Anda di halaman 1dari 10

Root Cause Failure Analysis (RCFA)

pada Kebocoran Saluran Pipa Minyak


Latar Belakang

Sebuah saluran pipa bawah tanah yang telah berumur 18 tahun dilaporkan mengalami kebocoran. Saluran pipa
terkubur di sebuah pulau dengan panjang saluran pipa yaitu 21 km yang menghubungkan pesisir pantai yang
satu dengan pesisir pantai yang lainnya. Kebocoran dilaporkan terjadi pada beberapa daerah pada saluran pipa
karena korosi eksternal. Saluran pipa ini telah dilaporkan mengalami kegagalan untuk yang kesekian kali
dengan posisi berpindah-pindah.

Adapun fungsi saluran pipa ini adalah mendistribusikan minyak mentah dari sumur minyak menuju area
produksi untuk kemudian diproses lebih lanjut. Pipa ini dilewati oleh fluida dengan kondisi 3 fasa yaitu Air,
Minyak dan Gas. Persentase air dalam total fluida sistem perpipaan (water cut) ini sekitar 60%. Minyak
mentah yang melewati pipa juga diinjeksikan inhibitor untuk mencegah terjadinya serangan korosi pada
dinding bagian dalam.

Saluran pipa terdiri dari pipa-pipa yang terbuat dari baja karbon API 5L Grade B (pipa seamless) dan diameter
sebesar 8 inch dengan schedule 40 (0,322 inch atau 8,17 mm untuk ketebalannya). Pipa ini memiliki design
pressure sebesar 1350 psi dan design temperaturesebesar 200 oF (93,33 oC). Namun, beroperasi pada suhu
98,6 oF (37°C) dan tekanan 200 Psi. Kondisi ini sangat aman karena berada jauh dari design
temperature dan design pressure pipa. Saluran pipa ini disambung dengan metode pengelasan menggunakan
teknik SMAW pada setiap sambungannya.
Analisa kegagalan telah dilakukan untuk mengetahui penyebab dari kebocoran pipa tersebut secara metalurgi
dan hasilnya menunjukan bahwa tidak ada penyimpangan dalam jenis material (baja karbon grade API 5L
Grade B) dan tidak ada cacat pada pipa yang bocor maupun cacat akibat penyambungan. Analisa laboratorium
untuk fluida juga dilakukan di laboratorium khusus untuk Migas. Berdasarkan pengecekan diketahui bahwa
inhibitor bekerja secara optimal. Hal ini telah dibuktikan dari analisa kegagalan yang telah dilakukan
sebelumnya dimana secara keseluruhan mengamati korosi pada pipa bagian internal. Pada pengamatan korosi
di bagian internal, tingkat korosi yang terjadi dapat dikatakan rendah. Sehingga inhibitor yang digunakan juga
dapat dikatakan baik dalam bekerja melindungi material pipa dari dalam.

Gambar 1. Serangan korosi eksternal pada saluran pipa minyak di dalam tanah.
Gambar 2. Kebocoran pipa

Saluran pipa ini juga dilakukan proteksi terhadap korosi dari lingkungan luar yang berupa coating (pelapisan)
dan juga proteksi katodik dengan metode anoda korban. Namun, pada prakteknya tetap terjadi kebocoran pada
saluran pipa tersebut, bahkan berulang-ulang dengan titik kebocoran yang berbeda-beda.

Gambar 3. Skema penyusunan anoda korban.

Gambar 4. Proses inhibitor bekerja.

Root Cause of Failure Analysis (RCFA)

Terdapat tujuh langkah umum dalam suah investigasi untuk mendapatkan akar permasalah dari suatu analisa
kegagalan (RCFA). Ketujuh langkah tersebut antara lain:

1. Scoping
2. Preserving Evidence and Collecting data
3. Organizing the Analysis
4. Analyzing
5. Documenting
6. Implementing
7. Confirming
Scoping

Metode RCFA dimulai dengan scoping dari kegagalan. Scoping dimulai dengan mengevaluasi konsekuensi
dari kegagalan dan risikonya. Mengevaluasi risiko berarti mengidentifikasi konsekuensi apa yang bisa terjadi
jika kegagalan tersebut terulang, serta frekuensi atau probabilitas kejadian tersebut terulang.
Melakukan scoping memungkinkan kita untuk memahami konsekuensi terburuk untuk kemudian
menghilangkan atau mengelolanya.

Scoping dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu kegagalan dianggap besar atau kecil. Apabila
kegagalan yang terjadi tergolong kecil, maka biasanya langkah analisa dan mitigasi dapat langsung dilakukan
tanpa melibatkan pihak eksternal (dari luar), hanya pihak internal saja. Namun, untuk kegagalan yang
kompleks terkadang diperlukan gabungan antara pihak internal dan external yang merupakan orang yang ahli
dan berpengalaman di bidang tersebut.

