Anda di halaman 1dari 17

10 Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pertunangan Menurut Islam

Memutuskan untuk menikah dan siapa yang akan dinikahi adalah salah dua
keputusan terpenting yang harus dibuat seseorang dalam hidupnya. Terlebih,
pernikahan merupakan ibadah yang harus dijalani seumur hidup.
Namun, sebelum menjalani pernikahan, seseorang harus melewati proses
pertunangan terlebih dulu.
Pada masa pertunangan, dua orang yang akan menikah harus belajar untuk
saling mengenal satu sama lain sebelum benar-benar memutuskan untuk
menikah.
Namun, aturan yang mengatur masa pertunangan dalam Islam seringkali
dikaburkan oleh berbagai praktik budaya dan tradisi keluarga. Hingga pada
masa ini pula dapat membuat banyak pasangan yang bertunangan selalu
bingung.
Oleh karena itu, kita perlu mengatahui hal-hal yang harus dan tidak harus
dilakukan pada masa pertunangan. Sebab, tujuan pernikahan dalam Islam,
salah satunya adalah sebagai penyempurna agama. Maka, dengan menikah,
seseorang telah menyempurnakan setengah agamanya.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, "Apabila seorang hamba menikah,
maka telah sempurna separuh agamana. Maka, takutlah kepada Allah SWT
untuk separuh sisanya." (HR Baihaqi)
Jadi, apa sajakah yang boleh dan tidak boleh dilakukan dari masa pertunangan
dalam Islam dalam terminologi sehari-hari sebagaimana dirangkum dari
AboutIslam.
1. Memiliki niat yang jelas dan benar
Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita bahwa suatu tindakan dinilai dari
niatnya, dan menikah tidak terkecuali.
Pernikahan bukanlah permainan, juga bukan tujuan itu sendiri yang harus
dicapai dan kemudian dikesampingkan. Ini adalah sarana bagi dua orang untuk
menjadi lebih baik, melalui cinta mereka satu sama lain dan untuk Sang
Pencipta, dan ini tidak boleh dianggap remeh.
2. Jangan lupakan ajaran Islam saat berkomunikasi
Allah SWT menciptakan manusia dan hanya Ia yang mengenal setiap hambanya
lebih baik, daripada kita mengenal diri kita sendiri. Jadi, kita harus mengikuti
petunjuk-Nya tentang bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, terutama
ketika mencari calon pasangan.
Dalam proses menuju pernikahan, jangan lupa untuk mengikuti ajaran Islam
yang benar. Sebelum menikah, setiap pasangan belum lah halal baginya untuk
berkomunikasi secara langsung tanpa adanya pendamping atau orang ketiga.
Dengan demikian, komunikasi awal selama masa pertunangan harus selalu
melibatkan calon mempelai pria dan calon mempelai wanita serta ayahnya
atau "wali". Seharusnya tidak rahasia atau di belakang punggung siapa pun.
Setelah itu, keduanya dapat melanjutkan dialog mereka dengan cara yang
diperbolehkan secara Islam.
3. Tampil apa adanya tanpa berlebihan
Salah satu hal terpenting saat bertemu calon tunangan adalah menujukkan
dirimu yang sesungguhnya, tanpa ada kepura-puraan, apalagi berlebihan.
Ini bukan berarti kamu tidak harus berusaha ketika bertemu untuk pertama
kalinya. Namun, berperilakulah dengan baik tanpa berlebihan, apalagi dalam
hal penampilan.
4. Jangan bersikap tidak jujur
Bersikap jujur dengan calon pasangan itu adalah hal penting. Bahkan, ketika
sudah menikah pun, harus ada kejujuran di antara keduanya. Jika, ada salah
satu yang tidak jujur, itu justru dapat memecah belah, termasuk pada masa
pertunangan.
Jadi, jujurlah akan segala hal kepada calon pasangan, pasangan, atau siapa saja.
Jangan katakan hal-hal yang tidak benar apalagi menyesatkan. Kejujuran akan
memperkuat hubungan kamu kepada pasangan.
Bersikap jujurlah kepada calon pasangan pada masa pertunangan atau proses
saling mengenal, baik kondisi keuangan, keluarga, maupun kesehatan.
5. Bertanyalah, tetapi jangan berperilaku seolah-olah kamu sedang dalam
wawancara formal
Pada masa pertunangan, kedua calon pasangan dianjurkan untuk saling
mengenal dengan cara mengajukan pertanyaan.
Ketika mengajukan pertanyaan, gunakanlah bahasa yang normal dan ramah.
Hal itu penting dalam proses perkenalan, bukan?
Setiap pertanyaan dan jawaban tidak selalu menunjukkan kepribadian
seseorang yang sebenarnya dan ini harus diperhatikan saat mereka menilai
apakah dia cocok atau tidak.
Ingat, kamu menikahi seseorang, bukan sekumpulan data. Jadi, belajarlah
tentang satu sama lain dengan cara yang menarik, bukan mekanis.
6. Jika ada perbedaan pendapat atau hal yang tidak cocok, jangan langsung
