“Kaji dan dalamilah sebelum engkau menduduki jabatan, karena kalau engkau telah
mendudukinya, maka tidak ada kesempatan bagimu untuk mengkaji dan
mendalaminya.”
(Imam Syafi’i)
”Pekerjaan terberat itu ada tiga: Sikap dermawan di saat dalam keadaan sempit,
Menjauhi dosa di kala sendiri, Berkata benar di hadapan orang yang ditakuti.“
(Imam Syafi’i)
”Pilar kepemimpinan itu ada lima : perkataan yang benar, menyimpan rahasia,
menepati janji, senantiasa memberi nasehat dan menunaikan amanah.“
(Imam Syafi’i)
“Orang yang mengkaji ilmu faraid, dan sampai pada puncaknya, maka akan tampil
sebagai sosok orang yang ahli berhitung. Adapun ilmu hadits, itu akan tampak nilai
keberkahan dan kebaikannya pada saat tutup usia. Adapun ilmu fiqih, itu
merupakan ilmu yang berlaku untuk semua kalangan baik muda maupun yang tua,
karena fiqih merupakan dasar dari segala ilmu.”
(Imam Syafi’i)
“Jika ada seorang yang ingin menjual dunia ini kepadaku dengan nilai harga
sekeping roti, niscaya aku tidak akan membelinya.”
(Imam Syafi’i)
“Kulupakan dadaku dan kubelenggu penyakit tamakku, karena aku sadar bahwa sifat
tamak bisa melahirkan kehinaan.”
(Imam Syafi’i)
“Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung -
bahayanya- kebodohan.”
(Imam Syafi’i)
“Berapa banyak manusia yang masih hidup dalam kelalaian?, sedangkan kain
kafannya sedang di tenun.”
(Imam Syafi’i)
“Orang yang berilmu dan beradab, tidak akan diam di kampung halaman, tinggalkan
negerimu, merantaulah ke negeri orang.”
(Imam Syafi’i)
“Betapa aku senang, jika semua ilmu yang aku ketahui dimengerti oleh
semua orang, maka dengannya aku mendapat pahala, meskipun mereka
tidak memujiku.”
(Imam Syafi’i)
“Jangan mencintai orang yang tidak mencintai Allah. Kalau dia berani meninggalkan
Allah, apalagi meninggalkan kamu.”
(Imam Syafi’i)
“Biarlah mereka bersikap bodoh dan menghina, dan tetaplah kita bersikap santun.
Gaharu akan semakin wangi ketika disulut api.”
(Imam Syafi’i)
“Silahkan hina diriku sepuas kalian, aku akan tetap diam saja. Bukannya
aku tidak punya jawaban, tapi singa selalu tidak akan membalas
gonggongan anjing.”
(Imam Syafi’i)
“Banyak orang yang telah meninggal, tapi nama baik mereka tetap kekal.
Dan banyak orang yang masih hidup, tapi seakan mereka orang mati
yang tak berguna.”
(Imam Syafi’i)
“Kemuliaan diri (marwah) itu rukunnya ada 4: Akhlak yang baik, dermawan, rendah
hati dan taat beribadah.”
(Imam Syafi’i)
“Do’a di saat tahajud adalah umpama busur panah yang melesat tepat mengenai
sasaran.”
(Imam Syafi’i)
“Kamu seorang manusia yang dijadikan dari tanah dan kamu juga akan disakiti
(dihimpit) dengan tanah.”
(Imam Syafi’i)
“Perbanyakkan menyebut Allah daripada menyebut makhluk .
Perbanyakkan menyebut akhirat daripada menyebut dunia.”
(Imam Syafi’i)
“Bumi Allah amatlah luas namun suatu saat apabila takdir sudah datang
angkasapun serasa sempit.”
(Imam Syafi’i)
“Aku mampu berhujah dengan 10 orang berilmu, tapi aku akan kalah pada 1 orang
yang jahil karena ia tidak tahu akan landasan ilmu.”
(Imam Syafi’i)
“Ilmu itu seperti air. Jika ia tidak bergerak: maka ia akan menjadi keruh lalu
membusuk.”
