Penanganan Terkini Stroke
Penanganan Terkini Stroke
1. PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
Menyelamatkan nyawa dan mempertahankan kualitas hidup.
Kemajuan pengobatan mutakhir dan pengobatan intensif: dapat mengurangi mortalitas, namun
pada waktu yang bersamaan jumlah pasien yang sembuh dengan cacat meningkat.
Menurunkan angka kematian dan kecacatan dapat dicapai dengan:
o menangani keadaan umum dengan baik.
o menangani penyakit utama dan penyakit pendamping dengan adekuat.
1
1.2. Pembagian stroke :
Menurut J. Marshall (1976), klasifikasi stroke :
A. Berdasarkan lokalisasi :
1. Sistem karotis.
2. Sistem vertebro-basiler.
B. Berdasarkan taraf perkembangan :
1. Transient ischemic attack.
2. Stroke in evolution.
3. Completed stroke.
C. Berdasarkan kelainan pembuluh darah :
1. Ateroma.
2. Penyakit vaskular hipertensif.
3. Emboli dari arteri sehat.
4. Lain-lain (cth. Arteritis).
D. Berdasarkan Lesi serebral :
1. Perdarahan otak.
2. Infark otak.
3. Iskemia otak.
2
1.3. Penyebab stroke
Pada dasarnya ada 3 hal :
1. Gangguan pembuluh darah.
2. Gangguan susunan darah.
3. Gangguan aliran darah.
3
Modifiable (ringan), controllable/treatable :
Hipercholesterolemia.
Hematokrit tinggi.
Merokok.
Kegemukan.
Hiperurichemia.
Hiperfibrinogenemia.
Kurang olah raga.
Alkohol.
Lipo protein abnormalities.
4
Diagnosis pasti.
Cari dan obati faktor resiko.
Cegah komplikasi.
Membantu pemulihan pasien.
Cegah stroke tak berlanjut, upaya agar cepat dibatasi.
Cegah kematian.
5
2. PENANGANAN
2.1.Motto :
2.2.Diagnosis.
2.2.1. Sistem skor.
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat penting dalam rangka
pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke
hemoragik dan stroke non-hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter
yang bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas dan belum
tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti
mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan sistem
skor.
6
7. Reflex babinski positif, berdasarkan waktu sampai muncul reflex babinski.
8. Tekanan darah, dinilai berdasarkan MAP.
Penilaian untuk mendapatkan skor total dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
8
Skor total= x Jumlah skor
jumlah kriteria
Skor diantara 0-6 berarti non-hemoragik, skor 16-24 berarti hemoragik, sedangkan skor 7-11,
kemungkinan non-hemoragik, dan skor 12-15, kemungkinan hemoragik atau dapat dikatakan bahwa
skor diantara 7 dan 15 berarti meragukan, dan pada keadaan ini kita membutuhkan pemeriksaan
penunjang seperti CT-Scan.
Skor
No. Parameter
0 1 2 3
1 Kesadaran saat 15 12-14 9-11 3-8
Serangan
(GCS)
2 Permulaan serangan > 60 30-60 1- <30 <1
(menit) (pelan) (kurang mendadak) (mendadak) (serangan mendadak)
3 Aktifitas saat Bangun tidur Tidur Istirahat/duduk Bekerja/melakukan
Serangan /tiduran aktifitas
4 Sampai terjadi nyeri > 6/ tidak ada 2-6 1- <2 <1
kepala (jam)
5 Nyeri kepala saat Tidak ada Ringan-sedang Hebat Sangat hebat
Serangan
6 Sampai terjadi >6/ tidak ada 2-6 1- <2 <1
muntah (jam)
7 Sampai terjadi >6 / tidak ada 2-6 1- <2 <1
refleks Babinski
positif (jam)
8 Tekanan darah ≤ 100 >100-120 >120-140 >140
(MAP)
Table 1, Skor Nuartha
Sumber : Isabel C.L.S, Samatra D.P.G.P, & Nuartha A.A.B.N., 2003.
7
Jika dibandingkan antara skor Allen, skor Siriraj, maupun skor Besson, skor nuartha lebih
akurat dalam menentukan jenis stroke, apakah stroke hemoragik atau non-hemoragik (tabel 2).
Skor
1 TIA sebelum serangan …… 1
2 Permulaan serangan
- sangat mendadak ( 1 - 2 menit ) ….. 6,5
- mendadak ( beberapa menit - 1 jam ) ….. 6,5
- pelan-pelan ( beberapa jam ) ….. 1
3 Waktu serangan
- waktu kerja ….. 6,5
- waktu istirahat / tidur ….. 1
- waktu bangun tidur ….. 1
4 Sakit kepala waktu serangan
- sangat hebat ….. 10
- hebat ….. 7,5
- ringan ….. 1
- tidak ada ….. 0
5 Muntah
- langsung sehabis serangan ….. 10
- mendadak ( beberapa menit - jam ) ….. 7,5
- pelan ( satu hari atau lebih ) ….. 1
- tidak ada ….. 0
6 Kesadaran
- hilang waktu serangan ( langsung ) ….. 10
- hilang mendadak ( beberapa menit - jam ) ….. 10
- hilang pelan-pelan ( 1 hari atau lebih ) ….. 1
- hilang sementara kemudian sadar pula ( sepintas ) ….. 1
- tidak ada ….. 0
7 Tekanan darah
- waktu serangan sangat tinggi ( >200/110 ) ….. 7,5
8
- waktu masuk rawat sangat tinggi ( >200/110 ) ….. 7,5
- waktu serangan tinggi ( >140/110 <200/11 ) ….. 1
- waktu masuk rawat tinggi ( >140/110 <200/110 ) ….. 1
8 Tanda rangsang selaput otak
- kaku kuduk hebat ….. 10
- kaku kuduk ringan ….. 5
- tidak ada ….. 0
9 Fundus okuli
- perdarahan subhialoid ….. 10
- perdarahan retina ( flamed shaped ) ….. 7,5
- normal ….. 0
10 Pupil
- isokor ….. 0
- anisokor ….. 5
- pin-point ka/ki ….. 10
- midriasis ka/ki ….. 10
- kecil + reaksi lambat ….. 10
- kecil + reaktif ….. 10
11 Darah
- leukositosis >10.000/mm3 ….. 1
- CPK meningkat ….. 1
12 Febris
- < 1 hari ….. 1
- > 1 hari ….. 0
skor total : …………
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostic dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
Total score :
