Amilase
Amilase
PENDAHULUAN
Metabolisme adalah suatu reaksi kimia yang berlangsung dalam tubuh makhluk
hidup (reaksi biokimia). Pengertian ini mencakup dua hal yaitu katabolisme dan
yaitu enzim.
yang mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi
kimia organik. Molekul awal yaitu substrat akan dipercepat perubahannya menjadi
molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada
suatu kondisi atau zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan
enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi
karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi dan membutuhkan waktu lebih
lama. Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir
molekul katalis akan kembali ke bentuk semula. Enzim tersusun atas gugus protein dan
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim merupakan suatu protein yang disintesis oleh sel hidup yang berfungsi
mengkatalis jenis reaksi kimia tertentu yang terjadi di dalam dan di luar sel yang
menghasilkannya. Berdasarkan hal itu maka enzim juga dapat dinamakan sebagai
biokatalisator. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat
yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi
mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang
artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi
kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap.
Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati
menjadi glukosa.
Hal-hal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia
pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri
tetapi sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama
dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu
bagian protein dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim,
bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian
yang bukan protein disebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim.
Kofaktor berasal dari molekul anorganik, yaitu logam, misalnya besi, tembaga, dan
seng. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan
mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama
sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang
enzim.
Enzim adalah suatu katalisator protein yang mempercepat reaksi kimia dalam
makhluk hidup atau dalam sistem biologis. Pada dasarnya adalah untuk menurunkan
keperluan energi aktivasi yang digunakan untuk reaksi kimia. Protein enzim disebut
dengan Apoenzim, mempunyai struktur 3 dimensi dan bagian yang bukan protein
disebut Koenzim. Diperkirakan ada 3000 macam enzim dalam sel. Dalam mengkatalisis
protein, enzim bersifat sangat spesifik, sehingga meskipun jumlah enzim ribuan di
dalam sel dan substrat pun sangat banyak, tidak akan terjadi kekeliruan. Seperti
protein pada umumnya, enzim dapat mengalami denaturasi oleh berbagai faktor,
seperti perubahan pH yang mencolok, temperatur, pelarut organik, urea dan dapat
Oleh karena enzim adalah suatu protein, maka kemampuan mengkatalisis suatu
reaksi sangat erat hubungannya dengan struktur tersier dan kwartener dari molekul
potein tersebut. Oleh karena itu faktor lingkungan sangat mempengaruhi aktivitas
enzim. Kunci dari faktor lingkungan adalah terletak pada pH dan suhu. Enzim
enzim adalah bagian enzim yang dapat mengikat substrat dan gugus prostetik bila ada.
Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi.
Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua
kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak
dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau
menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim
tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari
perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak
reaksi akan meningkat pesat dengan kehadiran enzim. Enzim tediri dari molekul-
molekul protein, oleh karena itu enzim memiliki sifat-sifat umum protein. Enzim
hampir sebagian besar larut dalam air dan dapat dihidrolisis menjadi asam-asam
amino. Enzim akan mudah terdenaturasi dengan adanya perubahan temperatur yang
ekstrim.
konsentrasi enzim semakin cepat pula reaksi yang berlangsung. Dengan kata lain,
konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Sisi aktif suatu enzim
dapat digunakan berulang kali oleh banyak substrat. Substrat yang berikatan dengan
sisi aktif enzim akan membentuk produk. Pelepasan produk menyebabkan sisi aktif
enzim bebas untuk berikatan dengan substrat lainnya. Oleh karenanya dibutuhkan
dengan adanya peningkatan konsentrasi substrat. Namun, pada saat sisi aktif semua
lebih lanjut. Kondisi ini disebut konsentrasi substrat pada titik jenuh atau disebut
hanya 62 asam amino, sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase.
Kerja enzim juga sangat dipengaruhi oleh zat inhibitor, yaitu bahan yang menghambat
kerja enzim. Ada 2 jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor non
kompetitif. Inhibitor kompetitif bekerja dengan cara berikatan pada tempat aktif
enzim. Akibatnya substrat yang tidak bisa berikatan dengan enzim. Sedangkan
inhibitor non kompetitif tidak berikatan dengan tempat aktif, tetapi menyebabkan
perubahan pada tempat aktif. Ini pun berakibat substrat tidak bisa berikatan dengan
sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung
terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat
substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga
dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis.
Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali
merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi.
yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-
sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul
mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh
Enzim memiliki sifat sebagai berikut yaitu kerja enzim bersifat spesifik atau
khusus, artinya bahwa satu enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat, enzim
bekerja pada suhu tertentu, enzim berkerja pada derajat keasaman (pH) tertentu,
kerja enzim dapat bolak-balik, artinya selain dapat memecah substrat juga dapat
Enzim bekerja berdasarkan prinsip kunci dan anak kunci (lock and key). Pada
salah satu sisi enzim terdapat tempat aktif yang memiliki bentuk yang dapat
berpasangan tepat sama dengan bentuk permukaan substrat. Akibatnya satu enzim
hanya dapat digunakan untuk satu jenis substrat. Contoh enzim yang sering digunakan
sebagai materi praktikum adalah enzim katalase. Enzim ini banyak terdapat pada
organel peroksisom dan berfungsi memecah peroksida (H2O2) yang bersifat toksik
2 4 6 8 10
Tabung 1 Biru Biru tua Biru Biru bening
(suhu kehitama muda hampir
ruang) n bening
Tabung 2 Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat
(Pemanasan muda tua tua tua tua nya
) memuda
r
4.2 Pembahasan
Analisis kimia pada dasarnya terbagi menjadi dua pekerjaan utama yang
dikenal dengan analisis secara kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
sampel pada tabung reaksi. Analisis kuantitatif adalah pekerjaan yang bertujuan untuk
Pada percobaan ini kita menggunakan analisa kualitatif yaitu dengan mengamati
perubahan warna per menitnya secara kontinu menggunakan panca indera mata.
energi aktivasi. Energi aktivasi adalah energi terkecil yang dapat menyebabkan
berjalannya suatu reaksi, sehingga dengan adanya enzim, proses pembakaran yang
dapat terjadi apabila suhu substrat di atas 100 o C dapat berlangsung di dalam tubuh
gugus organik yang pada umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1dan vitamin
B2. Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti
Cu2+, Mg2+, dan Fe2+. Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan
koenzim.
sebagai sampel perbandingan dengan sampel amilase yang disimpan pada suhu kamar.
Hal yang diamati adalah aktivitas enzim amilase dalam pemecahan larutan pati per
enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein
maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan
pengaruh enzim amilase terhadap larutan pati, dalam percobaan ini digunakan enzim
amilase yang terdapat pada saliva. Larutan pati yang berperan sebagai substrat yang
akan direaksikan oleh enzim amilase. Dalam reaksi yang terjadi, enzim amilase
berperan aktif sebagai katalis yang akan mempercepat laju reaksi penguraian larutan
pati (amilum) menjadi amilosa dan amilopektin. Larutan iodium berperan sebagai
indikator warna untuk menandai aktivitas enzim amilase pada larutan pati.
perlakuan yang berbeda. Tabung I dibiarkan tetap dengan suhu kamar dan tabung II
dipanaskan hingga mendidih. Dengan demikian kita dapat melihat pengaruh suhu
terhadap kerja enzim amilase dalam memecah amilum karena pada tabung yang
dipanaskan, tidak terjadi perubahan warna sedangkan yang tetap pada suhu kamar
larutan biru tua, setelah 4 menit larutan berubah warna menjadi biru, pada menit ke-6
larutan menjadi berwarna biru bening. Pada menit ke-8 larutan terus berubah warna
menjadi hampir bening, akhirnya pada menit ke-10 larutan menjadi bening karena
enzim amilase dapat bekerja dengan baik sehingga amilum yang terdapat dalam sari
kentang dapat dipecah. Sedangkan pada tabung II setelah penambahan larutan iodium,
mulai dari menit ke-2 sampai menit terakhir, yaitu menit ke 10 larutan tidak
mengalami perubahan warna atau dalam hal ini tetap berwarna coklat tua, karena
enzim amilase yang telah dipanaskan tidak dapat lagi menguraikan amilum.
