Anda di halaman 1dari 10

1.

Lapping dan Kitting


LAPPING

Lapping merupakan suatu ketidakberesan yang melibatkan ketidaktepatan jumlah


penerimaan kas. Lapping dapat mencakup manipulasi temporer atau sementara, maupun
permanen. Lapping sebenarnya merupakan pencatatan penerimaan kas yang tidak lengkap dan
fiktif yang disengaja. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi penggunaan kas perusahaan untuk
kepentingan pribadi.

Sebenarnya risiko terjadinya lapping dapat dikurangi dengan cara menerapkan


pemisahan tugas yang memadai antara penerima atau pemegang kas, dan pencatat penerimaan
kas. Kondisi yang menimbulkan terjadinya lapping misalnya orang yang menangani penerimaan
kas, juga memegang atau mengelola buku piutang dagang.

Pengujian untuk mendeteksi lapping hanya perlu dilakukan apabila risiko pengendalian
transaksi penerimaan kas adalah tinggi. Prosedur yang dapat dilakukan untk mendeteksi lapping
antara lain :

a) Konfirmasi piutang dagang


b) Melakukan perhitungan kas secara mendadak
c) Membandingkan detail penjurnalan penerimaan kas dengan detail slip deposit
(setoran ke bank) harian yang terkait.

Konfirmasi piutang dagang sebaiknya dilaksanakan secara mendadak pada tanggal


interim. Apabila pelaku manipulasi mengetahui pelaksanaan konfirmasi, maka ia dapat
menutupi perbuatannya dengan cara meminjamkan uang pribadinya ke rekening perusahaan.
Pelaku lapping juga akan sempat meng-update catatan kas apabila ia tahu bahwa rekonsiliasi
piutang dagang akan digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya lapping.

KITTING

Perusahaan melakukan kitting dengan dua alternative alasan yaitu :

a) Karyawan yang bertugas mengelola cek melakukan pencurian uang atau


korupsi, dan ia melakukan kitting untuk menyembunyikan adanya dana korupsi.
b) Manajemen perusahaan ingin agar akun kas dalam neraca overstated sehingga
posisis keuangan perusahaan tampak baik. Kitting sangat mungkin terjadi
apabila ada kelemahan pengendalian intern berupa tidak adanya pemisahan
tugas antara karyawan yang berwenang mengeluarkan cek, dengan yang
mencatat pengeluaran cek. Di samping itu, kitting dapat dilakukan oleh dua
orang yang mempunyai tanggung jawab terpisah atas pengeluaran cek dan
pencatatan pengeluaran cek, tetapi mereka melakukan kolusi.

2. Siklus kas (pengujian pengendalian dan substantive)


PENGUJIAN PENGENDALIAN SIKLUS KAS
Lakukan pengamatan terhadap pemisahan fungsi penyimpanan kas dengan fungsi pencatatan
kas.
Akuntan melakukan pengamatan terhadap pemisahan fungsi penyimpanan kas dengan fungsi
pencatatan kas untuk memperoleh keyakinan bahwa catatan akuntansi diselenggarakan oleh
fungsi yang tidak merangkap fungsi penyimpanan kas.

Lakukan pengamatan terhadap fasilitas pengamanan yang melindungi kasir dari pencurian
dan perampokan kas yang disimpannya
Untuk menjaga keamanan kas yang ada di tangan perusahaan (dana yang belum disetor ke bank
dan dana kas kecil), kasir harus dilengkapi dengan fasilitas pengamanan yang dapat melindungi
kas tersebut dari kemungkinan pencurian dan perampokan.

Mintalah Salinan notulen rapat direksi mengenai pembukaan dan penutupan rekening bank
serta pembentukan dana kas kecil.
Untuk memperoleh keyakinan bahwa semua pembukaan dan penutupan rekeing giro di bank
serta pembentukan dana kas kecil diotorisasi oleh Direksi, akuntan meminta dari kliennya
Salinan notulen rapat Direksi yang membahas hal tersebut.

