Anda di halaman 1dari 12

Ragam Bahasa

A. Ragam Bahasa Tulis Dan Lisan

Adakah perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis? Ada.

Sedikitnya, ada dua cirri utama yang membedakan keduanya. Pertama kalimat-
kalimat ragam bahasa tulis cendreung panjang karena harus lengkap. Pembaca
dapat menangkap informasi secara lengkap kalau informasiitu disampaikan secara
lengkap pula. Sebaliknya, ragam bahasa lisan cenderung lebih pendek karena
ekspresi wajah, gerak-gerik anggota tubuh,intonasi, dan situasi mendukung
kejelsan dan kelengkapan informasi yang disampaikan pembicara

Kedua, ragam bahasa tulius lebih teratur, lebih benar, dan lebih baku karena
penulis mempunyai waktu yang relative cukup longgar untuk menyusun kalimat-
kalimat yang benar. Ragam bahasa lisan tidak deikian. Oleh karena pembicara
tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir lebih lama, maka kalimat-kalimat
yang diucapkannya spontan. Begitu ada gagasan, pembicara langsung memilih
kata-kata yang mewakili gagasannya dan langsung pula merakitnya menjadi
kalimat-kalimat ragam bahasa lisan kurang terpelihara keteraturan dan
kebakuannya.

Kalimat-kalimat yang terpelihara memang cenderung termasuk bahasa yang tidak


benar. Akan tetapi, belum tentu termasuk bahasa yang tidak baik. Bahasa yang
tidak benar bisa jadi termasuk bahasa yang baik. Sebaliknya, bahasa yang benar
belum tentu baik sebab ukuran benar dan baik memang berbefa. Bahasa yang
benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah tata bahasa, sedangkan yang baik
adalah bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Oleh karena itu semboyan
yang berbunyi “berbahasa yang baik dan benar”, memang tidak harus dipatuhi
keduanya sekaligus.

Contoh ragam lisan

Pahlawan itu orangnya ikhlas, gitu, lo! Dia ndak mau nunjuk-nunjukin
jasanya sama orang lain. Dia berjuang tidak cari imbalan. Tidak cari gaji. Juga
tidak cari pangkat. Tidak. Tidak demikian. Meskipun nyawa taruhannya,dia tidak
minta dipuji. Apalagi disanjung. “semuanya itu aku tak peduli,”katanya. Benar,
dia tak mengharapkan apa-apa. Pokoknya berjuang dan berjuang terus sampai
berhasil. Jadi, niatnya murni dan tulus untuk bangsa dan negaranya.

Contoh ragam tulis

Seorang pahlawan berjuang secara ikhlas. Dia tidak mengharapkan


imbalan apa-apa. Uang, pangka, dan jabatan tidak dipikirkan. Bahkan,
penghargaan, pujian, atau sanjungan pun tak terlintas dalam pikirarannya. Hal
yang dipikirkan hanya bagaimana caranya supaya perjuangannnya berhasil. Dia
sudah amat puas dan bahagiua jika hasil kerjanya dapat dinikmati oleh
masyarakat luas, bangsa dan negaranya.

B. Ragam Bahasa Baku dan Tidak Baku

Setiap hari, Pak Kasim bikin meja kursi yang berkwalitas dari bambu,
dibantu oleh dua orang tetangganya. Kayaknya, kedua pembantunya itu belum
trampil. Meskipun Pak Kasim ngomong terus meberi petunjuk, masih saja
mereka melakukan kesalahan. Akibatnya, Pka kasim bikin pecat dia punya
pembantu.

Dalam paragraph di atas terdapat penggunaan bahsa tidak baku. Ketidakbakuan


itu ditandai dengan penyimpangan hal-hal berikut.

1. Penggunaan kata

Bikin seharusnya membuat

Kayaknya seharusnya agaknya, sepertinya

Ngomong seharusnya berbicara

2. Ejaan

Berkwalitas seharusnya berkualitas

Trampil seharusnya terampil


3. Susunan kalimat

Akibatnya, Pak Kasim bikin pecat dia punya pembantu. Seharusnya :


Akibatnya, Pak Kasim memecat pembantunya.

Ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang diajarkan di sekolah. Menfapa
demikian? Ragam bahasa yang dijarkan disekolah memperoleh gengsi dan
wibawa yang tinggi karena ragam itu jnuga yang akhirnya dpakai oleh kaum
berpendidikan, yang kemudian dapat menjadi pemuka di berbagai bidang yang
penting. Pejabat pemerintah, hakim, pengacara, perwira, sastrawan, pemimpin
perusahaan, wartawan dan guru terlatih dalam ragam sekolah itu. Akibatnya,
ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar.
Fungsinya sebagai tolok bandingan adalah menghasilkan bahasa baku. Jadi bahsa
baku adalah bahasa yang ragamnya seperti yang digunakan kaum terpelajar atau
ragam bahasa yang diajarkan di sekolah.

