Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No.

1
ISSN : 1978 - 0303

KAJIAN KUALITAS MIKROBIOLOGIS (TOTAL PLATE COUNT (TPC),


ENTEROBACTERIACEAE DAN Staphylococcus aureus) SUSU SAPI
SEGAR DI KECAMATAN KRUCIL KABUPATEN PROBOLINGGO
Microbiological Qualities (TPC, Enterobacteriaceae, Staphylococcus aureus) of Fresh Milk
from Subdistrict Krucil Probolinggo

Dwi Cahyono1, Masdiana Ch. Padaga2 dan Manik Eirry Sawitri2


1)
Alumni Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang,
65145, Indonesia
2)
Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, 65145,
Indonesia

diterima 25 Februari 2013; diterima pasca revisi 11 Maret 2013


Layak diterbitkan 1 April 2013

ABSTRACT

The aim of this study was to know the protein content and amino acid profile of filial
Etawah and castrated Boer goat meat. The results were expected to be used as information
about protein content and amino acid composition of filial Etawah and filial castrated Boer
goat meat and as a reference for further experiment about different livestock. The material of
the research were loin meat, front and back thigh of filial Etawah and filial castrated Boer
goat meat. Data were analysed with t-test. The results showed that castrated filial Boer goat
meat had significantly higher protein content and 7 essensial amino acids namely lysine,
leucine, arginine, phenylalanine, isoleucine, valine and histidine compared to the one from
filial Etawah goat meat.

Key words: protein, amino acid profiles, goat meat

PENDAHULUAN (3,5- 4,2 %), vitamin dan mineral (0,85 %).


Nilai pH susu antara 6,5 sampai 6,6
Susu segar merupakan cairan yang merupakan kondisi yang sangat
berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, menguntungkan bagi mikroorganisme
yang diperoleh dengan cara pemerahan karena pH mendekati netral (pH 6,5-7,5)
yang benar, yang kandungan alaminya tidak paling baik untuk pertumbuhan bakteri
dikurangi atau tidak ditambah sesuatu sehingga susu akan mudah rusak (Estiasih
apapun dan belum mendapat perlakuan dan Ahmadi, 2009). Kerusakan susu
apapun kecuali pendinginan (Standar sebagian besar disebabkan oleh aktivitas
Nasional Indonesia, 2011). Susu mikroorganisme. Mikroorganisme yang
mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena dapat mencemari susu terbagi menjadi dua
mengandung unsur-unsur kimia yang golongan, yaitu mikroorganisme patogen
dibutuhkan oleh tubuh seperti protein dan dan mikroorganisme pembusuk (Saleh,
lemak yang tinggi. Penyusun utama susu 2004).
adalah air (87,9 %), protein (3,5 %), lemak

