Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


SUBDURAL HEMATOMA

PRESENTAN
Luh Dewi Sulasih (1410070100103)
Vivinia Rahmi Andika Putri (1410070100104)
Devi Masila (1410070100108)

OPPONENT
Vadlil Ihsan Apnosa (1410070100110)
Katrina Edyasmar (1410070100113)

PRESEPTOR
dr. H.Asrizal Asril Sp.S M. Biomed

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD SOLOK

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat izin dan
ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “diagnosis
dan tatalaksana subdural hematoma” dan juga shalawat beriring salam semoga
selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Penulisan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan


kepaniteraan klinik senior pada bagian neurologi RSUD Solok. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dr. H. Asrizal Asril, Sp.S, M.Biomed selaku
pembimbing sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini
demi memenuhi tugas kepaniteraan klinik. Penulis juga menyadari bahwa
penulisan laporan kasus ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang tidak terhingga kepada pihak yang telah
membantu penulis.

Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penyusunan kasus


ini, namun penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan karya presentasi kasus ini.

Solok, 30September 2018

Penulis

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Subdural Hematom................................................................................6

Gambar 2. Coup and countercoup lesion.................................................................7

Gambar 3. CT Scan Subdural Hematom................................................................14

Gambar 4. MRI Subdural Hematom......................................................................15

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2

2.1 Definisi Subdural Hematoma ............................................................................. 3

2.2 Etiologi Subdural hematoma ............................................................................. 4

2.3 Klasifikasi Subdural Hematoma ........................................................................ 5

2.4 Gejala Klinis Subdural Hematoma .................................................................... 6

2.5 Diagnosis Subdural Hematoma ......................................................................... 7

2.5 Diagnosis Subdural Hematoma ......................................................................... 7

2.6 Penatalaksanaan Subdural Hematoma ............................................................. 12

BAB III : LAPORAN KASUS .................................................................................. 13

3.1 Identitas Pasien ................................................................................................ 13

3.2 Anamnesis ....................................................................................................... 13

3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................ 14

3.4 Status Generalis ............................................................................................... 14

3.5 Status Neurologis ............................................................................................ 15

3.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 22

3.7 Rencana Pemeriksaan Tambahan .................................................................... 23

3.8 Diagnosa .......................................................................................................... 24

3.9 Prognosa .......................................................................................................... 24

iii
3.10 Terapi............................................................................................................. 24

BAB IV : ANALISA KASUS.................................................................................... 29

BAB V : PENUTUP .................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subdural hematom adalah penumpukan darah dirongga subdural diantara


duramater dan arachnoid. Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya jembatan
vena (Bridging Vein) yang terletak antara kortek serebri dan sinus venosus tempat
vena tersebut bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri
pada permungkaan otak. Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang
terjadi baik secara langsung yang berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial,bersifat temporer atau permanen. Trauma kepala
juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yag dikaitkan
dengan kematian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Natroma Trauma
Project Republik Of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang
dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan kematian paling banyak juga
disebabkan oleh trauma kepala. Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh
lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000
orang dan 1,8 per 100.000 orang. Menurut Kraus 1993 dalam penelitiannya
ditemukan anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan. Sedangkan bagi ansia pada usia 65
tahun keatas kematian akibat trauma kepala sebanyak 16.000 kematian dari
1,8juta lansia yang mengalami trauma kepala akibat jatuh. Perdarahn

Di Indonesia belum ada catatan catatan nasional mengenai morbiditas dan


mortalitas perdarahan subdural. Angka mortalitas pada penderita – penderita
dengan perdarahan subdural yang luas dan menyebabkan penekanan (mass effect)
terhadap jaringan otak, menjadi lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu
4 jam setelah kejadian. Walaupun demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4
jam setelah kejadian tidaklah selalu berakhir dengan kematian.

1
Penderita adalah kebanyakan laki – laki dan kebanyakan umurnya lebih
tua dari penderita – penderita cedera kepala lainnya. Penyebab yang predominan
pada umumnya ialah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian dan
perkelahian seperti pemukulan pada kepala, merupakan cedera terbanyak.
Sebagian kecil disebabkan kecelakaan olah raga dan kecelakaan industri (Sone JL
et al, 1983). Genareli dan thibault serta seelig dkk melaporkan bahwa pada
penderita – penderita cedera kepala berat tanpa lesi massa (mass lesion) 89 %
disebabkan kecelakaan lalu lintas (Seeliq JM et al, 1981).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Melengkapi syarat tugas stase neurologi.
2. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Solok.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Subdural Hematoma


Subdural hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan
arachnoid, biasanya sering di daerah frontal, parietal dan temporal. Pada subdural
hematoma yang seringkali mengalami perdarahan ialah “bridging vein” , karena
tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahan subdural paling
sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di daerah
temporal, sesuai dengan distribusi “bridging vein”.

