Anda di halaman 1dari 11

Flow Assurance

15.1. Introduction

Resiko operasional yang paling berat pada offshore pipeline adalah yang berhubungan dengan transportasi fluida multi fasa.
Ketika air, minyak dan gas mengalir secara terus-menerus di dalam pipeline, terdapat beberapa masalah yang dapat terjadi: air
dan fluida hidrokarbon dapat membentuk hidrat dan menyumbat pipeline; wax dan asphaltene dapat menumpuk di dinding
pipa dan bisa kapan saja menyumbat pipeline; dengan watercut yang cukup tinggi, korosi dapat terjadi; dengan perubahan suhu
dan tekanan di dalam pipeline disertai dengan pencampuran air yang tidak sesuai, scale dapat terjadi dan menumpuk di dalam
pipeline dan menghalangi aliran; dan slugging dapat terjadi di dalam pipeline dan menyebabkan masalah operasional pada
fasilitas proses downstream. Tantangan yang akan dihadapi oleh para engineer adalah bagaimana mendesain sistem pipeline
dan subsea untuk meyakinkan bahwa fluida multifasa akan dialirkan dengan aman dan ekonomis dari bawah sumur menuju
downstream processing plant. Pelatihan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengurangi semua resiko aliran yang
berhubungan dengan offshore pipeline dan sistem bawah laut disebut flow assurance

Flow assurance sifatnya kritis untuk pipeline dan sistem operation laut dalam. Pada laut dalam, suhu air laut biasanya lebih
dingin daripada suhu udara permukaan. Ketika pipeline di tenggelamkan ke laut dalam, jika tidak terdapat lapisan isolasi di
sekitar dinding pipa, panas dari fluida akan cepat hilang berpindah ke air laut. Hal ini bisa terjadi jika arus air di sekitar pipeline
cukup kuat. Pipa yang tidak diisolasi koefisien perpindahan panasnya pada dinding pipa bagian luar bisa signifikan karena adanya
konveksi paksa (forced convection) dikarenakan pergerakan arus air laut. Jika temperature fluida di dalam pipeline menjadi
terlalu rendah karena adanya panas yang hilang, air dan hidrokarbon (minyak dan gas) bisa membentuk hidrat dan menyumbat
aliran. Selanjutnya, jika suhu fluida cukup rendah, wax dapat mulai mengendap dan menumpuk di dinding pipa. Dengan
demikian, pemeliharaan yang efektif terhadap panas fluida adalah salah satu parameter desain yang sangat penting untuk
offshore pipeline

Pada laut dalam, pipeline biasanya diikuti dengan production riser yang dimulai dari dasar laut menuju permukaan processing
facilities (bagian atas). Semakin dalam lautnya, maka production risernya juga akan semakin dalam. Dengan riser yang panjang,
tekanan operasi pipeline akan semakin besar karena adanya hydrostatic head di riser. Untuk fluida dengan suhu yang sama,
hidrat akan mudah terjadi pada tekanan operasi yang lebih besar. Pada sistem pipeline dan riser production, jika terjadi aliran
slugging, slug akan sebanding dengan panjangnya riser. Semakin panjang riser, maka slug akan semakin panjang juga.

Bagaimana caranya untuk mengoptimasi desain sistem pipeline dan subsea untuk mengurangi masalah pada flow assurance
adalah sebuah tantangan. Resiko flow assurance dapat diatur melalui desain sistem yang mantap, seperti isolasi terhadap panas
yang hebat, material kualitas tinggi dan sistem mitigasi yang canggih, yang normalnya menambah capital cost (CAPEX). Di sisi
lain, resiko flow assurance dapat diatur melalui operasi, seperti extensive chemical inhibition, extensive pigging dan flow
monitoring yang akan menambah operating costs (OPEX). Untuk menyeimbangkan biaya CAPEX dan OPEX, parameter kuncinya
adalah ekonomi dan sistem uptime.

Flow assurance adalah sebuah disiplin yang relative baru. Ada banyak fenomena fundamental flow assurance yang tidak
dimengerti dengan baik. Tujuan dari bab ini adalah untuk menjelaskan konsep fundamental flow assurance dan untuk
menyimpulkan praktek mitigasi resiko flow assurance yang digunakan di industry.

1.5.2. Fluid Sampling and Characterizations

Salah satu langkah yang penting untuk mengidentifikasi dan mengukur resiko flow assurance adalah fluid sampling. Ada tidaknya
resiko flow assurance pada subsea pipeline harus ditentukan dari analisa contoh fluida: Apa komposisi fluida? Apakah ada
kemungkinan terjadinya endapan wax? Apakah kemungkinan terjadinya endapan asphaltene cukup tinggi, medium atau
rendah? Apakah fluida akan menjadi gel ketika suhunya menjadi cukup rendah setelah sistem shutdown? Berapa banyak energy

Page | 1
yang dibutuhkan untuk mengerahkan kembali fluida ketika fluida menjadi gel? Semua jawaban ini dapat dijawab hanya dari
analisa laboratorium dari contoh fluida. Jadi, hal ini sangat penting untuk mengambil contoh fluida yang akan dialirkan melalui
pipeline. Tidak masalah seberapa akurat hasil pengukuran dan tafsiran laboratorium, jika fluida tidak mewakili fluida produksi
riil, bisa saja ditarik kesimpulan yang salah. Setiap strategi mitigasi flow assurance yang berdasarkan hasil analisa yang salah akan
bekerja tidak semestinya dan sistem pipeline dan subsea akan mengalami resiko operasional yang berat

