Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metabolisme adalah suatu reaksi kimia yang berlangsung dalam tubuh makhluk

hidup (reaksi biokimia). Pengertian ini mencakup dua hal yaitu katabolisme dan

anabolisme. Untuk berlangsungnya dua reaksi tersebut diperlukan suatu aktivator

yaitu enzim.

Enzim adalah biomolekul berupa protein berfungsi sebagai katalis (senyawa

yang mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi

kimia organik. Molekul awal yaitu substrat akan dipercepat perubahannya menjadi

molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada

suatu kondisi atau zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan

enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan

metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.

Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk

menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang

membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi

karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi dan membutuhkan waktu lebih

lama. Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir

molekul katalis akan kembali ke bentuk semula. Enzim tersusun atas gugus protein dan

gugus nonprotein (Aisyah, 1993).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana menentukan aktivitas enzim amilase ?
1.3 Tujuan Percobaan
Mahasiswa mampu menentukan aktivitas enzim amilase.

1.4 Manfaat Percobaan


Untuk memberikan informasi dan gambaran tentang aktivitas enzim pada saat

mengkatalisis rekasi tertentu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Enzim merupakan suatu protein yang disintesis oleh sel hidup yang berfungsi

mengkatalis jenis reaksi kimia tertentu yang terjadi di dalam dan di luar sel yang

menghasilkannya. Berdasarkan hal itu maka enzim juga dapat dinamakan sebagai

biokatalisator. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat

yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi

karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan

mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang

artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi

kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap.

Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati

menjadi glukosa.

Hal-hal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia

pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri

tetapi sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama

dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-

cabang ilmu pertanian.

Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu

bagian protein dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim,

bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian

yang bukan protein disebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim.

Kofaktor berasal dari molekul anorganik, yaitu logam, misalnya besi, tembaga, dan

seng. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik

kompleks, misalnya NADH, FADH, koenzim A, dan vitamin B (Lehninger, 1993).


Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,

keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat

keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat

mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH

yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan

mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama

sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang

menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas

enzim.

Enzim adalah suatu katalisator protein yang mempercepat reaksi kimia dalam

makhluk hidup atau dalam sistem biologis. Pada dasarnya adalah untuk menurunkan

keperluan energi aktivasi yang digunakan untuk reaksi kimia. Protein enzim disebut

dengan Apoenzim, mempunyai struktur 3 dimensi dan bagian yang bukan protein

disebut Koenzim. Diperkirakan ada 3000 macam enzim dalam sel. Dalam mengkatalisis

protein, enzim bersifat sangat spesifik, sehingga meskipun jumlah enzim ribuan di

dalam sel dan substrat pun sangat banyak, tidak akan terjadi kekeliruan. Seperti

protein pada umumnya, enzim dapat mengalami denaturasi oleh berbagai faktor,

seperti perubahan pH yang mencolok, temperatur, pelarut organik, urea dan dapat

dihambat oleh racun enzim (Poedjiadi, 1994).

Oleh karena enzim adalah suatu protein, maka kemampuan mengkatalisis suatu

reaksi sangat erat hubungannya dengan struktur tersier dan kwartener dari molekul

potein tersebut. Oleh karena itu faktor lingkungan sangat mempengaruhi aktivitas

enzim. Kunci dari faktor lingkungan adalah terletak pada pH dan suhu. Enzim

merupakan senyawa makromolekul yang spesifik yang mempercepat reaksi biologis.


Tidak seluruh permukaan enzim aktif, dan bagian yang aktif relatif kecil. Bagian aktif

enzim adalah bagian enzim yang dapat mengikat substrat dan gugus prostetik bila ada.

Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi.

Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua

kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak

dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau

menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim

tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari

perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak

enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.

