Anda di halaman 1dari 98

Makalah ini Belum Disunting

PANITIA PEMBINAAN KETERAMPILAN


BERBAHASA DAN BERSASTRA INDONESIA
TAHUN 2012
i
KUMPULAN MATERI KETERAMPILAN BERBAHASA DAN
BERSASTRA INDONESIA BAGI GURU SEKOLAH DASAR
KELAS IV, V, ATAU VI SE-DIY

Cetakan Pertama:
Oktober 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Diterbitkan pertama kali oleh:


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA
BALAI BAHASA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Sanksi Pelanggaran Pasal 72, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta.
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

ii
DAFTAR ISI

Bentuk Kata dalam Bahasa Indonesia ........................................ 1


Widada Hadisaputra

Kalimat di dalam Bahasa Indonesia: Pengertian, Unsur,


dan Jenis .......................................................................................... 11
Edi Setiyanto

Menjadi Guru Kreatif (Menulis/Mengarang) ........................ 27


Tirto Suwondo

Mengarang Itu Mencerdaskan ................................................... 33


Tirto Suwondo

Surat Menyurat .............................................................................. 41


Suharna

Memahami Puisi dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia


Sekolah Dasar ................................................................................ 57
Dhanu Priyo Prabowo

Proses Kreatif Menulis: Ide dan Imajinasi .............................. 69


Herry Mardianto

Konsep Dasar Ekspresi (Lisan) Sastra di Sekolah Dasar ..... 81


Ahmad Zamzuri

iii
iv
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

BENTUK KATA
DALAM BAHASA INDONESIA
Widada Hadisaputra

SARANA KOMUNIKASI
1. Ragam Lisan  LAFAL
Ragam lisan nasional
Ragam lisan nasional resmi
Ragam lisan nasional tak remi
Ragam lisan regional
Ragam-ragam lisan lokal
2. Ragam Tulis  EYD

Ciri Ragam Tulis


• Ejaan
• Pilihan kata
• Struktur kalimat

CIRI BAHASA BAKU


1. Kemantapan dinamis, tidak kaku
2. Kecendekiaan : penalaran/pemikiran
teratur, logis, masuk akal
3. Keseragaman : penyeragaman kaidah,
bukan penyamaan ragam bahasa atau
penyeragaman variasi bahasa

1
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

SIFAT PENGGUNAAN
1. Bahasa baku = bahasa resmi
kalangan terdidik
karya ilmiah
suasana resmi
surat resmi : surat-menyurat dinas
perundang-undangan
karangan teknis
2. Bahasa tak baku = bahasa tak resm

KATA
Terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan tentang kata:
1. bentuk
2. makna
3. pemakaian

1. BENTUK KATA
UNSUR SERAPAN DARI BAHASA ARAB
 Bunyi /q/  /k/
Contoh: taqwa  takwa
istiqamah  istikamah
aqal  akal
 Bunyi /t/  /h/
Contoh: amanat  amanah
amanat
barakat  berkah
berkat
 Bunyi /o/  /a/
Contoh: solat  salat
musola  musala
rido  rida
 Bunyi /kh/ /kh/ atau /k/
Contoh: akhir  akhir atau ahir/akir

2
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

akhlak  akhlak atau aklak


khalik  khalik atau kalik
khawatir  khawatir atau kawatir
 Bunyi /kh/  /h/
Contoh: khalal  halal
Khukum  hukum
 Bunyi /f/  /p/ atau /f/
Contoh: faham  paham
fikir  pikir
nafsu  napsu
fikih  fikih
fakir  fakir
 Bunyi /sh/  /s/
Contoh : shobar  sabar
sholat  salat
 Bunyi /dh/  /d/,
Contoh: hadhir/hadlir  hadir
ridho/ridha  rida
wudhu/wudlu wudu
 Bunyi /sh/  /s/
Contoh : shobar  sabar
sholat  salat
 Bunyi /dh/  /d/,
Contoh: hadhir/hadlir  hadir
ridho/ridha  rida
wudhu/wudlu wudu

2. PROSES PEMBENTUKAN KATA


Pembentukan dengan awalan {meng-}
meng-  men-
meng-  mem-
meng-  meny-
meng-  meng-
meng-  menge-

3
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Huruf awal kata dasar /k, p, t, dan s/ luluh, kecuali yang berupa
bunyi klaster /kl, kr, pr, pl, tl, tr, dan sebagainya/.
Contoh:
a. Bunyi /k/ luluh
kampanye => mengampanyekan
koordinasi => mengordinasikan
konsumsi => mengonsumsi
konsultasi => mengonsultasikan
b. Bunyi /t/ luluh
terjemah => menerjemahkan
tasbih => menasbihkan
teladan => meneladani
c. Bunyi /p/ luluh
peduli => memedulikan
parkir => memarkir
posisi => memosisikan
penjara => memenjarakan
d. Bunyi /s/ luluh
setara => menyetarakan
sejajar => menyejajarkan
setuju. => menyetujui

3. UNSUR BENTUKAN KATA


1. Imbuhan
a. awalan
b. sisipan
c. akhiran
d. gabungan
2. Klitika
- inklitik : -ku, -mu, -nya
- proklitik : kau-

4
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

FUNGSI KLITIKA
inklitik: -ku, -mu, -nya
proklitik : kau-

Pembentuk kata kerja, contoh:


kubaca
kau ambil
dia terima
Menyatakan makna posesif, contoh:
bukuku
mobilmu
rumahnya

BENTUK MAJEMUK
Ciri :
 Tidak dapat disisipi unsur lain
 Mempunyai arti baru
 Contoh:
orang tua (‘orang yang sudah tua)
orang tua (‘ayah ibu’)
- Antar  antarbangsa – international
- Nir  nirlaba – nonproperty
nirgelar – nondegree
niraksara – illetery
- Pasca  pascasarjana – postgraduate
pascajual
- Pramu  pramugari
Pramuwisata

MAKNA KATA
1. Denotasi  makna yang ditunjuk
2. Konotasi  makna tambahan
3. Polisemi  banyak maknanya
(dalam tataran kata)

5
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

4. Homonim  sama bentuknya


(dalam tataran kata dan imbuhan)

HOMONIM
Homo = sama
nem = bentuk
Contoh:
a. dalam tataran kata
buku: “alat tulis, alkitab”
“ruas jari, tebu,dsb”
muka: “wajah”
“depan”
b. dalam tatanan morfem
ber- “memiliki”
“mengeluarkan”
“naik”
ke-an “dikenai….(hujan)”
“terlalu…...(besar)”
“tempat….(camat)”
ber- : “memiliki” pada beribu
ber- : “mengeluarkan” pada bersuara

KONOTASI
Selalu berkembang sesuai dengan zamanya.
Contoh: - kakus - pelacur
jamban tuna susila (WTS)
WC PSK
kamar kecil
toilet

JENIS BENTUK MAJEMUK


1. Gabungan dua verba dasar
- mabuk laut - berani mati

6
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

- bunuh diri - ikut campur


- kurang pikir - salah dengar
2. Gabungan verba ulang
- goyang-goyang kaki
- pulang-pulang kampung
3. Gabungan verba berafiks
- berdiam diri - bertegur sapa
- hilang ingatan - bertolak pinggang
- mengambil alih

UNSUR PEMBENTUK KATA ARKAIS/KUNA


 Alih  alih aksara – transliterasi
alih bahasa – transkrip
alih teknologi
 Lepas  lepas landas – take off
lepas pantai – off shore
 Adi  adikuasa
adikarya
adibusana
Gabungan afiks dengan kata tertentu
- antiperang - paranormal
- antarbangsa - purnajual
- interlokal - swalayan
- mahabesar - tunakarya
- multinasional - serbaguna
- nircahaya - asusila

BENTUK PANGKAS
flu  influensa
info  inormasi
prof  profesor
lab  laboratorium
mik  mikrofon

7
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

AKRONIM
· tilang  bukti pelanggaran
· valas  valuta asing
· lapas  lembaga pemasyarakatan
· rudal  peluru kendali
· dugem  dunia gemerlap

ANALOGI
Analogi adalah proses pembentukan kata berdasarkan bentuk
yang telah ada.
Contoh:
tinju  bertinju  petinju
senam  (bersenam)  pesenam
silat  (bersilat)  pesilat
catur  (bercatur)  pecatur
terjun  (beterjun)  peterjun
*) - pramugari  pra + mugari
pramu + gari
- pramuwisma pramu + wisma
- pramusiswi  pramu + siswi
- pramuria  pramu + ria
- pramuniaga pramu + niaga

· standard  standardisasi
· modern  modernisasi
· legal  legalisasi

- *kuningisasi  penguningan
- *lelenisasi  pelelean
- *swastanisasipenswastaan

8
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

PERTALIAN BENTUK KATA


 temu bertemu  pertemuan
menemukan  penemuan
 gerak  bergerak  pergerakan
menggerakkan  penggerakan
 ubah  berubah  perubahan
mengubah  pengubahan
 satu bersatu  persatuan
menyatu  penyatuan

9
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

10
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

KALIMAT DI DALAM BAHASA


INDONESIA: PENGERTIAN, UNSUR,
DAN JENIS
Edi Setiyanto

1. Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang sudah meng-
ungkapkan pikiran secara utuh. Kalimat tersusun dari kata atau
kelompok kata (frase) yang masing-masing memiliki fungsi ber-
beda. Kalimat dapat bersifat lisan atau tulis. Pada bentuk lisan
kalimat diawali dan diakhiri dengan kesenyapan untuk mence-
gah terjadinya asimilasi bunyi. Saat diucapkan, kalimat dilafalkan
dengan suara naik turun, keras lemah, dan diselai jeda. Pada
bentuk tulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Di dalamnya
disertakan berbagai tanda baca, seperti tanda koma, tanda ku-
rung, tanda hubung. Tanda titik, tanda tanya, tanda seru sepadan
dengan intonasi akhir. Tanda baca yang lain menggambarkan
bagaimana penulis menata satuan-satuan gagasannya.
Karena merupakan satuan bahasa terkecil yang sudah meng-
ungkapkan pikiran secara utuh, kalimat tidak menjadi bagian
dari kalimat yang lain. Dengan kata lain, kalimat merupakan
satuan sintaktik terbesar. Di dalam wujud yang paling sederhana,
kalimat dapat berunsur dua kata atau kelompok kata yang ma-
sing-masing berfungsi sebagai subjek (S) dan predikat (P), seperti
terlihat pada contoh berikut.

11
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

(1) Mereka // menari


S P
(2) Rencana pembangunan jalan tol Yogya-Solo // masih dibahas
S P
di DPRD Propinsi.
Contoh (1) merupakan contoh kalimat yang terdiri atas dua kata,
sedangkan contoh (2) merupakan contoh kalimat yang terdiri
atas dua kelompok kata.
Di samping istilah kalimat—yang minimal terdiri atas subjek
dan predikat—terdapat istilah klausa yang, minimal, juga terdiri
atas subjek dan predikat. Jika dilihat dari strukturnya, kalimat
dan klausa memperlihatkan kesamaan, yaitu minimal berunsur
S-P. Secara mendasar, kalimat dan klausa dibedakan berdasarkan
(a) ada tidaknya intonasi dan (b) sifat keberadaannya dalam
konstruksi yang lebih besar. Berikut penerapan pengertian pada
contoh untuk memperjelas.
(3) Panas matahari // semakin menyengat.
S P
(4) Lelaki tua itu // masih harus mencangkul // beberapa petak
S P O
sawah lagi.
(5) Panas matahari // semakin menyengat // tetapi //
S P Konj. K
lelaki tua itu // masih harus mencangkul // beberapa petak
S P O
sawah lagi.
(6) Panas matahari // semakin menyengat // ketika //
S P Konj. S
lelaki tua itu masih harus mencangkul beberapa petak sawah
lagi.
K
Contoh (3)—(6) merupakan kalimat karena masing-masing
tidak menjadi bagian dari konstruksi yang lebih besar. Yang

12
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

menarik untuk dibicarakan ialah keberadaan contoh (3) dan (4)


dalam hubungan dengan contoh (5) dan (6). Secara mandiri,
konstruksi (3) dan (4), masing-masing, merupakan klausa yang
sekaligus merupakan kalimat. Namun, pada (5) dan (6) masing-
masing konstruksi bukan lagi kalimat, melainkan klausa. Sifat
keklausatifan itu disebabkan oleh keberadaannya yang sekadar
sebagai bagian dari konstruksi yang lebih besar, yaitu panas
matahari semakin menyengat tetapi/ketika lelaki tua itu masih harus
mencangkul beberapa petak sawah lagi.

2. Ciri Kalimat
Selain didasarkan pada adanya intonasi, tanda baca, atau
ketakterikatannya pada konstruksi lain yang lebih besar; kalimat
juga ditandai oleh kemungkinan diubahnya susunan. Di dalam
hubungan itu, pengubahan harus tidak mengakibatkan terjadinya
perubahan makna. Perhatikan contoh berikut.
(7) anak // yang rajin (berarti ’anak yang tidak malas’)
(7a) yang rajin // anak (berarti ’yang rajin bukan orang tua’)
(8) anak yang rajin itu // sedang belajar (berarti ’anak yang
rajin itu tidak sedang tidur’)
(8a) sedang belajar // anak yang rajin itu (berarti ’sedang tidak
tidur anak yang rajin itu’)
Karena pengubahan susunan yang tidak mengakibatkan
perubahan makna terjadi pada (8), konstruksi yang merupakan
kalimat ialah konstruksi (8). Sebaliknya, konstruksi (8) hanya
merupakan frase.

3. Unsur-Unsur Kalimat
Selain berunsur subjek dan predikat, kalimat dapat disusun
dari unsur yang lebih kompleks. Hal itu dapat dilihat pada contoh
berikut.
(9) Ayah // selalu mengirimi // kami // uang // pada setiap
S P O Pl. K
awal bulan.
13
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Contoh (9) memperlihatkan bahwa kalimat dapat disusun


berdasarkan unsur yang berupa subjek, predikat, objek (O),
pelengkap (Pl.), dan keterangan (K). Berikut dipaparkan
pengertian dan ciri masing-masing unsur itu.

3.1 Subjek
Subjek adlah unsur kalimat yang diperikan (diperkatakan)
dalam sebuah kalimat. Subjek memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. merupakan jawaban atas pertanyaan siapa atau apa;
2. dapat disertai kata ini atau itu (penanda takrif);
3. tidak didahului kata depan (preposisi);
4. dapat berupa kata/kelompok benda atau kelas kata yang
lain yang dapat memiliki salah satu ciri subjek.

3.2 Predikat
Predikat adalah unsur kalimat yang menerangkan subjek.
Keterangan itu berhubungan dengan apa, berapa, mengapa, atau
bagaimana subjek. Predikat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. merupakan jawaban atas pertanyaan apa, berapa, mengapa,
atau bagaimana;
2. dapat disertai kata pengingkar tidak atau bukan;
3. dapat disertai adverbia seperti hendak, sedang, akan;
4. dapat didahului kata ialah, adalah, merupakan;
5. dapat berupa kata atau kelompok kata kerja, kata atau
kelompok kata sifat, kata atau kelompok kata benda, atau
kata atau kelompok kata nomina.

3.3 Objek
Objek adalah unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau
yang menderita akibat perbuatan subjek. Objek memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1. terdapat pada kalimat berpredikat verba transitif;
2. langsung mengikuti predikat;
3. tidak didahului kata depan atau preposisi;

14
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

4. menjadi subjek pada konstruksi pasifnya;


5. dapat diganti dengan bentuk –nya;
6. dapat berupa kata atau kelompok kata benda atau anak
kalimat (ditandai kata hubung bahwa);

3.4 Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang menerangkan
predikat, tetapi tidak dikenai perbuatan subjek. Pelengkap
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. melengkapi makna kata kerja (predikat);
2. terdapat dalam kalimat berpredikat kata kerja intransitif;
3. langsung mengikuti predikat atau objek jika terdapat objek
di dalam kalimat itu;
4. tidak didahului kata depan;
5. tidak menjadi subjek dalam konstruksi pasifnya;
6. cenderung tidak dapat dilesapkan;
7. tidak dapat diganti dengan bentuk –nya;
8. berupa kata/kelompok kata benda; kata/kelompok kata
sifat, atau klausa.

3.5 Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan infor-
masi lebih lanjut mengenai hal yang dinyatakan di dalam kalimat.
Keterangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. memberikan informasi tentang, di antaranya, waktu, tempat,
tujuan, cara, sebab;
2. memiliki keleluasaan letak/posisi (dapat di awal, akhir, atau
menyisip di anatar subjek dan predikat);
3. tidak bersifat wajib;
4. didahului kata depan, seperti di, ke, dari, pada atau kata hubung
(konjungsi) jika berupa anak kalimat, seperti karena, jika, maka,
ketika;
5. tanpa kata depan jika berupa kata seperti kemarin, sekarang,
tadi, nanti;
6. dapat berupa kata, frase, atau klausa.

15
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

5. Jenis-Jenis Kalimat Dasar dalam Bahasa Indonesia


Kalimat dapat terbangun dari berbagai pola konstruksi unsur:
S-P, S-P-O, S-P-Pl., dan sebagainya. Seberapa banyak unsur harus
ada dalam kalimat, hal itu bergantung jenis kata pengisi predikat.
Setiap jenis predikat menghasilkan “pola kalimat dasar” (PKD)
tertentu. Yang dimaksud pola kalimat dasar adalah kalimat yang
hanya tersusun dari unsur-unsur yang bersifat wajib. Bagaimana
pun bentuk dan panjangnya, setiap kalimat (baku) bahasa
Indonesia selalu dapat “dipulangkan” ke salah satu PKD bahasa
Indonesia. Berikut enam macam PKD bahasa Indonesia.

5.1 Pola S-P


(10) Para penari berhias.
(11) Pamanku seorang petani.
(12) Meja kayu berukir itu sangat mahal.
(13) Luas sawah Pak Rekso hanya 500 m2.
S P

5.2 Pola S-P-P1

(14) Anak sulungnya menjadi pengusaha.


(15) Semuanya berwajah garang.
(16) Mereka beternak ayam potong.
S P Pl.

5.3 Pola S-P-O

(17) Beberapa siswa membuat patung.


(18) Para korban gempa bumi memperoleh bantuan.
S P O

5.4 Pola S-P-O-Pl


(19) Ibu menghadiahi Dina sepeda baru.
(20) Pemerintah Indonesia mengirimi Pemerintah Malaysia surat protes.
S P O Pl.

16
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

5.5 Pola S-P-K (K bersifat wajib)

(21) Orang-orang itu bertempat tinggal di pedalaman.