Sampel air juga sangat penting untuk menentukan resiko flow assurance. Dalam hal ini termasuk scaling, kecenderungan
pembentukan hidrat, korosifitas, kecocokan dengan air lainnya (air yang diinjeksikan atau air dari zona produksi yang berbeda),
metalurgi material dan desain dari peralatan perawatan air. Satu tantangan khusus yang berhubungan dengan penilaian resiko
flow assurance adalah tidak adanya air yang tersedia untuk sampling karena sumur eksplorasi tidak pernah mencapai zona
akuafier. Tanpa sampel air, hal ini sangat sulit untuk membuat penilaian resiko flow assurance yang akurat. Seringkali, sampel air
dari sekitar field harus digunakan, sehingga menghasilkan tingkat ketidaktentuan yang tinggi pada pengembangan strategi
mitigasi flow assurance

1.5.2.1. Fluid sampling

Ada banyak diskusi pada literatur yang membahas fluid handling anf sampling (API RP 44, RP 45, Ostrof, 1979, Chancey, 1987).
Sampel fluida bisa diperoleh dari downhole dan/atau dari separator di permukaan. Sampel downhole adalah sampel utama
untuk pengukuran PVT dan sampel separator di permukaan biasanya digunakan sebagai cadangan dan dapat digunakan sebagai
bulk sampel untuk desain proses atau reservoir. Ini adalah latihan yang baik untuk mengumpulkan setidaknya dua downhole
sampel dengan satu sebagai cadangan dan mengumpulkan setidaknya satu gallon sampel dari separator sebanyak 3 buah.
Sejumlah tertentu tangki cadangan sampel minyak diperlukan untuk analisa crude oil lainnya (geochemical dan crude assay).

Untuk perencanaan pengambilan sampel, sangatlah penting untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari semua alat
pengambilan sampel. Apakah akan menggunakan drillstem tester (DST) atau wireline tester? Untuk wireline tester, apakah RCI
(reservoir characterization instrument) atau MDT (modular formation dynamic tester) yang akan digunakan? Kuncinya adalah
bagaimana kita mendapatkan sampel fluida yang paling mewakili dari downhole dan mengalirkannya tanpa ada perubahan
menuju ke permukaan dan laboratorium untuk pengukuran dan analisa. Untuk mencapai ini, sangatlah penting untuk
mendapatkan sampel fluida dari zona produksi utama

Ketika zona yang akan diambil sampelnya sudah ditentukan, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya untuk
memastikan bahwa fluidan yang diambil mengandung kontaminasi lumpur yang rendah. Selama pengeboran, dengan
pengeboran over-balanced, fluida hasil pengeboran akan masuk ke dalam formasi untuk membentuk zona yang rusak tepat di
luar lubang sumur itu. Alat untuk pengambilan sampel fluida harus bisa masuk melalui zona yang rusak untuk mendapatkan
fluida dengan formasi yang masih murni. Karena sangat sulitnya untuk secara sempurna menghindari kontaminasi filtrate
lumpur selama pengambilan sampel, maka sangatlah penting untuk menggunakan alat yang dapat memonitor tingkat
kontaminasi lumpur dan dengan demikian bisa ditentukan, apakah sampel yang diperoleh bisa diterima atau tidak. Ketika fluida
mengalir menuju ke alat, pressure drop antara tekanan formasi dan tekanan pada ruang sampel harus dijaga tetap rendah
sehingga fluida tidak berubah fasa selama pengambilan sampel. Gas dapat terbentuk dari minyak, ketika tekanan fluida lebih
rendah dari bubble point. Gas dapat bocor dari alat selama pengiriman. Penting juga untuk memperhatikan tidak adanya
padatan , seperti asphaltene, endapan yang menempel pada dinding ruangan dan tidak sepenuhnya bisa dibuang. Jika tidak,
sampel fluida tidak dapat secara akurat mewakili formasi.

Ketika sampel fluida dialirkan dari downhole ke permukaan, tekanan fluida akan turun mengikuti turunnya suhu. Berpengaruh
tidaknya penurunan tekanan ini menjadi berada di posisi di bawah bubble point perlu menjadi perhatian.

Page | 2
15.2.2. PVT Measurement

Ketika sampel fluida sampai di lab, sejumlah test dilakukan untuk mengukur properties fluida. Analisa komposisi sampel
downhole dilakukan sampai setidaknya C36+, termasuk densitas dan berat molekul dari Heptane plus. Pressure-Volume Relation
ditentukan pada suhu reservoir dengan ekspansi massa konstan. Pengukuran ini menghasilkan oil compressibility, saturation
pressure, densitas single phase oil dan phase volume. Komposisi dan gas formation volume factor untuk kesetimbangan gas
reservoir selama penghabisan pertama dapat diperoleh dengan melakukan vaporisasi diferensial pada suhu reservoir. Viskositas
gas dihitung kemudian dari komposisi. Viskositas minyak yang undersaturated dan depleted pada suhu reservoir dapat dihitung
menggunakan viskometri pipa kapiler

