Anda di halaman 1dari 15

IDENTIFIKASI POTENSI DAN JENIS ANCAMAN

PADA ZONASI DI GOA LATEA, CERUK TANGKABOBA, DAN GOA PAMONA,


KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH.

Identifikasi potensi dan jenis ancaman menjadi faktor yang sangat penting dalam
mendukung penataan dan penentuan zonasi Cagar Budaya. Faktor tersebut memiliki
dampak langsung dan tak langsung yang dapat mempengaruhi secara berangsur
ataupun secara tak terduga. Dalam pelaksanaanya identifikasi ini seringkali terlupakan,
sedangkan dampak langsung dan tak terduga dapat terjadi setiap saat. Identifikasi
potensi dan jenis ancaman dilaksanakan pada saat kegiatan zonasi, untuk menggali
informasi dan identifikasi secara menyeluruh terkait dengan permasalahan lingkungan di
sekitar situs. Ketika potensi dan jenis ancaman tersebut dapat diidentifikasikan dengan
baik, penataan ruang pada situs dan area sekitar situs dapat diaplikasikan dengan baik
serta untuk menyusun strategi pengendalian yang tepat pada situs tersebut.
Potensi dan jenis ancaman yang diidentifikasikan saat kegiatan zonasi pada Goa
Latea, Ceruk Tangkaboba, dan Goa Pamona, di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi
Tengah ini, dilakukan dengan Teknik penilaian kerentanan USAID,2016. Teknik ini
dilakukan dengan mengukur dan memberikan penilaian pada faktor paparan, sensitivitas,
dampak, dan kapasitas adaptif untuk mengukur dan memprioritaskan kerentanan. Untuk
kemudian disimpulkan bagaimana langkah antisipatif prioritas terhadap kerentanan
tersebut.
Goa Latea.
Goa Latea berlokasi di kelurahan Tentena, kecamatan Pamona Puselemba,
kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Memiliki 2 (dua) buah lubang goa yang masing-
masing berfungsi sebagai tempat pemakaman. Goa Latea atas berada pada koordinat 1⁰
45’ 23.0” LS dan 120⁰. 39’ 25.0” BT dengan ketinggian 562 mdpl. Kemudian Goa Latea
bawah berada pada koordinat 1⁰ 45’ 22.6” LS dan 120⁰. 39’ 24.8” BT dengan ketinggian
555 mdpl.

Lokasi situs Goa Latea, foto menghadap kearah Tenggara


Goa Latea berada perbukitan struktural yang terbentuk oleh sesar dan lipatan,
tersusun atas batugamping klastik (meta-sedimen), sekis mika, sekis mika-klorit anggota
Formasi Pompangeo, berwarna putih kelabu dengan bintik berwarna merah muda dan
hijau muda. Batuan ini membentuk perlapisan yang terlipat kuat – kemudian terpotong,
sehingga kondisi perlapisan yang terlihat miring, terbelah, dan rapuh pada bidang-bidang
retak.
Goa Latea tersusun atas perlapisan batugamping meta-sedimen, sekis mika, sekis mika-klorit. Terlipat
kuat, kemudian terpotong.

Hal ini terjadi karena proses tektonik yang kuat pada formasi Pompangeo saat blok
ini terangkat dan terekspos dipermukaan. Posisi bentang alam yang terpotong-potong
karena sesar dapat membuat bidang lemah (celah) untuk terisi air sehingga menggerus
dan membentuk lubang, serta beberapa stalaktit yang sudah tidak aktif, diduga rangkaian
proses tersebut yang berperan dalam pembentukan goa Latea.
Sungai yang mengalir di depan goa Latea di perkirakan salah satu patahan yang
berperan besar dalam pembentukan celah di lokasi tersebut. Arah aliran yang searah
dengan mulut goa, serta keberadaan jalur breksiasi sisa gerusan saat sesar tersebut aktif
dahulu, memberikan informasi proses yang pernah terjadi sebelumnya.