Mintalah Salinan polis asuransi fidelity bond, cash on hand, dan cash in transit.
Untuk membuktikan bahwa kas yang ada di tangan dan yang dalam perjalanan telah dilindungi
dari risiko perampokan oleh pihak luar dan penggelapan oleh kasir, akuntan meminta Salinan
polis asuransi fidelity bond, cash on hand, dan cash in transit.

Ambil sampel bukti kas masuk


Untuk memperoleh keyakinan mengenai adanya unsur pengendalian intern dalam penerimaan
kas, akuntan mengambil sampel bukti kas masuk yang disimpan di dalam arsip di Jurnal, Buku
Besar, dan Laporan. Bukti kas masuk diperiksa :
1) Otorisasi yang tercantuk di dalamnya
2) Surat pemberitahuan dari debitur yang melampirinya.
3) Jumlah kas yang diterima menurut bukti kas masuk dengan daftar surat pemberitahuan
dan bukti setor bank yang bersangkutan.
4) Pencatatannya ke dalam kartu piutang dan jurnal penerimaan kas

Ambil sampel bukti kas keluar yang telah dibayar


Prosedur pemeriksaan ini telah dilaksanakan oleh akuntan pada pengujian kepatuhan terhadap
siklus pembelian. Bukti kas keluar diperiksa mengenai :
1) Otorisasi yang tercantum didalamnya
2) Nomor urut tercetaknya dan pertanggungjawaban pemakaian nomor urut tersebut
3) Kelengkapan dokumen pendukungnya
4) Otorisasi yang tercantum di dalam dokumen pendukungnya
5) Cap lunas yang dibubuhi pada dokumen pendukungnya
6) Pencatatannya ke dalam register cek
7) Pencatatannya ke dalam buku pembantu yang bersangkutan
8) Kesesuaiannya dengan jumlah cek yang tercantum didalam rekening koran
Ambil berita acara perhitungan kas.
Praktik yang sehat mengharuskan dilakukannya perhitungan secara periodic kas uang ada di
tangan dan pencocokan jumlah kas hasil perhitungan tersebut didalam catatan kas.

PENGUJIAN SUBSTANTIF SALDO KAS


Prosedur Inisial
1) Melakukan prosedur inisial :
a) Mengusut saldo kas awal tahun baik untuk kas yang di tangan maupun kas yang
di bank
b) Menelaah aktivitas data rekeing buku besar dan menyelidiki adanya aktivitas
yang Nampak tidak biasa
c) Mendapatkan data ringkasan mengenai kas yang dipegang perusahaan dan di
bank, menentukan keakuratan perhitungan matematisnya, dan menentukan
kesesuainnya dengan buku besar

Prosedur Analitis
2) Menerapkan prosedur analitis :
a) Membandingkan saldo kas dengan anggaran, saldo tahun lalu dan jumlah yang
diharapkan
b) Menghitung kas sebagai bagian dari aktiva lancer dan membandingkan dengan
tingkat yang diharapkan
Pengujian Detail Transaksi
3) Melakukan cut off test untuk kas (Catt: pengujian ini juga dilakukan pada saat
melakukan pengujian piutang dagang dan utang dagang sebagai salah satu program
audit) :
a) Mengobservasi bahwa semua penerimaan kas pada saat sebelum tanggal
neraca dimasukkan dalam kas yang di tangan atau deposit in transit dan tidak
ada oenerimaan untuk periode yang akan dating dimasukkan dalam penerimaan
periode ini.
b) Menelaah dokumentasi seperti ringkasan penerimaan kas harian, tembusan slip
deposito, dan laporan bank yang meliputi beberapa sebelum tanggal neraca dan
beberapa hari setelah tanggal neraca.
c) Mengobservasi cek yang dikeluarkan dan dikirimkan pada saat-saat tanggal
neraca dan mengusut ke catatan akuntansi untuk menentukan keakuratan pisah
batas untuk pengeluaran kas
d) Membandingkan hari pengeluaran cek untuk beberapa hari sebelum tanggal
neraca dengan pencatatan pengeluaran kas untuk menentukan kelayakan pisah
batas
4) Mengusut ke bank transfer untuk beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal neraca
untuk menentukan bahwa setiap transfer dicatat dengan tepat sebagai penerimaan dan
pengeluaran
5) Menyiapkan proof of cash untuk rekening bank yang tidak direkonsiliasi atau ada
indikasi kecurangan.
Pengujian Detail Saldo
6) Menghitung jumlah kas di tangan dan menentukan bahwa jumlah tersebut sudah
termasuk dalam saldo kas
7) Mengonfirmasi deposito bank dan saldo utang dengan bank
8) Mengonfirmasi perjanjian yang lain dengan bank yang berkaitan dengan kredit,
compensating balance, dan jaminan utang
9) Scanning, penelaahan dan penyiapan rekonsiliasi bank
10) Mendapatkan dan menggunakan laporan bank untuk memverifikasi rekonsiliasi bank
dan mendeteksi cek yang tidak tercatat dan menganalisa adanya praktik window
dressing