Secara normal untuk black oil, parameter yang akan diukur adalah sebagai berikut:

 Densitas stock tank oil (API gravity)


 Tekanan bubble point
 Flash GOR (Gas-Oil Ratio)
 Kompressibilitas minyak
 Densitas fluida pada bubble point
 Viskositas minyak reservoir
 Komposisi flash gas
 Flash gas specific gravity
 Komposisi fluida reservoir

Untuk kondensat gas

 Densitas kondensate (API gravity)


 Tekanan dew point
 Flash GOR
 Flash gas specific gravity
 Flash gas composition
 Komposisi stock tank oil
 Komposisi fluida reservoir
 Z factor pada dew point

15.2.3. Specific Flow Assurance Analysis

Selain pengukuran PVT, sampel fluida juga digunakan untuk pengukuran specific flow assurance. Untuk evaluasi pengendapan
wax: analisa komposisi melalui C70 akan dilakukan. Pengukuran seperti wax appearance temperature (WAT) untuk dead oil,
shear rate, pour point, berat molekul dan total acid number (TAN) biasanya akan dilakukan. Untuk analisa asphaltene, titrasi
asphaltene akan dilakukan untuk menentukan stabilitas asphaltene. Titrasi stock tank oil biasanya dilakukan menggunakan n-
heptane atau n-pentane ketika memonitor persentase lapisan endapan asphaltene untuk menentukan stabilitas. Jika light oil
dan heavy oil bercampur selama perjalanan, test diperlukan untuk menentukan kecenderungan kea rah pengendapan
asphaltene dari mixed oil. Walaupun kurva hidrat dari fluida reservoir biasanya dibuat dengan software, perlu juga untuk
membuatnya berdasarkan pengukuran di lab.

Crude oil juga perlu di test untuk mengetahui kecenderungan pembentukan foam dan emulsi. Perlu juga untuk mengevaluasi
bagaimana kestabilan water oil emulsion dapat dipengaruhi oleh gaya gesek dari mekanisme pemompaan dan pengangkatan.
Sangat diinginkan untuk mengukur viskositas emulsi oil water pada kondisi operasi dan kondisi dasar laut dengan kisaran water
cut antara 0 sampai 100%. Model viskositas emulsi yang diketahui publik saat ini tidak universal dan minyak yang berbeda
Page | 3
kemungkinan besar akan membentuk emulsi dengan perilaku rheology yang berbeda. Oleh sebab itu, adalah penting untuk
mengukur viskositas emulsi di lab. Pengukuran viskositas emulsi live oil water cukup mahal dan hanya beberapa lab yang bisa
melakukannya

Ada juga chemical screening test dengan menggunakan sampel air untuk analisa korosi dan scale/kerak air.

15.2.4. Fluid Characterizations

Aplikasi equation of state dan fluid characterization telah didiskusikan secara ekstensif selama beberapa decade terakhir dan
makalah yang sangat bagus tersedia pada literature untuk referensi (Katz and Firoozabadi, 1998; Pedersen et al., 1985, 1989,
1992, 2001; Riazi and Daubert, 1980; Huron and Vidal, 1979; Mathias and Copeman, 1983; Peneloux et al., 1982; Peng and
Robinson, 1976, 1978; Reid et al., 1977; Soave, 1972; Sorensen et al., 2002; and Tsonopoulos et al., 1986).

Tidak peduli seberapa banyak test yang kita lakukan, parameter yang diukur tidak akan dapat mengcover semua application
range yang kita butuhkan. Oleh sebab itu, fluid model (equation of state) yang dapat memprediksi perilaku PVT fluida pada
kondisi tekanan dan suhu yang berbeda dibutuhkan pada desain pipeline. Biasanya digunakan persamaan pangkat tiga, seperti
model SRK (Soave-Redlich-Kwong) (Soave, 1972), PR (Peng-Robinson) (Peng and Robinson, 1976) dan modified PR (Peng and
Robinson, 1978). Model yang diinginkan harus dapat memperkirakan secara akurat perilaku fluida pada kondisi yang mengcover
seluruh range tekanan antara reservoir dengan topside processing serta temperature antara reservoir dengan dasar laut

Untuk mengembangkan model yang memperkirakan perilaku PVT kondensat campuran minyak dan gas menggunakan cubic
equation of state, suhu kritis, tekanan kritis dan faktor asentrik harus diketahui untuk tiap2 komponen dalam campuran.
Sayangnya campuran kondensat minyak atau gas bisa terdiri dari ratusan komponen yang berbeda. Oleh sebab itu, tidaklah
mungkin untuk membuat model yang mencakup semua komponen secara individu. Beberapa komponen harus dikelompokkan
dan diwakili sebagai pseudo-komponen. Pendekatan yang biasa digunakan adalah dengan mengkarakterisasi fluida
menggunakan C7+, yang terdiri dari mewakili hidrokarbon dengan 7 atau lebih atom karbon sebagai angka yang masuk akal
untuk pseudo-komponen. Untuk setiap pseudo-komponen, parameter dari tekanan kritis, suhu kritis dan faktor asentris harus
ditentukan (Pedersen et al., 1992). Model terkarakterisasi kemudian diperbaiki menggunakan parameter PVT yang didapat dari
pengukuran lab.