Dalam kasus ini kegagalan yang terjadi dapat digolongkan sebagai kasus yang kompleks karena penyelesaian
atau analisa kegagalan yang dilakukan oleh pihak internal sebelumnya belum memberikan informasi mengenai
akar masalah utama dari kegagalan tersebut. Efek yang ditimbulkan dari kegagalan yang berupa kebocoran
saluran pipa adalah seperti dijelaskan di bawah ini.

Efek yang ditimbulkan

Kebocoran pipa pada industri minyak dapat memberikan kerugian yang sangat besar. Dengan melakukan
perhitungan berdasarkan data produksi minyak yang melewati saluran pipa tersebut, diperkirakan kebocoran
yang terjadi yaitu sekitar (8931 gallons per hari), maka nilai kerugian yang dialami perusahaan adalah sekitar
USD 35.724 per hari atau Rp. 345.000.000,00 per hari (dengan asumsi harga minyak dunia pada September
2012, yaitu USD 4 per gallon). Perhitungan ini dilakukan hanya dengan memperkirakan minyak mentah yang
keluar dari pipa yang mengalami kebocoran, bukan ketika produksi dihentikan.

Tabel 1. Perkiraan kerugian industri minyak.

Jenis kerugian Perkiraan harga Kerugian

Kebocoran = 8931 gallons/hari

Kebocoran 8931 x 4 = USD 35.724


Minyak mentah =
(Minyak mentah terbuang) USD4/gallon atau Rp. 345.000.000,00

Penggantian pipa Pipa = Rp. 9.500.000,00/pipa Rp. 9.500.000,00

Selain kerugian tersebut, kerugian yang berupa penggantian material juga dapat dialami perusahaan, dimana
harga satu buah pipanya yaitu sekitar Rp.9.500.000,00. Apabila kebocoran yang disebabakan oleh korosi ini
tidak ditangani dengan serius, maka diprediksikan akan ada penggantian saluran pipa secara besar-besaran
selama kurang dari 3 tahun. Padahal, seharusnya pipa dapat memiliki usia sekitar 40 tahun dari awal ketika
proses instalasi.

Preserving Evidence and Collecting data

Tahapan menjaga bukti dan mengumpulkan data adalah langkah yang penting dalam RCFA. Tanpa tahapan
ini, hasil yang didapatkan adalah akar permasalahan yang tidak tepat, dimana akan menyebabkan kerugian dan
memungkinkan terjadinya kembali kegagalan yang sama. Pada suatu kejadian kegagalan, kebanyakan orang
biasanya hanya berfokus pada perbaikan dan penggantian material yang rusak saja agar proses dapat bekerja
kembali seperti semula, tanpa berpikir untuk mencegah kegagalan tersebut terjadi lagi dan bukti-bukti dan data
yang telah dikumpulkan hilang begitu saja. Tugas umum pada tahapan ini antara lain, yaitu:

– Mengkoordinasikan aktifitas untuk menjaga bukti (evidence) setelah kejadian kepada seluruh bagian
mulai dari bagian maintenance, workshop hingga laboratorium.

– Menginterogasi beberapa orang yang ada di sekitar lokasi kejadian dan membuat catatan kejadian
berdasarkan informasi dari saksi-saksi tersebut.

– Memfoto semua lokasi kejadian mulai dari bagian komponen yang mengalami kegagalan hingga
kondisi lingkungan sekitar.

– Melakukan penanganan yang baik terhadap barang bukti kejadian serta membuat spesimen dari
komponen yang gagal dan hal-hal terkait dalam kegagalan tersebut.

– Mengumpulkan gambaran lengkap mengenai proses yang terlibat.

Pada kasus ini, langkah yang ditempuh dalam tahap ini adalah dengan mengumpulkan data produksi dan data
analisa kegagalan yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada analisa kegagalan yang pernah dilakukan
sebelumnya hanya mendapatkan informasi bahwa kegagalan yang terjadi adalah disebabkan oleh korosi
eksternal karena pipa terekspos pada tanah yang memiliki resistifitas yang rendah serta adanya perbedaan
kadar garam dalam tanah di sepanjang saluran pipa tersebut.

Gambar 5. Korosi karena perbedaan kandungan garam di dalam tanah.


Pada analisa kegagalan yang sebelumnya, diketahui bahwa inhibitor yang diberikan pada minyak mentah
bekerja secara optimal karena korosi yang terjadi pada dinding internal pipa sangat rendah dan dapat
dikategorikan aman untuk jangka waktu yang panjang, yaitu sekitar lebih dari 40 tahun sejak proses instalasi.
Mengenai material pipa yang digunakan setelah diuji diketahui bahwa material pipa yang digunakan telah
sesuai dengan standar API 5L Grade B (seamless pipe).

