Anda di halaman 1dari 29

CURHAT PRANIKAH BERSAMA PAK CAH

DI MASJID NURUL ‘ASHRI YOGYAKARTA


17 November 2017

Bersama : Cahyadi Takariawan


Jogja family Center (JFC)

Sampai dengan batas waktu akhir pengajuan pertanyaan tertulis, ada 24 pertanyaan
yang masuk. Dari 24 pertanyaan tersebut, bisa saya klasifikasikan menjadi enam
bagian pembahasan, sebagai berikut.

Pertama, Dalam Penantian Jodoh

Kedua, Cinta Dalam Diam

Ketiga, Apakah Perempuan Harus Selalu Menunggu?

Keempat, Warna-warni Proses Pernikahan

Kelima, Hambatan Dari Orang Tua

Keenam, Pernik-pernik Hidup Berumah Tangga

Berikut saya sampai jawaban tertulis atas pertanyaan-pertanyaan dari Jama’ah Masjid
Nurul Ashri.

Bismillahirrahmanirrahim.

PERTAMA, DALAM PENANTIAN JODOH


(1)

PETUNJUK DALAM INSTAGRAM

Ada seorang akhawat yang ingin menikah lalu berdoa meminta jodoh dengan menyebut
kriteria ini dan itu. Kemudian ia merasa bahwa Allah menunjukkan seorang ikhwan
dimana semua doa yang diminta tadi ada pada ikhwan tersebut, akhawat pun merasa
yakin. Ditambah lagi setelah istikharah lalu Allah memberitahu informasi tentang ikhwan
tersebut yang membuat semakin yakin.

Apakah itu benar-benar kode yang ditunjukkan Allah atau hanya perasaan berharap
saja? Ikhwannya ini dilihat di instagram ustad, beda kota juga. Kalau akhawat ini mau
menyatakan lebih dulu seperti bunda Khadijah, tetapi bingung mau menyampaikan
lewat mana? Seharusnya bagaimana menurut Ustadz?
Jawaban:

Pertama kali yang harus dipahami, tidak ada satupun keterangan dari hadits sahih
tentang “tanda jawaban” dari Allah dalam proses pemilihan jodoh, termasuksetelah
shalat istikharah. Oleh karena itu, kita tidak boleh memutlakkan dan memastikan
sesuatu tanda sebagai jawaban dari Allah.

Semua hal mungkin saja terjadi, karena memang manusia tidak mengetahui hakikat
jodoh yang sesungguhnya sebelum kejadian. Mungkin saja ikhwan itu memang “salah
satu” dari yang ditunjukkan Allah sesuai doanya, namun tidak boleh memastikan.
Apalagi ‘petunjuk’ itu hanya dilihat di instagram, yang sangat bersifat terbatas dan bisa
sangat semu nilai informasinya. Berbeda dengan apabila dipertemukan dan
direkomendasikan oleh orang yang dipercaya.

Jika ingin menjajagi, tentu boleh saja, dengan cara-cara yang dibenarkan syari’at,
seperti tidak khalwat dan tidak melakukan hal-hal maksiat. Untuk menyatakan terlebih
dahulu, akan lebih baik kalau melalui perantara yang terpercaya, dengan melakukan
penjajagan terlebih dahulu. Ta’aruf secara tatap muka langsung tetap perlu dilakukan
apabila dalam proses penjajagan ternyata membuahkan hasil yang memungkinkan
untuk ditindaklanjuti prosesnya menuju gerbang pernikahan.

Namun, mungkin juga itu hanyalah kristalisasi dari keinginan dirinya, yang sudah
sedemikian kuat ingin menikah. Berbagai gambaran tentang kriteria ideal dan sosok
calon suami idaman sedemikian kuat terbawa dalam berbagai kesempatan, sehingga
selalu melihat orang dengan frame ‘mencocokkan’. Hingga akhirnya ada yang cocok
dengan semua gambaran yang diinginkan. Yang jelas, kita tidak bisa memastikan,
bahwa pasti dialah jodohku, pasti ini semua merupakan petunjuk Allah agar aku
berjodoh dengannya.

Sungguh pengetahuan manusia sangatlah terbatas. Kita tidak mengetahui hal-hal yang
belum terjadi. Kita hanya bisa berusaha, berdoa, dan selalu memiliki harapan kebaikan
ke depan. Oleh karena itu, jangan memastikan sesuatu yang belum pasti. Pahamilah ini
bagian dari ikhtiar manusiawi, yang mungkin saja berhasil, mungkin pula tidak berhasil.

(2)

KENAL DI MEDSOS

Saya seorang akhwat. Bagaimana caranya meyakinkan diri sendiri terhadap seseorang
yang sedang taaruf dengan kita namun belum pernah kenal sama sekali. Kami hanya
sekedar tahu via medsos. Kami sudah bertukar CV dan menemukan kecocokan setelah
membaca CVnya. Lalu bagaimana meyakinkan keluarga terutama orangtua terhadap
laki-laki tersebut?

Jawaban:

Pertama kali, jika memang sudah saling cocok untuk menikah, segeralah dialogkan
tentang calon tersebut kepada kedua orang tua masing-masing. Setelah orang tua
setuju, segera membuat pertemuan untuk melakukan ta’aruf. Dalam ta’aruf ini, masih
dibuka peluang seluas-luasnya untuk lanjut atau tidak lanjut, mengingat belum pernah
bertemu sebelumnya. Baru sebatas mengenal di medsos dan ditindaklanjuti dengan CV
yang sangat terbatas nilai informasinya.

Aturlah pertemuan ta’aruf, hingga kedua belah pihak benar-benar merasa mantap dan
yakin untuk melanjutkan proses berikutnya menuju gerbang pernikahan. Dalam masa
ta’aruf tersebut, perkuat dengan istikharah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah
Ta’ala. Apabila dalam proses ta’aruf tersebut tidak mendapatkan kemantapan, maka
tidak mengapa apabila disepakati untuk tidak jadi melanjutkan ke proses berikutnya.

Bisa disertai dengan ikhtiar manusiawi lainnya, misalnya mencari informasi tentang
ikhwan tersebut dari orang-orang yang mengenalnya, agar lebih mengenal kondisi si
ikhwan dari persepsi orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan yang sangat penting
adalah selalu memohon petunjuk dan bimbingan kepada Allah melalui shalat istikharah
dan doa-doa untuk mendapat keberkahan dalam memilih calon pasangan.

(3)

INGIN SEHIDUP SESURGA

Bagaimana caranya agar saya punya pasangan yang sehidup sesurga? Saya belum
pernah pacaran, teman wanita belum ada. Saya sudah cukup umur dan cara taaruf
belum pernah saya lakukan karena belum ada yang cocok.

Jawaban:

Alhamdulillah jika belum pernah pacaran dan pertahankanlah untuk tidak pernah
pacaran hingga saatnya halal nanti. Setelah halal, maka lakukan pacaran sepuas
hatimu, karena semua indah dan berpahala.

Untuk mendapatkan pasangan hidup ideal yang anda inginkan, mulailah dari
membangun visi. Apakah si dia akan menjadi pasangan sehidup sesurga, salah
satunya bisa anda ketahui dari kesamaan visi. Maka dalam proses mencari jodoh, ada
tiga level visi yang perlu dipahami. Visi level pertama adalah visi pribadi dari seorang
lelaki dan perempuan lajang. Sebelum menikah laki-laki dan perempuan lajang harus
sudah memiliki visi hidup yang lurus dan jelas.

Visi level kedua, adalah proses mendialogkan visi saat bertemu di masa ta’aruf
menjelang menikah. Seorang lelaki dan seorang perempuan lajang yang tengah
berproses menuju gerbang pernikahan bertemu dalam sebuah proses ta’aruf, di situlah
mereka berdua berbincang tentang visi keluarga yang akan mereka bangun bersama.
Apabila mereka merasakan kecocokan dan kesepahaman tentang visi berumah tangga,
maka ini menjadi pondasi yang kokoh untuk membangun keluarga sakinah mawadah
warahmah.
Visi level ketiga, adalah proses memantapkan dan menginternalisasikan visi keluarga
setelah mereka menikah. Hal ini untuk memastikan bahwa keluarga mereka akan selalu
berada dalam bingkai visi yang sudah dibangun bersama.

Mempertemukan visi sejak sebelum menikah, merupakan bagian dari upaya untuk
mendapatkan pasangan hidup yang bahagia bersama hingga ke surga. Bukan hanya
teman bersenang-senang di dunia, namun kelak menjadi penyesalan di akhirat. Dengan
kesamaan visi yang dibangun sejak dari level satu, akan lebih bisa memberikan
pondasi kelurusan orientasi dalam kehidupan. Visi menjadi corak yang bisa digunakan
untuk mengetahui berbagai hal pada diri masing-masing calon.

Selain visi, ciri bahwa ia adalah pasangan sehidup sesurga adalah apabila bersedia
melalui semua proses menuju pernikahan dalam ketaatan kepada aturan Allah. Jika ia
mentaati Allah dan Rasul, insyaallah akan bisa menjadi pendamping hidup anda
sehidup sesurga. Namun jika mengajak anda melakukan hal yang melanggar ajaran
agama, maka bagaimana akan berpikir tentang surga jika melakukan pelanggaran dan
penyimpangan dari aturan Allah dan RasulNya.

(4)

DOA AGAR DIJODOHKAN DENGAN FULAN

Bolehkah kita berdoa bahwa si Fulan yang akhlaknya baik kelak menjadi imam kita?
Padahal kita kan tidak tahu jodoh kita itu siapa. Apakah doa seperti ini dapat
menjauhkan jodoh kita yang sebenarnya?