(Imam Syafi’i)
“Tak akan sempurna (akal) seorang laki-laki, kecuali dengan empat hal;
beragama, amanah, pemeliharaan dan penjagaan diri, serta ketenangan
dan ketabahan.”
(Imam Syafi’i)
“Keridhaan semua manusia adalah satu hal yang mustahil untuk dicapai,
dan tidak ada jalan untuk terselamatkan dari lidah mereka, maka
lakukanlah apa yang bermanfaat untuk dirimu dan berpegang teguhlah
dengannya.”
(Imam Syafi’i)
“Tidak ada seorangpun yang hidup dengan tanpa adanya orang yang
dicintai dan orang yang dibenci, kalau memang demikian realitasnya,
maka hendaknya ia senantiasa bersama orang-orang yang taat kepada
Allah Swt.”
(Imam Syafi’i)
“Orang yang pandai akan bertanya tentang apa yang ia ketahui dan tidak
ia ketahui. Dengan menanyakan apa yang ia ketahui, maka ia akan
semakin mantap, dan dengan menanyakan apa yang belum ia ketahui,
maka ia akan menjadi tahu. Sementara orang bodoh itu meluapkan
kemarahannya karena -sulitnya- ia belajar, dan ia tidak menyukai
pelajaran.”
(Imam Syafi’i)
“Orang yang berakal adalah mereka yang dapat menjaga dirinya dari
segala perbuatan tercela.”
(Imam Syafi’i)
“Sebuah keterlambatan tak akan mengurangi rizkimu. Dan rizkimu pun tak akan
bertambah dengan kepayahan badanmu.”
(Imam Syafi’i)
”Tiada kesusahan yang kekal, tiada kegembiraan yang abadi, tiada kefakiran yang
lama, tiada kemakmuran yang lestari.“
(Imam Syafi’i)
“Apabila sikap hatimu selalu rela dengan apa yang ada maka tak ada
perbedaan bagimu antara dirimu sendiri dan para hartawan.”
(Imam Syafi’i)
”Jika engkau melihat seseorang berjalan di atas air dan bisa terbang di udara, maka
janganlah kehebatan itu menjadikan engkau lengah dan terheran-heran kepadanya,
sampai engkau mengetahui secara persis atas apa yang di kerjakannya itu
berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.“
(Imam Syafi’i)
“Kepandaian itu ada dalam masalah agama, bukan dalam masalah keturunan, kalau
saja kepandaian diukur dalam masalah keturunan, maka tak ada satu orang pun
yang cakap seperti Fatimah putri Rasulullah Saw dan putri-putri beliau yang lain.”
(Imam Syafi’i)
“Besarnya rasa takut itu sesuai dengan kapasitas ilmunya. Tiada seorang alim pun
yang ia takuti kecuali kepada Allah Swt. Yang merasa aman akan marah Allah Swt,
dialah si-jahil. Yang merasa takut akan marah Allah Swt, dialah si-arif.”
(Imam Syafi’i)
♥
“Kita tidak akan sanggup mengekang amarah dan hawa nafsu secara keseluruhan
hingga tidak meninggalkan bekas apapun dalam diri kita. Namun jika mencoba
untuk mengendalikan keduanya dengan cara latihan dan kesungguhan yang kuat,
tentu kita akan bisa.”
(Imam Al Ghazali)
“Belum pernah saya berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwa saya
sendiri, yang kadang-kadang membantu saya dan kadang-kadang menentang saya.”
(Imam Al Ghazali)
“Teman yang sesungguhnya itu adalah ketika kamu memintanya untuk mengikuti
kamu, dia tidak bertanya kemana atau dimana, namun segera beranjak dan pergi.”
(Imam Al Ghazali)
“Berani (karena baik dan benar) adalah sifat orang mulia karena ia berada di antara
orang-orang pengecut dan membuta tuli.”
(Imam Al Ghazali)
“Kebahagiaan terletak pada kemenangan memerangi hawa nafsu dan menahan
kehendak yang berlebih-lebihan.”
(Imam Al Ghazali)
“Kalau besar yang dituntut dan mulia yang dicari, maka payah melaluinya, panjang
jalannya dan banyak rintangannya.”