≥ 20 : Stroke Hemoragik
9
2.2.1.3. Skor Siriraj.
10
Papiledema - sering +
Kaku kuduk - + / ++
Kernig / Brudzinki - + / ++
Perdarahan retina - +
( subhialoid )
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostic dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
2.2.2.2. Perbedaan antara stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik (Ngoerah, 1991).
11
2.2.2.4. Derajat perdarahan Subaraknoid
1. Derajat perdarahan subaraknoid (Hunt and Hess)
Grade 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
Grade 1 : Sakit kepala ringan
Grade 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang meningeal dan kemungkinan
adanya defisit saraf kranialis
Grade 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal neurologi ringan
Grade 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal deserebrasi
Grade 5 : Koma dalam, deserebrasi
12
k. HIV.
l. Faal hemostatik lengkap.
m. QBC malaria.
n. Kultur darah.
o. Urinalisis.
Nilai absorpsi atau nilai atenuasi yang menentukan densitas ini dinyatakan dalam
“Hounsfiled unit” (HU). Nilai atenuasi air = 0 HU.
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostik dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
13
Infark serebri.
Umumnya terlihat dalam waktu 24 jam (12-72 jam).
Infark subakut tampak sebagai daerah hipodens lemak akibat perubahan sel-sel glia.
Infark lama tampak sebagai daerah hipodens terbentuknya kista, gliosis sisa-sisa lemak.
Stroke hemoragik.
Tampak gambaran lesi hiperdens (perdarahan intraserebral).
Disertai gambaran hipodens disekelilingnya (sembab jaringan perifokal).
Tampak efek desak yang terlihat lebih jelas.
Dapat terlihat jelas dalam waktu 3 jam setelah serangan.
Densitas perlahan menjadi isodens.
o Pada hematom kecil 2-3 minggu.
o Pada hematom yang besar 1-2 bulan.
Pada perdarahan subaraknoid ruangan subaraknoid yang hiperdens.
14
2.2.3.7. Ultrasonografi.
Continuous wave (CW) dan pulsed wave (PW) doppler dan/atau duplex sonography
terhadap arteri ekstrakranial dan intrakranial besar (TCD) dapat memperlihatkan : stenosis atau
oklusi, vasospasme, kondisi pembuluh darah kolateral, dan peristiwa rekanalisasi. Hasil dari
pemeriksaan Doppler ini bergantung kepada kemahiran dan ketrampilan pemeriksanya.
15
Pada lesi infark otak bilateral mempunyai pola EEG 4 tipe :
o Bilateral difus gelombang theta dan delta tanpa tanda lateralisasi atau fokal
abnormal.
o Bilateral supresi seluruh aktivitas EEG tanpa tanda-tanda lateralisasi atau fokal
abnormal.
o Asimetri bilateral gelombang theta dan delta pada satu hemisfer dengan supresi
latar belakang.
o Unilateral gelombang theta dan delta, sedang pada sisi kontralateralnya normal.
Gambaran EEG subarachnoid lama juga menyerupai keadaan pada post trauma kepala.
Biasanya didapatkan focus delta dengan bangkitan gelombang runcing (sharp wave).
Terkadang juga didapatkan aktivitas lambat yang persisten.
16
Sumber : Chandra, Dasar-dasar elektro ensefalografi, 1991.
Terapi stroke akut meliputi terapi umum yang harus dilakukan sejak dini pada stroke
iskhemik maupun perdarahan, dan terapi khusus yang sesuai dengan jenis stroke. Di samping itu,
upaya rehabilitasi sangat membantu dalam mengembalikan beberapa fungsi tertentu yang
terganggu akibat stroke.
Kanul Hidung.
Aliran 1 – 6 l/mnt.
Memberikan kadar O2 inspirasi antara 24 – 44%.
> 6 l/mnt kering dan krusta pada mukosa hidung.
Hitungan kasar, 1 l/mnt O2 inspirasi meningkat 4%.
17
Keuntungan :
o Murah.
o Mudah ditoleransi.
o Nyaman.
o Dapat makan dan minum dengan bebas.
Kerugian :
o FiO2 yang dihasilkan maksimal 50%.
o Bila terlalu lama menimbulkan luka lecet pada hidung, telinga, iritiasi dan membuat
kering mukosa hidung.
18
Sumber : The3rd Update in Neuroemergencies, PERDOSSI, 2006.
Terapi Oksigen pada kasus neurologi (The3rd Update in Neuroemergencies, PERDOSSI, 2006).
Hubungan aliran darah otak dengan peningkatan CO 2 dan penurunan O2 dapat digambarkan sebagai
berikut :
Perhatikan aliran darah otak (CBF = cerebral blood flow) meningkat seiring dengan
penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2. Bila aliran darah meningkat, edema otak meningkat,
tekanan intrakranial meningkat. Perhatikan pula pengaruh MAP (mean arterial pressure).
19
2.3.2. Blood.
Yang harus diperhatikan :
a. Tekanan darah yang cukup, untuk itu evaluasi fungsi jantung dan organ vital lain adalah
penting.
b. Kualitas darah, perlu dipertahankan milieu intern elektrolit, protein darah,
keseimbangan asam basa. Pada iskhemik stroke dengan hiperglikemia, ditakutkan
terjadi laktat asidosis yang mempermudah terjadinya edema, perlu dipertimbangkan
pemakaian infus untuk regulasi kadar glukosa darah secara cepat. Serta hindari
pemakaian glukosa pada nutrisi parenteral.
Atau :
1. Cairan rumatan
Berat < 10 kg : 100 ml/kg/hari.
Berat 11 sampai 20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg/hari untuk setiap kg di atas 10 kg.
Berat > 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg/hari untuk setiap kg di atas 20 kg.
Dewasa : 2000 sampai 2400 ml/hari.