BAB V
KESIMPULAN
yaitu :
1. Pada suhu kamar, enzim amilase bekerja dengan sangat baik dalam mengurai amilum.
2. Enzim amilase tidak dapat bekerja dengan baik dalam memecah amilum jika
suhunya dinaikkan.
3. Suhu sangat mempengaruhi kerja enzim amylase, bahkan bisa sampai terdenaturasi.
4. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia
adalah enzim amilase, enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia.
5. Kofaktor dan koenzim berfungsi sebagai senyawa pembantu aktivitas enzim.
http://indhpsari.blogspot.com/2013/06/penentuan-aktivitas-enzim-amilase.html
I. Tujuan :
1. Membuktikan pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
2. Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim amylase
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik dan kimia. Beberapa
faktor penting yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi berbagai komponen
(seperti substrat, produk, enzim, kofaktor, dll), pH, temperatur, dan gaya irisan. Kecepatan
reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh pH larutan baik secara in vivo maupun secara in vitro.
Jenis hubungan antara kecepatan reaksi dan pH ditunjukkan dengan kurva berbentuk lonceng.
Setiap enzim mempunyai pH optimum yang berbeda–beda (Lee, 1992).
Sifat-sifat enzim antara lain :
1. Spesifitas
Aktivitas enzim sangat spesifik karena pada umumnya enzim tertentu hanya akan
mengkatalisis satu reaksi saja. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi
tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa saja yang akan
sesuai dalam sisi aktif molekul (Gaman & Sherrington, 1994).
2. Pengaruh suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal antara
35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim
berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein
terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim
tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington,
1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena
pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein.
(Tranggono & Setiadji, 1989).
Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan
mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan
kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai
kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai
berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai
protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan
kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).
3. Pengaruh pH
pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau
sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi
dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke
lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman &
Sherrington, 1994).
Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama
pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH
untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan
kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum
tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai
kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).
4. Ko-enzim dan aktovator
Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim. Beberapa ion
anorganik, misalnya ion kalsium dan ion klorida, menaikkan aktivitas beberapa enzim dan
dikenal sebagai aktivator (Gaman & Sherrington, 1994).
Kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas katalisasi air
penting untuk menyusun struktur enzim. Hasil dari protein dalam air terdiri dari 3 bagian:
Tipe I : molekul air mempunyai penyusun seperti larutan murni dan tidak memiliki
interaksi dengan protein.
Tipe II : molekul air tidak sepenuhnya terikat pada protein.
Tipe III : molekul air terikat kuat dengan protein menghasilkan bagian yang berkembang
dalam struktur protein (Fox, 1991).
Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase. Amilase dapat
diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen dan polisakarida yang
lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan memiliki hanya α amilase, dijumpai
dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah.
Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan
maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang
saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin
memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991).
Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi bentuk
yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi maltosa, maltotriosa atau
oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin) dan getah pankreas yang membantu
pencernaan karbohidrat dalam makanan. Darah normal juga mengandung sedikit amilase dari
hasil pemecahan sel yang berlangsung secara normal. Pada penyakit radang pankreas,
gondongan, kencing manis, kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati,
kadarnya menurun (Anonim, 1990).
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen,
dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan ß amylase; hewan memiliki hanya
α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies
lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan
campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000
molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi
dengan iodine memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991). Pada manusia, α amilase pada
ludah dan pankreas berguna dalam hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan ke dalam
bentuk aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat dihidrolisis oleh disakarida
atau trisakarida dalam jumlah kecil. Contohnya, α amilase pada mamalia memiliki pH
optimum 6-7, bergantung pada ada atau tidaknya ion halogen (Whitackr, 1994).
Nama lain dari a-Milase adalah diaste. Enzim tersebut dapat menghidrolis amilum
menjadi gula. Dalam proses hidrolisis amilum melalui beberapa tahap yaitu pembentukan
amilo Dekstrin dan amilum, kemudian menjadi eritrodekstrin selanjutnya menjadi akro
Dekstrin dan terakhir menjadi maltosa (glukosa). Amilase dihasilkan oleh daun atau biji yang
sedang berkecambah. Aktivitalisme dipengaruhi oleh garam-garam anorganik, pH, suhu dan
cahaya. pH optimum dari amilase menurut Hopskin Cole dan Green adalah 4,5 – 4,7.