Sungai Latea, diduga berperan aktif dalam proses pembentukan celah dan lubang pada goa Latea.
Penentuan batas-batas zonasi dilakukan di sekitar goa Latea, batas semi-arbitrer
dipilih untuk membatasi zona-zona yang akan ditentukan. Dengan memperhitungkan
kondisi bentang alam, status kepemilikan alam, jangkauan maksimal lubang goa, jarak
situs dengan pemukiman terdekat, akses jalan masuk, serta potensi ancaman yang
mungkin hadir.
Goa latea memiliki jangkauan terjauh lubang gua hingga 12 meter kearah timur,
kondisi ini harus diproyeksikan ke permukaan batas jangkauannya. Maka batas zona inti
ditentukan sejauh 30 meter kearah utara, timur, dan selatan dari proyeksi permukaan
jangkauan terjauh lubang goa. Sedangkan aliran sungai Latea menjadi batas barat zona
inti goa Latea. Zona inti memiliki luasan sebesar 3.343 m².
Zona penyangga ditentukan sejauh 10 meter dari batas luar zona inti, untuk
mengurangi aktifitas masyarakat di bagian atas permukaan goa. Zona ini memiliki luasan
sebesar 2.997 m².
Zona Pengembang ditentukan sejauh 10 meter dari batas luar zona penyangga,
serta mengikuti jalur jalan setapak sejauh 770 m menuju akses jalan terdekat. Zona ini
memiliki luasan sebesar 8.830 m².
Berikut gambaran pembagian batas zonasi goa Latea ditampilkan pada Peta
Zonasi Goa Latea berikut.

Peta zonasi Goa Latea.


Ceruk Tangkaboba
Ceruk Tangkaboba berlokasi di kelurahan Sangele, kecamatan Pamona
Puselemba, kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Berupa ceruk dari runtuhan boulder
besar batugamping meta-sedimen. Ceruk Tangkaboba berada pada koordinat 1⁰ 45’
37.8” LS dan 120⁰. 38’ 49.5” BT dengan ketinggian 522 mdpl.
Ceruk Tangkaboba berada perbukitan struktural yang terbentuk oleh sesar dan
lipatan, tersusun atas batugamping klastik (meta-sedimen), berwarna putih kelabu agak
kehijauan. Batuan ini menjadi batuan permukaan bentang alam pada ceruk Tangkaboba,
runtuhan batugamping meta-sedimen berupa boulder raksasa terjatuh pada daerah ini
(zona longsoran / mélange). Boulder-boulder tersebut ikut terangkat ke permukaan pada
saat proses pengangkatan pada umur Miosen akhir, saat naiknya blok timur (formasi
Pompangeo) pada batas sesar naik Poso.

Ceruk Tangkaboba, terbentuk dari runtuhan boulder batugamping meta-sedimen.

Pada ceruk tangkaboba batas zona inti ditentukan pada batas alur kecil yang
mengelilingi boulder besar yang menjadi lokasi situs cagar budaya seluas 211.2 m², batas
zona inti memiliki luasan sebesar 628 m².
Zona penyangga ditentukan sejauh 10 meter dari pagar batas yang telah berdiri
sebelumnya, untuk mengurangi aktifitas masyarakat di sekitar ceruk Tangkaboba. Zona
ini memiliki luasan sebesar 1.258 m².
Zona Pengembang ditentukan bukit kecil yang mengelilingi ceruk Tangkaboba,
serta mengikuti jalur jalan setapak sejauh 110 m menuju akses jalan terdekat. Zona ini
memiliki luasan sebesar 9.734 m².
Berikut gambaran pembagian batas zonasi goa Latea ditampilkan pada Peta
Zonasi Ceruk Tangkaboba berikut.
Peta Zonasi Ceruk Tangkaboba

Goa Pamona
Goa Pamona berlokasi di kelurahan Pamona, kecamatan Pamona Puselemba,
kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Berupa goa bawah tanah yang terbentuk dari proses
pelarutan pada batugamping klastik melalui rekahan-rekahan yang ada pada batuan
tersebut. Goa Pamona berada pada koordinat 1⁰ 45’ 47.2” LS dan 120⁰. 38’ 17.5” BT
dengan ketinggian 526 mdpl.

Gerbang Goa Pamona


Goa Pamona berada di tepi utara area luapan Danau Poso, tersusun atas
batugamping klastik berwarna putih hingga abu-abu. Merupakan goa bawah tanah yang
terdiri dari beberapa kamar, jarak terjauh kamar yang dapat dicapai adalah sejauh 60
meter, pada kamar 6. Proses pelarutan air pada batugamping ini tampak intensif, dan
masih berlangsung hingga saat ini, beberapa longsoran lokal pada beberapa kamar
membentuk lubang-lubang udara di permukaan.

Mulut goa Pamona (kiri), salah satu lubang runtuhan (tengah), jalan setapak di dalam goa Pamona.