menganggap bahwa dia bukan pasangan yang sempurna
Isi kepala setiap manusia memang tidak ada yang sama, wajar jika output-nya
pun berbeda. Itu semua dapat terjadi, tanpa terkecuali, bahkan pasangan yang
saling jatuh cinta pun pasti akan merasakannya.
Yang harus dilakukan para pasangan atau calon pasangan adalah menerima
perbedaan yang ada. Berbeda pendapat atau paham bukan berarti kamu tidak
bisa bersama-sama, kok. Semua tergantng pada bagaimana kalian
menyelesaikan konflik yang ada.
Tidak ada pasangan yang sempurna, yang ada hanyalah pasangan yang tepat
yang insya Allah akan dimudahkan bagimu jika kamu mau
mempertimbangkannya.
Jadi, jika calon pasanganmu tidak sesuai dengan apa yang kamu bayangkan,
sudah seharusnya itu tidak menjadi pemecah kesepakatan.
7. Beri cukup waktu untuk memutuskan ya atau tidak
Memutuskan siapa yang akan dinikahi bukanlah keputusan mudah yang harus
diambil hanya setelah satu percakapan atau pertemuan. Biasanya, satu kali
pertemuan saja tidak cukup untuk memutuskan dia adalah orang yang tepat
atau tidak untuk dinikahi.
Jadi, kamu harus memberi cukup waktu kepada diri sendiri untuk benar-benar
membuat keputusan dan melihat bagaimana calon tunanganmu berperilaku
dan menyadari bahwa dia lah orang yang tepat.
8. Carilah bimbingan dari keluarga dan teman-teman
Ini sering dianggap enteng, karena banyak anak muda tampaknya berpikir
bahwa orangtua tidak memiliki peran dalam membuat keputusan untuk
memilih pasangan hidup. Nyatanya, orangtua dan keluarga dekat serta teman-
teman yang telah mengenalmu dalam waktu lama, seringkali dapat
memberikan masukan penting tentang orang seperti apa yang cocok atau tidak
cocok dengan kamu.
Mereka juga dapat melihat hal-hal tentang calon tunangan yang mungkin
membuat kamu buta. Jadi, dengarkan mereka dan perhatikan komentar dan
kekhawatiran mereka.
Memang, pada akhirnya siapa yang akan kamu nikahi adalah keputusan yang
kamu pilih sendiri, tetapi ingatlah bahwa keluarga akan menjadi bagian dari
hidup kamu selama bertahun-tahun, bahkan setelah kamu menikah.
9. Jika bimbang, lakukan salat istikhara
Nabi Muhammad SAW mengajarkan para sahabatnya untuk meminta nasihat
kepada Allah SWT setiap kali mereka harus mengambil keputusan.
Dengan mencari nasihat Allah SWT, kita mengingatkan diri kita sendiri bahwa
semua pengetahuan tentang apa yang baik atau buruk bagi kita ada di sisi-Nya
dan kita membutuhkan-Nya untuk membimbing seta memudahkan kita
tentang apa yang terbaik untuk diri sendiri.
Melakukan salat istikhara, berarti mengusahakan kita untuk mencapai tingkat
kedamaian dengan apa pun yang terjadi.
10. Jangan lupa untuk memperbanyak doa
Proses bertemu seseorang, bertunangan, dan kemudian merencanakan
pernikahan sangat mengasyikkan, dan sering kali memberikan banyak fokus
pada elemen material dunia ini.
Sepanjang perjalanannya, seseorang bisa melupakan unsur yang sangat penting
untuk sukses dan itu adalah doa, permohonan dan doa kepada Allah SWT.
Jadi, jangan selalu libatkan Allah SWT dalam memutuskan suatu pilihan atau
hal apa pun. Sebab, Allah SWT akan memberikan petunjuk terbaik untukmu.
Ingatlah, jika membangun cinta itu di atas pernikahan bukan membangun
pernikahan di atas cinta.
Hal ini dikarenakan sebab-sebab cinta itu nyata, dan apabila cinta itu baik,
maka kedua calon juga akan baik-baik saja.
"Ingat, membangun cinta itu diatas pernikahan, bukan membangun pernikahan
diatas cinta. Sebab-sebab cinta itu ada, kalau dia baik insyaallah dia laki-laki
juga baik," tegasnya.
Setelah melakukan hal-hal tersebut, tugas Anda sebagai seseornag yang sednag
memperjuangkan hubungan menuju pernikahan yang halal ialah menyerahkan
segalanya kepada Allah SWT yaitu dengan cara salat Istikhoroh.
Nmaun yang perlu diingat, istikhoroh tidak harus dengan mimpi untuk
menemukan jawabannya.
Melainkan seusia dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Jika orang tersebut baik, maka akan dimudahkan oleh Allah SWT.
Tetapi jika orang tersebut tidak baik, maka akan diputus oleh Allah SWT.
"Setelah itu istikhoroh. Dan ingat itu jawabannya tidak harus dengan mimpi.
Akan tetapi adalah menjalankan apa yg diajarkan nabi, kalau baik akan
dimudahkan Allah, kalau tidak baik akan diputus oleh Allah," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com dengan judul Bagaimana Cara