(22) Mereka berasal dari desa
(23) Ayah berada di NTB.
S P K

5.6 Pola S-P-O-K (K bersifat wajib)


(24) Beliau memperlakukan kami dengan baik.
(25) Kami sendiri menyikapi masalah itu dengan wajar.
(26) Mereka menempatkan kami di kamar yang bagus.
S P O K

6. Jenis-Jenis Kalimat
Kalimat dapat dijeniskan berdasarkan berbagai kategori.
Misalnya, berdasarkan jenis hubungan peran setiap unsur atau
jumlah unsur pembangun. Berdasarkan jenis hubungan peran,
kalimat diperinci menjadi (a) kalimat aktif (subjek sebagai pe-
laku), (b) kalimat pasif (subjek sebagai sasaran), (c) kalimat
resiprokal (subjek secara bergantian sebagai pelaku dan sasaran),
(d) kalimat refleksif (subjek sebagai penerima hasil tindakan
predikat). Berdasarkan jumlah unsur pembangun, kalimat
diperinci menjadi (a) kalimat tunggal (kalimat yang berunsurkan
satu klausa) dan (b) kalimat majemuk (kalimat yang berunsurkan
dua klausa atau lebih). Berikut paparan lebih lanjut mengenai
jenis kalimat berdasarkan jumlah unsur pembangun.

6.1 Kalimat Tungal


Kalimat tunggal adalah kalimat yang tersusun dari satu
kalimat dasar, dengan atau tanpa perluasan. Dengan demikian,
kalimat tunggal hanya mengungkapkan satu pesan (proposisi).
Berikut contoh kalimat tunggal yang dengan atau tanpa
perluasan.
(27) Para siswa belajar.
(28) Semua berperilaku santun.

17
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

(29) Kami menyayangi mereka.


(30) Para siswa belajar di perpustakaan.
(31) Semua berperilaku sangat santun.
(32) Kami semua menyayangi mereka.
Contoh (27)—(29), yang masing-masing berpola S-P, S-P-
Pl., S-P-O, merupakan kalimat tunggal yang tidak mengalami
perluasan. Sebaliknya, contoh (30)—(32), meskipun masing-
masing tetap berpola S-P, S-P-Pl., S-P-O, merupakan kalimat
tunggal yang sudah mengalami perluasan. Perluasan terjadi
sehubungan dengan adanya penambahan dalam bentuk di perpus-
takaan, sangat, semua. Meskipun sama-sama sebagai bentuk per-
luasan dari (27)—(29), contoh (33)—(35) berikut bukan tergolong
kalimat tunggal, melainkan kalimat majemuk.
(33) Para siswa belajar dengan tertib.
(34) Semua berperilaku santun karena sudah kami arahkan.
(35) Kami menyayangi mereka seperti mereka menyayangi kami.
Pada (33)—(35) bentuk perluasan ialah dengan tertib, karena
sudah kami arahkan, dan seperti mereka menyayangi kami. Karena
bentuk perluasan juga merupakan klausa, contoh (33)—(35) ber-
ubah menjadi kalimat majemuk, yaitu kalimat yang setidaknya
berunsur dua klausa. Bahwa bentuk perluasan ialah klausa dapat
dipahami melalui penjelasan berikut.

Konjungsi Subjek Predikat Objek Pelengkap


dengan siswa berperilaku tertib
karena siswa sudah kami arahkan
seperti mereka menyayangi kami

Keklausatifan pada bentuk perluasan itu terlihat melalui adanya


predikasi antara predikat dan unsur tertentu, yaitu subjek, objek,
atau pelengkap; baik secara tersurat atau tersirat (dengan pele-
sapan). Secara tersurat terlihat pada hubungan mereka menyayangi
kami sebagai hubungan S-P-O. Secara tersirat (lesap) terlihat pada
hubungan siswa berperilaku dengan tertib sebagai hubungan S-P-

18
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Pl atau hubungan siswa dengan sudah kami arahkan sebagai hu-


bungan S-P, yang kebetulan berupa pasif persona.

6.2 Kalimat Majemuk


Kalimat majemuk adalah kalimat yang tersusun dari dua
kalimat tunggal atau lebih dengan atau tanpa konjungsi tertentu
sebagai perangkai. Sebagai perangkai, konjungsi berfungsi me-
nandai sifat hubungan makna dari klausa-klausa yang dirangkai.
Misalnya, hubungan pertentangan atau kewaktuan seperti
terlihat pada contoh berikut.
(16) Pengurus organisasi harus mempunyai pengetahuan yang
luas, tetapi harus bisa bersikap ramah terhadap siapa pun.
(17) Pengurus organisasi harus mempunyai pengetahuan yang
luas karena harus bisa bersikap ramah terhadap siapa pun.
Contoh (16) dan (17) merupakan contoh kalimat majemuk
yang tersusun dari dua klausa, yaitu (a) pengurus organisasi harus
mempunyai pengetahuan yang luas dan (b) harus bisa bersikap ramah
terhadap siapa pun. Pada (16) sebagai perangkai digunakan kon-
jungsi tetapi; pada (17) digunakan konjungsi karena. Perbedaan
konjungsi itu, pada gilirannya, memunculkan perbedaan dalam
hal (a) sifat hubungan makna dan (b) perilaku sintaktik klausa-
klausa. Pada (16) sifat hubungan makna menjadi hubungan
pertentangan; pada (17) menjadi hubungan sebab. Pada (16a) urutan
unsur tidak dapat diubah menjadi (16a), sedangkan pada (17)
urutan unsur dapat diubah menjadi (17a).
(16a) *Tetapi harus bisa bersikap ramah terhadap siapa pun
pengurus organisasi harus mempunyai pengetahuan yang
luas,.
(17a) Karena harus bisa bersikap ramah terhadap siapa pun,
pengurus organisasi harus mempunyai pengetahuan yang
luas.
Perbedaan perilaku sintaktik (16) dan (17) disebabkan oleh
perbedaan sifat kemajemukannya. Contoh (16) tergolong kalimat

19
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

majemuk setara, sedangkan (17) tergolong kalimat majemuk


bertingkat. Berikut pengertian lebih perinci mengenai kalimat
majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
6.2.1 Kalimat Majemuk Setara (KMS)
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang
klausa-klausanya bersifat sederajat. Dengan kata lain, keberada-
an setiap klausa bersifat inti. Klausa yang satu bukan merupakan
“anak” dari klausa yang lain. Oleh sebab itu, urutan klausa pada
KMS tidak dapat dibalik.
Berdasarkan jenis hubungan maknanya, KMS dapat di-
perinci menjadi 4 macam, yaitu (1) hubungan penambahan, (2)
hubungan perturutan, (3) hubungan pemilihan, dan (4) hubungan
pertentangan.
6.2.1.1 KMS Hubungan Penambahan
KMS hubungan penambahan adalah KMS yang makna
klausa kedua dan seterusnya mengungkapkan perbuatan, kejadi-
an, atau peristiwa sebagai tambahan atas perbuatan, kejadian,
atau peristiwa yang disebutkan pada klausa pertama. KMS hu-
bungan perturutan ditandai dengan perangkai seperti dan, serta,
baik ... maupun.
(18) Kami bermaksud mengunjungi lokasi bencana dan membe-
rikan sumbangan semampu kami.
(19) Calon peserta hanya diminta mengisi blangko pendaftaran
serta menyerahkan fotokopi KTP.
(20) Dia rajin membaca, baik sewaktu menjadi mahasiswa maupun
sesudah bekerja.
6.2.1.2 KMS Hubungan Perturutan
KMS hubungan perturutan adalah KMS yang makna klausa
keduanya mengungkapkan perbuatan, kejadian, atau peristiwa
sebagai lanjutan dari perbuatan, kejadian, atau peristiwa yang
disebutkan pada klausa pertama. KMS hubungan perturutan
ditandai dengan perangkai seperti lalu, kemudian, termasuk lantas
yang tergolong tak baku.

20
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

(21) Ketua Panitia memberikan sambutan kemudian melakukan


pemukulan gong tiga kali sebagai tanda dimulainya pameran.
(22) Menurut saksi mata, para perampok langsung mendatangi
satpam lalu menodongkan senjata.
(23) Awalnya bangunan-bangunan terlihat bergoyang lantas
sebagian besar runtuh, rata dengan bumi.
6.2.1.3 KMS Hubungan Pemilihan
KMS hubungan perturutan adalah KMS yang makna klausa
keduanya mengungkapkan perbuatan, kejadian, atau peristiwa
sebagai pilihan lain dari perbuatan, kejadian, atau peristiwa yang
disebutkan pada klausa pertama. KMS hubungan pemilihan di-
tandai dengan perangkai atau.
(24) Pemerintah harus bersikap atau masyarakat akan terus mem-
protesnya.
(25) Pengunjung boleh sekadar melihat-lihat atau mencicipi
makanan yang dipamerkan.
(26) Mau tidak mau peternak harus menjual ternaknya atau me-
minjam modal baru dari bank.
6.2.1.4 KMS Hubungan Pertentangan
KMS hubungan pertentangan adalah KMS yang makna
klausa kedua dan seterusnya mengungkapkan perbuatan, kejadi-
an, atau peristiwa yang sebaliknya dari perbuatan, kejadian, atau
peristiwa yang disebutkan pada klausa pertama. KMS hubungan
pertentangan ditandai dengan perangkai seperti tetapi, melainkan.
(27) Bung Karno dan Bung Hatta kadang berselisih pedapat,
tetapi tetap bersatu jika demi kepentingan bangsa.
(28) Pengetahuan akan mengantarkan manusia ke kemajuan,
tetapi agama akan menuntun manusia ke kebenaran.
(29) Mereka bukan negarawan, melainkan sekadar politisi.
6.2.2 Kalimat Majemuk Bertingkat (KMB)
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang
klausa-klausanya tidak bersifat sederajat. Dengan kata lain, salah
satu klausa menjadi “klausa induk”; klausa yang lain menjadi

21
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

“klausa anak”. Pada KMB klausa yang berupa klausa anak adalah
klausa yang didahului oleh konjungsi atau perangkai. Karena
harus memiliki klausa induk, salah satu klausa pada KMB harus
tidak didahului konjungsi. Secara tata urut, posisi atau distribusi
klausa anak (sesuai dengan fungsi informasinya yang bersifat tam-
bahan) akan mengakhiri kalimat. Namun, karena keperluan pem-
fokusan atau pementingan, distribusi klausa anak sering dibalik
atau dikedepankan, seperti terlihat pada contoh (29) dan (29a).
(30) Harga sapi lokal turun karena Pemerintah melaksanakan
kebijakan impor sapi.
(30a) Karena Pemerintah melaksanakan kebijakan impor sapi,
harga sapi lokal turun.
Urutan pada KMB lazimnya bisa diubah. Perkecualian terja-
di pada KMB yang menyatakan hubungan akibat dan hubungan
kenyataan. Contoh ketakterbalikan pada hubungan akibat dapat
dilihat pada (31) dan (31a) berikut.
(31) Di Yogyakarta berdiri berbagai jenis dan jenjang pendidikan
sehingga Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pendidikan.
(31a) *Sehingga Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pendidikan,
di Yogyakarta berdiri berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
Berdasarkan hubungan maknanya, KMB dapat diperinci
menjadi 11 macam. Berikut penjelasan ringkas beserta contoh
masing-masing.

6.2.2.1 KMB Hubungan Waktu


KMB hubungan waktu adalah KMB yang makna klausa
anaknya menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, atau
peristiwa yang disebutkan pada klausa utama. KMB hubungan
waktu ditandai dengan penggunaan konjungsi seperti ketika,
sejak, sesudah. Contoh:
(32) Ketika berusia satu tahun, bayi biasanya mulai belajar bicara.
(33) Mereka sudah terbiasa hidup dengan sederhana sejak masih
kanak-kanak.
(34) Pohon akan mulai berbuah sesudah berumur tujuh tahun.

22
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

6.2.2.2 KMB Hubungan Syarat


KMB hubungan syarat adalah KMB yang makna klausa
anaknya menyatakan syarat terjadinya perbuatan, kejadian, atau
peristiwa yang disebutkan pada klausa utama. KMB hubungan
syarat ditandai dengan penggunaan konjungsi seperti jika, kalau,
asalkan. Contoh:
(35) Siswa dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler jika
memang tertarik.
(36) Panitia dapat memperpanjang waktu pendaftaran kalau
jumlah peserta belum mencapai target.
(37) Lemak berguna bagi tubuh asalkan tidak melampaui ambang
batas.
6.2.2.3 KMB Hubungan Tujuan
KMB hubungan tujuan adalah KMB yang makna klausa
anaknya menyatakan tujuan dilakukannya perbuatan, kejadian,
atau peristiwa yang disebutkan pada klausa utama. KMB hu-
bungan tujuan ditandai dengan penggunaan konjungsi seperti
untuk, supaya, agar. Contoh:
(38) Pemerintah mengunjungi lokasi bencana untuk memperoleh
gambaran keadaan yang senyatanya.
(39) Bunga sebaiknya dibungkus plastik supaya tidak diserang
serangga.
(40) Peraturan itu disusun agar masyarakat tidak membuang
sampah sembarangan.
6.2.2.4 KMB Hubungan Perkecualian (Konsesif)
KMB hubungan perkecualian adalah KMB yang makna
klausa anaknya menyatakan hal-hal yang tidak akan mengubah
perbuatan, kejadian, atau peristiwa yang disebutkan pada klausa
utama. KMB hubungan perkecualian ditandai dengan penggu-
naan konjungsi seperti walaupun, meskipun, biarpun. Contoh:
(41) Warga tetap saja melakukan penambangan walaupun Peme-
rintah telah melarang.
(42) Meskipun telah banyak lampu taman yang mati, petugas be-
lum melakukan penggantian.

23
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

(43) Biarpun rumah kami berjauhan, sebulan sekali kami tetap


saling mengunjungi.
6.2.2.5 KMB Hubungan Sebab
KMB hubungan sebab adalah KMB yang makna klausa anak-
nya menyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perbuat-
an, kejadian, atau peristiwa yang disebutkan pada klausa utama.
KMB hubungan sebab ditandai dengan penggunaan konjungsi
seperti karena, sebab. Contoh:
(44) Pusat Penelitian Kependudukan terpaksa menangguhkan
beberapa rencana penelitian karena beberapa tenaga dinilai
belum siap.
(45) Karena hujan berhari-hari, banjir kembali melanda ibu kota.
(46) Pekerjaan itu saya lepaskan sebab saya telah memilih untuk
melanjutkan kuliah.
6.2.2.6 KMB Hubungan Akibat
KMB hubungan akibat adalah KMB yang makna klausa
anaknya menyatakan hal-hal sebagai akibat dari terjadinya
perbuatan, kejadian, atau peristiwa yang disebutkan pada klausa
utama. KMB hubungan akibat ditandai dengan penggunaan
konjungsi seperti sehingga, maka. Contoh:
(47) Harga minyak di pasaran dunia kembali naik sehingga APBN
mengalami defisit.
(48) Panen tahun ini dinilai gagal sehingga harga beras diprediksi
akan naik.
(49) Kami tidak setuju maka kami melakukan protes.
6.2.2.7 KMB Hubungan Cara
KMB hubungan cara adalah KMB yang makna klausa
anaknya menyatakan bagaimana perbuatan, kejadian, atau peris-
tiwa yang disebutkan pada klausa utama dilakukan. KMB hu-
bungan cara ditandai dengan penggunaan konjungsi seperti
dengan. Contoh:
(50) Perbaikan kualitas ternak sapi dapat dilakukan dengan mela-
kukan kawin suntik.

24
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

(51) Penghematan dilakukan Pemerintah dengan menunda pro-


gram-program yang dinilai tidak mendesak.
6.2.2.8 KMB Hubungan Kemiripan
KMB hubungan kemiripan adalah KMB yang makna klausa
anaknya menyatakan perbuatan, kejadian, atau peristiwa yang
mirip dengan perbuatan, kejadian, atau peristiwa yang disebut-
kan pada klausa utama. KMB hubungan kemiripan ditandai de-
ngan penggunaan konjungsi seperti seolah-olah, seakan-akan.
Contoh:
(52) Menjelang 1 Maret 1949 keadaan di dalam kota tetap terlihat
tenang seolah-olah tidak akan terjadi serangan.
(53) Mereka berdiam diri seakan-akan tidak mengetahui persoalan
yang sesungguhnya.
6.2.2.9 KMB Hubungan Penjelasan
KMB hubungan penjelasan adalah KMB yang makna klausa
anaknya menjelaskan perbuatan, kejadian, atau peristiwa yang
disebutkan pada klausa utama. KMB hubungan penjelasan ditan-
dai dengan penggunaan konjungsi bahwa. Contoh:
(54) Penulis menekankan di sini bahwa isi bukunya belumlah
sempurna.
(55) Berkas riwayat hidupnya menunjukkan bahwa dia merupa-
kan pelajar teladan tingkat nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Akhadiyah, Subarti dkk. 1996. Pembinaan Kemampuan Berbahasa
Indonesia. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
——————.1991.Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia: untuk
Tingkat Pendidikan Menengah. Jakarta:PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa: Panduan ke Arah
Kemahiran Berbahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

25
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta:


CV Karyono.
—————. 1993. Paragraf, Alur dan Kepaduannya dalam Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.
Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Surabaya: Sastra
Hudaya.
Sugiyono dkk. 2001. Paragraf: Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia.
Jakarta : Pusat Bahasa.
Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:
Priastu.

26
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

MENJADI GURU KREATIF


(MENULIS/MENGARANG)
Tirto Suwondo
Balai Bahasa Yogyakarta

Dewasa ini guru boleh berbangga karena program sertifikasi


(guru dan dosen) telah berjalan. Sebab, jika guru telah mengan-
tongi sertifikat sebagai seorang profesional, gaji dan tunjangan-
nya tentu akan meningkatkan kesejahteraan-(dan kebahagiaan)-
nya. Akan tetapi, apakah setelah gaji dan tunjangan naik, kese-
jahteraannya meningkat, kemudian akan meningkatkan kinerja
guru itu sendiri dan meningkatkan mutu pendidikan? Pertanyaan
ini, di satu sisi, tentu dapat dijawab “ya” karena dengan kese-
jahteraan yang baik guru tidak lagi dibebani oleh persoalan (eko-
nomi) yang selama ini membelit sehingga dapat bekerja secara
serius dan sungguh-sungguh. Namun, di sisi lain, pertanyaan
itu dapat dijawab “tidak” karena, menurut hasil penelitian, seba-
gaimana terungkap dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar di
UNS, Prof. Dr. Baedhowi, pada 12 November 2009, ternyata
sejumlah guru (13,32% = 347.300 orang dari seluruhnya 2.607.311
orang) yang telah dinyatakan “kompeten” dan mendapat tun-
jangan profesi, dalam beberapa waktu kemudian, menunjukkan
adanya penurunan kinerja. Sebabnya dapat diduga, setelah tun-
jangan berada di tangan, mereka (guru) merasa nyaman, dan
kenyamanan itulah yang terkadang meninabobokan dan mem-
buat lupa serta terlena.

