Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

EMFISEMA SUBKUTAN

Disusun Oleh:
Nama : dr. Husna Nadia
Wahana : RSUD Ungaran

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN


KABUPATEN SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Husna Nadia


Judul Portofolio : Emfisema Subkutan
Topik : Bedah

Ungaran,6 Juli 2017


Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Windi Artanti dr. Widuri

2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. Tr
b. Usia : 22 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Pelajar
f. Status : Belum Menikah
g. Alamat : Dusun Batur RT 2/ RW 4
h. Tempat / tanggal pemeriksaan : IGD RSUD Ungaran, 7 Maret 2017

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis.
a. Keluhan utama
Pasien datang ke RSUD UNGARAN ± 15 menit setelah erjatuh dari sepeda motor
diantarkan warga setepat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD UNGARAN ± 15 menit setelah erjatuh dari sepeda
motor diantarkan warga setepat. Pasien tidak dapat mengingat saat terjatuh. Terasa
sesak, nyeri di bagian kiri atas dada dan bahu terasa nyeri saat digerakkan. Saat
terjatuh pasien menggunakan helm, tidak dikeahui adanya muntah maupun pingsan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Pasien tidak mempunyai
riwayat kencing manis dan hipertensi. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-
obatan disangkal.

d. Riwayat Peyakit Keluarga


Riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan riwayat diabetes mellitus, kelainan darah
keluarga disangkal.

3
e. Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang mahasiswa. Pasien merokok, tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien
mengatakan pendapatan dari keluarga cukup untuk kehidupan sehari-hari.

f. Riwayat Pengobatan
Riwayat konsumsi obat disangkal

I. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Suhu : 36º C
Pernapasan : 24x/menit
Satuarsi : 97%
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 58 kg
Kesan Gizi : normoweight (BMI = 21,3)

Kulit

Warna : Sawo Efloresensi : (-)


matang Jaringan parut : (-)
Ptechiae : (-) Pertumbuhan rambut: Merata
Pigmentasi : (-) Suhu raba : Hangat
Lembab/kering : Kering Turgor : Baik
Keringat : Umum Ikterus : (-)
Lapisan lemak : Merata
Oedem : (-)

Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar

4
Submental : tidak teraba membesar
Retroaurikuler : tidak teraba membesar
Sepanjang M. Sternokleidomastoideus : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Infraklavikula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah : tampak sakit sedang
Simetri muka : simetris
Rambut : distribusi merata, warna hitam

Mata

Exophthalmus : (-)
Endophthalmus : (-)
Kelopak : oedem (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Nistagmus : (-)
Lensa : jernih
Gerak bola mata : aktif ke segala arah

Telinga

Daun telinga : normotia/normotia


Liang telinga : lapang/lapang
Serumen : +/+
Sekret : -/-
Hidung
Deformitas : tidak ada
Cavum nasi : lapang/lapang
Septum deviasi : -/-
Sekret : -/-

5
Mulut
Bibir : tidak sianosis
Lidah : normoglossia, tidak terdapat kelainan
Mukosa : tidak hiperemis, tidak terdapat kelainan
Gigi geligi : caries (+), oral hygiene cukup baik
Tonsil : T2-T2, tidak hiperemis, detritus -/-
Dinding faring posterior : tidak hiperemis, tidak terdapat massa

Leher
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar

Paru-Paru
Inspeksi
- Simetris statis,
- Jejas (+) regio scapularis sinstra tampak deformitas
- Vulnus laseratum ± 1x0,5cm regio subskapularis sinistra, Tampak keluar
udara dari laserasi saat ekspirasi
- Retraksi sela iga (-), gerak hemitoraks simetris tampak adanya hambatan
pada daerah skapularis sinistra, sela iga tidak melebar.
Palpasi
Hemitoraks paru kanan kiri simetris saat keadaan statis maupun
dinamis, nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris. Teraba krepitasi pada
hemitoraks kiri terutama pada linea aksilaris anterior kesan emfisema
subkutan.
Perkusi
Sonor pada kedua hemithoraks kanan. Batas paru dan hepar setinggi
ICS 5 garis midklavikularis kanan dengan suara pekak. ROM bahu kiri
terbatas
Auskultasi
Suara nafas vesikuler kanan kiri (+), wheezing -/-, ronkhi -/-,