Tunangan dalam Islam? Berikut Penjelasan dan Nasihat dari Buya
Yahya, https://palu.tribunnews.com/2021/06/09/bagaimana-cara-tunangan-
dalam-islam-berikut-penjelasan-dan-nasihat-dari-buya-yahya?page=all.
1. "Menemukan seseorang yang melengkapimu adalah sebuah kesempurnaan
dalam hidup. Genggam ia selamanya dalam suka maupun duka. Semoga
lamaran ini menjadi awal yang baik untuk kebahagiaanmu."
2. "Tak ada jaminan hidup akan berjalan sesuai keinginan. Tak ada yang bisa
menjamin semua hadir sesuai yang diharapkan. Namun jika kalian yakin untuk
selalu melangkah bersama, semua akan terasa lebih mudah. Selamat lamaran,
semoga selalu diberikan kemudahan."
3. "Kebahagiaan bukan berasal dari orang lain, namun semua bisa terjalin dari
pemahaman dan sikap saling mengerti. Aku tahu semua kebahagiaan itu akan
terjalin, karena kalian sudah sepakat bersatu hari ini. Semoga bahagia selalu!"
4. "Jangan ragu untuk melangkah ke depan. Selagi kalian bergandengan tangan
dalam menghadapi tantangan, jalan keluar pun akan tampak semakin terang.
Berbahagialah bersama."
5. "Lika-liku perasaan akan menjadi bagian dari hidup. Jangan hindari itu,
hadapi bersama dalam suka maupun duka. Selamat melangkah ke langkah
selanjutnya."
6. "Jangan engkau kira hari ini adalah akhir dari perjalanan. Sambutlah momen
ini sebagai awalan dari kebahagiaan yang tak berujung dengan belahan hatimu.
Selamat berpetualang."
7. "Semua orang memiliki titik bahagia dan sedihnya sendiri. Namun semoga
kamu berdua memilih menghadapinya dengan perasaan tenang dan penuh
pengertian. Bahagia selalu!"
8. "Melamar seseorang yang kau pilih adalah keberanian besar yang tak bisa
dilakukan banyak orang. Jagalah dia, dan bahagiakan dengan sepenuh hati."
9. "Lamaran adalah salah satu tahap awal dari segala tanggung jawab besar.
Jalani semuanya dengan sungguh-sungguh, untuk kebahagiaan bersama."
10. "Selamat karena kamu menjadi orang yang berani untuk bertanggung
jawab untuk hidup seseorang. Selamat saling membahagiakan. Karena
tantangan akan selalu datang dengan berbagai cara."
Menurut sebagian besar ulama, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan
atau persiapan sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang
mengikat seorang wanita sebelum menikah hukumnya adalah mubah (boleh),
selama syarat khitbah dipenuhi. Tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam
islam karena tujuan peminangan atau tunangan hanyalah sekedar mengetahui
kerelaan dari pihak wanita yang dipinang sekaligus sebagai janji bahwa sang
pria akan menikahi wanita tersebut. Sebagaimana hadits berikut ini :