Enzim mempunyai kemampuan untuk membantu terjadinya reaksi yang

umumnya berlangsung lambat pada temperatur normal organisme, tetapi kemudian

reaksi akan meningkat pesat dengan kehadiran enzim. Enzim tediri dari molekul-

molekul protein, oleh karena itu enzim memiliki sifat-sifat umum protein. Enzim

hampir sebagian besar larut dalam air dan dapat dihidrolisis menjadi asam-asam

amino. Enzim akan mudah terdenaturasi dengan adanya perubahan temperatur yang

ekstrim.

Konsentrasi enzim juga mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin besar

konsentrasi enzim semakin cepat pula reaksi yang berlangsung. Dengan kata lain,

konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Sisi aktif suatu enzim

dapat digunakan berulang kali oleh banyak substrat. Substrat yang berikatan dengan

sisi aktif enzim akan membentuk produk. Pelepasan produk menyebabkan sisi aktif

enzim bebas untuk berikatan dengan substrat lainnya. Oleh karenanya dibutuhkan

sejumlah kecil enzim untuk mengkatalis sejumlah besar substrat.


Bila jumlah enzim dalam keadaan tetap, kecepatan reaksi akan meningkat

dengan adanya peningkatan konsentrasi substrat. Namun, pada saat sisi aktif semua

enzim bekerja,penambahan substrat tidak dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzim

lebih lanjut. Kondisi ini disebut konsentrasi substrat pada titik jenuh atau disebut

dengan kecepatan reaksi telah mencapai maksimum (V max).

Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari

hanya 62 asam amino, sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase.

Kerja enzim juga sangat dipengaruhi oleh zat inhibitor, yaitu bahan yang menghambat

kerja enzim. Ada 2 jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor non

kompetitif. Inhibitor kompetitif bekerja dengan cara berikatan pada tempat aktif

enzim. Akibatnya substrat yang tidak bisa berikatan dengan enzim. Sedangkan

inhibitor non kompetitif tidak berikatan dengan tempat aktif, tetapi menyebabkan

perubahan pada tempat aktif. Ini pun berakibat substrat tidak bisa berikatan dengan

enzim (Winarno, 1997).

Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya

sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung

terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat

substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga

dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis.

Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali

merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi.

Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan

demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.

Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino

yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-
sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul

bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat

mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh

pemanasan ataupun denaturan kimiawi.

Enzim memiliki sifat sebagai berikut yaitu kerja enzim bersifat spesifik atau

khusus, artinya bahwa satu enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat, enzim

bekerja pada suhu tertentu, enzim berkerja pada derajat keasaman (pH) tertentu,

kerja enzim dapat bolak-balik, artinya selain dapat memecah substrat juga dapat

membentuk substrat dari penyusunnya.

Enzim bekerja berdasarkan prinsip kunci dan anak kunci (lock and key). Pada

salah satu sisi enzim terdapat tempat aktif yang memiliki bentuk yang dapat

berpasangan tepat sama dengan bentuk permukaan substrat. Akibatnya satu enzim

hanya dapat digunakan untuk satu jenis substrat. Contoh enzim yang sering digunakan

sebagai materi praktikum adalah enzim katalase. Enzim ini banyak terdapat pada

organel peroksisom dan berfungsi memecah peroksida (H2O2) yang bersifat toksik

menjadi H2O dan O2 (Khopkar, 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

Perubahan warna pada per menitnya

2 4 6 8 10
Tabung 1 Biru Biru tua Biru Biru bening
(suhu kehitama muda hampir
ruang) n bening
Tabung 2 Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat
(Pemanasan muda tua tua tua tua nya
) memuda
r
4.2 Pembahasan

Analisis kimia pada dasarnya terbagi menjadi dua pekerjaan utama yang

dikenal dengan analisis secara kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif

adalah pekerjaan yang bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang

terkandung dalam sampel uji. Contohnya pengamatan perubahan warna larutan

sampel pada tabung reaksi. Analisis kuantitatif adalah pekerjaan yang bertujuan untuk

mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel. Contohnya perhitungan konsentrasi.

Pada percobaan ini kita menggunakan analisa kualitatif yaitu dengan mengamati

perubahan warna per menitnya secara kontinu menggunakan panca indera mata.