27
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Mengapa kecenderungan itu terjadi? Tentu saja, itu tak


mustahil, karena, menurut kajian yang telah dilakukan Baedho-
wi, sejak awalnya motivasi guru untuk segera ikut sertifikasi
bukanlah semata untuk mengetahui tingkat kompetensi atau
menambah kompetensi mereka, melainkan yang lebih menonjol
adalah (hanya) motivasi finansial. Sebagai misal, 2.600 guru di
Sumbar, Sulsel, Jatim, Jateng, dan NTB yang telah mengikuti
sertifikasi, ketika ditanya motivasi mereka, mereka beralasan
seperti ini: (1) untuk dapat tunjangan profesi, (2) agar segera
dapat uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, (3) agar dapat
tunjangan untuk biaya kuliah, (4) agar dapat tunjangan untuk
membayar biaya kuliah anak, (5) agar dapat tunjangan untuk
renovasi rumah, (6) karena perlu uang untuk membayar hutang,
(7) dan lain-lain yang serupa.
Akibat karena hanya alasan seperti itulah, tidak menghe-
rankan jika terbukti guru bersertifikat tidak menjamin profesio-
nalisme, guru bersertifikat tidak menjamin mutu pendidikan
meningkat. Oleh sebab itu, perlu ada upaya khusus agar guru
bersertifikat benar-benar profesional dan dapat menjaga profe-
sionalismenya sehingga diharapkan mutu pendidikan lebih baik
daripada kondisi sebelumnya. Lalu apa upaya yang dapat dila-
kukan? Salah satu dari sekian banyak upaya yang dapat diker-
jakan adalah menulis. Menulis? Ya, pada hakikatnya tidak se-
orang pun guru yang tidak dapat menulis. Kalau tidak dapat
menulis, janganlah menjadi guru. Kalau pada hakikatnya semua
guru dapat menulis, pada hakikatnya semua guru dapat ber-
tindak kreatif. Guru yang kreatif adalah guru yang dinamis,
dan guru yang dinamis adalah guru yang mampu memperta-
hankan profesionalismenya sebagai guru. Ini tentu sangat ber-
beda dengan guru yang biasa.
Maka, janganlah ditunda, mulai sekarang jadilah guru yang
kreatif: menulis/mengarang (esai, artikel, features, kolom, karya
ilmiah, dan sejenisnya). Baiklah, mari kita mencoba belajar me-
nulis esai/artikel.

28
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Esai bukanlah merupakan karangan ilmiah, bukan pula


karangan sastra. Pada karangan ilmiah, subjek cenderung (bah-
kan harus) diabaikan dan objek diutamakan. Sebaliknya, pada
karangan sastra, objek cenderung diabaikan dan subjek diuta-
makan. Sementara itu, pada karangan esai, subjek dan objek
sama-sama hadir menjadi hal penting dan tidak boleh diabaikan.
Karangan ilmiah (makalah, skripsi, tesis, disertasi) ditulis
berdasarkan kaidah penulisan ilmiah, demikian juga karangan
sastra ditulis berdasarkan kaidah penulisan sastra (novel, cerpen,
puisi, drama). Sementara itu, karangan esai justru ditulis tanpa
kaidah apa-apa. Esai dapat ditulis dengan mengabaikan kaidah
atau aturan penulisan yang baku. Itu berarti esai ya dan tidak
objektif dan subjektif. Kalau karangan ilmiah bersifat positivistik,
karangan sastra bersifat idealistik, sedangkan karangan esai
bersifat fenomenologik.
Dalam penulisan esai, penalaran yang digunakan adalah
penalaran lateral, sebuah penalaran yang merupakan alternatif
bagi penalaran vertikal yang logis. Dengan penalaran lateral,
seseorang (penulis) dapat bermain-main dengan gagasan, objek,
data, eksperimen, dan sebagainya. Penalaran lateral justru akrab
dengan logika anekdot dan membuka ruang yang cukup lebar
bagi paradoks yang umumnya dihindari dalam karangan ilmiah
yang bertumpu pada penalaran vertikal.
Setiap esai pada hakikatnya berisi upaya untuk memberi
peyakinan tentang sesuatu. Oleh karena itu, jenis karangan yang
digunakan dalam esai adalah argumentatif-persuasif. Jenis ka-
rangan ini memang yang paling fleksibel dan dapat memanfaat-
kan jenis karangan lain untuk kepentingannya membuat pe-
yakinan.
Kenyataan menunjukkan, ada esai yang tampak formal, ada
pula yang tampak tidak formal. Semua itu disebabkan oleh ke-
pribadian dan subjektivitas penulisnya. Kalau seorang penulis
yang dalam hidup sehari-harinya bersifat formal dan melihat
segala sesuatu dari seginya yang formal, ketika menulis esai

29
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

tentang sesuatu yang mestinya santai pun cenderung bersikap


formal. Sebaliknya, seorang yang santai dan kocak, dalam me-
nuliskan persoalan serius pun akan cenderung santai dan kocak.
Contoh paling tepat untuk hal ini adalah Umar Kayam.
Pada prinsipnya, esai tidak berbeda dengan artikel, bahkan
tidak berbeda pula dengan feature. Selama ini para ahli gagal
memberikan batasan yang pasti tentang masing-masing jenis
karangan itu. Beberapa jenis karangan itu sering hanya disebut
sebagai tulisan lengkap dalam surat kabar atau majalah. Karena
itu, sebagai (calon) penulis, kita tidak perlu memperdebatkan
masalah itu.
Hanya saja, kalau dicermati, dalam sebuah tulisan (esai,
artikel, feature) memang ada elemen-elemen tertentu yang di-
tonjolkan yang sekaligus mengacu pada jenis tertentu. Sebagai
misal, esai/artikel tentang tokoh sukses disebut sketsa tokoh; esai/
artikel yang ditulis dalam bentuk tanya-jawab disebut wawancara;
esai/artikel yang diawali dengan paparan kisah disebut naratif;
esai/artikel yang berisi upaya membongkar suatu peristiwa di-
sebut penyingkapan; esai/artikel yang berisi kisah nyata (true story)
disebut pengakuan; esai/artikel yang merupakan ekspresi personal
disebut kolom; esai/artikel yang berisi kritik disebut ulasan; dll.
Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
tulisan/karangan (esai, artikel, dll)? Dua hal ini tidak boleh di-
abaikan, yakni “banyak membaca” dan “tekun berlatih”. Mem-
baca dalam hal ini tidak hanya membaca tulisan (majalah, koran,
buku, dll), tetapi juga “membaca kehidupan”. Artinya, kita se-
nantiasa “membaca” apa yang dapat kita lihat, dengar, raba,
dan sebagainya di sekitar kita. Dengan cara ini kita tentu akan
tahu banyak hal, akan peka terhadap berbagai peristiwa, akan
dapat memahami berbagai kejadian, akan dapat merasakan apa
yang dirasakan orang lain, dan sebagainya.
Karena ruang memori di otak/kepala kita terbatas, terbatas
pula ingatan kita. Oleh karena itu, agar memori terpancing ke-
luar, diperlukanlah alat bantu. Alat bantu paling sederhana dan

30
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

baik adalah catatan. Oleh sebab itu, (calon) penulis yang baik
selalu memiliki catatan (tentang sesuatu yang dianggap penting
dan menarik). Dan tentu saja catatan ini tidak boleh hilang, tetapi
harus disimpan/dirawat dengan baik. Mungkin dalam jangka
waktu tertentu (bulan, tahun) kita mencatat beberapa peristiwa
yang sama, atau minimal berkaitan, sehingga kita dapat mengait-
kaitkan peristiwa itu dan siap pula menyusun tulisan.
Kalau kita telah dapat memilih dan mengaitkan peristiwa-
peristiwa itu, dan dengan demikian berarti kita telah mempunyai
ide (gagasan) yang akan kita sampaikan kepada orang lain, lang-
kah berikutnya adalah menentukan tujuan (untuk apa, siapa)
dan memilih jenis bentuk karangan apa (artikel, esai, feature,
dll, atau bahkan cerpen atau puisi). Kalau kita ingin menulis
bentuk artikel (opini) dan ingin artikel itu dimuat di koran, mi-
salnya, hal yang tidak boleh dilupakan adalah pelajari dan baca-
lah artikel-artikel (opini) yang telah dimuat di koran itu. Dari
situ kita dapat belajar dan memahami bagaimana corak, gaya,
panjang-pendek artikel-artikel tersebut sehingga artikel yang
kita tulis berpeluang untuk dimuat di koran tersebut. Hal ini
juga sekaligus berarti kita memahami bagaimana selera redaksi.
Mengapa hal ini harus dilakukan? Sebab, selera setiap media
massa berbeda-beda.
Hanya saja, yang sering menjadi kendala adalah ketika kita
sudah duduk di depan mesin ketik atau komputer. Ide di kepala
sudah mendesak-desak minta ditulis, tetapi lead pada paragraf
pertama terus-menerus gagal ditulis. Karena itu, buatlah ke-
rangka (outline). Tentang judul, boleh ditulis di awal atau di
akhir; namun yang paling baik adalah ditulis di awal baru kemu-
dian direvisi di akhir. Sebab, judul akan mengendalikan arah
dan fokus. Tetapi, terkadang, ketika sedang menulis, ide-ide
pelengkap muncul mendadak sehingga judul seringkali harus
diubah atau diganti.
Setelah menentukan judul (sementara), kerangka yang kita
susun mula-mula berupa gagasan-gagasan besar yang men-

31
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

dukung judul. Gagasan-gagasan itu kita tuangkan dalam bentuk


kalimat-kalimat. Jika perlu kalimat-kalimat yang berisi gagasan-
gagasan besar itu kita pecah lagi menjadi beberapa gagasan yang
lebih kecil, dan seterusnya, sampai kita merasa sudah cukup
lengkap dan kuat untuk menyampaikan/mendukung ide tulisan.
Bagi penulis yang sudah jadi, kerangka tetap penting artinya,
walaupun seringkali mereka tidak menuangkannya dalam ben-
tuk kalimat-kalimat, tetapi tertata dalam pikiran.
Hal terakhir yang tidak boleh dilupakan adalah, setelah
jadi, tulisan jangan langsung dikirim ke media sesuai keinginan
kita, tetapi bacalah dulu atau bahkan simpan dulu (masa inku-
basi) baru dibaca lagi besok atau lusa. Pada saat membaca tulisan
itu, janganlah kita merasa bertindak sebagai penulis, tetapi se-
bagai pembaca (tulisan orang lain). Baca dan kritiklah tulisan
itu. Dengan cara begitu kita akan dapat melihat celah-celah di
mana kekurangan dan kelemahannya. Lalu, edit-lah, revisi-lah,
dan kalau perlu tulis ulang. Dan akan lebih baik kalau tulisan
hasil revisian itu disodorkan kepada orang lain untuk dibaca
dan dikritik.
Nah, selamat berkarya (menulis artikel, esai, feature, kolom,
berita, advertorial, dan atau apa saja). Jangan bosan. Pembosan
sangat dibenci Tuhan. ***

32
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

MENGARANG ITU MENCERDASKAN


Tirto Suwondo
Balai Bahasa Yogyakarta

Di dalam tulisan ini dikemukakan (1) fungsi mengarang,


(2) manfaat mengarang, (3) modal dasar mengarang, (4) bekal
mengarang, (5) jenis karangan, (6) beberapa ciri karangan yang
baik, (7) langkah-langkah mengarang, (8) struktur karangan, dan
(9) penggunaan bahasa dalam karangan.

1. Fungsi Mengarang
Pada dasarnya mengarang berfungsi untuk menghidupkan
daya cipta. Sebab, mengarang memerlukan sejumlah potensi pen-
dukung dan untuk mencapainya diperlukan kesungguhan, ke-
mauan keras, bahkan giat belajar dan berlatih. Oleh karena itu,
wajar apabila dikatakan bahwa menciptakan iklim budaya me-
nulis (mengarang) akan mendorong seseorang untuk lebih aktif,
kreatif, dan cerdas.
Hal di atas terjadi karena untuk mempersiapkan sebuah
karangan seseorang harus menguasai sejumlah komponen, mulai
dari yang sederhana seperti memilih kata, menentukan bentuk
karangan, sampai ke yang rumit seperti menciptakan koherensi,
kesatupaduan, dan seterusnya. Oleh sebab itu, tidak salah jika
dikatakan belajar mengarang dapat dikategorikan sebagai upaya
pembinaan kecerdasan bangsa. Untuk itu, kegiatan mengarang
harus dihidupkan karena kegiatan itu dapat memberdayakan

33
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

daya cipta, memupuk kreativitas, dan menghindarkan diri dari


sikap pasif dan menyerah.

2. Manfaat Mengarang
Kegiatan mengarang mengandung manfaat atau memiliki
arti penting bagi kita (siapa pun). Kegiatan mengarang berman-
faat sebagai sarana (1) pengungkapan diri, (2) pemahaman akan
sesuatu, (3) kepuasan pribadi, kebanggaan, dan rasa harga diri,
(4) peningkatan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan
sekeliling, (5) pelibatan diri dengan penuh semangat, dan (6)
pemahaman dan peningkatan kemampuan menggunakan bahasa.
Sementara itu, kegiatan mengarang juga memiliki arti pen-
ting, di antaranya sebagai sarana (1) untuk menemukan sesuatu,
(2) untuk melahirkan ide baru, (3) untuk melatih kemampuan
mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep atau ide, (4)
untuk melatih sikap objektif yang ada pada diri seseorang/se-
suatu, (5) untuk membantu menyerap dan memroses informasi,
dan (6) untuk melatih berpikir aktif, kreatif, dan kritis.

3. Modal Dasar Mengarang


Modal dasar yang terlebih dahulu harus dimiliki oleh sese-
orang dalam hal karang-mengarang di antaranya (1) menguasai
struktur kalimat, (2) mampu menciptakan perluasan kalimat, (3)
mampu menentukan pilihan kata, (4) menguasai ejaan, (5) me-
nguasai pungtuasi/tanda baca, dan (6) mampu menyusun para-
graf/alinea.

4. Bekal Mengarang
Tanpa memiliki bekal tertentu seseorang tidak mungkin
mampu menulis karangan (yang baik). Apabila berkeinginan da-
pat membuat karangan (yang baik) seseorang harus (1) banyak
membaca dan (2) tekun berlatih. Tanpa banyak membaca sese-
orang tidak akan memperoleh ide-ide atau pengetahuan yang

34
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

berkembang, dan tanpa banyak berlatih (menulis, mengarang)


seseorang tidak akan dapat mewujudkan karangan.

5. Jenis Karangan
Secara garis besar ada empat jenis karangan, yaitu (1) ekspo-
sisi/paparan, (2) argumentasi/ persuasi/bahasan, (3) deskripsi/
perian, dan (4) narasi/kisahan. Eksposisi bertujuan memberikan
informasi, penjelasan, keterangan, dan pemahaman. Argumentasi
bertujuan meyakinkan atau membuktikan pendapat atau pendi-
rian, membujuk. Deskripsi bertujuan menggambarkan bentuk
objek pengamatan, sifat, rasa, dan coraknya; dan dalam hal ini
mengandalkan indera dalam uraian. Narasi bertujuan bercerita
berdasarkan pengamatan atau rekaan.

6. Beberapa Ciri Karangan yang Baik


Karangan selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu bentuk
dan isi. Bentuk berkenaan dengan bahasa, isi berkaitan dengan
materi yang dikandung di dalam karangan. Karangan yang baik
selalu memperlihatkan beberapa ciri, di antaranya (1) berisi hal-
hal yang bermanfaat, (2) pengungkapannya jelas, (3) terciptanya
kesatuan dan pengorganisasian, (4) efektif dan efisien, (5) tepat
dalam penggunaan bahasa, (6) ada variasi kalimat, (7) mengan-
dung vitalitas, (8) cermat, dan (9) objektif.

7. Langkah-Langkah Mengarang
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengarang
di antaranya (1) menentukan topik, (2) menentukan tujuan, (3)
mengumpulkan bahan, (4) menyusun kerangka karangan, (5)
mengembangkan kerangka karangan, (6) koreksi dan revisi, (7)
menulis naskah.

8. Struktur (Penulisan) Karangan


Semua bentuk karangan, secara umum, baik yang pendek
(artikel di koran dan majalah) maupun yang panjang (skripsi,
35
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

tesis, disertasi, atau buku), selalu terbagi dalam tiga bagian po-
kok, yaitu pembukaan atau pendahuluan, isi, dan penutup/rang-
kuman. Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah judul dan
daftar pustaka (jika perlu).

Judul. Judul hendaknya (1) jelas, (2) memiliki daya tarik yang
kuat, (3) mencerminkan dengan tepat masalah yang dibahas,
dan (4) pilihan katanya harus tepat, mengandung unsur-unsur
utama yang dibahas.

Pembukaan/Pendahuluan. Bagian pendahuluan hendaknya (1)


mampu membangkitkan minat pembaca untuk terus membaca,
(2) diberikan acuan (konteks) bagi permasalahan yang akan
dibahas dengan menonjolkan hal-hal yang belum tuntas dibahas
dalam karangan lain, (3) diakhiri dengan rumusan singkat ten-
tang pokok-pokok yang dibahas, dan (4) diungkapkan pula tu-
juan pembahasan.

Bagian Isi/Inti. Bagian isi adalah jembatan yang menghubungkan


antara bagian pendahuluan dan bagian penutup. Bagian isi me-
rupakan bagian yang paling penting dalam sebuah karangan.
Bagian isi memuat kupasan, analisis, argumentasi, dan pendirian
penulis tentang masalah yang dibicarakan/dibahas. Dalam bagi-
an ini (juga bagian-bagian lain) hubungan antaralinea/antarpa-
ragraf harus dijaga agar tetap padu/logis.

Penutup/Rangkuman. Dalam bagian penutup dikemukakan (1)


simpulan, rangkuman, atau generalisasi, (2) diusahakan ada unsur
“penyengat”, aspek tidak terduga, (3) klimaks, jika pengungkap-
annya kronologis, (4) ada aspek “open”, menekankan pertanyaan
pokok yang tidak atau belum terjawab, bersifat memancing, agar
pembaca terangsang untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan
apa yang telah dijelaskan atau diuraikan.

36
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Daftar Pustaka. Ada-tidaknya daftar pustaka bergantung ke-


perluan.