1
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1
ISSN : 1978 - 0303

Proses produksi di tingkat peternak simpan dari produksi tersebut ditinjau dari
merupakan langkah awal untuk kerusakan oleh mikroorganisme dan
menghasilkan susu. Setiap peternak sapi keamanan bahan pangan dari
perah senantiasa mengupayakan agar susu mikroorganime ditentukan oleh jumlah
yang diproduksi dapat dimanfaatkan spesies patogenik. Standar Nasional
seutuhnya tanpa ada yang mengalami Indonesia (SNI) tahun 2011 menetapkan
kerusakan. Upaya yang dilakukan tidak cemaran mikroba pada susu segar
hanya tertuju pada kebersihannya tetapi mempunyai batas maksimum cemaran
juga terhadap kualitas susu. Enterobacteriaceae 1x103 cfu/ml dan
Probolinggo, merupakan daerah Staphylococcus aureus 1x102 cfu/ml
sentra produksi susu. Kecamatan krucil dengan total mikroorganisme (TPC)
Kabupaten Probolinggo merupakan daerah maksimal 1x106 cfu/ml. Berdasarkan uraian
penghasil susu yang terbanyak tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
dibandingkan dengan Kecamatan yang lain. mengetahui kualitas mikrobiologis (Total
Populasi sapi perah di Kecamatan Krucil Plate Count, Enterobacteriaceae dan
mencapai 4.770 ekor dengan total produksi Staphylococcus aureus) susu segar yang
rata-rata mencapai 27.751 liter per hari, beredar di Kecamatan Krucil Kabupaten
walaupun produk susu yang dihasilkan Probolinggo.
tinggi namun kesadaran akan kebersihan
lingkungan masih kurang diperhatikan. Hal
ini akan menyebabkan adanya kontaminasi MATERI DAN METODE
dari berbagai mikroorganisme, sehingga
akan mempengaruhi kualitas susu.
Materi penelitian berupa susu sapi
Keadaan lingkungan yang kurang
segar yang diambil dari peternak dari tiga
bersih dapat mempermudah terjadinya
tempat penampungan koperasi (TPK)
pencemaran. Pencemaran dapat berasal
masing-masing 10 peternak. Bahan-bahan
dari berbagai sumber seperti kulit sapi,
yang digunakan dalam penelitian ini antara
ambing, air, tanah, debu, manusia,
lain adalah aquades, Nutrien Agar, VRBD
peralatan, dan udara (Rombaut, 2005).
Agar, Baird-Parker Agar, pepton 0,1%
Tingginya tingkat pencemaran pada saat
yang diperoleh dari Laboratorium
proses pemerahan dimungkinan karena
Teknologi Hasil Ternak.
adanya mikroorganisme patogen yang
Peralatan yang digunakan di
cukup besar. Mikroorganisme dapat
antaranya adalah timbangan analitik dan
mengakibatkan kerusakan susu,
Mettler Instrumente, colony counter,
menimbulkan penyakit (terutama penyakit
penangas air, oven, hot plate stirrer,
saluran pencernaan) bahkan keracunan bagi
autoclave, lemari es inkubator, gelas kimia
manusia (Murdiati, Priadi, Rachmawati dan
dengan ukuran 250 ml dan 2 liter,
Yuningsih, 2004). Mikroorganisme yang
erlenmeyer, teflon, pipet volum, pipetman,
sering terdapat pada susu sapi adalah dari
pipet kontrol, tabung reaksi, cawan petri,
famili Lactobacteriaceae (Streptococcus
pipet tetes, blue tip, gelas ukur (Pyrex,
lactis), famili Enterobacteriaceae
Jepang), pengaduk, termometer, dan
(Escherichia coli) dan Staphylococcus
bunsen.
(Djaafar dan Siti, 2007).
Metode yang digunakan dalam
Mutu mikrobiologis pada suatu bahan
penelitian ini adalah metode survey yang
pangan ditentukan oleh jumlah
dilakukan pada peternak sapi perah di
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan
Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo.
pangan tersebut. Mutu mikrobiologis pada
Pemilihan peternak menggunakan metode
bahan pangan ini akan menentukan daya
Purposive Sampling yaitu pengambilan