Biokatalisator adalah senyawa yang mempercepat reaksi metabolisme tanpa

mengalami perubahan struktur kimia. Peranannya adalah dengan cara menurunkan

energi aktivasi. Energi aktivasi adalah energi terkecil yang dapat menyebabkan

berjalannya suatu reaksi, sehingga dengan adanya enzim, proses pembakaran yang

dapat terjadi apabila suhu substrat di atas 100 o C dapat berlangsung di dalam tubuh

makhluk hidup hanya dengan suhu lingkungan yang tidak membahayakan.

Gugus prostetik dibedakan menjadi koenzim dan kofaktor. Koenzim berupa

gugus organik yang pada umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1dan vitamin

B2. Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti

Cu2+, Mg2+, dan Fe2+. Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan

koenzim.

Pemanasan amilase dimaksudkan untuk menaikkan suhu enzim, dan digunakan

sebagai sampel perbandingan dengan sampel amilase yang disimpan pada suhu kamar.

Hal yang diamati adalah aktivitas enzim amilase dalam pemecahan larutan pati per

manitnya. Larutan lugol berfungsi untuk menunjukkan kandungan bahan makanan

jenis amilum (tepung).


Reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis

enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein

maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan

terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Untuk melihat

pengaruh enzim amilase terhadap larutan pati, dalam percobaan ini digunakan enzim

amilase yang terdapat pada saliva. Larutan pati yang berperan sebagai substrat yang

akan direaksikan oleh enzim amilase. Dalam reaksi yang terjadi, enzim amilase

berperan aktif sebagai katalis yang akan mempercepat laju reaksi penguraian larutan

pati (amilum) menjadi amilosa dan amilopektin. Larutan iodium berperan sebagai

indikator warna untuk menandai aktivitas enzim amilase pada larutan pati.

Dalam percobaan ini digunakan 2 buah tabung yang masing-masing diberikan

perlakuan yang berbeda. Tabung I dibiarkan tetap dengan suhu kamar dan tabung II

dipanaskan hingga mendidih. Dengan demikian kita dapat melihat pengaruh suhu

terhadap kerja enzim amilase dalam memecah amilum karena pada tabung yang

dipanaskan, tidak terjadi perubahan warna sedangkan yang tetap pada suhu kamar

mengalami perubahan dari warna biru kehitaman menjadi bening.

Pada tabung I, setelah 2 menit pertama setelah penambahan iodium warna

larutan biru tua, setelah 4 menit larutan berubah warna menjadi biru, pada menit ke-6

larutan menjadi berwarna biru bening. Pada menit ke-8 larutan terus berubah warna

menjadi hampir bening, akhirnya pada menit ke-10 larutan menjadi bening karena

enzim amilase dapat bekerja dengan baik sehingga amilum yang terdapat dalam sari

kentang dapat dipecah. Sedangkan pada tabung II setelah penambahan larutan iodium,

mulai dari menit ke-2 sampai menit terakhir, yaitu menit ke 10 larutan tidak

mengalami perubahan warna atau dalam hal ini tetap berwarna coklat tua, karena

enzim amilase yang telah dipanaskan tidak dapat lagi menguraikan amilum.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal,

yaitu :
1. Pada suhu kamar, enzim amilase bekerja dengan sangat baik dalam mengurai amilum.
2. Enzim amilase tidak dapat bekerja dengan baik dalam memecah amilum jika

suhunya dinaikkan.
3. Suhu sangat mempengaruhi kerja enzim amylase, bahkan bisa sampai terdenaturasi.
4. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia

adalah enzim amilase, enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia.
5. Kofaktor dan koenzim berfungsi sebagai senyawa pembantu aktivitas enzim.

http://indhpsari.blogspot.com/2013/06/penentuan-aktivitas-enzim-amilase.html

MENGUKUR AKTIVITAS ENZIM AMILASE

I. Tujuan :
1. Membuktikan pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
2. Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim amylase