2. Air total tubuh adalah 60% dari berat badan.
10 gtt /ml
x 125 ml=¿
60 mnt
20
10 gtt /ml 1 125 ml / jam 1 125
= ÷ = ÷ =20 gtt /mnt
60 mnt 6 1 6 1
Pada umumnya pasien fase akut yang diberikan cairan IV 50 – 150 cc/jam, dapat
meningkatkan cairan intravaskular sebesar 30% dalam 4 – 6 jam. Telah terbukti pada pasien stroke
dengan membuat pasien dalam keadaan hemodilusi ternyata memperlihatkan keluaran lebih baik
dibandingkan dengan terapi konvensional. Apabila secara klinis didapatkan peningkatan tekanan
intrakranial maka balans cairan diusahakan negatif 300 – 500 cc/hari.
Pemilihan cairan selama proses resusitasi, sebaiknya dipilih cairan fisiologis atau minimal
mendekati fisiologis tubuh. Pemberian dekstrosa 5% atau cairan hipotonis lainnya sebaiknya
dihindari karena dapat memperberat edema otak. Pada stroke American Heart Association
merekomendasikan :
Larutan saline normal (osmolaritas 308 mOsm/L).
Pada keadaan asidosis hiperkloremik pemberian cairan Nacl 0,9% berlebihan dapat
memperberat asidosis dan akhirnya akan memperberat edema otak.
Ringer laktat (osmolaritas 273 mOsm/L), walaupun rendah dibanding osmolaritas tubuh tapi
cukup baik.
Yang masih pertentangan adalah pemberian laktat yang dianggap akan menyebabkan asidosis
laktat.
Solusio ringer (osmolaritas 310 mOsm/L), baik untuk mengurangi edema otak tetapi sering
menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit (dapat menyebabkan hiponatremia dan
asidosis hiperkloremik).
21
Beberapa jenis cairan fisiologis :
Hemodilusi yang isovolumik dilaksanakan secepatnya, yaitu 12 jam (12 – 24 jam) setelah
terjadi stroke pada penderita dengan hematokrit ≥ 42%. Hematokrit diturunkan sampai mencapai
35% ± 3 dengan mengeluarkan darah sebanyak 300 – 500 ml dan diganti dengan dextran 40 atau
hydroxyethyl starch/HES dalam jumlah yang sama. Dextran 40 dan HES juga mempunyai efek anti-
agregasi (Pedoman diagnosis dan terapi, 1992).
BB
Hasil PCV −PCV normal ( 38 % ) x x 10 x 1 cc
5
=…CC
2
2.3.3. Brain.
Pada penderita stroke bila terjadi :
a. Tanda-tanda peningkatan intrakranial berupa penurunan kesadaran dan gejala rostrokaudal
sebaiknya diberikan manitol 20% per infus.
b. Bila kejang :
Berikan diazepam bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti fenitoin loading dose 15 – 20
mg/kgBB/hari oral atau IV, dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 x sehari, dengan dosis maintenance 300 – 400 mg oral/hari
dengan dosis terbagi.
22
Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat di ICU.
2.3.4. Bladder.
a. Perhatikan fungsi ginjal dengan melihat produksi urin, dan pengukuran keseimbangan
cairan.
b. Pada kasus dengan retensi urin dapat dipasang folley kateter, sedang pada inkontinensia
pada penderita pria dapat dipasang kondom kateter. Pada wanita terpaksa dipakai
folley kateter.
c. Untuk problem miksi sebaiknya dilakukan program bladder training secara dini.
d. Kantong kencing (urine bag) sebaiknya diganti setiap 48 jam untuk menghindari infeksi
dan juga untuk memantau jumlah produksi urin.
2.3.5. Bowel.
a. Pemberian makanan yang memenuhi jumlah kalori (2000 kalori), elektrolit, dan vitamin.
o Harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral diberikan bila hasil tes menelan baik.
o Bila ada gangguan menelan pipa nasogastrik.
o Keadaan akut kalori 25 – 30 kkal/kg/hari, dengan komposisi :
- Karbohidrat 30 – 40% dari total kalori.
- Lemak 20 – 35% (35 – 55%, bila ada gangguan nafas).
- Protein 20 – 30% (1,4 – 2 g/kgBB/hari, bila pada keadaan stress; < 0,8 bila ada
gangguan fungsi ginjal).
b. Hindari obstipasi, dengan pemberian gliserin atau enema yang lain kedalam rektum sekali dalam
2 – 3 hari bila penderita tidak bisa defekasi.
c. Dianjurkan pemberian cairan dalam bentuk koloid, kristaloid, atau darah, jangan
mempergunakan cairan hipotonik atau DW (Dextrose in water).
d. Pertahankan :
o Regular koloid plasma > 15 mmHg (Albumin > 3 g/dl).
o osmolaritas serum 280-330 mOsm/l.
o kadar gula darah mendekati 100 mg%.
e. Hindari hipovolemi.
o Menurunkan tekanan perfusi serebral, ginjal dan paru-paru dapat memperburuk kondisi
penderita.
23
o Menyebabkan sekresi lendir pada jalan nafas menjadi lebih kental dan sulit dikeluarkan.
Gejala Hipovolemi :
o Takikardi.
o Mukosa mulut kering.
o Peningkatan kadar elektrolit (terutama Natrium).
o Peningkatan kadar ureum.
h. Hindari hiperkolesterol.
Hiperkolesterol merupakan proses awal dari terjadinya aterosklerosis. Pasien dengan stroke
iskhemik harus dievaluasi adanya hiperkolesterol. Pada fase akut dari stroke, kadar kolesterol
dapat ditemukan dengan hasil yang rendah.
Teori terbaru dari terjadinya aterosklerosis adalah karena proses oksidatif LDL, penelitian
dari Preston Mason yang merupakan professor ahli biologi molekuler dari Harvard University
menunjukkan LDL yang teroksidasi (ox-LDL) dapat memacu kerusakan formasi sel. Ia
menemukan bahwa tumpukan lipid pada lesi dinding pembuluh darah hampir semuanya
teroksidasi. Ini menjadi bukti kehadiran LDL teroksidasi yang memiliki aktivitas proaterogenik
(Adam,2002) .