(Imam Al Ghazali)
“Jadikan kematian itu hanya pada badan karena tempat tinggalmu ialah liang kubur
dan penghuni kubur senantiasa menanti kedatanganmu setiap saat.”
(Imam Al Ghazali)
“Pelajari ilmu syariat untuk menunaikan segala perintah Allah SWT dan
juga ilmu akhirat yang dapat menjamin keselamatanmu di akhirat
nanti.”
(Imam Al Ghazali)
“Kecintaan kepada Allah melingkupi hati, kecintaan ini membimbing hati dan
bahkan merambah ke segala hal.”
(Imam Al Ghazali)
“Pemurah (dermawan) itu adalah suatu kemuliaan karena ia berada di antara orang-
orang bakhil (rakus-pelit) dan boros.”
(Imam Al Ghazali)
“Cinta merupakan sumber kebahagiaan dan cinta terhadap Allah harus dipelihara
dan dipupuk, suburkan dengan sholat serta ibadah yang lainnya.”
(Imam Al Ghazali)
“Ciri yang membedakan manusia dan hewan adalah ilmu. Manusia adalah makhluk
mulia yang mana ia menjadi mulia karena ilmu, tanpa ilmu mustahil ada kekuatan.”
(Imam Al Ghazali)
“Sebisa-bisanyalah jangan bertengkar dengan seseorang dalam keadaan apapun juga
masalahnya, karena pertengkaran itu mengandung berbagai penyakit dan dosanya
jauh lebih besar daripada faedahnya, riak, takabur, hasad dan dengki.”
(Imam Al Ghazali)
“Hadapi kawan atau musuhmu itu dengan wajah yang menunjukkan kegembiraan,
kerelaan, penuh kesopanan dan ketenangan. Jangan menampakkan sikap angkuh
dan sombong.”
(Imam Al Ghazali)
“Carilah hatimu di tiga tempat. Temui hatimu sewaktu bangun membaca Al-Qur’an.
tetapi jika tidak kau temui, carilah hatimu ketika mengerjakan sholat. Jika tidak kau
temui juga, carilah hatimu ketika duduk tafakur mengingati mati. Jika kau tidak
temui juga, maka berdo’alah kepada ALLAH, mintalah hati yang baru karena
hakikatnya pada ketika itu kau tidak mempunyai hati!”
(Imam Al Ghazali)
“Jika berjumpa dengan anak-anak : bahwa anak-anak itu lebih mulia daripada kita,
karena anak-anak itu belum banyak melakukan dosa daripada kita.”
(Imam Al Ghazali)
“Apabila bertemu dengan orang tua : bahwa dia lebih mulia daripada kita karena dia
sudah lama beribadah.”
(Imam Al Ghazali)
“Jika berjumpa dengan orang alim : dia lebih mulia daripada kita karena banyak
ilmu yang telah mereka pelajari dan ketahui.”
(Imam Al Ghazali)
“Apabila melihat orang jahil : mereka lebih mulia daripada kita karena mereka
berbuat dosa dalam kejahilan, sedangkan kita berbuat dosa dalam keadaan
mengetahui.”
(Imam Al Ghazali)
“Jika melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia, karena mungkin suatu
hari nanti dia akan insaf dan bertaubat atas kesalahannya.”
(Imam Al Ghazali)
“Ku letakkan arwah ku dihadapan Allah dan tanamkanlah jasad ku dilipat bumi yang
sunyi senyap. Nama ku akan bangkit kembali menjadi sebutan dan buah bibir umat
manusia di masa depan.”
(Imam Al Ghazali)
“Ilmu yang pertama disebut ilham dan hembusan dalam hati, ilmu yang
kedua disebut wahyu dan khusus untuk para Nabi.”
(Imam Al Ghazali)
“Kita tidak dapat mengakui bahwa setiap orang yang mengaku beragama itu pasti
mempunyai segala sifat-sifat yang baik.”
(Imam Al Ghazali)
”Kerjanya seorang guru tidak ubahnya seperti kerjanya seorang petani yang
senantiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah
tanamannya.“
(Imam Al Ghazali)
“Yang jauh itu waktu, Yang dekat itu kematian, Yang besar itu nafsu, Yang berat itu
amanah, Yang mudah itu berbuat dosa, Yang panjang itu amal shaleh, Yang indah itu
saling memaafkan.”
