganlah kamu mencari nikmat, carilah Zat yang memberimu
nikmat. Carilah tetangga sebelum mendapatkan rumah. Dialah Zat yang
mewujudkan segala sesuatu, Zat yang mengaturkannya dan yang wujud sesudah
segala sesuatu.

Saudaraku, Janganlah kamu termasuk golongan orang² yang apabila diberi nasehat,
tidak mau menerima, dan jika mendengar nasehat tidak mau mengamalkannya.
Ketahuilah, bahwa agamamu akan (terhapus) hilang disebabkan empat perkara:
1. Kamu tidak mengamalkan apa yang telah kamu ketahui.
2. Kamu mengamalkan apa yang tidak kamu ketahui.
3. Kamu tidak mau berusaha mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, sehingga
tetap bodoh.
4. Kamu melarang manusia untuk berusaha mengetahui apa yang mereka tidak
mengetahuinya..”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Kepada mereka yang fasik, takutlah kepada orang yang beriman. Jangan bergaul
dengan dia, selagi kamu masih bergelimang dengan kemaksiatan yang keji. Sebab,
orang² mukmin, dengan cahaya Illahi, mengetahui apa yang ada dalam dirimu.
Mereka mengetahui syirik dan munafikmu dengan melihat tindakan dan gejolak
yang ada di balik dirimu. Mereka melihat cela dan aibmu. Barangsiapa tidak
mengetahui tempat keberuntungan, lalu dia jelas tidak akan beruntung. Jika
demikian, berarti berubah akalmu, dan teman-temanmu pun berubah akal pula.

Sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya; “Takutlah kamu dengan firasat
seorang mukmin. Sebab ia memandang sesuatu dengan cahaya Illahi.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Para kekasih Allah (aulia) terhadap makhluk adalah buta, tuli dan bisu. Jika hati
mereka telah dekat kepada Allah Azza Wajalla, maka mereka tidak mendengar dan
melihat selain-Nya. Mereka berada pada kedudukan antara Al-Jalal dan Al-Jamal,
tidak berpaling ke kanan ataupun kiri. Bagi mereka tidak ada belakang, yang ada
hanyalah depan. Manusia, jin, malaikat dan makhluk yang lain melayani mereka.

Demikian pula hukum dan ilmu. Karunia (fadhal) merupakan santapan dan
penyegarnya. Mereka makan dari fadhal-Nya dan minum susu-Nya. Mereka minum,
mereka merasa bising terhadap suara-suara manusia, tetapi mereka tinggal
bersama-dengannya (makhluk). Mereka menyuruh makhluk melaksanakan perintah
Allah SWT, mencegah makhluk dari mengerjakan larangan-larangan-Nya, sebagai
penerus ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Merekalah pewaris yang
sebenarnya.

Para kekasih Allah itu tidak pernah bertindak dan bersikap demi diri dan nafsunya
sendiri. Mereka mencintai sesuatu karena Allah Azza Wajalla dan membenci sesuatu
juga karena-Nya. Semuanya demi Dia, tidak ada bagian yang diberikan kepada
selain-Nya.