Temperature dan tekanan proses yang diaplikasikan pada saluran pipa berada di bawah design
temperature dan design pressure. Cacat yang terjadi pada daerah weld (pengelasan) juga menunjukkan hasil
yang negatif. Data ini didapat dari pengujian yang dilakukan tepat setelah proses pengelasan (ketika instalasi)
dan setelah kegagalan terjadi untuk yang pertama kali.

Pada analisa kegagalan yang dilakukan selanjutnya yaitu bertujuan untuk mengetahui apakah anoda korban
yang digunakan bekerja secara optimal, yaitu dengan cara mengukur potensial pipa. Hasil yang didapatkan
pada pengujian ini menunjukkan bahwa nilai potensial yang terukur masih bernilai kurang dari -850 V dimana
artinya pipa tidak terlindungi dan cenderung mengalami korosi.

Organizing the Analysis

Tahapan selanjutnya adalah membentuk sebuah tim untuk menganalisa kegagalan yang terjadi untuk
merumuskan suatu RCFA. Biasanya tim untuk menganalisa ini terdiri atas:

– Fasilitator, dimana memiliki tugas untuk bertanggung jawab mengatur tim analis tersebut dan
mendokumentasikan temuan dan rekomendasinya. Secara ideal, fasilitator merupakan orang yang mengerti
metode RCFA, memiliki wewenang menyusun rencana proyek dan mengatur partisipan selama proses RCFA.

– Partisipan adalah orang yang punya kemampuan dan pengalaman dalam peralatan tersebut (seperti cara
pembuatan, fabrikasi, aplikasi, operasional, sevice dan perawatan). Partisipan akan dapat bekerja lebih optimal
apabila telah mendapatkan pelatihan mengenai proses RCFA.

– Reviewer yaitu orang yang tidak termasuk dalam tim analisa, tetapi memiliki tugas dalam memeriksa
hasil yang menuju kepada RCFA dan memeriksa kemungkinan untuk melakukan langkah yang
direkomendasikan oleh tim.

Tim yang dibentuk dalam kasus ini melibatkan banyak bagian sebagai tim analis, termasuk di dalamnya juga
melibatkan pihak eksternal yang merupakan lembaga service dan analisa kegagalan. Adapun pihak-pihak yang
terlibat dan fungsi-fungsinya adalah seperti ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Tim analisis.

Analyzing

Langkah yang selanjutnya adalah analisa. Tahapan analisa membutuhkan pengetahuan mengenai apa saja yang
dapat dikontrol dan hasil dari suatu pengontrolan dan respons. Salah satu metode dalam menganalisa adalah
dengan metode runtutan kejadian (sequence of events). Metode runtutan kejadian sangat berguna untuk
mengetahui masalah secara langsung dari runtutan kejadian sampai kepada suatu kegagalan dan menetapkan
waktu yang tepat untuk dilakukannya langkah pencegahan untuk kegagalan yang sama dan mengidentifikasi
kejadian yang akan terjadi kemudian. Secara garis besar metode runtutan kejadian pada kasus ini adalah
sebagai berikut:

Gambar 7. Skema runtutan kejadian.


Selain dengan metode runtutan kejadian, pada kasus ini RCFA juga dibuat dengan menggunakan metode fault
tree analysis (FTA) diagram. FTA diagram dikenal mampu untuk menyelesaikan masalah yang cukup
kompleks atau ambigu karena banyaknya sumber penyebab masalah. Pada kasus ini, FTA diagram dianggap
lebih efektif untuk digunakan karena penyebab pada kasus korosi yang kompleks dan umumnya dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Hasil dari metode FTA diagram ditunjukkan pada gambar 8.
Gambar 8. FTA diagram dari korosi eksternal.