Penentuan batas-batas zonasi dilakukan di sekitar goa Pamona, batas semi-


arbitrer dipilih untuk membatasi zona-zona yang akan ditentukan. Dengan
memperhitungkan kondisi bentang alam, status kepemilikan alam, jangkauan maksimal
lubang goa, jarak situs dengan pemukiman terdekat, akses jalan masuk, serta potensi
ancaman yang mungkin hadir.
Goa Pamona memiliki jangkauan terjauh lubang gua hingga 60 meter kearah utara
dengan luas ruang bawah tanah sebesar 314,4 m², kondisi ini harus diproyeksikan ke
permukaan batas jangkauannya. Maka batas zona inti ditentukan sejauh 20 meter kearah
utara, timur, dan selatan dari proyeksi permukaan jangkauan terjauh lubang goa. Zona
inti memiliki luasan sebesar 952 m².
Zona penyangga ditentukan pada batas pagar di barat dan selatan, kemudian
sejauh 20 meter dari zona inti kearah utara, ha ini ditentukan untuk mengurangi aktifitas
masyarakat di bagian atas permukaan goa. Zona ini memiliki luasan sebesar 2.357 m².
Zona Pengembang ditentukan pada batas pagar sebelah utara, 10 meter di luar
pagar barat, tepi sungai Poso pada batas timur, serta tanah kosong di bagian barat daya
area situs untuk mengantispasi area jangkauan panorama situs tertutupi pandangan
ataupun untuk mengendalikan penentuan pengembangan selanjutnya. Zona ini memiliki
luasan sebesar 13.631 m².
Berikut gambaran pembagian batas zonasi goa Latea ditampilkan pada Peta
Zonasi Goa Pamona berikut.
Peta Zonasi Goa Pamona.

Identifikasi Potensi Jenis dan Bentuk Ancaman


Kegiatan zonasi ini dilakukan di 3 (tiga) situs cagar budaya pada lokasi yang
terpisah, yaitu goa Latea, ceruk Tangkaboba, dan goa Pamona. Ketiga lokasi tersebut
berada pada wilayah administrasi kecamatan Pamona Puselemba. Terdapat beberapa
potensi dan ancaman yang perlu diidentifikasikan jenis dan bentuknya di sekitar situs
cagar budaya.
Identifikasi lokasi dilakukan untuk melakukan perencanaan zonasi yang akan
dilakukan meliputi penentuan batas, status kepemilikian lahan, kondisi bentang alam,
kondisi lingkungan, dan kondisi sosial pada ketiga lokasi tersebut.
Peta Identifikasi Lokasi goa Latea (1), ceruk Tangkaboba (2), dan goa Pamona (3).

Pengidentifikasian ini perlu dilakukan agar dapat menilai tingkat kerentanan dan
langkah penindaklanjutan terhadap potensi jenis dan bentuk ancaman tersebut.
Identifikasi potensi jenis dan bentuk ancaman tersebut dilakukan dengan menentukan
beberapa parameter potensi ancaman yang diambil berdasarkan Teknik penilaian
kerentanan USAID,2016. Teknik ini dilakukan dengan mengukur dan memberikan
penilaian pada faktor paparan, sensitivitas, dampak, dan kapasitas adaptif untuk
mengukur dan memprioritaskan kerentanan. Untuk kemudian disimpulkan bagaimana
langkah antisipatif prioritas terhadap kerentanan tersebut.
Identifikasi Jenis Paparan
Jenis paparan yang mungkin terjadi di lokasi situs Gua Latea, Ceruk Tangkaboba,
dan Gua Pamona diidentifikasikan menjadi 5 (lima) buah kelompok paparan.
Diantaranya, banjir, tanah longsor, batu jatuh, aktivitas manusia, dan gangguan lainnya
seperti angin, vegetasi, serta binatang.
Tabel Identifikasi jenis paparan.
Aktivitas Gangguan
Jenis Paparan Banjir Tanah Longsor Batu Jatuh
Manusia Lainnya Keterangan
Morfologi rentan tanah longsor, dan batu
jatuhan pada dinding gua. Luapan sungai
Gua Latea 2 3 4 3 1 Latea dapat berpotensi banjir. Aktifitas
berkebun dan kunjungan masyarakat cukup
intensif. (Total = 13)

Morfologi relatif landai, berpotensi limpasan


air hujan pada area genangan. Batu jatuhan
Ceruk
1 1 3 3 1 berpotensi pada dinding ceruk. Aktifitas
Tangkaboba
berkebun dan kunjungan masyarakat cukup
intensif. (Total =9)

Morfologi landai, dinding dan atap batu


berpotensi jatuh dan longsor apabila beban
diatas tidak mampu lagi ditahan. Luapan
Gua Pamona 3 1 3 4 1
sungai Poso dapat menggenangi sebagian
besar ruangan goa. Aktifitas kunjungan
sangat intensif. (Total =12)