2
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1
ISSN : 1978 - 0303

sampel dari populasi berdasarkan lokasi Jumlah TPC susu segar di tempat
tempat pengambilan sampel. Dari hasil pelayanan koperasi (TPK) pada Pos 1
pengambilan sampel dengan menggunakan dengan rata - rata nilai TPC antar peternak
metode ini, diharapkan adanya sampel yang tertinggi yaitu 1,04 x 106 cfu/ml sedangkan
mewakili populasi (Kasiram, 2005). pada Pos 2 diperoleh rata-rata TPC antar
Sampel susu segar diperoleh dari 30 peternak tertinggi 8,6 x 105 cfu/ml dan Pos
peternak berasal dari 3 TPK (Tempat 3 diperoleh rata-rata nilai TPC antar
Penampungan Koperasi) masing masing peternak tertinggi 1,02 x 106 cfu/ml. Rata-
10 peternak. Sampel diambil pada pukul rata nilai TPC pada susu segar yang beredar
05.00 pagi pada susu yang sudah ditampung di Kecamatan Krucil Kabupaten
dalam milk can (sekitar 10-20 menit setelah Probolinggo dilihat dari lokasi pengambilan
pemerahan) masing-masing 100 ml dan sampel dengan nilai terendah yaitu 7,2 x
ditempatkan dalam kantong plastik yang 105 cfu/ml dan tertinggi yaitu 7,6 x 105
steril. Seluruh sampel dibawa dalam termos cfu/ml. Hasil rata-rata TPC di tiga lokasi
es dengan suhu sekitar 4 0C dan segera pengambilan sampel masih dibawah batas
dianalisis setelah sampai di laboratorium. kontaminasi yang dipersyaratkan oleh SNI
Pengambilan sampel diulang 3 kali dan data 3141.1:2011 yaitu 1 x 106 cfu/ml.
hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Keragaman dalam jumlah TPC susu
Variabel yang diamati dalam segar disebabkan perbedaan dalam sanitasi
penelitian ini adalah Total Plate Count peralatan, kandang dan pemerahan. Pada
(TPC), Enterobacteriaceae dan penelitian ini jumlah TPC yang didapat
Staphylococcus aureus. mungkin disebabkan oleh daerah buangan
feses yang masih berdekatan dengan
kandang, sehingga ketika dilakukan
HASIL DAN PEMBAHASAN
pemerahan mikroorganisme dapat masuk
melalui debu yang dibawa oleh angin.
Hasil penelitian menunjukkan
Peralatan dapat menjadi sumber
bahwa rata-rata Total Plate Count (TPC)
kontaminasi apabila tidak dibersihkan
susu segar yang dihasilkan peternak di
secara maksimal terutama bagian yang
Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo
kontak langsung dengan susu. Proses
tidak melampaui batas yang ditetapkan SNI
pencemaran mikroba pada susu dimulai
3141.1:2011 yaitu 1 x 106 cfu/ml, sehingga
ketika susu diperah karena adanya mikroba
susu tersebut layak untuk dikonsumsi.
yang tumbuh di sekitar ambing, sehingga
Rendahnya jumlah TPC dalam susu
saat pemerahan bakteri tersebut terbawa
segar kemungkinan disebabkan karena
dengan susu. Rombaut (2005) menyatakan
pembersihan kandang dilakukan lebih dari
bahwa tingkat kontaminasi berasal dari
dua kali dalam sehari yaitu sebelum
setiap sumber dan bergantung dari metode
pemerahan pagi dan sebelum pemerahan
sanitasi yang dilakukan. Sumber
sore serta dilakukan pencucian puting
kontaminasi yang sangat signifikan adalah
sebelum pemerahan. Menurut Kirk (2005),
dari permukaan yang kontak langsung
manajemen kebersihan kandang yang baik
dengan susu.
dapat menurunkan TPC dan sedimen susu.
Milk can maupun ember dapat
Selain itu peralatan pemerahan dibersihkan
menjadi sumber kontaminasi apabila sisa
sebelum dan sesudah pemerahan dengan
dari susu ataupun kotoran lainnya masih
menggunakan air dan sabun. Sabun
menempel. Mikroorganisme seperti
termasuk desinfektan golongan surfaktan
Bacillus subtilis yang dapat membentuk
(surface active agents) yang dapat
spora akan dapat tumbuh dan berkembang
membunuh mikroba dengan cara merusak
biak di dalam susu, ditambah dengan
membran sel (Frank, 2001).