Jawaban:

Berdoa itu harus selalu disertai niat yang tulus untuk benar-benar mengharap keridhaan
Allah Ta’ala, karena hanya Allah Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Oleh karena
itu, doa harus jelas maksudnya. Misalnya doa, “Ya Allah, jadikan Fulan itu menjadi
imamku”. Mungkin saja Allah mengabulkan dalam berbagai bentuknya. Misalnya, anda
tidak berjodoh dengan Fulan, namun ternyata kelak Fulan tinggal di dekat rumah anda
dan menjadi imam tetap di masjid yang biasa anda kunjungi. Atau dia menjadi
pemimpin organisasi dimana anda menjadi anggotanya. Itu semua juga memiliki makna
imam.

Boleh saja berdoa dengan menyebut nama seseorang yang dikehendaki untuk menjadi
suami anda, namun tetap menyatakan kepasrahan kepada Allah. Jangan berdoa
dengan sesuatu yang ‘memaksa’ Allah, seperti kalimat “Ya Allah jodohkan aku dengan
si Fulan”. Kalimat ini sedemikian menutup pintu bagi intervensi Allah yang Maha Agung
dan Maha Mengetahui. Seakan-akan manusia lebih mengetahui tentang jodoh yang
tepat bagi dirinya, padahal sungguh manusia tidak mengetahui siapa jodohnya.

Maka doa yang disarankan adalah, “Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengatahui
segala sesuatu. Maka apabila si Fulan itu baik bagi duniaku, baik bagi agamaku dan
baik bagi akhiratku, jadikanlah ia jodohku. Namun apabila si Fulan itu tidak baik bagi
duniaku, tidak baik bagi agamaku dan tidak baik bagi akhiratku, maka jauhkanlah ia dari
aku, dan berikanlah kepada aku jodoh yang baik bagi dunia, agama dan akhiratku.
Sungguh Engkau yang Maha Mengetahui dan Maha Memberi”.

(5)

TIDAK PERNAH LANGGENG

Saya mau bertanya, kenapa setiap dekat dengan ikhwan, hubungan kami tidak pernah
langgeng. Selalu saja dia tergoda dengan akhawat lain; atau dia sudah menjalin
hubungan dengan akhawat tapi berbohong dengan saya; dia bilang tidak dekat dengan
siapapun. Tapi alhamdulillah sebelum melangkah Allah beri petunjuk, akhirnya
ketahuan kalau dia berbohong. Padahal harapan saya dia yang nantinya bisa
membawa saya ke jalan Allah. Apakah ini pertanda dari Allah bahwa dia bukan yang
terbaik buat saya?

Apakah saya sebagai akhawat harus menunggu sampai jodoh datang dari Allah?

Jawaban :

Pertama dan paling utama, bersyukurlah kepada Allah bahwa Allah sudah memberikan
petunjuk kepada anda tentang laki-laki yang berbohong tersebut. Allah sudah
menyelamatkan anda dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Bayangkan saja
seandainya kebohongan dan ‘perselingkuhan’ dia baru terungkap setelah anda
menikah, pasti akan sangat menyakitkan bagi anda. Tentu saja itu adalah petunjuk dari
Allah bahwa dia bukan jodoh yang baik bagi anda. Buktinya, dia menikah dengan orang
lain. Berarti dia adalah jodoh bagi orang lain tersebut.

Berikutnya, anda harus semakin berhati-hati dalam berinteraksi. Pilih lingkungan yang
baik, agar interaksi selalu bertemu dengan orang-orang baik, dan bisa mendapatkan
jodoh lelaki salih yang bisa menjadi imam bagi anda dan membimbing anda ke surga.
Tentu saja anda berhak untuk proaktif, tidak hanya menunggu datangnya jodoh. Namun
semua tetap dalam koridor yang dibenarkan syari’at, karena hanya dengan mentaati
ajaranNya kita semua bisa bahagia.

Apakah perempuan harus pasrah menunggu, tentu tidak demikian. Perempuan boleh
dan bisa melakukan usaha yang proaktif untuk mendapatkan jodoh, seperti
dibolehkannya perempuan menawarkan diri kepada seorang lelaki salih, atau
perempuan proaktif melamar seorang lelaki salih. Bisa juga melalui bantuan perantara
untuk mencarikan suami, seperti melalui orang tua, saudara, kerabat, sahabat, maupun
biro jodoh yang terpercaya.

Baca pula : Lampiran 2.

(6)

KAPAN KAMU NIKAH NAK?


Saya akhawat berusia 28 tahun dan belum menikah. Setiap kali telepon orangtua selalu
bertanya kapan akan menikah dan sudah bertemu dengan si jodoh atau belum. Karena
saya belum menikah inilah menjadi suatu kekhawatiran bagi orang tua, terutama
Mamah dan saya tidak tega jika ini menjadi pikiran bagi Mamah.

Setiap kali ditanya mengenai hal ini, akan menjadi pikiran bagi saya dan pasti membuat
saya menangis. Saya selalu bilang mohon do'anya saja Mah.. Semoga segera
dipertemukan dengan yang baik akhlaknya dan agamanya. Alhamdulillah doa dan
ikhtiar saya tidak pernah putus. Saya mencoba memasukan CV taaruf di lembaga
ta’aruf sudah hampir 6 bulan terakhir ini tapi belum juga ada jawaban.

Saya harus bagaimana Ustadz? Selalu kepikiran karena umur sudah 28 tahun, sampai-
sampai mengerjakan tesis pun berantakan hingga saat ini belum selesai.

Jawaban:

Masyaallah, sangat bisa dipahami kondisi dan kesedihannya. Akan tetapi anda
hendaknya tetap optimis dengan rahmat Allah yang sangat luas tanpa batas.

Pertama, tentang sikap terhadap pertanyaan orang tua. Pahamilah ini sebagai bentuk
cinta, dan sekaligus tanggung jawab orang tua terhadap anak perempuan. Jadi, ini
pertanyaan yang sangat wajar, maka sikapi secara wajar pula. Ubahlah respon anda
atas pertanyaan tersebut, tidak dengan keselisahan dan kesedihan, namun pahami itu
sebagai doa dari orang tua yang semoga semakin mempercepat diijabah oleh Allah.

Anda juga sudah bersikap positif dengan memasukkan CV ke lembaga ta’aruf. Ini
bagian dari upaya Islami dalam mendapatkan jodoh. Jika belum ada respon, yakin saja
bahwa jodoh tidak akan tertukar sebagaimana rejeki tidak akan tertukar. Semua
memerlukan kesabaran dan kekihklasan dalam menjalaninya.

Selain melakukan ikhtiar melalui lembaga ta’aruf tersebut, anda juga bisa melakukan
iktiar yang lainnya. Karena kita tidak pernah tahu, dari pintu yang manakah Allah akan
memberikan jodoh kepada kita. Perempuan boleh dan bisa melakukan usaha yang
proaktif untuk mendapatkan jodoh, seperti dibolehkannya perempuan menawarkan diri
kepada seorang lelaki salih, atau perempuan proaktif melamar seorang lelaki salih. Bisa
juga melalui bantuan perantara untuk mencarikan suami, seperti melalui orang tua,
saudara, kerabat, maupun sahabat yang terpercaya.

Baca pula : Lampiran 2.

Saya menyarankan, sebaiknya saat ini anda justru fokus untuk segera menyelesaikan
tesis agar selesai. Kerjakan apa yang bisa anda kerjakan. Fa idza faraghta fanshab, wa
ila Rabbika farghab. Semoga Allah berikan kemudahan dan keberkahan dalam urusan
jodoh anda dan dalam tesis anda. Aamiin.

KEDUA, CINTA DALAM DIAM


(1)

MEMENDAM RASA

Saya jatuh cinta kepada seseorang yang menurut saya tidak tepat (beliau guru muda
saya saat SD) secara diam-diam dan hanya diungkapkan dalam setiap do'a selama
bertahun-tahun. Setiap kali saya berdo'a melalui sholat istikharah dan lain-lain, saya
selalu meminta agar dijauhkan dengan perasaan itu, tapi yang saya rasakan semakin
hari semakin kuat rasa itu.

Dia sudah sangat mapan dan saya takut jika suatu saat beliau menikah dengan orang
lain. Sehingga saya mencoba membuka hati untuk orang lain, dengan syarat memenuhi
kriteria ideal seperti beliau. Namun, saya belum menemukan calon imam yang
memenuhi kriteria itu.

Apakah saya salah dan termasuk mendzalimi diri sendiri dengan perasaan-perasaan
yang saya pendam selama bertahun-tahun?

Apa yang harus saya lakukan sekarang agar bisa move on dan membuka hati untuk
yang lain?

Jawaban:

Mengapa anda melihat lelaki itu tampak sedemikian sempurna? Karena anda jatuh
cinta kepada dia. Begitulah kondisi orang yang sedang jatuh cinta, tidak melihat cela
pada orang yang dicinta. Tiba-tiba si dia menjelma menjadi sosok sempurna. Ini yang
disebut sebagai level ketiga dalam perasaan seseorang kepada pasangan jenisnya,
laki-laki dengan perempuan.

Jika anda telah berada pada level ketiga seperti ini, hanya ada dua saran bagi anda.
Pertama, segera tegaskan proses menuju jenjang pernikahan bersama dia. Kedua,
segera putuskan hubungan perasaan dengan dia. Langkah pertama harus anda
utamakan. Anda bisa menyampaikan secara langsung kepada lelaki tersebut tentang
keinginan anda menikah dengannya, atau bisa melalui perantara yang dipercaya. Jika
hasilnya positif, dia menyambut ajakan anda, alhamdulillah berarti harapan anda bisa
menjadi kenyataan.

Namun apabila hasilnya negatif, misalnya dia tidak bersedia menikah dengan anda ---
apapun alasannya, berarti harapan anda harus segera dikuburkan dalam-dalam.
Bahkan jika langkah pertama ini tidak ingin anda tempuh, anda pun harus segera
mengubur harapan dan memutus semua hubungan perasaan dengan dia. Jangan
sampai hidup anda larut dalam ketidakpastian. Anda harus membersihkan diri dan
membuka diri untuk menerima kehidupan baru yang masih membentang panjang di
hadapan.