Sulit untuk mencocokan secara akurat model yang akan sesuai dengan parameter PVT hasil pengukuran lab. Satu atau beberapa
parameter dapat dicocokan agar sesuai dengan data well hasil lab dan beberapa parameter lainnya bisa tidak sesuai dengan
data well hasil lab

15.3. Impacts of Produced Water on Flow Assurance

Pada pipeline produksi offshore, biasanya terdapat air bercampur dengan minyak dan gas. Air diproduksi dari reservoir dan
karena air adalah pelarut yang sempurna, air terlarut dengan banyak bahan kimia dan gas di dalam formasi. Air juga
mengandung kotoran dan suspended solid. Di dalam formasi reservoir, air dan senyawa kimia biasanya berada dalam keadaan
setimbang. Air diproduksi dari formasi di dalam pipeline, karena adanya perubahan suhu dan tekanan, kesetimbangan tersebut
hancur dan beberapa komponen menjadi tak larut dan mulai mengendap dari air dan membentuk scale. Ketika free water
berkontak langsung dengan dinding carbon steel pipeline, air akan melarutkan metal dan menyebabkan korosi pada pipeline.
Ketika gas dan air mengalir bersamaan di dalam pipeline pada suhu dan tekanan tertentu, campuran ini dapat membentuk
hidrat yang dapat menyumbat pipeline. Air yang terbentuk dapat menyebabkan masalah folw assurance yang besar untuk
pipeline bawah laut.

Pengambilan, penanganan dan analisa sampel yang tepat sangat penting untuk penilaian resiko flow assurance. Banyak sifat air,
seperti gas terlarut, suspended solid dan pH akan berubah nilainya seiring dengan perubahan waktu, suhu dan tekanan. Analisa

Page | 4
lab dan on-site diperlukan untuk mendapatkan analisa air yang tepat (API RP 45, 1968, Ostroff, 1979). Ion utama dalam air yang
penting dalam flow assurance adalah sebagai berikut:

Ion negative (anion) utama dalam air adalah:

 Klorida Cl-
 Sulfida HS-
 Sulfat SO4-2
 Bromida Br-
 Bikarbonat HCO3-
 Karbonat CO3-2

Dan ion positif (kation) utama dalam air adalah:

 Sodium Na+
 Potassium K+
 Kalsium Ca+2
 Magnesium Mg+2
 Strontium Sr+2
 Barium Ba+2
 Besi Fe+2 dan Fe+3
 Alumunium Al+3

Kation dan anion dapat dikombinasikan dan membentuk senyawa yang berbeda. Ketika tekanan dan suhu berubah, kelarutan
dari tiap ion akan berubah juga. Ion yang berlebihan akan mengendap dari air dan membentuk padatan, seperti scale/kerak.
Sebagai contoh, kalsium dan karbonat akan membentuk kerak kalsium karbonat

Ca+2 + CO3-2  CaCO3 ↓

Dengan cara yang sama, barium dan sulfat akan membentuk kerak barium sulfat

Ba+2 + SO4-2  BaSO4 ↓

Air dengan garam terlarut juga merupakan elektrolit penting yang dibutuhkan agar terjadi korosi. Ketika jumlah free water
cukup banyak untuk membasahi dinding dalam pipeline, korosi dapat terjadi. Semakin banyak garam atau ion dalam air, air
semakin konduktif dan korosi akan semakin parah.

Harus diketahui dengan jelas bahwa ketika free gas dan free water dicampur pada tekanan dan suhu tertentu, maka hidrat akan
terbentuk. Hidrat adalah padatan yang serupa dengan es. Hidrokarbon dan free water seringkali bersamaan di dalam pipeline
offshore. Ketika tekanan pipeline cukup tinggi dan/atau suhu fluida cukup rendah, hidrat akan terbentuk. Jika hidrat
terbentuk di dalam pipeline offshore, aliran pipa akan terhalang oleh hidrat. Sekali saja pipeline terhalang oleh hidrat, akan
butuh waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk memisahkan hidrat. Penyumbatan hidrat adalah salah satu dari
resiko major flow assurance pada sistem produksi deep water

Air dapat secara signifikan mengubah karakteristik aliran multifasa di dalam pipeline dan menyebabkan terjadinya penyumbatan
yang parah. Sebagai contoh, untuk total liquid flowrate yang sama dan gas oil ratio yang sama, jumlah total gas di dalam pipeline
akan lebih sedikit dengan water cut 90% daripada dengan water cut 0%. Dengan aliran gas yang lebih sedikit, persediaan liquid
di dalam pipeline akan bertambah dan ini sulit bagi gas untuk membawa liquid keluar dari riser karena kurangnya energy dari
gas. Sehingga mempermudah terbentuknya penyumbatan yang parah
Page | 5
Untuk lebih detailnya tentang penjelasan scale, korosi, hidrat dan severe slugging akan dijelaskan di bagian selanjutnya. Tapi
berdasarkan diskusi singkat di atas, sangatlah jelas bahwa air yang dihasilkan memiliki pengaruh yang signifikan pada resiko flow
assurance. Cara yang sangat efektif untuk memitigasi resiko flow assurance pada pipeline produksi adalah dengan membuang air
ke subsea dan meyakinkan bahwa tidak ada air yang akan masuk ke pipeline. Sayangnya, cara yang paling efektif bisa jadi
bukanlah cara yang paling ekonomis dan cara paling popular. Saat ini, cara yang umum untuk memitigasi resiko flow assurance
pada pipeline offshore adalah denagn thermal insulation dan chemical inhibition. Tapi bila jumlah air yang mengalir di dalam
pipeline dapat dikurangi (pemisahan di downhole dan/atau seafloor processing), jumlah chemical yang diperlukan untuk
pencegahan juga akan berkurang, yang berakibat pada rendahnya biaya operasi