24
LDL Cholesterol LDL Cholesterol
≥ 130 mg/dL < 100 mg/dL
≥ 160 mg/dL < 130 mg/dL
Sumber : Adam, Management of Stroke, 2002.
Statin adalah obat yang dikenal potensial menurunkan LDL. Tetapi tidak banyak
obat yang bisa melindungi membran sel dari serbuan ox-LDL sehingga tidak bisa menembus
lapisan subendotel. Preston Mason membandingkan beberapa jenis statin dan antioksidan
untuk melihat “siapa” yang menghambat terjadinya oksidasi LDL. Ternyata, hanya
atorvastatin metabolit yang mampu mempertahankan formasi membran kolesterol dan
menghambat proses stress oksidatif. Atorvastatin metabolit juga mampu berfungsi sebagai
antioksidan yang amat poten mencegah LDL teroksidasi (Mason, et all, 2006).
25
ANTITROMBOTIK.
a. Obat anti-trombosit (zat antiplatelat) memblokade agregasi trombosit.
1. Aspirin yang diberikan dalam 48 jam pada stroke iskhemik akut memperbaiki sedikit
prognosis (consensus Asia Pasifik, 1998). Pada umumnya manfaat aspirin pada pengobatan
stroke akut dan pencegahan stroke memberikan kepastian tetapi hasilnya sedang-sedang
saja. Batas pemberian aspirin setiap hari 30-1300 mg. Efek samping utama aspirin adalah
rasa tidak enak diperut, perdarahan saluran cerna pada 1-5%. Pengobatan gabungan
dengan platelet lain yang dapat meningkatkan manfaat dari kerja aspirin.
2. Tiklopidin menghambat jalur ADP membran trombosit secara reversible, mengurangi kadar
fibrinogen dan menaikkan defomabilitas eritrosit. Dosis dianjurkan 250 mg tiap 12 jam.
Tiklopidin mempunyai lebih banyak efek samping dibanding aspirin termasuk diare, mual,
dyspepsia dan rash kulit.
3. Clopidrogel obat baru dengan mekanisme sama dengan tiklopidin tetapi efek samping lebih
ringan dan lebih efektif dibandingkan aspirin untuk stroke akut.
OBAT TROMBOLITIK.
a. Trombolisis intravena.
Recombinant tissue plasminogen activator (r-tPA), streptokinase, urokinase, ankrod (enzim
bisa ular), SVTA-3 (snake venom-antitrombotic enzyme-3). Satu-satunya obat trombolitik yang
diakui oleh FDA untuk stroke iskemik akut adalah r-tPA. Obat ini harus diberikan dalam 3 jam
setelah gejala stroke dengan dosis 0,9 mg/KgBB, maksimal 90 mg, dengan 10% dari dosis diberikan
sebagai bolus dan sisanya lewat infus selama 60 menit. Pemberian r-tPA harus memenuhi kriteria
indikasi dan kontraindikasi.
b. Trombolitik intra-arterial.
Pro-urokinase intra-arterial (pro ACT II 1999), gabungan r-tPA intravena dan intra-arterial,
gabungan neuroprotektan dengan r-tPA serta gabungan penghambat IIb IIIa dengan r-tPA muncul
sebagai alternatif pengobatan tetapi dikatakan masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk
mendapatkan pengakuan dari FDA Amerika Serikat.
26
OBAT-OBAT NEUROPROTEKTIF.
a. Obat-obat mencegah iskemia dini.
L-glutamate, suatu neurotransmitter perangsang alami bekerja sebagai neurotoksin
endogen. Kadar tinggi asam-amino perangsang (EAA) mengakibatkan rangsangan sinaptik
berlebihan, dengan akibat perangsangan berlebihan dan kematian sel. Atas dasar ini dicari obat-
obatan pencegah rangsangan EAA (EAA antagonis). NMDA serta glutamate bloker lain diharapkan
dapat mengatasi toksisitas karena glutamate dan CA. Stabilisator membran, citicholine bekerja
memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan mengurangi kadar
asam lemak bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin, suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
“Therapeutik window” 2-14 hari. Piracetam, cara kerjanya tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan
mengikat pada membran sel, memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Bermanfaat bila diberikan dalam 7 jam setelah serangan stroke.
Pentoksifilin bekerja dengan menurunkan viskositas darah, menambah deformabilitas butir sel darah
merah, menurunkan kadar fibrinogen, menghambat agregasi trombosit dan menaikkan darah ke
otak.
b. Obat-obat mencegah reperfusi.
Antibody-antiadesi.
Enlimobab, antibody monoclonal dapat memblokade molekul adesi interseluler (intercellular
antibody adhesion molecule, ICAM) pada endotel untuk mencegah adhesi dari sel darah putih pada
dinding pembuluh darah.
Citicholin.
Mekansime kerja :
o Pada level neuronal.
- Meningkatkan pembentukan choline dan menghambat pengrusakan phosphatydilcholine
(menghambat phospholipase).
- Meningkatkan ambilan glukosa.
- Menurunkan pembentukan asetilkolin.
- Menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemia.
- Meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin.
- Merangsang pembentukan glutation, yang merupakan antioksidan endogen otak terhadap
radikal bebas.
- Mengurangi peroksidasi lipid.
- Mengembalikan aktivitas Na+/K+ ATP ase.
o Pada level vaskular.
- Meningkatkan aliran darah otak.
- Meningkatkan konsumsi O2.
- Menurunkan resistensi vaskular.
Indikasi :
o Stroke iskemik dalam ≤ 24 jam pertama dari onset.
o Stroke hemoragik intraserebral.
Peringatan dan perhatian :
27
o Pada stroke hemoragik intraserebral jangan memberikan citicholin dosis lebih dari 500 mg, harus
dari dosis kecil 100 mg – 200 mg, 2 – 3 kali sehari.
o Pemberian IV harus perlahan-lahan.
Efek samping :
o Reaksi hipersensitif : ruam kulit.
o Insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia, nilai fungsi hati abnormal pada
pemeriksaan laboratorium, diplopia, perubahan tekanan darah sementara dan malaise.
