Anda di halaman 1dari 5

NAMA : NABILA

KELAS : VII.2

CERITA FABEL
PERSAHABATAN KUCING DAN TIKUS

Seekor kucing berkenalan dengan seekor tikus. Si Kucing berpenampilan gagah, sangat
ramah, dan pandai berbicara. Ia selalu berbicara tentang persahabatan dan kesetiakawanan.
Tikus terpesona dan benar-benar ingin menjadi sahabat sejati si Kucing. Tikus akhirnya
setuju ketika diajak tinggal bersama di satu rumah menjelang musim dingin.
"Kita harus membeli persediaan makanan untuk musim dingin, supaya tidak mati kelaparan,”
usul Kucing. "Tapi aku tahu, kamu pasti tidak berani pergi kemana-mana, Tikus Kecil! Kamu
pasti takut terjebak dalam perangkap, kan? Jadi, biar aku saja yang mengurusi persediaan
makanan kita,” kata Kucing lagi.
Tikus setuju dengan usulan Kucing yang tampak cerdas itu. Tikus pun memberikan
tabungannya untuk membeli mentega.
Akan tetapi, mereka tidak tahu harus menyimpan makanan mereka dimana. Akhirnya,
Kucing kembali memberi usulan,“Aku tahu tempat yang bagus! Kita sembunyikan saja di
sudut gudang makanan Pak Walikota. Tak akan ada yang berani mencurinya. Dan aku pun
mudah mengambilnya dari lubang angin di atas gudang. Kita tidak boleh mengambil mentega
itu sampai musim dingin tiba,” kata Kucing.
Tikus setuju. Maka, Kucing pun membeli satu kendi mentega dengan seluruh uang tabungan
Tikus. Kendi mentega itu lalu disembunyikan di tempat aman yang telah mereka setujui
bersama.
Akan tetapi, tak lama kemudian, Kucing ingin sekali mencicipi mentega lezat itu. Maka ia
pun berkata pada Tikus,“Tikus Kecil, sepupuku baru saja melahirkan seekor bayi kucing
berbulu putih bintik cokelat. Ia mengundang saya untuk datang melihat bayinya. Bisakah kau
membereskan rumah ini sendirian? Aku akan pergi beberapa hari…”
“Tentu saja. Kalau ada makanan, tolong bawakan sedikit untukku,” kata Tikus tanpa curiga.
Tikus sangat bangga bisa menjadi sahabat Kucing. Ia tidak keberatan membersihkan rumah
sendirian.
Namun, semua itu hanya tipu muslihat Kucing. Ia tidak memiliki sepupu. Kucing malah pergi
ke gudang makanan Pak Wali Kota. Ia melompat ke sudut gudang dan mendekati kendi
mentega. Dengan lahapnya, ia pun menjilati bagian atas mentega dengan nikmatnya.
Setelah itu, ia berjalan-jalan di atap gedung-gedung di kota. Ia membentangkan badannya di
rumput taman, menikmati sinar matahari. Sesekali ia menjilati bibirnya sambil memikirkan
kendi berisi mentega itu.
Ketika malam tiba, Kucing pulang ke rumah lagi.
“Ah, akhirnya kau pulang,” sapa Tikus gembira. “Tentu ini hari yang menyenangkan! Siapa
nama keponakan barumu?”
“Namanya, Lapisasanatas,” kata Kucing dengan nada datar.
“Lapisasanatas?” seru Tikus keheranan. “Itu nama yang aneh!”
“Tidak ada yang aneh," kata Kucing "Aku dulu malah dijuluki si Pencuririroti!”
Beberapa hari pun berlalu. Kucing kembali tak sabar lagi ingin mencicipi mentega persediaan
makanan. Maka ia kembali berkata pada Tikus,
“Tikus kecil, tolong rapikan dan jaga rumah lagi, ya! Sepupuku yang lain melahirkan anak
juga. Anaknya berbulu cokelat berhias bulu putih di sekeliling lehernya. Sepupuku ingin aku
melihatnya. Aku tidak tega menolak.”
Tikus kecil mengangguk setuju. Maka Kucing pun pergi dengan gembira. Tentu saja ia
kembali menyelinap ke gudang makanan Pak Walikota. Tanpa mengingat sahabatnya si
Tikus, Kucing melahap setengah kendi mentega itu.
“Ah, betapa lezatnya, kalau makan sendiri,” gumamnya girang.
Ketika pulang ke rumah, Tikus kembali menyapanya tanpa curiga.
“Siapa nama keponakan barumu?”
“Sisasaseparuh!” jawab Kucing.
“Sisasaseparuh? Aku belum pernah mendengar nama seaneh itu!”
Kucing hanya tersenyum, namun air liurnya menetes saat membayangkan lezatnya mentega
di kendi. Maka ia berkata lagi,
“Maaf, Tikus kecil. Besok, aku harus pergi sekali lagi. Keponakanku yang ketiga telah lahir.
Bulu tubuhnya hitam pekat, hanya keempat kakinya yang berbulu putih. Sepupuku sangat
bangga pada anaknya itu, sehingga dia memaksa aku datang ke rumahnya. Kau tidak
keberatan kan, kalau menjaga dan membersihkan rumah sendiri besok?”
“Lapisasanatas, Sisasaseparuh…” gumam Tikus bingung. “Benar-benar nama yang aneh.
Aku jadi ingin tahu nama keponakanmu yang ketiga,” kata Tikus.
“Oh, tunggulah dengan sabar di rumah, dengan jas abu-abu dan ekor panjangmu,” kata
Kucing.
Tikus membersihkan rumah sampai rapi ketika Kucing pergi. Ia bekerja keras, sementara
Kucing yang serakah itu memakan habis semua mentega di kendi, persediaan makanan
mereka.
"Sekarang semua mentega sudah habis. Aku tinggal beristirahat,” katanya dengan perut
kenyang.
Ketika Kucing tiba di rumah, Tikus kembali bertanya nama keponakan yang ketiga si
Kucing.
“Namanya Habibistandas!”
“Habibistandas?” ualng Tikus terkejut. “Sungguh aneh nama-nama jaman sekarang. Aku
tidak tahu artinya…” Tikus menggelengkan kepalanya, meringkuk di tempat tidur, dan
tertidur.
Sejak saat itu, Kucing tidak pernah mendapat keponakan baru lagi. Sampai akhirnya musim
dingin tiba. Tikus dan Kucing tidak bisa mencari makan lagi di sekitar tempat tinggal mereka.
Maka Tikus teringat pada persediaan makanan mereka. Sekendi mentega.
“Kucing, ayo kita nikmati sekendi mentega persediaan kita. Pasti rasanya nikmat sekali,” kata
Tikus.
"Oyaa… mentega pasti nikmat sekali,” jawab si Kucing.
Mereka berdua lalu pergi ke gudang Pak Walikota. Keduanya mengendap masuk, dan
mendekati kendi tempat mentega. Namun, betapa terkejutnya Tikus ketika melihat kendi itu
sudah kosong melompong. Seketika ia teringat akan cerita-cerita Kucing.
“Ah, sekarang aku baru mengerti apa yang terjadi! Kamu, kan, sahabatku! Kenapa kamu
memakan semua persediaan makanan kita berdua? Kamu pasti memakannya waktu kamu
minta ijin mengunjungi… Lapisasanatas, Sisasaseparuh, dan…”
“Tidak usah banyak bicara, Tikus!” teriak Kucing.
“Dan… Habibistandas…” ucap Tikus dengan suara kecil ketakutan.
“Yaa, aku juga akan membuatmu habis tandas!” Kucing langsung menangkap dan menelan
Tikus yang malang.
Begitulah nasib Tikus, yang terlalu percaya pada Kucing yang gagah, ramah, dan pandai
bicara.
NAMA : NABIL PUTRA PRATAMA
KELAS : VII.2