Sedikit Paparan, Paparan Paparan Tinggi, Paparan sangat


Tidak ada
hampir tidak menengah, menimbulkan tinggi,
hingga sedikit
Paparan berpengaruh menimbulkan perubahan menimbulkan
Paparan
pada bentuk. perubahan. pada bentuk. bencana.
(0 -1) (1-2) (2-3) (3-4) (4-5)

Dari tabel diatas, identifikasi jenis paparan dikategorikan menjadi 5 (lima) tingkatan
paparan. Yaitu, Tidak ada hingga sedikit paparan (0-1), Sedikit paparan hampir tidak
berpengaruh pada bentuk (1-2), Paparan menengah, menimbulkan perubahan bentuk (2-
3), Paparan tinggi, menibulkan perubahan pada bentuk (3-4), serta Paparan sangat
tinggi, menimbulkan bencana (4-5).
Pada gua Latea, memiliki morfologi perbukitan cukup terjal yang rawan longsor.
Kondisi batu-batu lepas di bagian atas gua, serta dinding gua yang banyak memiliki kekar
dan rekahan berpotensi paparan berupa jatuhan batu. Luapan sungai Latea berpotensi
mengikis dinding sungai atau bahkan meluap hingga ke jalan rabat beton. Selain itu
aktifitas berkebun masyarakat di sekitar gua Latea dapat berpengaruh terhadap struktur
tanah pada atap dan dinding gua. Dari identifikasi paparan pada gua Latea total nilai 13
(berwarna kuning), berarti memiliki potensi paparan menengah yang dapat menimbulkan
perubahan bentuk pada dinding gua.
Pada ceruk Tangkaboba, memiliki morfologi perbukitan landai yang tidak
berpotensi longsor. Kondisi batu-batu lepas di bagian atas gua, serta dinding batu yang
banyak memiliki kekar dan rekahan berpotensi paparan berupa jatuhan batu. Limpasan
air hujan berpotensi menggenangi area situs dan mengikis tanah sehingga berpotensi
jangka Panjang mengakibatkan tanah menjadi gembur dan terjadinya rayapan tanah.
Selain itu aktifitas berkebun masyarakat di sekitar ceruk Tangkaboba dapat berpengaruh
terhadap kestabilan tanah di sekitar situs ini. Dari identifikasi paparan pada ceruk
Tangkaboba total nilai 9 (berwarna hijau muda), berarti memiliki potensi sedikit paparan
dan tidak berpengaruh terhadap bentuk dan struktur ceruk.
Pada gua Pamona, memiliki morfologi perbukitan landai yang rawan longsor,
karena posisi ruang gua yang berada di dalam tanah. Kondisi batu-batu lepas di bagian
atas gua, serta dinding gua yang banyak memiliki kekar dan rekahan berpotensi paparan
berupa jatuhan batu. Luapan sungai Poso berpotensi membanjiri sebagian besar ruang
pada goa Pamona. Selain itu posisinya yang berada di sekitar Kawasan sekolah, memiliki
tingkat paparan yang cukup tinggi terhadap kegiatan yang tidak semestinya baik di dalam
gua maupun di atas permukaan gua yang dapat berpengaruh terhadap struktur tanah
pada atap dan dinding gua, serta berpotensi terjadinya Vandalisme. Dari identifikasi
paparan pada gua Pamona total nilai 12 (berwarna kuning), berarti memiliki potensi
paparan menengah yang dapat menimbulkan perubahan bentuk pada dinding gua,
memiliki potensi tergenangi air dari luapan sungai Poso.
Identifikasi Sensitivitas.
Memperkirakan sensitivitas dari masyarakat, daya dukung situs, dan fasilitas
pendukung situs terhadap kemungkinan terjadinya paparan. Pengukuran terhadap
sensitivitas ini perlu dilakukan untuk menilai respon atau tanggapan terhadap potensi
terjadinya paparan.
Tabel berikut ini merupakan penilaian terhadap pengukuran sensitivitas gua Latea,
ceruk Tangkaboba, gua Pamona dalam merespon potensi paparan yang mungkin terjadi.
Gua Latea, diperkirakan badan sungai masih mampu menahan luapan sungai
Latea. Struktur dinding gua di bagian atas dan luar mudah longsor dan jatuhan batu, saat
ini kondisi batu gamping banyak yang tergantung pada akar dan batang pohon besar
yang tumbuh di sekitar gua Latea. Aktifitas berkebun masyarakat sudah dikurangi
walaupun masih berpengaruh, terutama di bagian atas gua. Aktifitas manusia akan
berpengaruh ketika juru pelihara dan fasilitas pengamanan tidak ada. Dari identifikasi
pengukuran sensitivitas pada gua Latea total nilai 14 (berwarna kuning), berarti memiliki
sensitivitas menengah terhadap paparan yang berpotensi terjadi.
Ceruk Tangkaboba, limpasan air hujan akan menggenangi area rendah dari
lokasi situs ini, daya dukung tanah dan struktur dinding ceruk diperkirakan masih mampu
bertahan terhadap potensi longsor dan jatuhan batu. Di sisi lain, potensi paparan dari
aktivitas manusia akan berpengaruh ketika penjagaan dan fasilitas pengamanan tidak
ada. Dari identifikasi pengukuran sensitivitas pada ceruk Tangkaboba total nilai 9
(berwarna hijau muda), berarti memiliki sensitivitas yang bagus terhadap paparan yang
berpotensi terjadi.
Pada gua Pamona, Sebagian besar ruangan gua berada di bawah tanah dan
memiliki level yang sama dengan permukaan air sungai Poso, berpotensi untuk terjadinya
banjir yang akan menutupi sebagian besar ruang di dalam gua ketika air sungai Poso
meluap. Memiliki potensi longsor dan batu jatuh pada setiap ruang gua, karena banyak
rekahan dan kekar pada batu, serta batu yang sudah lapuk di beberapa tempat. Sifat
batugamping yang mudah larut oleh air dapat mempercepat pembentukan lubang,
mempercepat potensi dinding dan atap gua untuk runtuh. Aktivitas manusia yang intensif,
banyak pelajar yang sering mempergunakan situs ini untuk kegiatan yang yang
berpotensi merusak dan mengganggu kestabilan daya dukung situs terhadap paparan.
Dari identifikasi pengukuran sensitivitas pada gua Latea total nilai 16 (berwarna cokelat
muda), berarti memiliki sensitivitas yang buruk terhadap paparan yang berpotensi terjadi.