Dosis dan cara pemakaian :
o Stroke iskemik : 250 – 1000 mg/hari, IV terbagi dalam 2 – 3 kali/hari selama 2 – 4 hari.
o Stroke hemoragik : 150 – 200 mg/hari, IV terbagi dalam 2 – 3 kali/hari selama 2 – 14 hari.
Bukti klinis :
o Memperbaiki outcome fungsional dan mengurangi defisit neurologis dengan dosis optimal 500
mg/hari yang diberikan dalam 24 jam setelah onset.
Piracetam.
o Mekanisme kerja :
o Pada level neuronal.
- Berkaitan dengan kepala polar phospholipid membran.
- Memperbaiki fluiditas membran sel.
- Memperbaiki neurotransmisi.
- Menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi ADP menjadi ATP.
o Pada level vaskular.
- Meningkatkan deformabilitas eritrosit, maka aliran darah otak meningkat.
- Mengurangi hiper-agregasi platelet.
- Memperbaiki mikrosirkulasi.
Indikasi :
o Stroke iskemik akut dalam 7 jam pertama dari onset stroke.
Efek samping :
o Gelisah, irritabilitas, insomnia, ansietas, tremor, dan agitasi.
Dosis dan cara pemakaian :
o Pemberian pertama 12 gram per-infus habis dalam 20 menit.
o Dilanjutkan dengan 3 gram bolus IV/ 6 jam atau 12 gram/24 jam dengan drip kontinyu sampai
dengan hari ke 4.
o Hari ke 5 – akhir minggu ke 4 4,8 gr 3x/hr PO.
o Minggu 5 – 12 2,4 gr 2x/hr PO.
Bukti klinis.
o Piracetam mungkin bermanfaat jika diberikan dalam kurang 7 jam onset stroke iskemik akut
derajat sedang dan berat.
o Piracetam mungkin masih efektif untuk pengobatan afasia pasca stroke.
OBAT ANTIEDEMA.
a. Edema sitotoksik.
1. Manitol, diberikan manitol 25% dalam dosis 6 x 100 cc (0,5 mg/Kg), tiap 100 cc
dihabiskan dalam 15-20 menit. Serum osmolalitas harus dipantau antara 300-320 mOs.
Manitol dapat mengurangi edema sitotoksik, memperbaiki mikrosirkulasi, menstabilkan
aliran darah kortikal, dan PH otak intraseluler pada “Iskhemia penumbra” akan tetapi
tidak pada inti ischemia, juga berperan penghancur free radical.
28
2. Gliserol oral diberikan dalam dosis 0,5 mg/Kg dan per infuse 10% dalam 0,4 normal
saline. Manfaatnya untuk stroke masih diragukan.
b. Edema vasogenik.
1. Glukokortikoid : bekerja dengan cara anti-inflamasi dan menstabilkan membran.
2. Furosemid : memperlancar penyaluran cairan edema ke sistem ventrikel.
3. Manitol dan gliserol : sedikit bermanfaat.
4. Albumin : pemberian infus isovolemik dengan albumin hiperosmolar bermanfaat untuk
edema iskemik.
5. Hipertonik saline : menurunkan tekanan intrakranial dan menambah tekanan perfusi
otak pada penderita stroke.
29
o Perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan
hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
o PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma cavernosa
dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau/
accessible.
o Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
o Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (≥50 cm3) masih menguntungkan.
30
o Esmolol IV 50 – 200 mcg/kg/mnt.
o Pemakaian nitroprussid tidak dianjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
Untuk menjaga TDS jangan turun (dibawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors,
dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat
vasospasme.
31
Clonidin Oral 30 mnt 8-12 jam 0,1-0,2 mg 12 jam Sedasi
15-30
Prazosin Oral mnt 8 jam 1-2 mg 8 jam Sakit kepal,
fatique,
drowsiness,
weakness.
Sumber : Guideline stroke, 2007.
Stroke akut
Sistolik > 220 mmHg Sistolik > 220 mmHg Sistolik 180-220 mmHg Sistolik < 180 mmHg
Diastolik > 140 mmHg Diastolik 121-140 mmHg Diastolik 105-120 mmHg Diastolik < 105 mmHg
Positif Negatif
d. Hiponatremi.
Bila natrium dibawah 120 mEq/l berikan NaCl 0,9% IV 2 – 3 l/hr. Bila perlu berikan NaCl
hipertonik 3% 50 ml, 3 x sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5 – 1 mEq/l per jam dan tidak
melebihi 130 mEq/l dalam 48 jam pertama.
Ada yang menambahkan fludrocortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam
200 ml glukosa 5% IV 2 x sehari.
Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi.
e. Kejang.
Diberikan pada hematoma yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak
membaik.
Untuk menghindari perdarahan ulang akibat kejang dapat diberikan anti-konvulsan sebagai
profilaksis, selama 1 bulan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan.
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti fenitoin loading dose 15
– 20 mg/kgBB/hari oral atau IV, dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 x sehari, dengan dosis maintenance 300 – 400 mg oral/hari
dengan dosis terbagi.
Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat di ICU.
f. Hidrosefalus.
Akut (obstruksi).
32
Dapat terjadi pada hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadian rata-
rata 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (drainase eksternal ventrikuler),
walaupun beresiko terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
Kronik (komunikan).
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebro spinal secara temporer atau
permanen seperti ventriculo peritoneal shunt.
33
3. REHABILITASI
Program rehabilitasi.
Rehabilitasi merupakan salah satu faktor yang berperanan untuk prognosis jangka panjang
penderita stroke. Pada penderita stroke terjadi metabolisme meningkat, depresi, stasis vena,
penurunan kapasitas vital, melambatnya kontraksi gastrointestinal, dan stasis urin. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi seperti pneumonia, Deep Venosis Trombosis (DVT), ulkus
dekubitus, kolisistisis, dan infeksi saluran kencing.
3.3.Rehabilitasi penderita stroke (The stroke unit, department of health care in the elderly, 1999) :
3.3.1. Penataan kamar pasien.
Untuk menghindari berkurangnya kepekaan sensorik, pasien harus mendapat rangsangan
yang maksimal pada sisi yang lumpuh.
Kamar pasien harus ditata sedemikian rupa sehingga kegiatan dikerjakan pada sisi yang
lumpuh.