Firman Allah SWT, yang artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama” (Q.S. Fathir :28).”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Terimalah nasib dengan zuhud, tidak dengan kebencian. Orang yang makan sambil
menangis tidak sama dengan orang yang makan sambil ketawa, dalam menerima
segala ketentuan-Nya. Senantiasalah hatimu dengan Allah Azza Wajalla. Berserah
dirilah atas keburukan nasib. Kamu makan sesuatu yang diberikan oleh tabib dan
sesuai dengan obatnya adalah lebih baik daripada makan sesuatu yang kamu sendiri
tidak mengetahui asal usulnya. Selama hatimu keras terhadap amanat, maka
hilanglah rahmat darimu, dan hilanglah pula segala yang ada padamu. Hukum²
syariat itu amanat yang dibebankan kepadamu, sedangkan kamu meninggalkan dan
mengkhianatinya. Tidak berguna lagi jika amanat telah lenyap dari hatimu.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Andaikata tanpa karunia Allah Azza Wajalla, mana mungkin orang berakal
mentadbir negara, bergaul dengan para penghuninya, yang telah dilanda sifat riak,
nifak, zalim bergelimang syubhat dan haram. Benar telah tersebar kekufuran, Ya
Allah. Kami mohon pertolongan kepada-Mu dari kefasikan kelancangan. Telah
banyak kelemahan melanda para zindik. Sungguh telah ku bongkar rahasia rumah
kamu. Tetapi aku mempunyai dasar yang memerlukan pembina. Aku mempunyai
anak-anak yang memerlukan pendidikan. SEANDAINYA KU UNGKAP SEBAGIAN
RAHASIAKU, tentu hal ini merupakan pangkal perselisihan antara aku dengan
kamu..”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Nasehatilah dirimu terlebih dahulu, kemudian baru orang lain. Kamu harus
memelihara nafsumu. Jangan kamu mengira kesalahan orang lain sebab, dirimu
masih memerlukan perbaikan. Adakah kamu tau bagaimana cara membersihkan
orang lain? Bagaimana menonton orang lain? Padahal yang dapat memimpin
manusia adalah orang² yang awas. Hanya perenang ulung yang dapat
menyelamatkan orang lain yang tenggelam dalam lautan. Hanya orang yang
mengetahui Allah yang dapat mengarahkan umat manusia ke arah jalan-Nya.
Tidaklah ucapan yang diperlukan untuk berbakti kepada Allah Swt melainkan
perbuatan nyata.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Nafsu seseorang selalu menentang dan membangkang. Maka


barangsiapa ingin menjadikannya baik, hendaklah ia bermujahadah,
berjuang melawannya, sehingga terselamatkan dari kejahatannya. Hawa
nafsu semuanya adalah keburukan dalam keburukan, namun apabila
telah terlatih dan menjadi tenang, berubahlah ia menjadi kebaikan di
dalam kebaikan.”

↑ (Syeh Abdul Qodir Jaelani) ↑


Dipetik Dari Buku: Al-Fath Ar-Rabbani (Hakikat Pengabdian), Wallahu A’lam.

“Syirik itu terdapat pada lahir maupun batin. Syirik lahir adalah menyembah berhala
sedangkan syirik batin adalah berpegang kepada makhluk dan memandang mereka
dapat memberi kemudaratan dan manfa’at.”

Wahai anak; “Janganlah kamu menuntut sesuatu kepada seseorang. Jika kamu
mampu untuk memberi dan tidak mengambil (mencuri) maka lakukanlah. Jika
kamu mampu melayani dan kamu tidak minta dilayani oleh orang lain maka
lakukanlah.”

“Jadikanlah akhiratmu sebagai modalmu dan jadikan duniamu sebagai


keuntunganmu. Gunakanlah seluruh waktumu untuk menghasilkan akhiratmu. Lalu
apabila dari waktumu itu ada sedikit yang masih tersisa maka gunakanlah untuk
berusaha dalam urusan duniamu dan mencari penghidupanmu.”
“Mudah-mudahan umat Islam diselamatkan dari bencana alam selama dia masih
mau mendo’akan saudaranya yang seiman.”

“Yang paling beruntung adalah mereka yang mampu ikhlas mulai dari awal hingga
akhirnya.”

“Berpikirlah, bahwasanya sesuatu yang kamu cintai di dunia ini tidak akan kekal
selamanya. Tidak abadi dan pasti fana. Jika kamu telah menyadari hal ini, maka
kamu tidak akan melupakan-Nya walaupun sekejap.”

“Sesungguhnya bencana terhadapmu bukan untuk menghancurkanmu melainkan


sesungguhnya akan mengujimu, mengesahkan kesempurnaan imanmu dan
menguatkan dasar kepercayaanmu dan memberikan kabar baik ke dalam batinmu.”

“Orang itu dikatakan dekat dengan Allah selama dia meluangkan


waktunya untuk berdzikir setiap hari.”

“Selama hidup di dunia ini, yang terbaik adalah menyelamatkan hati


dari buruk sangka.”

