Anda di halaman 1dari 6

KARAKTERISTIK SIFAT Na-CMC, GUM ARAB DAN XANTHAN GUM

Widiantoko, R.K
A. Sifat dan Karakteristik Na-CMC

Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri pangan, atau digunakan dalam
bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan
NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, Karen and Lund, 1996)
. Carboxymethylcellulose (CMC) dibuat dari reaksi sederhana yaitu pulp kayu ditambah dengan NaOH
kemudian direaksikan dengan Na monokhlor asetat atau dengan asam monoklor asetat (Tranggono, 1990).

Secara garis besar, proses pembuatan karboksi metil selulosa melalui 2 (dua) tahap reaksi, yaitu pertama
reaksi alkalisasi dan kedua reaksi eterifikasi. Pada reaksi tahap pertama, yaitu alkalisasi merupakan reaksi
antara selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali selulosa (selulosa bersifat larut dalam larutan
soda). Sedangkan tahap kedua, yaitu eterifikasi merupakan reaksi antara alkali selulosa dengan senyawa
natrium kloro asetat menjadi natrium karboksi metil selulosa (Na-CMC) yang membentuk larutan kental
(viskous). Reaksi berlangsung dalam temperatur antara 60-800C dan waktu operasi antara 2-3 jam dan
dilakukan pengadukan (mixing).

Reaksi :

R OH + NaOH → RONa + H2O

R ONa + ClCH2COONa → O CH2COONa + NaCl

Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa,
berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono
dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi
pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH
larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3),
Na-CMC akan mengendap (Anonymous. 2004).

Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air
dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat
bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas
(Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem
tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.

Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental,
stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-
CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan.

Penambahan Na-CMC berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan untuk membentuk sistem dispersi
koloid dan meningkatkan viskositas. Dengan adanya Na-CMC ini maka partikel-partikel yang tersuspensi
akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh
pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986). Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk
konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil
yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag
monomer dengan jembatan hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya
menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan
memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul Na-CMC yang lain
(Belitz and Grosch, 1986).
Belizt and Grosch (1986) mengatakan, penggunaan Na-CMC sebagai derivat dari selulosa antara 0,01%-0,8%
akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli buah, sari buah, mayonaise dan lain-lain. Menurut Fennema
(1986), semua zat pengental dan pengental adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal
sebagai hidrokoloid.

CMC biasanya digunakan sebagai bahan penstabil pada produk susu seperti yogurt. Hal ini disebabkan
kemampuan CMC untuk membentuk larutan kompleks dan berguna mencegah terjadinya pemisahan whey
atau sineresis dan mampu meningkatkan viskositas (Imeson, 1992). Selain mempunyai manfaat, emulsifier
seperti CMC dapt menimbulkan dampak negatif. Dalam jangka panjang jika tidak digunakan sesuai dosis
yang diizinkan, pemakaian emulsifier dapat menyebabkan penyakit kanker atau kerusakan ginjal. CMC
juga memiliki efek obat usus (pencahar). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Peningkat Volume pada Bab III, Methyl Cellulose termasuk bahan tambahan jenis BTP peningkat volume yang
diizinkan digunakan dalam pangan. Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental, pengembang,
pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan khususnya sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur
menurut PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%.
 Nama Lokal
BP : Carmllose sodium

JP : Carmllose sodium

USPNF : Carmllosum natricum

PhEur : Carboxymethylcellulose sodium

 Sinonim
Akuacell; Aquasorb;Blanose; cellulose gum; CMC sodium; E466; Finnfix; nymcel;SCMC; sodium
carboxymethylcellulose; sodium cellulose glycolate; sodium CMC;Tylose CB
 Nama Kimia dan Nomer Registrasi CAS
Cellulose, carboxymethyl ether, sodium salt [9004-32-4]

 Rumus Empiris dan Berat Molekul


USP mendeskripsikan sodium karboksimetilselulosa merupakan garam sodium yang berasal dari sebuah
polikarboksimetil eter selulosa. Berat molekulnya adalah 90000-700000.
 Kategori Fungsional
Sebagai agen penyalut, agen stabilitas, suspending agen, tablet dan kapsul disintegran tablet pengikat, agen
pengabsorbsi air.

 Pemerian
Ketebalan : 0.52 g/cm3

Konstanta Disosiasi : pKa = 4.30

Titik Cair : kecoklatan pada kira – kira 227o C

Muatan Cairan : Dapat dianggap sebagai cirinya berisi air kurang dari 10 %. Tetapi Sodium CMC meupakan
higroskopik dan artinya menyerap air sebanyak temperatur diatas 37o C yang relatif basah sekitar 80 %.