34
3.3.2. Berbaring pada sisi yang sakit.
Ranjang : Datar seluruhnya.
Kepala : di atas dengan posisi yang enak.
Badan : Agak, membungkuk, diganjal dengan bantal pada punggung sampai pinggul.
Bahu yang lumpuh : Didorong ke depan dan diputar keluar.
Lengan yang lumpuh :
o Posisi dengan sudut rentang 900 dari badan.
o Seluruh lengan disandarkan pada meja kecil beralas bantal disisi ranjang pasien.
o Sikut dalam posisi selurus mungkin dan telapak tangan menghadap ke atas.
Tungkai yang lumpuh :
o Posisi pergelangan paha lurus.
o Lutut sedikit ditekuk.
Lengan yang sehat diletakkan di atas badan/bantal.
Tungkai dan kaki yang sehat :
o Dalam posisi melangkah, diganjal bantal.
o Pergelangan paha dan lutut agak ditekuk.
35
Lengan diletakkan pada bantal yang sama.
36
3.3.6. Berbalik ke sisi yang normal.
3.3.6.1. Secara pasif :
Lutut yang lumpuh ditekuk.
Kedua tangan pasien digenggamkan.
Berbalik dibantu pada daerah bahu dan pinggul.
Kemudian pasien dikembalikan ke posisi semula.
37
Ranjang :
o Bagian kepala ranjang diusahakan selurus mungkin.
o Sebuah bantal diletakkan di bawah punggung pasien.
Kepala : Tidak bersandar, bebas bergerak.
Badan : Tegak.
Pinggul : Ditekuk 900, berat badan dibebankan pada kedua pinggul.
Lengan : Diluruskan ke depan, sikut disandarkan pada meja ranjang pasien (diperbolehkan
meletakkan lengan pada bantal).
38
Gunakan gerakan yang teratur dan saling bergantian antara kedua bahu dan panggul.
39
3.3.11.2. Secara aktif dengan bantuan :
Untuk memudahkan pasien membungkuk ke depan, letakkan kursi kecil di depannya, pasien
dapat menyandarkan kedua tangannya pada kursi itu sambil tetap saling menggenggam
seperti halnya ketika berdiri.
Adalah penting untuk menempatkan kedua tumit ke lantai, posisi kedua kaki harus berada di
bawah lutut.
Dengan kedua tangan saling menggenggam, rentangkan ke depan dan sandarkan pada kursi.
Angkat pantat dan alihkan berat badan ke bagian depan sehingga posisi kepala akan berada
di depan kaki.
Pindah ke kursi atau ranjang.
Pelatih menuntun pemindahan mulai dari pinggul agar prosesnya berjalan lancer.
Dengan cara yang sama, juga dapat dilakukan pemindahan pasif.
Pelatih berada di sisi lain, ia membungkukkan pasien, menjepitnya antara kedua sikut dan
meletakkan kedua tangannya di bawah pinggul. Satu kaki mencegah pasien agar tidak
tergelincir selama proses pemindahan.
40
3.3.12. Berpindah tanpa bantuan.
Badan bersandar ke depan dan raih dengan kedua tangan.
Angkat pantat : Jika bisa, berdiri.
Berpindah ke kursi roda atau ranjang melalui sisi yang lumpuh.
41
o Satu tangan menahan pinggul pasien yang sehat.
o Satu tangan lainnya ditaruh di atas lutut yang lumpuh.
3.3.15. Berjalan.
Pelatih berdiri di depan pasien.
Lengan yang lumpuh diletakkan di atas bahu pelatih.
Pelatih meletakkan tangannya di bawah bahu yang lumpuh sambil menopang lengan yang
lumpuh.
Tangan pelatih yang lainnya membimbing pemindahan berat badan melalui panggul pasien.
Pelatih berdiri di sisi yang lumpuh dan menopang bahu serta tangan pasien.
42
4. Pencegahan stroke sekunder
4.2. Pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Guideline stroke, 2007).
4.2.1. Hipertensi.
Rekomendasi :
Tekanan darah sistolik < 140 mmHg.
Tekanan darah diastolik < 90 mmHg.
Modifikasi gaya hidup :
o Kontrol berat badan.
o Aktivitas fisik (olahraga).
o Hindari minum alkohol.
o Diet mengandung natrium sedang (<2,3 gr/hari).
Bila setelah modifikasi gaya hidup TD masih tetap > 140/90 mmHg tambahkan obat anti
hipertensi.
43
4.2.2. Diabetes mellitus.
Rekomendasi :
Mengontrol dan mengendalikan kadar gula darah dengan cara diet, obat anti diabetika
oral, insulin, dengan target kadar HbA1C < 7%.
4.2.4. Dislipidemia.
Karakteristik Rekomendasi
44
atau < 2 faktor resiko PJK
- CT ≥ 240 mg% - Analisis lipoprotein
* Evaluasi LDL
- Tanpa PJK & < 2 faktor resiko PJK - Turunkan LDL < 160 mg% :
modifikasi diet selama 6 bulan,
terapi obat-obatan bila LDL ≥ 190 mg%
- Tanpa PJK tetapi mempunyai ≥ 2 - Turunkan LDL < 130 mg% :
faktor resiko PJK modifikasi diet selama 6 bulan,
terapi obat-obatan bila LDL ≥ 160 mg%
- Dengan PJK atau penyakit - Turunkan LDL < 100 mg%
aterosklerotik lainnya - Diet selama 6-12 minggu, bila
LDL ≥ 130 mg%, berikan obat-obatan
Sumber : Guideline stroke, 2007.
Daftar makanan yang dianjurkan dan yang sebaiknya dihindari pada dislipidemia :
4.2.5. Obesitas.
Menurunkan berat badan, dengan target BMI < 25 kg/m 2.
Garis lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita, dan < 90 cm untuk laki-laki.
45
Melakukan olahraga teratur.
Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobic (jalan cepat, bersepeda,
berenang,dll) secara teratur minimal 30 menit, dan minimal tiga kali per minggu.
46
terapi pembedahan.
Patent Foramen Terapi antiplatelet dipertimbangkan untuk mencegah kejadian berulang.
