Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan


dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi
di Negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh
lebih rendah dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan
meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.1
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 45%, infeksi
15%, dan hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) 13%. Tingginya angka

kejadian preeklampsia di Indonesia juga sangat mempengaruhi kondisi janin dan


perinatal. Penyebab terbesar kematian dan kesakitan ibu pada preeklamsia adalah
abrasio plasenta, edema pulmonary, kegagalan ginjal dan hepar, miokardial infark,
disseminated intravascular coagulation (DIC), perdarahan serebral.2 Sedangkan efek
preeklampsia pada fetal dan bayi baru lahir adalah insufisiensi plasenta, asfiksia
neonatorum, intra uterine growth retardation (IUGR), premature, abrasio plasenta,
berat badan lahir rendah dan kematian janin.3

1.2 Tujuan

Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Solok dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca, khususnya
kalangan medis, tentang komplikasi Preeklampsia berat pada janin.

1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2. 1 Defenisi

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan


disertai dengan proteinuria. Proteinuria didefenisikan sebagai ekskresi protein dalam
urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam. Preeklampsia merupakan kondisi
spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan
respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan
koagulasi. 4
Preeklampsia berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya
160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Proteinuria berat ditetapkan bila
ekskresi protein dalam urin ≥ 5 g/24 jam atau tes urin dipstik ≥ positif 2. Kriteria lain
preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan tanda disfungsi organ, seperti
Trombosit < 100.00/mm3, Peningkatan kadar enzim hati yaitu SGOT dan SGPT,
oliguria < 400 ml/24 jam, kreatinin serum > 1,2 mg/dl, nyeri epigastrium, edema
pulmonum, sakit kepala di daerah frontal, diplopia dan pandangan kabur, serta
perdarahan retina.4

2.2 Komplikasi PEB pada Janin

Selain mempengaruhi ibu, preeklampsia berat juga mempengaruhi janin dan


bayi yang dilahirkan. Efek preeklampsia berat pada janin dan bayi baru lahir adalah
asfiksia neonatorum, intra uterine growth retardation (IUGR), premature, solusio
plasenta, berat badan lahir rendah dan kematian janin.
a. Asfiksia neonatorum
Asfiksia menurut WHO adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Asfiksia neonatus adalah kondisi bayi yang
ditandai dengan hipoksia dan hipercapnea disertai asidosis metabolik.
Menurut American College of Obstetrics and Gynecology tahun 2002,
diagnosis asfiksia didasarkan 4 kriteria utama dan 5 kriteria tambahan.
Kriteria utama tersebut adalah

2
a) asidosis metabolik (pH < 7.0 dan base deficit ≥ 12 mmol/L) pada arteri
umbilical,
b) ensefalopati sedang atau berat,
c) cerebral palsy tipe spastik quadriplegia atau dyskinetic,
d) bukan penyebab lain,
sedangkan kriteria tambahan adalah
a) sentinel event,
b) perubahan mendadak detak jantung janin,
c) apgar score ≤ 3 kurang
d) kegagalan sistem organ dalam 72 jam kehidupan,
e) early imaging evidence5.

Ibu yang mengalami preeklampsia sebagian besar melahirkan bayi asfiksia.


Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Kondisi ini memicu vasokontsriksi pembuluh darah sehingga mengakibatkan
suplai darah ke plasenta menjadi berkurang. Hal ini megakibatkan terjadinya
hipoksia pada janin. Akibat lanjut dari hipoksia pada janin adalah gangguan
pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida sehingga terjadi asfiksia
neonatorum.6

Usaha untuk mengakhiri asfiksia adalah dengan resusitasi memberikan


oksigenasi yang adekuat. Langkah awal resusitasi penting untuk menolong
bayi baru lahir dengan asfiksia dan harus dilakukan dalam waktu 30 detik.
Resusitasi neonatus adalah serangkaian intervensi saat kelahiran untuk
mengadakan usaha nafas dan sirkulasi yang adekuat. Berikut adalah tahapan
resusitasi6

3
b. Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
Pertumbuhan janin terhambat merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi
pola pertumbuhan janin. Yang terjadi pada IUGR adalah proses patologi
yang menghambat janin mencapai potensi pertumbuhannya. Intra Uterine
Growth Restriction (IUGR) merupakan suatu keadaan dimana janin tidak
mampu berkembang sesuai dengan ukuran normal akibat adanya gangguan
nutrisi dan oksigenase, atau dengan kata lain suatu keadaan yang dialami bayi
dengan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari umur kehamilannya.7

Pada preeklampsia terdapat kegagalan invasi- migrasi sel trofoblas masuk ke


dalam arteria miometrium. Sel trofoblas berfungsi untuk menggantikan sel
otot pembuluh darah untuk tetap melebarkan lumen pembuluh darah, karena