Gambar 1 . Subdural Hematoma

3
Subdural hematom timbul setelah trauma kepala hebat, seperti perdarahan
kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan
subdural. Pergeseran otak pada akselerasi bisa menarik dan memutuskan vena-
vena.Pada waktu akselerasi berlangsung terjadi 2 kejadian, yaitu akselerasi
tengkorak ke arah dampak primer dan pergeseran otak ke arah yang berlawanan
dengan arah dampak sekunder.Akselerasi kepala dan pergeseran otak yang
bersangkutan bersifat linear.Maka dari itu lesi-lesi yang bisaterjadi dinamakan lesi
kontusio. Lesi kontusio di bawah benturan disebut lesi kontusio “coup” di
seberang benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga di situ tidak terdapat
lesi. Jika di situ terdapat lesi, maka lesi itu di namakan lesi kontusio “contercoup”.

Gambar 2. Coup and countercoup lesion

2.2 Etiologi Subdural Hematoma

Perdarahan subdural dapat terjadi pada:


 Trauma
 Trauma kapitis

4
 Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau
putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh
terduduk.
 Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih
mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya
pada orangtua dan juga pada anak – anak.
 Non trauma
 Pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah di dalam
ruangan subdural.
 Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intrakranial.

2.3 Klasifikasi Subdural Hematoma

1. Subdural Hematoma Akut

 Gejala yang timbul segera hingga 72 jam setelah trauma sampai dengan hari ke
tiga

2. Subdural Hematoma Subakut

 Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar hari ketiga – minggu ke tiga
sesudah trauma.

3. Subdural Hematoma Kronis

 Biasanya terjadi setelah minggu ketiga

5
2.4 Gejala Klinis Subdural Hematoma

a. Hematoma Subdural Akut


Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai
48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan
pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan
dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah

b. Hematoma Subdural Subakut


Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48
jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural
akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan
subdural.
Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status
neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan
dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring
pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak
memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi
intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah
akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda
neurologik dari kompresi batang otak.

c. Hematoma Subdural Kronik


Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan
bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah
satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat
dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah
dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang
mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam
hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yangmenyebabkan perdarahan

6
lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya,
menambah ukuran dan tekanan hematoma.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering
terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua
keadaan ini, cedera tampaknya ringan, sehingga selama beberapa minggu
gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI
bisamenunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah
besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural
yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural
yang besar, yangmenyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan
melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
 Sakit kepala yang menetap
 Rasa mengantuk yang hilang timbul
 Sempoyongan
 Perubahan kognitif
 Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan

2.5 Diagnosis Subdural Hematoma


2.5.1 Anamnesis
Dari anamnesis di tanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan
jejas dikepala atau tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan
kesadaran atau pingsan. Jika ada pernah atau tidak penderita kembali pada
keadaan sadar seperti semula. Jika pernah apakah tetap sadar seperti semula atau
turun lagi kesadarannya, dan di perhatikan lamanya periode sadar atau lucid
interval. Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah
dan kejang setelah terjadinya trauma kepala. Kepentingan mengetahui muntah
dan kejang adalah untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar apakah
karena inspirasi atau sumbatan nafas atas, atau karena proses intra kranial yang
masih berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala
dan mual, adanya kelemahan anggota gerak sesisi dan muntah-muntah yang tidak

7
bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakit lain yang sedang diderita, obat-obatan
yang sedang dikonsumsi saat ini, dan apakah dalam pengaruh alkohol.

