Anda di halaman 1dari 9

GENERATION AND TRANSMISSION BUSSINES UNIT

(Tinjauan Pengenalan terhadap Divisi Penempatan OJT)

Disusun sebagai Pengenalan Pekerjaan pada Divisi Penempatan

Bright PLN Batam

Oleh :

Fakhri Ramadhan
Fitria Wulansari
Erlinda Pebri Hasibuan
Hanindianti Dewi Intiyani
Hendy Rahmat Gazali

Siswa OJT Bright PLN Batam

On the Job Training

2016
Proteksi Tenaga Listrik

Sitem proteksi tenaga listrik terbagi atas proteksi bagian pembangkitan,


transmisi & GI, serta bagian distribusi. Proteksi pada GTRANBU adalah sistem proteksi
pada bagian transmisi dan distribusi. Tujuan dari sistem proteksi tenaga listrik adalah
mengidentifikasi gangguan dan memisahkan bagian gangguan dari bagian yang lain
yang masih baiks ekaligus mengamankan bagian yang masih baik dari kerusakan atau
kerugian yang lebih besar. Oleh karna itu sistem proteksi tenaga listrik harus memiliki
kriteria sebagai berikut :

1. Sensitif
2. Selektif
3. Andal
4. Reaksi cepat

Gangguan yang tejadi di sistem penyaluran tenaga listrik adalah gangguan


sistem dan gangguan non sistem, gangguan sistem merupakan gangguan yang terjadi di
sistem tenaga listrik itu sendiri seperti pada transformator, dan saluran transmisi listrik
itu sendiri. Sedangkan gangguan non sistem merupakan gangguan yang terjadi diluar
sistem penyaluran tenaga listrik itu sendir seperti kerusakan pada komponen relay, dan
kabel kontrol terhubung singkat.

Komposisi sistem proteksi tenaga listrik terdapat proteksi mekanik dan proteksi
elektrik, proteksi mekanik biasanya terdapat pada transformator daya seperti relay
bucholz, relay tekanan, dan relay suhu. Sedangkan proteksi elektrik adalah proteksi
yang menggunakan parameter pada penyaluran tenaga listrik tersebut seperti parameter
tegangan dan arus yang digunakan pada relay-relay proteksi seperti distance relay,
differential relay, over current relay dll.

Agar sistem proteksi pada penyaluran tenaga listrik seperti yang diharapkan
maka perlu dilakukan pengujian pada relay-relay proteksi, pengujian ini terbagi dua
yaitu :

a. Pengujian individu (pengujian parameter relay, pengujian output relay,


pengujian alarm)
b. Pengujian fungsi (pengujian trip CB)
Pengolahan air laut menjadi air demineral
Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan air demineral adalah air laut yang
mengandung garam – garaman sekitar 3,5%, selain itu terdapat kandungan berupa
natrium, magnesium, potasium, kalsium dan lain- lain. Sementara air demineral adalah
air bebas kandungan mineral. Dalam water treatment plant ini air laut diubah menjadi
air demin karena air yang digunakan untuk proses adalah air yang bebas dari kandungan
mineral. Mineral- mineral dalam air seperti natrium, magnesium, potasium dapat
menyebabkan terbentuknya kerak yang dapat mengganggu proses karena lama –
kelamaan akan menyumbat peralatan proses dan juga menyebabkan adanya pemanasan
terpusat pada beberapa peralatan proses tentunya apabila hal ini terus berlanjut dapat
menyebabkan ledakan pada peralatan pemanas.
Adapun proses yang digunakan dalam pengolahan air laut menjadi air demineral
pada PLTGU Tanjung Uncang adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Skema pengolahan air laut menjadi air demin di PLTGU Tanjung Uncang
Uraian proses pengolahan air laut menjadi air demin adalah :