Contoh Kerangka Karangan:


Judul: ARTI PENTING TRANSMIGRASI BAGI PEMERATAAN
PEMBANGUNAN
1. Pendahuluan
- Pengertian transmigrasi
- Jenis transmigrasi dan syarat-syaratnya
2. Isi
- Fungsi dan peranan transmigrasi
- Meningkatkan taraf hidup
- Memiliki tanah pertanian sendiri
- Pemerataan pelaksanaan pembangunan
3. Penutup
- Simpulan
- Saran
Daftar Pustaka

9. Penggunaan Bahasa
Penggunaan kata dan kelompok kata (frase). Dalam suatu ka-
rangan hendaknya (1) dihindari pemakaian kata atau frase tutur
kecuali apabila sudah menjadi perkataan umum; (2) dihindari
pemakaian kata atau frase yang telah usang atau mati; (3) kata
atau frase yang bernilai rasa hendaknya digunakan secara cermat
sesuai suasana dan tempatnya; (4) kata-kata yang bersinonim
hendaknya digunakan secara cermat sebab makna kata-kata sino-
nim itu tidak selamanya sama benar dalam pemakaiannya; (5)
dalam karangan umum kata-kata asing hendaknya dihindarkan;
dan sebagainya.
Penyusunan kalimat. Dalam suatu karangan hendaknya di-
gunakan (1) kalimat pendek- pendek, (2) bahasa biasa yang mu-
dah dipahami pembaca, (3) bahasa sederhana dan jernih penguta-
raannya, (4) bahasa yang padat, kuat, efektif, dan sebagainya.

37
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

10. Saran Penting


Apabila ingin cerdas, eksis, terkenal, dan …, marilah, mulai
hari ini, kita mengarang, menulis, dan mempublikasikan ka-
rangan kita ke media massa (koran, majalah, jurnal, dll.). Banyak-
banyaklah membaca, kemudian menulis dan menulis.

Beberapa Contoh Paragraf (Berdasarkan Corak/Gaya)

Paragraf Kisahan (Narasi)


Paragraf kisahan (narasi) adalah paragraf yang digunakan untuk
menceritakan suatu peristiwa secara kronologis.
Contoh:
Pukul 05.00 pagi Nurdin, anakku, sudah bangun tidur.
Setelah menggosok gigi dan mencuci muka, ia mencoba
bergerak badan sebentar kemudian mandi dengan air hangat
yang sudah disediakan ibunya. Tanpa harus menunggu,
makan pagi pun sudah tersedia. Seperti orang pulang ber-
perang, dalam sekejap makan pagi itu pun tandas disikatnya.
Setelah itu, dua hal yang paling saya benci ialah minta uang
jajan dan minta diantarkan ke sekolah. Padahal, saya sendiri
belum benar-benar membuka mata.

Paragraf Lukisan (Deskripsi)


Paragraf lukisan (deskripsi) adalah paragraf yang digunakan untuk
melukiskan atau menggambarkan keadaan suatu hal secara
terperinci.
Contoh:
Yang disebut bajaj sebenarnya tidak lebih dari sebuah sepeda
motor yang beroda tiga. Satu roda di depan, dua roda di
belakang. Di atas roda belakang itulah dipasang tempat
duduk untuk dua atau tiga penumpang.

38
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Paragraf Paparan (Eksposisi)


Paragraf paparan (eksposisi) adalah paragraf yang digunakan
untuk memaparkan atau menguraikan suatu gagasan.
Contoh:
Dalam karang-mengarang atau tulis-menulis dituntut bebe-
rapa kemampuan, seperti kemampuan yang berhubungan
dengan kebahasaan dan kemampuan pengembangan atau
penyajian. Yang termasuk kemampuan kebahasaan adalah
kemampuan menerapkan ejaan, kosakata, diksi, dan ka-
limat. Yang dimaksudkan dengan kemampuan pengem-
bangan adalah kemampuan menata paragraf dan kemampu-
an membedakan pokok bahasan dengan subpokok bahasan.
Kemampuan membedakan pokok dan subpokok bahasan
perlu diikuti dengan penyajian yang sistematis.

Paragraf Bahasan (Argumentasi)


Paragraf bahasan (argumentasi) adalah paragraf yang digunakan
untuk menyampaikan alasan dalam rangka memperkuat atau
menolak suatu pendapat atau gagasan.
Contoh:
Kedisiplinan lalu lintas masyarakat di Yogyakarta cende-
rung menurun. Hal itu terbukti dengan bertambahnya jum-
lah pelanggaran yang tercatat di kepolisian. Selain itu, jum-
lah korban yang meninggal akibat kecelakaan pun semakin
meningkat. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat tentang
kedisiplinan berlalu lintas perlu ditingkatkan.

39
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

40
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

SURAT MENYURAT
Suharna

BAB I PENGERTIAN, JENIS, FUNGSI, DAN SYARAT-


SYARAT SURAT
Pengertian
Dalam pergaulan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari
saling memberikan informasi, baik secara lisan maupun secara
tertulis. Informasi secara lisan terjadi jika si pemberi informasi
berhadap-hadapan atau bersemuka dengan si penerima informasi.
Pemberian informasi melalui telepon, radio, dan melalui televisi
masih tergolong ke dalam informasi secara lisan. Selanjutnya, infor-
masi secara tertulis terjadi jika pemberi informasi tidak mungkin
dapat berhadap-hadapan dengan penerima informasi dan tidak
mungkin menggunakan media seperti tertera di atas. Sarana
komunikasi tertulis yang biasa digunakan untuk keperluan seperti
digambarkan di atas terdiri atas beberapa macam, salah satu di
antaranya adalah surat. Jadi, surat adalah informasi dari salah
satu pihak, (orang, instansi, atau organisasi) kepada pihak lain
(orang, instansi, atau organisasi). Informasi itu dapat berupa per-
nyataan pemberitaan, pemberitahuan, pertanyaan, permintaan,
atau laporan.
Menurut isinya surat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu
(1) surat pribadi, (2) surat niaga, dan (3) surat dinas.

41
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Surat pribadi merupakan surat yang dibuat oleh seseorang


yang berisi kepentingan pribadi. Surat pribadi tidak terikat kepa-
da bentuk yang telah ditentukan, kecuali pada penempatan ala-
mat yang dituju dan alamat si pengirim.
Surat niaga merupakan surat yang digunakan sebagai alat
komunikasi tertulis dalam kegiatan usaha niaga.
Surat dinas merupakan surat yang digunakan sebagai alat
komunikasi tertulis yang menyangkut kepentingan tugas dan
kegiatan dinas instansi.
Berikut ini akan dibicarakan dua macam surat, yaitu surat
pribadi dan surat dinas.
1. Surat Pribadi
Surat pribadi cenderung tidak terikat, baik dalam bentuk
maupun isinya. Surat pribadi terikat kepada kaidah-kaidah ter-
tentu. Meskipun demikian, kejelasan isi surat masih merupakan
sesuatu yang harus diperhatikan dalam pembuatan surat, misal-
nya kelengkapan alamat si pengirim, tanggal surat, dan hal yang
ingin disampaikannya kepada si penerima surat.
Di dalam lingkungan perkantoran, surat pribadi, antara lain,
digunakan jika seseorang meminta izin tidak masuk kantor
karena sakit atau keperluan lain.
Contoh 1 : Surat Pemberitahuan
Bekasi, 20 Agustus 1990
Yth. Kepala Bagian Tata Usaha
Biro Umum
PT Usaha Jasa
Jalan Dewi Sri 40
Jakarta

Dengan hormat,
Saya ingin memberitahukan kepada Bapak bahwa pada hari
ini, Senin, 20 Agustus 1990, saya tidak dapat bekerja sebagaimana
biasanya karena sakit. Bersama ini saya sampaikan surat kete-
rangan dokter untuk Bapak ketahui.

42
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Atas perhatian Bapak, saya ucapkan terima kasih.

Salam takzim,
Erwin Bahtiar

Contoh 2 : Surat Permintaan Izin


Bekasi, 10Agustus 1990
Yth, Kepala Seksi Kendaraan
Bagian Tata Usaha
Biro Hukum
PT. Usaha Jasa
Jalan Dewi Sri 40
Jakarta

Dengan hormat,
Sesuai dengan pemberitahuan saya kepada Bapak kemarin,
saya pada hari ini, Jum’at, 10 Agustus 1990, akan datang
terlambat di kantor karena akan mengurus perpanjangan kartu
tanda penduduk (KTP) di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi.
Atas perhatian Bapak, saya ucapkan terima kasih.

Salam takzim,

Doni Susanto

2. Surat Dinas
Jenis Surat Dinas
Yang termasuk surat dinas adalah sebagai berikut.
a. Surat Dinas Biasa
Surat dinas biasa adalah suatu alat komunikasi antarinstansi,
baik pemerintah maupun swasta, yang berisi berita secara
tertulis, antara lain, berisi pemberitahuan, penjelasana, per-
mintaan, dan pernyataan.

43
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

b. Nota Dinas
Nota dinas adalah suatu alat komunikasi antarpejabat atau
antarunit organisasi yang berisi permintaan, penjelasan,
atau keputusan.

c. Memo (Memorandum)
Memo adalah suatu alat komunikasi dalam suatu unit or-
ganisasi yang sifatnya informal, tetapi isinya menyangkut
hal-hal kedinasan.

d. Surat Pengantar
Surat pengantar berbentuk dua macam, yaitu
1) Surat dinas biasa yang ditujuka kepada seorang atau
beberapa pejabat, yang isinya berupa penjelasan singkat;
2) Daftar yang tersusun dalam beberapa kolom dan di-
pergunakan untuk mengantar pengiriman surat atau
barang.

e. Surat Kawat
Surat kawat adalah yang berisi berita, petunjuk, instruksi,
dan sebagainya, yang disampaikan melalui radio atau tele-
gram yang berisi hal perlu segera mendapat penyelesaian.

f. Surat Edaran
Surat edaran adalah surat pemberitahuan tertulis yang ditu-
jukan kepada pejabat/unit organisasi yang membuat kebi-
jaksanaan pokok dengan memberikan penjelasan dan/atau
petunjuk pelaksanaan suatu peraturan atau perintah yang
sudah ada.

g. Surat Undangan
Surat undangan adalah surat pemberitahuan yang meminta
isi alamat datang pada waktu, tempat, dan acara yang telah
ditentukan.

44
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

h. Surat Tugas
Surat tugas adalah surat yang berisi perintah atau tugas
yang harus dilaksanakan dalam suatu pekerjaan dinas.

Fungsi Surat
Surat mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut.
1) Surat sebagai bukti nyata “hitam di atas putih”
2) Surat sebagai alat pengingat karena surat dapat diarsipkan
dan dapat dilihat lagi jika diperlukan.
3) Surat sebagai bukti sejarah, seperti pada surat-surat tentang
perubahan dan perkembangan suatu instansi.
4) Surat sebagai pedoman kerja, seperti surat keputusan atau
surat instruksi.
5) Surat sebagai duta atau wakil penulis untuk berhadapan
dengan lawan bicaranya. Oleh Karena itu, isi surat merupa-
kan gambaran mentalitas pengirimnya.
Jika dibandingkan dengan alat komunikasi lisan, surat
memiliki kelebihan, yaitu dapat mengurangi kesalahpahaman
dalam berkomunikasi karena penulis dapat menyampaikan mak-
sudnya dengan sejelas-jelasnya. Selain itu, pembaca dapat mem-
bacanya berulang-ulang apabila dirasakan belum mengetahui
betul isinya. Kelebihannya yang lain adalah bahwa biaya surat-
menyurat yang digunakan relatif lebih murah jika dibandingkan
dengan biaya telepon atau telegram.

Syarat Surat yang baik


Surat, sebagai sarana komunikasi tertulis, sebaiknya meng-
gunakan bentuk yang menarik, tidak terlalu panjang, serta me-
makai bahasa yang jelas, padat, adab, dan takzim. Format surat
dikatakan menarik jika letak bagian-bagian surat teratur sesuai
dengan ketentuan. Bagian-bagian surat tidak ditempatkan se-
enaknya menurut keinginan penulis. Selanjutnya, surat diusaha-
kan tidak terlalu panjang karena surat yang panjang dan berbu-

45
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

nga-bunga akan menjemukan. Sebaliknya, surat yang singkat


merupakan suatu keuntungan. Kemudian, bahasa surat dikata-
kan jelas jika maksudnya mudah ditangkap dan unsur-unsur gra-
matikal, seperti subjek dan predikat, dinyatakan secara tegas,
serta tanda-tanda baca digunakan dengan tepat. Bahasa surat
dinas dikatakan pada jika langsung mengungkapkan pokok pikir-
an yang ingin disampaikan tanpa basa-basi dan tanpa berbunga-
bunga. Bahasa surat dinas dikatakan adab jika pernyataan yang
dikemukakan itu sopan dan simpatik, tidak menyinggung pera-
saan si penerima. Selain itu, surat harus bersih, necis, dan tidak
kotor.

Langkah-langkah penyusunan surat, antara lain adalah


1) persiapan dan perencanaan yang baik;
2) penetapan dan penguasaan masalah yang hendak dikemu-
kakan;
3) penyusunan pokok masalah dan penguraiannya secara sis-
tematis, runtut (kronologis), dan taat asas;
4) penetapan bahan dan data penyusunan surat berikut dis-
posisi;
5) penetapan siapa yang hendak dituju surat itu;
6) pemahaman dan penentuan posisi penulis;
7) penggunaan kelengkapan fasilitas yang memadai, antara lain,
a) penggunaan kertas (hvs, dorrslag, dan stensil);
b) warna kertas;
c) ukuran kertas (folio, kuarto, atau octavo);
d) amplop surat dan cara melipatnya;
e) pengetikan;
f) pengiriman (waktu yang tepat terjaminnya kemanan isi).

BAB II FORMAT SURAT


Yang dimaksud dengan format surat adalah tata letak atau
posisi bagian-bagian surat, termasuk di dalamnya penempatan

46
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

tanggal, nomor, salam pembuka, salam penutup, tembusan, dan


lain-lain.
Pada umumnya, format surat yang dipakai oleh berbagai
instansi, antara lain (1) format lurus penuh, (2) formal lurus),
(3) format setengah lurus, dan (4) format lekuk.

BAB III BAGIAN-BAGIAN SURAT


Bagian-bagian surat yang akan dibicarakan ini terdiri atas
1) kepala surat atau kop surat,
2) tanggal surat,
3) nomor surat,
4) lampiran surat,
5) hal atau perihal surat,
6) alamat yang dituju,
7) salam pembuka,
8) paragraf pembuka surat,
9) paragraf isi surat,
10) paragraf penutup surat,
11) salam penutup,
12) tanda tangan,
13) nama jelas penanda tangan,
14) jabatan penanda tangan,
15) tembusan, dan
16) inisial

a. Kepala Surat atau Kop Surat


Dalam kepala surat yang lengkap tercantum (biasanya sudah
tercetak)
1) nama instansi atau badan;
2) alamat lengkap;
3) nomor telepon;
4) nomor kotak pos;
5) alamat kawat, dan
6) lambing instansi atau logo.

47
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Bahkan, jika instansi atau badan tersebut bergerak dalam


bidang bisnis atau dunia usaha, selain bagian-bagian di atas,
dalam kepala suratnya tercantum.
7) alamatkantor;
8) nama bank; dan
9) jenis usaha.

a. Kepala Surat
Cetaklah nama instansi atau badan yang bersangkutan
dengan huruf kapital semua pada bagian atas kertas, di tengah-
tengah secara simetris kiri-kanan. Alamat kantor dituliskan de-
ngan huruf-huruf awal kata kapital, kecuali kata tugas atau de-
ngan huruf kapital semua, tetapi ukurannya daripada huruf-hu-
ruf untuk nama instansi. Unsur-unsur kalimat dipisahkan dengan
tanda koma, bukan dengan tanda hubung. Kata jalan dituliskan
lengkap jalan, bukan disingkat Jl. atau Jln. Jika kantor tersebut
memiliki nomor telepon, tuliskan kata Telepon, bukan Tilpon, dan
buka singkatan Telp. Atau Tilp. Kemudian, nomor telepon tidak
perlu diberi titik karena bukan merupakan suatu jumlah. (Tele-
pon 4896558, bukan Telp. 4.896.558). Tuliskan kata Kotak Pos jika
kantor tersebut memilikinya, bukan PO Box.

b. Tanggal Surat
Tanggal surat dinas tidak perlu didahului nama kota karena
nama kota itu sudah tercantum pada kepala surat. Selanjutnya,
nama bulan jangan disingkatkan atau ditulis dengan angka (No-
vember menjadi Nov. atau 11; Februari menjadi Feb, atau 2).
Tahun juga dituliskan lengkap, tidak disingkat tanda koma di
atas. Pada akhir tanggal surat tidak dibubuhkan tanda baca apa
pun, baik titik maupun tanda hubung.

48
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Misalnya:
KEPALA SURAT

29 Oktober 1989

c. Nomor Surat
Kata Nomor (lengkap) diikuti tanda titikdua atau jika nomor
itu disingkat dengan No., penulisannya diikuti tanda titik, kemu-
dian diikuti tanda titik dua. Garis miring yang digunakan dalam
nomor dank ode surat tidak didahului dan tidak diikuti spasi.
Kemudian, angka tahun sebaiknya dituliskan lengkap dan tidak
diikuti tanda baca apa pun.
Penulisan nomor dan kode surat yang salah.
Nomor : 3241/F8/UI.5/87._ _
No. : 3241/F8/UI.5/87._ _
Penulisan nomor dan kode surat yang benar.
Nomor : 3241/F8/UI.5/87
No. : 3241/F8/UI.5/87

d. Lampiran
Kata Lampiran: atau Lamp.: diikuti tanda titik dua. Kemu-
dian, cantumkan jumlah yang dilampirkan dan nama barang yang
dilampirkan, tidak diikuti tanda baca apa pun.
Penulisan Lampiran yang salah.
Lampiran : satu berkas.
Lamp. : dua eksemplar.
Penulisan Lampiran yang benar.
Lampiran : Satu berkas
Lamp. : Dua eksemplar

49
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Ketentuan di atas berlaku jika pada surat tersebut dilampir-


kan sesuatu. Jika tidak ada lampiran, kata Lampiran tidak perlu
dicantumkan sehingga tidak akan terdapat kata lampiran yang
diikuti tanda hubung atau angka nol, seperti
Lampiran : -
Lampiran : 0

e. Hal Surat
Dalam kaitan dengan ini, kita sering juga menjumpai kata
perihal dalam surat dinas. Walau kata hal dan perihal itu sinonim,
atau berarti sama, sebaiknya digunakan kata hal karena lebih
singkat. Pokok surat yang dicantumkan dalam bagian ini hen-
daknya diawali huruf kapital, sedangkan yang lain dituliskan
dengan huruf kecil. Pokok surat tidak ditulis berpanjang-pan-
jang, tetapi singkat dan jelas, serta mencakup seluruh pesan yang
ada dalam surat.
Penulisan hal yang salah.
Hal : Penentuan tugas pameran
(dalam rangka Dies Natalis VI dan Lustrum II)
Yang akan diselenggarakan tanggal 5- -10 Oktober 1987
Penulisan hal yang benar
Hal : Petugas pameran Dies Natalis

f. Alamat dalam Surat


1) Alamat yang dituju ditulis di sebelah kiri surat pada jarak
tengah, antara hal surat dan salam pembuka. Posisi alamat surat
pada sisi sebelah kiri ini lebih menguntungkan daripada
dituliskan di sebelah kanan karena kemungkinan pemeng-
galan tidak ada. Jadi, alamat yang cukup panjang pun dapat
dituliskan tanpa dipenggal karena tempatnya cukup leluasa.
2) Alamat surat tidak diawali kata kepada karena kata tersebut
berfungsi sebagai penghubung intrakalimat yang menyata-
kan arah. (Alamat pengirim pun tidak didahului kata dari

50
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

karena kata dari berfungsi sebagai penguhubung intrakalimat


yang menyatakan asal).
3) Alamat yang dituju diawali dengan Yth. (diikuti titik) atau
Yang terhormat (tidak diikuti titik).
4) Sebelum mencantumkan nama orang yang dituju, biasanya
penulis surat mencantumkan sapaan Ibu, Bapak, Saudara atau
Sdr.
5) Jika nama orang yang dituju bergelar akademik yang ditulis
di depan namanya, seperti Drs., Ir., kata sapaan Bapak, Ibu,
atauSaudara tidak digunakan. Demikian juga, jika alamat yang
dituju itu memiliki pangkat, seperti sersan atau kapten, kata
sapaan itu tidak digunakan. Jika yang dituju adalah jabatan
orang tersebut, kata sapaan juga tidak digunakan. Ketentuan-
ketentuan ini bertujuan agar sapaan Bapak, Ibu, atau Saudara
tidak berimpit dengan gelar akademik, dengan pangkat, atau
dengan jabatan.
Penulisan alamat yang salah
Kepada Yth. Bapak Drs. Darwino
Kepada Yth. Bapak Lurah Desa Tajur
Kepada Yth. Bapak Kapten Budi

Penulisan alamat yang benar.