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau
nadi (circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Jalan nafas harus
dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau obstruksi, bila perlu dipasang orofaring
tube atau endotrakeal tube lalu diikuti dengan pemberian oksigen. Hal ini
bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi jaringan tubuh.
Pemakaian pulse oksimetri sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi O2.
Secara bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan memantau apakah terjadi
hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi
hipotensi atau syok harus segera kdilakukan pemberian cairan untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ditandai
dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia dan
bradipnea. Pemeriksaan neurologik yang meliputkan kesadaran penderita dengan
menggunakan Skala Koma Glasgow, pemeriksaan diameter kedua pupil , dan
tanda-tanda defisit neurologis fokal. Pemeriksaan kesadaran dengan Skala Koma
Glasgow menilai kemampuan membuka mata, respon verbal dan respon motorik
pasien terdapat stimulasi verbal atau nyeri. Pemeriksaan diamter kedua pupil dan
adanya defisit neurologi fokal menilai apakah telah terjadi herniasi di dalam otak
dan terganggunya sistem kortikospinal di sepanjang kortex menuju medula
spinalis.
Pada pemeriksaan sekunder, dilakukan pemeriksaan neurologi serial
meliputi GCS, lateralisasi dan refleks pupil. Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini
adanya gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal (unkus)
adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya. Adanya trauma
langsung pada mata membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit.

8
2.5.3 Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan pada penderita – penderita cedera kepala hendaklah


ditekankan pada pemeriksaan neurologi yang meliputkan kesadaran penderita
dengan menggunakan Skala Koma Glasgow, diameter kedua pupil ,defisit
motorik dan tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya jejas – jejas
di kepala menjadikan dokter waspada terhadap adanya lesi – lesi intrakranial.

Menurut Jamieson,Yelland (Jamieson KG, 1972) dan Aykut karasu, dkk


derajat kesadaran pada waktu akan dilakukan operasi adalah satu-satunya faktor
penentu terhadap prognosis akhir (outcome) penderita PSD akut. Penderita yang
sadar pada waktu dioperasi mempunyai mortalitas 9% sedangkan penderita PSD
akut yang tidak sadar pada waktu operasi mempunyai mortalitas 40% sampai
dengan 65%. Tetapi Richards dan Hoff (Richards T, 1994) tidak menemukan
hubungan yang bermakna antara derajat kesadaran dan prognosa akhir.
Abnormalitas pupil , bilateral midriasis berhubungan dengan mortalitas yang
sangat tinggi. Beberapa peneliti (Sone JL et al, 1983; Kocrk et al, 1998;
Raftopoulus C et al, 1990), pada umumnya menemukan ’functional survival’ yang
rendah dan mortalitas yang tinggi pada penderita – penderita PSD akut dengan
skor Skala Koma Glasgow yang rendah.

9
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah
rutin,pemeriksaan kimia klinik (elektrolit, kolestrol total, trigliserida, GDP,
GD2PP) profil hemostasis/koagulasi.

b. Foto polos kepala


Pemeriksaan foto polos kepala tidak dapat dipakai untuk memperkirakan
adanya SDH. Fraktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan
adanya perdarahanintrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara
fraktur tengkorak dan SDH. Bahkan fraktur sering didapatkan kontralateral
terhadap SDH.

c. CT-Scan Kepala
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka
terdapat suatu lesi pasca-trauma. Gambaran ct scan pada pasien subdural
hematoma didapatkan lesi hiperdens, berbentuk seperti bulan sabit dan melintasi
garis sutura.

Gambar 3. CT Scan Subdural Hematoma

10
d. MRI Kepala

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser


posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. Pada gambaran
MRI ini, menunjukkan adanya lesi hiperdens, berbentuk bulan sabit ddan
melintasi garis sutura.

Gambar 4. MRI Subdural Hematoma

2.6 Pentalaksanaan
 Tindakan Non Operatif
Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang)
dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada
kemungkinan terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya
fibrosis yang kemudian dapat mengalami pengapuran.
 Tindakan Operatif
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala-
gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk
melakukan pengeluaran hematoma. Tetapi sebelum diambil keputusan
untuk dilakukan tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah
airway, breathing dan circulation (ABCs). Tindakan operasi ditujukan
kepada:
a. Evakuasi seluruh SDH
b. Merawat sumber perdarahan
c. Reseksi parenkim otak yang nonviable

11
d. Mengeluarkan ICH yang ada.

 Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah:


o Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan > 10 mm atau
pergeseran midline shift > 5 mm pada CT-scan
o Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK
o Pasien SDH dengan GCS < 9, dengan ketebalan perdarahan < 10 mm
dan pergeeran struktur midline shift. Jika mengalami penurunan GCS
> 2 poin antara saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit
o Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau didapatkan pupil dilatasi
asimetris/fixed
o Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau TIK > 20 mmHg.