4
sel trofoblas tidak dapat dipengaruhi hormon yang mengendalikan
vasokonstriksi dan vasodilatasi arteriol otot uterus. Masuknya sel trofoblas
sampai ke arteriol otot uterus menyebabkan pembuluh darah melebar dan
menjamin sirkulasi ke retroplasenter tetap terpelihara. Jika terjadi gangguan
invasi dan migrasi sel trofoblas sampai ke arteria miometrium atau arteriol
otot uterus maka pembuluh darah dapat vasokonstriksi dan suplai oksigen
dan nutrisi akankurang.7

Ada dua klasifikasi IUGR yaitu symmetric dan asymmetric. Pembagian


tersebutberdasarkan bentuk dari janin.7

c. Solusio plasenta
Solusio plasenta yaitu terlepasnya sebagian atau seluruhnya plasenta dari
tempat insersinya yang normal sebelum persalinan. Perdarahan yang terjadi
diantara membran dan uterus kemudian keluar melalui serviks sehingga
menyebabkan perdarahan eksternal. Sering kali terjadi perdarahan tidak
mengalir keluar tetapi tertahan diantara plasenta yang masih menempel
dengan uterus sehingga menyebabkan perdarahan terselubung atau concealed
hemorrhage.8

5
Menurut bagian plasenta yang terlepas, solusio plasenta dapat berupa solusio
plasenta total atau partial. Solusio plasenta dengan tanpa perdarahaneksternal
sering kali menimbulkan bahaya yang lebih besar pada ibu karena adanya
proses koagulopati dan besarnya serta banyaknya perdarahan tidak dapat
diketahui dengan pasti.8

d. Berat Badan Lahir Rendah


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan pada
saat kelahiran <2.500 gram tanpa memandang masa gestasi.
Gambaran klinis umum BBLR yaitu:9
1. Berat badan kurang dari 2.500 gram.
2. Panjang badan kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm.
4. Masa gestasi kurang dari 37 minggu
Gambaran klinis bayi prematur yaitu:
1. Kulit tipis dan mengkilap
2. Tulang rawan telinga sangat lunak
3. Lanugo banyak dijumpai terutama pada punggung.
4. Jaringan payudara belum terlihat, puting berupa titik.
5. Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora.
6. Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis terkadang belum
turun.
7. Terkadang disertai dengan pernapasan tidak teratur.
8. Aktifitas dan tangisannya lemah.
9. Menghisap dan menelan tidak efektif/lemah.

Terjadinya preeklampsia belum diketahui secara pasti, namun terdapat teori


menjelaskan dikarenakan faktor genetik yang menyebabkan implantasi
plasenta dan invasi trofoblastik terjadi abnormal pada pembuluh darah uterus.
Hal ini mengakibatkan arteriola spiralis uteri tidak mengalami remodeling
ekstensif yaitu penggantian sel-sel otot dan endotel pembuluh darah karena
invasi trofoblas endovaskular yang fungsinya untuk melebarkan diameter

6
pembuluh darah (Fisher et al., 2009). Disfungsi endotel arteri spiralis dapat
sebabkanmenurunnya NO (nitrat oksida) sehingga miometrium gagal dalam
mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya. Selain itu, ditemukan juga
adanya maladaptasi imun seperti penurunan prostaglandin dan HLA-G serta
peningkatan tromboksan A2. Seluruh proses ini akan mengakibatkan aliran
darah ke plasenta menurun sehingga nutrisi dan oksigen yang disalurkan juga
menurun atau terganggu. Hal ini akan memicu terjadinya stres oksidatif pada
plasenta, peningkatan tonus rahim, dan kepekaan terhadap rangsangan yang
akhirnya menyebabkan terjadinyagangguanpertumbuhan janinataupun partus
prematurus dengan output bayi berat lahir rendah (BBLR).9

e. Intrauterine Fetal Death9


Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil
akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.
Untuk mendiagnosis IUFD ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, dapat ditemukan
keluhan-keluhan seperti pasien tidak merasakan gerakan janin dalam
beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang, pasien merasakan
perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan
tidak seperti biasa dan pasien merasakan belakangan ini perutnya sering
menjadi keras dan merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan. Sedangkan
pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
Pada inspeksi, tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat
terlihat terutama pada pasien yang kurus. Pada palpasi dapat ditemukan
tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya umur kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin dan dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya
krepitasi pada tulang kepala janin. Pada auskultasi baik memakai stetoskop,
monoaural maupun dengan doptonetidak terdengar denyut jantung janin

7
(DJJ). Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati
dalam kandungan.

Penatalaksanaan pasien IUFD dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana aktif dan


tatalaksana pasif. Tatalaksana aktif meliputi:
1) Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan dilatasi
atau kuretase.
2) Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi persalinan
dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan
pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam. Sedangkan
Tatalaksana pasif meliputi:
1) Menunggu persalinan spontan dalam waktu 2 - 4 minggu
2) Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu.