Selanjutnya, lakukan 10 Langkah Move On sebagaimana saya tuliskan dalam


Lampiran 1. Silakan simak di bagian lampiran.
(2)

TERLANJUR MENCINTAI IKHWAN

Bagaimana jika seorang akhawat dalam keadaan mencintai seorang ikhwan yang
agamanya baik. Namun akhawat tersebut tidak menjalin hubungan dekat. Hanya
sebatas tahu saja sama ikhwan tersebut, bagaimana langkah yang harus di ambil oleh
seorang akhawat? Syukran.

Jawaban:

Alhamdulillah, akhwat tersebut sudah berada di jalan yang benar. Pertama, akhwat
mencintai ikhwan; ini kondisi yang benar. Kedua, agama ikhwan ini baik; ini kriteria
yang benar. Ketiga, tidak menjalin hubungan dekat; ini proses yang benar, karena
mampu menjaga diri.

Masalahnya adalah : sampai kapan akhwat tersebut merelakan dirinya berada dalam
kondisi ketidakpastian dan tanpa status tersebut? Wahai para akhwat, jangan mau
berlama-lama berada dalam suasana ketidakpastian. Jangan mau berlama-lama
berada dalam suasana tanoa status. Kondisi ini akan sangat merugikan akhwat apabila
kelak terjadi kondisi pemutusan hubungan perasaan sepihak oleh ikhwan.

Karena tidak ada status apapun, maka jika suatu ketika ikhwan menikah dengan
akhwat lain, ia tidak bisa disalahkan. Nah, jika sudah terjadi kasus seperti ini, akhwat
akan merugi, karena sudah ‘membuang waktu’ sekian lama untuk menunggu hal yang
tidak tentu.

Saran saya : segera minta menyegerakan proses. Iya apa tidak. Jadi apa tidak. Lanjut
apa tidak. Lebih pasti dari awal, daripada menunggu hal yang tidak ada kejelasan dan
tidak ada statusnya. Jika lanjut, segera urus proses berikutnya. Jika tidak mungkin
lanjut karena berbagai hal, segera move on. Untuk move on, baca Lampiran 1.

KETIGA, APAKAH PEREMPUAN HARUS SELALU MENUNGGU?


(1)

TUGAS MENUNGGU

Saya ingin bertanya : Perempuan itu tugasnya menunggu, benarkah? Apakah


perempuan diperbolehkan dalam menawarkan dirinya untuk dijadikan istri kepada laki
laki ? Memang kita memiliki contoh dari ibunda kita Siti Khadijah. Namun, yang saya
pikirkan diri kita masih tidak ada apa apanya jika dibandingkan dengan Siti Khadijah.

Jawaban:
Perempuan tugasnya menunggu? Bisa iya, bisa tidak. Misalnya, menunggu dengan
sabar datangnya ikhwan salih yang melamar dirinya. Boleh saja memilih sikap seperti
ini. Karena bisa jadi ia belum memiliki kemendesakan untuk segera menikah. Namun
jika ada akhwat memilih proaktif mendatangi ikhwan dan melamarnya, inipun tidak
salah.

Akhwat sekarang merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan Bunda Khadijah, ini
benar. Sebagaimana para ikhwan sekarang tidak ada apa-apanya dibandingkan Nabi
Saw. Jangankan dibanding Nabi dan para istri beliau, dibanding generasi sahabat,
tabi’in dan tabi’ut tabi’in, kita semua tidak akan ada apa-apanya dalam kebaikan dan
kepahaman agama.

Namun ini semua tidak menghalangi kita semua untuk meniru dan meneladani beliau,
termasuk dalam hal mencari jodoh. Kisah akhwat muslimah datang kepada nabi Saw
untuk ‘menawarkan’ atau bahkan ‘menyerahkan’ dirinya untuk dinikahi beliau,
menandakan akhwat boleh proaktif melamar ikhwan.

Selengkapnya : baca di Lampiran 2.

(2)

IKHTIAR AKHWAT

Salah satu sunatullah dalam kehidupan ini adalah bahwa jika kita menginginkan
sesuatu harus berikhtiar dan berdoa. Adapun untuk mencari jodoh, bagi seorang
ikhwan jelas ikhtiarnya. lalu bagaimana bentuk ikhtiar yang harus ditempuh oleh
seorang akhawat selain ikhtiar dan berdoa?

Saya seorang akhwat yang agak enggan untuk berikhtiar dengan proses proposal
karena beberapa hal. Bagaimana ikhtiar-ikhtiar yang bisa dilakukan oleh seorang
akhawat agar Allah mendekatkan jodohnya selain dengan proposal tersebut?

Jawaban:

Ikhtiar kemanusiaan untuk mendapatkan jodoh ada sangat banyak ragamnya bagi para
akhwat. Berbagai jenis ikhtiar itu bisa saja digabungkan, karena kita tidak pernah tahu
lewat pintu dan usaha yang mana, Allah akan memberikan jodoh kepada kita. Pilih saja
jenis ikhtiar yang membuat rasa nyaman. Jika ada jenis ikhtiar yang membuat rasa
tidak nyaman, bisa saja dirtinggalkan. Masing-masing orang kondisinya berbeda-beda,
maka bisa memilih jenis ikhtiar yang juga tidak sama.

Contoh jenis ikhtiar mencari jodoh untuk akhwat.

a. Meminta tolong kepada orang tua untuk dicarikan jodoh


b. Meminta tolong kepada sahabat atau kerabat yang dipercaya
c. Meminta tolong kepada ustadz / ustadzah yang dipercaya
d. Ikhtiar melalui Lembaga Ta’aruf atau Biro Jodoh –baik offline maupun online---
yang terpercaya
e. Ikhtiar melalui mediator yang dipercaya
f. Langsung menawarkan diri kepada lelaki salih yang dikehendaki
g. Langsung melamar lelaki salih yang dikehendaki

Itu hanyalah sejumlah contoh dari jenis ikhtiar yang bisa dilakukan akhwat untuk
mendapatkan jodoh. Boleh sabar menunggu, boleh proaktif meminang laki-laki, boleh
piula melalui proses-proses dan usaha seperti contoh tersebut.

Selengkapnya : baca di Lampiran 2.

(3)

MENGAGUMI IKHWAN

Saya perempuan berumur 27 tahun, Pekerjaan Dosen di Jogja dan ingin segera
menikah, tapi jodoh tak kunjung datang menghampiri. Ada ikhwan yang saya kagumi
akhlaknya, beberapa kali dia menunjukan kalau dia memberikan respon baik kepada
saya, ini bukan hanya perasaan saya saja. Melainkan menurut beberapa teman juga.
Tapi dia tak kunjung memberikan kepastian apakah dia mau khitbah atau tidak.

Kami seumuran, ikhwan tersebut bekerja di Jakarta. Sempat hendak meneladani


Khadijah yang melamar terlebih dahulu kepada Rasulullah, tapi saya tidak sebaik
Khadijah. Saya harus bagaimana Ustadz?

Jawaban:

Saran saya, anda bisa proaktif untuk menyapa dan menanyakan kepada ikhwan
tersebut secara langsung. Boleh pula melalui perantara yang anda percaya untuk
menanyakan dan menjajagi ikhwan tersebut. Namun yang jelas, jangan membiarkan
berlama-lama memendam rasa tanpa ada kejelasan dan tanoa ada status apa-apa.
Segera perjelas semuanya.

Anda memang tidak sebaik Khadijah, namun ikhwan tersebut juga tidak sebaik
Rasulullah Saw. Tidak masalah anda mendahului meminta jawaban darinya.
Selengkapnya : baca di Lampiran 2.

(4)

MENAWARKAN DIRI

Bagaimana hukumnya seorang akhawat menawarkan diri kepada ikhwan dalam proses
ta'aruf.apakah diperbolehkan? Mohon penjelasannya.

Jawaban :

Akhwat boleh menawarkan diri kepada ikhwan. Bahkan akhwat boleh meminang
ikhwan. Hal ini pernah terjadi di zaman Nabi Saw. Yang harus dijaga adalah adab dan
akhlaq Islam dalam interaksi laki-laki dan perempuan. Jangan sampai melewati batas
yang dilarang.

Selengkapnya : baca di Lampiran 2.

KEEMPAT, WARNA-WARNI PROSES PERNIKAHAN


(1)

LAMARAN KEDUA, BOLEHKAH?

Bila seorang lelaki pernah mengajukan lamaran dan sempat terjadi taaruf antar kedua
belah pihak (melalui perantara tentunya) namun ternyata tidak diterima. Apakah layak
baginya mengajukan pinangan untuk kedua kalinya manakala mengetahui sang gadis
belum dipinang oleh seorang pun. Ataukah sebaiknya mencari yang lain saja?

Jawaban:

Secara aturan fiqih tidak ada larangan bagi seorang laki-laki untuk mengajukan kembali
pinangan atau khitbah kepada perempuan yang sama, apabila perempuan tersebut
berstatus masih ‘bebas’ dalam artian tidak dalam kondisi sudah terkhitbah oleh laki-laki
lain. Sebab bisa jadi, penolakan pada saat khitbah pertama terkait dengan berbagai sisi
yang ada dalam diri perempuan itu sendiri, misalnya merasa belum siap menikah.
Sedangkan sekarang kondisinya sudah lebih siap menikah. Tentu ini memungkinkan
bagi laki-laki tersebut untuk meminang kembali.

Atau pada saat meminang yang pertama, si lelaki berstatus masih kuliah dan belum
memiliki penghasilan. Sedangkan kondisi sekarang sudah lulus kuliah dan sudah
memiliki penghasilan sendiri. Tentu ini juga kondisi yang berbeda. Maka tidak masalah
untuk meminang kembali perempuan yang pernah dipinang, sepanjang kondisi
perempuan ini secara syar’i masih boleh dipinang.