12
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Laki Laki
Pekerjaan : Security
No.MR : 174308
Alamat : Taruang Taruang
Tanggal masuk : 20 September 2018

ANAMNESIS :
Keluhan Utama:

Lemah anggota gerak kanan hilang timbul sejak 2 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Lemah anggota gerak kanan hilang timbul sejak 2 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang main futsal tiba-tiba anggota gerak
bawah kanan lemah dan dirasakan menjalar sampai ke anggota gerak atas,
keadaan ini berlangsung kurang lebih 10 menit.Ketika kejadian itu pasien juga
mengeluhkan susah bicara. Selanjutnya kelemahan hilang secara perlahan. Setelah
kejadian pasien mengeluhkan sakit kepala bagian belakang sebelah kanan dengan
rasa berdenyut. Keluhan berkurang ketika istirahat, dan dirasakan kembali ketika
beraktivitas.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien pernah mengeluhkan nyeri dipinggang karena jatuh saat bermain bola
sekitar 1 bulan yang lalu dan berobat ke RSUD Solok , dan pasien telah di

13
rontgen, hasil rontgen normal. Rasa nyeri dipinggang dirasakan hilang setelah
15 hari.
 Pasien dengan riwayat sakit kepala, sakit kepala biasa dirasakan sampai
dengan 3 kali seminggu dan diatasi pasien dengan minum bodrex.
 Riwayat Tumor
 Riwayat Stroke (-)
 Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat Tumor
 Riwayat Stroke (-).
 Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Pribadi dan Sosial


Seorang laki-laki umur 24 tahun, sehari hari bekerja sebagai security di Bank
BNI Solok. Pasien belum bekeluarga dan tinggal bersama kakak kandung. Pasien
tidak mengkonsumsi kopi, tidak merokok, dan tidak konsumsi alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 85x/menit, reguler.
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 360 Celcius

STATUS GENERALIS
Status Generalis Kepala dan leher

Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
14
Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
Mulut : Bibir kering (-), bibir tidak simetris (-), sianosis (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-).

Pemeriksaan Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : taktil fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (-/-), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
Batas kanan jantung RIC IV, linea sternalis dextra
Batas kiri jantung RIC V, 2 jari medial linea
midclavikularis sinistra.
Batas atas jantung RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Irama murni, P1<A2, M1<M2, bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : perut tidak tampak membuncit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas pada semua
regioabdomen hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen
Auskultasi : Normal
Ekstremitas
Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, pitting edema (-/-),sianosis (-/-)

15
Status Neurologis
GCS : E4M6V5 = 15
- Tanda Ransangan Meningeal
Kaku kuduk :(-) Brudzinsky II : ( - )
Brudzinsky I : ( - ) Kernig Sign :( - )
- Tanda Peningkatan tekanan intrakranial
Pupil : Isokor Ø 3mm/3mm, sklera ikterik -/-, konjunctiva anemis -/-
Pemeriksaan Nervus Cranialis
a. N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Normal Normal

Objektif dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

b. N.II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri

Tajam Penglihatan Normal Normal

Lapang Pandang Normal Normal

MelihatWarna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. N.III (Occulomotorius)
Kanan Kiri

Bola Mata Ditengah Ditengah

Ptosis Negatif Negatif

Gerakan Bulbus Normal Normal

16
Strabismus Negatif Negatif

Nistagmus Negatif Negatif

Ekso/Endoftalmus Negatif Negatif

Pupil

 Bentuk Bulat Bulat

 Refleks cahaya Positif Positif

d. N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri

Gerakan mata kebawah Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Negatif Negatif

e. N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri

Motorik

 Membuka mulut Normal Normal

 Menggerakkan rahang Normal Normal

 Menggigit Normal Normal

 Mengunyah Normal Normal

Sensorik

17
o Divisi Opthalmika

o Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Divisimaksila

o Reflek masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Divisi mandibular

o Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.VI (Abdusen)
Kanan Kiri

Gerakan mata kelateral Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Negatif Negatif

N.VII (Facialis)
Kanan Kiri

Raut wajah Normal Normal

Sekresi air mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fisura palpebral Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Menggerakkan dahi Normal Normal

18
Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasilidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hiperakusis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri

Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Scwabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Memanjang

o Memendek

Nistagmus

o Pendular Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Vertikal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

o Siklikal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pengaruh posisi kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

19
N.IX (Glossopharingeus)
Kanan Kiri

Sensasilidah 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Reflek muntah/gag reflek Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.X (Vagus)
Kanan Kiri

Arkus faring Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Uvula Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Menelan Normal Normal

Artikulasi Normal Normal

Suara Normal Normal

Nadi Normal Normal

N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri

Menoleh kekanan Normal Normal

Menoleh kekiri Normal Normal

Mengangkat bahu kekanan Normal Normal

Mengangkat bahu kekiri Normal Normal

20
N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam Normal Normal

Kedudukan lidah dijulurkan Normal Normal

Tremor Negatif Negatif

Fasikulasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Atrofi Negatif Negatif

Pemeriksaan Koordinasi
Cara berjalan Tidak bisa dilakukan

Romberg test Tidak bisa dilakukan

Ataksia Tidak bisa dilakukan

Rebound phenomen Tidak bisa dilakukan

Test tumit lutut Tidak bisa dilakukan

Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Badan Respirasi Tidak dilakukan

Duduk Tidak dilakukan

B. Berdiri dan berjalan Gerakan spontan Tidak dilakukan

Tremor Tidak dilakukan

Atetosis Tidak dilakukan

Mioklonik Tidak dilakukan

21
Khorea Tidak dilakukan

C. Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Pasif Pasif Pasif Pasif

Kekuatan 444 555 444 555

D. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Tidak dilakukan

Sensibilitas nyeri Tidak dilakukan

Sensibilitas termis Tidak dilakukan

Sensibilitas Tidak dilakukan

Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan

Stereognosis Tidak dilakukan

Pengenalan 2 titik Tidak dilakukan

Pengenalan rabaan Tidak dilakukan

E. Sistem Refleks
1. Fisiologis Kanan Kiri

Biseps ++ ++

Triseps ++ ++

APR - -

22
KPR - -

2. Patologis

Babinski - -

Chaddoks - -

Oppenheim - -

Gordon - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1. EKG
2. Laboratorium darah rutin
 Hb 14,5 g/dl
 Ht 45 %
 Trombosit 297000 /uL
 leukosit 10.8/uL
1. Kimia klinik
 Calcium darah 10,3 mg/dl
 Natrium 139 mEg/dl
 Kalium 3,5 mEq/dl
 Clorida 107 mEg/dl

RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN


1. CT scan kepala
3. Pemeriksaan kimia klinik (Total kolestrol,

DIAGNOSIS
# Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra+ migrain dengan aura
# Diagnosis Topik : Subcortex Serebri Hemisfer Sinistra

23
# Diagnosis etiologis : Intrakranial
# Diagnosis sekunder : -
# Deferensial diagnosa : TIA

PROGNOSA
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

TERAPI
Umum/Suportif
Breath : -
Blood : IVFD Ringer Laktat 12 Jam/Kolf
Brain : -
Bowel : -
Bladder : -

Khusus
 Antiplatelet agregasi
Aspilet 1 x 80 mg
 Neurorotektan
Piracetam 3x 1200 mg
 Analgetik
Paracetamol 3x500 mg
 Vitamin
Asam folat 2 x 1 (5 mg)

24
Follow up
Hari 1 :
Hari/tanggal/ jam : Jumat/ 21 September 2018/ 06:00 WIB
 Subject : lemah anggota gerak sebelah kanan berkurang
Kepala sakit
Bicara: lancar, jelas
BAK, BAB lancar.
Tidur nyenyak.
Bisa diajak bicara.

 Object :
Keadaan umum : baik,
Kesadaran : CMC
TD : 110/60 mmHg,
ND: 70/ menit (reguler)
NF : 24/ menit
S : 36℃
GCS : E4M6V5: 15
Pupil : Isokor
Tonus Otot :
444 555
444 555
Gajah mada score:
-penurunan kesadaran(-)
-nyeri kepala (+)
-reflek Babinski (-)
 Assessment
DK : Hemiparese dextra
DT : Subcortex cerebri hemisfer sinistra
DE :Trauma mekanik
DS :
DD: TIA
25
 Planning
CT scan kepala
Monitor TTV
Pasang pengaman bed
Bantu ADL(Activity Daily Living)

 Farmakologi
Umum/Suportif
Breath : -
Blood : IVFD Ringer Laktat 12 Jam/Kolf
Brain :-
Bowel :
Bladder : -
Fisioterapi
Khusus
Antiplatelet agregasi: Aspilet 1x80 mg
Neuroprotektor: Piracetam 3x 1200 mg
Analgetik: Paracetamol 3xn500mg
Vitamin : Asam folat 2x 5mg

26
 Hasil CT scan

Expertise CT Scan :
Lesi hipodens batas relative tegas di lobus parietal kiri.