15.4. Gas Hydrates

Hidrat gas adalah senyawa cristal yang terbentuk ketika sebagian kecil molekul gas berkontak dengan air pada suhu dan tekanan
tertentu. Hidrat akan terbentuk ketika molekul gas masuk ke dalam ikatan hydrogen dalam air. Sifat fisis dari hidrat sama
dengan sifat fisis es (Sloan, 1998). Tapi hidrat dapat terbentuk pada suhu well di atas 32oF pada sistem bertekanan. Biasanya
hidrat yang ditemukan tersusun dari molekul air dan gas ringan, seperti metana, etana, propane, karbondioksida dan hydrogen
sulfide.

Tiga struktur kristal hidrat telah teridentifikasi (Sloan, 1998). Yaitu Structure I, II dan H. Sifat dari struktur hidrat I dan II telah
terdefinisi dengan baik. Struktur hidrat H relative baru dan sifatnya kurang didefinisikan dengan baik. Semua hidrat megnandung
banyak gas. Banyak riset yang dilakukan untuk mempelajari hidrat sebagai sumber energy yang potensial (Makogon, 1997).

Pada kondisi tekanan dan suhu tertentu, ketika molekul air membentuk struktur yang berongga, sebagian kecil molekul gas akan
masuk ke rongga dan membentuk hidrat. Tapi bagaimana caranya molekul gas masuk ke rongga dan bagaimana hidrat terbentuk
belum diketahui dengan pasti (Sloan, 1998). Bagaimanapun telah dipercaya bahwa formasi dari nucleus hidrat biasanya terjadi
pada gas water interface. Kristal kemudian terbentuk oleh sorpsi permukaan molekul gas dan air (Makogon, 1997). Seberapa
cepat hidrat akan terbentuk dan berkembang tergantung dari difusifitas flux molekul gas dan air. Jika hidrat terbentuk pada
interface gas air dan molekul gas dan air berlebihan, hidrat akan berkembang pada saat tertinggi (Makogon, 1997). Itulah
mengapa penyumbatan hidrat biasanya terjadi selama re-start-up aliran pipeline dimana turbulensi dan agitasi aliran akan
mempertinggi flux molekul gas dan air.

Hidrat gas bentuknya seperti padatan dan sifat fisiknya sama seperti es. Ketika hidrat terbentuk di dalam pipeline, aliran akan
terhambat oleh sumbatan hidrat. Sekalinya hidrat terbentuk, akan membutuhkan waktu berminggu-minggu dan berbulan-bulan
untuk memisahkan sumbatan tersebut. Maka sangatlah penting untuk mendesain dan mengoperasikan sistem pipeline offshore
yang bebas dari resiko hidrat. Hidrat dapat dengan mudah membentuk sumbatan pada downstream dimana suhu fluida dapat
turun menuju daerah formasi hidrat berdasarkan efek pendinginan Joule-Thompson.

15.4.1. Gas Hydrate Formation Curve

Gambar 15.1 menunjukan kurva gas hidrat pada umumnya. Bagian kiri kurva adalah daerah terbentuknya hidrat. Ketika suhu
dan tekanan berada pada daerah ini, air dan gas akan mulai untuk membentuk hidrat. Bagian kanan kurva adalah daerah tidak
terbentuknya hidrat. Ketika suhu dan tekanan berada pada daerah ini, air dan gas tidak akan membentuk hidrat. Ada beberapa
factor yang berpengaruh terhadap kurva hidrat. Komposisi fluida, komposisi air, dan salinitas air berpengaruh terhadap kurva
hidrat. Menambah salinitas akan menggeser kurva ke kiri dan mengurangi daerah terbentuknya hidrat.

Gambar 15.1 menunjukan bahwa dengan sistem awal pada daerah non-hidrat, jika tekanan sistem dinaikan sedangkan suhu
sistem konstan, hidrat akan terbentuk dengan cepat. Hal yang sama akan terjadi dengan mengurangi suhu sistem pada tekanan
sistem konstan. Kurva hidrat sangat berguna untuk desain dan operasi subsea pipeline. Kurva menyediakan kondisi suhu dan
tekanan sistem yang harus dijaga untuk menghindari terbentuknya hidrat. Kurva hidrat dapat dihitung dengan menggunakan

Page | 6
PVT software. Tapi kunci untuk kalkulasi kurva hidrat yang akurat adalah dengan memiliki komposisi fluida dan gas yang akurat.
Sekali lagi, pengambilan sampel dan analisa sangat penting untuk penilaian resiko flow assurance. Jika suhu hidrat dikalkulasikan
secara over-konservatif sebesar beberapa derajat, jutaan dolar akan dibuang untuk mendesain thermal insulation.