Penyajian dan Pengungkapan


11) Membandingkan penyaijan dengan GAAP/PABU :
a) Menentukan bahwa saldo kas telah diidentifikasi dan diklasifikasi secara tepat
b) Menentukan bahwa overdraft bank (kelebihan menarik dana dari bank) telah
direklasifikasi sebagai utang jangka pendek
c) Menyelidiki manajemen, menelaah korespondensi dengan bank dan pertemuan
dewan direktur untuk menentukan pengungkapan masalah kredit, jaminan
utang, perjanjian compensating balance, pembatasan kas yang lain.
3. ASERSI
Asersi keberadaan dan keterjadian
 Saldo kas tercatat benar-benar ada pada tanggal neraca
Asersi kelengkapan
 Saldo kas tercatat meliputi pengaruh semua transaski kas yang telah terjadi
 Transfer kas antar bank pada akhir tahun, telah dicatat pada periode yang tepat
Asersi hak dan kewajiban
 Klien mempunyai hak legal atas seluruh saldo kas yang teampak pada tanggal neraca
Asersi penilaian dan pengalokasian
 Saldo as tercatat dapat direalisasi pada jumlah yang dinyatakan dalam neraca, dan
sesuai dengan skedul pendukungnya
Asersi pelaporan dan pengungkapan
 Saldo kas telah diidentifikasi dan dikelompokkan dengan tepat dalam neraca
 Identifkasi dan pengungkapan yang tepat dan memadai telah dilakukan sehubungan
dengan adanya pembatasan penggunaan kas tertentu
 Kewajiban kontinjensi (belum pasti), compensating balance, dan line of credit dengan
bank telah diungkapkan secara memadai