II. Dasar Teori:


Metabolisme merupakan salah satu ciri kehidupan yang merupakan bentuk
transformasi tenaga atau pertukaran zat melalui serangkaian reaksi biokimia. Dalam mahkluk
hidup, reaksi metabolisme berlangsung dengan melibatkan suatu senyawa protein yang
disebut enzim. Enzim merupakan protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk
mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalamnya. Fungsi khusus dari enzim adalah untuk
menurunkan energi aktivasi, mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan yang tetap tanpa
mengubah besarnya tetapan keseimbangan dan sebagai pengendali reaksinya (Martoharsono,
1994).
Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai
katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator adalah substansi
yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi, substansi tersebut tidak berubah. Enzim
mempunyai ciri dimana kerjanya dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu lingkungan yang
berpengaruh terhadap kerja enzim adalah pH. pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral)
dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi
(Gaman & Sherrington, 1994).
Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan
hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat kecil. Enzim
hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media harus benar-benar dipelihara
dengan menggunakan buffer (larutan penyangga). Jika enzim memiliki lebih dari satu
substrat, maka pH optimumnya akan berbeda pada suatu substrat (Tranggono & Sutardi,
1990). Tiap enzim memiliki karakteristik pH optimal dan aktif dalam range pH yang relatif
kecil, dalam banyak kasus, bentuk kurva menandakan dari keaktifan enzim berbanding pH
yang terkandung di dalamnya (Almet & Trevor, 1991).
Ada beberapa faktor untuk menentukan aktivitas enzim berdasarkan efek katalisnya
yaitu persamaan reaksi yang dikatalis, kebutuhan kofaktor, pengaruh konsentrasi substrat dan
kofaktor, pH optimal, daerah temperatur, dan penentuan berkurangnya substrat atau
bertambahnya hasil reaksi. Penentuan ini biasa dilakukan di pH optimal dengan konsentrasi
substrat dan kofaktor berlebih, menjadikan laju reaksi yang terjadi merupakan tingkat ke 0
(zero order reaction) terhadap substrat. Pengamatan reaksinya dengan berbagai cara kimia
atau spektrofotometri. Ada dua teori tentang mekanisme pengikatan substrat oleh enzim,
yaitu teori kunci dan anak kunci (lock and key) dan teori induced fit (Wirahadikusumah,
1989).

Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik dan kimia. Beberapa
faktor penting yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi berbagai komponen
(seperti substrat, produk, enzim, kofaktor, dll), pH, temperatur, dan gaya irisan. Kecepatan
reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh pH larutan baik secara in vivo maupun secara in vitro.
Jenis hubungan antara kecepatan reaksi dan pH ditunjukkan dengan kurva berbentuk lonceng.
Setiap enzim mempunyai pH optimum yang berbeda–beda (Lee, 1992).
Sifat-sifat enzim antara lain :
1. Spesifitas
Aktivitas enzim sangat spesifik karena pada umumnya enzim tertentu hanya akan
mengkatalisis satu reaksi saja. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi
tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa saja yang akan
sesuai dalam sisi aktif molekul (Gaman & Sherrington, 1994).
2. Pengaruh suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal antara
35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim
berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein
terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim
tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington,
1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena
pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein.
(Tranggono & Setiadji, 1989).
Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan
mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan
kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai
kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai
berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai
protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan
kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).
3. Pengaruh pH
pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau
sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi
dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke
lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman &
Sherrington, 1994).
Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama
pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH
untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan
kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum
tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai
kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).
4. Ko-enzim dan aktovator
Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim. Beberapa ion
anorganik, misalnya ion kalsium dan ion klorida, menaikkan aktivitas beberapa enzim dan
dikenal sebagai aktivator (Gaman & Sherrington, 1994).
Kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas katalisasi air
penting untuk menyusun struktur enzim. Hasil dari protein dalam air terdiri dari 3 bagian:
Tipe I : molekul air mempunyai penyusun seperti larutan murni dan tidak memiliki
interaksi dengan protein.
Tipe II : molekul air tidak sepenuhnya terikat pada protein.
Tipe III : molekul air terikat kuat dengan protein menghasilkan bagian yang berkembang
dalam struktur protein (Fox, 1991).
Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase. Amilase dapat
diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen dan polisakarida yang
lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan memiliki hanya α amilase, dijumpai
dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah.
Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan
maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang
saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin
memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991).
Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi bentuk
yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi maltosa, maltotriosa atau
oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin) dan getah pankreas yang membantu
pencernaan karbohidrat dalam makanan. Darah normal juga mengandung sedikit amilase dari
hasil pemecahan sel yang berlangsung secara normal. Pada penyakit radang pankreas,
gondongan, kencing manis, kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati,
kadarnya menurun (Anonim, 1990).
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen,
dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan ß amylase; hewan memiliki hanya
α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies
lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan
campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000
molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi
dengan iodine memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991). Pada manusia, α amilase pada
ludah dan pankreas berguna dalam hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan ke dalam
bentuk aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat dihidrolisis oleh disakarida
atau trisakarida dalam jumlah kecil. Contohnya, α amilase pada mamalia memiliki pH
optimum 6-7, bergantung pada ada atau tidaknya ion halogen (Whitackr, 1994).
Nama lain dari a-Milase adalah diaste. Enzim tersebut dapat menghidrolis amilum
menjadi gula. Dalam proses hidrolisis amilum melalui beberapa tahap yaitu pembentukan
amilo Dekstrin dan amilum, kemudian menjadi eritrodekstrin selanjutnya menjadi akro
Dekstrin dan terakhir menjadi maltosa (glukosa). Amilase dihasilkan oleh daun atau biji yang
sedang berkecambah. Aktivitalisme dipengaruhi oleh garam-garam anorganik, pH, suhu dan
cahaya. pH optimum dari amilase menurut Hopskin Cole dan Green adalah 4,5 – 4,7.
α amilase mempunyai beberapa sifat, antara lain :
a. Di dalam larutan pati, kehilangan daya viskositas yang lebih cepat.
b. Warna iodine akan lebih cepat hilang.
c. Proses produksi maltosa lebih lambat.
d. Tidak memproduksi glukosa.
e. Suhu tinggi konsentrasi α amylase akan mempercepat proses kerja dari viskositas dan
perubahan warna iodine (Whitackr, 1994).
Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan penambahan
asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan biokimia dimana
dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat ( Fardiaz, 1992 ). Larutan buffer bermanfaat untuk
melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut sekaligus bisa
mencegah enzim dari denaturasi dan kehilangan fungsi biologisnya ( Fox, 1991 ). Buffer
dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan
mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi (Winarno, 1995 ).