Namun jika sudah mantap meninggalkan dia karena sudah pernah ditolak dan memilih
untuk meminang yang lain, itupun sebuah keputusan yang patut dihargai. Daripada
ditolak dua kali, dan memang tidak ada jaminan bahwa pinangan yang kedua ini pasti
akan diterima oleh si dia. Maka membuka diri untuk meminang perempuan salihah
lainnya, adalah sebuah keputusan tegas.

(2)

SUDAH TA’ARUF, TAPI KAPAN KHITBAHNYA?

Suatu taaruf berjalan baik dengan bantuan orang ketiga, dan kedua pihak keluarga
sudah memberi restu. Akan tetapi banyak kendala teknis yg mengakibatkan mundurnya
khitbah hingga masa taaruf berjalan hampir 5 bulan. Apakah mungkin jika hambatan
tersebut merupakan tanda tidak jodoh, sehingga lebih baik ta’aruf dibatalkan?
Terimakasih.
Jawaban :

Mundurnya proses khitbah sampai lima bulan dari ta’aruf, tidak serta merta bisa
disimpulkan sebagai tidak jodoh. Mengingat memang ada sangat banyak hal kondisi
dan situasi dalam kehidupan yang demikian dinamis. Bisa jadi itu benar-benar murni
kendala teknis, karena danya berbagai situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan
untuk dilaksanakannya khitbah sesuai rencana semua.

Yang harus anda lakukan adalah meminta kejelasan dan penjelasan tentang
pengunduran waktu khitbah tersebut. Dengan mendapat penjelasan dari pihak ikhwan
dan keluarganya, anda akan mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi. Apakah
semata-mata terkait kendala teknis, atau ada hal-hal nonteknis yang masih belum
selesai.

Jika ternyata ditemukan ada kendala non teknis, misalnya munculnya keraguan dari
pihak laki-laki, sehingga dalam dirinya masih bimbang jadi menikah dengan anda atau
tidak. Nah jika ada keraguan seperti ini, harus dihilangkan terlebih dahulu keraguannya.
Melangsungkan pernikahan harus dalam kondisi yakin dan mantap hati. Bukan dengan
keraguan.

(3)

CINTAKU TERKENDALA DANA

Saya akhwat, usia 26 tahun. Saat ini ada laki-laki yang dekat. Saya sudah pernah
diajak bertemu dengan orangtuanya. Laki-laki tersebut sudah pernah sempat berbicara
langsung ke Bapak saya, hanya saja belum dilamar. Karena memang syarat dari
orangtua saya harus sama-sama berhasil dulu, kerja mapan dulu. Sudah berbicara via
telepon dengan ibu saya juga. Tapi balik lagi ke masalah pekerjaan. Dari saya pribadi
memang tidak meminta apapun ke dia.

Hanya saja, kendala kami untuk menikah hanya satu yakni masalah dana. Bukan dana
untuk menikah tetapi dana transportasi kedua orang tuanya. Karena memang jarak
antara kita berdua jauh, Jogja - NTT. Kami sudah sempat berusaha menabung
bersama tapi agak susah untuk mempercepat karena jumlah dananya lumayan besar.
Dia belum berani meminta izin kepada orangtuanya untuk membahas keinginannya
menikah karena kondisi ekonomi orangtuanya juga tidak ada dana sama sekali,

Kami sudah sama-sama ingin menikah tapi kendalanya memang jarak antara kami.
Dan kendala pada kekurangan dana. Semakin lama menunda, takutnya malah jadi
persepsi kami berbeda soal kedekatan ini.

Jawaban :

Pertama dan yang paling utama adalah soal kemantapan hati anda berdua untuk
menikah. Jika benar-benar sudah mantap menikah, bicarakan baik-baik dengan kedua
belah orang tua, baik orang tua pihak laki-laki maupun orang tua pihak perempuan—
terkait rencana pernikahan anda. Mintalah restu dari orang tua kedua belah pihak. Jika
mereka semua merestui, bicarakan tentang persoalan dana yang masih menjadi
kendala.

Jika membicarakan baik-baik dengan semua pihak, insyaallah akan ada solusi.
Misalnya, untuk biaya kehadiran orang tua pihak laki-laki, apakah harus hadir
keduanya, atau cukup diwakili ayah saja, atau bahkan tidak hadir keduanya karena
tidak ada biaya. Sepanjang orang tua sudah merestui pernikahan kalian berdua,
mereka cukup mendoakan dari kejauhan. Sementara yang hadir dalam akad nikah
hanya pengantin laki-laki saja, dengan ditemani beberapa teman yang tinggal di Jogja.

Karena yang paling urgen dalam sebuah proses akad nikah adalah kehadiran kedua
mempelai, wali dari pihak mempelai perempuan, dua orang saksi, dan petugas dari
KUA. Maka apabila orang tua dan keluarga pihak laki-laki terkendala dana, bisa saja
mereka tidak hadir.

Sisi lain, jadikan hal ini sebagai momentum untuk semakin menambah usaha,
kesungguhan, dan keseriusan dalam mencari sumber penghasilan yang halal dan
thayib. Semoga ALlah mudahkan anda dalam urusan kebaikan anda.

(4)

CINTAKU TERHAMBAT PAMALI

Saya mahasiswa S2, anak ke 4 dari 6 bersaudara, kakak pertama (akhawat) dan ke
tiga (ikhwan) sudah menikah. Kakak kedua (akhawat) sekarang sudah berumur 27
tahun belum mendapatkan jodohnya sampai sekarang. Insyallah saya berencana
menikah setelah slesai kuliah (tahun depan). Yang jadi permasalahannya, di kultur
lingkungan keluarga kami ada "PAMALI" untuk tidak melangkahi kakak ke dua apalagi
sebelumnya sudah didahului oleh saudara (kakak) yg ke tiga.

Apakah dalam islam ada tuntutan untuk tidak mendahului kakak dalam hal pernikahan?

Bagaimana caranya memberikan penjelasan kepada kakak dan keluarga agar tidak
mempercayai pamali tersebut ?

Yang manakah yang lebih utama, apakah saya harus menikah atau membahagiakan
orang tua terlebih dahulu?

Jawaban:

Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya larangan ‘melangkahi’ kakak dalam
pernikahan. Pada prinsipnya, menikah itu tidak harus urut dari yang paling tua usianya,
namun dari yang paling siap untuk melakukannya; atau dari yang paling memungkinkan
terlebih dahulu. Mungkin kakak nomer dua sudah sangat siap menikah, namun karena
belum ada jodoh yang datang, maka beliau belum menikah. Hal ini tidak boleh menjadi
kendala bagi adik-adiknya yang sudah siap dan sudah memungkinkan untuk menikah.
Lakukan pendekatan kepada kedua orang tua dan kepada kakak-kakak anda untuk
membicarakan masalah ini, sekaligus untuk meminta dukungan atas rencana
pernikahan anda. Sampaikan saja secara terbuka rencana anda kepada kedua orang
tua dan juga kepada kakak-kakak, sehingga mereka bisa mengerti keinginan dan
harapan anda. Sebagai satu keluarga besar, anda bisa membicarakan dan mencari
solusi atas kondisi ini secara bersama-sama. Jika rencana pernikahan anda di tahun
depan, artinya masih ada waktu untuk mengikhtiarkan mencarikan calon suami bagi
kakak nomer dua, sehingga kakak juga bisa segera menikah. Ini tugas kolektif dari
semua anggota keluarga anda.

Antara menikah dengan membahagiakan orang tua jangan anda dikhotomikan,


melainkan harus anda jadikan satu paket. Menikah sekaligus membahagiakan orang
tua. Selama anda melibatkan mereka sejak awal, akan lebih memungkinkan bagi kedua
orang tua untuk bisa memberikan dukungan kepada anda. Bersikaplah positif, hormat,
cinta dan bakti kepada kedua orang tua. Jangan bersikap memusuhi atau melawan
orang tua, meskipun anda yakin berada di pihak benar dalam urusan pernikahan ini.
Lebih baik berpikir win win solution, sehingga semua pihak merasa happy.

(5)

BELAJAR AGAMA DULU, ATAU MENIKAH DULU?

Ustadz, jika seorang akhawat saat ini sedang dalam posisi memperdalam ilmu agama
(hijrah), lebih baik mendalami agama terlebih dahulu baru menikah atau menikah
dahulu lalu menuntut ilmu agama setelah menikah?

Jawaban:

Sayang anda tidak menyebutkan usia anda saat ini. Jika anda masih berusia 14 tahun,
saya kira lebih bagus untuk memperdalam ilmu agama terlebih dahulu. Namun jika usia
anda sudah 41 tahun, sebaiknya anda menikah terlebih dahulu.

Konsentrasi belajar ilmu agama dan mengajarkan ilmu agama termasuk alasan yang
bisa ditolerir untuk menunda pernikahan, apabila usia masih muda. Hal ini karena di
saat masih lajang, masih memungkinkan untuk sepenuhnya berkonsentrasi pada
belajar, tanpa dibebani oleh kewajiban mengurus keluarga. Namun apabila sudah
mencapai usia yang sepatutnya menikah, apalagi sudah ada kemendesakan dari segi
kebutuhan, maka menyegerakan menikah patut untuk dipertimbangkan.

(6)

BERBEDA FIKRAH

Jika menikah dengan seseorang ustadz berbeda fikrah atau belum ngaji rutin, apakah
pernikahan yang sakinah mawaddah wa rahmah bisa diupayakan?

Jawaban :
Jika berbeda fikrah masih dalam koridor aqidah ahlus sunnah wal jama’ah yang lurus,
insyaallah tidak masalah secara tinjauan agama. Yang harus diperhatikan dalam
perbedaan corak fikrah itu adalah, kesepakatan tentang berbagai macam hal yang
‘sensitif’. Misalnya, bolehkah nanti istri berkegiatan di luar rumah, bolehkah bekerja di
luar rumah, bolehkah mengikuti kegiatan organisasi, dan lain sebagainya. Jika kedua
belah pihak sudah sepakat atas berbagai hal yang memungkinkan untuk berbeda,
insyaallah akan tetap bisa mewujudkan keluarga yang sakinah mawadah warahmah.

