Anda di halaman 1dari 2

1.

Jika Anda saya tempatkan sebagai manajer departemen, maka berdasarkan pengalaman Anda,
bagaimana cara membangun hubungan saling pengertian dengan para staf?

Pertama-tama, saya akan coba ketahui lebih banyak lagi tentang setiap orang yang ada, dalam urusan profesional
dan juga pribadi. Setiap staf tentunya adalah individu yang unik sehingga tidak bisa begitu saja dievaluasi mentah-
mentah berdasarkan ukuran atau standar baku tertentu. Fokus pada hubungan supervsior dan bawahan hanya
akan menghasilkan monolog alih-alih dialog. Ini adalah permasalahan dan tantangan dari setiap manajer. Yang
jelas, saya akan memulainya dengan banyak mendengarkan alih-alih banyak berbicara.

2. Menurut Anda, manajer yang bagus itu seperti apa?

Manajer yang ideal adalah mereka yang mendedikasikan dirinya pada sasaran perusahaan namun juga miliki
kepedulian yang besar pada orang-orang yang dipimpinnya. Memanage orang secara efektif bukanlah pekerjaan
mudah, namun imbalan yang didapat ketika berhasil menolong para bawahan sementara terus berkontribusi untuk
capai sasaran perusahaan adalah sangat besar.
Secara mendasar, pihak manajemen perlu mangetahui tabiat dari manusia dengan keunikan masing-masing untuk
bisa memotivasi SDM perusahaan secara optimal. Tidak hanya itu, manajer yang baik juga akan menciptakan
sistem sehingga departemen yang dimpimpinnya akan terus bisa bekerja dengan baik ketika manajer yang
bersangkutan tak ada di sana.

3. Hingga sampai saat ini, bagaimana anggapan bawahan yang pernah Anda pimpin terhadap diri Anda?

(tentunya, tidak semua bawahan Anda punya komentar positif tentang Anda. Tapi di wawancara ini, jelas dong
yang diungkap yang baik-baik saja)
Orang-orang yang pernah bekerja dengan saya bilang klo saya ini orangnya fair dan punya pendekatan yang
berimbang dalam memimpin, antara fokus pada kepentingan bisnis dan sisi-humanis di sisi yang lain. Mereka tahu
bahwa saya tak akan ambil keputusan gegabah yang akan disesali nantinya. Dan bekerja dengan saya artinya
bakal menang dengan upaya 110 persen dari setiap orang yang ada. Tuntutan dan standar saya tinggi, tapi
mereka bisa menerima dan bahkan menyukainya.

4. Bagaimana cara Anda berkomunikasi dengan staf dan atasan Anda?

Dalam banyak kasus, seorang manajer harus mengembangkan gaya komunikasi yang empatik dan konsisten
sehingga bawahan bisa paham dan tak salah persepsi. Saya mengutamakan asertivitas dalam berkomunikasi
dengan para staf. Setiap manajer perlu ketahui keunikan karakter tiap bawahan dan juga atasan sehingga
kemudian bisa menyesuaikan diri dengannya. Ada mereka yang bisa didekati dengan gaya yang gaul dan blak-
blakan, tapi ada juga yang hanya bisa didekati dengan gaya yang formal. Manajer yang efektif tahu bagaimana
membaca orang lain dan berkomunikasi dengan gaya yang tepat.

Yang jelas, kemampuan komunikasi tidak hanya didapat dengan mendengar dengan telinga, namun juga dengan
hati. Ini adalah cara yang paling ampuh untuk menghindari misunderstanding. Berdasarkan pengalaman, memang
butuh tenaga dan waktu lebih, tapi hasil yang saya dapat hingga saat ini amatlah worth it, lah. Kalau dalam NLP ini
disebut “pacing”, yakni untuk ‘nyambung’ dulu dengan orang lain sebelum kita bisa mengarahkannya.

Saya sadar sepenuhnya bahwa atmosfer sukses di perusahaan amat bergantung pada pengkomunikasi arahan
dan sasaran perusahaan secara jelas, yang diimbangi dengan mendengar umpan balik dengan telinga dan hati.
Jadi memperkuat komunikasi yang efektif masuk dalam prioritas utama saya sebagai manajer.

