Anda di halaman 1dari 5

Saatnya untuk Menikah

Oleh: Cahyadi Takariawan


Disampaikan pada grand opening sekolah pra-nikah HIMMPAS UGM
Masjid Mardliyah, 2-11-2013

Suatu saat dalam sebuah seminar pernikahan di Kampus Unsud Purwokerto, Jawa Tengah, seorang
ibu narasumber memberikan pengingatan penting kepada para mahasiswa peserta seminar tersebut.

“Adik-adik, saya ingin mengingatkan agar kalian semua memikirkan masak-masak sebelum
memutuskan untuk menikah. Sebab, berkeluarga itu sulit adik-adik, tidak semudah yang ditulis dalam
buku-buku itu. Jangan hanya karena sudah kepingin menikah, lalu terburu-buru untuk mengambil
keputusan. Banyak sekali permasalahan dalam hidup berumah tangga, yang tidak pernah anda
bayangkan sebelumnya…”

Peringatan ini sungguh bermanfaat bagi para pemuda lajang yang akan melaksanakan pernikahan,
agar mereka mempersiapkan diri secara lebih baik. Jangan terjebak keinginan sesaat, tanpa
pertimbangan yang matang akan masa depan yang membentang. Semua harus dikalkulasi, agar
pernikahan benar-benar membawasakinah, mawadah wa rahmah.

Namun, pada sesi kedua seminar tersebut, saya memberikan imbangan informasi kepada peserta.
Inilah nasihat saya kepada mereka.

“Saudara-saudaraku semua, saya sangat setuju peringatan ibu narasumber pertama tadi, agar kalian
mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum memutuskan untuk menikah. Namun ingin saya
tambahkan, bahwa anda jangan takut menikah, sebab berkeluarga itu mudah, tidak serumit yang
ditulis dalam buku-buku itu. Saya tidak merasakan kesulitan yang berarti dalam membangun rumah
tangga yang penuh sakinah, mawadah dan rahmah”.

Pernyataan saya tersebut kontan menimbulkan senyum simpul para peserta. Mereka menemukan dua
wacana yang agaknya tidak sama. Sebenarnya saya hanya ingin memberikan wacana yang berimbang,
agar para peserta seminar tidak ketakutan untuk menikah, namun juga jangan sampai
menggampangkan melaksanakan pernikahan tanpa persiapan yang memadai.

Sepuluh Langkah Menuju Nikah

Yang paling utama adalah menyiapkan diri sebaik-baiknya untuk menuju gerbang pernikahan. Jangan
takut menikah, namun juga jangan menggampangkan menikah tanpa persiapan. Paling tidak, untuk
menikah anda harus melalui sepuluh langkah berikut.

1. Persiapan Diri

Laki-laki dan perempuan hendaknya memiliki kesiapan diri secara moral- spiritual, konsepsional,
fisik dan material. Kesiapan secara spiritual ditandai oleh mantapnya niat dan langkah menuju
kehidupan rumah tangga. Tidak ada rasa gamang atau keraguan tatkala memutuskan untuk menikah,
dengan segala konsekuensi atau resiko yang akan dihadapi paska pernikahan.

Kesiapan konsepsional ditandai dengan dikuasainya berbagai hukum, etika, aturan dan pernik-pernik
pernikahan serta kerumahtanggaan. Kesiapan fisik ditandai dengan adanya kesehatan fisik yang
memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami atau isteri
dengan optimal. Adapun persiapan material lebih kepada kesiapan pihak laki-laki untuk menafkahi
dan kesiapan perempuan untuk mengelola keuangan keluarga, bukan pada jumlah uang yang dimiliki
saat ini.
2. Menentukan Waktu “Batas Kesiapan”

Setelah melakukan persiapan optimal, hendaknya laki-laki dan perempuan memiliki perhitungan
kapan saatnya menikah. Dengan perhitungan itu diharapkan akan ada pertimbangan yang “akademis”
dan realistis terhadap keputusan dalam menentukan pilihan hidup. Tanyakan kepada diri sendiri,
“Kapan siap menikah?”