15.4.2. Hydrate Inhibitors

Thermodynamic Inhibitors. Seperti terlihat pada gambar 15.1, tidak ada hidrat yang akan terbentuk pada kondisi operasi yang
berada pada sebelah kanan kurva hidrat. Hal ini akan membantu menggeser kurva hidrat ke kiri sehingga daerah non-hidrat akan
semakin luas dan resiko terbentuknya hidrat akan semakin kecil. Tapi untuk desain pipeline yang diberikan, komposisi fluida dan
air biasanya sudah ditetapkan dan dengan demikian kurva hidrat juga tetap. Untuk menggeser kurva hidrat ke kiri,
thermodynamic inhibitor dapat digunakan. Thermodynamic inhibitor tidak akan berpengaruh terhadap nukleasi kristal hidrat
dan pertumbuhan kristal menjadi penyumbatan. Inhibitor ini hanya akan mengubah kondisi suhu dan tekanan pembentukan
hidrat. Dengan penghambatan, suhu pembentukan hidrat akan menjadi lebih rendah atau suhu pembentukan akan menjadi
lebih tinggi. Sehingga dengan menerapkan penghambat thermodinamik, kondisi operasi akan digeser keluar dari daerah hidrat
stabil.

Dua jenis thermodynamic inhibitor yang biasa digunakan: methanol dan monoethylene glycol (MEG). Untuk sistem minyak,
methanol lebih banyak digunakan. Gambar 15.2 menunjukan bagaimana kurva hidrat bergeser dengan jumlah penghambat
methanol yang berbeda. Untuk tekanan sistem 1000 psia, suhu pembentukan hidrat untuk fresh water sekitar 62oF. dengan
Page | 7
menambahkan 10% berat methanol ke dalam fresh water, suhu pembentukan hidrat berkurang menjadi 54oF. Dengan 20% berat
methanol, suhu pembentukan hidrat menjadi lebih berkurang menuju sekitar 44oF. Sangat jelas bahwa methanol sangat efektif
untuk penghambat hidrat

Kita tahu bahwa thermodynamic inhibitor dapat digunakan untuk mengurangi suhu pembentukan hidrat. Tapi untuk kondisi
yang diberikan, berapa banyak inhibitor yang dibutuhkan? Jika diketahui berapa banyak suhu yang ingin dikurangi, jumlah
inhibitor yang dibutuhkan untuk free water dapat diperkirakan menggunakan persamaan berikut (Hammerschmidt)

(15.1)

Dimana

 Wi = persen berat inhibitor di dalam cairan


 Ci = konstanta, 2335 untuk methanol dan 2000 untuk MEG
 Mi = berat molekul methanol atau MEG
 ∆Th = sub-cooling hidrat yaitu suhu yang akan dikurangi oleh inhibitor

Sebagai contoh, untuk tekanan sistem jika suhu pembentukan hidrat tanpa penghambatan adalah 65oF dan suhu sistem operasi
adalah 50oF. Sub-cooling hidrat adalah perbedaan antara suhu pembentukan hidrat dan suhu sistem operasi, dan untuk kasus ini
adalah sama dengan 15oF. Persamaan di atas hanya bisa menghitung kebutuhan methanol dan MEG pada fase free water.
Sebagian methanol atau MEG akan hilang pada fase gas dan fase cairan hidrokarbon. Jumlah methanol atau MEG yang
diinjeksikan harus lebih besar daripada yang dihitung oleh persamaan 15.1. Untuk lebih jelasnya mengenai cara memperkirakan
jumlah methanol atau MEG yang hilang dalam uap dan kondensat dapat ditemukan pada literature (Sloan, 1998)

Dengan menambah menambah methanol dalam fase liquid, konsentrasi air dalam fase liquid berkurang dan suhu pembentukan
hidrat akan semakin rendah. Semakin banyak methanol yang ditambahkan, semakin berkurang juga suhu pembentukan hidrat.
Di sisi lain, untuk mendapatkan sub-cooling yang sama, semakin banyak air yang ditambahkan, semakin banyak juga methanol
yang dibutuhkan. Kebutuhan methanol yang tinggi dapat bermasalah pada penyimpanan dan penanganan karena sifatnya yang
beracun dan mudah terbakar dan akan berdampak pada tingginya OPEX bahan kimia. Lagipula jika sejumlah besar methanol
dibawa melalui jalur export, akan menyebabkan masalah pada downstream processing. Dibandingkan dengan methanol, MEG
kurang mudah terbakar, tapi harganya lebih mahal dan kurang tersedia.

Garam juga dapat mempengaruhi kondisi pembentukan hidrat. Dengan menambah garam ke air, kurva pembentukan hidrat
akan bergeser ke kiri seperti yang terlihat pada gambar 15.3. Pengaruh garam pada kurva hidrat bisa berdampak signifikan.
Dengan menambahkan 2% mol NaCl ke fresh water, suhu pembentukan hidrat akan turun 4-5oF. Jika konsentrasi garam
dinaikkan menjadi 8% mol, suhu pembentukan hidrat akan turun menjadi lebih dari 25oF. Bagaimanapun juga, walaupun larutan
garam dapat digunakan sebagai penghambat hidrat, terlalu banyak garam dapat menyebabkan pengendapan dan scale deposit
pada process facilities. Larutan garam juga korosif dan dapat menyebabkan masalah korosi pada peralatan.