8
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. Misi Susanti


Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Cupak
Tanggal masuk : 01 januari 2019
Jam masuk : 11:10 WIB

2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Seorang wanita usia 28 tahun datang ke Ponek IGD RSUD Solok. Pasien
rujukan dari RSUD Arosuka dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm +
PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance + KPD 12 jam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Sakit kepala (+)
- Pandangan kabur (-)
- Nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-)
- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) 2 jam smrs
- Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan (-)
- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) sejak 12 jam smrs
- Keluar darah segar dari kemaluan (-)
- Pasien hamil anak pertama
- Pasien tidak haid sejak 9 bulan yll
- HPHT : 21 April 2018
- TP : 28 Januari 2019
- Gerakan anak dirasakan sejak 5 bulan yll
- RHM : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
- RHT : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

9
- ANC : pasien kontrol kehamilan 3 kali ke Bidan (2,4,6) dan kontrol ke
SpOG pada kehamilan 9 bulan
- Riwayat menstruasi : menarche usia 14 tahun. Siklus haid teratur, 1x28
hari. Lamanya 5-7 hari. Banyaknya ganti duk 2-3 kali/hari. Nyeri haid (-)

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Tidak ada riwayat menderita penyakit jantung, hati, ginjal, paru, diabetes
mellitus, dan hipertensi.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular, penyakit kejiwaan
ataupun penyakit keturunan.

e. Riwayat Perkawinan : 1 kali, tahun 2018

f. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Aborsi : 1/0/0

1. sekarang

g. Riwayat Kontrasepsi : -

h. Riwayat Imunisasi : TT1, TT2

i. Riwayat Kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

3. Status Generalisata

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis cooperative

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Nadi : 92x/menit

Napas : 19x/menit

Suhu : 36,6oC

10
4. Status Lokalis

Kepala : normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : pembesaran KGB (-)

JVP 5-2 CmH2O

Thorak : DBN

Abdomen : (Status Obstetrikus)

Inspeksi : perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm .

Palpasi : L1: TFU teraba 3 jari dibawah proc. Xypoideus

teraba massa besar, lunak dan noduler

L2: teraba tahanan terbesar janin di sisi kiri ibu, dan bagian-

bagian kecil janin di sisi kiri ibu.

L3: teraba massa bulat, keras, terfiksir.

L4: divergen

- TFU : 31 cm

- TBJ : 3100 gr

- DJJ : 160-165 x/i

- His : 2-3 x/35”/sedang

Genitalia :

Inspeksi : V/U : tenang , PPV (-)

VT : ø 2 jari sempit, ketuban (-) sisa keruh, teraba kepala di

Hodge I-II

Ekstremitas : Akral hangat

11
Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium
- Darah Rutin:
Hb : 12,6 g/dl
Ht : 38,3 %
Leukosit : 13.920/uL (↑)
Trombosit : 268.000/uL
PT : 10,9 detik
APTT : 28,2 detik
- Kimia Klinik:
SGPT : 12 U/L
SGOT : 14 U/L
Creatinin : 0,50 mg/dl
GDR : 88 mg/dl
Ureum : 18 mg/dl

- Protein : +2

- HbSAg : non reaktif


- Ag HIV : non reaktif

5. Diagnosis Kerja
G1P1A0H0 gravid aterm 35-36 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 dosis
maintenance dari luar + PRM 12 jam + fetal distress

6. Sikap

- Kontrol KU, VS, DJJ, HIS


- Informed consent
- IVFD RL + regimen MgSO4 dosis maintenance
- O2 3l/i
- Inj ceftriaxone 2 gr skin test
- Konsul anastesi dan perinatologi

12
Rencana : SCTPP

Laporan Operasi

Tanggal : 01 Januari 2019

Jam : 12:15 WIB

1) Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dalam spinal anastesi.


2) Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
3) Dipasang duk steril untuk memperkecil lapangan operasi.
4) Dilakukan insisi kulit secara pfannounsteal.
5) Insisi dilakukan mulai dari subkutis, fasera, otot sampai menembus
peritoneum.
6) Setelah menembus peritoneum dibuka tampak uterus gravid sesuai lokasi
dan luas.
7) Dilakukan insisi semilunar pada SBR.
8) Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala bayi.
9) Lahir bayi perempuan dengan BB: 3100 gr, PB: 48 cm, AS: 8/9, anus
(+).
10) Plasenta dilahirkan dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusar.
11) Dilakukan insisi IUD
12) Uterus dijahit 2 lapis.
13) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
14) Perdarahan selama tindakan ±250 cc.