Jika mampu menjawab pertanyaan ini dengan tepat, berarti anda telah memiliki cukup perhitungan
untuk membangun masa depan keluarga. Contoh jawaban itu adalah, “Saya siap menikah akhir tahun
ini”. Artinya masih ada waktu beberapa bulan untuk lebih mematangkan persiapan menuju gerbang
pernikahan.

Namun jika jawabannya, “Saya siap menikah sepuluh tahun lagi”, artinya tidak relevan kalau
sekarang sudah memulai hubungan dengan seseorang yang didefinisikan sebagai calon pendamping.
Bagaimana bisa dikatakan calon pendamping, sedangkan kesiapannya masih sepuluh tahun lagi?
Semua masih bisa berubah, dan terlalu dini menyatakan memiliki calon pendamping.

3. Menjaga Kebaikan Diri

Penjagaan diri harus senantiasa dilakukan oleh setiap laki-laki dan perempuan, agar selalu berada
dalam koridor kebaikan. Jauhkan diri dari pergaulan bebas dan berbagai perilaku yang tidak
bertanggung jawab. Sebagai masyarakat dan bangsa yang religius kita tentu sangat menghormati
sopan santun, etika, moral dan tentu saja akhlak mulia. Batas-batas pergaulan antara laki-laki dan
perempuan hendaknya selalu dijaga sebelum pernikahan.

Penjagaan diri dilakukan dengan proses pembinaan diri secara kontinue, dan berkomunitas dengan
orang-orang baik yang akan menghantarkan meuju kepada pribadi yang bertaqwa. Bagaimana proses
pernikahan anda, akan menjadi sejarah tidak terhapuskan seumur hidup anda. Lakukan proses menuju
pernikahan dengan kebaikan diri, jauhkan dari aneka accident yang tidak sesuai dengan norma agama
dan norma kesopanan.

4. Menentukan Pilihan

Menentukan pilihan dilakukan setelah ada kesiapan diri, dengan perhitungan waktu yang realistis.
Pertimbangan kebaikan agama harus menjadi dasar pertama, sebelum pertimbangan kecantikan atau
ketampanan, kedudukan atau keturunan, dan kekayaan. Untuk mengetahui kondisi masing-masing
pihak, bisa secara langsung atau melalui orang lain yang dipercaya kebaikannya.

Pada dasarnya, Kanjeng Nabi menghendaki agar pemilihan calon pasangan hidup dilandaskan
pertama kali kepada kebaikan agamanya:

“Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya atau
karena agamanya. Pilihlah berdasarkan agamanya agar selamat dirimu” (Hadits Riwayat Bukhari dan
Muslim).

Kanjeng Nabi juga pernah bersabda :

“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, karena boleh jadi kecantikan itu akan
membinasakannya; dan janganlah kamu menikahi mereka karena hartanya, karena boleh jadi harta itu
akan menjadikannya sombong. Tetapi nikahilah wanita karena agama….” (Hadits Riwayat Ibnu
Majah).
Proses ta’aruf atau saling mengenal diperlukan agar masing-masing pihak bisa menerima calon
pasangan hidupnya dengan sadar dan bertanggung jawab. Bisa dilakukan diskusi dan dialog
menyangkut berbagai macam konsep atau persepsi tentang kehidupan, peran, keinginan dan lain
sebagainya antara calon mempelai lelaki dan calon mempelai perempuan, sebelum mereka
memutuskan dan sepakat menuju gerbang pernikahan.

Semestinya proses pemilihan dan penetapan calon ini tidak berlarut-larut, dengan alasan “saling
mengetahui, saling memahami, saling menyetujui”, karena jika prosesnya terlalu lama dikhawatirkan
terjatuh ke dalam hal-hal yang dilarang oleh agama dan adat kesopanan.