3
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1
ISSN : 1978 - 0303

Tabel 1 . Rata-rata jumlah TPC pada susu segar (cfu/ml)*


Tempat Pelayanan Koperasi (TPK)
Peternak
Pos 1 Pos 2 Pos 3
1 1,04 x 106 7,2 x 105 7,3 x 105
2 7,7 x 105 7,4 x 105 6,4 x 105
3 9,7 x 105 8,6 x 105 7,2 x 105
4 8,0 x 105 7,1 x 105 7,4 x 105
5 6,8 x 105 7,1 x 105 1,02 x 106
6 8,0 x 105 7,1 x 105 6,7 x 105
7 7,3 x 105 6,2 x 105 6,9 x 105
8 6,2 x 105 8,3 x 105 5,9 x 105
9 5,8 x 105 6,2 x 105 9,5 x 105
10 6,4 x 105 6,7 x 105 6,5 x 105
7,6 ± 3,0 x 105 7,2 ± 2,8 x 105 7,4 ± 2,9 x 105
Rata-rata
7,4±2,9 x 105
Keterangan: Data merupakan rata-rata dari analisa secara duplo yang di ulang tiga kali

Tabel 2 . Rata-rata jumlah Enterobacteriaceae pada susu segar (cfu/ml)*


Tempat Pelayanan Koperasi (TPK)
Peternak
Pos 1 Pos 2 Pos 3
1 1,41 x 103 4,4 x 102 8,3 x 102
2 6,6 x 102 8,9 x 102 4,6 x 102
3 9,6 x 102 1,27 x 103 6,6 x 102
4 4,9 x 102 4,5 x 102 6,0 x 102
5 6,0 x 102 7,6 x 102 1,39 x 103
6 7,3 x 102 7,9 x 102 4,8 x 102
7 1,05 x 103 5,0 x 102 8,8 x 102
8 5,1 x 102 9,8 x 102 4,3 x 102
9 1,01 x 103 5,3 x 102 6,1 x 102
10 5,3 x 102 3,7 x 102 1,17 x 103
8,0 ± 3,2 x 102 7,0 ± 2,9x 102 7,5 ± 3,0 x 102
Rata-rata
7,5 ± 3,0 x 102
Keterangan: Data merupakan rata-rata dari analisa secara duplo yang di ulang tiga kali.

Tabel 3. Rata-rata jumlah Staphylococcus aureus pada susu segar (cfu/ml)*


Tempat Pelayanan Koperasi (TPK)
Peternak
Pos 1 Pos 2 Pos 3
1 1,21 x 102 1,18 x 102 0,60 x 101
2 7,3 x 101 0,86 x 101 0,40 x 101
3 9,2 x 101 1,41 x 102 0,85 x 101
4 4,8 x 101 0,56 x 101 1,04 x 102
5 5,4 x 101 0,78 x 101 0,91 x 101
6 1,11 x 102 0,50 x 101 0,45 x 101
7 0,51 x 101 0,47 x 101 0,83 x 101
8 0,61 x 101 1,27 x 102 0,37 x 101
9 1,04 x 102 0,49 x 101 1,21 x 102
10 0,61 x 101 0,51 x 101 1,18 x 102
7,8±3,2 x 101 8,0±3,3 x 101 7,8±3,2 x 101
Rata-rata
7,9±3,2 x 101