Jika bertemu dengan orang kafir, maka katakanlah (dalam hatimu) :


“Aku tidak tahu bagaimana keadaannya kelak, bisa jadi di akhir
usianya dia memeluk agama islam dan beramal saleh. Dan bisa jadi di
akhir usia, diriku kufur dan berbuat buruk.”

Jika bertemu dengan seorang yang bodoh, maka katakanlah (dalam


hatimu) : “Orang ini bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
karena dia bodoh (tidak tahu), sedangkan aku bermaksiat kepada-Nya
padahal aku mengetahui akibatnya. Dan aku tidak tahu bagaimana
akhir umurku dan umurnya kelak. Dia tentu lebih baik dariku

Jika bertemu orang tua, maka ucapkanlah (dalam hatimu) :


“Dia telah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jauh lebih
lama dariku, tentu dia lebih baik dariku.”

Jika bertemu dengan seorang yang berilmu, maka ucapkanlah (dalam


hatimu) : “Orang ini memperoleh karunia yang tidak akan kuperoleh,
mencapai kedudukan yang tidak akan pernah kucapai, mengetahui
apa yang tidak kuketahui dan dia mengamalkan ilmunya, tentu dia
lebih baik dariku.”

Jika engkau bertemu dengan seseorang, maka yakinilah bahwa dia


lebih baik darimu. Ucapkan dalam hatimu : “Bisa jadi kedudukannya
di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, jauh lebih baik dan lebih tinggi
dariku”
jika bertemu anak kecil, maka ucapkanlah (dalam hatimu) : “Anak ini
belum bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan
diriku telah banyak bermaksiat kepada-Nya. Tentu anak ini jauh lebih
baik dariku.”

Hai yang ternoda karena ketamakannya….andaikata kau bersama


penghuni bumi bersatu untuk mendatangkan sesuatu yang bukan
bagianmu, maka kalian semua tidak akan mampu mendatangkannya.
Oleh karena itu tinggalkanlah rasa tamak untuk mencari sesuatu
(rezeki) yang telah ditetapkan untukmu, maupun yang tidak
ditetapkan untukmu. Apakah pantas bagi seorang yang berakal untuk
menghabiskan waktunya memikirkan sesuatu yang telah selesai
pembagiannya….?

Wahai Allah…Dzat yang mengetahui Kelemahanku dari memuji-


Mu,…Aku memohon kehadirat-Mu…. sesempurna orang yang memuji-
Mu,…Engkau bukakan haqeqat-haqeqat Asmamu & Sifat-Mu,…..dan
kenalkan aku melalui Kesempurnaan-Mu yang Maha lembut.

“Bantulah orang fakir dengan sebagian harta kalian. Jangan pernah


menolak pengemis, padahal kalian mampu memberikan sesuatu
untuknya baik sedikit maupun banyak. Raihlah kasih sayang Allah
dengan pemberian kalian. Bersyukurlah kepada Allah yang telah
membuat kalian mampu memberi. Jika pengemis adalah hadiah dari
Allah, sementara kalian mampu memberinya, mengapa kalian
menolak hadiah itu?! Bohong kalau kalian mendengar nasehat dan
menangis di hadapanku, tapi saat orang datang meminta uluran
tangan, kalian malah membiarkannya. Itu menunjukkan bahwa
tangisan kalian bukan karena Allah.”

(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

Dunia Adalah Ladang dan Akhirat Adalah Tempat Tinggal :


“Wahai muridku, jangan jadikan apa yang kamu makan dan minum,
yang kamu pakai, yang kamu nikahi dan berkumpul dengannya sebagai
tujuan dan cita-cita. Semuanya adalah dorongan hasrat dan hawa nafsu.
Tujuan dan cita-cita hati adalah Allah al-Haq. Maka jadikanlah Allah dan segala yang
ada pada-Nya sebagai tujuan dan cita-citamu. Dunia ada penggantinya yaitu akhirat.
Makhluk ada penggantinya yaitu al-Khaliq.
Segala sesuatu yang kamu tinggalkan didunia, akan engkau dapati
pengganti yang lebih baik didalam kehidupan yang akan datang.
Anggaplah bahwa masih tersisa umur sampai hari ini, bersiaplah untuk
kehidupan akhirat, karena kesempatan itu akan hilang dengan
datangnya malaikat Izrail pencabut nyawa.
Dunia adalah ladang dan tempat singgah bagi manusia, dan akhirat adalah tempat
diam. Jika semangat dari Allah telah datang, maka keduanya (dunia dan akhirat)
akan tertutupi. Sehingga dia akan berdiri diantara keduanya, tidak kepada dunia dan
tidak kepada akhirat.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