Jika di antara kalian hendak meminang seorang wanita, dan mampu untuk
melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka
lakukanlah.”(HR.Imam Ahmad dan Abu Dawud)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa islam mengizinkan laki-laki untuk


melakukan pinangan kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali
pertunangan namun jika hal ini sesuai syariat islam. Setelah melaksanakan
pertunangan sang wanita tetap belum halal bagi sang pria dan keduanya tidak
diperbolehkan untuk saling melihat, berkumpul bersama atau melakukan hal-
hal yang dilarang yang dapat menjerumuskan dalam perbuatan zina (baca Zina
dalam islam). Hal ini sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang
akibat hukum dari khitbah atau tunangan yang menyebutkan bahwa :

Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas


memutuskan hubungan peminangan.

Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara


yang baik sesuai dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga
tetap terbina kerukunan dan saling menghargai

Hukum memberikan hadiah pertunangan

Saat bertunangan kita sering mendengar istilah tukar cincin, lalu bagaimanakah
hukumnya dalam islam? Sebenarnya kebiasaan tukar cincin bisa jadi hanyalah
kebiasaan namun seorang laki-laki diperbolehkan memberi hadiah atau
cinderamata kepada tunangannya atau yang disebut dengan istilah urf. Jika
dikemudian hari pihak pria membatalkan pertunangan atau pinangannya maka
ia tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah tersebut. Sebagaimana
hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa
Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain
kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR.
Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)

Hukum membatalkan pertunangan

Tunangan atau pinangan hanyalah janji seorang pria yang akan menikahi
seorang wanita dan merupakan langkah awal dalam mempersiapkan suatu
pernikahan. Berdsarakan hal tersebut maka sebenarnya pertunangan bisa
diputuskan atau dibatalkan oleh salah satu pihak misalnya jika terjadi konflik
dalam keluarga.

meskipun demikian jika tunangan dibatalkan oleh pihak perempuan ada


baiknya mahar yang telah diberikan oleh sang pria dikembalikan. Meskipun
demikian seorang pria yang sudah berjanji pada seorang wanita sebaiknya
memenuhi janjinya tersebut karena bukankah seorang muslim harus
memenuhi janjinya sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an surat Al isra
ayat 34

”Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan


jawabnya”.

Demikianlah penjelasan tentang hukum dan hal-hal yang terkait dengan


tunangan dalam islam. Sebaiknya sebelum menikah kita mengetahui terlebih
dahulu kriteria calon pasangan yang baik dan cara memilih pendamping hidup
dalam islam misalnya dengan cara ta’aruf bukan dengan pacaran (baca pacaran
dalam islam). Jika anda tidak kunjung mendapatkan jodoh (baca penyebab
terhalangnya jodoh) maka janganlah berputus asa (baca bahaya putus asa)
karena bisa menyebabkan hati menjadi gelisah (baca penyebab hati gelisah)
tetaplah bersabar dan berdoa pada Allah agar dikaruniai jodoh yang baik.

