Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beton merupakan material yang kuat dalam kondisi tekan, akan tetapi lemah dalam
kondsi tarik. Rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf
pembebanan yang masih rendah. Maka untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya
retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen
struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengurangi tegangan tarik
di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan
kapasitas lentur, geser dan torsional penampang tersebut. Penampang dapat berprilaku elastis,
dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di
seluruh tinggi penampang beton pada saat semua beban bekerja pada struktur tersebut.
Gaya longitudinal yang diterapkan tersebut disebut beton prategang, yaitu gaya tekan
yang memberikan prategang pada penampang disepanjang bentang suatu elemen struktural
sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horisontal
transien. Jenis pemberian gaya prategang, bersama besarnya ditentukan terutama berdasarkan
jenis system yang dilaksanakan dan panjang bentang serta kelangsingan yang
dikehendaki.karena gaya prategang diberikan secara longitudinal.

1.2 Riwayat Beton Prategang


Pada tahun 1872, P.H Jackson seorang insiyur dari California mendapatkan paten untuk
system struktural yang menggunakan tie rod untuk membuat balok atau pelengkung dari
blok-blok. Pada awal tahun 1920 W.H Hewett dari Minneapolis mengembangkan prinsip-
prinsip pemberian prategang melingkar. Tegangan melingkar horizontal disekeliling tangki
beton dengan menggunakan trekstang untuk mencegah retak akibat tekanan cairan.setelah itu
pemberian prategang pada tangki air dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat.
Pemberian prategang linier kemudian terus berkembang di Eropa dan Perancis yang
dikembangkan oleh Eugene Fryssinet pada tahun 1926-1928 dimana untuk mengatasi
kehilangan prategang dengan cara menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktilitas
tinggi.
P.W Abeles dari inggris memperkenalkan dan mengembangkan konsep pemberian
prategang parsial pada tahun 1930-1960. F. Leonhard dari jerman, V. Mikhailov dari rusia
dan T.Y Lin dari Amerika Serikat juga memberikan konstrubusi banyak pada seni dan ilmu
pengetahuan tentang desain beton prategang. Metode pemberian keseimbangan beban dari
Lin ini sangat dihargai.
Kemudian setelah itu beton prategang digunakan pada gedung, struktur bawah tanah,
menara, struktur lepas pantai , cerobong reaktur nuklir maupun berbagai jenis-jenis jembatan.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa perbandingan beton prategang dengan beton bertulang ?
2. Apa saja kelebihan dan kekuranngan beton prategang ?
3. Bagaimana prinsip dasar beton prategang?
4. Apa saja metode pemberian gaya prategang pada beton prategang?
5. Apa saja tegangan-tegangan yang terjadi pada beton prategang?

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 Perbandingan dengan beton prategang

Tegangan permanen di komponen struktur prategang diberikan sebelum seluruh beban mati
dan beban hidup bekerja, agar tegangan tarik netto ditimbulkan oleh beban-beban tersebut dapay
dieleminasi atau sangat dikurangi. Pada beton bertulang, diasumsi bahwa kuat tarik beton dapat
di abaikan. Hal ini disebabkan gaya tarik yang berasal dari momen lentur di tahan oleh lekatan
yang terjadi antara tulangan dan beton. Dengan demikian, retak dan defleksi pada dasarnya tidak
dapat kembali di dalam beton bertulang apabila komponen struktur tersebut telah mencapai
kondisi batas pada saat mengalami beban kerja.
Tulangan di dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya dari dirinya
pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja prategang. Baja
yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya prategang di dalam komponen prategang secara aktif
memberi beban awak komponen struktur, sehingga memungkinkan terjadinya pemulihan retak
dan defleksi
Dengan mengontrol besarnya prategang, suatu system struktur dapat dibuat fleksibel atau
kaku tanpa mempengaruhi kekuatannya. Pada beton bertulang, perilaku yang fleksibel sangatlah
sulit. Struktur fleksibel seperti tiang fender harus menyerap banyak energi dan beton prategang
mampu memenuhi kebutuhan tersebut

2.2 Kelebihan dan kekurangan


Komponen struktur beton prategang mempunyai tinggi lebih kecil dibandingkan beton
bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama. Pada umumnya, tinggi komponen
prategang berkisar antara 65-80% dari tinggi komponen struktur bertulang. Dengan demikian
beton prategang membutuhkan sedikit beton. Namun material ini harus dibayar dengan tingginya
harga material bermutu tinggi. Selain itu cetakan ntuk beton prategang menjadi lebih kompleks
karena geometri penampang prategang biasanya terdisi atas penampang bersayap dengan badan
yang tipis.