Hidup di Dunia Bagai Berteduh Di Bawah Pohon :


Rosulullah Saw tidur diatas sebuah tikar, ketika beliau bangun tampak
bekas tikar itu di pinggangnya. Kemudian kami berkata: “Wahai
Rosulullah bagaimana seandainya kami membuatkan kasur (alas tidur
yang empuk) untuk anda?” Maka Beliau bersabda: “Apalah artinya dunia
ini bagiku? Aku didunia ini hanyalah bagaikan seorang pengendara yang
berteduh dibawah sebuah pohon kemudian pergi dan
meninggalkannya.”
(HR. Tirmidzi)

Dunia Ini Tidak Berharga :


Rosulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya dunia ini dilaknat (dibenci karena tidak
berharga) dan dilaknat (pula) apa yang ada didalamnya kecuali dzikir kepada Allah
dan segala yang mendekatkan kepada-Nya, orang alim dan orang yang menuntut
ilmu.”
(HR. Tirmidzi)

Dunia di Tangan Bukan di Hati :


“Dunia boleh saja ditanganmu atau berada disakumu untuk engkau simpan dan
pergunakan dengan niat yang baik. Tetapi jangan meletakkannya didalam hati.
Engkau boleh menyimpannya diluar pintu (hati), tetapi jangan memasukkannya ke
dalam pintu. Karena hal itu, tidak akan melahirkan kemuliaan bagimu.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

firman Allah Swt: “Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah senda


gurau, permainan dan perhiasan”
Senda gurau, permainan, dan perhiasan bagi anak kecil yang bodoh,
bukan untuk orang-orang dewasa yang memiliki akal sehat. Aku telah
memberitahukan bahwa dunia hanya untuk orang yang bodoh yang tidak
berakal sehat. Dan aku juga telah memberitahukan bahwa kalian
diciptakan bukan untuk permainan dan sibuk dengan dunia dengan
melupakan akhirat. Apabila engkau mengambil bagian dunia dengan
hawa nafsu, keinginan, dan syahwat, maka apa yang engkau dapat
darinya hanya berupa ular, kalajengking, dan racun. Sibukkanlah dirimu
dengan akhirat, kembalikan hatimu untuk dekat dengan-Nya. Sibuklah
dengan-Nya, setelah itu barulah engkau ambil apa saja yang datang
kepadamu (dunia), melalui tangan kemurahan-Nya.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

Allah Tidak Memandang Dunia Karena Tidak Berharga :


Nabi Saw bersabda: “Sejak Allah menciptakan dunia, Dia tidak pernah
memandangnya.” Hasan ra mengatakan bahwa maksudnya; Allah Swt
tidak pernah memandangnya dengan pandangan rahmat-Nya karena
kebencian-Nya. Sungguh dunia itu merupakan hijab (penghalang) yang
besar. Dengan ujian dunia akan terbukti manakah orang yang bersih dan
manakah orang yang cacat. Orang yang masih terdapat cinta dunia
didalam hatinya tidak akan bisa sampai pada kelezatan bermunajat
kepada-Nya. Karena cinta dunia itu berlawanan dengan Allah dan
berlawanan dengan sesuatu yang dicintai-Nya.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Kefakiran adalah tidak punya sesuatu yang di butuhkan, dan jika tidak
membutuhkan sesuatu maka dinamakan kaya.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

”Jika kamu mengerti makna suatu kefakiran, maka semua yang ada
selain Allah adalah fakir, karena membutuhkan sesuatu, dan hanya
Allah sendiri yang kaya, karena Allah tidak membutuhkan sesuatu
pertolongan dari makhluk siapapun.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

“Semua yang ada tentu ada yang mengadakan, adapun yang mengadakan itu Dia-lah
Allah Ta’ala, selain Dia adalah makhluk dan makhluk selalu membutuhkan, karena
itu setiap makhluk adalah fakir: renungkan, Allah berfirman yang artinya:

“Allah itu kaya dan kamu sekalian adalah fakir”


(QS. Muhammad: 38)

Ini adalah fakir secara mutlak, fakir secara keseluruhan, namun yang kita
maksudkan disini adalah fakir harta benda.