(Imam Al Ghazali)
‘Nafsu adalah suatu keingininan untuk melakukan hal-hal yang berlawanan dengan
ajaran agama, hukum, apabila dalam kehidupan ini sudah dikuasai nafsu maka
kehidupan ini akan semrawut, kita tidak tahu lagi mana yang halal, mana yang
haram, mana yang jadi milik kita, mana yang jadi hak orang lain. Orang-orang yang
dikuasai hawa nafsu dalam kehidupannya dikatakan dalam firman Allah dalam surat
Al Araaf ayat 179 yang artinya: “Dan Kami jadikan untuk isi neraka jahanam
kebanyakan dari golongan jin dan manusia, mereka mempunyai hati
tetapi tidak dipergunakan, mereka mempunyai mata tetapi tidak
digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) mereka
mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar (ayat ayat
Allah) mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” Inilah gambaran kehidupan yang
di kuasai nafsu.’
(Imam Al Ghazali)
“Ibu segala akhlak ialah tempat kebijaksanaan, keberanian, kesucian diri dan
keadilan.”
(Imam Al Ghazali)
“Nasehat itu mudah, yang sulit ialah menerimanya, karena ia pahit terasa pada si
hamba hawa nafsu, sebab barang yang terlarang sangat disukainya.”
(Imam Al Ghazali)
”Inti sari ilmu yang sebenarnya ialah mengetahui sedalam-dalamnya apa arti taat
dan ibadah.“
(Imam Al Ghazali)
“Lidah yang lepas dan hati yang tertutup dan penuh dengan kelalaian itu alamat
kemalangan besar.”
(Imam Al Ghazali)
“Jika nafsu itu tidak engkau kalahkan dengan jihad yang bersungguh-sungguh, maka
sekali-kali hatimu tidak akan hidup dengan ber ma’rifat.”
(Imam Al Ghazali)
“Jika sekiranya sekadar ilmu saja sudah memadai bagimu, dan tidak ada lagi
hajatmu kepada amal di belakang itu, tentulah seruan dari sisi Allah yang berbunyi
: “Apakah ada yang memohon? Apakah ada yang meminta ampun? Dan
apakah ada yang bertaubat?” itu akan percuma saja, tidak ada gunanya.”
(Imam Al Ghazali)
“Janganlah engkau meyimpan harta benda melebihi dari apa yang dibutuhkan.
Rasulullah saw. bersabda: “Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad
itu sekadar untuk mencukupi kebutuhan.”
(Imam Al Ghazali)
“Ilmu yang tidak disertai dengan amal itu namanya gila dan amal yang tidak disertai
ilmu itu akan sia-sia.”
(Imam Al Ghazali)
“Janganlah kamu menjadi muflis dari sudut amalan dan jangan jadikan dirimu itu
kosong daripada perkara yang berfaedah. Yakinlah semata- mata dengan memiliki
ilmu belum tentu bisa menjamin keselamatan di akhirat kelak.”
(Imam Al Ghazali)
“Ilmu itu kehidupan hati daripada kebutaan, sinar penglihatan daripada kezaliman
dan tenaga badan daripada kelemahan.”
(Imam Al Ghazali)
“Yang paling besar di bumi ini bukan gunung dan lautan, melainkan
hawa nafsu yang jika gagal dikendalikan maka kita akan menjadi
penghuni neraka.”
(Imam Al Ghazali)
Jangan segan-segan kembali kepada yang benar, manakala terlanjur salah dalam
memberikan keterangan
Berikan contoh dan teladan yang baik kepada murid dengan melaksanakan perintah
agama dan meninggalkan larangan agama, agar demikian apa yang engkau katakan
mudah diterima dan diamalkan oleh murid.
Dengarkan dan perhatikan segala yang dikatakan oleh ibu-bapak-mu, selama itu
masih dalam batas-batas agama.