No. Perbedaan Beton Prategang Beton Bertulang

1. Kuat Tarik Tegangan permanen Dapat diabaikan


diberikan sebelum seluruh
beban mati dan hidup
bekerja, supaya tegangan
tarik netto yang ditimbulkan
oleh beban-beban tersebut
dapat dikurangi.
2. Tulangan Baja Baja yang dibutuhkan untuk Tidak memberikan gaya
menghasilkan gaya dari dirinya pada
prategang secara aktif komponen struktur
memberi beban awal pada tersebut.
komponen struktur, sehingga
memungkinkan terjadinya
pemulihan retak dan defleksi

Tabel 2.1. Perbandingan Sifat dan Perilaku Material antara Beton Bertulang dengan Beton
Prategang

2.3 Prinsip Dasar Prategang


Akibat gaya prategang diberikan secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu
komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.
Pemberian tegangan melingkar, yang digunakan dalam cerobong reaktor nuklir, pipa dan tanki
cairan, pada dasarnya mengikuti prinsip-prinsip dasar yang sama dengan pemberian prategang
linier. Tegangan melingkar pada struktur silindris, menetralisir tegangan tarik di serat luar dari
permukaan kurvilinier yang disebabkan oleh tekanan kandungan internal.
Gambar 2.1. Prinsip-prinsip dasar prategang

Berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan secara mendasar aksi pemberian prategang pada
kedua jenis sistem struktural dan respon tegangan yang dihasilkan. Pada bagian (a), blok-blok
beton bekerja bersama sebagai sebuah balok akibat pemberian gaya prategang tekan P yang
besar. Meskipun mungkin blok-blok tersebut tergelincir dan dalam arah vertikal mensimulasikan
kegagalan gelincir geser, akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Hal ini disebabkan
adanya gaya longitudinal P. Dengan cara yang sama, papan-papan kayu di dalam bagian (c)
kelihatannya dapat terpisah satu sama lain akibat dari adanya tekanan radial internal yang
bekerja padanya. Akan tetapi, karena adanya prategang tekan yang diberikan oleh pita logam
sebagai bentuk dari pemberian prategang melingkar, papan-papan tersebut tetap menyatu

2.4 Metode Pemberian Gaya


Pada dasarnya ada 2 macam metode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu:
1. Pratarik (pra-tension), dimana tendon ditarik sebelum beton dicor
2. Pasca tarik (post-tension), dimana tendon ditarik setelah beton dicor
2.4.1 Metode Pratarik ( Pre-Tension Method )
Pelaksanaan pemberian prategang dengan cara pratarik (pre-tension) didefinisikan dengan
memberikan prategang pada beton dimana tendon ditarik untuk ditegangkan sebelum dilakukan
pengecoran adukan beton ke dalam bekisting yang telah disiapkan. Pelaksanaan cara pratarik ini,
umumnya dilakukan pada suatu tempat khusus di lapangan pencetakan (casting yard). Adapun
langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1. Pertama-tama tendon dipasang memanjang di antara dua jangkar di tempat pengecoran


