Adil Jamali 1
1
Pusat Penelitian Metalurgi /Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Tangerang-Banten/Indonesia .
Email: adil.jamali@lipi.go.id; adilj03@yahoo.com
Abstract
Tanur tiup atau Blast furnace merupakan peralatan yang penting dalam pembuatan besi
kasar (pig Iron). Tulisan ini bertujuan memperkenalkan metoda perancangan Tanur tiup
pembuatan besi kasar dari bijih besi. Metoda perancangan disusun berdasarkan hasil
penelaahan literatur dan pengalaman perancangan serta pengopersian tanur tiup besi
kasar kapasitas 25 ton/hari besi kasar. Dengan metoda perancangan ini berhasil dirancang
profil tanur berkapasitas 50 t/hari.
Key words: Perancangan, profil ,tanur tiup, besi kasar , pig iron
I. Pendahuluan
Blast Furnace atau Tanur Tiup dewasa ini mulai digunakan dalam skala komersial
ditanah air. Sebelumnya ,pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1996 , LIPI Lampung
berhasil menjalankan Tanur Tiup berbahan bakar arang kayu kapasitas 25 ton perhari
besi kasar secara berkesinambungan. Tahun 2012 PT Indofero di Cilegon Banten
mengoperasikan Tanur Tiup pengolahan bijih nikel menghasilkan nikel pig iron. PT
Krakatau Steel bekerjasama dengan POSCO sedang menyelesaikan pembangunan
Tanur Tiup besar di Cilegon yang akan beroperasi tahun 2014. Sementara itu beberapa
perusahaan sedang dalam tahap perencanaan untuk membangun Tanur Tiup pembuatan
nikel pig iron dari bijih nikel lokal. Untuk mendukung perkembangan pemanfaatan Tanur
tiup , diperlukan peningkatan kemampuan rancang bangun Tanur, salah satunya adalah
perancangan profil Tanur.
Profil tanur menggambarkan bentuk tanur dibagian dalam, kemiringan dinding tanur,
sudut kemiringan dinding atas ( Stack) dan dinding bawah ( Bosh ), serta ukuran , baik
tinggi maupun diameter bagian bagiannya, meliputi, Hearth, Bosh, Belly, Stack dan
Throat. (gambar 1). Dalam tanur tiup , bahan baku padat bijih besi, pellet atau sinter,
kokas atau arang kayu dan batu kapur dimasukkan dari atas tanur berselang antara lapis
bijih dan kapur dengan lapisan kokas. Udara panas dimasukkan dari bagian bawah
tanur melalui lubang “tuyere” membakar kokas dan memungkinkan terjadinya reduksi,
pertukaran massa dan kalor, pelelehan serta peleburan menghasilkan besi panas dan
slag atau terak. Selanjutnya besi cair dan slag dikeluarkan dari lubang pengeluaran
dibagian bawah tanur. Produktifitas tanur sangat tergantung pada kelancaran aliran
padatan dari atas tanur kebawah hingga mencair dan aliran gas hasil reaksi udara panas
dengan kokas dan material lainnya.
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 1
Throat
dt
Stack
db Belly
Bosh
D
Hearth
Tuyere
Taphole
Gambar 1. Profil Tanur tiup
Profil tanur sangat berperan agar aliran gas dan padatan tersebut lancar dan cepat ,
sehingga produksi besi cair berlangsung stabil dan berkesinambungan.4)
Dalam tulisan ini disampaikan metoda perancangan profil tanur yang disusun berdasarkan
pengalaman perancangan tanur tiup arang kayu , kapasitas 25 ton/hari besi kasar.
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 2
tekanan, komposisi gas gas didalam tanur, profil pergerakan padatan dan padatan yang
mengalami pelunakan, dan kemudian mencair, dan sebagainya. Dengan hasil tersebut
dapat dirancang profil tanur yang memungkinkan pergerakan massa yang lancar, cepat
, stabil dan berkesinambungan yang memberikan produktifitas tanur yang optimal.
Baik metode sederhana maupun metoda modeling computer keduanya menghasilkan
profil tanur yang secara umum berbentuk sama, yaitu terdiri bagian atas berbentuk
silinder yang disebut Throat , tempat pemasukan bahan dari bin diatasnya, disini bahan
mengalami pengeringan, selanjutnya stack yang berangsur angsur kearah bawah
diameternya membesar sampai ke Belly. Hal ini untuk mengakomodasi ekspansi bijih besi
yang berkontak dengan gas panas dari bagian bawah tanur. Belly berbentuk silinder,
merupakan bagian tanur dengan diameter paling besar. Kemudian Bosh bersambung
dengan hearth dibawahnya yang berdiameter lebih kecil dari Belly. Didalam bosh material
yang melunak mulai cair dan menetes melewati rongga tumpukan kokas masuk ke hearth.
Material mengalami penurunan volume yang cukup besar sehingga bentuk bosh
merupakan kebalikan dari stack .