Tabel Penilaian terhadap pengukuran sensitivitas.


Aktivitas Gangguan
Jenis Paparan Banjir Tanah Longsor Batu Jatuh
Manusia Lainnya Keterangan

Badan sungai diperkirakan mampu menahan


luapan sungai Latea, struktur dinging gua di bagian
Gua Latea 2 4 4 3 1 luar mudah longsor dan batu jatuh, aktivitas
manusia akan berpengaruh ketika penjagaan dan
fasilitas pengamanan tidak ada. (Total = 14)

Limpasan air hujan harus dikendalikan apabila


timbul genangan air, daya dukung tanah dan
Ceruk struktur dinding ceruk diprediksi mampu bertahan,
3 1 2 2 1
Tangkaboba aktivitas manusia akan berpengaruh ketika
penjagaan dan fasilitas pengamanan tidak ada.
(Total = 9)

Banyak ruangan gua yang berada di bawah


permukaan air sungai Poso, berpotensi untuk
longsor dan batu jatuh, hingga air bisa saja
mengenangi sebagian besar ruangan gua. aktivitas
Gua Pamona 4 3 4 4 1
manusia akan berpengaruh ketika penjagaan dan
fasilitas pengamanan tidak ada. Lokasi situs
seringkali dipergunakan untuk aktifitas yang
meningkatkan nilai sensitivitas (Total =16)

Sensitivitas Sensitivitas Sensitivitas Sensitvitas Sensitivitas


Sensitivitas sangat bagus bagus menengah Buruk sangat buruk
(0 -1) (1-2) (2-3) (3-4) (4-5)

Identifikasi Dampak.
Dampak dapat diidentifikasikan memiliki efek yang langsung terjadi dan langsung
pula dirasakan serta efek yang membutuhkan waktu yang lama untuk terjadi dan tidak
langsung dirasakan. Potensi paparan pada lokasi situs gua Latea, ceruk Tangkaboba,
dan gua Pamona memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang diperlihatkan pada
tabel di bawah ini.
Dari tabel diatas dampak langsung sangat berkaitan dengan keselamatan
pengunjung dan kelestarian situs, baik itu bentuk situs maupun kondisi Benda Cagar
Budaya. Sedangkan dampak tidak langsung akan berpengaruh terhadap bentuk lahan
situs, estetika, dan dampak sosial masyarakat terhadap penggunaan lahan dan aktivitas
yang tidak benar di wilayah situs dan sekitarnya.
Tabel dampak langsung dan tidak langsung terhadap potensi paparan.