Bahasa baku ditandai dengan penggunaan kata, bentukan kata, frasa, dan
kalimat, serta ejaan yang benar. Dengan kata lain, bahsa baku adalah ragam
bahasa yang ejaan, tata bahasa dan kosa katanya diakui kebenarannyadi kalangan
masyarakat luas dan dijadikan norma pemakaian bahasa yang benar. Secara
umum, bahsa baku atau bahasa standar memiliki tiga ciri, yaitu:

1). Memiliki sifat kemantapan dinamis


2). Memiliki sifat kecendikiaan
3). Penyeragaman kaidah.

Ragam bahasa baku atau standar memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa
kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat.
Kaidah pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa dan perumus dengan
taat asas harus daapat menghasilkan bentuk perajin dan perusak , bukan pengrajin
dan pengrusak. Selain itu, kemantapan itu tidak kaku tetapi cukup luwes sehingga
memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di bidang kosakata dan
peristilahan serta mengizinkan perkembangan berjenis ragam yang di perlukan
dalam kedupan modern.
Ciri kedua yang menadai bahasa baku adalah sifat kecendikiannya.
Perwujudannya dalam kalimat, paragraph, dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur dan masuk akal. Proses
pencendikiaaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi
modern, yang kini umumnya masih bersumber dari bahasa asing, harus dapat
diteruskan lewat buku bahasa Indonesia. Akan tetapi karena proses bernalar secara
cendikia bersifat semesta dn bukan monopoli suatu bangsa, pencendikiaan bahasa
Indonesia tidak perlu diartikan sebagai pembaratan bahasa.

Ciri ketiga, bahasa baku menurut adanya keseragaman. Proses pembakuan sampai
taraf tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam
bahasa, atau penyamaan ragam bahsa, penyeragaman variasi bahsa. Itulah cirri
ketiga ram yang baku.

Khusus dalm menuliskan kata-kata bahasa Indonesia, kita “wajib” memperhatikan


kata baku dan kata tidak baku. Kata yang kita gunakan adalah kata baku.
Penulisan kata baku dalah penulisan kata yang mengikuti kaidah yang telah
ditentukan/dilaziman. Sebaliknya, bila penulisan kata tidak mengikuti kaidah,
disebut tak baku. Namun kadang-kadang kita ragu, model penulisan mana yang
tidak baku dan model penulisan mana yang baku. Untuk menghilangkan keraguan
itu, daftar penulisan kata tidak baku dan baku disajikan dibawah ini.