Bila mencari teman untuk mencapai kebahagian akhirat, maka perhatikanlah benar-
benar urusan agamanya. Dan bila mencari teman untuk keperluan duniawi, maka
perhatikanlah ia tentang kebaikan budi pekertinya.
Hendaklah sabar dan teliti dalam mendidik muridnya yang kurang cerdas.
Pusatkanlah perhatian kepada murid yang sedang bertanya, dan pahamilah benar isi
pertanyaanya.
Begadang mata untuk kepentingan selain Wajah-Mu adalah sia-sia. Dan tangisan
mereka untuk sesuatu yang hilang selain-Mu adalah kebatilan, dan hiduplah
sesukamu karena toh kamu ‘pasti’ akan mati juga.
Cintailah orang sesukamu sebab kamu toh akan berpisah dengannya, dan berbuatlah
sesukamu karena sesungguhnya kamu ‘pasti’ akan menuai ganjarannya.
Sesalilah segala perbuatan yang tercela dan merasa malulah dihadapan Allah SWT.
“Sekalipun kamu belajar selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab,kamu
tidak akan mendapatkan rahmat Allah tanpa beramal :
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya.”
(QS. An-Najm [53] : 39)
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(QS. Al-Kahfi [18] : 110)
(Imam Al Ghazali)
“Orang yang beriman selalu menyembunyikan apa yang ada padanya. Jika lisannya
terlanjur mengucapkan sesuatu yang kurang baik, maka ia segera memperbaiki
ungkapan yang diucapkan itu. Berusahalah menutupi apa yang telah lahir, dan
mohon kemaafan.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Jika dunia dan akhirat datang melayanimu, dengan tanpa susah payah, ketuklah
pintu Tuhanmu dan menetaplah di dalamnya. Bila kamu telah menetap di dalamnya,
akan jelaslah bagimu seperti “buah fikiran.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
Saudaraku, Janganlah kamu termasuk golongan orang² yang apabila diberi nasehat,
tidak mau menerima, dan jika mendengar nasehat tidak mau mengamalkannya.
Ketahuilah, bahwa agamamu akan (terhapus) hilang disebabkan empat perkara:
1. Kamu tidak mengamalkan apa yang telah kamu ketahui.
2. Kamu mengamalkan apa yang tidak kamu ketahui.
3. Kamu tidak mau berusaha mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, sehingga
tetap bodoh.
4. Kamu melarang manusia untuk berusaha mengetahui apa yang mereka tidak
mengetahuinya..”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Kepada mereka yang fasik, takutlah kepada orang yang beriman. Jangan bergaul
dengan dia, selagi kamu masih bergelimang dengan kemaksiatan yang keji. Sebab,
orang² mukmin, dengan cahaya Illahi, mengetahui apa yang ada dalam dirimu.
Mereka mengetahui syirik dan munafikmu dengan melihat tindakan dan gejolak
yang ada di balik dirimu. Mereka melihat cela dan aibmu. Barangsiapa tidak
mengetahui tempat keberuntungan, lalu dia jelas tidak akan beruntung. Jika
demikian, berarti berubah akalmu, dan teman-temanmu pun berubah akal pula.
Sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya; “Takutlah kamu dengan firasat
seorang mukmin. Sebab ia memandang sesuatu dengan cahaya Illahi.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Para kekasih Allah (aulia) terhadap makhluk adalah buta, tuli dan bisu. Jika hati
mereka telah dekat kepada Allah Azza Wajalla, maka mereka tidak mendengar dan
melihat selain-Nya. Mereka berada pada kedudukan antara Al-Jalal dan Al-Jamal,
tidak berpaling ke kanan ataupun kiri. Bagi mereka tidak ada belakang, yang ada
hanyalah depan. Manusia, jin, malaikat dan makhluk yang lain melayani mereka.
Demikian pula hukum dan ilmu. Karunia (fadhal) merupakan santapan dan
penyegarnya. Mereka makan dari fadhal-Nya dan minum susu-Nya. Mereka minum,
mereka merasa bising terhadap suara-suara manusia, tetapi mereka tinggal
bersama-dengannya (makhluk). Mereka menyuruh makhluk melaksanakan perintah
Allah SWT, mencegah makhluk dari mengerjakan larangan-larangan-Nya, sebagai
penerus ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Merekalah pewaris yang
sebenarnya.