Ovale Warfarin digunakan untuk pasien dengan resiko tinggi yang mempunyai indikasi lain
untuk antikoagulan oral seperti pada keadaan hiperkoagulasi atau adanya venous
trombosis.
Data kurang mencukupi untuk merekomendasikan PFO pada penderita dengan stroke
yang pertama kali dengan PFO.
Penutupan PFO dipertimbangkan pada penderita dengan stroke kriptogenik berulang
walaupun mendapat terapi medis.
Hiperhomosistein Preparat multivitamin harian standar layak diberikan untuk mengurangi kadar
homosistein.
Turunkan sampai < 16 umol/L (berikan asam folat 400 ug/hari, B6 1,7 mg/hari, B12
2,4 mg/hari, diutamakan dalam bentuk sayur, buah-buahan, tumbuhan polong, daging,
ikan, beras fortified dan biji-bijian.
Kondisi Hiper- Harus dievaluasi adanya trombosis vena dalam, yang merupakan indikasi untuk
koagulasi pemberian terapi antikoagulan, tergantung dari kondisi klinis dan hematologis.
Inherited Penderita harus dievaluasi untuk mekanisme alternatif stroke.
trombophilia Bila DVT tidak ditemukan, terapi antikoagulan atau antiplatelet jangka panjang
layak diberikan.
Penderita dengan riwayat trombosis berulang dipertimbangkan pemberian
antikoagulan jangka panjang.
Antipospolipid - Bila APL antibodi (+) terapi antiplatelet layak diberikan.
antibodi sindrom Penderita stroke dengan kriteria APL antibodi yang sesuai dengan penyakit oklusi vena
dan arterial pada multipel organ, aborsi berulang, livedo reticularis, diberikan anti-
koagulan oral dengan target INR 2-3.
Sicle cell disease Penderita dewasa dengan SCD dan stroke, direkomendasikan mendapat terapi umum
yang dapat diterapkan untuk mengontrol faktor resiko dan penggunaan anti koagulan.
Terapi tambahan diberikan termasuk transfusi darah untuk mengurangi HbS dari < 30%
hingga 50% dari total Hb, hydroxyurea atau pembedahan bypass.
Cerebral venous Beralasan diberikan UFH atau LMWH walaupun pada keadaan adanya infark hemoragik.
sinus trombosis Dilanjutkan terapi dengan antikoagulan oral diberikan selama 3-6 bln, diikuti dengan
terapi antiplatelet.
Kehamilan Pada kehamilan dengan stroke dan resiko tinggi tromboemboli seperti koagulopati
atau katub jantung, mekanik dipertimbangkan :
Penyesuaian dosis UFH selama kehamilan, seperti pemberian dosis subkutan setiap 12
jam.
dengan monitoring faktor Xa selama kehamilan; atau UHF atau LMWH hingga minggu
ke 13, diikuti warfarin hingga pertengahan trimester ke 3, kemudian UHF atau LMWH
diberikan kembali hingga persalinan.
47
Wanita hamil dengan kondisi resiko lebih rendah dipertimbangkan diterapi dengan
UFH atau LMWH pada trimester pertama, diikuti dengan aspirin dosis rendah hingga
akhir kehamilan.
Cerebral Penderita dengan ICH, SAH atau SDH, seluruh antikoagulan dan antiplatelet harus
hemoragik dihentikan selama periode akut minimal 1-2 minggu setelah perdarahan dan efek
antikoagulan diatasi dengan terapi yang sesuai (seperti vit K, FFP).
Penderita yang memerlukan antikoagulan segera setelah perdarahan serebral,
heparin intravena lebih aman daripada antikoagulan oral.
Antikoagulan oral dapat dimulai lagi setelah 3-4 minggu, dengan monitoring ketat dan
pengawasan INR pada batas bawah rentang terapi.
Stenosis carotis Endarterektomi karotis pada stenosis karotis simptomatik berat ( >70-99%), sangat
direkomendasikan.
Endarterektomi karotis pada stenosis karotis simptomatik berat (50-69%),
direkomendasikan selektif.
Endarterektomi karotis pada stenosis karotis simptomatis ringan (<50%) tidak
direkomendasikan.
Stenosis karotis asimptomatik berat (>60%), direkomendasikan selektif.
Pada kondisi tidak dapat dilakukan tindakan operasi atau stenosis karotis simptomatik
beresiko tinggi maka dapat dilakukan tindakan stenting dan angioplasty karotis.
Kondisi khusus Antikoagulan tidak dilanjutkan pada SAH setelah ruptur aneurysma jelas terjadi.
Pasien dengan ICH lobar atau perdarahan mikro dan dicurigai CAA pada MRI memiliki
resiko tinggi rekurensi ICH bila antikoagulan dilanjutkan.
Penderita dengan infark hemoragik, antikoagulan dapat dilanjutkan, tergantung pada
kondisi-kondisi klinis spesifik dan indikasi yang mendasari untuk terapi antikoagulan.
Sumber : Guideline stroke, 2007.
48
5. Gangguan mental pada stroke
Penderita pasca stroke sering menyandang gejala sisa berupa cacat fisik dan cacat mental.
Cacat mental (fungsi luhur) mencakup berbagai fungsi, diantaranya memori, kognitif, berbahasa,
praksis, emosi, tingkah laku, berhitung, abstraksi, orientasi, afek (Lumbantobing, Neurogeriatri,
2004).
49
o Tidak sensitif terhadap perasaan atau pendapat orang lain.
o Persepsi sosial yang buruk.
o Pikiran ingin bunuh diri.
o Waham paranoid.
Lesi di lobus frontal kiri mempunyai skor depresi lebih tinggi.
Penderita yang berusia muda mempunyai tingkat depresi yang lebih berat.
Pengobatan yang berhasil dapat dicapai melalui pendekatan rehabilitasi menyeluruh melalui
suatu tim.
Obat yang dapat memberikan perbaikan adalah methylphenidate (Ritalin) 10 mg pagi dan
siang hari, tanpa diberikan pada sore dan malam hari agar tidak mengganggu tidur.
Dapat juga diberikan Amphetamine, 2 – 5 mg PO, dengan waktu yang sama seperti diatas.