4
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1
ISSN : 1978 - 0303

suhu yang mendukung pertumbuhan dari Pos 2 diperoleh jumlah Enterobacteriacea


mikroorganisme tersebut. antar peternak dengan rata-rata tertinggi
Pada saat pemerahan pertama-tama yaitu 1,27 x 103 cfu/ml dan di Pos 3
peternak mengelap ambing dan puting diperoleh jumlah Enterobacteriacea antar
dengan menggunkan kain hangat, setelah peternak dengan rata-rata tertinggi yaitu
itu puting akan diolesi dengan vaselin. 1,17 x 103 cfu/ml. Perbedaan ini mungkin
Pemberian vaselin dimaksudkan agar susu disebabkan oleh penanganan dalam
mudah keluar serta cucuran pertama (fore memperhatikan aspek kebersihan, hal ini
milk) harus dibuang karena banyak sesuai dengan pendapat (Jeffrey Lejeune
mengandung mikroorganisme. Menurut and Schultz, 2009) yang menyatakan bahwa
Frank (2001) susu akan segera kontaminasi dapat dikurangi antara lain
terkontaminasi oleh mikroorganisme segera dengan menjaga kesehatan ternak, higiene
setelah keluar dari kelenjar susu oleh susu dan higiene personal.
mikroorganisme yang berasal dari saluran Rata-rata Enterobacteriaceae pada
puting, kemudian susu akan disaring susu segar yang beredar di Kecamatan
dengan menggunakan kain penyaring. Kain Krucil Kabupaten Probolinggo dilihat dari
penyaring yang digunakan peternak terlihat lokasi pengambilan sampel dengan nilai
kurang bersih, karena setelah penyaringan terendah 7,0 x102 cfu/ml dan tertinggi yaitu
selesai dilakukan, kain penyaring hanya 8,0 x 102 cfu/ml. Peredaran susu segar di
cukup dibilas dengan air dingin, sehingga Pos 2 ditinjau dari kualitas
dikhawatirkan sisa dari susu serta kotoran Enterobacteriaceae paling bagus karena
lain masih tetap menempel sehingga kain dengan kontaminasi Enterobacteriaceae
penyaring dapat menjadi penyebab paling rendah.
kontaminasi. Kemungkinan pencemaran Enterobacteriaceae adalah
lainnya berasal dari tangan pemerah. mikroorganisme yang hidup di usus besar
Sebelum memerah, mereka mencuci tangan manusia, hewan, tanah, air, susu dan dapat
tapi hanya dengan air sehingga pula ditemukan pada komposisi material
dimungkinkan masih adanya bakteri yang (feses, urin). Sebagian mikroorganisme
menempel pada tangan pemerah. Menurut enterik ini tidak menimbulkan penyakit
Sanjaya dkk. (2007), sebelum memerah, pada host (tuan rumah) bila
tangan pemerah terlebih dulu dicuci dengan mikroorganisme tetap berada di dalam usus
sabun dan disikat sampai bersih. besar. Banyak diantara genus
Menurut SNI 3141.1:2011, jumlah mikroorganisme ini mampu menimbulkan
cemaran Enterobacteriaceae yang penyakit pada tiap jaringan tubuh manusia.
3
diperbolehkan maksimal 1 x 10 cfu/ml Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan
susu. Dengan demikian, susu segar yang oleh Enterobacteriaceae sangat beragam,
dihasilkan peternak di Kecamatan Krucil mulai dari diare, gastro enteritis, peritonitis,
Kabupaten Probolinggo dapat dikatakan infeksi saluran nafas, infeksi saluran kemih,
kondisinya aman untuk dikonsumsi, karena bahkan penyakit autism (Erni, 2009).
jumlah cemaran Enterobacteriaceae yang Ciri keluarga Enterobacteriaceae
ada di dalam susu di bawah standar yang yaitu berbentuk bulat mukoid dan cembung,
ditetapkan. tepi yang berbeda-beda, beberapa
Berdasarkan Tabel 2, dapat diantaranya lebih mukoid & cenderung
diketahui bahwa jumlah untuk bergabung bila masa inkubasinya
Enterobacteriaceae pada susu segar antar diperpanjang. Genus yang termasuk dalam
peternak di Tempat Pelayanan Koperasi Enterobacteriaceae antara lain Klebsiella,
(TPK) pada Pos 1 dengan rata-rata tertinggi Aerobacter, Proteus, Salmonella, Shigella
yaitu 1,41 x 103 cfu/ml, sedangkan pada dan Escherichia.