Pembahasan
1. Pembahasan Pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim
amylase. Untuk mengetahui aktivitas amylase ini, kami melakukan 2 jenis praktikum, yaitu
mengenai pengaruh PH terhadap aktivitas amylase dan konsentrasi terhadap aktivitas enzim
ini. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau yang sudah
dihaluskan, yang kemudian diambil supernatanya. Supernatan tersebut dianggap sebagai
enzim dengan konnsentrasi 100 %.
Dari dasar teori di atas telah djelaskan bahwa pH sangat berpengaruh terhadap
aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karbosil dan asam amino mudah dipengaruhi pH.
Hal ini menyebabkan konformasi enzim dan fungsi katalik enzim berubah, sehingga enzim
bisa terdenaturasi dan kehilangan aktivitasnya. Aktivitas enzim tertinggi yang dapat dicapai
umumnya disebut pH optimum. Enzim α-amilase Liquozyme supra pada umumnya stabil
pada pH optimal yaitu 5,1-5,6. Pada tahap liquifikasi perlu diperhatikan dalam pengaturan
pH. pH suspensi diatur sekitar 5,3.
Apabila aktivitas enzim ini bekerja dengan baik maka larutan akan semakin bening,
karena telah terhidrolisis secara sempurna, sengkan apabila enzim ini kurang bekerja secara
maksimal, maka larutan akan berwarna lebih gelap, karena tidak dapat terhidrolisis secara
sempurna.
Dari kedua praktikum di atas terlihat perbedaan antara kecambah yang berumur 2
hari dan kecambah yang telah berumur 4 hari. Tetapi sebenarnya perbedaan tersebut tidak
begitu mencolok, karena secara umum dari hasil praktikum tersebut menunjukkan tingkatan
warna yang sama, misalnya pada data yang menggunakan ekstrak enzim kecambah yang
berumur 2 hari pada tabung 1 larutan tersebut berwarna putih kekuningan, sedangkan pada
ekstrak enzim yang berumur 4 hari larutan tersebut menunjukkan warna putih kecokltatan.
Perbedaan tersebut dikarenakan semakin lama umur tumbuhan tersebut maka semkain besar
pula enzim amilasenya. Jadi apabila enzim amylasenya cukup banyak maka tingkatan
hidrolisisnya pun juga semakin sulit, dari pada yang mempunyai sedikit enzim, akan epat
terhidrolisis.
Pada tabung 1 yaitu pengujian amilum dengan ekstrak amylase menghasilkan
larutan berwarna lebih terang dengan sedikit warna gelap di tengahnya. Setelah larutan
tersebut diletakkan pada 3 bagian dalam plate tetes dan didiamkan berturut-turut 10 menit
pertama, hingga 10 menit ketiga, kemudian ditambahkan IKI ternyata laritan tersebut tetap
berwarna putih keruh. Hal ini menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis secara sempurna. Hal
ini terjadi karena penambahan IKI tidak dilakukan secara langsung, melainkan harus
menunngu beberapa menit kemudian, artinya pada kondisi ini campuran amilum dan amylase
terlalu lama sehingga amylase sudah melakuakn aktivitasnya untuk menghidrolisis amilum.
Hal ini berarti ketika amilum di inkubasi dengan cara dibiarkan selama 10 menit pertama
hingga 10 menit ketiga, larutan ini sudah mulai terhidrolisis sehingga pada saat di uji dengan