Kelarutan : praktis larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluen. Air mudah didispersi pada semua suhu,
pada bentuk yang murni, pada solut koloid. Kelarutan caiaran bermacam – macam tergantung derajat
substitusi (DS)
Viskositas : Tingkatan atau Sodium CMC yang tersedia dalam perdagangan memiliki perbedaan kekentalan
cairan, solut cairan 1 % b/v dengan kekentalan 5 – 13000 mPas (5 – 13000 cP) kemungkinan mampu
tercapai. Sebuah peningkatan konsentrasi menghasilkan peningkatan pada kekentalan solut cairan,
memperpanjang pemanasan pada temperatur tinggi mampu mempermanen penurunan kekentalan.
Viskositas solut Sodium CMC dapat stabil dengan baik pada rentang pH 4 – 10. Jauhnya pH optimum adalah
netral.

 Inkompatibilitas
Sodium CMC inkompatibilitas dengan kuat pada larutan asam dengan beberapa garam besi dan beberapa
logam atau baja, beberapa aluminium, merkuri dan besi. Namun dapat terjadi pada pH kurang dari 2 dan
juga ketika dikocok dengan etanol 95%

Sodium CMC berbentuk kompleks dengan gelatin dan pektin. Sodium CMC juga dapat kompleks dengan
kolagen dan mengandung beberapa protein.

B. Sifat dan Karakteristik Gum Arab

Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di Sudan dan Senegal. Gum arab pada
dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-
ramnosa.

Berat molekulnya antara 250.000-1.000.000. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding
hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk
mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono dkk,1991).
Gum dimurnikan melalui proses pengendapan dengan menggunakan etanol dan diikuti proses
elektrodialisis (Stephen and Churms, 1995). Menurut Imeson (1999), gum arab stabil dalam larutan asam.
pH alami gum dari Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam glukoronik. Emulsifikasi
dari gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogennya (protein).

Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan
panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk
mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan
kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas.

Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk
lapisan tipis dan pemantap emulsi. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak
membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%). Viskositas akan meningkat
sebanding dengan peningkatan konsentrasi (Tranggono dkk, 1991). Gum arab mempunyai gugus
arabinogalactan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental
(Gaonkar,1995).

Hui (1992) menambahkan bahwa gum arab merupakan bahan pengental emulsi yang efektif karena
kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan pada pembuatan roti. Gum arab memiliki keunikan
karena kelarutannya yang tinggi dan viskositasnya rendah. Karakteristik kimia gum arab berdasar basis
kering dapat dilihat pada Tabel.

Komponen Nilai (%)

Galaktosa 36,2 ± 2,3

Arabinosa 30,5 ± 3,5


Rhamnosa 13,0 ± 1,1

Asam glukoronik 19,5 ± 0,2

Protein 2,24 ± 0,15

Sumber : Glicksman (1992)

C. Sifat dan Karakteristik Xanthan Gum

Xanthan Gum merupakan Polisakarida ekstraseluler yang disekresikan oleh


mikroorganisme Xanthomonas campestris yang berasal dari
kedelai, jagung atau produk tanaman lainnya. Pembuatan Xantan Gum melalui proses enzimatik yang
kompleks, Xanthomonas campestris menghasilkan polisakarida pada permukaan dinding selnya selama
siklus hidup normal. Di alam, bakteri ini ditemukan pada daun sayuran Brassica seperti kol/kubis. Secara
komersil, xanthan gum diproduksi dari kultur murni bakteri secara aerobik, proses fermentasi.

Struktur kimia gum xanthan mempunyai rantai utama dengan ikatan ß (1,4) D Glukosa, yang menyerupai
struktur selulosa. Rantai cabang terdiri dari mannosa asetat, mannosa dan asam glukoronat (Chaplin, 2003).
Gum xanthan merupakan biopolymer yang hidrofilik yang dapat larut dalam air dingin maupun air panas,
tetapi tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik.

Bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan gum secara microbial (gum xanthan) terdiri dari D-glukosa,
sukrosa dan beberapa bentuk karbohidrat yang dapat digunakan sebagai substrat dan tergantung dari
tingkat hasil yang diinginkan. Protein dan nitrogen inorganic adalah sumber nutrient tambahan yang sangat
penting untuk efisiensi produksi gum xanthan, fosfat dan magnesium juga dibutuhkan serta mineral. (Mc
Nelly dan King dalam Whistler dan Be Miller, 1973).

Xanthan gum mungkin berasal dari berbagai produk sumber yang sendirinya umum alergen, seperti
jagung, gandum, susu, atau kedelai. Dengan demikian, orang dengan sensitivitas diketahui atau alergi
terhadap produk makanan disarankan untuk menghindari makanan termasuk permen karet xanthan generik
atau pertama menentukan sumber untuk xanthan gum sebelum mengkonsumsi makanan tersebut. Secara
khusus, reaksi alergi mungkin dipicu pada orang sensitif pada media pertumbuhan, biasanya jagung,
kedelai, atau gandum. Sebagai contoh, gluten gandum sisa telah terdeteksi pada gusi xantan dibuat dengan
menggunakan gandum. Ini mungkin memicu respons pada orang yang sangat sensitif terhadap
gluten. Beberapa menganggap ini sebagai alergi terpisah untuk xanthan gum dengan gejala mirip dengan
alergi gluten. Permen xanthan adalah “obat pencuci perut yang sangat efisien”, menurut sebuah penelitian
yang diberi makan 15g/day selama 10 hari sampai 18 sukarelawan normal. Beberapa orang bereaksi
terhadap jumlah lebih sedikit permen karet xantan, dengan gejala kembung usus dan diare.

Pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2013
tentang Batas Maksimum Bahan Tambahan Pangan Pengental. Pada Bab III tentang “ jenis dan batas
maksimum BTP pengental” Pasal 3 , xanthan gum termasuk jenis BTP pengental yang diizinkan digunakan
dalam pangan. Xanthan gum terletak pada urutan ke 16 Gom Xanthan ( Xanthan gum ( / ) E415 Xanthan
Gum Emulsifiers and Stabilizers – other plant gums termasuk zat aditif yang halal menurut MU. Pada tahun
1969 “Food and Drug Administration” (FDA) mengizinkan untuk menggunakan gum xanthan dalam
pengolahan pangan sebagai “Food Additive”. Sejak saat itu, gum xanthan diterima dengan dukungan luas
oleh industri Karena sifat-sifatnya yang khas, antara lain kestabilan tekstur, daya tarik estetik dan beberapa
kualitas yang diperlukan dalam pengolahan pangan (Petit dalam Glicksman, 1980)

Fungsi xanthan gum tergantung dari preparat yang benar dari larutan. Larutan yang buruk akan
menghasilkan fungsi yang tidak optimum. Ini membantu untuk mencegah pemisahan minyak
dengan menstabilkan emulsi, meskipun bukan merupakan pengemulsi. Gum xanthan juga membantu
memperkuat partikel padat,seperti rempah-rempah. Penggunaan juga pada makanan dan minuman beku,
gum xanthan membantu menciptakan tekstur lembut di es krim pada umumnya. Sebagai bahan stabilizers,
emulsifier, and thickeners, Xanthan Gum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bahan tambahan
pangan maupun non pangan, diantaranya :

1. Bahan tambahan pada salad dressing


2. Bahan pembuatan saus
3. Bahan pembuatan permen karet
4. Bahan pembuatan pasta gigi
5. Bahan tambahan pada kosmetik
6. Bahan tambahan pada es krim
Salah satu sifat yang paling luar biasa xanthan gum adalah kemampuannya untuk menghasilkan
peningkatan dalam viskositas cairan dengan menambahkan jumlah yang sangatkecil gum. Dalam
kebanyakan makanan, xanthan digunakan sebesar 0,5%, dan dapat digunakan dalam konsentrasi yang lebih
rendah. Viskositas larutan gum xanthan menurun dengan tingkat pseudoplasticity yang tinggi.
Gum xanthan memiliki sifat pseudoplasticity yang berarti bahwa suatu produk dapat ditarik atau
direnggangkan, akibat dari pencampuran, pengadukan atau bahkan pengunyahan, sehingga produk akan
tampak menipis. Tetapi setelah gaya tarik dilepaskan, produk akan menebal kembali (kembali
normal). Penggunaan praktis xanthan berada di salad dressing : gum xanthan membuatnya cukup tebal
saat dikemas di dalam botoluntuk menjaga campurannya homogen, namun shear forces yang dihasilkan
oleh pengocokan dan penuangan akan menipiskan itu, sehingga dapat dengan mudah dituangkan. Ketika
keluar botol, shear forces akan hilang dan mengental kembali, sehingga menempel di salad. Dalam
makanan, gum xanthan yang paling sering ditemukan pada salad dressing

Daftar Pustaka

Anonymous. 2004e. Cellulose. http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulose. Tanggal akses 6 Juli 2006


Alinkolis, J. J. 1989. Candy Technology. The AVI Publishing Co. Westport-Connecticut

Belitz, H. D. and W. Grosch. 1986. Food Chemistry. Springer Veralag Berlin Heldenberg, New York

Fardiaz, Srikandi, Ratih Dewanti, Slamet Budijanto. 1987. Risalah Seminar ; Bahan Tambahan Kimiawi
(FoodAdditive). Institut Pertanian Bogor, Bogor

Fennema,O.R. 1986. Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc. New York and Basel

Fennema, O. R., M. Karen, and D. B. Lund. 1996. Principle of Food Science. The AVI Publishing, Connecticut

Gaonkar, A. G. 1995. Inggredient Interactions Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc., New York

Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Volume II. John Willey and Sons Inc,
Canada

Imeson, A. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc, New York Stephen, A. M. and
S. C. Churms. 1995. Food Polysaccarides and Their Applications. Marcell Dekker, Inc, New York

Potter, N. Norman. 1986. Food Science. The AVI Publishing. Inc. Westport, Connecticut

Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti.
1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 Tentang
Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengemulsi
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2013 Tentang
Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Peningkat Volume

Anda mungkin juga menyukai