5
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1
ISSN : 1978 - 0303

Eschericia coli merupakan flora Hasil Pengujian kualitas mikrobiologis


normal yang ada di saluran pencernaan ditinjau dari Enterobacteriaceae yang
ternak dan manusia. Strain Eschericia coli terdapat dalam susu segar mempunyai rata-
yang bersifat patogen yang dapat rata 7,5 ± 3,0 x 102 cfu/ml, kemungkinan
menimbulkan infeksi dan foodborne karena adanya pencemaran yang berasal
disease seperti O157:H7 yang dari lingkungan baik yang berasal dari
menghasilkan shiga toxin (Todar, 2004). hewan, manusia, air maupun alat-alat yang
Eschericia coli merupakan salah satu digunakan. Kondisi kebersihan peralatan
mikroorganisme yang menginfeksi susu. dan penyimpanan yang tidak sesuai
Susu segar sangat mudah terkontaminasi kemungkinan besar menyebabkan
oleh Escherichia coli, hal ini karena terjadinya pertumbuhan Enterobacteriaceae
sebagian besar peternak kurang (Rombaut, 2005).
memperhatikan kebersihan sanitasi dan Berdasarkan Tabel 3, dapat
hygiene personal (Vimont, Rozand and diketahui bahwa rata-rata jumlah
Muller, 2006). Escherichia coli merupakan Staphylococcus aureus susu segar dari tiap
mikroorganisme gram negatif, tumbuh peternak tidak melebihi batas maksimum
optimal pada suhu 37° C, tetapi dapat cemaran Staphylococcus aureus, seperti
tumbuh pada kisaran suhu 15-45°C yang telah ditetapkan oleh SNI 3141.1:2011
(Wilshaw, Cheasty and Smith, 2000). yaitu batas cemaran Staphylococcus aureus
Escherichia coli telah tersebar pada susu segar adalah kurang dari 1 x 102
diseluruh dunia dan ditularkan bersama air cfu/ml. Dengan demikian, susu segar yang
atau makanan yang terkontaminasi oleh dihasilkan peternak di Kecamatan Krucil
tinja. Mikroorganisme ini juga merupakan Kabupaten Probolinggo dapat dikatakan
indikator analisis air, kehadirannya kondisinya sehat, karena jumlah
merupakan bukti bahwa air tersebut Staphylococcus aureus yang ada di dalam
terpolusi oleh bahan tinja atau hewan. susu di bawah standar yang ditetapkan,
Kebersihan air yang digunakan untuk sehingga layak untuk dikonsumsi.
membersihkan pelalatan, makan dan mandi Jumlah Staphylococcus aureus antar
sapi sangat berpengaruh terhadap tingkat peternak di Tempat Pelayanan Koperasi
cemaran Escherichia coli pada susu sapi (TPK) pada Pos 1 dengan rata-rata tertinggi
(Soeparno, 2005). yaitu 1,21 x 102 cfu/ml sedangkan pada Pos
Salmonella merupakan 2 diperoleh jumlah rata-rata tertinggi yaitu
mikroorganisme gram negatif, berbentuk 1,41 cfu/ml dan di Pos 3 diperoleh jumlah
batang, tidak membentuk spora, dan Staphylococcus aureus tertinggi yaitu 1,21
termasuk ke dalam kelas x 102 cfu/ml. Perbedaan ini mungkin
Enterobacteriaceae. Salmonella berukuran disebabkan oleh penanganan dalam
relatif kecil, yaitu sekitar 0,7 1,5 x 2,0 memperhatikan aspek kebersihan, hal ini
5,0 m. Mikroorganisme salmonella sesuai dengan pendapat (Jeffrey et al.,
menimbulkan salmonellosis berupa 2009) yang menyatakan bahwa kontaminasi
penyakit tipus maupun paratipus. dapat dikurangi antara lain dengan menjaga
Pencemaran dan penyebaran infeksi dan kesehatan ternak, higiene susu dan higiene
mikroorganisme salmonella ini dapat personal.
datang dari feses hewan atau manusia. Pada penelitian ini Staphylococcus
Beberapa strain Salmonella bersifat dapat aureus yang terdapat dalam susu segar
memfermentasi laktosa diantaranya yaitu kemungkinan karena adanya pencemaran
Salmonella heidelberg, Salmonella anatum, yang berasal dari lingkungan baik yang
Salmonella Sendai dan Salmonella berasal dari hewan, manusia maupun alat-
typhimurium (Jay, 2005). alat yang digunakan. Kondisi kebersihan