Dalam kenyataannya, keharmonisan dan keutuhan keluarga sangat banyak ditentukan


oleh kemampuan dari kedua belah pihak untuk saling menerima realitas perbedaan.
Sepanjang tidak menjadi berbenturan, maka berbagai perbedaan tetap bisa dijalankan
sesuai dengan prinsip dan keyakinan masing-masing. Namun jika ada hal yang nyata-
nyata berbenturan, hendaknya bisa menghindari terjadinya benturan itu dengan
toleransi, ataupun dengan sikap mengalah. Karena perbedaan fikrah adalah bagian dari
ijtihad dalam medan dakwah, maka hendaknya tidak saling memutlakkan pendapat dan
keyakinan.

(7)

JIKA NANTI AKU SELINGKUH

Calon suami teman saya dikenal teman-temannya beberapa kali berganti-ganti


pasangan dan banyak menebar harapan pada beberapa teman wanitanya. Pada teman
saya, dia menjanjikan bahwa dia serius dan akan menikahinya. Namun ada sebuah
pertanyaan dari laki-laki tersebut, yang menurut saya dan teman saya bingung untuk
kami jawab.

Pengakuan dan pertanyaan laki-laki tersebut seperti ini :

"Aku dikenal nakal oleh teman-temanku, walau saat ini aku mencoba mendekatkan diri
pada Allah, tapi aku takut kenakalanku pada wanita akan hadir kembali. Ditambah
dengan pekerjaanku yang berpindah-pindah tempat dan dengan berbagai permintaan
dari berbagai orang dan daerah. Jika suatu saat nanti aku selingkuh dengan wanita lain,
apa yang akan kamu lakukan? "

Jawaban :

Astaghfirullahal azhim. Itu pengakuan dan pertanyaan yang sangat mengerikan. Jika
seseorang pernah melakukan keburukan dan penyimpangan di masa lalunya,
hendaknya dia bertaubat dengan taubatan nasuha. Orang yang bertaubat dengan
benar akan bersih dari pengaruh masa lalunya. Taubat harus dilakukan terus menerus
sampai tidak ada lagi ‘kebanggaan’ atas kenakalannya di masa lalu, tidak lagi
mengungkit kejelekannya di masa lalu. Orang yang bertaubat akan berpikir positif ke
depan, selalu berusaha menjaga diri dan menghindarkan diri semaksimal mumgkin dari
lingkungan serta pengaruh yang buruk.

Selain itu, ada hal-hal yang tidak sepatutnya dibuka kepada siapapun, bahkan antara
suami dan istri sekalipun. Pertama, menyangkut perbuatan dosa dan maksiat di masa
lalu. Ini harus ditutup dengan taubat terus menerus, bukan untuk diceritakan, apalagi
untuk dikenang. Tutup rapat-rapat dengan taubat. Jangan lagi dibuka dan diceritakan.
Kedua, menyangkut ‘barisan para mantan’. Buanglah mantan pada tempatnya, dan
jangan dipungut lagi. Lakukan pembersihan diri dengan tazkiyatun nafsi secara
bersungguh-sungguh, agar bisa move on dari para mantan. Ketiga, perasaan khusus
yang muncul kepada ‘orang lain’. Apabila muncul perasaan khusus kepada orang
ketiga, hendaknya segera ditutup dan dikubur dalam-dalam dengan istighfar dan taubat.
Baik selama dalam proses, maupun setelah hidup berumah tangga. Perasaan khusus
seperti ini tidak untuk dipelihara dan dinikmati, namun harus ditutup dan disesali.

Atas pertanyaan dan pernyataan laki-laki tersebut, berikut ada beberapa alternatif
jawaban yang bisa diberikan.

1. “Saya tidak mau menikah dengan orang yang membayangkan perselingkuhan”.

Harusnya lelaki tadi mengatakan, “aku berjanji untuk selalu berusaha menjadi lelaki
yang salih, yang berada di jalan yang benar dan meninggalkan jalan yang salah”.
Bukannya mengandaikan, “Jika nanti aku selingkuh”. Keburukan bukanlah sesuatu hal
yang patut untuk diandaikan.

2. “Jika kamu selingkuh, saya akan langsung mengajukan gugatan cerai ke


Pengadilan Agama”.

Jika memang dia memaksa untuk menjawab “jika selingkuh”, sampaikan kalau anda
tidak mau hidup berumah tangga dengan orang yang selingkuh. Karena akan menjadi
penyakit menular, dan akan menjadi contoh keburukan bagi anak-anak.

KELIMA, KENDALA DARI ORANG TUA


(1)

TAK MAU BEDA PULAU

Bagaimana kita menyikapi keputusan orang tua yang tidak mengizinkan kita berta'aruf,
apalagi untuk menikah dengan seorang ikhwan yang masih sama-sama sedang dalam
proses berhijrah? Padahal visi misi kami tentang pernikahan dan kehidupan ke
depannya sudah sama. Alasan kedua orang tua adalah karena si ikhwan tersebut
berbeda daerah/pulau dengan saya. Apakah saya harus tetap meyakinkan orang tua
sampai mereka meridhoi kami, ataukah kami harus saling mengikhlaskan sampai
disini?

Jawaban:

Dalam ayat “fankihu maa thaabalakum minannisaa”, yang ditekankan adalah “maa”,
bukan “man”. Menikah itu soal “apa dan bagaimana”, bukan semata soal “siapa”.
Artinya, nomer satu satu ketemu dulu dalam hal karakter atau sifat calon suami idalam
sebagaimana dituntunkan Islam. Setelah itu baru, siapa orangnya. Dengan demikian,
“siapa orangnya” itu jangan dijadikan tolok ukur utama. “Siapa orangnya”, itu bisa si A,
si B, si C, si D dan seterusnya. Opsinya terbuka.

Yang harus menjadi tolok ukur adalah karakter atau sifat calon suami yang sesuai
tuntunan agama, adapun orangnya, pilihannya sangat banyak. Ikhwan salih bukan
hanya dia. Ada sangat banyak ikhwan salih lainnya. Maka jangan mengikatkan hati
dengan seseorang sebelum akad nikah.

Jika ada kendala dari orang tua terkait tidak ingin punya menantu dari luar pulau, maka
anda bisa mengupayakan pendekatan dari hati ke hati kepada orang tua agar bisa
mengijinkan anda menikah dengan ikhwan tersebut, walaupun dia dari luar pulau.
Namun apabila usaha melunakkan hati orang tua tidak berhasil, mereka tetap
bersikukuh tidak mengizinkan anda menikah dengan dia, maka segera tutup harapan
untuk menikah dengan ikhwan tersebut. Karena masih sangat banyak ikhwan salih
lainnya.

Ingat, kebahagiaan dalam pernikahan tidak hanya ditentukan oleh kecocokan kedua
belah pihak dari laki-laki dan perempuan, namun sangat ditentukan oleh dukungan
keluarga besar, khususnya kedua orang tua. Maka usahakan untuk mendapatkan
dukungan sepenuhnya dari kedua orang tua pihak laki-laki maupun pihak perempuan,
agar bisa mendatangkan kehidupan berumah tangga yang sakinah mawadah
warahmah serta penuh berkah.

(2)

MENUNGGU RESTU IBU

Saya mahasiswa semester 3 di Yogyakarta. Saya belum bekerja, saya belum mapan,
dan saya berasal dari keluarga yang pas-pasan. Tapi saya ingin nikah muda.

Saya sudah ta'aruf dengan seorang akhawat. Beliau dan ibunya sudah tahu kalau
saya mau serius ke jenjang pernikahan, tinggal bicara langsung dengan bapaknya.
Insyaa Allah keluarga mereka setuju dan menerima apa adanya dan akhawatnya
insyaa Allah siap untuk hidup dalam keadaan apapun.

Tapi kendala saya ada pada ibu saya. Ibu saya maunya saya bekerja dulu baru
menikah. Sedangkan menikah itu membuka pintu rejeki. Menikah itu biar mapan, bukan
nunggu mapan. Dan saya yakin Allah menciptakan kekayaan dan kecukupan, jadi saya
yakin kemiskinan itu tidak ada. Allah pasti mencukupi kebutuhan.

Masalah saya insyaa Allah hanya pada restu ibu saya. Bagaimana cara mendapatkan
restu ibu agar dapat menikah muda?

Jawaban:

Meskipun bukan merupakan syarat dan rukun nikah, namun restu ibu sangat penting
untuk didapatkan. Kebahagiaan hidup dalam pernikahan akan sangat ditentukan oleh
dukungan restu kedua orang tua. Jika ibu belum merestui, yang diinginkan ibu pada
dasarnya adalah kebaikan anda. Maka anda harus menghormati ibu atas keinginannya
tersebut.

Namun karena anda dan pasangan sudah siap menikah, maka lakukan pendekatan
dari hati ke hati dengan ibu. Jangan berdebat, jangan bantah membantah dengan ibu.
Berdialoglah dengan santun sebagai anak yang hormat dan berbakti kepada ibu.
Lunakkan hatinya, bahagiakan dirinya, dan bikinlah ibu yakin bahwa anda akan bisa
hidup mandiri bersama istri.

Membahasakan keyakinan kepada orang tua, gunakan bahasa praktis dan teknis,
jangan menggunakan bahasa ideologis. Perhatikan contoh berikut ini.

Bahasa ideologis : Ibu jangan khawatir, jika kita menjadi hamba yang benar-benar
beriman dan bertaqwa kepada Allah, pasti Allah akan memberikan rejeki dan
kecukupan kepada kita. Rejeki itu dari Allah, maka yakinlah kepada Allah.