Ketahui Syarat dan Hukum Tunangan Dalam Islam


PortalMadura.Com – Tunangan merupakan mengikat seseorang sebelum
menikah dengan pasangannya melalui proses pinangan atau prosesi lamaran.
Sebagian besar pasangan melakukan tunangan terlebih dahulu sebelum
menjalani proses pernikahan. Hal itu dilakukan untuk masa penjajakan sebelum
menikah.
Sebenarnya khitbah atau yang dikenal dengan istilah meminang berarti seorang
laki-laki yang datang meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi
istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku dalam masyarakat tersebut.
Selanjutnya jika pihak wanita menerima lamaran pihak lelaki maka pasangan
tersebut dinyatakan telah bertunangan. Dalam melaksanakan khitbah atau
lamaran ada dua syarat yang harus dipenuhi yakni :
Syarat Mustahsinah
Syarat mustahsinah merupakan syarat yang menganjurkan pihak laki-laki untuk
meneliti dahulu wanita yang akan dipinang atau dikhitbahnya. Syarat ini
termasuk syarat yang tidak wajib dilakukan sebelum meminang seseorang.
Khitbah seseorang tetap sah meskipun tanpa memenuhi syarat mustahsinah.
Bagi seorang lelaki ia perlu melihat dulu sifat dan seperti apa penampilan
wanita yang akan dipinang apakah memenuhi kriteria calon istri yang baik dan
sesuai dengan anjuran Rasulullah dalam hadis berikut ini : “Wanita dikawin
karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena
agamanya, maka akan memelihara tanganmu”.(HR Abu Hurairah)
Berdasarkan hadis tersebut maka hendaknya pria memperhatikan agama sang
wanita, keturunan, kedudukan wanita ( apakah sesuai dengan dirinya), sifat
kasih sayang dan lemah lembut, serta jasmani dan rohani yang sehat.
Syarat Lazimah
Yang dimaksud syarat lazimah yaitu syarat yang wajib dipenuhi sebelum
peminangan dilakukan dan jika tidak dilakukan maka pinangannya atau
tunangannya tidak sah. Syarat lazimah meliputi:
1. Wanita yang dipinang tidak sedang dalam pinangan laki-laki lain
sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut ini: “Janganlah seseorang dari
kamu meminang (wanita) yang dipinang saudaranya, sehingga peminang
sebelumnya meninggal-kannya atau telah mengizinkannya.” (HR Abu Hurairah)
2. Wanita yang sedang berada dalam iddah talak raj’i. Wanita yang sedang
dalam talak raj’i masih rujuk dengan suaminya dan dianjurkan untuk tidak
dipinang sebelum masa iddahnya habis dan tidak memutuskan untuk berislah
atau berbaikan dengan mantan suaminya. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Al Baqarah ayat 228: “Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.” (Al-
Baqarah:228)
3. Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan dalam masa iddah atau yang
menjalanai idah talak ba’in boleh dipinang dengan sindiran atau kinayah . Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur’an surat Al baqarah ayat 235:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran
atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma’ruf”. (Al-
Baqarah:235)
Hukum Tunangan Dalam Islam
Menurut sebagian besar ulama, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan
atau persiapan sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang
mengikat seorang wanita sebelum menikah hukumnya yaitu mubah (boleh),
selama syarat khitbah dipenuhi.
Tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam islam karena tujuan peminangan
atau tunangan hanyalah sekedar mengetahui kerelaan dari pihak wanita yang
dipinang sekaligus sebagai janji bahwa sang pria akan menikahi wanita
tersebut. Sebagaimana hadis berikut ini : “Jika di antara kalian hendak
meminang seorang wanita, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang
mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”(HR.Imam Ahmad dan
Abu Dawud)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa islam mengizinkan laki-laki untuk
melakukan pinangan kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali
pertunangan namun jika hal ini sesuai syariat islam. Setelah melaksanakan
pertunangan sang wanita tetap belum halal bagi sang pria dan keduanya tidak
diperbolehkan untuk saling melihat, berkumpul bersama atau melakukan hal-
hal yang dilarang yang dapat menjerumuskan dalam perbuatan zina. Hal ini
sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang akibat hukum dari
khitbah atau tunangan yang menyebutkan bahwa :
Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas
memutuskan hubungan peminangan.
Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara
yang baik sesuai dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga
tetap terbina kerukunan dan saling menghargai
Hukum Memberikan Hadiah Pertunangan
Saat bertunangan kita sering mendengar istilah tukar cincin, lalu bagaimanakah
hukumnya dalam islam? Sebenarnya kebiasaan tukar cincin bisa jadi hanyalah
kebiasaan namun seorang laki-laki diperbolehkan memberi hadiah atau
cinderamata kepada tunangannya atau yang disebut dengan istilah urf. Jika
dikemudian hari pihak pria membatalkan pertunangan atau pinangannya maka
ia tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah tersebut.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan: “Tidak halal bagi
seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya
kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad al-irba’ati wa
shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)
Hukum Membatalkan Pertunangan
Tunangan atau pinangan hanyalah janji seorang pria yang akan menikahi
seorang wanita dan merupakan langkah awal dalam mempersiapkan suatu
pernikahan. Berdasarakan hal tersebut maka sebenarnya pertunangan bisa
diputuskan atau dibatalkan oleh salah satu pihak misalnya jika terjadi konflik
dalam keluarga.
meskipun demikian jika tunangan dibatalkan oleh pihak perempuan ada
baiknya mahar yang telah diberikan oleh sang pria dikembalikan. Meskipun
demikian seorang pria yang sudah berjanji pada seorang wanita sebaiknya
memenuhi janjinya tersebut karena bukankah seorang muslim harus
memenuhi janjinya sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an surat Al isra
ayat 34: ”Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya”.
Demikianlah penjelasan tentang hukum dan hal-hal yang terkait dengan
tunangan dalam islam. Sebaiknya sebelum menikah Anda mengetahui terlebih
dahulu kriteria calon pasangan yang baik dan cara memilih pendamping hidup
dalam islam misalnya dengan cara ta’aruf bukan dengan pacaran. Jika anda
tidak kunjung mendapatkan jodoh maka janganlah berputus asa karena bisa
menyebabkan hati menjadi gelisah, tetaplah bersabar dan berdoa pada Allah
agar dikaruniai jodoh yang baik. (dalamislam.com/Desy)
The post Ketahui Syarat dan Hukum Tunangan Dalam Islam appeared first on
PortalMadura.com.