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fakir, karena memang dia tidak membawa
apa apa ketika dilahirkan, namun dalam mencari harta setiap orang dapat dilihat
dari lima kriteria :

Pertama :
Apa bila dia diberi harta dia tidak suka, dia tidak mengambil harta itu dan benci,
karena dia menjaga dirinya dari kejahatan harta dan bahayanya, orang seperti ini di
namakan orang zuhud, yaitu orang yang memandang harta sama seperti batu dan
tanah dan ini adalah tingkatan tertinggi.

Kedua :
Dia tidak gemar terhadap harta dan tidak pula membencinya, dia zuhud apa bila
memperoleh harta, orang seperti ini di namakan orang yang ridho.

Ketiga :
Dia suka kepada harta dari pada tidak ada, tetapi kesukaannya itu tidak sampai
membuat dia jadi rakus yang selalu kurang dan ingin bertambah, dia mau
mengambil harta itu jika harta itu tidak syubhat dan halal secara mutlak, orang yang
seperti ini di namakan orang yang qona’ah, yaitu orang yang menerima dengan ridho
apa yang ada ditangannya sendiri, apa yang telah dimiliki,
Keempat :
Dia tidak punya harta lantaran lemah dan tak bisa mencarinya, dan seandainya
masih mampu tentu di carinya sekalipun berpayah-payah, dia akan selalu sibuk
mencarinya, orang seperti ini sekalipun tak punya harta, tergolong orang yang rakus
dan tercela.

Kelima :
Yang dibutuhkan itu benar benar sangat dibutuhkan, seperti orang dalam keadaan
lapar dan tak punya pakaian, maka mencari harta dalam keadaan seperti ini
sekalipun sangat ingin, bukan di namakan cinta harta, karena yang tidak di miliki
memang sangat di butuhkan.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

”Wahai hamba Allah, yang disebut kerja keras itu bukan terletak pada kekesatan
pakaianmu dan makananmu, kerja keras adalah terletak pada sikap zuhud hatimu.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

Wahai hamba Allah, jagalah nikmat itu dengan bersyukur, terimalah perintah-Nya
dengan membuka telinga, terimalah kesulitan dengan kesabaran dan kemudahan
dengan syukur, karena demikianlah keadaan orang orang terdahulu, seperti para
Rasul dan orang shalih, mereka selalu bersyukur terhadap nikmat yang diberikan
kepadanya dan mereka selalu bersabar atas musibah dan kesulitan yang sedang
menimpa dirinya.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

”Sabar adalah suatu ketentuan, daya positif yang mendorong jiwa untuk menunaikan
kewajiban, selain itu sabar adalah suatu kekuatan.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

”Wahai hamba Allah, terkadang Allah Ta’ala menjelaskan hukuman di dunia ini
dengan memberikan ujian dan cobaan yang berbagai bentuk, seperti cobaan jasmani
dan rohani yang berupa panyakit, kecelakaan, sakit ,gelisah, duka cita, rasa tidak
aman, kehilangan harta kekayaan, kebakaran, di curi orang, dan kematian.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

“Ujian dan cobaan yang menimpa manusia itu ada dua penyebab, yaitu:
Disebabkan kedurhakaan terhadap Allah oleh manusia itu sendiri
sebagai balasan untuk menghapus dosa kedurhakaanya itu sendiri, dan
agar manusia menjadi sadar atas kedurhakaanya itu.
Karena takdir Allah sendiri untuk menguji hamba-Nya dan kelak di
akhirat akan di ganti dengan rahmat dan keridhaan-Nya, kalau yang di
uji itu bersabar dan tawakal kepada-Nya.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