IKI, larutan sudah tidak dapat terhidrolisis lagi sehingga warna larutannya pun tetap seperti
sebelum ditambah dengan IKI yaitu putih gelap.
Sedangkan pada tabung 2 yang telah diberi HCl (asam kuat), maka mempunyai warna
yang lebih gelap, jika dibandingkan dengan tabung 1. Seharusnya enzim akan bekerja secara
optimum pada konbdisi ini, yang akan menghasilkan warna yang lebih bening, karena enzim
sudah terhidrolisis secara sempurna, tetapi ternyata tidak dengan percobaan kami, pada hasil
percobaan yang telah kami lakukan ternyata warna larutan tersebut lebih gelap. Enzim
amylase seharusnya akan terhidrolisis secara sempurna pada Ph 4,5 – 4,7, sedangkan pada
kondisi ini memiliki Ph.
Kemudian pada tabung 3 yang diberi NaOH (basa), maka warna larutan menjadi lebih
terang yaitu putih kekunig-kuningan, hal tersebut menunjukkan bahwa pada waktu ini enzim
bekerja secara optimal, tetapi seharusnya pada waktu ini enzim tidak dapat mengalami
hidrolisisi secara optimum, karena pada kondisi ini Ph larutan mencapai 9 sedangkan
seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada kisaran Ph 4,5-4,7. Hal tersebut
mungkin dikarenakan enzim telah terhidrolisis terlebih dahulu ketika diberikan IKI, jadi
ketika ditetesi dengan NaOH sudah tidak dapat bereaksi lagi, yang akan menghasilkan larutan
tetap berwarna bening.
Selanjutnya pada tabung ke IV yaitu 2 ml amilum 0,5% yang langsung ditetesi dengan 10
tetes IKI warna larutan berubah dari kuning kecoklatan menjadi hijau kehitaman, hal tersebut
berarti amilum tersebut sudah terhidrolisis dengan sempurna. Karena IKI sesuai dengan
literatur amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menjadi sakarida-
sakarida. Jadi pada penambahan IKI ini amilum sudah terhidrolisis secara sempurna menjadi
sakarida-sakarida penyusunnya.
Pada percobaan terakhir yaitu pada tabung ke V, 2 ml amilum 0,5% yang ditetesi
dengan fehling A dan B. Pada praktikum ini setelah amilum tersebut ditetesi dengan fehling A
dan B, kemudian dipanaskan. Dari hasil praktikum ini ternyata warna amilum yang semula
berwarna biru tua, setelah mengalami pemanasan, warnanya tidak berubah yaitu tetap
bferwarna biru tua. Hal tersebut sangat berbeda dengan teori pada sebuah literature yang
kami dapatkan, menurut (Pridjosejono, 2000), amilum merupakan polisakarida yang apabila
dihidrolisis akan menghasilakan maltose. Sedangkan maltose sendiri mempunyai sifat dapat
mereduksi. Selain itu maltose juga merupakan disakarida yang apabila dihidrolisis akan
menghasilakan 2 sakarida, sehingga pada penambahan fehling A dan B terbentuk gula reduksi
yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna dari biru tua menjadi hijau kekuningan.
Dari percobaan yang kami lakukan ternyata tidak seperti teori tersebut, warna pada larutan
tersebut tidak berubah yaitu tetap biru tua, hal tersebut mungkin dikarenakan kurangnya
dalam pemanasan, sehingga enzim tersebut belum terhidrolisis secara sempurna.