Banjir Tanah Longsor Batu Jatuh Aktivitas Manusia Gangguan Lainnya


Dampak

Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung
Apa bi l a ba nji r
Al i ra n s unga i Angi n da n Kera pa tan
ba nda ng, bi s a Pengguna a n l a ha n
La tea da pa t pohon ya ng vegetas i ya ng
menggena ngi Memba ha y Va nda l i s m, ya ng tida k bena r
mengi ki s di ndi ng Memba ha ya k Perl a ha n meruba h rubuh da pa t tida k terkontrol
ja l a n s etapa k. Perl a ha n meruba h a ka n da n a ka n merus a k
Gua Latea Berpotens i
s unga i ya ng an
bentuk l a ha n s i tus . pengunjung
bentuk da n s truktur
pencuri a n es tetika da n
mengga nggu perl a ha n
berba tas a n pengunjung. di ndi ng gua . kes tabi l a n mengga nggu
merus a k . BCB. keres a ha n
l a ngs ung denga n s truktur da n es tetika da n
jemba tan ma s ya ra ka t s eki tar.
s i tus . di ndi ng gua . pa nda nga n.
penghubung.

Angi n da n Kera pa tan


Pengguna a n l a ha n
Struktur tana h a pa bi l a s truktur pohon ya ng vegetas i ya ng
Memba ha y Va nda l i s m, ya ng tida k bena r
perl a ha n a ka n tana h tida k ma mpu Perl a ha n meruba h rubuh da pa t tida k terkontrol
Ceruk Meni mbul ka n a ka n da n a ka n merus a k
menja di gembur - mena ha n a i r, a ka n bentuk da n s truktur mengga nggu perl a ha n
Tangkaboba gena nga n a i r. pengunjung pencuri a n es tetika da n
da n membentuk berpotens i ra ya pa n di ndi ng gua . kes tabi l a n mengga nggu
. BCB. keres a ha n
l umpur. tana h. s truktur da n es tetika da n
ma s ya ra ka t s eki tar.
di ndi ng gua . pa nda nga n.

Angi n da n Kera pa tan


Apa bi l a s unga i Pengguna a n l a ha n
Perl a ha n meruba h Perl a ha n meruba h pohon ya ng vegetas i ya ng
Pos o mel ua p, Memba ha y Va nda l i s m, ya ng tida k bena r
Seba gi a n rua ng Memba ha ya k bentuk l a ha n s i tus . bentuk l a ha n s i tus . rubuh da pa t tida k terkontrol
a ka n a ka n da n a ka n merus a k
Gua Pamona menggena ngi
tida k bi s a di a ks es an Aka n menutupi
pengunjung
Aka n menutupi
pencuri a n es tetika da n
mengga nggu perl a ha n
ol eh pengunjung. pengunjung. a ks es a ntar rua ng a ks es a ntar rua ng kes tabi l a n mengga nggu
s eba gi a n bes a r . BCB. keres a ha n
gua . gua . s truktur da n es tetika da n
rua ng gua . ma s ya ra ka t s eki tar.
di ndi ng gua . pa nda nga n.

Identifikasi Kapasitif Adaptif (KA)


Identifikasi Kapasitif Adaptif (KA) ini dilakukan untuk mengukur kemampuan
masyarakat, lokasi situs, sarana dan prasarana situs, stakeholder (instansi
penanggungjawab) terhadap perubahan kondisi dan tindakan mengurangi resiko
terhadap paparan, serta pemanfaatan lainnya yang mampu berperan mengurangi
paparan yang mungkin terjadi.
Setiap lokasi situs diberikan masing penilaian terhadap kapasitif adaptif yang telah
dilakukan. Penilaian terhadap identifikasi Kapasitif Adaptif berkebalikan dengan penilaian
tehadap identifikasi paparan ataupun identifikasi sensitivitas. KA sangat rendah hingga
tidak ada (0-1), KA terbatas pada beberapa aspek (1-2), KA menengah (2-3), KA tinggi
(3-4), serta KA sangat responsive (4-5). Penilaian identifikasi kapasitif adaptif pada
masing-masing situs tertera pada tabel di bawah ini.
Pada gua Latea, perkuatan dinding sungai yang telah dilakukan hanya terbatas
pada area jembatan penyebrangan dan beberapa titik yang rentan. Perkuatan dinding
gua hanya sebatas pada struktur jalan setapak dan anak tangga yang telah dibuat oleh
pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 1991. Kelengkapan berupa pembatas
jalan belum sepenuhnya lengkap, dan banyak kerusakan dan keropos pada rangka
besinya. Pagar situs sudah mengelilingi wilayah situs, walaupun banyak yang rusak di
beberapa titik. Kelengkapan berupa papan nama dan papan peringatan sudah terpasang
di pintu masuk situs. Respon juru pelihara dan masyarakat terhadap aktivitas yang
berlebihan dan mengganggu situs sudah dilakukan dengan cukup baik. Pada identifikasi
kapasitif adaptif di gua Latea total nilai 13 (berwarna kuning), berarti tingkat kapasitif
adaptif di gua Latea berada pada tingkat menengah.
Tabel Identifikasi Kapasitif Adaptif (KA).
Jenis Aktivitas Gangguan
Banjir Tanah Longsor Batu Jatuh Keterangan
Paparan Manusia Lainnya