Bahasa praktis dan teknis : Ibu jangan khawatir kehidupan kami nanti kalau menikah.
Insyaallah ada sangat banyak peluang usaha yang bisa saya lakukan bersama istri
untuk mendapatkan rejeki. Misalnya, saya akan membuka bisnis online bersama istri.
Sangat banyak teman-teman kuliah saya yang menjelankan bisnis online sambil tetap
kuliah. Jadi semua tetap bisa berjalan. Kuliah, menikah dan mencari ma’isyah.

Bahasa praktis dan teknis : Ibu jangan khawatir tentang kehidupan kami jika nanti
menikah. Insyaallah ada sangat banyak pekerjaan yang menghasilkan uang bisa kami
lakukan. Pokoknya kalau bapak dan ibu merestui pernikahan saya, maka bapak dan ibu
tidak perlu memberi bantuan dana lagi untuk kehidupan saya selanjutnya. Insyaallah
saya bisa mandiri.

Bahasa ideologis seperti contoh di atas, hakikatnya adalah benar. Namun itu artinya
“ceramah agama”, dimana orang tua tidak membutuhkan ceramah semacam itu karena
mereka sudah tahu. Yang diperlukan oleh orang tua adalah penjelasan teknis,
darimana kamu akan mendapatkan rejeki? Karena Allah tidak memberi rejeki dalam
bentuk memberi kamu uang tiap bulan melalui ATM tanpa ada sebab-sebab usaha
manusia. Maka perjelas proposal kamu, dan yakinkan ibu kamu.

Ingat, kebahagiaan dalam pernikahan tidak hanya ditentukan oleh kecocokan kedua
belah pihak dari laki-laki dan perempuan, namun sangat ditentukan oleh dukungan
keluarga besar, khususnya kedua orang tua. Maka usahakan untuk mendapatkan
dukungan sepenuhnya dari kedua orang tua pihak laki-laki maupun pihak perempuan,
agar bisa mendatangkan kehidupan berumah tangga yang sakinah mawadah
warahmah serta penuh berkah.

(3)

MASALAH PEKERJAAN
Bagaimana meyakinkan orang tua (baik orang tua ikhwan maupun orang tua akhawat)
yang memiliki pemikiran berorientasi duniawi, untuk mau menikahkan anaknya meski
belum mapan padahal anaknya sudah sangat ingin menikah?

Misalnya : orang tua ikhwan tidak merestui anaknya menikah sebelum mendapat
pekerjaan / penghasilan sendiri karena takut tidak mandiri dan tidak bisa menjadi orang
sukses harapan orang tuanya. Atau orang tua akhawat belum bersedia menerima
ikhwan yang belum memiliki penghasilan/pekerjaan, karena takut tidak bisa
membahagiakan putrinya.

Jawaban:

Hal seperti itu tidak bisa serta merta disebut sebagai “orientasi duniawi”, karena Islam
memang mengatur urusan-urusan duniawi. Maksud orang tua, tentu agar anaknya tidak
mengalami kesulitan dalam menjalani hidup berumah tangga yang disebabkan
ketiadaan kemampuan ekonomi. Ambil saja konteks yang positif, yaitu : merencanakan
pernikahan sebaik-baiknya, dengan mempertimbangkan banyak aspek kesiapan, agar
semakin otimal dalam mendapatkan kebaikan dan keberkahan berumah tangga. Agar
menikah tidak semata-mata karena desakan keinginan, namun benar-benar dengan
merencanaan. Ini esensi dari marriage by design (MBD).

Nah, agar tidak terjadi konflik antara orang tua dengan anak dalam rurusan pernikahan,
perhatikan sepuluh langkah Marriage By Design (MBD) berikut ini.

1. Persiapan Diri yang Memadai

2. Menentukan Batas Waktu : Kapan Akan Menikah?

3. Sepakati Kriteria Calon dengan Orang Tua

4. Proses Mencari Calon : Sampai Mendapatkan Calon

5. Diskusikan Calon dengan Orang Tua

6. Nazhar dan Ta’aruf dengan Calon : Sampai Yakin dan Mantap

7. Khitbah / Meminang

8. Pelaksanaan Akad Nikah

9. Walimah atau Pesta Pernikahan

10. Jatuh Cinta dan Bulan Madu

Saya menggarisbawashi langkah ketiga dan kelima, yaitu mendiskusikan dengan orang
tua sejak dari kriteria calon, kemudian mendiskusikan lagi kalau sudah ada calon.
Dengan cara seperti ini, orang tua terlibat sejak awal proses. Bukan tiba-tiba menerima
ajuan calon yang “wajib” diterima oleh orang tua. Hal seperti ini yang biasa menjadi
konflik dengan orang tua.

Ingat, kebahagiaan dalam pernikahan tidak hanya ditentukan oleh kecocokan kedua
belah pihak dari laki-laki dan perempuan, namun sangat ditentukan oleh dukungan
keluarga besar, khususnya kedua orang tua. Maka usahakan untuk mendapatkan
dukungan sepenuhnya dari kedua orang tua pihak laki-laki maupun pihak perempuan,
agar bisa mendatangkan kehidupan berumah tangga yang sakinah mawadah
warahmah serta penuh berkah.

KEENAM, PERNIK-PERNIK BERUMAH TANGGA


(1)

BELUM BISA MOVE ON DARI MANTAN

Seorang suami ternyata telah bertahun-tahun menjalin hubungan dengan mantannya,


melakukan khalwat yang diatasnamakan silaturahmi. Setelah ada penyadaran bahwa
khalwat sama saja dengan mengumpulkan dosa kecil, berangsur-angsur tidak ada
kontak lagi dengan mantan.

Lalu bagaimana cara "menolong" suami lepas dari hal-hal yang tidak syar'i? Termasuk
tidak menundukkan pandangan, karena masih tetap menyimpan postingan wanita yang
–maaf- tidak menutup aurat secara syar'i.

Jawaban:

Ada dua tema dalam pertanyaan ini. Tema pertama adalah suami yang masih
nyambung dengan mantan. Ini perlu disampaikan langkah move on. Bantu suami untuk
move on, bantu suami untuk meninggalkan hal-hal yang dilarang agama. Bantu suami
untuk menjadi lelaki salih, karena dia adalah pemimpin dan ayah yang harus menjadi
contoh teladan bagi anak-anak. Selengkapnya : baca Lampiran 1.

Tema kedua adalah, bagaimana cara menolong suami untuk lepas dari hal-hal yang
tidak syar’i. Untuk tema ini, prinsipnya sederhana, tapi pelaksanaannya tidak
sederhana. Prinsipnya : bahagiakan suami anda. Apabila suami anda merasa bahagia
bersama sang istri, maka ia akan bersedia melakukan apapun untuk sang istri, bahkan
memberikan lebih dari apa yang diinginkan istri. Lakukan aktivitas keseharian untuk
melelehkan hati suami. Sangat banyak hal-hal kecil yang dilakukan dengan tulus yang
akan mampu melelehkan hati suami.

Jika suami sudah terpuaskan oleh sang istri, ia tidak akan memiliki keinginan terhadap
orang lain lagi. Dirinya sudah sakinah bersama sang istri. Nafsu dan keinginannya
sudah tercurahkan dan tertundukkan kepada sang istri. Jika suasana ini sudah tercapai,
suami akan semakin setia dan lebih bersemangat lagi dalam mengelola serta
membahagiakan keluarga.
Selengkapnya, baca Lampiran 3.

(2)

PSIKOLOGI MARS - VENUS

Upaya menjalin komunikasi yang baik antar suami istri seperti apakah, dengan tipikal
perempuan dan laki-laki yang masing-masing memiliki gaya bahasa dan psikologi
berbeda?

Jawaban :

Laki-laki dan perempuan memiliki kromosom yang berbeda, hormon yang berkembang
dalam tubuhnya berbeda, struktur otaknya pun berbeda, maka sepanjang hidup
berumah tangga, mereka berdua tidak akan pernah menjadi sama dalam hal sifat,
karakter dan psikologinya. Maka jangan menuntut untuk menjadi sama, karena
memang tidak akan pernah menjadi sama. Inilah yang menjadi hakikat dari istilah
pasangan. Yaitu, suami dan istri harus saling melengkapi, saling mengerti, saling
memahami, saling menerima, saling memberikan yang terbaik untuk pasangan.

Dalam berbagai perbedaan yang terjadi, suami dan istri tetap bisa berkomunikasi
dengan nyaman. Miliki beberapa hal berikut agar komunikasi dengan pasangan selalu
nyaman.

1. Usahakan untuk bisa segera mendapatkan suasana “kesejiwaan” antara suami


dengan istri. Suasana inilah yang menjadi modal nyaman dalam berkomunikasi
dan berinteraksi setiap hari.
2. Sediakan waktu dan kemauan untuk belajar. Sangat banyak ilmu yang bisa
dipelajari untuk mengerti dan memahami berbagai pernik kehidupan berumah
tangga. Bacalah buku, ikuti seminar, lakukan bimbingan kepada konselor untuk
semakin mempercepat proses pembelajaran. Semua hal ada ilmunya, semua hal
bisa dipelajari, sepanjang kita mau melakukannya.
3. Pahami dan mengerti karakter umum laki-laki dan perempuan. Buku-buku
psikologi pernikahan populer karya John Gray, Allan & Barbara Pease, John M.
Gottman, Richard Carlson dan lain sebagainya bisa menjadi alternatif rujukan,
disamping buku-buku pondasi dan dasar keagamaan.
4. Biasakan dan sediakan waktu untuk mengobrol dengan pasangan setiap hari.
Jangan ada hari tanpa komunikasi dengan pasangan. Miliki keasyikan
mengobrol setiap saat. Jangan biarkan ada sekat dalam komunikasi dengan
pasangan. Rutinkan terus komunikasi hingga lancar dan tak ada hambatan.
5. Pahami harapan pasangan, dan usahakan untuk bisa menyesuaikan diri dengan
harapan pasangan.
6. Sediakan ruang dalam diri anda untuk menerima pengaruh pasangan, karena
hanya dengan cara itu anda akan bisa mencapai kesejiwaan dengan pasangan.
7. Kenali tipe ‘bahasa cinta’ pasangan, dan ekspresikan cinta sesuai dengan tipe
bahasa cinta pasangan anda.
8. Selalu berusaha untuk mendekat kepada pasangan, dan jangan menjauh dari
pasangan.