5. Memantapkan Hati

Menentukan pilihan calon suami atau calon isteri harus dilakukan dengan sepenuh kesadaran dan
penerimaan utuh, tanpa ada paksaan dan keterpaksaan. Sebab pernikahan harus diniatkan untuk
selamanya, tidak boleh diniatkan untuk jangka waktu sementara, dengan niatan menceraikan kalau
ternyata dianggap tidak cocok.

Menerima calon suami atau calon isteri dengan sepenuh hati adalah hak penuh masing-masing pihak.
Tak ada seorangpun yang berhak memaksakan terjadinya pernikahan pada diri seseorang. Laki-laki
dan perempuan berada dalam posisi merdeka pada konteks penentuan jodoh.

Untuk memantapkan hati bisa dilakukan dengan shalat istikharah, dengan doa-doa memohon
kemantapan hati, dan memusyawarahkan dengan pihak-pihak yang dipercaya. Pada saat yang sama,
masing-masing pihak hendaklah berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut
hukum agama maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini penting untuk
mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan karena tidak sesuai peraturan.

6. Meminta Persetujuan Pihak-pihak Terkait

Adalah tindakan yang sangat penting untuk meminta persetujuan kepada pihak-pihak yang terkait
dengan proses pernikahan ini. Bagi calon mempelai perempuan, ia harus mendapat izin dan
persetujuan dari walinya, dalam hal ini adalah ayah kandungnya. Namun tidak cukup hanya dengan
persetujuan ayah kandung selaku wali, ibu juga sangat penting untuk diminta persetujuan. Restu
kedua orang tua sangat menentukan keberhasilan membangun rumah tangga nantinya.

Bagi calon mempelai laki-laki juga harus melakukan hal yang sama, walaupun dalam aturan agama
tidak ada ketentuan wali bagi laki-laki dalam pernikahan. Sangat penting bagi calon mempelai laki-
laki mendapat persetujuan dari kedua orang tua, agar menjadi bekal yang baik dalam membina hidup
berumah tangga setelah menikah.

Selanjutnya, calon mempelai laki-laki hendaknya bisa diterima dan disetujui oleh orang tua serta
keluarga pihak perempuan. Sebaliknya, calon mempelai perempuan hendaknya bisa diterima dan
disetujui oleh orang tua serta keluarga pihak laki-laki.

7. Meminang atau Khitbah

Khitbah adalah meminang, yaitu peristiwa pihak laki-laki menyampaikan pinangan kepada wali
perempuan; atau perempuan menyampaikan pinangan kepada laki-laki. Setelah terjadinya khitbah ini,
kedua belah pihak belum halal untuk melakukan aktivitas yang layaknya dilakukan suami isteri, sebab
khitbah ini belum memiliki kekuatan hukum sebagai ikatan pernikahan.

Khitbah ini adalah salah satu langkah untuk menyatakan bahwa langkah menuju pernikahan sudah
semakin dekat dan semakin pasti, namun pinangan ini masih bisa dibatalkan oleh salah satu dari
kedua belah pihak karena adanya suatu alasan tertentu. Dalam ajaran agama, seseorang yang sudah
dipinang tidak boleh dipinang oleh orang lain.

8. Mengurus Administrasi Pernikahan

Jika pinangan telah diterima, hendaknya segera ada pembahasan mengenai kapan pelaksanaan akad
nikah dan walimah. Hal ini agar bisa segera melakukan pengurusan administrasi pernikahan melalui
lembaga pemerintah yang berwenang dalam mengurus proses pernikahan.

Proses administratif dalam pernikahan dilakukan dengan memberitahukan Kehendak Nikah kepada
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di wilayah yang akan dilangsungkannya akad nikah. Pemberitahuan
Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad
nikah, data mahar (maskawin) dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah. Pemberitahuan Kehendak
Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang
diperlukan.