6
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1
ISSN : 1978 - 0303

peralatan dan penyimpanan yang tidak dari lingkungan baik yang berasal dari
sesuai kemungkinan besar menyebabkan hewan, manusia maupun alat-alat yang
terjadinya pertumbuhan Staphylococcus digunakan. Kondisi kebersihan peralatan
aureus. dan penyimpanan yang tidak sesuai
Kontaminasi Staphylococcus aureus kemungkinan besar menyebabkan
dalam susu segar kemungkinan disebabkan terjadinya pertumbuhan Staphylococcus
karena adanya infeksi Staphylococcus aureus (Rombaut, 2005)
aureus pada sapi perah. Staphylococcus
aureus diketahui dapat menyebabkan KESIMPULAN
infeksi intramamae yang dapat bersifat
klinis maupun subklinis. Reservoir utama Kualitas mikrobiologis susu segar di
Staphylococcus aureus terdapat dalam Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo
ambing/kuartir yang terinfeksi, penyebaran mempunyai rata-rata TPC 7,4x105 cfu/ml,
diantara sapi terjadi selama proses jumlah cemaran Enterobacteriaceae 7,5 x 102
pemerahan (Akineden, Annemuller, Hasan, cfu/ml dan cemaran Staphylococcus aureus
Lammer, Wolter and Zschok, 2001). 7,9 x 101 cfu/ml. Kualitas susu segar pada
Kejadian mastitis subklinis kemungkinan tingkat peternak di Kecamatan Krucil
tidak diketahui oleh peternak, karena sapi Kabupaten Probolinggo layak dikonsumsi
perah tidak memperlihatkan adanya karena masih memenuhi standar SNI 3141.1-
keradangan atau pembengkakan ambing. 2011 tentang kualitas susu segar ditinjau dari
Dalam kondisi seperti tersebut, susu segar kualitas mikrobiologis.
yang diperah kemungkinan dapat tercemar
oleh Staphylococcus aureus. DAFTAR PUSTAKA
Gejala keracunan makanan akibat
bakteri ini berjalan sangat cepat dan
Akineden O, Annemuller C, Hasan A,
seringkali dalam bentuk akut. Dampak
Lammler C, Wolter W, Zschok M.
keracunan S. aureus ini akan sangat
2001. Toxin genes and other
bergantung pada kepekaan individu
characteristics of Staphylococcus
terhadap toksin, jumlah makanan tercemar
aureus isolates from milk of cow with
yang dikonsumsi dan status kesehatan dari
mastitis. Clinical and Diagnostic Lab
individu tersebut. Pada umumnya makanan
Immunol 8(5): 959-964.
dapat tercemar apabila tidak disimpan pada
suhu dibawah 4 0C. Gejala yang paling Anonim. 2008. Metode Pengujian Cemaran
umum akibat keracunan enterotoksin adalah Mikroba Dalam Daging, Telur dan
mual, muntah, kram pada perut (abdomen) Susu, Serta Hasil Olahannya. SNI
dan diare. Pada tingkatan yang lebih parah 2897-2008. Badan Standarisasi
dapat terjadi sakit kepala, kram otot, Nasional. Jakarta.
peningkatan denyut nadi, perubahan
tekanan darah dan kadang-kadang sampai . 2011. Susu Sapi Segar. SNI
pingsan. Cara untuk mengatasinya dapat 3141.1:2011. Badan Standarisasi
dilakukan dengan mengganti cairan, garam Nasional. Jakarta.
dan mineral yang hilang akibat diare dan
muntah (Todar, 2005). Djaafar T. F. and R. Siti. 2007. Cemaran
Hasil Pengujian kualitas mikrobiologis Mikroba Pada Produk Pertanian,
ditinjau dari Staphylococcus aureus yang Penyakit Yang Ditimbulkan dan
terdapat dalam susu segar mempunyai rata- Pencegahannya.http://www.pustakad
rata 7,9 ± 3,2 x 101 cfu/ml, kemungkinan eptan.go.id/publikasi/p3262073.pdf.
karena adanya pencemaran yang berasal Diakses 19 November 2008.