TIDAK BAKU BAKU


Abat Abad
Abjat Abjad
Absyah Abash
Accu Aki
Adan; adzan Azan
Adap; beradap Adab; beradap
Adekan Adengan
Adi daya Adidaya
Admininitrasi Administrasi
Adobsi Adopsi
Afik Afiks
Agro bisnis Agrobisnis
Ajektif Adjektif
Akhlaq Akhlak
Akir Akhir
Akountan Akuntan
Akrap Akrab
Akte Akta
Aktip Aktif
Alal bi halal Halalbihalal
Alinia Alenia
Al Qur’an Alquran
Alternatip Alternatif
Ampibi Amfibi
Analisa Analisis
Anggauta Anggota
Anten; antene Antena
Antri Antre
Apotik Apotek
Asik Asyik
Astronot Astronaut
Atheis Ateis
Atlit Atlet
Atlitik Atletik
Atmosfir Atmosfer
Atum Atom
Azap Azab
Beaya Biaya
Bedug Beduk
Begasi Bagasi
Bis Bus
Bongkok Bungkuk
Brantas Berantas
Breidel Bredel
Under Bundar
Bur Bor
Cabe Cabai
Candela Jendela
Certera Cerita
Cidera Cedera
Cindera mata Cenderamata
Conto Contoh
Dahsat Dahsyat
Da’i Dai
Da’wah Dakwah
Desertasi Disertasi
Deterjen Detergen
Devisi Divisi
Dhuhur; dhuzur Lohor
Dipagelarkan Dipergelarkan
Do’a Doa
Dulu Dahulu
Duren Durian
Dzikir Zikir
Efektip Efektif
Efektifitas Efekvitas
Eksploatasi Eksploitasi
Elit Elite
Emblim Emblem
Emosionil Emosional
Enerji; enersi Energi
Esensiil Esensial
Faham Paham
Falaq Falak
Faluta Valuta
Fariasi Variasi
Fardlu Fardu
Faritas Varietas
Filem Film
Fitroh Fitrah
Foto kopi; foto kopy Fotokopi
Frase Frasa
Frekuwensi Frekuensi
Gisi Gizi
Gladi Gelada
Golef Golf
Gordin Gorden
Group Grup
Gubug Gubuk
Hadist Hadis
Hadlir Hadir
Hakekat Hakikat
Harafiah Harfiah
Helem Helm
Himbau Imbau
Hoby Hobi
Homonem Homonim
Ijasah Ijazah
Ilmiawan Ilmuwan
Imaginasi Imajinasi
Individual Individual
Inggeris Inggris
Insidentil Insidental
Intalasi Instalasi
Irasionil Irasional
Iyuran Iuran
Jadual Jadwal
Jakat Zakat
Jamaah Jemaah
Jasat Jasad
Jengkerik Jangkrik
Jerigen Jeriken
Jenasah Jenazah
Joang Juang
Jum”at Jumat
Kaca mata Kacamata
Kaedah Kaidah
Kalaidoskop Kaleidoskop
Kalayak Khalayak
Kaos Kaus
Karir Karier
Kasset Kaset
Katoliek; katholik Katolik
Kemaren Kemarin
Kemis Kamis
Kemps Kempis
Kenalpot Knalpot
Keristen Kristen
Ketawa Tertawa
Charisma Karisma
Kibik Kubik
Klas Kelas
Klimak Klimaks
Kobis Kubis
Kodya Kodia
Komersiil; komersil Komersial
Komoditi Komoditas
Komprensi Konferensi
Komperhensip Komprehensip
Komplek Kompleks
Kondite Konduite
Konggres Kongres
Konsekwen Konsekuen
Konstitusionil Konstitusional
Kontinyu Kontinu
Kopor Koper
Kordinasi Koordinasi
Krus Kurs
Kurnia Karunia
Kwalifikasi Kualifikasi
Kwalitas Kualitas
Kwartal Kuartal
Kwarto Kuarto
Kwintasi Kuintasi
Lasykar Lascar
Lauk pauk Lauk-pauk
Legalisir; dilegalisir Legalisasi; dilegalisasikan
Lesan Lisan
Leukimia Leukemia
Lobang Lubang
Lokalisir;dilokalisir Lokasisasi; dilokalisasikan
Ma’af Maaf
Mabok Mabuk
Mahaesa Maha Esa
Mampet Mampat
Managemen Manajemen
Manager Manajer
Mantera Mantra
Marskal Marsekal
Masarakat Masyarakat
Mencontek Menyontek
Membom Mengebom
Mensejahterakan Menyejahterakan
Mensukseskan Menyukseskan
Menterjemahkan Menerjemahkan
Mentri Menteri
Mentua Mertua
Menyolok Mencolok
Merubah Mengubah
Metoda Metode
Milyar Miliar
Milyun Miliun
Missi Misi
Modern Modern
Museum Museum
Nadir Nazar
Nafas Napas
Nasip Nasib
Nomer Nomor
Nasehat Nasihat
Nopember November
Oase Oasis
Obade Aubade
Obyek Objek
Oditorium Auditorium
Oknom Oknum
Oksigin Oksigen
Otentik Autentik
Otobiografi Autobiografi
Pebruari Februari
Penganten Pengantin
Pengetrapan Penerapan
Perau Perahu
Perduli Peduli
Permin Permen
Pinsil Pensil
Pir Per
Pirsawan Pemirsa
Pondasi Fondasi
Porselin Porselen
Praktek Praktik
Problim Profesor
Prosen Persen
Rabo Rabu
Ramadhan; romadlon Ramadan
Rangsel Ransel
Rasia Razia
Redakrtor Redaktur
Relijius Religious
Resiko Risiko
Respon Respons
Restaurant Restoran
Ridlo Rida
Ril Rel
Sandra Sandera
Sanskrit Sanskerta
Sastera Sastra
Saur Sahur
Sekandal Skandal
Sekema Skema
Seket; seketsa Sketsa
Sekor Skor
Sekores Skors
Syah (resmi) Sah
Sekering Sekring
Sekertaris Sekretaris
Semi final Semifinal
Sendra tari Sendratari
Senen Senin
Sentausa Sentosa
Sepion Spion
Setadion Stadion
Stempel Stempel
Seterika Setrika
Setres Stress
Shalat; sholat Salat
Sinkrun Sinkron
Skak Sekak
Sodara Saudara
Sorga Surge
Souvenir Souvenir
Spido meter Spedometer
Spiritual Spiritual
Stand Stan
Standard Standar
Standarisasi Standardisasi
States Status
Subyek Subjek
Surban Serban
Sutra Sutera
Tapi Tetapi
Tasbeh Tasbih
Tatabahasa Tata bahasa
Taufan Topan
Tehnik Teknik
Telor Telur
Tenes Tenis
Terlentang Telentang
Thesis Tesis
Tilgram Telegram
Tilpon; telpun Telepon
Trotoir Trotoar
Tumbak Tombak
Ujud Wujud
‘ulama Ulama
Universal Universal
Validity Validitas
Varitas Varietas