Perkuatan dinding sungai hanya terbatas pada


area jembatan dan beberapa titik. Perkuatan
dinding gua sebatas pada struktur jalan
setapak dan anak tangga. Kelengkapan Papan
Gua Latea 2 2 2 4 3
peringatan dan pagar situs sudah ada. Respon
jupel dan masyarakat untuk aktivitas yang
berlebihan dan mengganggu situs sudah cukup
baik. (Total = 13)

Potensi banjir kecil, hanya limpasan air dan


rayapan tanah. Tidak ada perkuatan dinding
Ceruk ceruk. Sudah ada papan peringatan dan pagar
3 2 2 4 3
Tangkaboba situs. Respon jupel dan masyarakat untuk
aktivitas yang berlebihan dan mengganggu
situs sudah cukup baik. (Total = 14)

Berpotensi banjir, tanah longsor, dan batu


jatuh yang akan berdampak tertutupnya akses
antar ruang di dalam gua. Tidak ada perkuatan
baik di dalam dinding ataupun di bagian
Gua Pamona 1 2 2 4 3 permukaan atas atap gua. Sudah ada pagar
situs. Belum ada papan peringatan. Respon
jupel dan masyarakat untuk aktivitas yang
berlebihan dan mengganggu situs sudah cukup
baik. (Total =12)

KA sangat KA terbatas
KA KA sangat
Kapasitis rendah hingga pada beberapa KA tinggi
menengah responsif
Adaptif (KA) tidak ada aspek
(0 -1) (1-2) (2-3) (3-4) (4-5)