α amilase mempunyai beberapa sifat, antara lain :
a. Di dalam larutan pati, kehilangan daya viskositas yang lebih cepat.
b. Warna iodine akan lebih cepat hilang.
c. Proses produksi maltosa lebih lambat.
d. Tidak memproduksi glukosa.
e. Suhu tinggi konsentrasi α amylase akan mempercepat proses kerja dari viskositas dan
perubahan warna iodine (Whitackr, 1994).
Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan penambahan
asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan biokimia dimana
dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat ( Fardiaz, 1992 ). Larutan buffer bermanfaat untuk
melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut sekaligus bisa
mencegah enzim dari denaturasi dan kehilangan fungsi biologisnya ( Fox, 1991 ). Buffer
dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan
mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi (Winarno, 1995 ).
Pembahasan
1. Pembahasan Pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim
amylase. Untuk mengetahui aktivitas amylase ini, kami melakukan 2 jenis praktikum, yaitu
mengenai pengaruh PH terhadap aktivitas amylase dan konsentrasi terhadap aktivitas enzim
ini. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau yang sudah
dihaluskan, yang kemudian diambil supernatanya. Supernatan tersebut dianggap sebagai
enzim dengan konnsentrasi 100 %.
Dari dasar teori di atas telah djelaskan bahwa pH sangat berpengaruh terhadap
aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karbosil dan asam amino mudah dipengaruhi pH.
Hal ini menyebabkan konformasi enzim dan fungsi katalik enzim berubah, sehingga enzim
bisa terdenaturasi dan kehilangan aktivitasnya. Aktivitas enzim tertinggi yang dapat dicapai
umumnya disebut pH optimum. Enzim α-amilase Liquozyme supra pada umumnya stabil
pada pH optimal yaitu 5,1-5,6. Pada tahap liquifikasi perlu diperhatikan dalam pengaturan
pH. pH suspensi diatur sekitar 5,3.
Apabila aktivitas enzim ini bekerja dengan baik maka larutan akan semakin bening,
karena telah terhidrolisis secara sempurna, sengkan apabila enzim ini kurang bekerja secara
maksimal, maka larutan akan berwarna lebih gelap, karena tidak dapat terhidrolisis secara
sempurna.
Dari kedua praktikum di atas terlihat perbedaan antara kecambah yang berumur 2
hari dan kecambah yang telah berumur 4 hari. Tetapi sebenarnya perbedaan tersebut tidak
begitu mencolok, karena secara umum dari hasil praktikum tersebut menunjukkan tingkatan
warna yang sama, misalnya pada data yang menggunakan ekstrak enzim kecambah yang
berumur 2 hari pada tabung 1 larutan tersebut berwarna putih kekuningan, sedangkan pada
ekstrak enzim yang berumur 4 hari larutan tersebut menunjukkan warna putih kecokltatan.
Perbedaan tersebut dikarenakan semakin lama umur tumbuhan tersebut maka semkain besar
pula enzim amilasenya. Jadi apabila enzim amylasenya cukup banyak maka tingkatan
hidrolisisnya pun juga semakin sulit, dari pada yang mempunyai sedikit enzim, akan epat
terhidrolisis.
Pada tabung 1 yaitu pengujian amilum dengan ekstrak amylase menghasilkan
larutan berwarna lebih terang dengan sedikit warna gelap di tengahnya. Setelah larutan
tersebut diletakkan pada 3 bagian dalam plate tetes dan didiamkan berturut-turut 10 menit
pertama, hingga 10 menit ketiga, kemudian ditambahkan IKI ternyata laritan tersebut tetap
berwarna putih keruh. Hal ini menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis secara sempurna. Hal
ini terjadi karena penambahan IKI tidak dilakukan secara langsung, melainkan harus
menunngu beberapa menit kemudian, artinya pada kondisi ini campuran amilum dan amylase
terlalu lama sehingga amylase sudah melakuakn aktivitasnya untuk menghidrolisis amilum.