=========================================================

LAMPIRAN 1
Langkah Move On
Saya membagi langkah move menjadi dua bagian. Bagian Pertama, Sepuluh Langkah
Move On Bagi yang Kamu Masih Lajang. Bagian Kedua, Tambahan Dua Langkah
Move On Bagi Yang Sudah Menikah.

Bagian Pertama, Sepuluh Langkah Move On Bagi yang Kamu Masih Lajang

Berikut adalah sepuluh langkah move dari si dia yang meninggalkan kamu, atau si dia
yang harus kamu tinggalkan.

1. Bersihkan diri dengan dzikir, istighfar dan taubat

Kenangan akan si dia mengganggu dirimu. Mengotori jiwamu. Maka bersihkan jiwamu
dengan memperbanyak dzikrullah, istighfar dan taubat. Lakukan berulang-ulang untuk
membersihkan berbagai kotoran ruhani yang bersarang dalam jiwamu.

2. Ambil hikmah untuk kebaikan diri

Semua kejadian dalam hidup, selalu ada hikmah di baliknya, untuk kebaikan diri kita di
masa sekarang dan yang akan datang. Termasuk kejadian berupa kehadiran si dia
dalam hidupmu.

3. Berhentilah mengintip kehidupannya

Kadang ada keinginan kuat dan rasa penasaran untuk mengetahui kondisi kehidupan
mantan melalui akun media sosialnya. Apapun alasannya, jangan pernah turuti rasa
penasaran dan keinginan itu. Jika kamu turuti, semua akan bisa bermula kembali.

4. Hindari semua titik komunikasi dan interaksi dengannya

Semua ini demi kebaikan kamu dan mantan kamu. Hindari semua bentuk komunikasi
dan interaksi dengan mantan. Dalam bentuk apapun.

5. Segera hapus semua kenangan digital maupun kenangan fisik

Segera hapus semua kenangan yang masih kamu simpan. Baik berupa foto, video,
suara, rekaman chatting, tulisan, lukisan, atau kenangan berupa hadiah, barang-
barang, atau semua bentuk kenangan lainnya. Kamu tidak memerlukan itu semua.
Hapus dan buang sekarang juga.

6. Hilangkan persepsi “cinta tak harus memiliki”

Tidak mungkin kamu memisahkan hati dan badan. Cinta harus memiliki. Maka jika tidak
bisa memiliki, kubur semua kenangan dan harapan tentang dia.

7. Sibukkan dirimu dalam aktivitas positif bersama orang-orang salih

Jangan ada waktu kosong sehingga pikiran leluasa untuk melamun. Lakukan berbagai
hal positif. Ada sangat banyak hal positif menunggu kehadiranmu. Ini akan membuat
semua waktu kamu efektif dalam kebaikan. Ini juga yang menyibukkan otak kamu
sehingga tidak sempat berpikir tentang si dia.

8. Berikan makna baru atas apa yang sudah terlanjur terjadi

Jangan menghabiskan waktu untuk menyesali apa yang sudah terlanjur terjadi dan apa
yang harus hilang. Berikan makna baru yang positif atas kejadian yang kamu alami,
atas perasaan kehilangan yang kamu miliki.

9. Fokus menata masa depan

Kehidupanmu masih panjang membentang di hadapan, fokuslah untuk menata hal


terbaik. Sambut hari-hari barumu dengan penuh kesadaran dan kedewasaan. Kamu
baru saja mendapat pendewasaan.

10. Terima, relakan dan lepaskan

Terima semua kondisi itu. Terima keputusan terbaik yang harus kamu buat untuk
meninggalkan si dia yang tidak bisa bersama kamu. Maafkan dia, maafkan pula diri
kamu sendiri.

Relakan ia pergi darimu, dan relakan kamu pergi darinya. Lepaskan semuanya,
kembalikan kepada Allah. Semua sudah menjadi ketentuan agung dariNya.

Tambahan Dua Langkah Move On Bagi Yang Sudah Menikah

Selain melakukan sepuluh langkah di atas, bagi kamu yang sudah menikah hendaknya
menambah lagi dengan dua langkah berikut ini:

11. Jangan Pernah Bandingkan Mantan dengan Pasangan

Pada saat merasakan ketidaknyamanan hubungan dengan pasangan, jangan pernah


membandingkan mantan dengan pasangan. Buanglah mantan pada tempatnya dan
jangan dipungut lagi.

12. Carilah Kebahagiaan Bersama Pasangan


Karena kamu sudah menikah, carilah kebahagiaan bersama pasangan. Carilah
kesenangan dan keasyikan yang halal bersama pasangan. Jangan berharap
kebahagiaan dan kesenangan dari orang lain yang tidak halal.

=======================================================

LAMPIRAN 2
Perempuan Boleh Menawarkan Diri Kepada Laki-laki

Pada dasarnya, perempuan boleh menawarkan diri langsung kepada lelaki yang
dimaksud, sebagaimana riwayat berikut. Dari Tsabit Al-Bunani, ia menceritakan bahwa
Anas bin Malik bercerita: Ada seorang perempuan menghadap Rasulullah Saw
menawarkan dirinya untuk Nabi Saw. Dia mengatakan, “Ya Rasulullah, apakah anda
ingin menikahiku?”

Mendengar ini, putri Anas bin Malik langsung berkomentar, “Betapa dia tidak tahu malu.
Sungguh memalukan, sungguh memalukan.” Anas membalas komentarnya, “Dia lebih
baik dari pada kamu, dia ingin dinikahi Nabi Saw, dan menawarkan dirinya untuk Nabi
Saw”. HR. Bukhari nomer 5120.

Demikian pula disebutkan dalam riwayat dari Sahl bin Sa’d. Ada seorang perempuan
menghadap Nabi Saw dan menawarkan dirinya. “Ya Rasulullah, saya datang untuk
menawarkan diri saya agar anda nikahi.”

Setelah Nabi Saw memperhatikannya, beliau tidak ada keinginan untuk menikahinya.
Hingga wanita ini duduk menunggu. Kemudian datang seorang sahabat, “Ya
Rasulullah, jika anda tidak berkehendak untuk menikahinya, maka nikahkan aku
dengannya.” HR. Bukhari nomer 5030.

Dalam kitab Fathul Bari disebutkan, ada banyak perempuan yang minta dinikahi oleh
Nabi Saw. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan beberapa riwayat yang
menceritakan perempuan lainnya yang menawarkan diri untuk Nabi Saw, diantaranya
Khaulah binti Hakim, Ummu Syuraik, Fatimah bin Syuraih, Laila binti Hatim, Zaenab
binti Khuzaemah, dan Maemunah binti Al-Harits.

Apabila merasa malu untuk langsung menyampaikan kepada laki-laki, bisa juga
perempuan melamar laki-laki melalui perantara orang lain yang dipercaya, misalnya
melalui ayah, ibu, keluarga, teman, guru ngaji, biro jodoh, dan lain sebagainya. Seperti
yang dilakukan oleh Umar bin Khatab Ra, ketika putrinya Hafshah selesai masa iddah
karena ditinggal mati suaminya. Umar menawarkan Hafshah ke Utsman, kemudian ke
Abu Bakar.
Umar mengatakan, “Kemudian aku menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika
engkau mau, aku akan nikahkan Hafshah binti ‘Umar denganmu.’ Akan tetapi Abu
Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun. Saat itu aku lebih kecewa terhadap Abu
Bakar daripada kepada ‘Utsman”. HR. Bukhari nomer 5122 & An Nasa-i nomer 3272.

Hal ini juga dilakukan oleh bunda Khadijah Ra. Dalam kitab Ar-Rahiq al-Makhtum
dijelaskan, bunda Khadijah melamar pemuda Muhammad sebelum menjadi Nabi
melalui perantara temannya, Nafisah binti Maniyah. Kemudian disetujui semua paman-
pamannya dan juga paman Khadijah. Pada saat akad nikah, dihadiri oleh Bani Hasyim
dan pembesar Bani Mudhar, dan ini terjadi dua bulan sepulang Nabi Saw dari Syam
untuk berdagang barang milik Khadijah.

====================================================================

LAMPIRAN 3
Tips Melelehkan Hati Suami

Untuk mengetahui tips melelehkan hati suami, izinkan saya memulai dengan berkisah
tentang seorang lelaki.

Lelaki ini orang salih yang hidupnya lurus-lurus saja. Ia seorang guru di sebuah
pesantren. Hidup di lingkungan pondok pesantren yang sederhana dan jauh dari
keramaian kota, membuatnya menjadi lelaki setia. Sebagaimana para guru lainnya, ia
adalah suami yang bertanggung jawab, tidak pernah selingkuh. Tidak mau melakukan
perbuatan zalim dan maksiat. Ia habiskan waktunya untuk mengajar di pondok dan
memberikan bimbingan kepada masyarakat sekitar.

Suratan takdir membawa dia mengenal seorang perempuan galau dari kota. Gadis
muda dan cantik. Awalnya perempuan ini datang untuk meminta nasihat agama
darinya, karena tengah terbelit beban masalah. Sebagaimana telah biasa ia lakukan,
maka ia pun memberikan nasihat-nasihat yang diperlukan untuk memotivasi
perempuan itu agar bisa keluar dari masalah.

Perempuan ini merasa sangat tercerahkan dengan nasihat-nasihat spiritual yang


diberikannya. Maka ia semakin sering meminta waktu untuk konsultasi dan
mendapatkan nasihat. Pertemuan demi pertemuan, membuat dua orang berbeda jenis
ini semakin akrab dan dekat. Hingga titik tertentu si perempuan semakin berani
menampakkan kedekatan dan perhatian khusus. Ada banyak hadiah diberikan setiap
kali ia datang.