6
Jantung
Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
Pulsasi parasternal(-), pulsasi epigastrial (-)
Perkusi
Batas kanan jantung sulit dinilai
Auskultasi
BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
Abdomen rata, sagging of the flank (-), smiling umbilicus (-), caput medusae (-
), spider navy (-), hernia umbilikalis (-).
Auskultasi
BU (+) n
Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), organomegali (-), ascites (-).

Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen.

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-), sianosis(-)

7
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil
Leukosit 12.100
Eritrosit 7,1
Hb 12,3
Ht 32
Trombosit 324000

Rontgen Thorax

III. RESUME

Pasien datang ke RSUD UNGARAN ± 15 menit setelah erjatuh dari sepeda motor
diantarkan warga setepat. Pasien tidak dapat mengingat saat terjatuh. Terasa sesak, nyeri
di bagian kiri atas dada dan bahu terasa nyeri saat digerakkan. Saat terjatuh pasien
menggunakan helm, tidak dikeahui adanya muntah maupun pingsan.

IV. DIAGONSIS KERJA


- Fraktur tertutup regio clavicula sinistra
- Emfisema Subkutan
V. DIAGNOSIS BANDING
- Pneumo toraks

8
VI. TERAPI
 Infuse RL 20 tpm
 Inj. Ketorolac 30mg IV/ 12 jam
 Inj. Ranitidine 1 amp IV/12 jam
 ATS 1500 IU IM
 Inj. Ceftriaxone 1gr IV/ 12 jam

VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanantionam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Emfisiema Subkutis


Emfisiema diartikan sebagai terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau
organ. Subkutis merupakan suatu lapisan kulit setelah dermis, sehingga definisi emfisiema
subkutis adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan
subkutan, biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai
dengan pneumothoraks dan pneumomediastinum, disebut juga pneumoderma.
Emfisiema subkutis merupakan suatu kondisi yang tidak membahayakan, namun
menimbulkan masalah kecantikan pada pasien dan keluarga pasien. Hal ini disebabkan
karena terdapatnya sekumpulan udara di dalam rongga subkutan pada dinding dada yang
menjalar ke jaringan lunak di wajah, leher, dada atas, dan bahu. Terkumpulnya udara di
wajah menimbulkan pembengkakan pada kelopak mata yang menyebabkan pasien tidak
dapat membuka mata, selain itu juga disertai terjadinya perubahan suara yang menjadi lebih
tinggi akibat dari pengumpulan udara di dalam laring. Udara pada jaringan subkutan yang
terkumpul dapat menyebar secara langsung ke daerah sekitar, sehingga bagian tubuh atas
lebih sering terkena daripada bagian tubuh bawah. Keadaan yang tampak pada emfisiema
subkutis adalah pembengkakan pada kulit yang jika dipalpasi teraba seperti renyah (crunchy).
Pada gambaran radiologi akan tampak pengumpulan udara pada permukaan kulit yang
biasanya meliputi sebagian besar dari tubuh.

2.2 Anatomi dan Histologi Kulit


Kulit adalah pembungkus tubuh yang berkontak langsung dengan lingkungan luar,
akibatnya kulit melakukan banyak fungsi penting. Beberapa fungsi kulit ini adalah sebagai
perlindung (proteksi), regulator suhu, persepsi sensorik, organ ekskretoris, dan pembentuk
vitamin D. Kulit atau integumen tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu epidermis atau
kutikel, dermis, dan subkutis atau hipodermis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan
lapisan dermis dan lapisan subkutis. Epidermis adalah lapisan superfisial nonvaskular yang
terdiri atas stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum, stratum granulosum (lapisan
keratohialin), stratum spinosum (stratum Malphigi), dan stratum basale. Menurut ilmu
histologi, terdapat empat jenis sel berbeda pada epidermis kulit, yaitu:

10
1. Keratosit, merupakan sel epitel terbanyak pada epidermis, membelah, bertumbuh, bergerak
ke atas, mengalami keratinisasi, dan membentuk lapisan pelindung tubuh yang disebut
sebagai stratum korneum.
2. Melanosit terletak pada bagian basal epidermis, membentuk pigmen melanin yang
kemudian bergabung ke dalam keratinosit. Sel ini banyak terdapat di stratum basale.
3. Sel Langerhans adalah sel epidermal yang berperan dalam respon imun tubuh. Sel ini
berperan dalam pengenalan antigen asing dan mungkin menjadi sel penyaji antigen.
4. Sel Merkel merupakan sel yang berhubungan erat dengan akson tanpa mielin dan diduga
berfungsi sebagai mekanoreseptor.
Demis terletak tepat di bawah epidermis. Lapisan kulit ini lebih dalam, lebih tebal, dan
vaskular. Lapisan superfisial dermis berlekuk-lekuk masuk ke epidermis yang disebut papila
dermis (stratum papilare dermis), terdiri dari jaringan ikat longgar yang tidak teratur.
Lapisan dermis yang lebih dalam dengan jaringan ikat padat adalah stratum retikulare.
Subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di
dalamnya. Lapisan sel-sel lemak ini disebut panikulus adiposa. Di lapisan ini terdapat ujung-
ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokalisasinya.

2.3 Penyebab Emfisiema Subkutis


Emfisiema subkutis dapat disebabkan oleh trauma pada sistem respirasi ataupun
sistem gastrointestinal. Umumnya trauma yang terjadi pada dada dan leher, dimana udara
dapat terperangkap sebagai hasil dari trauma tajam seperti luka tembak atau luka tikam,
maupun luka tumpul. Emfisiema subkutis juga dapat disebabkan oleh prosedur dan tindakan
medis, yang menyebabkan tekanan pada alveoli, sehingga alveoli menjadi ruptur. Hal ini
biasanya disebabkan oleh pneumothoraks dan kateterisasi paru (chest tube). Keadaan ini
disebut sebagai surgical emphysema. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya
emfisiema subkutis dijelaskan pada bagian dibawah ini:
1. Trauma Trauma tumpul maupun trauma penetrasi merupakan kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis. Trauma pada bagian dada merupakan penyebab
umum terjadinya emfisiema subkutis, dimana udara yang berasal dari dada dan paru dapat
masuk ke kulit dinding dada. Sebagai contoh adalah terjadinya luka tusuk atau luka tembak
pada dada yang menyebabkan robeknya pleura, sehingga udara yang berasal dari paru
menyebar ke otot-otot dan lapisan subkutan. Emfisiema subkutis juga dapat terjadi pada

11
pasien dengan patah tulang iga, dimana iga melukai parenkim paru yang menyebabkan
rupturnya alveolus.
2. Tindakan medis Emfisiema subkutis merupakan suatu komplikasi yang umum disebabkan
pada berbagai tindakan operasi, seperti operasi dada, operasi daerah sekitar esofagus, operasi
gigi dengan menggunakan teknik berkecepatan tinggi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy,
dan sebagainya.
3. Infeksi Udara dapat terperangkap di bawah kulit yang mengalami infeksi nekrosis seperti
pada gangren. Gejala emfisiema subkutis dapat dihasilkan ketika organisme infeksius
memproduksi gas sebagai hasil dari fermentasi. Kemudian gas ini menyebar ke sekitar lokasi
awal pembentukan infeksi, maka terbentuklah emfisiema subkutis.

