NRP : 1303167035
Kelas : 1 D3KPLN B
Bila dikaitkan dengan peradaban, maka modern identik dengan barat, karena peradaban modern
terbentuk setelah bangsa-bangsa Eropa melampaui masa abad pertengahan yang dikenal dengan
istilah “Renaissanse” yang artinya kelahiran kembal. Banyak pemikir terkenal seperti Gabriel
Almond, James Coleman, Karl Deutsch, Mc.T. Kahin, kelompok pluralis dan liberalis,
beranggapan bahwa modernisasi identik dengan westernisasi, sekularisasi, demokratisasi, dan
liberalisasi. Pengertian tersebut menghasilkan sebuah hipotesis bahwa religiousitas (sikap
keberagamaan) akan bertentangan dengan modernisasi. Dan mereka mengungkapkan bahwa
bangsa-bangsa yang dianggap modern adalah bagian dari tradisi Eropa (termasuk Amerika
Serikat. Tantangan zaman, dapat diartikan munculnya fakta, keadaan, atau problem baru seiring
dengan perkembangan waktu. Misalnya, dulu tidak ada kloning, bayi tabung, dan transplantasi,
namun kini kemajuan di bidang biologi dan kedokteran itu telah hadir di hadapan kita. Itu
tantangan zaman. Dulu tidak terbayang ada sarana komunikasi dan informasi yang canggih
seperti internet saat ini. Dengan adanya internet, berarti ada tantangan zaman. Penyakit AIDS,
penggunaan narkoba, pergaulan bebas yang liar di kalangan muda-mudi, sekarang makin
menggila. Ini adalah tantangan zaman. Sebelumnya tidak ada negara Israel. Namun sekarang
Israel bercokol dan mengangkangi bumi Palestina yang suci dan diberkahi. Ini tantangan zaman.
Kita umat Islam dulu memiliki sistem Khilafah sebagai institusi yang memungkinkan adanya
kehidupan Islam, tetapi pada tahun 1924 Khilafah diluluhlantakkan oleh Mustafa Kamal yang
murtad. Tiadanya Khilafah, adalah tantangan zaman. Sekarang penguasa negeri-negeri? Islam
telah mencampakkan ideologi Islam, menganut dan menerapkan ideologi Kapitalisme, serta
menjadi agen-agen yang setia bagi negara-negara penjajah yang kafir. Ini betul-betul tantangan
zaman. Demikian seterusnya. Setiap tantangan, pasti butuh jawaban dan penyelesaian. Dalam hal
ini, Islam sebagai ideologi sempurna secara potensial menyediakan jawaban-jawaban bagi segala
masalah atau persoalan yang timbul di tengah manusia.
Islam menempuhnya dengan cara beradaptasi, menyesuaikan diri, atau mengubah hukum-
hukumnya agar selaras dengan tuntutan keadaan. Dalihnya, Islam itu luwes, fleksibel, tidak
kaku, tidak ekstrem, tetapi moderat, lunak, dan selalu bersikap kompromistis dengan realitas.
Dalih batil itu kadang juga dilengkapi dengan kaidah ushul fiqih yang fatal kekeliruannya : Laa
yunkaru taghayyurul ahkam bi taghayyuriz zaman wal makan. (Tidak boleh diingkari, adanya
perubahan hukum karena perubahan waktu dan tempat). Setiap tantangan, pasti butuh jawaban
dan penyelesaian. Dalam hal ini, Islam sebagai ideologi sempurna secara potensial menyediakan
jawaban-jawaban bagi segala masalah atau persoalan yang timbul di tengah manusia.
Taqiyyuddin An Nabhani dalam Asy Syakshiyah Al Islamiyah (juz I/303) menguraikan secara
ringkas metode (thariqah) Islam untuk memecahkan masalah, yaitu memahami fakta persoalan
sebagaimana adanya, lalu memberikan solusi padanya. Solusi ini bisa berupa Syariat Islam bila
persoalannya berkaitan dengan hukum-hukum syariat, dan bisa pula berupa cara (uslub) dan
sarana (wasilah) tertentu jika persoalan yang dihadapi tidak secara langsung berhubungan
dengan hukum syariat, misalnya teknik dalam pertanian, kedokteran, kesehatan, dan sebagainya.