4. Peristiwa kemudian termasuk penyesuaian dan pengungkapan


Periode peristiwa kemudian adalah periode yang dihitung sejak tanggal neraca sampai dengan
tanggal berakhirnya pekerjaan lapangan (tanggal laporan audit).
Standar audit mewajibkan prosedur audit untuk memverifikasi peristiwa yang terjadi setelah
tanggal neraca untuk menentukan apakah transaksi atau peristiwa tersebut mempengaruhi
kewajaran penyajian atau pengungkapan laporan keuangan atau tidak. Prosedur audit tersebut
disebut review atas subsequent events atau post-balance-sheet-review terdapat dua jenis
peristiwa kemudian yang mewajibkan pertimbangan oleh manajemen dan evaluasi oleh auditor
Jenis peristiwa kemudian
a. Tipe Peristiwa Kemudian I
Meliputi peristiwa yang memberikan tambahan atau bukti yang berhubungan dengan
kondisi yang ada pada tanggal neraca yang berdampak terhadap taksiran yang melekat
dalam proses penyusunan laporan keuangan.
Beberapa peristiwa kemudian tipe pertama kadang hanya memerlukan reklasifikasi
rekening dan bukan penyesuaian. Sebagai contoh utang jangka panjang yang harus
dibayar kurang dari setahun berikutnya harus dipindahkan ke utang jangka pendek.
Contoh peristiwa kemudian yang dikelompokkan ke dalam tipe pertama, yang
memerlukan penyesuaian dan pengungkapan dalam laporan keuangan adalah :
a) Kerugian akibat piutang tak tertagih disebabkan adanya pelanggan yang
mengalami kesulitan keuangan dan menuju kepailitan sesudah tanggal neraca,
merupakan indikasi keadaan yang ada pada tanggal neraca
b) Penyelesaian tuntutan hokum baik yang dilakukan klien maupun yang ditujukan
pada klien, yang jumlahnya berbeda dengan jumlah utang atau piutang yang
dicatat, tuntutan tersebut telah terjadi atau ada sebelum tanggal neraca.
c) Penghentian operasi perusahaan cabang dengan rugi tersestimasi yang
diakibatkan oleh kondisi yang ada sebelum tanggal neraca
d) Pelepasan (disposal) peralatan yang tidak digunakan dalam aktifitas operasi
pada harga dibawah nilai buku sekarang
e) Penjualan investasi pada harga dibawah cost tercatat
b. Tipe Peristiwa kemudian II
Meliputi peristiwa- peristiwa yang memberikan tambahan bukti yang berhubungan
dengan kondisi yang tidak ada pada tanggal neraca yang dilaporkan, tetapi kondisi
tersebut ada sesuah tanggal neraca.
Contoh peristiwa yang dikelompokkan ke dalam tipe kedua, yang tidak memerlukan
penyesuaian, tetapi memerlukan pengungkapan dalam laporan keuangan, adalah :
a) Penjualan obligasi maupun penerbitan saham baru
b) Akuisisi pada perusahaan lain
c) Tidak diasuransikannya kerugian aktiva tetap yang disebabkan kebakaran yang
terjadi setelah tanggal neraca
d) Business combination misalnya perusahaan klien akan merger dengan sebuah
perusahaan lain
e) Perusahaan struktur modal
f) Pengumuman dividen saham ataupun dividen kas yang lain dari biasanya
g) Penurunan nilai pasar sekuritas terjadi karena investasi sementara atau
penjualan kembali
h) Penurunan nilai pasar persediaan sebagai konsekuensi dari kebujakan
pemerintah untuk membatasi penjualan di masa depan dari suatu produk
5. Surat Representasi klien
Auditor mengandalkan representasi klien untuk :
a. Mengonfirmasikan pernyataan lisan yang disampaikan pada auditor
b. Mendokumentasikan ketepatan representasi yang kontinu
c. Menurunkan kesalahpahaman mengenai representasi manajemen
Isi representasi klien meliputi :
a. Pengakuan manajemen mengenai tanggung jawabnya untuk menyajikan laporan
keuangan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
b. Tersedianya catatan keuangan dan data yang berkaitan
c. Kelengkapan dan tersedianya semua notulen rapat
d. Tidak terdapat kesalahan dalam laporan keuangan dan transaksi yang tidak tercatat
e. Informasi mengenai transaksi anatr pihak yang memiliki hubungan istimewa
f. Ketidakpatuhan dengan berbagai isi perjanjian kontrak yang mungkin berdampak pada
laporan keuangan
g. Informasi mengenai peristiwa kemudian
h. Ketidakberesan yang melibatkan karyawan dan manajemen
i. Komunikasi dari instansi pemerintah mengenai ketidakpatuhan terhadap atau
kelemahan dalam praktik pelaporan keuangan
j. Rencana atau maksud yang mungkin akan mempengaruhi, dan lain ssebagainya

6. Standar Pelaporan Audit

A. Standar pelaporan pertama

Kepatuhan terhadap prinsip akuntansi yang berterima umum.

Standar pelaporan pertama menyatakan :

" Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berterima umum". Istilah prinsip akuntansi yang berterima umum yang di maksud di atas
meliputi prinsip-prinsip akuntansi, praktik akuntansi, dan metode penerapan prinsip akuntansi.
Berdasar standar tersebut, auditor tidak harus menyatakan mengenai fakta. Auditor harus menyatakan
pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum.