2.4 Patogenesis
Emfisiema Subkutis Emfisiema subkutis merupakan hasil dari peningkatan tekanan di
dalam paru dikarenakan rupturnya alveoli. Udara dapat masuk ke jaringan lunak pada leher
dari mediastinum dan retroperitoneum. Pada emfisiema subkutis, udara menyebar dari alveoli
yang ruptur masuk ke interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru, masuk ke
mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala.
Emfisiema pada daerah subkutan, servikofasial, mediastinum terjadi karena udara
yang masuk ke jaringan fasial kepala dan daerah leher. Daerah ini mempunyai suatu rongga
yang memungkinkan untuk terisi dengan udara. Daerah ini dibatasi oleh fasia otot, organ, dan
struktur lainnya. Udara yang masuk ke daerah leher dapat masuk ke retrofaringeal yang
terletak antara dinding posterior dan kolumna vertebra, dari sini akan dapat terus ke posterior
fasial kemudian ke Grodinsky and Holyoke’s yang disebut sebagai daerah yang berbahaya
karena berhubungan langsung ke posterior mediastinum. Jika udara mengalir pada daerah ini
akan menekan vena trunks yang bisa menyebabkan gagal jantung atau asfiksia karena adanya
tekanan di trachea.

2.5 Gambaran Klinis


Tanda dan gejala dari emfisiema subkutis bervariasi tergantung pada penyebab dan
lokasi terjadinya, tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher dan nyeri
dada, dan terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan
kesulitan bernafas. Pada hasil inspeksi tampak jaringan di sekitar emfisiema subkutis
biasanya membengkak. Jika kebocoran udara sangat banyak, wajah dapat menjadi bengkak
sehingga kelopak mata tidak dapat dibuka.

12
Gejala Klinis Emfisiema Subkutis Kasus emfisiema subkutis yang terjadi di sekitar
leher, terkadang menimbulkan perubahan suara pasien menjadi lebih tinggi, hal ini
dikarenakan pengumpulan udara pada mukosa faring. Kasus emfisiema subkutis mudah
dideteksi dengan melakukan palpasi pada permukaan kulit. Hasil palpasi akan teraba seperti
kertas atau krispies. Jika disentuh maka teraba seperti balon yang berpindah dan kadang-
kadang timbul bunyi retakan “crack”. Gejala klinis emfisiema subkutis tahap lanjut meliputi -
pembengkakan lokal, krepitus, ketidaknyamanan lokal (pegal), ditemukan kelainan pada
radiografi, pembengkakan difus, eritema local, nyeri, pyrexia.

2.6 Gambaran Radiologi


Pencitraan diperlukan untuk mendiagnosa emfisiema subkutis atau untuk
mengkonfirmasi diagnosa berdasarkan temuan klinis. Pada radiologi dada, emfisiema
subkutis mungkin terlihat sebagai gambaran radiolusen pada otot pektoralis mayor.
Emfisiema subkutis lebih baik dikonfirmasikan dengan pemeriksaan CT-scan, dimana
tampak kantung udara yang berwarna hitam pada daerah subkutan.

2.7 Tatalaksana
Emfisiema subkutis biasanya bersifat jinak, sehingga tidak membutuhkan penanganan
karena dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara
menyeluruh karena udara diserap secara spontan dan terjadi penyembuhan. Pada kasus
emfisiema subkutis yang berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk
mengeluarkan udara. Irisan kecil atau lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk
mengeluarkan udara. Penanganan emfisiema subkutis tidak hanya dengan istirahat total,
tetapi juga dengan penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri, serta pemberian sejumlah
oksigen. Dengan pemberian sejumlah oksigen dapat membantu tubuh untuk mempercepat
penyerapan udara di lapisan subkutan. Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal
penting dalam tatalaksana emfisiema subkutis.

2.8 Prognosis
Udara di jaringan subkutan biasanya tidak menimbulkan kematian, sejumlah kecil
udara dapat di reabsorbsi oleh tubuh. Terkadang pneumothoraks atau pneumomediastinum
yang menyebabkan emfisiema subkutis, dengan atau tanpa tindakan medis emfisiema
subkutis ini biasanya akan hilang sendiri. Meskipun jarang, emfisiema subkutis dapat

13
menjadi suatu kondisi yang bersifat emergensi, seperti terjadinya gagal nafas dan henti
jantung, sehingga diperlukan tindakan medis.