Low Dosage Hydrate Inhibitors (LDHI). Seperti yang telah didiskusikan di atas, laju alir air yang tinggi akan membutuhkan
sejumlah besar methanol atau MEG untuk penghambat hidrat, yang berpengaruh pada tingginya OPEX. Untuk memitigasi
masalah dosis tinggi, dibutuhkan penghambat hidrat yang lebih efektif untuk aliran air yang tinggi daripada methanol dan MEG.
Mekanisme penghambat dari bahan kimia yang baru harus berbeda dari penghambat termodinamik yang lama, yang lebih
efektif pada dosis rendah. Bahan kimia yang lebih efektif dalam menghambat hidrat pada tingkat dosis rendah disebut low
dosage hydrate inhibitors (LDHI). Dua jenis LDHI yang paling dikenal pada industry minyak: yang pertama adalah kinetic hydrate

Page | 8
inhibitor (penghambat hidrat kinetis) dan yang lainnya adalah anti-agglomerate (Fu, 2002; Mehta et al., 2003; Kelland et al.,
1995)

Penghambat hidrat kinetis cenderung memperlambat proses nukleasi hidrat dan menunda pembentukan dan perkembangan
kristal hidrat pada periode waktu tertentu (Fu, 2002). Tapi penghambat kinetis ini hanya dapat menunda kinetikanya dan tidak
dapat secara sempurna mencegah proses nukleasi. Dengan demikian penghambat kinetis hanya dapat mencegah pembentukan
hidrat pada waktu yang terbatas. Ketika sudah melewati waktunya, akan terjadi perubahan cepat terhadapair yang tersisa
menjadi hidrat yang besar dan penyumbatan akan terjadi (Mehta et al., 2003). Dengan demikian ketika mendesain rencana
mitigasi hidrat untuk subsea system, sangatlah penting untuk meyakinkan bahwa waktu tinggal fluida dalam pipelineselama
aliran steady state lebih kecil dari “hold-time”, yaitu waktu sebelum hidrat mulai membentuk dengan cepat. “Hold-time” untuk
beberapa penghambat kinetis bisa berkisar antara 24-48 jam.

Parameter penting lainnya untuk penghambatan kinetis adalah sub-cooling. Dilaporkan bahwa penghambat kinetis hanya dapat
bekerja pada sub-cooling 15-23oF (Fu, 2002). Untuk penggunaan pada laut dalam, sub-cooling normalnya lebih besar dari 25oF
dan aplikasi penghambat kinetis sungguh terbatas

Anti-agglomerates (AA) adalah polimer dan surfaktan yang cenderung mencegah pembentukan dan akumulasi dari kristal hidrat
besar menjadi penghalang hidrat sehingga transportasi slurry dapat dijaga. Anti-agglomerate tidak akan menunda proses
nukleasi kristal hidrat, tapi akan menjaga kristal tetap berada pada fase hidrokarbon dengan mengurangi laju pertumbuhan
kristal. Kristal hidrat akan dialirkan dengan hidrokarbon sebagai aliran slurry. Anti-agglomerate tidak memiliki batas sub-cooling
seperti penghambat kinetis dan dapt efektif pada sub-cooling lebih besar dari 40oF (Mehta et al., 2003). Selama kristal harus
dikeluarkan dari flowline, fase liquid hidrokarbon dibutuhkan untuk mengendapkan kristal.

15.4.3. Hydrate Mitigation Strategies

Seperti telah disebutkan di atas, cara paling efektif untuk memitigasi hidrat adalah dengan menghilangkan air. Jika tidak ada air
mengalir di pipeline, maka tidak ada resiko hidrat. Tapi pada kenyataannya, menghilangkan air belum tentu cara yang paling
praktis dan yang paling ekonomis. Beberapa metode lainnya harus digunakan

Thermal insulation. Berdasarkan kurva terbentuknya hidrat, selama suhu fluida di atas suhu pembentukan, maka tidak akan
terbentuk hidrat. Oleh sebab itu, cara paling baik untuk memitigasi resiko hidrat adalah dengan menjaga suhu fluida di dalam
pipeline agar tetap berada di atas suhu pembentukan hidrat. Bagaimanapun, untuk pipeline di laut dalam, suhu air biasanya
sangat rendah dan dapat berada di bawah 40oF tergantung kedalaman air, dan pipa baja bukanlah penghambat thermal yang

Page | 9
baik. Oleh sebab itu, penting untuk memasang material isolasi thermal di sekeliling pipeline untuk mencegah panas hilang ke
sekeliling.

Ada beberapa metode isolasi berbeda yang tersedia. Yang pertama, material isolasi langsung dicetak di bagian luar pipeline
(cast-in-place). Material isolasi untuk jenis ini bisa berupa lapisan dari material yang sama atau bisa terdiri dari beberapa lapisan,
yang setiap lapisannya terdiri dari material yang berbeda. Isolasi satu lapis banyak digunakan untuk kasus-kasus dimana
ketebalan tidak dipermasalahkan. Untuk kasus dengan ketebalan isolasi yang tinggi, isolasi dengan beberapa lapis dibutuhkan
untuk alasan mekanikal dan instalasi.