Yth. Bapak Darwino
Yth. Lurah Desa Tajur
Yth. Kapten Budi
6) Penulisan kata Jalan pada alamat tidak disingkat. Kemudian,
nama gang, nomor, RT, dan RW biasanya dituliskan lengkap
dengan huruf kapital setiap awal kata. Selanjutnya, nama
kota dan propinsi dituliskan dengan huruf awal kapital,
tidak perlu digarisbawahi atau diberi tanda baca apa pun.
Contoh penulisan alamat yang salah.
Kepada Yth. Bapak Ir. Fernandez
Jl. Buntar V, No. 2
Padang
Sumatra Barat

51
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Contoh penulisan alamat yang benar.


Yth. Ir. Fernandez
Jalan Buntar V, No. 2
Padang
Sumatra Barat

7) Salam Pembuka
Salam pembuka dicantumkan di sebelah kiri garis tepi de-
ngan nomor, lampiran, hal, dan alamat surat. Huruf pertama
awal kata dituliskan dengan huruf kapital, sedangkan kata
yang lain dituliskan kecil semua, kemudian salam pembuka
itu diikuti tanda koma.
Ungkapan yang lazim digunakan sebagai salam pembuka
dalam surat-surat dinas yang bersifat netral adalah
Dengan hormat, (D kapital, h kecil)
Salam sejahteram, (S kapital, s kecil)
Saudara…,
Saudara…yang terhormat,
Bapak…yang terhormat,

Dalam surat dinas yang bersifat khusus digunakan salam


pembuka yang sesuai dengan lingkungannya, seperti
Assalamualaikum w.w.,
Salam Pramuka,
Para jemaat yang dikasihi Tuhan,

8) Isi Surat
a) Paragraf Pembuka
Paragraf pembuka surat adalah pengantar isi surat untuk
mengajak pembaca surat menyesuaikan perhatiannya kepada
pokok surat yang sebenarnya. Kalimat pengantar yang lazim
digunakan untuk mengawali paragraf pembuka pada surat dinas
yang berisi pemberitahuan adalah sebagai berikut.
(1) Dengan ini perkenankanlah kami melaporkan kepada Bapak
pelaksanaan ujian dinas di lingkungan….

52
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

(2) Sehubungan dengan surat kami tanggal 5 Agustus 1987 No.


425/F-1/1987, dengan ini kami mohon agara Saudara segera
mengirimkan surat keterangan lolos butuh dari pimpinan
Saudara.
(3) Bersama ini kami kirimkan contoh laporan teknis yang
Saudara minta.

Contoh pengantar kalimat pada paragraf pembuka surat


balasan adalah sebagai berikut.
(1) Surat Anda tanggal 27 Februari 1987;No. 221/UI/1987
sudah kami terima dengan senang hati. Bertalian dengan
itu, kami ingin menanggapinya sebagai berikut.
(2) Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 26 Maret 1987
No. 1415/K-2/1987 tentang syarat-syarat sayembara, kami
beritahukan hal-hal berikut.

Catatan :
Kata kami digunakan jika penulis surat mengatasnamakan
suatu organisasi atau suatu instansi. Akan tetapi, jika atas nama
dirinya sendiri, kata ganti yang adalah saya.

b) Paragraf Isi
Setiap paragraf isi surat hanya berbicara tentang suatu ma-
salah. Jika ada masalah lain, masalah itu dituangkan dalam para-
graf yang berbeda. Terakhir, kalimat-kalimat dalam paragraf/
isi hendaknya pendek, tetapi jelas.
Rumusan isi surat itu juga harus menarik, tidak membosan-
kan, tetapi tetap hormat dan sopan. Penulis surat harus benar-
benar mengakui dan menghormati tak penerima surat. Oleh ka-
rena itu, penulis hendaknya menghindari sikap menganggap re-
meh terhadap orang lain, apalagi menghina atau mempermain-
kannya.

53
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

c) Paragraf Penutup
Paragraf penutup berfungsi sebagai kunci isi surat atau
penegasan isi surat.
Contoh paragraf penutup.
(1) Atas kerja sama Saudara selama ini, kami ucapkan terima
kasih.
(2) Kami harap agar kerja sama kita membuahkan hasil yang
dan berkembang terus.
(3) Mudah-mudahan jawaban kami bermanfaat bagi Anda.
(4) Sambil menunggu kabar lebih lanjut, kami ucapkan terima
kasih.

9) Salam Penutup
Salam penutup berfungsi untuk menunjukkan rasa hormat
penulis surat setelah berkomunikasi dengan pembaca surat. Sa-
lam penutup dicantumkan di antara paragraf penutup dan tanda
tangan pengirim.
Huruf awal kata salam penutup ditulis dengan huruf kapital,
sedangkan kata-kata lainnya ditulis kecil. Sesudah salam penutup
dibubuhkan tanda koma.
Misalnya :
Salam takzim,
Salam kami,
Hormat kami,
Wasalam,

10) Tanda Tangan, Nama Jelas, dan Jabatan


Surat dinas dianggap sah jika ditandatangani oleh pejabat
yang berwewenang, yaitu pemegang pimpinan suatu instansi,
lembaga, atau organsasi. Nama jelas penanda tangan dicantum-
kan di bawah tanda tangan dengan huruf awal setiap kata ditulis
kapital, tanpa diberi kurung dan tanpa diberi tanda baca apa
pun. Di bawah nama penanda tangan dicantumkan nama jabatan
sebagai identitas penanda tangan tersebut.

54
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Tanda tangan, nama jelas, dan jabatan yang salah.


Tanda tangan

(Drs. ARI RAHMADI)


Kepala

Tanda tangan, nama jelas, dan jabatan yang benar.


Tanda tangan

Drs. Ari Rahmadi


Kepala

11) Tembusan
Kata tembusan diletakkan di sebelah kiri pada bagian kaki
surat, lurus dengan kata nomor, lampiran, dan hal, dan sejajar
dengan penanda tangan surat. Kata tembusan diikuti tanda titik
dua, tanpa digarisbawahi. Jika pihak yang ditembusi surat itu
lebih dari satu, nama-nama instansi diberi nomor urut. Akan
tetapi, jika pihak yang ditembusi hanya satu, nama instansi tidak
diberi nomor. Kemudian, dalam tembusan tidak perlu digunakan
kata-kata Yth., Kepada Yth., sebagai laporan, atau sebagai undangan.
Selanjutnya, pencantuman kata arsip pada nomor terakhir tidak
dibenarkan. Hal itu tidak ada manfaatnya karena sudah pasti
setiap surat dinas itu memilki arsip yang harus disimpan.
Penulisan tembusan yang salah
Tembusan:
1. Kepada Yth. Direktur Sarana
Pendidikan (sebagai laporan)
2. Yth. Kepada Bagian Tata Usah
(sebagai undangan)
3. Sdr. Erwin (agar dilaksanakan)
4. Arsip.

55
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Penulisan tembusan yang benar


Tembusan:
1. Direktur Sarana Pendidikan
2. Kepala Bagian Tata Usaha
3. Sdr. Erwin
4. Arsip.

12) Insial
Inisial disebut juga sandi, yaitu kode pengenal yang berupa
singkatan nama pengonsep dan singkatan nama pengetik surat.
Inisial atau sandi berguna untuk mengetahui siapa pengonsep
dan pengetik surat sehingga jika terjadi kesalahan dalam surat
tersebut, pengonsep dan pengetik surat dapat dihubungi dengan
mudah.
Inisial ditempatkan pada bagian paling bawah di sebelah
kiri.
Misalnya:
MSS/SS
MSD singkatan nama pengonsep : Mirna Sari Dewi
SS singkatatan nama pengetik : Sandi Susatio

56
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

MEMAHAMI PUISI DALAM BUKU


PELAJARAN BAHASA INDONESIA
SEKOLAH DASAR
Dhanu Priyo Prabowo
Balai Bahasa Yogyakarta

Pendahuluan
Pelajaran Bahasa Indonesia pada hakikatnya pembelajaran
bahasa, bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan
belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai
kemanusiaannya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indo-
nesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara lisan mau-
pun tertulis, serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta
manusia Indonesia (Tim Bina Karya Guru, 2007:v).
Bertolak dari uraian di atas tampak bahwa antara pelajaran
bahasa Indonesia dan sastra Indonesia merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Belajar bahasa Indonesia selain belajar
berkomunikasi melalui bahasa Indonesia, pada hakikatnya juga
belajar menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di
dalam karya sastra Indonesia beserta kemanusiaannya.
Di dalam buku Bina Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas
IV Semester I 3B (2004) dan Bina Bahasa Indonesia untuk Sekolah
Dasar Kelas IV Semester I (2007) disebutkan urut-urutan penyajian
pelajaran sebagai berikut.
1. Terampil Berbicara (kegiatan berkomunikasi secara lisan) ada-
lah sarana untuk membina aspek bercakap-cakap/berbicara
dengan menggunakan aspek membaca dan mendengarkan.

57
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

2. Membaca adalah kegiatan yang hendak memberikan in-


formasi kepada murid-murid baik dalam bentuk membaca
nyaring, membaca dalam hati, membaca teknis, membaca
indah, dan lain-lainnya.
3. Mengenal adalah kegiatan untuk mengenal struktur bahasa,
lafal, intonasi, ejaan, dan tanda baca.
4. Terampil Menulis adalah kegiatan untuk melatih kreativi-
tas dan daya nalar murid-murid melalui tulisan.
5. Apresiasi Sastra Indonesia adalah kegiatan untuk menge-
nalkan bentuk-bventuk sastra dengan tujuan adar murid-
murid memahami dan mencintainya.
6. Melatih Kemampuan adalah sarana untuk mengembang-
kan wawasan, daya ingat, dan daya nalar siswa dalam
menggunakan bahasa Indonesia.
7. Bermain Sambil Belajar adalah kegiatan dalam bentuk per-
mainan yang menciptakan suasana lebih segar dalam me-
mahami penggunaan bahasa.
Oleh karena pelajaran sastra Indonesia hanya merupakan
bagian dari pelajaran bahasa Indonesia, porsi untuk pelajaran
sastra Indonesia tampak kurang seimbang. Kenyataan ini dapat
dilihat dari sampel penelitian yang dipergunakan, misalnya Pener-
bit Erlangga; Ayo Belajar Berbahasa Indonesia untuk Kelas 3 Sekolah
Dasar 3A (2004), Yudhistira; Ayo Belajar Berbahasa Indonesia untuk
Kelas 4 Sekolah Dasar 4B (2004), Yudhistira; Bina Bahasa Indonesia
untuk Sekolah Dasar Kelas IV Semester I 3A (2004), Penerbit Erlangga;
Bina Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas IV Semester I 3B
(2004), Penerbit Erlangga; Bina Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar
Kelas III Semester I (2007), Penerbit Erlangga; Bina Bahasa Indonesia
untuk Sekolah Dasar Kelas IV Semester I (2007), Penerbit Erlangga;
Aku Cinta Bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas
3 SD dan MI (2004), Penerbit Tiga Serangkai; Aku Cinta Bahasa
Indonesia Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas 4 SD dan MI
(2004), Penerbit Tiga Serangkai. Adapun jenis-jenis sastra yang
diajarkan meliputi pantun (nasihat, jenaka), puisi, fiksi, dan drama.

58
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Dalam kesempatan ini, tidak semua jenis sastra tersebut


dibahas dan hanya dititikberatkan pada sastra jenis puisi. Karya
sastra berjenis puisi merupakab bahan ajar yang sangat komu-
nikatif karena setiap orang setiap harinya selalu ‘berpuisi’, baik
disadari maupun tidak disadari. Adapun orientasi tulisan ini di-
fokuskan pada kelas 3 dan 4. Akan tetapi, bukan berarti pembi-
caraan ini hanya berkisar pada kelas-kelas tersebut karena pada
dasarnya makalah ini juga dapat dikembangkan untuk membahas
masalah pelajaran sastra untuk siswa kelas-kelas yang lain.

Berlatih Memahami Puisi


Puisi sebagai bahan mata ajar, puisi memang menarik untuk
diberikan kepada para siswa kelas tersebut. Dari semua buku
yang dipergunakan sebagai sampel dalam tulisan ini, tampak
bahwa apresiasi puisi dicantumkan beberapa kali untuk bahan
pelajaran sastra Indonesia. Apresiasi puisi di dalam buku Ayo
Belajar Berbahasa Indonesia untuk Kelas 3 Sekolah Dasar 3A (2004:33—
34) dimulai dengan membaca puisi, membahas amanat yang ter-
kandung di dalam puisi, dan memparafrase puisi.
Pelajaran dalam bentuk apresiasi seperti itu, bagi siswa SD
kelas 3, tentu sudah disesuaikan dengan tingkat pemahaman
mereka tentang puisi. Puisi dengan judul “Pak Tani” tidak sulit
untuk dipahami bagi siswa anak kelas 3 SD, karena dari judulnya
sudah dapat dibayangkan isi atau amanatnya. Langkah berikut-
nya untuk membuat paraprase puisi tersebut juga sudah sesuai
dengan dunia mereka. Belajar menuliskan kembali bahasa puisi
ke dalam bahasa prosa merupakan latihan memahami puisi de-
ngan efektif.
Adapun rincian pelajaran di dalam buku tersebut sebagai
berikut.
A. Membaca puisi
Bacalah puisi di bawah ini dengan lafal dan intonasi yang
wajar!

59
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

PAK TANI

Di kala fajar telah datang


Kau berangkat ke sawah
Tak peduli hujan atau panas
Kau tetap bekerja keras

Kini padimu telah menguning


Semua berkat kerja kerasmu
Terima kasih Pak Tani
Jasamu sungguh mulia

Karya: Kak Ardi

B. Amanat dalam puisi


Apakah amanat yang terkandung dalam puisi di atas? Tulis-
lah jawabanmu dengan singkat di buku tulismu.
C. Menyalin Puisi
Tulislah kembali puisi di atas dengan huruf tegak tersam-
bung! Bila perlu ubahlah puisi tersebut dengan kata-katamu
sendiri.
Pelajaran sastra Indonesia (apresiasi puisi) di dalam buku
Ayo Belajar Berbahasa Indonesia untuk Kelas 3 Sekolah Dasar 3A
(2004:44—45) dilakukan dengan mengapresiasi lagu perjuangan.
Adapun perintahnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu membaca/
menyanyikan puisi lagu, menjawab pertanyan, dan menuliskan
dan menyanyikan lagu perjuangan sebagai berikut.
A. Membaca/Menyanyikan Puisi Lagu
Bacalah/nyanyikan syair lagu perjuangan di bawah ini
secara perorangan atau bersama-sama.
MAJU TAK GENTAR

Maju tak gentar,


membela yang benar
60
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Maju tak gentar,


hak kita diserang
Maju serentak,
mengusir penyerang
Maju serentak
tentu kita menang
Bergerak-bergerak,
srentak-serentak
Menerkam-menerkam, terjang
Tak gentar-tak gentar,
menyerang-menyerang
Majulah-majulah menang
Ciptaan: C. Simanjuntak

B. Menjawab Pertanyaan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
1. Apakah judul lagu di atas?
2. Siapakah yang menciptakan lagu di atas?
3. Ada berapa baris syair lagu di atas?
4. Apa dan siapakah yang harus kita bela?
5. Mengapa kita harus tak gentar mengusir penyerang?
C. Menuliskan dan Menyanyikan Lagu Perjuangan
Kamu tentu pernah menyanyikan lagu perjuangan yang lain,
misalnya, Syukur, Halo-Hali Bandung, Satu Nusa Satu
Bangsa, Hari Merdeka.
Tulislah salah satu syair lagu perjuangan yang paling kamu
sukai, lalu nyanyikanlah di depan kelas.
Memeperhatikan pelajaran sastra Indonesia melalui apre-
siasi lagu perjuangan “Maju Tak Gentar” karya C. Simananjuntak
tersebut sangat strategis, karena anak selain diberikan penge-
tahuan tentang sastra juga diberikan nilai-nilai perjuangan (na-
sionalisme). Nasionalisme yang sekarang cenderung ditinggal-
kan oleh generasi muda, melalui pelajaran ini, dicoba untuk di-
angkat dan disampaikan kepada para siswa kelas 3 sekolah dasar.

61
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Bahkan, untuk menggali kembali kecintaan siswa terhadap nusa


bangsanya, melalui perintah yang disusun (Menuliskan dan Me-
nyanyikan Lagu Perjuangan), para siswa diperintahkankan untuk
menuliskan puisi lagu perjuangan selain “Maju Tak Gentar”.
Dilihat dari strukturnya, puisi lagu “Maju Tak Gentar” ter-
masuk puisi lugas. Artinya, kata-kata yang disusun di dalam
puisi tersebut dipilih dari kata-kata yang sederhana dan mudah
untuk diingat. Kenyataan ini tentunya sangat sesuai dengan mak-
sud dan tujuan lagu tersebut diciptakan, yaitu untuk membangun
semangat perjuangan mengusir penjajah. Oleh karena itu, untuk
memahami puisi tersebut, siswa tidak akan mengalami kesulitan
untuk memahami pertanyaan yang diajukan. Sebagai bahan pel-
ajaran, puisi-puisi sederhana sangat sesuai dengan dunia anak-
anak.
Pembejaran sastra Indonesia melalui sebuah apresiasi juga
dapat dilaksanakan dengan deklamasi. Di dalam buku Ayo Belajar
Berbahasa Indonesia untuk Kelas 3 Sekolah Dasar 3A (2004:57—58),
siswa diperintahkah untuk mendeklamasikan puisi. Setelah itu,
siswa diberi pertanyaan berkaitan dengan puisi yang dideklama-
sikan itu. Adapun rinciannya sebagai berikut.
A. Mendeklamasikan Puisi
Deklamasikanlah puisi berikut di dekpan kelas!
MENUNTUT ILMU

Sekolahku
Tempatku menuntut ilmu
Setiap hari Senin hingga Sabtu
Ku selalu hadir di tempatmu

Di sekolah inilah
Kubelajar berbagai pengetahuan
Kumengerti tentang budi pekerti
Semuanya baerguna jika besar nanti

62
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Menuntut ilmu
Adalah perlu untuk semua orang
Siapa pun yang ingin pandai
Tuntutlah ilmu setinggi mungkin

B. Menjawab pertanyaan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Apakah judul puisi di atas?
2. Di manakah kita menuntut ilmu?
3. Mengapa ilmu berguna untukmu?
4. ilmu atau pelajaran apa sajakah yang kau dapat di
sekolah?
5. Mengapa semua orang perlu menuntut ilmu?