mengikuti pola tertentu sesuai dengan perhitungan seperti yang terlihat pada Gambar III.1.a.
Tendon tersebut kemudian ditarik hingga mencapai nilai tegangan tarik (fsi) tidak lebih besar
dari 85% kuat tarik ultimitnya (fpu) dan tidak lebih dari 94% kuat lelehnya (fpy). Kemudian,
tendon dalam keadaan tertarik tersebut di angkur kuat-kuat pada kedua ujungnya sedemikian
rupa sehingga gaya tarik tetap tertahan pada tendon tersebut.
2. Apabila bekisting belum dipasang di tempatnya, segera dipasang mengitari beton sesuai
dengan bentuk komponen yang direncanakan. Kemudian, dilakukan pengecoran adukan
beton ke dalam bekisting berisi tendon dalam keadaan tertarik dan dilanjutkan dengan
pekerjaan perawatan pengerasan beton.
Dalam pelaksanaannya harus disertai upaya pengendalian keamanan dan kualitas pekerjaan
mengingat resiko bahaya kecelakaan yang dihadapi, termasuk pelaksanaan perawatan
pengerasan beton yang harus dijaga sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga didapat hasil
akhir berupa beton mutu tinggi yang melekat dengan baik pada tendon yang sudah
ditegangkan (ditarik). Lihat Gambar III.1.b

'
3. Apabila beton telah mencapai kekerasan dan kekuatan f c tertentu, yang memerlukan waktu
± 24 jam, tendon dipotong di tempat penjangkarannya. Karena tendon terekat kuat dengan
beton, maka seketika setelah dipotong atau dilepas pada angkurnya akan terjadi pelimpahan
gaya prategang tinggi (To) kepada beton, seperti tampak pada Gambar III.1.c.
Gaya prategang mengakibatkan beton cenderung memendek apabila letak tendon sentris
terhadap penampang, atau melengkung akibat desakan apabila letak tendon tidak sentris.
Tegangan-tegangan yang timbul sesaat setelah tendon dipotong dari angkurnya disebut
sebagai tegangan pada saat transfer (pelimpahan tegangan).
Dengan diputusnya tendon dan berlangsung pelimpahan tegangan, beban mati (berat sendiri)
diperhitungkan bekerja serentak bersamaan dengan gaya prategang. Keadaan tersebut
diilustrasikan pada Gambar III.1.d yang merupakan keadaan tegangan paling kritis yang
timbul sesaat setelah berlangsung pelimpahan, tetapi sebelum terjadi kehilangan gaya
prategang.

Untuk keadaan bersifat sementara ini, SNI-03 memberikan batasan tegangan tarik di bagian

1
atas balok tidak melampui f ci' (sekitar 40% kuat tarik) dan tegangan tekan di bagian tepi
4
'
bawah tidak melebihi 0.6 f ci . Apabila tegangan tarik terhitung melampui nilai tersebut,
harus dipasang tulangan tambahan (nonprategang atau prategang) di daerah tarik untuk
memikul gaya tarik total dalam beton yang dihitung berdasarkan asumsi penampang utuh.

4. Setelah cukup kuat dan sesuai persyaratan, komponen prategang dapat dilepas dan diangkat
dari cetakannya untuk dipindahkan ke lapangan penyimpanan sehingga tempat pencetakan
dapat dipakai untuk proses prategang berikutnya.

a. Tendon ditarik di antara dua angkur

b. Bekisting dipasang dan adukan beton dicor di dalamnya


c. Tendon dipotong dan gaya tekan dilimpahkan kepada beton

d. Kombinasi beban mati dan prategang

e. Kombinasi beban mati, beban hidup, setelah kehilangan gaya prategang


Gambar 2.2. Komponen Struktur Pratarik

Setelah proses hilangnya gaya prategang berlangsung (Gambar III.1.e), pada tahap pelayanan
beban kerja tersusun suatu kombinasi beban mati, beban hidup dan gaya prategang. SNI-03