Para kekasih Allah itu tidak pernah bertindak dan bersikap demi diri dan nafsunya
sendiri. Mereka mencintai sesuatu karena Allah Azza Wajalla dan membenci sesuatu
juga karena-Nya. Semuanya demi Dia, tidak ada bagian yang diberikan kepada
selain-Nya.
Firman Allah SWT, yang artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama” (Q.S. Fathir :28).”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Terimalah nasib dengan zuhud, tidak dengan kebencian. Orang yang makan sambil
menangis tidak sama dengan orang yang makan sambil ketawa, dalam menerima
segala ketentuan-Nya. Senantiasalah hatimu dengan Allah Azza Wajalla. Berserah
dirilah atas keburukan nasib. Kamu makan sesuatu yang diberikan oleh tabib dan
sesuai dengan obatnya adalah lebih baik daripada makan sesuatu yang kamu sendiri
tidak mengetahui asal usulnya. Selama hatimu keras terhadap amanat, maka
hilanglah rahmat darimu, dan hilanglah pula segala yang ada padamu. Hukum²
syariat itu amanat yang dibebankan kepadamu, sedangkan kamu meninggalkan dan
mengkhianatinya. Tidak berguna lagi jika amanat telah lenyap dari hatimu.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Andaikata tanpa karunia Allah Azza Wajalla, mana mungkin orang berakal
mentadbir negara, bergaul dengan para penghuninya, yang telah dilanda sifat riak,
nifak, zalim bergelimang syubhat dan haram. Benar telah tersebar kekufuran, Ya
Allah. Kami mohon pertolongan kepada-Mu dari kefasikan kelancangan. Telah
banyak kelemahan melanda para zindik. Sungguh telah ku bongkar rahasia rumah
kamu. Tetapi aku mempunyai dasar yang memerlukan pembina. Aku mempunyai
anak-anak yang memerlukan pendidikan. SEANDAINYA KU UNGKAP SEBAGIAN
RAHASIAKU, tentu hal ini merupakan pangkal perselisihan antara aku dengan
kamu..”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Nasehatilah dirimu terlebih dahulu, kemudian baru orang lain. Kamu harus
memelihara nafsumu. Jangan kamu mengira kesalahan orang lain sebab, dirimu
masih memerlukan perbaikan. Adakah kamu tau bagaimana cara membersihkan
orang lain? Bagaimana menonton orang lain? Padahal yang dapat memimpin
manusia adalah orang² yang awas. Hanya perenang ulung yang dapat
menyelamatkan orang lain yang tenggelam dalam lautan. Hanya orang yang
mengetahui Allah yang dapat mengarahkan umat manusia ke arah jalan-Nya.
Tidaklah ucapan yang diperlukan untuk berbakti kepada Allah Swt melainkan
perbuatan nyata.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Syirik itu terdapat pada lahir maupun batin. Syirik lahir adalah menyembah berhala
sedangkan syirik batin adalah berpegang kepada makhluk dan memandang mereka
dapat memberi kemudaratan dan manfa’at.”
Wahai anak; “Janganlah kamu menuntut sesuatu kepada seseorang. Jika kamu
mampu untuk memberi dan tidak mengambil (mencuri) maka lakukanlah. Jika
kamu mampu melayani dan kamu tidak minta dilayani oleh orang lain maka
lakukanlah.”
“Yang paling beruntung adalah mereka yang mampu ikhlas mulai dari awal hingga
akhirnya.”
“Berpikirlah, bahwasanya sesuatu yang kamu cintai di dunia ini tidak akan kekal
selamanya. Tidak abadi dan pasti fana. Jika kamu telah menyadari hal ini, maka
kamu tidak akan melupakan-Nya walaupun sekejap.”