Ada banyak persyaratan administratif yang diperlukan dalam mengurus proses pernikahan, di
antaranya adalah:

a. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) calon pengantin

b. Surat pernyataan belum pernah menikah bagi gadis dan jejaka, di atas materai bernilai minimal
Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.

c. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon suami
maupun calon isteri.

d. Pas foto calon pengantin ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) lembar dan ukuran 4×6 masing-
masing 1 lembar.

e. Bagi yang berstatus duda atau janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari Pengadilan
Agama, jika duda atau janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.

f. Harus ada izin dari Pengadilan Agama bagi calon pengantin laki-laki yang umurnya kurang dari 19
tahun, dan calon pengantin perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun.

g. Ijin dari orang tua (Model N5) bagi calon pengantin laki-laki maupun perempuan yang umurnya
kurang dari 21 tahun.

h. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari Pejabat
Atasan/Komandan.

Kedua calon pengantin mendaftarkan diri ke KUA yang mewilayahi tempat dilangsungkannya akad
nikah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan pernikahan. Apabila
kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat setempat.

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-
undangan di Indonesia, yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954. Sampai
sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan
menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap
perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai
tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh
Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.
9. Akad Nikah

Setelah khitbah dilakukan, segera diproses akad nikah. Adanya wali dari pihak perempuan menjadi
tuntutan agama untuk menjadikan pernikahan menjadi lebih bertanggung jawab. Wali dari pihak
perempuan yang berkewajiban menikahkan, dengan ungkapan pokok “Saya nikahkan kamu…” dan
dijawab oleh mempelai laki-laki, “Saya terima pernikahannya…”

Dalam proses akad nikah ini diperlukan wali dari pihak mempelai perempuan, dua orang saksi dan
mahar atau maskawin. Petugas pernikahan dari Kantor Urusan Agama (KUA) akan melaksanakan
pencatatan pernikahan tersebut ke dalam lembar dokumen negara, sehingga dengan akad nikah itu
dinyatakan sah secara agama dan sah menurut negara.

Semenjak akad nikah diikrarkan, pernikahan menjadi sah, dan kehidupan suami isteri dalam ikatan
keluarga telah dimulai. Inilah batas halal dan haram dalam menikmati hubungan dengan pasangan
jenis. Setelah akad nikah, semua interaksi antara suami dan isteri menjadi halal.

10. Walimah atau Pesta Pernikahan

Walimatul ‘ursy atau disingkat walimah, adalah pesta pernikahan yang disunnahkan, sebagai
pemberitaan kepada khalayak dan ungkapan syukur atas terjadinya pernikahan yang prosesnya cukup
panjang. Walimah boleh dilaksanakan berbarengan dengan akad nikah, atau dilaksanakan pada
kesempatan yang terpisah dari akad nikah. Walimah ini mengandung maksud pengumuman kepada
masyarakat luas bahwa telah terjadi akad nikah antara kedua mempelai, sehingga masyarakat
mengetahui dan menyaksikan adanya pernikahan tersebut.

Walimah harus menampakkan syiar kebaikan, sehingga ada nilai ibadah dan amal sosial yang
terhimpun di dalamnya. Dalam melaksanakan pesta walimah, tidak boleh berlebihan dan bermewah-
mewahan, tidak boleh pula menampilkan hiburan yang mengandung kemaksiatan, karena pesta
pernikahan adalah bagian utuh dari ibadah.

Hari-hari Indah Setelah Menikah

Seusai walimah, pengantin laki-laki dan perempuan meniti hari-hari indah dalam kebersamaan.
Mereka masuk kamar pengantin, shalat sunnah dua rakaat, laki-laki mendoakan isteri dengan
memegang keningnya. Lakukan dengan lembut, jangan tergesa-gesa. Nikmati semua keindahannya.

Setelah itu, mulailah bersenang-senang dengan seluruh fasilitas yang telah Allah berikan, berupa
pasangan hidup anda.

Anda mungkin juga menyukai