C. Ragam Sastra Dan Non Sastra


Cara pengarang (sastrawan) menggunakan bahasa untukmenulis karya sastra
berbeda dengan cara penulis lain untuk menghasilkan karya ilmiah. Penulis karya
ilmiah bertujuan menyampaiakan gagasannya kepada pembaca. Karena, itu kata-
kata yang dipilih dan rakitan kalimatnya dibuat demikian rupa agar pembaca
karya ilmiah cepat menangkap dan memahami gagasan penulis. Lain halnya
dengan sastrawan. Sastrawan menulis bukan hanya menyampaikan gagasan
kepada pembaca, melainkan juga menyampaikan perasaanya. Apa yang sedang
dirasakan pula oleh pembaca. Itulah harapan sastrawan.

Untuk tujuan itu, sastrawan perlu menggunakan bahasa yang sering


berbeda dengan kelaziman. Sastrawan perlu “menggayakan” kalimat, agar
pembaca tersentu perasaannya. Pilihan kata, susunan kalimat, dan rakitan
paragraph bahasa sastra bersifat khas, berbeda dengan bahasa nonsastra.

Contoh ragam sastra:

Pasar baru Jakarta sedang panas-panasnya dibakar matahari musim


kemarau. Udara di atasaspal jalan meriak-riak kepanasan. Dan debu sehalus
tepung beterbangan dditiup angin kecil, hinggap dan melekat pada tiap muka dan
leher yang basah dengan keringat. Trotoar penuh dengan orang-orang yang
berbondong, hilir mudik, keluar-masuk took-toko yang padat dengan 1001 ,
macam barang dagangan.

Saya haus. Masuk sebuah restoran, didorong oleh angan-angan yang


membayangkan segelas air jeruk kekuning-kuningan dengan segeluntung es
mengambang di atasnya, siap untuk direguk guna menyejukkan kerongkongan
yang kering.

Kaget dan gembira. Ketika melangkah kea rah sebuah meja yang kedua
kursinya masih kosong, tiba- tiba terdengar suara seorang wanita melangkah dari
sebuah sudut menyerukan nama saya, “Pak Mahmud!” jelas sekali, “Pak
Mahmud!”….(Achdiat K. Mihardja)

Contoh ragam nonsatra

Bagaimana asal mula tontonan drama? Keberadaan drama diawali


dengan adanya upacar keagamaan yang diselenggrakan oleh para pemuka
agama. Dulu, dalam upacara keagamaan, nenek moyang kita amat percaya
bahwah arwah leleuhur yang telah meninggal dunia dapat dipanggil untuk
dimintai restu atau opertolongan. Cara memanggilnya, mereka membuat lukisan
atau patung leluhur yang telah meninggal duni. Kemudian lukisan atau apatung
itu merek puja-puja agar arwah leluhur (yang digambarkan dengan lukisan atau
apatung itu) datang dan mau member restu atau pertolongan kepada
keturunannya yang masih hidup.
Para pemuka agama yang menyelenggarakan upacara keagamaan itu
mengucapkan mantra dan doa-doa dengan suara nyaring dan irama tertentu.
Mereka juga mengenakan pakaian upacara tertentu. Misalnya, jubah, ikat kepala,
selempang, gelang, dan lain-lain. Sambil mengucapkan mantra, mereka
melakukan gerakan-gerakan tertentu. Adakalanya mereka duduk bersimpuh
kemudian berdiri seperti patung sambil memejamkan mata. Adakalanya berjalan
modar-mandir sambil mengacung-acungkan tangan. Gerakan-gerakan itu sering
diiringi bunyi-bunyian, misalnya bunyi gendang atau tambur. Berdasarkan cara-
cara melakukan upacara keagamaan itu lahirlah tontonan drama. (Wiyanto,
2002)

Anda mungkin juga menyukai