“Kefakiran adalah tidak punya sesuatu yang di butuhkan, dan jika tidak
membutuhkan sesuatu maka dinamakan kaya.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
”Jika kamu mengerti makna suatu kefakiran, maka semua yang ada
selain Allah adalah fakir, karena membutuhkan sesuatu, dan hanya
Allah sendiri yang kaya, karena Allah tidak membutuhkan sesuatu
pertolongan dari makhluk siapapun.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
“Semua yang ada tentu ada yang mengadakan, adapun yang mengadakan itu Dia-lah
Allah Ta’ala, selain Dia adalah makhluk dan makhluk selalu membutuhkan, karena
itu setiap makhluk adalah fakir: renungkan, Allah berfirman yang artinya:
Ini adalah fakir secara mutlak, fakir secara keseluruhan, namun yang kita
maksudkan disini adalah fakir harta benda.
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fakir, karena memang dia tidak membawa
apa apa ketika dilahirkan, namun dalam mencari harta setiap orang dapat dilihat
dari lima kriteria :
Pertama :
Apa bila dia diberi harta dia tidak suka, dia tidak mengambil harta itu dan benci,
karena dia menjaga dirinya dari kejahatan harta dan bahayanya, orang seperti ini di
namakan orang zuhud, yaitu orang yang memandang harta sama seperti batu dan
tanah dan ini adalah tingkatan tertinggi.
Kedua :
Dia tidak gemar terhadap harta dan tidak pula membencinya, dia zuhud apa bila
memperoleh harta, orang seperti ini di namakan orang yang ridho.
Ketiga :
Dia suka kepada harta dari pada tidak ada, tetapi kesukaannya itu tidak sampai
membuat dia jadi rakus yang selalu kurang dan ingin bertambah, dia mau
mengambil harta itu jika harta itu tidak syubhat dan halal secara mutlak, orang yang
seperti ini di namakan orang yang qona’ah, yaitu orang yang menerima dengan ridho
apa yang ada ditangannya sendiri, apa yang telah dimiliki,
Keempat :
Dia tidak punya harta lantaran lemah dan tak bisa mencarinya, dan seandainya
masih mampu tentu di carinya sekalipun berpayah-payah, dia akan selalu sibuk
mencarinya, orang seperti ini sekalipun tak punya harta, tergolong orang yang rakus
dan tercela.
Kelima :
Yang dibutuhkan itu benar benar sangat dibutuhkan, seperti orang dalam keadaan
lapar dan tak punya pakaian, maka mencari harta dalam keadaan seperti ini
sekalipun sangat ingin, bukan di namakan cinta harta, karena yang tidak di miliki
memang sangat di butuhkan.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
”Wahai hamba Allah, yang disebut kerja keras itu bukan terletak pada kekesatan
pakaianmu dan makananmu, kerja keras adalah terletak pada sikap zuhud hatimu.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
Wahai hamba Allah, jagalah nikmat itu dengan bersyukur, terimalah perintah-Nya
dengan membuka telinga, terimalah kesulitan dengan kesabaran dan kemudahan
dengan syukur, karena demikianlah keadaan orang orang terdahulu, seperti para
Rasul dan orang shalih, mereka selalu bersyukur terhadap nikmat yang diberikan
kepadanya dan mereka selalu bersabar atas musibah dan kesulitan yang sedang
menimpa dirinya.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
”Sabar adalah suatu ketentuan, daya positif yang mendorong jiwa untuk menunaikan
kewajiban, selain itu sabar adalah suatu kekuatan.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
”Wahai hamba Allah, terkadang Allah Ta’ala menjelaskan hukuman di dunia ini
dengan memberikan ujian dan cobaan yang berbagai bentuk, seperti cobaan jasmani
dan rohani yang berupa panyakit, kecelakaan, sakit ,gelisah, duka cita, rasa tidak
aman, kehilangan harta kekayaan, kebakaran, di curi orang, dan kematian.“
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
“Ujian dan cobaan yang menimpa manusia itu ada dua penyebab, yaitu:
Disebabkan kedurhakaan terhadap Allah oleh manusia itu sendiri
sebagai balasan untuk menghapus dosa kedurhakaanya itu sendiri, dan
agar manusia menjadi sadar atas kedurhakaanya itu.
Karena takdir Allah sendiri untuk menguji hamba-Nya dan kelak di
akhirat akan di ganti dengan rahmat dan keridhaan-Nya, kalau yang di
uji itu bersabar dan tawakal kepada-Nya.”