5. Apa yang Anda lakukan terhadap karyawan yang tidak perform dengan baik?

Pertama-tama, saya akan pastikan segala aturan dan prosedur perusahaan, serta seluruh perundangan terkait
situasi ini sudah saya jalankan dengan baik.
Setiap karyawan berhak mendapatkan kesempatan untuk melakukan perbaikan dengan setidaknya satu buah
peringatan jika perlu. Saya akan menangani sendiri dan memberi peringatan tertulis dengan tenggat waktu,
lengkap dengan arahan perbaikan yang bisa ditempuh. Setelah itu saya akan amati yang bersangkutan dengan
baik serta tak lupa memberi dia penghargaan jika dia memang menunjukkan upaya serius untuk lakukan perbaikan
diri.
Tapi jika kemudian pengarahan dan peringatan tidak bisa membawa hasil, saya tak akan segan untuk
memberhentikan yang bersangkutan. Memang memecat karyawan bisa jadi adalah hal terberat bagi seorang
manajer, ada perasaan iba, kasihan dan tak tega. Tapi bagaimanapun seorang manajer juga punya kewajiban
untuk melindungi kepentingan perusahaan. Dan kemudian, saya akan pastikan keputusan saya terdokumentasikan
dengan baik dan juga alasan-alasan pemberhentian dari karyawan bersangkutan.
6. Tindakan apa yang Anda lakukan ketika menghadapi masalah?

Sebelum bertindak, saya berpikir. Saya coba untuk ambil jarak dari permasalahan sehingga saya bisa memandang
masalahnya dengan lebih obyektif untuk kemudian menganalisanya dari semua sisi. Terkadang saya bahkan
menuliskannya di papan atau kertas untuk bisa melihatnya dengan lebih jelas.
Ketika saya sudah ada draft keputusan, maka akan saya datangi mereka yang sekiranya terpengaruh oleh
keputusan saya itu nantinya. Saya akan minta masukan dari mereka, melakukan revisi seperlunya, dan kemudian
mengajak mereka turut mengimplementasikan rencana yang telah disepakati bersama.

7. Setelah Anda membuat keputusan, apakah Anda tetap konsisten pada keputusan itu?

Biasanya sih iya, karena sampai saat ini model problem solving dan pengambilan keputusan saya terbukti efektif.
Tapi bagaimanapun saya punya fleksibilitas. Ketika apa yang sudah diputuskan ternyata tidak mendatangkan hasil
yang diharapkan, saya membuat modifikasi. Terkadang modifikasi yang kecil sudah cukup untuk hasilkan
perbedaan yang besar.

8. Apakah staf Anda sering curhat permasalahan peribadi mereka pada Anda?

Para staf saya tahu bahwa pintu saya terlalu terbuka, tapi mereka juga tahu bahwa prioritas pertama saya adalah
mbikin kerjaan rampung tepat pada waktunya. Mereka memang pernah datang ke saya dengan permasalahan
pribadi, tapi hanya ketika permasalahan mereka itu ada hubungannya atau sekiranya bakal punya pengaruh pada
urusan kerja. Saya selalu menunjukkan simpati, tapi nasihat dan solusi yang saya sampaikan selalu saya lontarkan
dengan tetap memikirkan kepentingan perusahaan.

9. Apakah Anda menjalankan departemen secara “by the book”?

Di banyak perusahaan, gaya manajemennya amat tergantung pada budaya dan filosofi perusahaan. Jika filosofi
tersebut sampai bisa memberi arahan interpretasi aturan dan prosedur secara eksplisit dan jelas, maka saya ya
mematuhinya. Tapi ada banyak situasi yang itu tidak tergambar di buku panduan. Dalam situasi itu, penilaian saya
amat bergantung pada kondisi yang terjadi dan juga misi departemen. Tujuan utamanya adalah membuat kerjaan
rampung dengan orang-orang yang miliki inisiatif dan energi. Dan untuk itu semua, tidak selalu kita bisa
menemukannya di panduan kebijakan perusahaan.

10 .Seberapa bagus sih Anda bisa memanage orang?

Saya punya pengalaman manajerial yang baik dengan orang-orang yang saya pimpin. Saya mampu
mengkomunikasikan sasaran perusahaan dan memotivasi staf saya untuk mencapainya. Untuk itu, saya
membawa para bawahan saya untuk melampaui batas-batas pribadi mereka. Saya sangat senang mengetahui
orang-orang yang dulu saya bimbing telah dipromosikan dan mendapatkan tanggung jawab lebih di departemen
lain. Ini adalah peninggalan pribadi saya, dan saya bangga karenanya.

(semoga memang itu kemampuan yang kita punya. Dan jangan lupa, untuk urusan orang, yang lebih tepat
sebenarnya bukanlah memanage, melainkan memimpin dan juga menginspire)

Anda mungkin juga menyukai