Lelaki salih ini merasa salah tingkah. Ia tidak pernah bermaksud memiliki hubungan
yang spesial dengan si perempuan, namun perempuan ini selalu datang karena merasa
nyaman dengan nasihat-nasihatnya. Lama kelamaan ia pun mulai tergoda. Perempuan
itu memang sangat cantik, bening, dan jauh lebih muda dari istrinya.

Godaan Berat Itu Tiba


Rupanya si perempuan merasa bahwa lelaki itu mulai suka kepadanya. Maka ia
menjadi tambah berani mendekat. Hingga suatu hari, si perempuan menawarkan diri
“mengabdikan hidupnya” untuk menemani lelaki salih tersebut. Perempuan itu
‘menawarkan diri’ untuk dinikahi si lelaki salih, dengan bahasa isyarat yang halus.

“Aku merasa sangat nyaman berada di dekatmu. Hidupku mulai terbimbing dan terarah
setelah aku mengenalmu dan mendapatkan nasihat darimu. Bolehkah aku
mengabdikan hidupku untuk menemanimu?”

“Aku hanya perempuan lemah, yang menjadi kuat setelah mengikuti nasihatmu. Aku
tidak mau kembali lemah dan bergelimang masalah. Engkau telah menyelamatkan
hidupku. Tolonglah aku. Jangan biarkan aku kembali ke jalan yang salah”.

Tercenung si lelaki. Ia paham benar dengan maksud permintaan si perempuan. Tidak


pernah terbayangkan olehnya seorang gadis muda dan cantik dari kota ‘melamar’
dirinya. Menawarkan diri untuk menjadi istri keduanya.

Wajahnya merah padam. Hatinya berdegub dengan kencang. Ini kesempatan langka.
Sangat langka. Belum tentu terulang seumur hidupnya.

Namun ia masih bisa berpikir rasional. Ia tidak mau memanfaatkan kesempatan itu
dengan semena-mena, namun juga tidak mau menyakiti hati si perempuan yang telah
menawarkan diri kepadanya.

“Berikan waktu kepada saya tiga hari untuk memikirkan jawabannya”, jawab si lelaki.

“Aku akan menunggu jawabanmu. Aku menunggu kabar baik darimu”, jawab si
perempuan.

Tiga hari berturutan, lelaki salih itu dilanda kegundahan. Ia tidak bisa membohongi
hatinya bahwa ia sangat tertarik dengan perempuan kota itu. Dalam tiap shalat
tahajudnya, ia menangis dan meminta petunjuk dari Allah. Usai shalat tahajud ia berdoa
dan memohon bimbingan Allah agar tepat dalam memutuskan dan mengambil pilihan.
Sungguh, terasa sangat sulit baginya.

Keputusan Yang Besar


Ini malam ketiga, malam terakhir dari batas waktu yang ditetapkannya sendiri untuk
memberikan jawaban kepada si perempuan. Tahajudnya semakin lama. Doa dan
dzikirnya semakin panjang. Menjelang Subuh, ia tetap merasa belum menemukan
jawaban. Gelisah, resah. Terbayang wajah cantik perempuan itu. Sangat bening,
menarik, dan menawan hati. Ia merasa menjadi pahlawan karena telah
menyelamatkannya.
Ia bangkit, berniat menambah rakaat tahajudnya menjelang witir. Waktu semakin
mendekati Subuh.

Saat berdiri di atas sajadah, ia melihat istrinya yang masih tertidur pulas. Tiba-tiba ada
sesuatu yang menggerakkan hatinya untuk mendekat ke ranjang tempat istrinya tidur
dengan damai.

Dipandanginya wajah polos sang istri. Perempuan sangat sederhana. Wajahnya biasa
saja. Ia hanya perempuan desa, namun darinya Allah memberikan ketenangan hidup
selama ini. Empat anak dari hasil pernikahan mereka semakin melengkapi ketenangan
hidup itu. Berlama-lama ia duduk di pinggir ranjang, sambil memandangi wajah istrinya
yang lugu.

Ia menghela nafas panjang. Ia coba mengumpulkan semua memori tentang kebaikan


sang istri selama ini. Betapa mudah memori itu terkumpul. Benar-benar ia istri yang
sangat berbakti kepada suami.

Duabelas tahun yang lalu ia mengambil gadis lugu itu dari rumah orang tuanya di
pelosok desa. Bukan karena pertimbangan wajah ia dulu melamarnya. Namun karena
budi pekerti yang terpancar dari penampilan dan tutur katanya. Ia mantap menikahi
gadis lugu yang terbiasa hidup dalam tradisi santri itu. Lingkungan pesantren desa telah
membentuknya menjadi seorang wanita yang salihah. Pandai melayani suami, pandai
mendidik anak, pandai mengurus rumah tangga.

Adzan Subuh bergema. Segera ia berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat


berjama’ah bersama para santri dan guru-guru lainnya. Ia merasa, ini adalah shalat
Subuh paling berkesan dalam sepanjang hidupnya. Subuh dimana ia memantapkan
akal dan hatinya untuk mengambil sebuah keputusan.

Sepulang dari masjid hatinya sangat tenang dan damai. Ia sudah menemukan sebuah
jawaban pasti untuk perempuan kota yang akan datang ke rumahnya nanti jam tujuh
pagi.

Apa jawabannya? Ternyata ia mantab untuk tidak menerima tawaran perempuan kota
itu. Ya, tidak menerima.

Ia tidak ingin mengotori hatinya dengan tertarik kepada perempuan yang datang untuk
meminta bimbingan darinya. Ia adalah seorang penasihat agama, yang harus
memberikan banyak manfaat bagi banyak orang yang datang kepada dirinya. Setiap
hari selalu saja ada orang yang datang untuk silaturahim dan meminta pencerahan
darinya. Jika ia mudah tertarik dan jatuh cinta kepada wanita yang datang meminta
nasihat agama, ini akan mengotori hatinya.

Tidak. Ia tidak boleh tergoda oleh tawaran perempuan kota itu. Apalagi jika
dibandingkan dengan istri yang telah dua belas tahun menemaninya. Semakin mantap
hatinya untuk tidak menerima tawaran dari si perempuan kota.

Tindakan Sederhana yang Bisa Menaklukkan Hati Suami Tercinta


Berikut penuturannya. Dari cerita lelaki salih ini, saya banyak belajar tentang ketulusan
pelayanan seorang istri yang mampu menaklukkan hati suami. Mari simak penuturan
lelaki ini:

Bagaimana aku bisa menduakannya. Ia istri yang sangat berbakti dan setia kepada
suami. Ia selalu memasak dan menyiapkan makanan untukku. Selalu ada masakan
kesukaanku tiap aku pulang ke rumah. Aku mengatakan, ia tidak harus menghabiskan
waktu untuk memasak sendiri. Di lingkungan pesantren, ada kantin yang menyediakan
keperluan makan sehari-hari. Namun ia selalu memasak sendiri. Ia menyiapkannya
dengan penuh cinta di hati.

Ia selalu menemaniku makan. Walau kadang ia sudah makan duluan, namun ia selalu
menemaniku di meja makan sambil menanyakan keperluanku. Ia siapkan piring
untukku. Ia ambikan nasi untukku. Tak jemu ia menemaniku walau sekedar duduk diam
di sampingku. Ia melakukannya dengan penuh cinta.

Bagaimana aku bisa menduakannya. Ia istri yang sangat berbakti dan setia kepada
suami. Ia selalu mencuci dan menyeterika sendiri pakaianku. Ia tidak ingin pakaianku
dicuci orang lain. Ia melakukannya dengan penuh cinta. Padahal aku selalu
mengatakan, pakaian kotorku dibawa ke jasa laundry saja. Namun ia tetap mencuci
sendiri dengan tangan halusnya.

Ia menata pakaianku di almari dengan rapi dan wangi. Saat pagi, ia siapkan pakaian
kerjaku menjelang aku berangkat mandi. Saat malam, ia siapkan pakaian tidurku. Ia
memperlakukanku seperti anak kecil yang sangat dimanja. Aku tidak pernah meminta ia
melakukan ini semua. Ia melakukannya dengan penuh cinta.

Bagaimana aku bisa menduakannya. Ia istri yang sangat berbakti dan setia kepada
suami. Wangi, itu kesanku yang mendalam terhadapnya. Pakaianku selalu bersih dan
wangi. Kamar tidurku selalu rapi dan wangi. Kamar mandiku selalu bersih dan wangi.
Walau di saat kami tengah punya bayi kecil, ia tidak membiarkan kamar tidurku bau
ompol bayi. Ia sigap membersihkan kotoran bayi agar tidak merusak bau kamar tidur
dan kamar mandi yang wangi.

Aku mengatakan, ia tidak perlu berlaku seperti itu, karena aku tidak mempersoalkan
bau pipis bayi kami, Namun ia mengatakan, “aku malu kalau kamar kita tidak wangi”. Ia
melakukan itu semua dengan penuh cinta di hati.

Bagaimana aku bisa menduakannya. Ia istri yang sangat berbakti dan setia kepada
suami. Aku tidak menyuruh ia melakukan itu semua untukku. Ia melakukannya dengan
penuh cinta. Di rumah kami ada pembantu. Cukup untuk menyelesaikan semua
pekerjaan rumah tangga itu. Namun untuk hal yang terkait denganku, ia tidak mau
diurus pembantu.

Bagaimana aku bisa menduakannya. Ia istri yang sangat berbakti dan setia kepada
suami. Ia melakukan semua hal untuk memanjakan aku. Ia melakukannya dengan
penuh cinta. Selama ia masih hidup, aku tidak akan menduakannya. Bukankah Nabi
Saw juga tidak menduakan Khadijah di masa hidupnya. Nabi menikah lagi dengan
beberapa istri setelah Khadijah tiada.

Anda mungkin juga menyukai