Pelajaran apresiasi puisi lewat deklamasi merupakan salah


satu strategi yang sangat baik bagi siswa, karena dengan berde-
klamasi siswa dituntut untuk lebih merasakan bahasa puisi secara
hidup. Dengan kata lain, fungsi emotif siswa diarahkan supaya
lebih menghayati fungsi puisi. Namun, karena istilah deklamasi
tidak diberikan keterangan, guru dituntut untuk memberikan
keterangan dan contoh agar istilah tersebut dapat dipahami dan
ditindaklanjuti siswa sesuai dengan perintah. Pelajaran berdekla-
masi lebih efektif jika tidak hanya satu kali dilaksanakan. Oleh
karena itu, dalam yang sama, pelajaran deklamasi diulangi kem-
bali (lihat halaman 85). Akan tetapi, di dalam pelajaran ini perin-
tah lebih diperluas dengan tuntunan untuk melakukan paraprase
puisi dengan cara sederhana. Tugas atau perintah seperti itu
menunjang kemampuan siswa dalam memperkaya kemampuan
penalaran (berbahasa).
Agar kemampuan siswa dalam memahami puisi semakin
meningkat, di dalam buku Ayo Belajar Berbahasa Indonesia untuk
Kelas 3 Sekolah Dasar 3A (2004:97—100) siswa diberi pelajaran
menyusun/membuat puisi secara sederhana dan disesuaikan de-
ngan kemampuan serta lingkungan siswa. Adapun deskripsinya
dapat dilihat dalam kutipan berikut.

63
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Buatlah puisi sederhana tentang keindahan lingkungan.


Caranya mudah. Lihatlah keadaan di luar kelasmu atau di luar
sekolahmu. Tulislah apa yang kamu lihat dengan bahasa singkat.
Kamu jangan takut salah. Misalnya, di luar kamu melihat sampah
berserakan. Katakan dalam puisimu bahwa kamu tidak
menyukainya. Jika di luar kamu melihat bunga atau tanaman
yang indah, katakana bahwa bunga itu indah.
CONTOH PUISI
SAMPAH

Engkau berserakan ke mana-mana


Baumu busuk
Semua orang membencimu
Tetapi….
Mengapa engkau masih tetap di situ

BUNGA

Kuncup merekah
Kelopak bunga indah
Baumu semerbak
Aku suka padamu

KAMPUNG HALAMANKU

Bukit indah menjulang


Air bening mengalir
Hamparan padi menguning
Alam permai mempesona
Itulah halamanku
Di balik bukit
Sang mentari mulai melancarkan sinar
Sepoi angina membelai badan
Mengantar aku ke sekolah

64
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Suara riang bocah-bocah kecil


Memberi kedamaian
Oh, kampung halamanku
Kampung nan indah dan dan damai

Dari perintah yang diberikan kepada siswa dalam pelajaran


ini, tampak bahwa guru diberi keleluasaan untuk memberikan
dorongan keberanian untuk mengungkapkan pikirannya dalam
bentuk puisi. Dengan cara seperti itu (jangan takut salah), siswa
diharapkan akan berani memaparkan gagasan imajinasinya ten-
tang apa yang dilihatnya. Dorongan ini sangat positif untuk mem-
bangun kejujuran siswa dalam mengungkapkan pendapatnya
melalui bahasa sastra (puisi). Contoh-contoh yang diberikan juga
sangat sugestif sehingga siswa secara sederhana akan mudah
mengikuti perintah yang diberikan oleh guru.
Pelajaran puisi di dalam buku Bina Bahasa Indonesia untuk
Sekolah Dasar Kelas III Semester I (2007:60-61) agak berbeda dengan
yang diberikan di dalam buku Ayo Belajar Berbahasa Indonesia untuk
Kelas 3 Sekolah Dasar 3A dan 3 B (2004). Di dalam buku Bina Bahasa
Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas III pelajaran puisi dilakukan
(a) mengamati gambar dan memba puisinya, (b) melengkapi puisi
yang rumpang, (c) membacakan puisi yang sudah lengkap, dan
(d) menulis puisi berdasarkan gambar.
Empat buah metode itu tentu sangat berguna bagi siswa,
khususnya dalam mengembangkan imajinasinya. Tidak setiap
siswa memiliki kemampuan berimajinasi yang baik dan meng-
uraikan gagasannya dengan bahasa sastra (puisi) yang mema-
dahi. Melalui metode (a) kemampuan siswa secara perlahan dan
terarah dibangkitkan sehingga harapan untuk lahirnya sebuah
puisi akan lebih mudah terwujud. Puisi berjudul “Sahabat” de-
ngan gambar di sampingnya berupa anak-anak yang sedang
berkelahi dimungkinkan akan berkembang, karena antara puisi
yang dipergunakan sebagai mata pelajaran sangat berbeda de-
ngan gambar yang dipergunakan sebagai ilustrasinya. Dengan

65
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

cara pembelajaran seperti itu, secara tidak langsung, siswa telah


diberi pelajaran teori sastra bahwa makna karya sastra itu sangat
ambigu. Jika masalah ambiguitas itu diberikan kepada siswa kelas
tiga sekolah dasar pasti akan membingungkan dan tidak dime-
ngerti. Oleh karena itu, metode mengamati dan membacakan puisi
bergambar menjadi salah satu solusi yang baik bagaimana mema-
hami sebuah puisi bagi siswa sekolah dasar kelas tiga. Dengan
mengamati gambar, siswa menjadi mudah memahami apa makna
dari puisi “Bersahabatlah”. Metode itu sangat membantu karena
di dalam pelajaran berikutnya mereka dituntut untuk meningkat-
kan kemampuannya dengan “melengkapi puisi yang rumpang.
Oleh karena tidak setiap siswa memiliki kemampuan berima-
jinasi yang baik, selalin dengan melihat puisi bergambar, siswa
diminta untuk melengkapi beberapa kata/kalimat yang belum
lengkap dalam sebuah puisi sebelum akhirnya siswa diminta untuk
menyusun puisi secara lengkap dan baik. Berikut contoh puisi
rumpang yang harus dilengkapi oleh siswa kelas 3 sekolah dasar.

Musibah
Karya Silivia Damayanti

(1)……………..yang datang
Bukan kebetulan (2)…………..marah kepada kita
Karena kita sering (3) …………nikmat-Nya
Musibah yang (5) …………..
Mungkin cobaan
Mungkin (6)……………………
Agar kita kembali ke (7) ………………….

Di dalam buku tersebut, untuk membantu imajinasi siswa,


sudah disedikan beberapa kata kunci yang harus diisikan di dalam
titik-titik yang disediakan. Kata-kata kunci itu sebagai berikut:
jalan-Nya, musibah, mengingkari, semata, datang, ujian, dan Tuhan.
Dengan memasukkan kata-kata kunci di dalam kerumpangan puisi

66
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

tersebut, selain dilatih belajar menyusun kata dalam sebuah puisi,


siswa juga dilatih untuk menyusun bahasa Indonesia sesuai dengan
konteks (puisi). Selain mengisi rumpang-rumpang dalam sebuah
puisi dengan kata-kata kunci yang sudah disediakan, di dalam
buku tersebut juga diberikan pelajaran mengenai membuat puisi
berdasarkan gambar. Di dalam buku Bina Bahasa Indonesia untuk
Sekolah Dasar Kelas III Semester I (2007:75) digambarkan sekelompok
anak (putra dan putrid) sedang bermain lompat tambang dengan
ekspresinya. Di sebelah gambartelah disediakan kolom bergaris
yang harus diisi oleh siswa dengan sebuah puisi berdasarakan
gambar tersebut. Setelah itu, siswa diminta untuk menyusunnya
secara berkelompok dengan dan diminta membuat judulnya sen-
diri. Dengan model seperti ini, membuat judul sendiri, siswa diberi
kebebasan untuk mengembangkan imajinasi yang dimilikinya
secara bebas. Kebebasan seperti itu sangat berguna bagi siswa
karena siswa tidak merasa ditekan atau dipaksa untuk mengeks-
presikan kesannya menurut kehendak guru. Melalui kebebasan
seperti itu, siswa, baik secara berkelompok maupun sendiri-sen-
diri diberi pelajaran untuk mandiri dan berani berpendapat.
Metode ini lebih sederhana untuk memulai belajar menyusun
puisi tetapi sangat efektif hasilnya bagi siswa. Jika metode ini
tidak hanya diberikan satu kali (sesuai dengan bahan yang tersedia
di dalam buku pelajaran) siswa pasti tidak lama kemudian akan
mampu membuat puisi secara mandiri. Persoalannya, apakah
setiap guru kelas mau dan mampu membuat bahan pelajaran
sederhana seperti itu? Jika pertanyaan ini dijawab secara konkret
oleh guru dengan membuat tugas serupa dengan bahan yang lain,
tidaklah aneh jika kompetensi siswa dalam mengapresiasi sastra
(puisi) akan menjadi suatu pelajaran yang sangat menyenangkan.
Siswa selain akan mampu menulis puisi, juga akan memperoleh
kebanggaan dan keberanian untuk mempublikasikan karya
melalui media yang ada, misalnya lewat majalah dinding.

67
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Simpulan
Setelah melengkapi puisi yang rumpang itu, siswa kemudian
diperintahkan untuk membacakan dan menghayatinya. Proses
ini merupakan suatu metode yang sangat mendukung siswa un-
tuk berani mempresentasikannya. Jika siswa membaca dengan
baik dan penuh penghayatan, ia sama artinya sudah berani meng-
ungkapkan pendapatnya atas puisi itu.

DAFTAR PUSTAKA
Darisman, M. dkk. 2005. Ayo Belajar Berbahasa Indonesia jilid 1A,
1B, 2A, 2B, 3A, 3B, 4A, 4B, 5A, 5B, 6A, 6B. Jakarta:
Yudhistira.
Surana. 2004. Aku Cinta Bahasa Indonesia jilid 1, 2, 3, 4, 5, 6. Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Tim Bina Karya Guru. 2007. Bina Bahasa Indonesia jilid 1A, 1B,
2A, 2B, 3A, 3B, 4A, 4B, 5A, 5B, 6A, 6B. Jakarta: Erlangga.

68
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

PROSES KREATIF MENULIS:


IDE DAN IMAJINASI1
Herry Mardianto

/1/
Kata orang, hal yang tersulit dalam menulis adalah saat akan
memulainya;  memikirkan apa yang akan ditulis dan bagaimana
“harus” menuliskannya. Memikirkan apa yang akan ditulis se-
sungguhnya tidak terlalu sulit karena apapun bisa kita pikirkan
dan tuliskan.  Apa saja yang kita lihat, rasakan, alami, dan pikirkan
bisa menjadi “bahan” untuk sebuah tulisan. Artinya, menulis itu
sesungguhnya adalah upaya mengekspresikan apa yang kita lihat,
alami, rasakan, dan pikirkan ke dalam bahasa tulis (bukan bahasa
lisan). Tentu saja untuk menyajikan tulisan yang bagus, kita harus
memilih bahan-bahannya, tidak asal-asalan. Bahan-bahan yang
bagus itu bisa kita dapatkan dengan “menggumuli” berbagai “teks
kehidupan” yang begitu luas dan beragam. Bahan tulisan bisa
kita dapatkan dari teks bacaan atau literatur yang melimpah (buku,
koran/majalah, jurnal, internet), dari  teks yang terlihat dan terde-
ngar—seperti televisi, radio, film, musik, drama, karya seni, dan
lain sebagainya.  Atau mungkin saja bahan tulisan itu berasal
dari kejadian dan peristiwa yang kita lihat, alami, rasakan, amati,

1
Makalah untuk kegiatan Pembinaan Keterampilan Berahasa dan Bersastra
Indonesia bagi Guru Sekolah Dasar se-DIY, diselenggarakan oleh Balai Bahasa
Yogyakarta, tanggal 23 Oktober 2012, Villa Taman Eden 2, Kaliurang, Sleman,
Yogyakarta.

69
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

atau kita dengar. Dari berbagai “teks kehidupan” yang sangat


luas tersebut, kita dapat menemukan ide, gagasan, inspirasi
untuk membuat sebuah tulisan. Nah, dari sinilah sesungguhnya
proses kreatif (menulis) itu dimulai. Tentu yang juga harus kita
pertimbangkan adalah bentuk pengungkapan (tuturan/discourse),
tatanan (organization), dan wahana (medium/sarana).
Bentuk pengungkapan dipilih agar ide/gagasan yang kita
sampaikan bisa dipahami oleh pembaca dengan baik. Apakah
ide itu akan kita sampaikan  dengan mempertimbangkan  urutan
waktu dengan memberi baluran imajinasi di sana-sini (narasi);
menjelaskan sesuatu secara detail dengan mengedepankan ce-
rapan indera kita  dengan maksud agar apa yang kita tulis juga
dapat  menimbulkan citra yang sama kepada pembaca—misalnya
pemandangan yang indah, bunga (yang begitu) harum,  atau
lagu merdu (deskripsi); bisa juga ide yang kita tuliskan berupa
fakta-fakta yang kita sajikan secara teratur, logis, terpadu, de-
ngan tujuan memberi penjelasan kepada pembaca mengenai se-
suatu ide, persoalan, proses, atau peralatan (pemaparan); dan
mungkin saja kita mengungkapkan ide bentuk pengungkapan
agar meyakinkan pembaca sehingga pembaca mengubah pikiran,
pendapat, atau pendiriannya sesuai dengan yang kita inginkan
(argumentasi).
Pemilihan bentuk pengungkapan akan berkaitan dengan
tatanan (organization). Artinya, ketika kita memilih bentuk peng-
ungkapan narasi maka tatanan yang dituntut adalah sebuah tu-
lisan yang mau tidak mau harus “bercerita” tentang tokoh (apa-
pun) dengan berbagai perubahan dalam urutan waktu. Lain per-
soalannya ketika kita ingin menjelaskan mengenai bagaimana
menggunakan mesin cuci (pemaparan), yang kita jelaskan adalah 
proses dari menyalakan, cara menggunakan, sampai mematikan
mesin cuci tersebut; tidak perlu sampai menceritakan bagaimana
mesin cuci itu dibuat, siapa yang membuat, dimana membuatnya,
dan bagaimana mana ia bisa sampai di toko, lalu kita beli.

70
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Dalam tulisan yang panjang dan utuh, berbagai bentuk


pengungkapan tersebut bisa saja dipakai secara bergantian. Per-
soalan yang tidak kalah pentingnya yang harus dipertimbangkan
menyangkut media yang akan memuat tulisan kita dan penguasa-
an kita terhadap masalah kebahasaan dan tanda baca. Bacalah
terus menerus media yang akan kita tuju, perhatikan selera re-
daktur di balik media tersebut, rubrikasi apa saja yang tersedia,
dan bagaimana gaya bahasa yang menjadi pilihan pengelola me-
dia tersebut.
Bayangkan saja sekarang kita sedang di depan laptop dan
mencoba untuk menulis sesuatu yang melintas dalam pikiran
kita, misalnya adalah sesuatu yang dikenakan Susi Similikiti,
kaos oblong. Ide yang sangat sederhana bukan? Kita akan menu-
lis tentang kaos....Ya, kaos kita jadikan ide pokok atau ide dasar
dalam penulisan kali ini. Setelah menemukan ide pokok tersebut,
kita berusaha mengembangbiakkan ide tersebut dengan berbagai
bacaan, pengamatan lebih luas, pemikiran lebih mendalam: kita
berupaya mencari definisi mengenai kaos oblong, mengetahui
berbagai jenis kaos (ada kaos oblong, kaos kaki, kaos tangan,
kaos lampu, kaos....entah apalagi), berbagai perusahaan yang
memproduksi kaos,  sejarah dan idealisme mereka,  spesifikasi
kaos dan desain, dan ide lainnya yang terus kita pikirkan. Lang-
kah berikutnya adalah memilih suatu ide untuk dijadikan topik
karangan. Taruhlah kita akan memilih kaos oblong, dan kaos
oblong tersebut bukan kaos oblong yang diproduksi di Bali atau
di Bandung,  tetapi kaos oblong yang diproduksi di Jogja (de-
ngan alasan yang sangat naif: karena saya tinggal di Jogja). Nah,
sekarang saatnya kita membatasi topik agar pembicaraan tidak
ngalor-ngidul...misalnya saja kita hanya memikirkan kaos oblong
yang mengedepankan nilai-nilai budaya dan mengabaikan kaos
oblong dengan slogan politik, lalu muncul tema: kaos oblong
jogja dan fenomena perubahan budaya....Berbagai hal tersebut
harus kita pikirkan terus menerus, kita gali dan olah  dengan
saksama. Misalnya saja siapa yang menjadi pionir dan mempro-

71
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

duksi kaos oblong di Jogja: Dagadu, Jaran, Sarapan....dan sete-


rusnya....Apa yang membedakan kaos oblong yang satu dengan
kaos oblong lainnya.... Setelah merenungkan berbagai hal, me-
ngembangkan imajinasi, membaca berbagai literatur, maka kita
siap untuk menulis…..sederhana bukan?2

/2/
Sesungguhnya pelatihan seperti sekarang ini menimbulkan
“kegalauan” tersendiri bagi kami. Kegalauan itu muncul jika di-
kaitkan dengan tujuan yang akan dicapai dalam pelatihan ini:
apakah ingin meningkatkan pengetahuan guru-guru dalam men-
ciptakan tulisan atau tujuannya lebih “mulia” dari itu, mengajak
guru-guru untuk memikirkan bagaimana langkah-langkah agar
pembelajaran menulis (sastra) di sekolah dasar dapat menarik
minat siswa? Pilihan yang pertama lebih mudah dilakukan karena
banyak kemungkinan materi yang bisa diberikan, sedangkan
pilihan kedua memerlukan pemikiran yang lebih merenik, mem-
butuhkan sinergi dari berbagai pihak, terlebih karena kami tidak
mengetahui bagaimana kondisi di lapangan yang sesungguhnya,
sebaliknya, minat dan pengalaman guru dalam penulisan kreatif
sastra rasanya sangat kurang (bahkan mungkin tidak ada sama
sekali). Jika pilihan kedua yang akan dilaksanakan, maka kita
harus memiliki dua kesepakatan. Pertama, menyadari sepenuh-
nya bahwa tujuan pengajaran sastra di sekolah dasar dikembang-
kan dalam kompetensi dasar agar siswa mampu menuliskan
pengalaman dalam bentuk cerita dan puisi. Kedua, skala prioritas
yang harus dirangsang dan dikembangkan dalam memacu sema-
ngat siswa untuk menulis berkaitan dengan imajinasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, imajinasi dimaknai se-
bagai daya pikir untuk membayangkan (angan-angan) atau men-
ciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian
berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; khayalan.