Suara.com - Istilah tunangan biasa digunakan oleh sepasang kekasih untuk


saling mengikat sebelum melangsungkan pernikahan. Tunangan biasanya akan
berlangsung melalui prosesi lamaran. Lantas, bagaimana aturan tunangan
dalam Islam?
Nah untuk selengkapnya, mari simak penjelasannya berikut ini mengenai
aturan tunangan dalam Islam melansir dari situs muhammadiyah.or.id. 
1. Tidak boleh melakukan hal yang bertentangan dengan Islam
Dalam Islam, laki-laki dan perempuan yang telah melakukan ikatan
pertunangan dilarang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Islam,
seperti tinggal serumah seperti pasangan suami-istri. Ini tertuang dalam hadis
Nabi saw yang bunyinya sebagai berikut:
“Dari Ibnu Abbas [diriwayatkan] dari Nabi saw., beliau bersabda: Janganlah
sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan
ditemani mahramnya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
2. Menjaga nama baik
Setiap pasangan yang telah bertunangan atau lamaran, hendaknya sama-sama
saling jaga nama baik diri sendiri serta keluarga masing-masing. Ini tertuang
dalam hadis Rasulullah saw yang bunyinya sebagai berikut:
“Dari Ibnu Syihab bahwa Salim mengabarkannya bahwa  Abdullah bin Umar ra.
mengabarkannya bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang muslim adalah
saudara bagi muslim lainnya, dia tidak boleh menzhaliminya dan tidak
membiarkannya untuk disakiti. Barangsiapa yang membantu kebutuhan
saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Barangsiapa yang
menghilangkan suatu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan
satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan
barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup
aibnya pada hari kiamat” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
3. Menjaga serta menepati janji 
Aturan berikutnya bagi yang sudah bertunangan menurut pandangan Islam
yaitu tetap menjaga serta menepati janji yang telah disaksikan keluarga masing-
masing, karena ingkar janji adalah ciri-ciri orang munafik dan perbuatan
tercela. Hal ini tertulis dalam hadis Rasulullah saw yang bunyi hadisnya sebagai
berikut:
“Dari Abu Hurairah [diriwayatkan] dari Nabi saw., beliau bersabda: Tanda-tanda
munafiq ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi
amanat dia khianat” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
4. Tidak boleh mengambil lagi barang yang diberikan
Bagi barang yang telah diberikan saat proses tunangan, maka barang tersebut
tidak boleh untuk diambil lagi, kecuali terjadi pengkhianatan pada apa yang
telah disepakati sejak awal sebagaimana  hadis Nabi saw yang bunyi hadisnya
sebagai berikut:
“Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw berkata: Orang yang menarik (mengambil)
kembali pemberiannya, seperti seekor anjing yang muntah dan memakan
(menjilat) kembali muntahannya” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
5. Lekas Menikah
Jika sudah ada niat untuk menikah, maka hendaklah lekas menikah dan jangan
menunda-nunda. Ini dilakukan guna menghindari hal-hal yang dilarang syariat
Islam seperti berkhalwat (berdua-duaan) dan tindakan lainnya yang dilarang
syariat Islam. Ini tercantum dalam hadis Nabi saw yang bunyi hadisnya sebagai
berikut:
Dari Alqamah [diriwayatkan] ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw. telah