7
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1
ISSN : 1978 - 0303

Erni, G. 2009. Pengendalian Cemaran Rombaut R. 2005. Dairy Microbiology and


Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Starter Cultures. Laboratory of Food
Ternak (Daging Dan Susu) Mulai Technology and Engineering. Gent
Dari Peternakan Sampai University. Belgium.
Dihidangkan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Barat, Sanjaya A.W, Sudarwanto M, Soejoedono
Jalan Kayuambon No. 80, Kotak Pos R.R, Purnawarman T, Lukman D.W.
8495 Lembang 40391. dan Latif H. 2007. Higiene Pangan.
Departemen Ilmu Penyakit Hewan
Estiasih, T. dan Kgs. Ahmadi. 2009. dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Teknologi Pengolahan Pangan. Bogor : FKH-IPB.
Rajawali Press. Jakarta
Soeparno, 2005. Keamanan Pangan Produk
Frank J.F. 2001. Milk and Dairy Products. Peternakan Ditinjau Dari Aspek
Dalam Doyle M.P., Food Prapanen: Permasalahan Dan Solusi.
Microbiology: Fundamentals and hlm. 56 60. Prosiding Lokakarya
Frontiers. Edisi k-2. Washington Nasional Keamanan Pangan Produk
DC: sam Press. Peternakan. Bogor, 14 September
2005. Pusat Penelitian dan
Jay, J. M. 2005. Modern Food Pengembangan Peternakan, Bogor.
Microbiology. 6th Edition. Aspen
Publishers. Inc., Maryland. Todar, K. 2005. Staphylococcus.
www.textbookofbacteriology.net.html
Jeffrey, T., Lejeune, and P.J.R. Schultz. .Diakses pada tanggal 4 Maret 2012.
2009. Unpasteurized Milk: A
Continued Public Health Threat. Wilshaw, GA, Cheasty, T., Smith, HR,
Food Safety. Clinical Infectious Dis. 2000. Escherichia coli . In: Lund,
(48): 93 100. BM, Baird Parker, TC, Gould, GW
(Eds.), The Microbiological Safety
Kasiram, M. 2010. Metode Penelitian and Quality of Food II. Aspen
Kualitatif-Kuantitatif. Universitas Publishers Inc., Gaithersburg,
Islam Negeri Maliki Press. Malang. Maryland, j.pp. 1136-1177. Diakses
pada tanggal 5 agustus 2012

Kirk J.H. 2005. Milk Quality on The Dairy- Vimont, A., C.V. Rozand, and M.L.D.
Who is Responsible?. Muller. 2006. Isolation of E. coli
Tulare:University of California Davis. O157:H7 and Non O157 STEC in
http://www.vetmed. Different Matrices: Review of The
ucdavis.edu/vetext/INFDA/MilkQualr Most Commonly UseEnrichment
esponsib.pdf [13 Februari 2008]. Protocols. Lett. Appl. Microbiol.
(42): 102 108.
Murdiati, T.B., A. Priadi., S. Rachmawati,
dan Yuningsih. 2004. Susu
Pasteurisasi dan Penerapan HACCP
(Hazard Analysis Critical Control
Point). Jurnal IImu Ternak dan
Veteriner 9(3): 172 180.

Anda mungkin juga menyukai