A. Pengolahan Awal
1. Lamella Clarifier
Air laut yang mengandung garam dan mineral yang ditandai dengan tingginya nilai
konduktivitasnya yang mencapai 40.000 – 50.000 μS, selain itu mengandung partikel
padatan tersuspensi, plankton dan lainnya sehingga memerlukan proses pengolahan
awal sebelum masuk ke dalam proses reverse osmosis. Proses pengolahan awal ini
juga bertujuan untuk memenuhi standar kualitas air untuk umpan unit reverse
osmosis contohnya nilai kekeruhan harus kurang dari 20 NTU, kandungan besi
kurang dari 2 ppm, mangan 1,3 ppm, klorida 4 ppm, bahan organik 40 ppm dan TDS
12.000 ppm, untuk mencapai syarat tersebut diperlukanya pengolahan awal yaitu
lamella clarifier. Di dalam peralatan lamella clarifier terdapat beberapa proses
pengolahan yaitu koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Dalam lamella clarifier ini
secara berkelanjutan air laut diinjeksikan koagulan berupa fero cloride (FeCl3) yang
berfungsi sebagai penggumpal pengotor yang terkandung pada air laut, mekanisme
reaksi penggumpalan FeCl3 dalam larutan adalah:

FeCl3 + H2O Fe(OH)3 + 3H+ +3Cl-


(endapan)

Partikel- partikel kecil akan menggumpal membentuk flok – flok kecil dan juga
kemudian diinjeksikan dengan NaOCl (Natrium Hipoklorit) yang berfungsi sebagai
bahan kimia penghambat terbentuknya lumut (lumut dapat menyebabkan
penyumbatan pada aliran pipa dan juga menyumbat pori dari membran yang
digunakan), kemudian diinjeksikan juga dengan bahan coagulant air berupa polimer
biasanya yang digunakan adalah PAC, fungsi koagulan aid adalah koagulan sekunder
yang ditambahkan setelah koagulan primer (FeCl3) yang bertujuan untuk
mempercepat pengendapan, pembentukan dan pengerasan flok. Setelah
penginjeksian dari beberapa jenis bahan kimia tersebut maka terjadilah mekanisme
proses pengolahan yaitu flok- flok kecil yang terbentuk pada proses koagulasi akan
mengalami proses flokulasi yaitu dengan pengadukan lambat yang berakibat pada
pembentukan flok- flok besar dan kemudian dengan menggunakan gaya gravitasi
maka flok- flok yang berukuran besar tersebut akan turun sebagai endapan pada
proses sedimentasi dan akan dipisahkan melalui kran bawah.
2. Roughing and polishing filter
Roughing dan polishing filter adalah proses pengolahan kedua setelah lamella
clarifier yaitu dengan melewatkan air yang telah diolah pada lamella clarifier ke
dalam roughing and polishing filter. Dalam proses pengolahan melalui roughing and
polishing filter ini terdapat filter berupa pasir silika yang digunakan untuk menyaring
komponen pengotor yang masih terkandung di dalam air umpan sehingga padatan
yang lebih besar akan tertahan pada pori yang dibentuk oleh pasir- pasir silika dan air
akan lolos menuju bawah keran.
3. SWRO ( Seawater Reverse Osmosis ) Cartridge Filter
Air umpan kemudian akan dialirkan menuju SWRO Cartridge Filter yang bertujuan
untuk melindungi membran RO dari suspended solid yang masih terkandung di
dalamnya dengan mengalirkan air umpan tersebut melalui filter yang biasanya
memiliki pori-pori yang sangat kecil mencapai 5μm.