bersabda kepada kita: Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah
mempunyai kemampuan menanggung beban pernikahan, maka hendaklah ia
menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena
hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya” (HR. Imam Bukhari dan Imam
Muslim)
Demikian ulasan mengenai aturan tunangan dalam Islam yang penting untuk
diketahui agar terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam. Semoga
bermanfaat.
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Terkadang, istilah tunangan ini sering
diidentikkan oleh sebagian orang dengan istilah khitbah. Padahal antara
“Tunangan” dan “Khitbah” (melamar) memiliki perbedaan yang cukup
mendasar. Khitbah merupakan proses melamar wanita yang akan dinikahinya
yang selanjutnya dalam waktu yang tidak terlalu lama dilanjutkan dengan
proses pernikahan. Khitbah menurut syari’at Islam adalah langkah penetapan
atau penentuan sebelum pernikahan dilakukan dengan penuh kesadaran,
kemantapan  dan ketenangan untuk menentukan pilihannya, sehigga tidak
terlintas dalam benaknya untuk membatalkan pinangan tanpa ada faktor yang
dibenarkan.  Hal ini karena membatalkan pinangan dapat menyakiti perasaan
wanita yang dipinang beserta keluarga besarnya, merusak kemuliaan dan nama
baiknya, dapat memutuskan tali silaturrahim serta tidak sesuai dengan akhlak
yang mulia (akhlaq karimah). Dengan demikian, khitbah merupakan sebuah
proses pra nikah yang diperbolehkan dalam Islam.
Istilah khitbah dalam syari’at Islam dapat ditemukan dalam beberapa hadis
Nabi saw., antara lain:“Bahwa Ibnu Umar ra. [diriwayatkan] berkata, Nabi saw.
telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya,
dan janganlah seseorang meminang atas pinangan orang lain sehingga ia
meninggalkannya atau ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” [HR.
al-Bukhari].
Sedangkan praktik tunangan dengan saling memakaikan cincin, saling pegangan
atau bahkan dengan cium kening atau pipi pasangannya, dalam syari’at Islam
termasuk sesuatu yang dilarang, karena dua insan yang menjalin ikatan
pertunangan maupun khitbah tetaplah sebagai pasangan yang belum diikat
dengan pernikahan yang syar’i, sehingga mereka tidak bisa leluasa untuk
melakukan berbagai tindakan sebagaimana layaknya pasangan suami-istri,
seperti berduaan, berpegangan tangan, maupun hidup serumah.
Dengan demikian, ungkapan yang menyatakan bahwa “Seorang tunangan laki-
laki mempunyai setengah kewajiban dari calon istrinya”, tentu merupakan
pernyataan dan sikap yang tidak memiliki dasar sama sekali. Dengan ungkapan
lain; bahwa orang yang bertunangan tidak memiliki kewajiban maupun hak
untuk memberi dan mendapatkan nafkah baik lahir (sandang, pangan dan
papan) maupun nafkah batin. Namun jika yang dimaksudkan itu adalah
kewajiban untuk menjaga janji atau kesepakatan bersama atau menjaga nama
baik masing-masing pihak, maka itu merupakan kewajiban setiap orang yang
menjalin perjanjian atau hubungan kerjasama (muamalah) selama hal tersebut
tidak bertentangan dengan norma dan hukum agama.
MateriTerkait
Susul 5 Pemain Persebaya, M. Iqbal dan Kasim Botan Ambil Beasiswa Atlet di
UM Surabaya
Hadapi Perbedaan Iduladha, PP Muhammadiyah Berpesan Warganet
Kedepankan Kesalihan Digital
Irwan Akib Berharap PTMA sebagai Pusat Kajian Strategis Kebangsaan
 