”Cahaya adalah hidayah Allah kepada manusia untuk mengenal-Nya,


mengenal Rasul-Nya, serta mengetahui dan mengamalkan ajaran ajaran-
Nya, perintah-Nya dilaksanakan dan larangan-Nya di tinggalkan jauh
jauh.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]

Wahai manusia, zuhudlah di dunia dan ambillah bagian-bagianmu yang kamu


peroleh dari dunia dengan tangan takwa dan wara’ lalu carilah akhirat dan
beramallah kamu untuk akhiratmu, sadarkanlah jiwamu dan taatlah kamu kepada
Allah Ta’ala, nasehatilah jiwamu terlebih dahulu untuk mengabdi kepada-Nya, lalu
nasehatilah orang-orang selain kamu, bagaimana jadinya kalau kamu memperbaiki
orang lain sedang kamu sendiri buta ?!

Yang penting bagi kamu adalah, mendidik hatimu untuk selalu berbuat baik, tiada
guna lidahmu mengajak orang lain, jika dalam hatimu masih bersarang kotoran dan
dosa syirik, bagaimana manusia akan mengikuti ucapanmu, jika dalam hatimu
penuh dengan noda dosa ?!

“Kamu jangan seperti orang munafik, orang yang tidak jujur dan tidak sesuai dengan
apa yang ada dalam hatinya dengan apa yang di ucapkannya, obatilah hatimu yang
sakit sebelum kamu mengobati orang lain.”

“Janganlah kamu menjadi orang yang berlisan syukur, tetapi hatimu


berpaling dari hak yang datang kepadamu, memang demikianlah
kebanyakan orang.”

“Orang mukmin adalah orang yang tidak mau mengikuti kemauan hawa nafsunya
dan hawa setan, jadikanlah hidup di dunia untuk mencari bekal buat akhirat, dan
dalam setiap waktunya selalu dipergunakan untuk mengabdi dan beribadah kepada-
Nya.”

Wahai hamba Allah, jagalah ketakwaan dan jagalah syari’at, siapkan dirimu untuk
menekan kemauan nafsu,

Allah telah berfirman kepada Nabi dan para Rasul untuk menyampaikan
berita gembira dan kabar ancaman !

”Dimanakah rasa syukur dari kamu wahai orang yang berpaling dari Allah ? wahai
orang yang melihat nikmat datang dari selain Allah ? adakalanya kamu melihat
nikmat itu datang dari selain Allah, suatu saat nanti kamu akan datang menghadap-
Nya dan kamu akan melihat kesombonganmu sendiri.“

“Suatu kaum itu disibukkan untuk memberi kepada makhluk. Mereka


mengambil dan memberi. Mengambil dari karunia dan rahmat Allah dan
memberikan kepada fakir dan miskin yang ditimpa kesempitan.
Mereka tunaikan hutang orang yang berhutang yang tiada kuasa untuk melunasinya.
Mereka adalah raja-raja, bukan raja-raja dunia, karena raja-raja dunia itu
mengambil dan tidak memberi, sedangkan kaum itu mengutamakan orang lain dan
menunggu-nunggu orang yang tidak hadir.
Mereka mengambil dari tangan Allah bukan tangan makhluk. Usaha
anggota badan mereka untuk makhluk, sedangkan usaha hati mereka
untuk mereka sendiri. Mereka berinfak (memberikan harta) itu karena
Allah bukan karena hawa nafsu, bukan karena pujian dan sanjungan.
Tinggalkan kaum yang sombong terhadap Allah dan terhadap makhluk, karena
sombong itu termasuk sifat orang-orang pemaksa yang mana mereka [kelak]
dibenamkan ke dalam neraka jahanam. Apabila kamu marah kepada Allah maka
kamu sombong kepada-Nya.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Janganlah kamu melihat amalmu, walaupun anggota-anggota badanmu bergerak