Secara lebih khusus, dalam Nizhamul Islam (hal. 69), Taqiyyuddin An Nabhani menjelaskan
metode Islam yang harus ditempuh para mujtahidin untuk memecahkan persoalan. Pertama,
mempelajari dan memahami problem yang ada (fahmul musykilah). Kedua, mengkaji nash-nash
syariat yang bertalian dengan problem tersebut (dirasatun nushush). Ketiga, mengistinbath
hukum syariat dari dalil-dalil syariat untuk menyelesaikan persoalan yang ada (istinbathul
hukmi). Metode itulah yang dapat kita gunakan untuk menjawab setiap tantangan zaman. Secara
ringkas, Islam menjawab tantangan zaman dengan cara memberikan pemecahan terhadap
problem-problem baru yang muncul. Inilah pengertian yang benar mengenai bagaimana Islam
menjawab tantangan zaman yang terjadi. Pergulatan modernitas dan tradisi dalam dunia Islam
melahirkan upaya-upaya pembaharuan terhadap tradisi yang ada. Harun Nasution menyebut
upaya tersebut sebagai gerakan pembaruan Islam, bukan gerakan modernisme Islam.
Menurutnya, modernisme memiliki konteksnya sebagai gerakan yang berawal dari dunia Barat
bertujuan menggantikan ajarannagama Katolik dengan sains dan filsafat modern. Gerakan ini
berpuncak pada proses sekularisasi dunia Barat (Nasution; 1975, 11). Berbeda dengan Nasution,
Azyumardi Azra lebih suka memakai istilah modern dari pada pembaruan. Azra beralasan
penggunaan istilah pembaruan Islam tidak selalu sesuai dengan kenyataan sejarah. Pembaruan
dalam dunia Islam modern tidak selalu mengarah pada reaffirmasi Islam dalam kehidupan
muslim. Sebaliknya, yang sering terjadi adalah westernisasi dan sekularisasi seperti pada kasus
Turki (Azra; 1996, xi) Apa yang disampaikan Azra adalah kenyataan modernisme dalam makna
subyektifnya, sedangkan Nasution mencoba melihat modern dengan makna obyektif. Memang
harus diakui, ekspansi gagasan modern oleh bangsa Barat tidak hanya membawa sains dan
teknologi, tetapi juga tata nilai dan pola hidup mereka yang sering kali berbeda dengan tradisi
yang dianut masyarakat obyek ekspansi. Baik dalam makna obyektif atau subyektifnya,
modernitas yang diimpor dari bangsa Barat membuat perubahan dalam masyarakat muslim, di
segala bidang. Pada titik ini umat Islam dipaksa memikirkan kembali tradisi yang pegangnya
berkaitan dengan perubahan yang sedang terjadi. Respons ini kemudian melahirkan gerakan-
gerakan pembaruan. Tetapi, pembaruan Islam bukan sekedar reaksi muslim atas perubahan
tersebut. Degradasi kehidupan keagamaan masyarakat muslim juga menjadi faktor penting
terjadinya gerakan pembaruan. Banyak tokoh-tokoh umat yang menyerukan revitalisasi
kehidupan keagamaan dan membersihkan praktek-praktek keagamaan dari tradisi-tradisi yang
dianggap tidak islami. Mencermati fenomena peradaban modern yang dikemukakan di atas, kita
harus bersikap arif dalam merespons fenomena-fenomena tersebut. Dalam arti, jangan melihat
peradaban modern dari sisi unsur negatifnya saja, tetapi perlu juga merespons unsur-unsur
positifnya yang banyak memberikan manfaat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Maka,
yang perlu diatur adalah produk peradaban modern jangan sampai memperbudak manusia atau
manusia menghambakan produk tersebut, tetapi manusia harus menjadi tuan, mengatur, dan
memanfaatkan produk perabadaban modern tersebut secara maksimal. Untuk menyikapi tentang
tantangan di zaman modern ini dapat dilakukan pula dengan cara : Memasukkan ke Pesantren,
Madrasah, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain masih menganut sistem lama,
kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau
sedikit sekali memperhatikan konteks atau relevansi dengan kondisi sosial masyarakat bahkan
sedikit sekali memperhatikan dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran
berorientasi atau berpusat pada guru. Reformulasi pendidikan Islam merupakan hal sangat
penting.