BAB III KESIMPULAN


Emfisiema subkutis adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara
dalam jaringan subkutan disebut juga pneumoderma. Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis adalah trauma, baik trauma tajam maupun
trauma tumpul yang terjadi pada dada, tindakan medis seperti tindakan operasi dada, operasi
daerah sekitar esofagus, operasi gigi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy, dan sebagainya,
selain itu infeksi nekrosis juga dapat menyebabkan hal ini. Emfisiema subkutis merupakan
hasil dari peningkatan tekanan di dalam paru dikarenakan rupturnya alveoli, kemudian udara
menyebar dari alveoli yang ruptur masuk ke interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru,
lalu ke mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala. Tanda dan gejala
dari emfisiema subkutis bervariasi tergantung pada penyebab dan lokasi terjadinya, tetapi
sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher dan nyeri dada, dan terkadang juga
terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan kesulitan bernafas, perubahan
suara pasien menjadi lebih tinggi. Pada radiologi dada dengan menggunakan sinar X,
emfisiema subkutis terlihat sebagai gambaran radiolusen pada lapisan subkutan, sedangkan
dari hasil pemeriksaan CT-scan tampak kantung udara yang berwarna hitam pada daerah
subkutan. Emfisiema subkutis tidak memerluka tindakan khusus karena dalam 3 atau 4 hari
bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh karena udara
diserap secara spontan. Pada kasus emfisiema subkutis yang berat, kateter dapat dipasangkan
di jaringan subkutan untuk mengeluarkan udara. Irisan kecil atau lubang kecil dapat dibuat di
permukaan kulit untuk mengeluarkan udara. Penanganan emfisiema subkutis tidak hanya
dengan istirahat total, tetapi juga dengan penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri, serta
pemberian sejumlah oksigen. Dengan pemberian sejumlah oksigen dapat mempercepat
penyerapan udara di lapisan subkutan. Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal
penting dalam tatalaksana emfisiema subkutis. Meskipun emfisiema subkutan merupakan
kasus yang jarang terjadi, namun tenaga medis harus mengetahui tanda klinis, pemeriksaan
penunjang yang diperlukan, serta tatalaksana terhadap emfisiema subkutis terutama dalam
kasus yang bersifat emergensi.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Omar YA, Catarino PA. Progressive Subcutaneous Emphysema and Respiratory Arrest. J
R Soc Med 2002; 95: 90 – 91
2. Sherif HM, Ott DA. The Use of Subcutaneous Drains to Manage Subcutaneous
Emphysema. Tex Heart Inst J 1999; 26: 129 – 131
3. Rusdy H, Nurwiyadh A. Empisiema Sebagai Komplikasi Pembedahan Molar Tiga Bawah
dengan Menggunakan High Speed Turbine. Dentika Dental Journal, Vol.13, No.1, 2008: 90 –
92
4. Rosadi A, Swidarmoko B, Astowo P. Survei Pemasangan Kateter Toraks dan
Komplikasinya pada Berbagai Penyakit Pleura. Data Tesis Pulmonologi FK UI. 2008
5. Cerfolio RJ, Bryant AS, Maniscalco LM. Management of Subcutaneous Emphysema After
Pulmonary Resection. Ann Thorac Surg 2008; 85: 1759 – 1765
6. Dorland WAN. Alih bahasa: Setiawan A dkk. Kamus Kedokteran Dorland, ed.29. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. Hal. 723 – 724
7. Anonim. Subcutaneous Emphysema. Learning Radiology.com. 2005
8. Eroschenko VP. Integumen. Dalam: Eroschenko VP. Alih Bahasa: Tambayong J. Atlas
Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, ed.9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2003. Hal.133 – 145
9. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda A dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, ed.5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal.3 - 5
10. Porhomayon J dan Doerr R. Pneumothorax and subcutaneous emphysema secondary to
blunt chest injury. Internationl Journal of Emergency Medicine 2011, 4: 10

15

Anda mungkin juga menyukai