Oleh sebab itu, sebagai sebuah tradisi yang dilakukan oleh sebagian
masyarakat, tunangan perlu diatur dan diberikan rambu-rambu atau
ketentuan-ketentuan agar tidak bertentangan dengan syari’at Islam, antara lain:
1. Laki-laki dan wanita yang menjalin ikatan pertunangan tidak boleh
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum agama Islam, seperti
bersentuhan, berduaan, atau tinggal serumah layaknya pasangan suami-istri
serta berbagai tindakan yang dilarang oleh agama. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam hadis Nabi saw:
“Dari Ibnu Abbas [diriwayatkan] dari Nabi saw., beliau bersabda: Janganlah
sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan
ditemani mahramnya” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
2. Hendaknya saling menjaga nama baik diri dan keluarga besar masing-masing
pihak, dengan tidak menceritakan aib atau kekurangan pihak lain serta tidak
melakukan berbagai tindakan dan pernyataan yang dapat merusak nama baik
diri maupun keluarga besarnya.
“Dari Ibnu Syihab bahwa Salim mengabarkannya bahwa  Abdullah bin Umar
ra. mengabarkannya bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang muslim adalah
saudara bagi muslim lainnya, dia tidak boleh menzhaliminya dan tidak
membiarkannya untuk disakiti. Barangsiapa yang membantu kebutuhan
saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Barangsiapa yang
menghilangkan suatu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan
satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan
barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup
aibnya pada hari kiamat” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
3. Menjaga dan menepati janji yang telah diikrarkan di hadapan keluarga
besarnya, karena melanggar janji merupakan perbuatan tercela dan termasuk
ciri-ciri orang munafik.
“Dari Abu Hurairah [diriwayatkan] dari Nabi saw., beliau bersabda: Tanda-
tanda munafiq ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika
diberi amanat dia khianat” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
4. Pada prinsipnya, seseorang tidak boleh mengambil kembali barang yang
telah diberikan kepada pihak lain, kecuali jika terjadi pengkhianatan terhadap
kesepakatan yang telah diikrarkan sejak awal, hal ini didasarkan pada hadis
Nabi saw:
“Dari Ibnu Abbas ra. [diriwayatkan] dari Rasulullah saw., beliau bersabda:
Orang yang menarik (mengambil) kembali pemberiannya, seperti seekor anjing
yang muntah dan memakan (menjilat) kembali muntahannya” [HR. al-Bukhari
dan Muslim]
5. Seseorang yang sudah berniat untuk menikah, sepatutnya segera menikah
tanpa harus menunggu-nunggu atau menunda-nunda, baik dengan cara
bertunangan atau sejenisnya untuk menghindari sesuatu yang dilarang oleh
agama seperti berkhalwat (berdua-duaan), pegang-pegangan dan tindakan lain
yang dilarang oleh agama.
“Dari Alqamah [diriwayatkan] ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw. telah
bersabda kepada kita: Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang
telah mempunyai kemampuan menanggung beban pernikahan, maka
hendaklah ia menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia
berpuasa karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya” [HR. al-Bukhari
dan Muslim]
Namun jika hal tersebut dilakukan karena pertimbangan tertentu yang sangat
vital, maka hendaknya dilaksanakan layaknya silaturrahim dua keluarga besar
untuk menjalin sebuah komunikasi dan komitmen tentang masa depan
hubungan anaknya sebelum melangkah ke pelaminan (ta’aruf), serta
menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama seperti berduaan (berkhalwat),
tinggal serumah, berpegangan, maupun mengadakan kegiatan (seremonial)
yang berlebihan (tabzir). Hal ini karena sesuatu yang disyari’atkan dalam
konteks pernikahan adalah; khitbah untuk mengenal calon pasangan, akad
nikah dan walimah, dan bukan dengan cara-cara yang tidak dituntunkan oleh
agama serta membuka peluang terjadinya pelanggaran terhadap ajaran agama.
Demikian jawaban dari kami.
Wallahu a‘lam bish-shawab

Anda mungkin juga menyukai