B. Pengolahan Reverse Osmosis


4. SWRO (Seawater Reverse Osmosis) System
Prinsip pengolahan air laut menjadi air demineral (desalinasi) dengan menggunakan
reverse osmosis adalah dengan mengalirkan air umpan menuju membran
semipermeabel dengan ukuran pori tertentu yang sangat kecil karena digunakan
untuk menyaring dalam skala molekul dengan menggunakan tekanan yang melebihi
dari tekanan osmosis air laut oleh karena itu dinamakan reverse osmosis. Idealnya
dalam proses perpindahan masa dengan cara osmosis adalah apabila air dengan
konsentrasi tinggi (air laut) dalam bejana U kemudian dihalangi oleh membran
semipermeabel dan disisi yang lain terdapat air dengan konsentrasi rendah maka
aliran ideal air yang memiliki konsentrasi rendah akan mengalir menuju air yang
memiliki konsentrasi yang lebih tinggi, oleh karena itu memanfaatkan sifat inilah
digunakan sistem reverse osmosis yaitu menekan air yang memiliki konsentrasi yang
lebih tinggi menggunakan pompa dengan tekanan yang melebihi tekanan osmosis air
laut (biasanya tekanan osmosis air laut 56 kg/cm2 ) di PLTGU Tanjung Uncang
digunakan tekanan mencapai 25 bar sehingga dengan menggunakan tekanan yang
lebih besar daripada tekanan osmosis air laut maka keadaan akan berbalik air yang
memiliki konsentrasi yang lebih tinggi akan mengalir melalui membran dan
berpindah menuju air berkonsentrasi rendah (menjadi tawar). Pada proses di SWRO
biasanya umpan masih memiliki total disolved solid (TDS) mencapai 35000 ppm dan
setelah melalui SWRO filter biasanya konduktivitas air akan turun mencapai 700 –
800 μS. Kemudian air umpan yang telah diolah di SWRO keluar dan ditambahkan
injeksi NaOH yang berfungsi untuk menaikan pH dari air untuk mencapai pH netral
(7-9).
5. SWRO Permeate Water Treatment
Air yang telah melewati proses reverse osmosis pada SWRO system akan ditampung
sementara kedalam tangki SWRO berjumlah 2 buah dengan kapasitas volume
mencapai 2 x 150 m3. Air pada SWRO permeate water tank terbagi menjadi dua
output yaitu jalur utama service water dan potable water kemudian jalur kedua
untuk diproses menjadi air demineral. Service water adalah air yang merupakan
keluaran dari SWRO system yang biasanya digunakan untuk proses keperluan
kantor, toilet dan pemadaman kebakaran sementara potable water adalah air yang
digunakan sebagai air minum, untuk memenuhi standar baku mutu air minum
diperlukan pengolahan tambahan berupa desinfeksi dengan menggunakan klorin
untuk membunuh kuman, dilewatkan melalui UV filter dan juga dilewatkan pada
filter karbon aktif untuk menghilangkan bau dan warna.
6. Backrish Water Reverse Osmosis Cartridge System
Proses selanjutnya adalah penyaringan kembali air yang telah melewati SWRO
system sebelum masuk ke dalam BWRO system hal ini dilakukan agar partikel yang
masih terikut dapat difilter di BWRO cartridge agar tidak mengganggu proses atau
menyumbat pori-pori pada BWRO system hal ini dikarenakan pori-pori pada BWRO
system jauh lebih kecil dibandingkan pada SWRO sistem hal ini dibuat untuk
meningkatkan efisiensi dari proses resverse osmosis. Biasanya media filter dalam
BWRO adalah campuran dari beberapa media penyaring bisa berupa pasir, karbon
aktif ataupun kerikil.
7. BWRO System
Proses pengolahan pada BWRO system pada dasarnya sama dengan sistem
pengolahan pada SWRO system dengan menggunakan proses reverse osmosis yang
menggunakan membran semipermeabel sebagai media filternya. Perbedaan proses
reverse osmosis pada SWRO dan BWRO adalah ukuran pori pada membran
semipermeabel dimana ukuran pori pada BWRO jauh lebih kecil dibandingkan
ukuran pori pada membran SWRO. Umpan pada BWRO biasanya memiliki
konduktivitas yang relatif sudah rendah yaitu mencapai 700-800μS. Selain itu
tekanan yang digunakan pada BWRO jauh lebih kecil dibandingkan pada SWRO,
tekanan BWRO hanya sekitar 6 bar. Keluaran dari BWRO air hanya memiliki 20 –
30 μS.
8. BWRO Permeate Water Tank
Air yang telah melewati BWRO system akan ditampung sementara di dalam BWRO
permeate water tank sebelum diproses kembali di dalam mixed bed exchanger.
9. Mixed Bed Exchanger
Air keluaran dari BWRO Permeate Water Tank akan dipompakan kembali menuju
mixed bed exchanger yang merupakan proses akhir dari pengolahan air laut menjadi
air demineral. Di dalam mixed bed exchanger terdapat resin penukar anion dan
kation yang dicampurkan dalam satu bed. Resin penukar anion dan kation ini
berfungsi untuk menangkap baik ion positif maupun ion negatif sehingga nanti air
yang keluar dari MB exchanger akan bebas dari ion negatif dan ion positif. Resin
kation mengandung gugus H+ dan resin anion mengandung gugus OH -.
Air keluaran dari mixed bed exchanger adalah air yang bebas dari ion – ion
positif dan negatif yang kemudian akan ditampung di demineral water tank dengan
kapasitas volume penyimpanan 2 x 150 m3. Air demineral ini di PLTGU Tanjung
Uncang ini dimanfaatkan sebagai air umpan boiler pada HRSG (Heat Recovery
System Generator) dan air pendingin pada cooler dan kondenser.
Generation & Transmission Business Unit B’right Pln Batam
B’right PLN Batam memiliki beberapa bisnis unit, salah satunya Generation &
Transmission Business Unit ( GTRANS BUSINESS UNIT ).
Gtrans business unit ini terdiri dari beberapa pembangkit:
 PLTD Batu Ampar
 PLTD Baloi
 PLTD Sekupang
 PLTMG Panaran
 PLTGU Tj.Uncang
Gardu Induk (GI) di Bagi Menjadi dua Wilayah:
 Gardu Induk Bagian Barat : ( GI Harapan, GI Sagulung, GI Tg. Uncang, GI
Panaran, dan GI Muka Kuning )
 Gardu Induk Bagian Timur ( GI Batu Besar, GI Tg. Kasam, GI baloi, dan GI
sengkuang).