2
Simak hasil tulisan kaos oblong dalam lampiran 1.

72
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian dari aktivitas


otak kanan yang bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan.
Pada masa balita, anak sangat suka membayangkan sesuatu, me-
ngembangkan khayalannya dan bercerita membagi ide-ide ima-
jinatifnya kepada orang lain, khususnya kepada orang tua. De-
ngan berimajinasi, anak-anak mampu mengeluarkan ide-ide
kreatif yang mungkin saja “mencengangkan”. 3 Dalam per-
kembangannya, otak anak lebih aktif merespon setiap rang-
sangan, memunculkan banyak pertanyaan dan mendorongnya
untuk melakukan pengamatan.
Menurut seorang pengamat dunia anak-anak, imajinasi anak
bisa saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang
ditontonnya atau pengaruh dari dongeng dan cerita yang di-
dengarnya. Sebaliknya, imajinasi bisa muncul secara murni dan
orisinil dari dalam benak anak-anak sebagai hasil mengolah dan
memanfaatkan kelebihan dan kemampuan otak yang dianuge-
rahkan Tuhan. Jika orang tua mampu mengasah, mengembang-
kan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat
bermanfaat dalam meningkatkan kecerdasan kreatif anak-anak,
serta membuat anak lebih produktif karena potensi dan kemam-
puan imajinatif anak merupakan proses awal tumbuh kembang-
nya daya cipta yang pada gilirannya akan menghasilkan sebuah
kreasi yang menarik dan bermanfaat untuk perkembangan kepri-
badian anak-anak.
Dalam menuliskan kejadian/pengalaman, mau tidak mau
siswa akan diajak menjelajahi tahapan proses kreatif yang ber-
langsung dalam empat tahap: (1) tahap persiapan, (2) pematang-
an (inkubasi), (3) penulisan (iluminasi), dan (4) tahap perbaikan
(verifikasi). Seperti dinyatakan pada awal tulisan makalah ini,
maka hal yang paling penting dalam penulisan berkaitan dengan
“bahan” (ide) apa yang hendak dituliskan. Artinya, dalam tahap-
an persiapan guru mendorong agar siswa mendapatkan ide

3
Perhatikan sebuah puisi dalam lampiran 2.

73
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

untuk ditulis. Agar siswa mudah dalam mendapatkan dan me-


ngembangkan ide tersebut maka sebaiknya ide tersebut dekat
dengan kegiatan sehari-hari atau hal yang biasanya dilakukan
oleh anak-anak. Sebagai contoh, siswa diminta untuk mence-
ritakan pengalaman berlibur ke rumah nenek. Pada tahapan ini
guru dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan me-
mungkinkan siswa tergerak untuk menulis. Jangan terburu-buru
meminta siswa segera menulis. Biarkan beberapa siswa men-
ceritakan pengalamannya secara lisan. Hal ini dilakukan untuk
merangsang pengembangan imajinasi anak-anak. Guru mencer-
mati dan mencatat mengenai kekurangan dan kelebihan masing-
masing siswa dalam menceritakan pengalaman liburan ke rumah
nenek. Tahap berikutnya merupakan tahapan pematangan ide
(inkubasi), siswa diminta merenungkan kembali apa yang akan
mereka tulis, meyakinkan bahwa ide yang mereka punyai sangat
menarik, dan memberi ancangan bagaimana siswa mengawali
sebuah cerita, siswa diminta mengingat kembali apa-apa yang
terjadi di rumah nenek. Tanyakan mengenai kesulitan yang di-
hadapi siswa saat akan mengembangkan ide. Tahap ketiga ada-
lah tahap penulisan (iluminasi) atau tahap pengekspresian ide
yang sudah didapatkan dan dimatangkan dalam tahap inkubasi.
Pada tahap ini, guru mengingatkan siswa untuk memilih kata,
menulis kata dengan baik dan benar, menyusun merangkai kata,
dan memahami berbagai unsur kebahasaan yang lainnya. Guru
sebaiknya mempertimbangkan “batas-batas” kemampuan siswa
dalam perbendaharaan kosa kata dan penguasaan terhadap EYD.
Tahap terakhir (verifikasi) merupakan tahap penyempurnaan,
guru membaca semua karya siswa dengan memberi beberapa
“catatan” agar siswa memperbaiki kembali cerita yang telah me-
reka tulis. Catatan yang diberikan guru dapat berkaitan dengan
penyempurnaan cara bercerita (struktur penceritaan) maupun
perbaikan unsur-unsur kebahasaan.

74
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Dalam pelajaran menulis puisi, guru sebaiknya mengawali


langkah dengan mengembangkan imajinasi siswa. Cara yang se-
derhana dapat dilakukan dengan menghadirkan benda-benda
secara konkret (wadag) di atas meja guru. Hal ini dilakukan agar
siswa memahami sesuatu tidak sekedar hanya berdasarkan “ha-
falan” melainkan dengan daya kreatif yang layak diacungi jem-
pol. Pada tataran ini guru berupaya memberi penyadaran tentang
nama benda yang sama tetapi memiliki bentuk, ukuran, warna,
dan fungsi yang berbeda-beda. Benda-benda yang dipilih dapat
berupa buku, lilin, bunga, sajadah, pensil, gelas, foto, dan benda-
benda lain yang ada di sekeliling kita. Setelah beberapa benda
ditaruh di atas meja, masing-masing siswa diminta mengamati
benda-benda tersebut dan memberi tanggapan mengenai arti
atau makna masing-masing benda. Dalam penugasan penulisan
puisi, benda-benda yang kita taruh di atas meja merupakan ben-
da-benda yang terseleksi. Benda-benda tersebut diletakkan satu
persatu dan siswa diminta memahami hubungan kehadiran ma-
sing-masing benda yang kita pilih. Beri waktu kepada siswa
untuk mengendapkan dan mematangkan idenya sebelum siswa
diminta menuliskan sebuah puisi. Setelah siswa berhasil menulis
sebuah puisi, guru berupaya memverifikasi puisi tersebut dengan
meminta siswa yang bersangkutan membacakan puisinya dan
meminta tanggapan kepada siswa yang lain. Jika tidak ada tang-
gapan dari siswa yang lain, guru memberikan masukan, teruta-
ma menyakut pilihan kata.
Agar pertemuan ini bermanfaat dan guru mengalami sendiri
peristiwa pengelolaan dan pengembangan imajinasi dalam pe-
nulisan puisi, mari kita praktekan cara pembelajaran yang cukup
sederhana dengan meletakkan beberapa benda di atas meja dan
kita mencoba menulis sebuah puisi, apa pun hasilnya….

75
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

LAMPIRAN 1

Kaos Oblong Jogja Pancen Oye!

Konon khabarnya, etimologi kata oblong terdiri dari dua


suku kata, yaitu “O” dan “blong”. “O” berarti bulat (umumnya
bagian atas kaos oblong berbentuk bulat) sehingga kepala kita
bisa masuk. “Blong” mengacu kepada situasi ketika rem kenda-
raan tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga jalannya
terus melaju tanpa hambatan. Jadi, oblong berarti sesuatu (kaos)
yang atasnya bulat, dan ketika benda (kepala) dimasukkan, jalan-
nya lancar, tidak ada yang mampu menghalangi....
Menurut Antariksa (2001), kaos oblong mulai dikenal pada
akhir abad ke-19, semula dipakai oleh tentara Eropa sebagai
pakaian dalam (di balik baju seragam) dan bisa dipakai sebagai
pakaian luar jika mereka beristirahat. Istilah “T-shirt” baru mun-
cul di Merriam-Webster’s Dictionary pada tahun 1920. Pada Perang
Dunia II, kaos menjadi perlengkapan standar pakaian militer di
Eropa dan Amerika Serikat (T-shirt King). Kaos oblong mulai
dikenal di seluruh dunia lewat John Wayne, Marlon Brando dan
James Dean yang memakai pakaian dalam tersebut sebagai pa-
kaian luar di film-film mereka. Teknologi screenprint di atas kaos
katun, baru dimulai awal tahun 1960-an dan setelah itu barulah
bermunculan berbagai bentuk kaos baru, seperti tank top, muscle
shirt, scoop neck, v-neck dsb. Kaos oblong kemudian berkembang
menjadi busana universal, tidak dibatasi oleh norma-norma lo-
kal, bisa dipakai siapa saja, diterima di mana saja. Jadi jangan
heran jika tidak ada seorang pun di Indonesia yang tidak mem-
punyai kaos; dari tukang becak sampai presiden semua punya
kaos.
Oleh kalangan kreatif, kaos oblong dijadikan media imple-
mentasi desain untuk berbagai representasi, baik demi kepenting-
an pariwisata, politik, iklan, entertaiment, maupun perlawanan
terhadap kemapanan. Desain yang dimaksud bukan sekedar ka-
rena ada gambarnya, tulisannya, tetapi karena apa yang termuat
di dalamnya. Ketika orang memakai kaos bertuliskan: “Oposisi
Mengapa Mesti Takut?”, si pemakai setidaknya seorang demons-
tran, ketika orang memakai kaos iklan sabun – ia marketing,

76
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

kaos dengan desain lukisan Eddie Hara – lebih pas dipakai seni-
man. Pergeseran ini terjadi tidak sengaja; kaos yang semula ha-
nya dipandang dari segi fungsional bergeser ke media indenti-
fikasi atau wahana tanda, membawa pesan dalam “teks terbuka”
di mana pembaca atau audience berpeluang memberi interpretasi.
Di Yogyakarta, awal perkembangan kaos sebagai media
tanda dan penanda tidak dapat dilepaskan dari inspirasi kreatif
anak muda di bawah “bendera” Dagadu, Jaran, dan Sarapan.
Ketiganya sama-sama menempatkan berbagai bentuk, gambar,
atau kata-kata dalam berbagai pesan akan pengalaman, perilaku,
perlawanan (bisa dimaknai apa saja), dan status sosial. Dagadu
mulai memproduksi kaos oblong sejak tahun 1994 dengan desain
kontemporer dan contains-nya berkaitan dengan Jogja, everything
about Djokdja: artefak, bahasa, kultur kehidupan, maupun peris-
tiwa keseharian yang terjadi di dalamnya. Ini tidak lepas dari
konteks posisioning Dagadu sebagai produsen cenderamata
(menghargai orisinalitas). Meskipun begitu bukan berarti desain
Dagadu adalah desain etnik, sebaliknya justru desainnya kon-
temporer karena market atau komunitas Dagadu adalah komu-
nitas kontemporer. Desain-desain kaos Dagadu berkait erat de-
ngan visi menyemarakan kota Jogja sebagai kota wisata, ingin
menemukan kembali roh Jogja yang oleh sebagian pihak dirasa
kian menghilang. Selebihnya, desain Dagadu selalu bersentuhan
dengan fenomena sosial yang banyak disingkirkan karena di-
anggap rendah bagi orang lain: bagaimana tukang becak selalu
dipepet (dalam desain Sleeping in My Becak: Been riding all nite
just to get more money), kita tidak pernah melihat sisi romantisme
tukang becak: mereka harus tidur di atas becak, terpaksa menga-
yuh lebih kuat untuk mendapatkan tambahan uang. Itu adalah
fenomena sosial yang diangkat Dagadu dengan enteng sehingga
muncul kesan kehidupan tukang becak bukan momok; kemis-
kinan juga bukan momok; tukang becak dan kemiskinan memang
ada—keduanya bagai dua sisi mata uang tak terpisahkan. Desain
lainnya mengenai Malioboro yang tidak lagi ramah (Malioboros),
jalan sepotong itu berubah menjadi ajang konsumeristik, meng-
ingatkan siapapun yang akan kesana (Malioboro) harus mem-
bawa uang berlebih karena di sana orang pasti akan “dirampok”,
dipaksa menjadi konsumeristik…

77
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Dagadu,


desain kaos Jaran selalu menampilkan keaslian karya etnik de-
ngan meminimalisir “pengolahan” kembali. Kepala stupa, relief
beberapa candi, benda kerajinan tradisional, menjadi objek de-
sain yang tak pernah mati. Kaos-kaos tendensius tampak dihin-
dari Jaran karena sifatnya temporer. Desain etnik dijadikan pi-
lihan karena dianggap bisa dipakai siapapun dan kapan pun;
terasa romantis, membawa orang kepada romantisme masa lalu,
dan romantisme itu diyakini sebagai suatu hal yang dicari bawah
sadar setiap orang, ia hadir sebagai memorabilia.
Hampir sama dengan Jaran Ethnic, Sarapan T-shirt pun me-
miliki desain kaos etnik. Bedanya, Jaran benar-benar pure etnik
sedangkan beberapa desain produk Sarapan sengaja dikonta-
minasikan dengan unsur modern lewat pemunculan tokoh kar-
tun Tintin. Di samping hadir kaos dengan tema “Djokdjakarta
1938”, “Perempatan Toegoe Djokdja 1938”, “Tamansari”, ada
pula desain kaos Sarapan dengan tema “Tintin in Malioboro Jogja”,
“The Adventures of Tintin on Yogya” serta “Where is Tintin”. Mes-
kipun begitu, Sarapan setia menggali sejarah dan kebudayaan
Jogja sehingga kehadiran Tintin tetap “terukur”dalam frame bu-
daya Jogjakarta, sesuai dengan visi dan misi Sarapan yang meng-
inginkan budaya Jogja tidak hilang; orang tidak lupa pada seja-
rah Ngayogyakarta Hadiningrat.
Kaos Jogja, memang beda dengan kaos Bali (Joger, Kaos
Geek, Kuta Lines, Bali Art, Lombok Art) yang orientasi desain-
nya berkiblat ke aspek turistik; bukan lahir dari pendekatan
arkeologis dan sosio-kultural. “Ah, kaos Jogja pancen oye....!”
celetuk salah seorang pembeli kaos yang berdesakan di salah
satu outlet di lantai dasar Malioboro Mal sambil mencermati kaos
bergambar dua bunga kamboja dengan tulisan: Bali Wae neng
Djokdja....(Herry Mardianto)

78
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

LAMPIRAN 2

Relegia Azhar (kelas V, sekolah Indonesia Cairo)


WAJAH NEGERIKU

Dalam puisi ini aku membaca wajah negeriku yang terluka


Aku menyusun kata bersama tarian asap dupa
Seakan nenek moyang datang padaku dan bertanya
“Mantra apakah yang kau sebutkan dalam doamu?”

Aku membuka mata dan kusaksikan


Timbunan manusia berdesakan dalam antrian

Oh pasuruan, oh pasuruan, oh pasuruan


Di pekarangan sempit
Di atas tanah liat yang (hampir) berdebu
Seorang kaya membagikan harta
Dan ribuan manusia bertaruh nyawa
Saling memangsa
Saling berebut dan jatuh
Di antara asap tebal dan debu berbau mayat

Aku tidak mengerti


Demikian kejamkah kemiskinan di negeri ini?
Bahkan di acara pembagian zakat
Malaikat pencabut nyawa
Menjemput dua puluh satu orang menghadap Tuhan

Mayat-mayat kaku, mayat-mayat bisu


Mayat-mayat kaku, mayat-mayat bisu

Oh sidoarjo, oh sidoarjo, oh sidoarjo


Aku menyaksikan ribuan anak-anak berenang di lumpur
hitam
Matahari pecah, dan mereka mulai gelisah
Cita-cita mereka?
Karam ditenggelamkan lumpur berapi

79
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Harapan-harapan mereka?
Terbakar menjadi puing-puing puisi

Bagaimana mungkin aku bisa menghentikan air mata?


Sementara wajah negeriku menganga tercabik luka

Astaghfirullah Rabbal baraya, astaghfirullah minal khataya


Astaghfirullah rabbal baraya, astaghfirullah minal khataya

Ya Allah…
Aku menunggu purnama memberikan cahaya
Lalu kusimpan gerhana di lipatan hatiku
Ya Allah…
Aku menunggu musim penghujan datang
Lalu kusucikan wajah negeriku dengan baris-baris doa

80
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

KONSEP DASAR EKSPRESI (LISAN)


SASTRA DI SEKOLAH DASAR1
Ahmad Zamzuri

/1/
Dulce – Utile
Hal dasar yang harus dipahami sebelum berekspresi (lisan)
sastra adalah memahami sejatinya (karya) sastra. Sejatinya,
(karya) sastra itu memiliki fungsi menyenangkan (dulce) dan ber-
manfaat (utile). Menyenangkan (dulce) diartikan bahwa pembaca
teks maupun penikmat pertunjukkan sastra memperoleh kese-
nangan dari hal tersebut dan ingin membaca/menyaksikannya
lagi dan lagi sebab ada unsur keindahan dalam (teks/pertun-
jukkan) sastra itu. Sementara, bermanfaat (utile) berkaitan de-
ngan muatan atau isi (karya) sastra yang memancarkan keluruhan
pengalaman manusia yang diangkat dalam (karya) sastra. Kata
lainnya, utile diartikan bahwa (karya) sastra memberikan efek
pengalaman, meningkatkan budi pekerti, menjernihkan jiwa,
memperdalam wawasan kemanusiaan, dan sebagainya.
Dua hal –dulce dan utile—tersebut sebisa mungkin mendasari
transformasi (teks) sastra menjadi sebuah “hiburan” yang me-
nyenangkan dan bermanfaat, tidak hanya bagi siswa tetapi juga
penikmat yang menyaksikannya.
1
Makalah untuk kegiatan Pembinaan Keterampilan Berbahasa dan Bersastra
Indonesia bagi Guru Sekolah Dasar se-DIY, diselenggarakan oleh Balai Bahasa
Yogyakarta, tanggal 21-24 Oktober 2012, di Vila Taman Eden 2, Kaliuran,
Sleman, Yogyakarta.