untuk amal dan hatimu beserta Zat yang mana amal itu ditujukan kepada Allah.
Apabila hal ini sempurna bagimu maka hatimu menjumpai mata yang dapat
melihat. Makna menjadi bentuk, yang ghaib menjadi hadir, berita menjadi terang.
Hamba apabila baik karena Allah maka Dia bersamanya dalam semua keadaan. Dia
mengubahnya, menggantikannya dan memindahkannya dari satu keadaan kepada
keadaan yang lain.
Seluruhnya menjadi berarti, seluruhnya menjadi keimanan, keyakinan,
pengetahuan, pendekatan dan kesaksian. Seluruhnya menjadi siang tanpa malam,
sinar tanpa gelap, jernih tanpa keruh, hati tanpa nafas, rahasia tanpa kasar, fana
tanpa wujud, ghaib tanpa hadir.
Seluruhnya menjadi kitab ghaib dari mereka dan dirinya. Seluruh ini pangkalnya
adalah jinak kepada Allah sehingga kejinakan ini sempurna antara kamu dan Allah.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Makhluk dan Khaliq tidak berkumpul. Dunia dan akhirat juga tidaklah berkumpul
dalam satu hati. Ada kalanya makhluk dan ada kalanya Khaliq di hatimu. Ada
kalanya dunia dan ada kalanya akhirat. Ada kalanya terbayang bahwa makhluk ada
di lahirmu sedang Khaliq di hatimu. Dunia di tanganmu sedang akhirat di hatimu.
Adapun di dalam hati, kedua-duanya tidak berkumpul. Lihatlah kepada jiwamu dan
pilihkan untuknya, jika ia menghendaki dunia maka keluarkanlah akhirat dari
hatimu. Jika ia menghendaki akhirat maka keluarkanlah dunia dari hatimu. Jika ia
menghendaki Tuhan maka keluarkanlah dunia dan akhirat dan apa yang selain-Nya
dari hati.
Selagi di dalam hatimu masih ada sebesar semut yang selain Allah, maka kamu tidak
melihat dekatnya Allah di sisimu, dan tidak bangkit kejinakan dan ketenangan
kepada-Nya. Selagi di dalam hatimu masih ada dunia sebesar semut kecil, maka
kamu tidak melihat akhirat di hadapanmu. Dan selagi di dalam hatimu terdapat
akhirat sebesar semut kecil, maka kamu tidak melihat dekat kepada Allah.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

Puasanya Orang Zuhud & Puasanya Orang Arif :


“Orang yang zuhud itu berpuasa dari makan dan minum, sedangkan
orang yang arif itu berpuasa tanpa diketahui.
Puasa orang zuhud itu siang hari, sedangkan puasa orang arif itu siang dan malam.
Ia tidak berbuka dari puasanya sehingga ia bertemu Tuhan-nya.
Orang yang arif itu puasa tahunan, selalu demam. Puasa tahunan dengan
hatinya, demam dengan rahasianya, dan ia tau bahwa sembuhnya itu
adalah dengan bertemu Tuhan-nya dan dekat kepada-Nya.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Lelah itu selama kamu berkemauan untuk menuju dan berjalan kepada-
Nya. Apabila kamu telah sampai dan habis jarak perjalananmu dan kamu berada di
dalam rumah dekat dengan Tuhanmu maka hilanglah beban itu.
Maka tetaplah terhibur dengan-Nya yang berada di dalam hatimu, dan kamu akan
bertambah sehingga kamu mengambil sesuatu di samping-Nya. Mulanya kamu kecil
kemudian menjadi besar. Apabila kamu sudah besar maka hati penuh dengan Allah,
maka tidak ada jalan dan tidak ada sudut bagi hati untuk selain-Nya.
Jika kamu ingin sampai kepada ini, maka jadilah kamu mengikuti perintah-Nya,
mencegah segala larangan-Nya, berserah diri kepada-Nya dalam kebaikan dan
keburukan, kaya dan miskin, mulia dan hina.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

“Terkadang kamu meminta pertolongan kepada-Nya dengan menentang-


Nya.”

“Penyesalan: perbaikilah hatimu, karena jika hati telah baik, segala


tingkah lakumu akan menjadi baik.”

”Hati yang baik itu karena adanya takwa dan tawakal kepada Allah
Ta’ala, bertauhid kepada-Nya dan ikhlas dalam beramal serta yakin akan
kerusakan semua itu apa bila tidak ada tindakan-tindakan tersebut.“
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)

Anda mungkin juga menyukai