 PLTGU Tanjung Uncang


PLTGU Tanjung Uncang yaitu pembangkit yang menggunakan gas dan uap
sebagai bahan bakarnya untuk menghasilkan tenaga listrik. Pembangkit ini merupakan
pembangkit yang memiliki kapasitas terbesar di PLN Batam yaitu 120 MW. Terdapat 3
engine di PLTGU ini yaitu 2 engine PLTMG dan 1 PLTU.
Pada pembangkitan dengan menggunakan gas turbin sistem konversi energinya
menjadi energi listrik adalah dari energi pembakaran yang menyebabkan putaran turbin
yang kemudian dikonversikan menjadi energi listrik pada generator. Peralatan inti yang
ada pada turbin gas adalah inlet air yaitu tempat masuknya udara ambient ( lingkungan )
yang akan dimampatkan di dalam kompresor, kompresor ( alat yang digunakan untuk
memampatkan udara lingkungan sehingga udara menjadi bertekanan tinggi ),
combustion chamber adalah bagian yang merupakan tempat terjadinya pertemuan antara
bahan bakar, udara dan api, kemudian panas hasil pembakaran akan memberikan
tekanan yang tinggi untuk menggerakan turbin sehingga energi putar tersebut
dikonversikan oleh generator menjadi energi listrik.
Prinsip Kerja :

Udara dimasukkan kedalam Comproser dengan melalui alur filter/Penyaring udara agar
partikel debu tidak masuk kedalam Compresor Tersebut,Pada compressor tekanan udara
dinaikkan lalu di alirkan ke ruang bakar untuk dibakar bersama
Peralatan yang digunakan di PLTGU Tj.Uncang
 Dua buah turbin gas (SGT-800 Siemens) dan turbin uap (SST-400 Siemens)
 Daya terpasang turbin gas : 2 x 40 MW
 Daya mampu turbin gas : 2 x37.8 MW
 Daya terpasang turbin uap : 20 MW
 Daya mampu turbin uap : 18,7 MW
 Putaran engine turbin gas : 6608 rpm
 Jumlah Burner : 30 buah (ignitor no. 26)
 Generator : ABB AMS 1250 A
 Menggunakan prime mover berupa motor yang memutar turbin sampai dengan 5600
rpm pada saat start up
 Memiliki 2 unit trafo triwinding 150/20/6.6 kV, 1 unit trafo 150/20 kV, 2 unit trafo
6.6kV/690 V dan 2 unit trafo 6.6kV/400V

Anda mungkin juga menyukai