[Syeh Abdul Qodir Jaelani]
Yang penting bagi kamu adalah, mendidik hatimu untuk selalu berbuat baik, tiada
guna lidahmu mengajak orang lain, jika dalam hatimu masih bersarang kotoran dan
dosa syirik, bagaimana manusia akan mengikuti ucapanmu, jika dalam hatimu
penuh dengan noda dosa ?!
“Kamu jangan seperti orang munafik, orang yang tidak jujur dan tidak sesuai dengan
apa yang ada dalam hatinya dengan apa yang di ucapkannya, obatilah hatimu yang
sakit sebelum kamu mengobati orang lain.”
“Orang mukmin adalah orang yang tidak mau mengikuti kemauan hawa nafsunya
dan hawa setan, jadikanlah hidup di dunia untuk mencari bekal buat akhirat, dan
dalam setiap waktunya selalu dipergunakan untuk mengabdi dan beribadah kepada-
Nya.”
Wahai hamba Allah, jagalah ketakwaan dan jagalah syari’at, siapkan dirimu untuk
menekan kemauan nafsu,
Allah telah berfirman kepada Nabi dan para Rasul untuk menyampaikan
berita gembira dan kabar ancaman !
”Dimanakah rasa syukur dari kamu wahai orang yang berpaling dari Allah ? wahai
orang yang melihat nikmat datang dari selain Allah ? adakalanya kamu melihat
nikmat itu datang dari selain Allah, suatu saat nanti kamu akan datang menghadap-
Nya dan kamu akan melihat kesombonganmu sendiri.“
“Makhluk dan Khaliq tidak berkumpul. Dunia dan akhirat juga tidaklah berkumpul
dalam satu hati. Ada kalanya makhluk dan ada kalanya Khaliq di hatimu. Ada
kalanya dunia dan ada kalanya akhirat. Ada kalanya terbayang bahwa makhluk ada
di lahirmu sedang Khaliq di hatimu. Dunia di tanganmu sedang akhirat di hatimu.
Adapun di dalam hati, kedua-duanya tidak berkumpul. Lihatlah kepada jiwamu dan
pilihkan untuknya, jika ia menghendaki dunia maka keluarkanlah akhirat dari
hatimu. Jika ia menghendaki akhirat maka keluarkanlah dunia dari hatimu. Jika ia
menghendaki Tuhan maka keluarkanlah dunia dan akhirat dan apa yang selain-Nya
dari hati.
Selagi di dalam hatimu masih ada sebesar semut yang selain Allah, maka kamu tidak
melihat dekatnya Allah di sisimu, dan tidak bangkit kejinakan dan ketenangan
kepada-Nya. Selagi di dalam hatimu masih ada dunia sebesar semut kecil, maka
kamu tidak melihat akhirat di hadapanmu. Dan selagi di dalam hatimu terdapat
akhirat sebesar semut kecil, maka kamu tidak melihat dekat kepada Allah.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
“Lelah itu selama kamu berkemauan untuk menuju dan berjalan kepada-
Nya. Apabila kamu telah sampai dan habis jarak perjalananmu dan kamu berada di
dalam rumah dekat dengan Tuhanmu maka hilanglah beban itu.
Maka tetaplah terhibur dengan-Nya yang berada di dalam hatimu, dan kamu akan
bertambah sehingga kamu mengambil sesuatu di samping-Nya. Mulanya kamu kecil
kemudian menjadi besar. Apabila kamu sudah besar maka hati penuh dengan Allah,
maka tidak ada jalan dan tidak ada sudut bagi hati untuk selain-Nya.
Jika kamu ingin sampai kepada ini, maka jadilah kamu mengikuti perintah-Nya,
mencegah segala larangan-Nya, berserah diri kepada-Nya dalam kebaikan dan
keburukan, kaya dan miskin, mulia dan hina.”
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)
”Hati yang baik itu karena adanya takwa dan tawakal kepada Allah
Ta’ala, bertauhid kepada-Nya dan ikhlas dalam beramal serta yakin akan
kerusakan semua itu apa bila tidak ada tindakan-tindakan tersebut.“
(Syeh Abdul Qodir Jaelani)