1
memberikan batasan tegangan tarik pada bagian tepi bawah balok tidak boleh melebihi f c' ,
2

sedangkan tegangan tekan pada bagian tepi atas tidak melebihi 0.45 f c' . Nilai tegangan tarik
ijin tersebut diambil hanya sedikit di bawah nilai modulus runtuh beton normal, yaitu

f r  0.7 f c' , karena kemungkinan bahaya retak atau tekuk secara tiba-tiba di daerah tersebut
hanya kecil karena umumnya posisi tendon berada di dekat serat bawah.
2.4.2 Metode Pasca tarik ( Post-Tension Method )
Pelaksanaan pemberian prategang dengan cara pasca tarik (post-tension) didefinisikan sebagai
cara memberikan prategang pada beton, dimana tendon baru ditarik setelah betonnya dicetak
terlebih dahulu dan mempunyai cukup kekerasan untuk menahan tegangan sesuai dengan yang
dinginkan. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Bekisting beton dipasang di tempat yang sesuai dengan rencana letak komponen struktur
dengan sekaligus dipasangi pipa selongsong lentur yang dibuat dari plastik atau metal, yang
akan menyelubungi tendon. Pipa selongsong tendon diletakkan di dalam bekisting dengan
posisinya diatur dan ditahan untuk membentuk pola tertentu sesuai dengan momen
perlawanan yang direncanakan.
2. Kemudian adukan beton dicor ke dalam bekisting dengan menjaga agar pipa selongsong
tendon tetap kokoh pada posisinya dan tidak kemasukan adukan, kemudian dilakukan
perawatan pengerasan beton secukupnya sampai mencapai kekuatan tertentu.
3. Selanjutnya, tendon dimasukkan ke dalam pipa selongsong yang sudah disiapkan ke dalam
beton. Pada cara lain, ada juga yang menempatkan pipa selongsong lengkap dengan tendon
di dalam bekisting sebelum dilakukan pengecoran adukan beton.
4. Tendon ditarik dengan menggunakan jacking di satu ujung dan angkur mati atau plat
penahan pada ujung lainnya. Kadang-kadang angkur mati atau plat penahan sudah disiapkan
dipasang tertanam pada ujung komponen.
Fungsi angkur digabungkan dengan cara-cara yang mencengkram tendon agar tidak terjadi
slip (penggelinciran) dalam rangka upaya agar beban atau tegangan tarikan tetap bertahan
pada tendon.

Pada saat penarikan tendon, sudah terjadi kehilangan gaya prategang berupa : perpendekan
elastis, kehilangan tegangan akibat gesekan dan sebagian momen beban mati sudah bekerja
sebagai dampak dari posisi lengkung tendon. Dengan demikian, gaya jacking harus sudah
memperhitungkan hal-hal yang menyangkut kehilangan tegangan tersebut. Pembatasan
tegangan-tegangan ijin pada tahap-tahap pelimpahan dan pelayanan diambil sama dengan
yang diberikan untuk cara pra tarik
5. Apabila digunakan tendon bonded, terutama pada lingkungan korosif, ruang kosong di dalam
pipa selongsong yang mengelilingi tendon, harus diisi penuh pasta semen dengan cara
disuntikkan (grouting) setelah tendon ditarik atau sebelum beban hidup bekerja. Apabila
demikian halnya, maka tegangan akibat beban hidup dihitung berdasarkan penampang
transformasi seperti yang dilakukan pada cara pra tarik. Tetapi ada juga tendon yang tetap
dibiarkan unbonded tanpa penyuntikan pasta semen, tegantung pada kebutuhan untuk
perlindungan tendon dan perhitungan ekonomi. Untuk keadaan demikian, gaya prategang
hanya diperhitungkan bekerja terhadap penampang betonnya saja (bukan penampang
transformasi) paling tidak sampai tercapainya keadaan seperti pada Gambar III.1.d.
6. Umunya angkur ujung setelah dikunci (dimatikan) perlu ditutupi atau dilindungi dengan lapis
pelindung.

2.5 Tegangan – tegangan pada beton prategang

Gaya prategang P yang memenuhi kondisi geometri dan pembebanan tertentu untuk suatu
elemen, dapat ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip mekanika, hubungan tegangan-regangan
dan dapat dilakukan penyederhanaan yang diasumsikan bersifat homogen dan elastis.

Ketidakmampuan beton dalam menahan tegangan tarik secara efektif digantikan oleh gaya tekan
pada tendon prategang. Tendon adalah suatu unsur yang direntangkan yang dipakai dalam
komponen struktur beton untuk memberi gaya prategang pada beton tersebut. Umumnya,
material yang digunakan sebagai tendon adalah kawat (wire), untaian kawat (strand) dan batang
baja (bar). Material-material tersebut terbuat dari baja berkekuatan tarik tinggi.