Menurut Rose :
o Depresi yang disebabkan gangguan di hemisfer kanan lebih banyak disertai gejala
“endogenous” atau gejala biologik, yang berespon terhadap farmakoterapi.
o Depresi yang disebabkan gangguan di hemisfer kiri ditandai oleh pikiran dan ide yang
depresif negatif, yang kurang berespons terhadap farmakoterapi, dapat berespons
terhadap psikoterapi.
Menurut DSM IV (1994) kriteria esensial bagi sindrom depresi mayor terdiri dari mood (suasana hati)
yang dysphorik atau hilangnya minat (interest) atas kenikmatan bagi semua aktivitas yang umum
(termasuk aktivitas seksual), dengan kombinasi dari berkurangnya empat dari tujuh gejala berikut :
50
5. Menyalahkan diri sendiri, merasa tidak ada harga dirinya atau bersalah.
6. Tidak tegas, mengeluh pelupa dan sulit berkonsentrasi.
7. Pemikiran meninggal atau bunuh diri atau mencoba bunuh diri.
5.3.Terapi
Psikoterapi pada penderita dan keluarga.
Farmakoterapi atau terapi elektrokonvulsif bila depresinya parah.
Periksa defisit kognitif dan mental, sebelum dilakukan psikoterapi.
Memberikan konseling kepada keluarga atau penerangan mengenai keterbatasan serta
masalah yang dihadapi penderita.
Pemberian nasehat dan penerangan mengenai hal berikut :
o Gangguan kognitif.
o Mengurangi beban tanggung jawab bila dianggap perlu.
o Memberi perhatian dan kasih sayang.
o Penderita pasca stroke mudah cape, dan mudah teralih perhatiannya oleh suara berisik.
o Penerangan mengenai masalah seksual.
o Motivasi yang kurang, yang harus ditingkatkan.
o Keadaan tidak sabar dan impulsive, yang tidak mudah dimodifikasi dengan argumentasi
rasional.
Bila gangguan ringan, maka keadaan depresi, iritabilitas atau ansietas dapat diobati dengan
psikoterapi.
Depresi dapat diobati dengan :
o Meningkatkan kegiatan yang menyenangkan.
o Meningkatkan kegiatan yang mandiri.
51
Fluoxetine 0 0 0
Fluvoxamine 0 0 0
Paroxetine 0 0 0
Sertraline 0 0 0
Dikutip dari buku : Key topics in Psychiatry. Smith C, Seel L, Sudbury P.
Bios Scientific Publishers Oxford 1996, 104.
Sumber : Lumbantobing, Neurogeriatri, 2004.
52
o Sirosis hati.
o Artritis.
o Osteoporosis.
o Dll.
Unipotent :
o Menghasilkan 1 tipe sel, namun memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri sendiri
yang membedakannya dari non stem sel.
53
7. DAFTAR PUSTAKA
Adam H.P., Zoppo G.J.D. & Kummer R.V. (2002); Management of stroke : A practical guide for the
prevention, evaluation, and treatment of acute stroke, Professional Communications, NC, A Medical
Publishing Company
Adam R.D. & Victor M. (1993); Principles of Neurology. 5 th edition; Mc Graw Hill Inc, New York; p.
669 – 709
Ali W. (1999); Rehabilitasi Penderita Stroke, petunjuk praktis; UCB Pharma Indonesia
Asmadi A. & Lamsudin (1998); Prognosis stroke; Dalam : Manajemen stroke mutakhir; Berita
kedokteran masyarakat, XIV; hal. 7 : 89 – 92
Berlit P. (1996); Cerebrovaskular diseases; In : Memorix neurology; Chapman & Hall Medical; Page :
173 – 193
54
Chandra B. (1994); Stroke; Dalam : Neurologi Klinik; FK. Unair, Surabaya; hal. 28 – 46
Graber M.A. (2002); Terapi cairan, elektrolit, dan metabolik; Farmedia; hal : 96
Isabel C.L.S., Samatra D.P.G.P, & Nuartha A.A.B.N. (2003); Penentuan stroke hemoragik dan non-
hemoragik memakai scoring stroke; Dalam : Kongres Nasional V, 9-13 Juli 2003, Sanur-Bali
Lumbantobing S.M. (1994); Stroke bencana peredaran darah otak, edisi pertama; Penerbit FK-UI;
Jakarta; hal. 2 – 27
Lumbantobing S.M. (2004); Gangguan mental pada stroke; Dalam : Neurogeriatri; Balai penerbit
FKUI, Jakarta; hal : 128 – 133
Mason R.P., Walter M.F. & Jacob R.F. (2006); Active metabolite of Atorvastatin inhibits membran
cholesterol domain formation by an antioxidant mechanism; In : The journal of biological chemistry
Vol. 281, no. 14; Page : 9337 – 9345
Mardjono M. (1993); Gangguan peredaran darah otak di Indonesia; Dalam : Buletin penelitian
kesehatan; hal. 3 : 33 – 40
Ngoerah I.G.N.G. (1991); Penyakit peredaran darah otak; Dalam : Dasar-dasar ilmu penyakit saraf;
Airlangga university press; hal : 238 – 258
Nuartha A.A.B.N. (1994); Beberapa aspek diagnostik dan penatalaksanaan stroke akut; Lab neurologi
FK. Universitas Udayana, Denpasar
Otto S.E. & Rocca J.C.L. (1998); Penghitungan untuk terapi IV; Dalam : Terapi intravena; Penerbit
buku kedokteran, EGC; hal : 81 – 83
Penyakit Serebrovaskuler; Dalam : Pedoman diagnosis dan terapi Penyakit Saraf (1992); Lab/UPF
Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi), Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat
Denpasar; hal : 31 – 43
Suyono S. (1998), Hiperlipidemia; Dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam ed.3, FKUI; Gaya baru,
Jakarta; hal. 714 – 724
Thaler M.S. (2000); Atrial fibrillation; Dalam : Satu-satunya buku ECG yang anda perlukan;
Hipokrates; Hal : 123 – 124
Wibowo S. (1999); Upaya pencegahan stroke : berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ketaatan
berobat pasien; dalam : Manajemen stroke mutakhir; Berita kedokteran masyarakat; hal. 2 : 85 – 91
55