Hal ini berarti ketika amilum di inkubasi dengan cara dibiarkan selama 10 menit pertama
hingga 10 menit ketiga, larutan ini sudah mulai terhidrolisis sehingga pada saat di uji dengan
IKI, larutan sudah tidak dapat terhidrolisis lagi sehingga warna larutannya pun tetap seperti
sebelum ditambah dengan IKI yaitu putih gelap.
Sedangkan pada tabung 2 yang telah diberi HCl (asam kuat), maka mempunyai warna
yang lebih gelap, jika dibandingkan dengan tabung 1. Seharusnya enzim akan bekerja secara
optimum pada konbdisi ini, yang akan menghasilkan warna yang lebih bening, karena enzim
sudah terhidrolisis secara sempurna, tetapi ternyata tidak dengan percobaan kami, pada hasil
percobaan yang telah kami lakukan ternyata warna larutan tersebut lebih gelap. Enzim
amylase seharusnya akan terhidrolisis secara sempurna pada Ph 4,5 – 4,7, sedangkan pada
kondisi ini memiliki Ph.
Kemudian pada tabung 3 yang diberi NaOH (basa), maka warna larutan menjadi lebih
terang yaitu putih kekunig-kuningan, hal tersebut menunjukkan bahwa pada waktu ini enzim
bekerja secara optimal, tetapi seharusnya pada waktu ini enzim tidak dapat mengalami
hidrolisisi secara optimum, karena pada kondisi ini Ph larutan mencapai 9 sedangkan
seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada kisaran Ph 4,5-4,7. Hal tersebut
mungkin dikarenakan enzim telah terhidrolisis terlebih dahulu ketika diberikan IKI, jadi
ketika ditetesi dengan NaOH sudah tidak dapat bereaksi lagi, yang akan menghasilkan larutan
tetap berwarna bening.
Selanjutnya pada tabung ke IV yaitu 2 ml amilum 0,5% yang langsung ditetesi dengan 10
tetes IKI warna larutan berubah dari kuning kecoklatan menjadi hijau kehitaman, hal tersebut
berarti amilum tersebut sudah terhidrolisis dengan sempurna. Karena IKI sesuai dengan
literatur amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menjadi sakarida-
sakarida. Jadi pada penambahan IKI ini amilum sudah terhidrolisis secara sempurna menjadi
sakarida-sakarida penyusunnya.
Pada percobaan terakhir yaitu pada tabung ke V, 2 ml amilum 0,5% yang ditetesi
dengan fehling A dan B. Pada praktikum ini setelah amilum tersebut ditetesi dengan fehling A
dan B, kemudian dipanaskan. Dari hasil praktikum ini ternyata warna amilum yang semula
berwarna biru tua, setelah mengalami pemanasan, warnanya tidak berubah yaitu tetap
bferwarna biru tua. Hal tersebut sangat berbeda dengan teori pada sebuah literature yang
kami dapatkan, menurut (Pridjosejono, 2000), amilum merupakan polisakarida yang apabila
dihidrolisis akan menghasilakan maltose. Sedangkan maltose sendiri mempunyai sifat dapat
mereduksi. Selain itu maltose juga merupakan disakarida yang apabila dihidrolisis akan
menghasilakan 2 sakarida, sehingga pada penambahan fehling A dan B terbentuk gula reduksi
yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna dari biru tua menjadi hijau kekuningan.
Dari percobaan yang kami lakukan ternyata tidak seperti teori tersebut, warna pada larutan
tersebut tidak berubah yaitu tetap biru tua, hal tersebut mungkin dikarenakan kurangnya
dalam pemanasan, sehingga enzim tersebut belum terhidrolisis secara sempurna.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan di simpulkan bahwa :
1. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi pH maka aktifitas
enzim semakin lambat.
2. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi konsentrasi maka aktifitas
enzim semakin lambat.
3. Sifat kerja enzim sangat di pengaruhi oleh pengaruh suhu,konsentrasi, dan pH.
4. pH optimum untuk enzim amilase pada ekstra tauge adalah pH 7,0.
5. Aktifivitas enzim dan konsentrasi enzim memiliki hubungan perbandingan yang lurus dimana
semakin besar konsentrasi maka tinggi aktivitas enzim tersebut
http://ardianismart.blogspot.com/2012/09/praktikum-amilase.html