2. Pembahasan Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase


Amilase merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi.
Amilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gula‐gula
sederhana. Amilase mengubah karbohidrat yang merupakan polisakarida menjadi maltosa
(alfa dan beta) ataupun glukosa (gluko amilase)(Anam,2010).
Pada praktikum untuk membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktifitas
enzim amilase, digunakan kecambah kacang hijau yang berumur 2 hari dan 4 hari. Digunakan
kecambah kacang hijau karena zat gizi pada biji yang sedang berkecambah berada dalam
bentuk aktif. Germinasi atau perkecambahan meningkatkan daya cerna karena berkecambah
merupakan proses katabolis yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman
melalui reaksi hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Peningkatan zat-
zat gizi pada kecambah kacang hijau mulai tampak kira-kira 24 – 48 jam saat perkecambahan
(Anggraeni,2009).Maka dalam praktikum ini digunakan kecambah yang berumur 2 hari dan 4
hari.
Kandungan zat gizi/enzim pada kecambah umur 2 hari berbeda dengan kandungan
enzim yang terkandung pada kecambah kacang hijau umur 4 hari. Perbedaan kandungan
kadar enzim amylase pada kecambah 2 hari dan 4 hari dapat dilihat perbedaanya dengan
jelas, bila dilakukan dengan HPLC. Namun pada praktikum kali ini, hanya ingin diketahui
tentang pengaruh konsentrasi enzim terhadap enzim amilase yang ada di tiap kecambah.
Larutan yang digunakan dalam praktikum pengaruh konsentrasi terhadap enzim
amylase adalah larutan IKI dan Fehling A dan B.
Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, yaitu Fehling A dan Fehling B. fehling A
adalah larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium
natrium tartrat. Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut,
sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+
terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO
(Juwita,2008)
Pada praktikum ini, substrat yang digunakan adalah 0,5 ml amilum 1 %. Sedangkan
enzim yang digunakan adalah amylase. Konsentrasi substrat yang digunakan tetap untuk
masing-masing gelas ukur. Namun konsentrasi amylase yang digunakan berbeda yaitu: 100
%, 75%,50% dan 25%. Enzim amylase dapat diperoleh dari ekstrak kacang hijau yang telah
ditumbuk dan ditambah akuades dengan volume tertentu, tergantung konsentrasi ekstrak yang
diperlukan. Penumbukan dalam proses ekstraksi berfungsi untuk memecah kacambah
sehingga mudah untuk diambil sari-sarinya.
Larutan dalam tabung reaksi yang telah diberi konsentrasi enzim yang berbeda akan
diambil tiap 2 menit sekali sebanyak 5 kali. Pengulangan ini dilakukan untuk mengetahui
kecepatan enzim berekasi dengan subtrat. Larutan, diambil dengan pipet tetes dan diletakkan
pada tiap plat tetes sebanyak 2 tetes.Kemudian diberi 2 tetes larutan IKI atau Fehling A dan
B.
Fungsi dari larutan IKI adalah untuk mendeteksi butir amilum, reaksi positif ditandai
dengan warna ungu sampai biru kehitaman. Fungsi dari larutan Fehling A dan B adalah untuk
mengidrolisis amilum dengan terbentuknya gula reduksi
Didapatkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator
larutan IKI, pada konsentrasi amylase 25% terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu,
kuning keruh dan sedikit kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa amylase belum berhasil
menghidrolisis amilum dan pati yag terkandung dalam ekstrak kecambah. Faktor yang
menyebabkan hal ini adalah ekstrak yang sudah terkontaminasi oleh zat-zat lain. Pada saat
membuat ekstrak, praktikan tidak menggunakan sarung tangan saat memeras kecambah yang
dihaluskan untuk diambil airnya. Tangan praktikan yang sebelumnya menggunakan lotion
(handbody) diduga merudak kandungan ekstrak.
Sedangkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator
Fehling A dan B, pada konsentrasi amylase 25 % terjadi perubahan warna yang mencolok
yaitu, abu-abu kehitaman.Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi sedikit ,pati berhasil
didrolisisn oleh amylase.Terbukti dengan dihasilkannya warna hitam
Pada 2 menit kedua pengambilan larutan ke plat tetes dan kemudian diberi IKI
didapatkan konsentrasi amylase 75% berwarna kuning agak hitam. Konsentrasi 50% dan 25%
menunjukkan warna kuning kehitaman. Hal ini dapat diketahui bahwa larutan sudah
terhidrolisis oleh amylase. Meski masih terbentuk warna kuning. Hal ini dimungkinkan
amilum yang digunakan untuk praktikum ini sudah terkontaminasi oleh udara luar terlalu
lama dan zat-zat lain.
Pada uji menggunakan Fehling A dan B dari 2 menit pertama hingga 2 menit kelima,
Warna konsentrasi larutan 100%, 75%, 50% dan 25 % amylase di plat tetes adalah: kuning
kecoklatan, abu-abu, abu-abu kehitaman dan biru kehitaman. Namun pada 2 menit kedua
warna amylase 25 % berbeda yaitu: abu-abu kehitaman, warna abu-abu kehitaman sama
dengan warna larutan amylase dengan konsentrasi 50%.
Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa larutan dengan konsenrasi amylase 25%
menunjukkan positif dengan uji IKI dan Fehling A dan B , yaitu warnanya menjadi hitam
/abu-abu/biru kehitaman. Hal ini senuai dengan teori bahwa: enzim dalam berkerja memecah
suatu substrat, diperlukan dalam jumlah sedikit. Oleh karena enzim berfungsi sebagai
mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagaikatalis tidak
perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selamamolekul tersebut tidak
rusak
Semakin sedikit enzim yang berperan memecah amilum maka akan
semakin banyak amilum yang tidak terhidrolisis dan warna yang
dihasilkan juga akan semakin pekat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Pati (amilum)+Enzim(amilase) Disakarida (maltosa)
glukosa + glukosa

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan di simpulkan bahwa :
1. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi pH maka aktifitas
enzim semakin lambat.
2. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi konsentrasi maka aktifitas
enzim semakin lambat.
3. Sifat kerja enzim sangat di pengaruhi oleh pengaruh suhu,konsentrasi, dan pH.
4. pH optimum untuk enzim amilase pada ekstra tauge adalah pH 7,0.
5. Aktifivitas enzim dan konsentrasi enzim memiliki hubungan perbandingan yang lurus dimana
semakin besar konsentrasi maka tinggi aktivitas enzim tersebut

http://ardianismart.blogspot.com/2012/09/praktikum-amilase.html

Anda mungkin juga menyukai