Diagnosa :

P1A0H1 post SCTPP ai PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance dari luar +
PRM 12 jam + Akseptor IUD

Sikap :

- Kontrol KU, VS, Kontraksi, PPV

- IVFD RL + Regimen MgSO4 dosis maintenance

- IVFD RL + drip 2 amp oxytosin 28 tpm

13
- Cefixime 2x200 mg

- Metyldopa 3x500 mg

- Nifedipin 3x10 mg (jika TD > 160 mmHg)

- Pronalges supp II k/p

FOLLOW UP:

Rabu, 2 Januari 2019

06:00 WIB

S/ :

- Nyeri kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-)
- Nyeri luka operasi (+)
- ASI (+)
- BAK (+), BAB (-)

O/:

KU Kes TD Nadi Napas Suhu


Sedang CMC 140/80 mmHg 80x/i 20x/i 36,6

Mata : konjungtiva anemis (+/+)

Abdomen : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik

Genitalia : V/U: tenang , PPV (-)

A/ : P1A0H1 post SCTPP ai PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance dari
luar + PRM 12 jam + Akseptor IUD

P/:

- Kontrol KU, VS, PPV


- IVFD RL + drip oxytosin 2 amp 28 tpm

14
- IVFD RL + drip MgSO4 28 tpm
- Vit C 3x50 mg
- SF 1x180 mg
- Cefixime 2x200 mg
- Metyldopa 3x250 ng

15
BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang wanita usia 28 tahun datang ke Ponek IGD RSUD Solok. Pasien
rujukan dari RSUD Arosuka dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm + PEB
dalam regimen MgSO4 dosis maintenance + KPD 12 jam. G1P1A0H0 gravid aterm
35-36 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance dari luar + PRM 12
jam + fetal distress. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pasien datang dengan keluhan sakit kepala, nyeri pinggang menjalar ke ari-
ari sejak 2 jam smrs, keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 12 jam smrs.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, kimia
klinik, urinalisa dan juga serologi. Dari pemeriksaan darah lengkap salah satunya
adalah untuk melihat apakah pasien mengalami trombositopenia. Pada pemeriksaan
urinalisa ditemukan proteinuria +2. Selain itu, pemeriksaan kimia klinik juga penting
untuk melihat apakah sudah terjadi gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
peningkatan creatinin dan untuk melihat gangguan pada hepar yang ditandai dengan
peningkatan SGOT atau SGPT. Pada pasien ini, tidak terdapat gangguan pada ginjal
ataupun HEPAR.

Dalam kasus, pasien diberikan terapi IVFD RL drip MgSO4 dosis inisial
kemudian dilanjutkan dengan dosis maintenance dan Oksigen nasal kanul 3l/i.
Tindakan selanjutnya yang diambil untuk pasien ini adalah SCTPP. Tindakan
tersebut sudah tepat, merujuk pada literature bahwasanya pada pasien PEB harus
segera diambil tindakan aktif/ agresif yaitu melakukan terminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan dengan cara SCTPP dipilih karena terminasi harus dilakukan
segera, jika terminasi dilakukan pervaginam akan membutuhkan waktu yang lebih
lama mengingat pembukaan pada pasien ini baru 2 cm dan janin mengalami fetal
distress.

16
BAB V

KESIMPULAN

Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki


tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ,
seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Dampak jangka
panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia,
seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami
pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka
morbiditas dan mortalitas perinatal. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu,
janin dan bayi yang dilahirkan ini jelas sangat merugikan dan apabila tidak
tertangani dengan baik merupakan penyebab kematian ibu dan bayi. Mengingat
preeklamsia dapat berdampak buruk terhadap kondisi bayi yang dilahirkan maka
perlu dilakukan tindakan segera berupa penatalaksanaan ekspektatif/konservatif dan
penatalaksanaan aktif/agresif.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Dibalik angka pengkajian kematian


maternal dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang aman.
Indonesia:WHO; 2007.
2. Gilbert, E.S., & Harmon, J.S. (2005) Manual of high risk pregnancy and
delivery. (Third Edition). St.Louis: Mosby
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dache TS, Hoffman
BL, et al. 2014. Williams Obstetrics. 23th ed Vol 2. McGraw-Hill Companies
& EGC.
4. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American Collage of
Obstetricians and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington:
ACOG. 2013
5. Junita C Gerungan, Syuul Adam, Fredrika N Losu. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUP Prof. Dr.

R.D. Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Bidan vol. 2 no. 1 hlm. 66-72.

6. Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo
7. Hasibuan, Dessy S. Volume dan Sekresi Ginjal pada Pertumbuhan Janin
Terhambat dan Normal dengan Pemeriksaan Ultrasonografi. Departemen
Obstetri dan Ginekologi FK USU. Medan . 2009
8. Chalik TMA. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Di dalam:
Saifuddin, A.B. (ed), Ilmu Kebidanan. Ed ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2010. 492-521.
9. Wiknjosastro, H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

18

Anda mungkin juga menyukai