2.5.1. Tegangan Normal dan Lentur

1. Tegangan Normal

Pada gambar I.2, digambarkan suatu balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana yang
mengalami gaya prategang P konsentri
Gambar 2.3 Distribusi tegangan akibat gaya prategang pada tendon konsentrik

Dari gambar di atas terlihat bahwa tegangan tekan di penampang balok tersebut seragam dan
mempunyai intensitas sebesar :

P
f 
A

dimana : f : Tegangan

A : Luas penampang balok (b x h )

P : Gaya tekan konsentris

2. Tegangan Lentur

Apabila suatu balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana yang mengalami
gaya prategang P konsentris dan beban transversal di sepanjang balok (lihat Gambar I.3), maka
akan menimbulkan momen M di tengah bentang.
Gambar 2.4. Distribusi tegangan akibat gaya prategang dan berat sendiri pada tendon
konsentrik

Besar tegangan yang terjadi sebagai berikut :

P Mc
ft  
A I

P Mc
fb   
A I

dimana : f t : Tegangan di serat atas

fb : Tegangan di serat bawah

c : Titik Berat, H/2 untuk penampang persegi panjang

 1 
I : Momen Inersia Bruto penampang  bh 3 
 12 

P
Dari persamaan diatas terlihat bahwa tegangan tekan prategang  akan mengurangi tegangan
A

Mc
lentur tarik sebesar yang dikehendaki dalam desain, kemungkinan dapat sampai tarik
I
hilang sama sekali (bahkan sampai menjadi tekan) atau tarik yang diperkenankan dalam
peraturan.

2.5.2. Sifat Eksentrisitas Kabel Prategang

Penempatan tendon prategang secara eksentris dibawah sumbu netral di tengah bentang,
bertujuan untuk menimbulkan tegangan tarik akibat prategang di serat atas penampang seperti
yang ditunjukkan pada gambar I.4 dan I.5.
Gambar 2.5. Distribusi tegangan akibat gaya prategang pada tendon eksentrik

Gambar 2.6. Distribusi tegangan akibat gaya prategang dan berat sendiri pada tendon
eksentrik

Apabila tendon diletakkan pada eksentrisitas e dari pusat berat beton (garis cgc), maka timbul
momen Pe dan besar tegangan di tengah bentang adalah :

P Pe c M c
ft   
A I I

P Pe c M c
fb    
A I I

dimana : f t : Tegangan di serat atas

fb : Tegangan di serat bawah

c : Titik berat, H/2 untuk penampang persegi panjang

Ig : Momen inersia penampang

Karena penampang tumpuan balok tidak memikul momen akibat beban luar transversal, maka
terjadinya tegangan serat tarik yang besar pada serat atas balok akibat adanya gaya prategang
eksentris. Untuk membatasi tegangan seperti itu, profil eksentrisitas tendon prategang (garis cgc)
dibuat lebih kecil pada penampang tumpuan daripada pada penampang tengah bentang atau tidak
ada sama sekali atau mungkin eksentrisitas tersebut negatif yang berarti di atas garis cgc.

2.6 Gambar-gambar

2.6.1. Contoh Produk Beton Prategang


2.6.2. Contoh Cetakan Produk Beton Prategang
Dudukan rel

Sheet Pile

2.6.3. Penampang Balok I Prategang


2.6.4. Penampang Balok Hollow Prategang

2.6.5. Penulangan pada Balok Prategang


Daftar Pustaka

 Nawy, Edward. 2000. Beton Prategang. Jakarta:Erlangga


 Yulianti, Ria Catur. 2005. Beton Prategang
 http://bestananda.blogspot.com/2012/12/konsep-konsep-dasar-pemberian-prategang.html
 http://sastrasipilindonesia.wordpress.com/2011/06/20/bab-iv-beton-pratekan-beton-
prategang/

Anda mungkin juga menyukai