Tulisan ini berusaha memberikan kontribusi pada metoda perancangan “
perhitungan sederhana “ , dengan menambahkan perhitungan kuantitatif di hearth dan
stack. Serta usaha untuk memahami logika dibalik rasio dimensi tanur dan petunjuk
kualitatif berdasar statistik dan pengalaman yang disajikan dalam metoda sederhana.
Diharapkan dengan metoda ini , dapat diperoleh hasil rancangan lebih baik dan lebih
mudah dilakukan , terutama bagi perancang muda yang terjun dibidang rekayasa tanur
tiup.
2.1 Metoda perancangan sederhana yang dilengkapi perhitungan kuantitatif.
Sebagai contoh, akan dihitung diameter hearth tanur tiup dengan kapasitas 50
ton/hari besi kasar. Rasio pemakaian kokas adalah 700 kg per ton besi kasar.
Menurut AK Biswas (1981)1), Diameter hearth tanur dapat diperoleh dengan persamaan
: . D = c Q0,5 .....................................(1)
D = Diameter hearth Tanur , meter
c = Koefisien ” trhoughput ” dengan nilai antara 0,2 sampai
dengan 0.3 tergantung pada , preparasi umpan tanur.
Q = pemakaian kokas, ton / 24 jam,
Dengan rumus diatas diperoleh diameter hearth antara 1180 mm sampai 1770 mm
tergantung besaran koefisien yang digunakan. Sebagai langkah awal digunakan koefisien
tengah 0,25 sehingga diperoleh D = 1480 mm.
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 3
Tinggi hearth efektif, yaitu jarak antara as tap hole dengan as tuyere ditentukan
berdasar data empiris volume hearth Blast furnace Jepang berdiameter hearth 9,8 sd
14,4 m. Volume Hearth antara 0,085 - 0,044 m3 /TBC.24 jam. TBC = Ton besi cair.
Untuk blast furnace ukuran dibawah diameter hearth 9 m , diperlukan kreativitas
perancang , apakah rasio tersebut berlaku untuk tanur kecil dengan diameter antara 1 m
sd 5 m ? Beberapa faktor yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :
a.jumlah slag
b.frekuensi taping dalam sehari
c.pengaruh pengotor khususnya belerang
d.porositas tumpukan kokas didalam hearth yang merupakan ruang yang akan
diisi besi cair dan slag atau fraksi lowong.
Dalam contoh diatas, jika diambil 0,044 m3/TBC.24 jam, maka volume hearth 0,044 X 50
= 2,2 m3. Tinggi hearth as tuyere ke as tap hole = Vh/Ah = 2,2/1,1719 = 1280 mm. Jarak
antara as tuyere dengan batas antara hearth- bosh diambil 400 mm , untuk
mempermudah pemasangan tuyere, sedangkan jarak antara as tap hole dengan dasar
tanur ditentukan 200 mm, agar dasar hearth selalu terisi cairan untuk mempertahankan
temperaturnya. Untuk tanur besar, jarak keduanya masing masing lebih kurang 500 mm
dan antara 500 mm sd 1500 mm jarak tap hole kedasar tanur. Pertimbangan
pengambilan jarak tersebut bersifat kualitatif , menghindari resiko pendinginan hearth
yang berakibat pada pembekuan besi cair akibat adanya gangguan proses didaerah bosh
atau diatasnya. Dengan demikian tinggi hearth total dari dasar tanur hingga batas bosh
adalah 1880 mm. Sedangkan tinggi hearth dari dasar bosh ke as tap hole = 1680 mm.
Selanjutnya diameter hearth dihitung balik , berdasarkan frekuensi tapping atau
pengeluaran cairan besi. Untuk itu diperlukan perkiraan besaran fraksi lowong ( E )
didalam hearth. Sebelum terisi cairan, hearth terisi tumpukan kokas, kemudian terjadilah
hujan slag dan besi yang ditampung didalam fraksi lowong. Karena terdapat
kemungkinan perubahan fraksi lowong sebelum dan sesudah masuknya cairan kedalam
hearth dan sulit diperhitungkan maka data empiris fraksi lowong ini sangat bermanfaat
dalam perancangan . Beberapa pilihan frekuensi tapping dapat dilihat pada tabel 1.
No. jumlah tapping/24 jam Waktu antar tapping, jam ( ton/tap) (ton/tap)
1 6 4 8,33 2,5
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 4
2 8 3 6,25 1,88
3 9 2, 66 4,2 1,25
Vbs = Vh x E .................................................... ( 2 )
Vbs = Volume besi + slag dalam hearth , m3
Vh = Volume hearth dari as tuyere ke as tap hole., m3
E = fraksi lowong
Selanjutnya tinggi hearth dapat ditentukan dari Vh yang diperoleh dalam persamaan (2)
Semakin lama waktu antar tapping , semakin besar kandungan belerang didalam besi
cair akibat kontak besi cair dengan kokas yang mengandung belerang yang terjadi
didalam hearth. Pertimbangan lain adalah spesifikasi alat pengangkat besi cair dan slag
, yang tergantung Volume keduanya. Akhirnya diameter hearth ditentukan berdasarkan
optimasi berbagai faktor tersebut.