M. Amin Abdullah yang mengajukan beberapa alternatif formulasi pendidikan Islam yang dapat
diterapkan, di antaranya :
1. Memperkenalkan kepada para siswa persoalan-persoalan modernitas yang dihadapi umat
Islam saat ini dan mengajarkan pendekatan keilmuan sosial keagamaan yang saat ini
berkembang
2. Pembelajaran ilmu-ilmu keislaman tidak selalu bersifat doktrinal, melainkan disampaikan
melalui pendekatan sejarah dari doktrin-doktrin tersebut sehingga memunculkan tela’ah kritis
yang apresiatif konstruktif terhadap khazanah intelektual klasik sekaligus melatih merumuskan
ulang pokok-pokok rumusan realisasi doktrin agama yang sesuai dengan tantangan dan tuntutan
zaman
3. Pembelajaran yang bertumpu pada teks (nash) perlu diimbangi dengan analisa yang
mendalam dan cerdas terhadap konteks dan realitasnya.
4. Pengajaran tasawuf atau pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual sangat diperlukan
dan pelaksanaan pendidikan Islam tidak terlalu menekankan pada aspek kognitif siswa
(intelektual)
5. Pendidikan agama Islam tidak hanya diarahkan kepada pembentukan “kesalehan individual”
tetapi juga mengembangkan pembentukan “kesalehan sosial” Dalam pada itu, menjawab
tantangan zaman hendaknya disikapi secara positif. Manakala kita berhasil menjawab tantangan
zaman, maka kita akan memperoleh banyak manfaat. Tidak hanya untuk pribadi kita, namun
juga kehidupan masyarakat. Tentunya, dalam menyikapi tantangan zaman kita harus berpedoman
nilai – nilai ajaran agama yang ada dalam Al Qur’an dan Al hadist agar kita tidak akan tersesat
dalam derasnya arus kehidupan.
Sebagai agama yang sempurna (QS. Al Maidah 3) Islam mampu menjawab tantangan zaman.
Tidak ada masalah yang muncul dari masa ke masa melainkan para mujtahid akan menjawab
status hukumnya menurut syariah. Dan Al Quran sendiri dinyatakan oleh Allah SWT sebagai
obat, untuk mengatasi segala persoalan. Allah SWT berfirman: “Dan kami turunkan dari Al
Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS.Al Isra82). Oleh
karena itu, tugas para ulama dan penguasa Negara-negara muslim hari ini adalah menumbuhkan
para ulama yang mumpuni dalam ilmu-ilmu syariah dan mampu berijtihad, sehingga dapat
menjawab segala tantangan zaman hari ini, dan tumbuh suatu gerakan kebangkitan umat,
sehingga umat merasa tinggi dengan ilmu-ilmu Allah, dan tidak minder dengan kaum kafir,
sehingga umat mencapai kejayaannnya kembali. Allah SWT berfirman: “Janganlah kamu
bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang
paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran 139). “Hukum
Islam menjawab tantangan zaman”. Ada beberapa hal terkait dan menarik. Yang pertama adalah
bahwa manusia menginginkan suatu kehidupan yang aman, tertib, nyaman, penuh keserasian /
kerukunan, dan suatu hidup yang penuh ketertiban dan seterusnya.Dari kehidupan tersebut telah
memungkinkan manusia dapat beraktivitas dalam seluruh kehidupan¬nya, dalam bidang
ekonomi budaya dan lain sebagainya manusia membutuhkan situasi yang seperti itu. Karena
itulah harus ada aturan, dan aturan itu sifatnya harus kokoh, harus kuat dan harus berasal dari
yang menciptakan manusia, yaitu Allah SWT, yang dielaborasi, diuraikan, dijelaskan oleh
Rasululoh SAW dan kemudian dijabarkan lebih lanjut oleh berbagai peraturan pemerintahan. Di
sinilah Al-Qur’an surat Annisa ayat 59 artinya :
“Wahai orang –orang yang beriman taatlah kamu sekalian kepada Allah (yakni kepada Al
Qur’anulkarim), dan taatlah kamu sekalian kepada Rasul (kepada sunnahnya atau kepada
hadistnya termasuk kepada sunah nabawiyahnya) dan kepada orang yang menguasai perkara…”
(Imam Al Maruki).