Metode isolasi lain yang popular adalah pipe-in-pipe, dimana pipeline hidrokarbon dipasang ke pipeline lain secar konsentris.
Annulus antar 2 pipa ini selanjutnya diisi seluruhnya atau sebagiannya dengan material isolasi. Metode isolasi thermal pipe-in-
pipe secara normal menyediakan isolasi yang lebih baik daripada metode cast-in-place. Tapi metode pipe-in-pipe juga biasanya
lebih mahal.

Metode ikatan juga digunakan untuk isolasi thermal. Pipeline hidrokarbon dan beberapa pipeline lain yang mengalirkan air
panas diikat bersama-sama. Panas ditransfer dari air panas ke fluida hidrokarbon. Sehingga, suhu fluida tetap terjaga di atas
suhu pembentukan hidrat.

Beberapa industry pipeline bawah laut biasanya dengan sengaja mengubur pipeline di bawah dasar laut untuk menggunakan
tanah sebagai material isolasi thermal. Namun karena proses penguburan, air yang berlebih akan terdapat pada tanah penutup
dan konveksi mungkin signifikan. Mengubur pipeline saja tidak akan cukup untuk isolasi thermal. Beberapa isolasi ekstra akan
dibutuhkan

Isolasi thermal tidak sangat efektif di dalam memitigasi resiko hidrat pipeline gas. Karena densitas gas lebih kecil jika
dibandingkan dengan air, massa thermal (densitas x kapasitas panas) dari gas juga lebih kecil daripada liquid. Oleh karena itu,
tidaklah efektif untuk mengisolasi gas pipeline secara thermal

Isolasi thermal adalah strategi yang sangat baik untuk memitigasi hidrat pada pipeline minyak, khususnya, ketika pipeline
beroperasi. Dengan menggunakan isolasi, akan mudah menjaga suhu aliran fluida dimanapun sepanjang pipeline untuk berada
di atas suhu hidrat. Tapi tidak masalah berapa banyak isolasi yang dipasang pada pipeline, setelah pipeline shutdown lama, suhu
fluida akan turun di bawah suhu pembentukan hidrat dan dengan cepat mendingin sampai suhu air laut. Dengan demikian,
isolasi thermal saja tidak cukup untuk mitigasi hidrat pada shutdown pipeline yang lama. Cara mitigasi yang lain, seperti
penurunan tekanan pipeline atau dead oil displacement akan dibutuhkan. Tapi isolasi thermal menyediakan suatu periode waktu
tertentu untuk pendinginan sehingga tidak diperlukan operasi mitigasi lain. Waktu pendinginan didefinisikan sebagai waktu,
setelah pipeline shutdown, sebelum suhu fluida turun menuju suhu pembentukan hidrat pada tekanan shutdown pipeline yang
telah ditentukan. Dengan demikian, operasi seperti penurunan tekanan pipeline atau dead oil displacement harus selesai ketika
waktu pendinginan. Jika tidak, hidrat akan terbentuk di dalam pipeline yang shutdown.

Ada parameter penting lainnya yang disebut “no-touch” time atau “hand-free” time. “No-touch” time didefinisikan sebagai
waktu dimana tidak ada tindakan yang harus dilakukan setelah pipeline shutdown. Itulah kenapa disebut juga “hand-free” time.
“No-touch” time selalu lebih singkat daripada waktu pendinginan. Ada perbedaan antara waktu pendinginan dengan waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan operasi, seperti pipeline depressurization. Waktu “no-touch” ini menyediakan waktu yang sangat
berharga bagi operator untuk mendiagnosa masalah yang menyebabkan pipeline shutdown. Jika masalah ditemukan dan diatasi
selama “no-touch” time, pipeline dapat di-restart dengan tidak membutuhkan operasi mitigasi hidrat lainnya. Jika masalah tidak
dapat diatasi selama periode waktu “no-touch”, operator akan membutuhkan untuk melakukan operasi untuk memitigasi hidrat.
Semakin lama waktu “no-touch”, semakin lama pula waktu yang tersedia bagi operator untuk mengatasi masalah dan semakin
sedikit kebutuhan untuk melakukan operasi ekstra. Tapi semakin lama waktu “no-touch”, semakin tipis juga kebutuhan isolasi

Page | 10
Chemical inhibitions. Penghambat termodinamik (seperti methanol dan MEG) dan LDHI (seperti penghambat kinetis dan anti-
agglomerate) biasa digunakan untuk mitigasi hidrat. Chemical inhibitor tidak biasanya digunakan secara kontinyu untuk sistem
minyak, melainkan digunakan setelah shutdown atau selama re-startup. Penghambat termodinamik biasanya digunakan secara
kontinyu untuk pipeline gas, karena pipeline gas biasanya tidak diisolasi.

Setelah waktu “no-touch”, methanol dan MEG digunakan untuk menghambat fluida pada sistem subsea, seperti tree, well
jumper dan manifold. Tapi sulit untuk memperkirakan jumlah air pada sistem setelah shutdown, dan dengan demikian sulit
untuk mengetahui seberapa banyak methanol yang dibutuhkan untuk menghambat fluida. Dengan demikian, pada prakteknya,
methanol atau MEG digunakan untuk secara sempurna menggantikan fluida pada sistem subsea. Sejumlah methanol dipaksakan
masuk ke well (biasanya di atas sur

Page | 11

Anda mungkin juga menyukai