Diameter stack bawah sama dengan diameter belly bagian atas = 2000 mm. Jika
digunakan sudut stack 86 derajat1), maka tinggi stack tergantung diameter throat. Jika
diameter throat = 1250 mm , maka tinggi stack = 5360 mm. Volume stack = 11,11 m3
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 5
Didalam stack terjadi pertukaran kalor antara gas tuyere dengan bahan baku2). Terjadi
pula reaksi reduksi tidak langsung antara bijih besi dengan gas CO menghasilkan Fe.
Reduksi ini diharapkan mencapai 65% sehingga penggunaan energi menjadi optimal1)
Proses perpindahan kalor yang dapat dihitung dengan persamaan yang dikembangkan
Kitaev dkk ( 1967 )2) berlangsung lebih cepat dari reaksi kimia reduksi tidak langsung.
Waktu reaksi akan menentukan waktu tinggal bahan baku didalam stack atau dengan
kata lain dimensi stack. Dimensi stack dapat dihitung dari persamaan proses pertukaran
kalor, tetapi karena reaksi reduksi lebih lambat dari perpindahan kalor , maka disarankan
dimensi stack didesain dengan pendekatan waktu tinggal bahan baku di stack yang cukup
sehingga reaksi berlangsung sesuai harapan.
Untuk bijih besi dengan diameter dp, waktu reaksi dihitung dengan persamaan
yang dikembangkan oleh Suzuki dkk ( 1972)3) :
Waktu reaksi Tr dijadikan waktu tinggal minimal bijih besi dalam zona reaksi , antara 400
– 1000 0C, yaitu didaerah stack sampai bagian atas belly.
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 6
Vst = Tr x Vb = 190 X 50 d = g m3. Karena diameter Throat dan Belly telah
diketahui maka tinggi stack dapat diketahui. Dengan rasio 1,6 ton bijih besi/ton
besi cair, berat jenis bulk = 2,4 ton/m3 , berat jenis kokas = 0,8 ton/m3 , kapur =
0,24 t/ton besi , bj kapur = 1,7 t/m3 , Volume umpan /ton besi = 1,676 m3/ton besi.
Vst = 190 menit x 50 ton/24 jam x 1,676 m3/t = 11 m3 . . Tinggi stack = 11/2,07 =
5314 mm. Sudut stack = 850 57’36’’ . Pendekatan sederhana menghasilkan
3
volume stack = 11,11 m , sedangkan dengan perhitungan waktu reaksi diperoleh
volume stack minimal 11 m3. Dengan demikian perhitungan sederhana dapat
digunakan dalam rancangan dimensi stack .
Menurut Biswas, A.K (1981)1) , diameter throat per diameter hearth berkisar
antara 0,78 – 0,88 ,agar throat dapat berfungsi sebagai penutup tanur yang mengatur laju
keluar gas sehingga kontak gas padat didalam tanur berlangsung baik. Jika diambil
Diameter Throat = 1250 mm ,maka rasio dt/D = 0,84 .
Tinggi throat untuk tanur besar berkisar 1,5 – 3 m, untuk tanur kecil
memperhatikan kemudahan dalam konstruksi diambil tinggi Throat = 1200 mm.
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 7
Volume tanur = 22,73 m3 . Volume efektif tanur = 20,53 m3
V. Penutup
Telah dipaparkan metoda perancangan tanur tiup pengolahan bijih besi, sebagai
perbaikan dari metoda sederhana dengan menambahkan perhitungan kuantitatif di hearth
dan stack. Dengan metoda ini telah dirancang tanur tiup peleburan bijih besi kapasitas 25
ton perhari dan berhasil dioperasikan dengan produktifitas sesuai rancangan. Berdasar
pengalaman tersebut ditunjukkan perancangan profil tanur , kapasitas 50 ton per hari besi
kasar. Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada LIPI yang telah memberi
kesempatan rancangan tanur tiup terealisasi, dan para peneliti serta teknisi di Balai
Pengolahan Mineral Lampung .
References
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 8
5. Matsuzaki,S.,Nishimura,T.,Shinotake,A.,Kunitomo,K.,Naito,M.,Sugiyama,T., Development
of Mathematical Model of Blast Furnace, Nippon Steel Technical Report No. 94
Juli 2006, pp 87-95.
6. Guo,B., Zulli,P., Maldonado,D., and Yu, A., Numerical Analysis Of Gas Flow
Slag Surface Interaction In Blast Furnace., . Fifth International Conference on
CFD in the Process Industries CSIRO, Melbourne, Australia 13-15
December 2006 , pp 1 – 6.
7. Maier,C., Jordan, C., Harasek, M.E., Feilmayr, C., Thaler, C., Implementation
and Validation of a Three-Dimensional Multiphase-CFD-Model for Blast Furnace
Processes, Chemical Engineering Transactions Vol 29, 2012, pp 925-930.
8. Pustějovská,P., Jursová, S., Process Engineering In Iron Production, Chemical
and Process Engineering 2013, 34 (1), 63-76
Curriculum Vitae
rd
3 Indonesian Iron and Steel Conference, Institut Teknologi Bandung, 26-27 September 2013 I.2 - hal. 9