27
 Assessment
DK : Hemiparese dextra
DT : Subcortex cerebri hemisfer sinistra
DE : Trauma mekanik
DS : -

28
BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun dirawat dibangsal neurologi RSUD


Solok pad atanggal 21 September 2018. Dari anamnesis didapatkan lemah
anggota gerak sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pasien sedang
bermain futsal kemudian tiba-tiba lemah anggota sebelah kanan, lemah menjalar
dari kaki lalu keatas sampai ke tangan dengan durasi 10 menit, dan pandangan
kabur. Setelah keluhan tersebut hilang, muncul sakit kepala bagian belakang
sebelah kiri. Nafsu makan pasien baik. BAK dan BAB pasien lancar.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang,
kesadaran composmentis cooperative dengan GCS 15 (E4M6V5). Tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 85x/menit, regular, frekuensi nafas 22x/menit, dan suhu 36,6o
C. Status internus didapatkan dalam keadaan normal. Pada status neurologis
didapatkan gerakan ekstremitas superior dan inferior bersifat aktif .Tonus Otot :
Superior : 444 / 555, Inferior : 444/ 555. Didapatkan Diagnosa Klinis:Hemiparese
dextra, Diagnosa Topik : Subcortex cerebri hemisfer sinistra Diagnosa Etilogi :
Trauma mekanik dan DiagnosaSekunder tidak ada.
Menurut kajian pustaka diatas menyebutkan gejala klinis dari subdural
hematom yaitu penurunan kesadaran, sakit kepala yang menetap, rasa mengantuk
yang hilang timbul, sempoyongan,perubahan kognitif, kelemahan ringan pada sisi
tubuh yang berlawanan. Untuk kasus diatas gejala dari pasien adalah sakit kepala
pasca trauma kepala dan kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Setelah
dilakukan CT-scan kepala didapatkan lesi hipodens batas relative tegas di lobus
parietal kiri. Sehingga diagnosa akhir pasien ini adalah Subdural Hematom.
Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri atas terapi umum dan terapi
khusus. Terapi umum yang diberikan adalah IVFD RL 12 jam/kolf . Untuk terapi
khusus diberikan Piracetam 3 x 1200 mg, As.folat 2 x 5mg, B complex 3 x 1.
Edukasi yang diberikan adalah hindari aktivitas fisik yang berat, hindari jatuh, dan
fisioterapi.

29
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun dirawat dibangsal
neurologi RSUD Solok pada tanggal 21 September 2018. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu CT scan kepala, pasien
tersebut di diagnosa klinis Hemiparese dextra Diagnosa Topik : Subcortex cerebri
hemisfer sinistra Diagnosa Etilogi : Trauma mekanik. Setelah dilakukan CT Scan
didapatkan perdarahan dengan subdural hematoma dan pasien harus dirujuk
karena belum ada fasilitas bedah syaraf.

5.2 Saran
Kepada Instansi Rumah Sakit Umum Daerah Solok, kami menyarankan untuk
menyediakan fasilitas bedah syaraf.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta P, Mardjono M,2005, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat,


Jakarta.
2. El-Kahdi H , Miele VJ , Kaufman HH . Prognosis of chronic subdural
hematoma. Neurosurg Clin N Am 2000;11:553 – 67
3. Karibe H, Hayashi T, Hirano T, Kameyama M, Nakagawa A, Tominaga
T.Review article: surgical management of traumatic acute subdural
hematoma in adults.Neurol Med Chir (Tokyo) 2014;54;887-91
4. Bullock MR, et al.Surgical management of acute subdural hematoma.
Neurosurgery 2006;58:16-24
5. Feliciano CE, De Jesus O.Conservative management outcomes of
traumatic acute subdural hematomas.PRHSJ 2008;27(3):220-3
6. Wilkins, Williams L, 2008,Contralateral acute epidural hematoma after
decompressive surgery of acute subdural hematoma,Vol 65

31

Anda mungkin juga menyukai