CERITAFABEL
KANCIL DAN SIPUT LOMBA LARI

Pada suatu hari, si Kancil nampak ngantuk sekali. Matanya terasa berat sekali untuk dibuka.
“Aaa....rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap. Karena hari itu cukup cerah, si kancil
merasa rugi jika menyia-nyiakannya.
Dia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas
sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan, akulah
hewan yang paling cerdas, cerdik, dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang bisa menandingi
kecerdasan dan kepintaranku”.
Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit. Ketika sampai
di sungai, dia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil!” sapa si siput. “Kenapa kamu teriak-
teriak tadi? Apakah kamu sedang bergembira?” tanya si siput.
“Tidak, aku hanya ingin memberitahukan kepada semua penghuni hutan, kalau aku ini hewan
yang paling cerdas, cerdik, dan pintar,” jawab si kancil dengan sombongnya.
“Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini,” kata si Siput
tidak mau kalah.
“Hahahahaaa.. Mana mungkin?” ledek si Kancil.
“Untuk membuktikannya, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?” tantang si Siput.
“Baiklah, aku terima tantanganmu. Siapa takut?!” jawab si Kancil masih dengan gaya
meledeknya.
Akhirnya mereka berdua setuju untuk mengadakan perlombaan lari besok pagi. Setelah si
Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong agar teman-
temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab kalau si kancil
memanggil.
Hari yang dinanti sudah tiba jua akhirnya, Kancil dan Siput pun sudah siap untuk perlombaan
lari yang mereka sepakati kemarin. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku,”
tanya si Kancil meyakinkan Siput.
“Tentu saja sudah, dan aku pasti menang,” jawab si Siput dengan yakinnya. Kemudian si
Siput mempersilahkan Kancil untuk berlari terlebih dahulu dan memanggilnya untuk
memastikan sudah sampai dimana si Siput.
Kancil berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah beberapa
langkah, si Kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput.. Sudah sampai mana dirimu?”
teriak si Kancil.
“Aku ada di depanmu!” teriak si Siput. Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat
langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi, dan si Siput menjawab dengan kata yang
sama, ”Aku ada didepanmu!”
Akhirnya si Kancil kali ini benar-benar berlari, tetapi setiap kali dia panggil si Siput, dia
selalu mendapatkan si Siput muncul dan berkata kalau dia ada depan Kancil. Keringatnya
bercucuran, kakinya terasa lemas, dan nafasnya tersengal-sengal.
Kancil terus berlari, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah si Kancil sangat gembira
sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada lagi jawaban si Siput. Kancil
merasa, bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.
Betapa terkejutnya si Kancil, ketika dia melihat si Siput sudah duduk dengan anggunnya
diatas sebuah batu dekat garis finish. “Hai Kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah
sampai dari tadi!” teriak si Siput dengan nada mengejek.
Dengan menundukkan kepala, si Kancil menghampiri si Siput dan mengakui kekalahannya.
“Makanya, jadi hewan jangan sombong! Kamu memang cerdik dan pandai, tetapi kamu
bukanlah yang terpandai dan tercerdik di hutan ini,” kata si Siput menasehati si Kancil yang
sudah kalah dalam perlombaan lari tadi.
“Iya, maafkan aku Siput, aku tidak akan sombong lagi,” kata si Kancil dengan nada
menyesal.

Anda mungkin juga menyukai