Gambar 8 merupakan FTA diagram pada korosi eksternal yang terjadi pada kebocoran pipa. Namun, apabila
dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, kebocoran pipa juga dapat terjadi karena sebab lain, seperti korosi
internal dan korosi karena bakteri yang terdapat pada lingkungan tempat pipa tersebut diletakkan. Berdasarkan
kemungkinan yang lain tersebut, maka FTA diagram dibuat secara lebih luas dengan tujuan untuk dapat
menghindari masalah yang mungkin terjadi selain karena eksternal korosi. Pembuatan FTA diagram secara
lebih luas ini juga harus berdasarkan bukti-bukti daripengujian di lapangan yang sebelumnya telah dilakukan.
Adapun konstruksi FTA diagram secara lebih luas ditunjukkan pada gambar 9 di bawah ini.
Pada FTA diagram tersebut menunjukkan beberapa akar masalah dari beberapa faktor yang dapat dikontrol
dan tidak dapat dikontrol. Kehadiran elektrolit dan ion klorin merupakan akar masalah yang tidak dapat
dikontrol dan bahkan dapat mengakibatkan korosi secara langsung. Soil strees dan water adsorption juga
merupakan akar masalah yang tidak dapat dikontrol, namun tidak langsung memberikan efek negatif yang
berujung pada korosi. Kedua akar masalah ini mengakibatkan terlepasnya lapisan coating pada pipa, yang
kemudian barulah terjadi korosi pada daerah yang tidak terlindung. Sedangkan, koneksi kabel yang
buruk, back filling yang buruk dan kurangnya massa anoda adalah penyebab dari kegagalan proteksi katoda
yang seharusnya dapat diantisipasi (dikontrol). Pada kasus ini, maka faktor-faktor inilah yang dapat dianggap
sebagai faktor utama dari kegagalan yang terjadi.

Documenting, Implementing dan Confirming

Pada kejadian kegagalan ini, mekanisme kegagalan yang terjadi adalah mekanisme korosi, dimana korosi yang
terjadi adalah korosi eksternal. Korosi eksternal adalah korosi yang terjadi pada bagian luar pipa karena
bereaksi dengan lingkungan luar. Korosi eksternal ini pasti terjadi dan tidak dapat dihindari, yang dapat
dilakukan adalah memperlambatnya menuju suatu kegagalan. Metode yang dapat digunakan untuk
memperlambat terjadinya kegagalan karena korosi eksternal adalah dengan melakukan perlindungan pipa
menggunakan metode anoda korban atau impressed current.

Pada pipa yang mengalami kebocoran, metode perlindungan yang telah diaplikasikan adalah metode anoda
korban. Namun, berdasarkan penelusuran menggunakan metode runtutan kejadian (sequence of events)
dan fault tree diagram (FTA) diketahui bahwa akar permasalahan utama yang menyebabkan kebocoran
sebelum waktunya adalah karena perlindungan pipa dengan metode anoda korban tersebut belum optimal. Hal
ini disebabkan oleh karena buruknya koneksi kabel dan back filling serta kurangnya massa dari anoda yang
digunakan. Akar-akar permasalahan ini seharusnya dapat dikontrol dengan baik untuk mencapai suatu
perlindungan yang baik pula.

Pada kasus korosi, selain akar permasalahan yang utama tentu ada akar permasalahan lain yang mungkin tidak
dapat dikontrol atau dihindari dalam pencegahan kegagalan. Akar permasalahan tersebut biasanya berasal dari
lingkungan sekitar atau kejadian alam. Pada kasus korosi ini yang menjadi akar atau faktor permasalahan yang
tidak dapat dikontrol antara lain kehadiran ion klorin dan elektrolit yang menyebabkan perbedaan kondosi
tanah serta soil stress dan penyerapan air yang menyebabkan mengelupasnya coating pada pipa. Akar-akar
permasalahan ini dapat mempercepat korosi yang menuju pada suatu kejadian kegagalan.

Untuk akar penyebab yang bersifat tidak dapat dikontrol tentu tidak ada tindakan koreksi yang dapat diambil.
Tetapi, untuk akar penyebab yang dapat dikontrol tentu harus diambil tindakan koreksinya untuk mencegah
kegagalan yang sama dengan sebab yang sama. Oleh karena itu, ada beberapa rekomendasi yang dapat
diterapkan berdasarkan RCFA yang telah didapat, antara lain:

– Melakukan penggatian pipa apabila sudah tidak dapat direpair.

– Merepair pipa yang memiliki kebocoran kecil.

– Melakukan recoating pada pipa yang telah mengalami kerusakan coating.

– Merepair system anoda korban yang telah terpasang.

– Mengganti sitem perlindungan katodiknya dengan metode impressed current.


– Melakukan perawatan dan pengecekan secara berkala.

Semua rekomendasi di atas sangat dianjurkan untuk dilakukan. Namun, setiap rekomendasi membutuhkan
biaya yang berbeda dan hasil yang berbeda pula. Berdasarkan perkiraan, penggantian sitem perlindungan
katodik dengan metode impressed current adalah langkah yang membutuhkan biaya investasi yang sangat
tinggi.

Rekomendasi-rekomendasi tersebut harus segera dilakukan baik oleh pihak kontraktor atau maintenance
department untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar. Apabila semua rekomendasi tersebut
dilakukan dengan baik, maka diperkirakan pipa akan dapat digunakan sampai jangka waktu 10 tahun ke depan.

Anda mungkin juga menyukai