Untuk ceruk Tangkaboba, potensi terjadi banjir kecil, hanya akan terbentuk
genangan air dan rayapan tanah ketika limpasan air hujan berlebihan. Tidak ada
perkuatan pada dinding ceruk, akan tetapi struktur batuan masih cukup kuat untuk
menahan agar tidak terjadi jatuhan batu. Pagar situs sudah mengelilingi wilayah situs,
masih sangat baik dan kokoh. Kelengkapan berupa papan nama dan papan peringatan
sudah terpasang di dalam situs, meskipun mengganggu pandangan dan estetika.
Respon juru pelihara dan masyarakat terhadap aktivitas yang berlebihan dan
mengganggu situs sudah dilakukan dengan cukup baik. Pada identifikasi kapasitif adaptif
di ceruk Tangkaboba total nilai 14 (berwarna hijau muda), berarti tingkat kapasitif adaptif
di ceruk Tangkaboba berada pada tingkat KA tinggi.
Kemudian di gua Pamona, memiliki potensi banjir, tanah longsor, dan batu jatuh
yang cukup tinggi. Di beberapa lokasi masih terjadi proses pelarutan yang intensif,
berpotensi membentuk rekahan dan celah baru yang bisa mengakibatkan potensi atap
dan dinding gua runtuh, yang kemudian akan enutup akses antar ruang di dalam gua.
Tidak ada perkuatan baik di dinding dalam gua ataupun di bagian permukaan atas atap
gua. Kelengkapan berupa pembatas jalan belum sepenuhnya lengkap, dan banyak
kerusakan dan keropos pada rangka besinya. Pagar situs sudah mengelilingi wilayah
situs, walaupun banyak yang rusak di beberapa titik. Kelengkapan berupa papan nama
sudah terpasang di depan jalan masuk situs, akan tetapi belum ada papan peringatan
yang terpasang. Respon juru pelihara dan masyarakat terhadap aktivitas yang berlebihan
dan mengganggu situs sudah dilakukan dengan cukup baik. Pada identifikasi kapasitif
adaptif di gua Pamona total nilai 12 (berwarna kuning), berarti tingkat kapasitif adaptif di
gua Pamona berada pada tingkat menengah.
Penilaian Kerentanan
Kerentanan adalah, tingkatan yang akhirnya terkena dampak akibat potensi
paparan. Penilaian kerentanan meliputi perancangan aturan dan kebijakan untuk
menanggapi kerentanan, pemenuhan fasilitas dan sarana/prasarana untuk mengurangi
resiko paparan, serta respon masing-masing instansi pemerintah terhadap resiko
dampak terhadap potensi resiko. Untuk itu penilaian dilakukan meliputi estimasi paparan,
estimasi sensitivitas, estimasi dampak, dan estimasi kapasitif adaptif, untuk menentukan
potensi kerentanan, sehingga dapat dipilah tingkat prioritas kerentanan agar penentuan
langkah penanggulangan dan pencegahan terhadap potensi resiko dapat dilakukan
dengan efektif.
Pada tabel dibawah ini telah didapatkan prioritas kerentanan yang di tentukan dari
beberapa estimasi yang telah dilakukan penilaian pada situs gua Latea, ceruk
Tangkaboba, dan gua Pamona.
Tabel Penilaian prioritas kerentanan.
Penilaian Kerentanan
Estimasi Dampak Penentuan
Lokasi Estimasi Paparan Estimasi Sensitivitas Estimasi Kapasitif Adaptif Prioritas Kerentanan
Langsung Tidak Langsung Kerentanan
Banjir, Kikisan Kurangnya perkuatan dinding dan
Badan sungai, Mengubah bentuk Perlu penambahan fasilitas
sungai, Tanah struktur gua. Belum adanya fasilitas
fasilitas, serta lahan, kestabilan Mempengaruhi Fasilitas pengamanan, langkah
Longsor, Batu pengamanan pengunjung. Respon
perkuatan dinding dinding. struktur gua, pengamanan, antisipatif untuk kelestarian
Gua Latea Jatuh, Gangguan Jupel dan masyarakat cukup baik.
gua. Penjagaan dan Membahayakan estetika, dan perkuatan struktur situs, serta pengembangan
Aktivitas Perlu adanya penanganan dan
fasilitas pengunjung, merusak kelestarian situs. dan dinding gua. pemahaman juru pelihara dan
Manusia, respon yang lebih baik dari
pengamanan. situs dan fasilitas. masyarakat.
Vegetasi. stakeholder.
Limpasan air, Kurangnya perkuatan dinding dan
Perlu penambahan fasilitas
Tanah Longsor, Struktur perkuatan struktur gua. Belum adanya fasilitas
Mempengaruhi Fasilitas pengamanan, langkah
Batu Jatuh, dinding ceruk. Membahayakan pengamanan pengunjung. Respon
Ceruk struktur gua, pengamanan, antisipatif untuk kelestarian
Gangguan Penjagaan dan pengunjung, merusak Jupel dan masyarakat cukup baik.
Tangkaboba estetika, dan perkuatan struktur situs, serta pengembangan
Aktivitas fasilitas situs dan fasilitas. Perlu adanya penanganan dan
kelestarian situs. dan dinding ceruk. pemahaman juru pelihara dan
Manusia, pengamanan. respon yang lebih baik dari
masyarakat.
Vegetasi. stakeholder.
Mengubah bentuk Kurangnya perkuatan dinding dan
Banjir, Tanah Badan sungai, Perlu penambahan fasilitas
lahan, kestabilan struktur gua. Belum adanya fasilitas
Longsor, Batu fasilitas, serta Mempengaruhi Fasilitas pengamanan, langkah
dinding gua. Menutup pengamanan pengunjung. Respon
Jatuh, Gangguan perkuatan dinding struktur gua, pengamanan, antisipatif untuk kelestarian
Gua Pamona akses ruang antar gua. Jupel dan masyarakat cukup baik.
Aktivitas gua. Penjagaan dan estetika, dan perkuatan struktur situs, serta pengembangan
Membahayakan Perlu adanya penanganan dan
Manusia, fasilitas kelestarian situs. dan dinding gua. pemahaman juru pelihara dan
pengunjung, merusak respon yang lebih baik dari
Vegetasi. pengamanan. masyarakat.
situs dan fasilitas. stakeholder.

Pada keseluruhan situs, ditentukan prioritas kerentanan berupa fasilitas


pengamanan, perkuatan struktur dan dinding gua, sehingga perlu diprioritaskan untuk
melakukan penambahan fasilitas pengamanan, menentukan langkah antisipatif berupa
kebijakan dan peraturan untuk kelestarian situs, serta perlu adanya peningkatan dan
pengembangan pemahaman terhadap juru pelihara dan masyarakat mengenai
pentingnya untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan cagar budaya di lokasi
tersebut.
Sumber:
T.O.Simandjuntak, Surono, dan J.B.Supandjono. 1997. Peta Geologi Regional Lembar
Poso, Sulawesi Tengah. P3GL. Bandung.
Sompotan, Amstrong F. 2012. Struktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan Sains
Kebumian ITB. Bandung.
BPS Kabupaten Poso, 2017. Kabupaten Poso Dalam Angka. Katalog : 1102001.7204.
Poso.
USAID, 2016, Penilaian Risiko Bencana, USAID.

Anda mungkin juga menyukai