B. Standar pelaporan kedua

Konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berterima umum.

Standar pelaporan kedua dapat disebut juga sebagai standar konsistensi. Standat pelaopran
kedua menyatakan :

" Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara
konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan sekarang dalam hubungannya dengan prinsip
akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya"

Konsistensi merupakan suatu konsep di dalam akuntansi yang menuntut di terapkannya standar
secara terus menerus, tidak diubah-ubah kecuali dengan alasan yang dapat di benarkan. Perubahan
kadang di mungkinkan dan dibenarkan agar laporan keuangan dapat menyajikam posisi keuangan
perusahaan yang sebenarnya dan menghindari informasi yang menyesatkan. Tujuan standar konsistensi
adalah untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan di antara dua periode
dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan
tersebut dalam laporan audit. Konsistensi sangat diperlukan untuk mendukung komparabilitas laporan
keuangan dari suatu periode ke periode berikutnya. Bila laporan keuangan tah menerapkan konsistensi
sebagaimana mestinya maka laporan audit tidak perlu menyebutkan frase konsistensi ini.

C. Standar pelaporan ketiga

Pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.

Standar pelaporan ketiga menyatakan :

" Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan audit".

Standar ini berkaitan erat dengan informasi tambahan sebagai pendukung dan pelengkapan
pelaporan keuangan. Informasi tambahan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk catatan atas laporan
keuangan maupun bentuk pengungkapan lainnya. Laporan audit tidak perlu menyatakan hal ini apabila
pengungkapan informatif sudah memadai.

D. Standar pelaporan keempat

Pengaitan nama auditor dengan laporan keuangan

Standar pelaporan keempat menyatakan :

" Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai pelaporan keuangan
secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dpat dibiarkan. Jika pencapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang
sama nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang
jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang di pikulnya"

Bertujuan untuk mebcegah terjadinya salah tafsir tentang tingkat tanggung jawab yang di pikul
auditor bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Auditor harus menyatakan bahwa ia tidak
dapat memberikan pendapatnya atas laporan keuangan yang tidak di audit tetapi namanya dikaitkan
dengan laporan keuangan tersebut. Auditor juga harus menyatakan bahwa ia tidak dapat memberikan
pendapatnya meskipun melakukan beberapa prosedur audit tetapi ia tidak independen terhadap klien.

7. Laporan Audit Bentuk Baku dan Penyimpangannya.

Laporan audit bentuk baku memuat suatu pernyataan auditor independen bahwa laporan
keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi kuangan suatu satuan usaha,
hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.

Unsur pokok laporan audit bentuk baku :

- Judul laporan yang berbunyi "Laporan Auditor Independen"

- Pihak yang dituju

- Paragraf pengantar

- Paragraf lingkup audit

- Paragraf pendapat
- Tanda tabfan auditor, nama, dan nomor register negara auditor

- Tanggal.

Penyimpangan :

a. Penambahan bahasa penjelas dalam laporan audit baku yang memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian.

b. Pernyataan pendapat selain pendapat wajar tanpa pengecualian.

8. Jenis Pendapat Auditor

a. Pendapat wajar tanpa pengecualian

Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan
atau diselesaikan dengan standar pengauditan, penyajian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi
yang berterima umum, dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa
penjelas.

b. Pendapat wajar tanpa oengecualian dengan bahasa penjelas yang ditambahkan dalam laporan
audit bentuk baku.

Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanaan atau diselesaikan sesuai dengan standar
pengauditan atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelas dengan tambahan antara lain dapat
diuraikan sebagai berikut :

- Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. Auditor harus
menjelaskan hal ini dalan paragraf pengantar untuk menegaskan pemisaha tanggung jawab dalam
pelaksanaan audit.

- Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansu yang di tetapkan oleh IAI. Penyimpangan tersebut
adalah penyimpangan yang terpaksa dilakukan agar tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan
tersebut. Auditor harus menjelaskan penyimpangan yang dilakukan berikut taksiran pengaruh maupun
alasannya penyimpangan dilakukan dalam satu paragraf khusus.

- Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material.

- Auditor meragukan kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

- Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode
akuntansi.

c. Pendapat wajar dengan pengecualian

Pendapat ini diberikan apabila :

- Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkungan audit yang material
tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

- Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
berterima umun yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara
keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun
perubahan dalam prinsip akuntansi.

d. Pendapat tidak wajar

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keuangan,
hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Auditor harus
menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan
pendapat diberikan terhadap laporan keuangan. Penjelasan tersebut harus dinyatakan dalam paragraf
terpisah sebelum paragraf pendapat.

e. Pernyataan tidak memberikan pendapat

Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat layak diberikan apabila :

- Apabila pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi
tertentu.

- Auditor tidak independen terhadap klien. Pernyataan ini tidak dapat diberikan apabila auditor
yakin bahwa terdapat penyimpangan yang material dari prinsip akuntansi berterima umum. Auditor
tidak diperkenankan mencantumkan paragraf lingkup audit apabila ia menyatakan tidak memberikan
pendapat. Ia harus menyatakan alasan mengapa auditnya tidak berdasarkan standar pengauditan yang
ditetapkan IAI dalam satu paragraf khusus sebelum paragraf pendapat.

9. Penugasan Atestasi dan Non Atestasi

Penugasan Atestasi adalah penugasan yang didalamnya praktisi dikontrak untuk menerbitkan
komunikasi tertulis yang menyatakan suatu kesimpulan tentang keansalan asersi tertulis yang menjadi
tanggung jawab pihak lain.

Contoh jasa profesional dalam penugasan atestasi :

- Penugasan konsultasi manajemen yang di dalambya penugasan tersebut praktisi dikontrak untuk
memberikan nasihat atau rekomendasi kelada kliennya.

- Penugasan yang di dalambya praktisi dikontrak untuk membela kepentingan klien.

- Penugasan pajak yang didalambya praktisi dikontrak untuk mengusi Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan atau untuk memberikan nasihat perpajakan.

- Penugasan yang didalamnya praktisi dikontrak untuk melakukan kompilasi laporan keuangan, karena
ia tidam diminta untuk memeriksa atau meriview bukti yang mendukung informasi yang diserajkan oleh
klien dan tidak menyatakan kesimpulan apapun atas keandalanya.

- Penugasan yang didalambya praktisi berperan terutama hanya membantu klien.

- Penugasan yang di dalambya praktisi dikontrak untuk bertindak sebagai saksi ahli dalam bidang
akuntansi, auditing, perpajakan atau hal lain berdasarkan fakta fakta tertentu yang disepakati dalam
kontrak.

Penugasan Non Atestasi


10. Perbedaan Standar Atestasi dan Standar Audit

Standar atestasi :

a. Penugasan harus dilaksanakan oleh seorang praktisi atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis cukup dalam fungsi atestasi.

b. Penugasan harus dilaksanakan oleh seseorang praktisi atau lebih yang memiliki pengetahuan cukup
dalam hal yang disajikan dalam atestasi.

c. Praktisi harus melaksanakan penugasan hanya jika ia memiliki alasan untum meyakini bahwa dua
kondisi berikut ada :

- Asersi dapat dievaluasi berdasarkan kriteria rasional yang ditetapkan oleh badan yang diakui atau
kriteria yang dinyatakan dalan penyajian atestasi dengan cara yang cukup jelas dan komprehensif bagi
pembaca yang telah diketahui mampu memahami asersi tersebut.

- Asersi tersebut dapat secara rasional diukur secara konsisten dengan menggunakan kriteria
tersebut.

d. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, sikap mental independen harus
dipertahankan oleh praktisi.

e. Dalam pelaksanaan penugasan, praktisi wajib menggunakan kemahiran profesional dengan cermat
dan seksama.

Standar audit :

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup
sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan drngan penugasan sikap mental independen harus
dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesional dengan cermat dan seksama.

Anda mungkin juga menyukai