81
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

/2/
Ekspresi (Lisan) Sastra: Wadah Potensi Diri
Sesungguhnya, manusia terlahir dibekali dengan beragam
keterampilan yang kreatif. Tetapi, pada umumnya, tanpa disa-
dari, kreativitas itu semakin lama semakin dibatasi dan akhirnya
berhenti berkembang. Selanjutnya, tidak dipungkiri, proses kehi-
dupan yang berwarna semakin lama jauh dan terkesan “meng-
alir” saja.
Di tingkat (sekolah) dasar, ketika tunas kreativitas mulai
tumbuh dan berkembang, ada baiknya memberikan respon lebih
kepada siswa supaya kreativitasnya tidak pupus di tengah jalan.
Keberanian berkomunikasi dengan orang lain di depan orang
banyak tentu hal langka dilakukan oleh siswa usia sekolah dasar.
Acapkali perasaan malu lebih mendominasi sehingga menutupi
keberanian berbicara di depan orang banyak. Mungkin, berani
tampil di depan orang banyak, tetapi sebab tidak terbiasa se-
hingga timbul grogi, maka keleluasaan berkata-kata tidak di-
pungkiri menjadi terbata-bata dan informasi pun tidak tersam-
paikan secara lancar dan lengkap.
Nah, memupuk kreativitas, khususnya berekspresi (lisan)
sastra, sejak usia sekolah dasar, perlu diberikan ruang dan waktu
yang lebih banyak agar mereka (siswa) mampu mengembangkan
tunas-tunas yang dimilikinya. Dengan cara ini, diharapkan, me-
lalui guru-guru, siswa mampu mengasah kepekaan intuitif, ber-
komunikasi, menumbuhkan apresiasi dan pengalaman kreatif
berekspresi (lisan) sastra. Ekspresi (lisan) sastra kali ini meru-
pakan dasar dan teknik pembacaan (teks) sastra, antara lain pem-
bacaan puisi, dongeng, dan drama untuk sekolah dasar.

/3/
(Pem)baca(an) puisi = deklamasi?
Secara konteks, membaca berarti ada “sesuatu” yang dibaca.
Membaca puisi berarti membaca (teks) puisi, baik dalam bentuk
lembaran maupun buku. Sementara itu, pelaku dalam proses

82
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

membaca disebut pembaca (puisi). Ketika pembaca puisi berada


di panggung, atau di depan orang banyak, bisa dikatakan pem-
baca puisi tidak lagi membaca puisi untuk dirinya sendiri. Tetapi,
pembacaan itu ditujukan untuk orang banyak. Pada tataran pem-
bacaan di depan orang banyak, pembaca memiliki tugas, 1) me-
realisasikan kata dan kalimat sehingga dikenal, diidentifikasi,
dan dimengerti oleh orang lain, 2) memberikan sentuhan/bentuk
estetik kepada seluruh bunyi sebuah cipta puisi, dan 3) membawa
bunyi-bunyi itu ke dalam suatu harmonisasi.
Lantas, deklamasi itu gimana? Deklamasi berbeda dengan
(pem)baca(an) puisi. Bila (pem)baca(an) puisi ada “sesuatu” (teks)
yang dibaca, maka deklamasi lebih menekankan pada kemampu-
an mengekpresikan puisi dengan cara menghafal (teks) puisinya.
(Pen)deklamasi(an) puisi menuntut seorang deklamator mampu
memainkan ekspresi mimik dan potensi gerakan dengan takaran
emosi yang terkendali. Seringkali anak-anak terlihat lucu dan
cenderung mereka menari ketika melakukan sebuah deklamasi
puisi.
Selanjutnya, bagaimana dengan gerak dan ekspresi dalam
(pem)baca(an) puisi? gerak dan ekspresi tetap diberikan untuk
mendukung realisasi kata dan kalimat sebagai bagian dari bentuk
estetik. Hanya saja, gerak dan ekspresi tidak dilakukan secara
berlebihan dan tidak sedominan pada deklamasi. Hal yang tidak
boleh ditinggalkan adalah pemilihan materi (teks) puisi yang
didasarkan pada dunia anak-anak.

/4/
Mendongeng
Mendongeng, atau story telling (bercerita) adalah tradisi
yang semestinya tetap dilakukan oleh orang tua kepada anak.
Sebab, dengan mendongeng dapat menumbuh kembangkan ikat-
an antara orang tua dan anak menjadi kuat. Di samping itu,
perkembangan psikologis anak akan tumbuh dengan baik.

83
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Mendongeng, atau bercerita dongeng, tidak berbeda de-


ngan konsep pembacaan puisi. Hal yang membedakan adalah
materi, yaitu dongeng. Dongeng (KBBI, 1991) diartikan sebagai
cerita yang tidak benar-benar terjadi. Berarti, materi cerita bisa
diambilkan dari folklore, sastra lisan, atau tradisi yang cenderung
naratif. Atau, materi dongeng yang tepat dengan dunia anak-
anak adalah fabel, legenda tentang asal-asal suatu tempat, atau
cerita-cerita kepahlawanan.
Ada beberapa teknik mendongeng, seperti:
(1) membaca teks. Pendongeng membaca secara utuh cerita
yang dibangun oleh kalimat-kalimat yang ditulis oleh pe-
nulis cerita;
(2) membaca teks sambil menggunakan media tertentu. Misal,
tokoh cerita divisualkan dalam bentuk boneka, wayang,
atau benda-benda yang mendukung cerita; dan
(3) bercerita tanpa membawa teks sebab isi cerita telah dipahami
dan dihafal, serta membawa media tertentu sebagai peraga.
Teknik ini mirip dengan dalang pada pertunjukkan wayang.

/5/
Bermain Drama
Bermain drama bagi anak-anak cenderung menampilkan
konsep yang sederhana. Tahap-tahap bermain drama diawali
dengan latihan-latihan dasar yang berprinsip bermain dan me-
nyenangkan seperti disebutkan diawal tulisan ini. Hanya saja,
memang, tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam
melakukan persiapan. Dalam persiapan bermain drama, ada be-
berapa hal yang harus diperhatikan. Misalnya, waktu yang ter-
sedia untuk berlatih, siapa saja yang akan ikut, dimana tempat
pertunjukkannya, dan kira-kira siapa saja yang akan hadir se-
bagai penonton.
Bila waktu tersedia sedikit, kesempatan berlatih pun dipas-
tikan akan terbatas pula. Dalam kondisi seperti ini, jangan me-
nambah kesulitan dengan mementaskan sesuatu yang sulit. Du-

84
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

rasi pertunjukan pun perlu dipikirkan. Sebuah lakon yang pan-


jang, bisa dipenggal dan hanya dipertunjukkan fragmennya yang
dirasa paling tepat. Pertunjukkan juga bida dibuat sendiri dida-
sarkan pada kemampuan pendukung yang ada. Memaksakan
diri sering kali menjadi awal kegagalan. Apalagi pemain lakon
tersebut adalah anak-anak. Tentunya anak-anak akan merasa
tidak enjoy bila selama proses berada dalam kondisi tertekan.
Ada beberapa tips yang harus dipahami sebelum bermain
drama bagi anak-anak sekolah dasar:
(1) perlu ditanamkan bahwa drama adalah bermain;
(2) permainan drama tidak selamanya harus lama. Pertun-
jukkan 10 menit saja, bila apik itu juga sudah cukup;
(3) drama mengajarkan anak-anak bekerja sebagai sebuah tim;
(4) drama dapat dipakai sebagai sarana pembinaan karakter
dan mengenal diri dan orang lain;
(5) bermain drama lebih ditujukan untuk memupuk kecintaan
dan apresiasi terhadapa karya sastra (drama), bukan men-
didik sebagai seniman;
(6) drama melatih anak-anak berekspresi, menahan emosi, ber-
bicara, menguasai dan berkekspresi di depan orang banyak;
dan
(7) latihan pun harus tetap menyenangkan dan tidak menge-
kang sisi bermain anak-anak.
Selanjutnya, memilih lakon (naskah) tidak serta merta
menjadi hal yang mudah. Anak-anak di tingkat sekolah dasar,
saat ini, rata-rata telah mampu membaca. Tetapi, hal tersebut
tidak secara otomatis dibebani dengan drama yang penuh dialog,
apalagi berisi pemikiran-pemikiran filosofis. Seringkali aktivitas
yang menekankan pada dialog akan mengorbankan spontanitas
pergerakan tubuh anak-anak sehingga akan kehilangan mobili-
tasnya. Beberapa pertunjukkan, bahkan banyak, pertunjukkan
anak-anak sekolah dasar kehilangan jiwa karena tuturnya yang
ditonjolkan. Anak-anak terbelenggu, tertekan, dan kehilangan

85
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

kegemberiaan. Mereka menjadi robot yang menyenangkan orang


tua/guru yang bangga menonton anak-anaknya.
Memilih naskah yang tepat untuk dipentaskan adalah hal
penting. Bukan saja ceritanya yang harus baik (pesan moral),
tetapi juga berpotensi untuk menjadi tontonan. Ada naskah yang
asyik dibaca, tetapi sulit atau tidak menarik diperagakan. Ada
cerita sederhana, bahkan juga mudah ditebak, bila penulisnya
pintar, lakon itu mampu menimbulkan empati. Bahkan kendati
tidak ada cerita, yang ada hanya suasana, tetap akan menarik.
Misalnya, ketegangan anak-anak yang menunggu pengumuman
hasil lomba dapat menegangkan dan lucu. Tidak ada cerita, tetapi
suasana manusiawi yang muncul bisa membuat lakon itu me-
mikat.
Di tingkat sekolah dasar, mengangkat suasana lebih sesuai
dengan jiwa anak-anak jika dibandingkan harus dipaksa berpe-
ran sebagai orang tua dan lainnya yang melebihi usianya. Per-
tunjukkan yang mewakili dunia anak-anak yang identik dengan
spontanitas akan membuat permainan menjadi hal yang menye-
nangkan. Beberapa tips dalam memilih lakon (naskah):
(1) memilih lakon (naskah) harus mempertimbangkan kondisi
anak-anak (pemain), sarana yang dimiliki, dan penonton
yang akan dihadapai;
(2) menghindari hal-hal yang merugikan spontanitas, mobilitas,
dan kesegaran pemain;
(3) pendamping (guru) wajib memiliki konsep pertunjukkan
yang berdasar pada realita lapangan, anak-anak dan situasi;

/6/
Eksresi (Lisan) Sastra: Berlatih dan Bermain
Memahani kondisi (psikologi) anak ialah hal mendasar yang
perlu dipahami sebelum melakukan pelatihan. Proses belajar
mengajar pada anak, sebaiknya menonjolkan metode permainan
sebab cara ini lebih ampuh dan jauh dari kesan kaku. Model
permainan lebih ditekankan sebab, dari sisi energi, anak-anak

86
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

memiliki lebih banyak energi daripada orang dewasa. Hal lain-


nya, melalui model permainan anak-anak tetap merasakan du-
nianya yang identik dengan dunia bermain yang ekspresif se-
hingga menjauhkan anak-anak dari kejenuhan dalam pikiran dan
tubuhnya.

Bermain sambil Berlatih: Olah Fisik


Bagi anak-anak, latihan fisik dan psikis harus dilakukan
dengan nyaman, menyenangkan dan penuh keriangan. Jenis
permainan anak-anak dianjurkan merangsang kerja sama kelom-
pok dan dianjurkan menghindari permainan yang bersifat per-
saingan secara individu. Permainan yang bersifat persaingan
dimungkinkan akan berakibat pada psikologi anak-anak yang
kurang baik, seperti rendah diri, khawatir, gelisah, merasa bo-
doh, dan atau merasa tidak mampu mengikuti permainan. Selain
itu, juga perlu dihindari permainan yang mengorbankan seorang
anak untuk menjadi bahan ejekan atau olok-olok temannya.
Untuk latihan kelenturan tubuh dan ketahanan stamina,
sebaiknya anak-anak diajak melakukan pemanasan layaknya olah
raga secara umum, seperti berlari kecil atau menari diiringi mu-
sik. Sebagai ilustrasi:
a. anak-anak diminta membuat lingkaran. Kemudian, anak-
anak diminta berjalan berkeliling sambil menyanyikan lagu
“Pada hari Minggu” (Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota,
Naik delman istimewa kududuk di muka, Kududuk di samping
Pak Kusir yang sedang bekerja, Mengendali kuda supaya baik
jalannya, Cether! Duk kidak kiduk kiduk kidak kiduk, Duk kidak
kiduk kidak kiduk suara sepatu kuda);
b. bermain-main pohon dan hembusan angin. Anak-anak di-
siapkan berbaris, misalnya 5 anak ke belakang dan 5 anak
ke samping (disesuaikan dengan jumlah anak). Instruksinya
adalah anak-anak harus begerak bekebalikan dengan da-
tangnya arah angin. Bila angin datang dari arah belakang,
maka anak-anak bersama-sama bergerak ke arah depan.

87
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

Bila angin datang dari kanan, maka anak-anak serempak


bergerak ke kiri. Begitu seterusnya dan dilakukan dengan
menyenangkan. Pola gerakan serempak dapat dikombinasi-
kan dengan gerakan lain, misalnya bergerak sambil me-
loncat-loncat, dan sebagainya;
c. anak-anak diminta bergerak bebas ke segala penjuru tempat
latihan tanpa bersentuhan dengan lainnya. Selanjutnya, ins-
truksinya adalah anak-anak diminta membentuk kelompok
dalam jumlah tertentu, misalnya 4 orang. Bila telah terben-
tuk kelompok beranggotan 4 orang, maka diinstruksikan
kembali untuk bergerak bebas dan diberikan instruksi
membentuk kelompok lagi dengan jumlah yang berbeda
lagi, dan seterusnya;

Bermain sambil Berlatih: Olah Pernapasan dan Vokal


Latihan vokal bagi orang dewasa dan anak-anak perlu dibe-
dakan. Sebab, struktur alat produksi vokal pada anak-anak ma-
sih lentur dan masih akan terus berkembang sehingga perlu
kehati-hatian dalam berlatih vokal pada anak-anak. Pada da-
sarnya, teknik pernapasan dapat diambil dari berbagai teknik
pernapasan bela diri, yoga, dan lainnya. Cara yang mudah adalah
dengan mengajak anak-anak duduk bersila dalam posisi badan
tegak dan menghirup udara dari hidup dalam 5 (lima) kali hi-
tungan. Kemudian, menyimpannya di rongga perut (hingga pe-
rut terlihat mengembang) selama 5 (lima) kali hitungan. Dan,
mengeluarkannya melalui mulut selama 5 (lima) kali hitungan
juga. Hal tersebut dilakukan beberapa kali.
Pernapasan ini membuat badan anak-anak akan terasa pa-
nas. Lalu, ketika mengeluarkan napas dari mulut, anak-anak di-
minta mengeluarkan suara mendesis: ssssssssssss……hingga na-
pas yang tersimpan di perut habis. Bila hal ini sudah dilakukan,
berarti latihan telah meningkat pada latihan vokal. Latihan vokal
harus dimulai perlahan-lahan agar pita suara tidak cedera. Setelah
bunyi desis, pernapasan dimulai seperti awal tadi dan ketika

88
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

mengeluarkan udara dari mulut dibarengi dengan suara vokal


aaaaaa, iiiiiii, uuuuu, eeeee, atau ooooo. Olah vokal dilakukan
dengan bervariasi, yaitu rendah dan tinggi, cepat dan lambat,
lirih dan lantang silih berganti. Hal lain yang dapat dilakukan
adalah anak-anak diminta mengucapakan kata-kata bebas de-
ngan beragam cara: lantang-lembut, tinggi-rendah, cepat-lambat.
Pengembangan latihan vokal selanjutnya, anak-anak diajak
bermain menirukan suara binatang, seperti kambing, kucing,
tokek, sapi, dan binantang lainnya yang memiliki suara khas.
Langkah awal, anak diberikan kebebasan menentukan suara bi-
natang. Ada baiknya anak-anak dibentuk kelompok sehingga
ketika bersuara akan serempak dan kompak. Bila telah terbentuk
kelompok dan pilihan suara binatang ditentukan, saatnya ber-
main-main dengan suara secara bergantian. Sementara itu,
pendamping (guru) dapat menempatkan diri sebagai dirigen.
Pendamping menunjuk kelompok tertentu dan kelompok terse-
but harus menyuarakan suara binantang yang telah dipilih. Ke-
mudian, pendamping beralih menunjuk kelompok lainnya. Per-
alihan ini dapat dilakukan dengan variasi tempo yang disesuai-
kan, misalnya lambat-lambat, cepat-cepat, lambat-agak lambat,
lambat-cepat, agak cepat-agak cepat, dan seterusnya, sehingga
menciptakan suatu “orkestra” suara binatang.

Bermain sambil Berlatih: Konsentrasi dan Imajinasi


Melatih anak-anak dalam membangun konsentrasi pun
tidak semudah seperti mengajak remaja yang berada di sekolah
menengah. Kata “konsentrasi” pun belum tentu dipahami oleh
anak-anak. Begitu pula dengan kata “imajinasi”. Andai anak-
anak diberi kesempatan bertanya, mungkin mereka akan berta-
nya: apa sech konsentrasi itu? Atau, apa sech imajinasi itu?
Mempraktikkan hal tersebut dirasa lebih mudah dan dimengerti
oleh anak-anak.
Konsep bermain tetap diutamakan. Awalnya, anak-anak di-
ajak untuk berdiam diri sambil duduk dan memejam mata. Ketika

89
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

pada posisi tersebut, anak-anak diminta menajamkan indera


pendengaran (telinga), indera penciuman (hidung), indera perasa
(kulit). Selain itu, anak-anak juga diminta membayangkan sesuatu
yang diinstruksikan oleh pendamping, seperti melompat-lompat,
terbang seperti burung, berenang seperti ikan, menjadi bunga
yang diterpa angin sepoi, dan sebagainya. Latihan ini ditujukan
untuk melatih kepekaan imajinasi. Supaya lebih rileks, instrumen
musik dapat pula ditambahkan untuk membangun suasana yang
mendukung latihan. Pengembangan selanjutnya, masih kondisi
mata terpejam, anak-anak diminta berdiri dan menggerakkan
tubuh secara pelan-pelan dan bebas. Gerakan-gerakan bertempo
lambat (slow motion) akan lebih memberikan efek mendalam pada
tubuh anak-anak.
Beragam latihan dasar yang dikombinasikan permainan itu
diharapkan anak-anak merasakan dunia yang tidak jauh dari
dirinya. Sehingga, sastra tidak dibayangkan sebagai “momok”
menakutkan dalam pembelajarannya. Ada pun bentuk latihan
yang tersaji di atas, tentu saja hanya merupakan salah satu alter-
natif yang dapat dilakukan, bukan harga mati. Artinya, segala
bentuk latihan disesuaikan dengan kondisi nyata di sekolah.
Andai ada perbedaan konsep dan latihan, tentu saja itu adalah
hal wajar dan akan semakin menambah khasanah pembelajaran
sastra di sekolah lebih menarik. ***

90
Bagi Guru Sekolah Dasar Kelas IV, V, Atau VI Se-DIY

Referensi Bacaan
Rendra, WS. 1976. Tentang Bermain Drama. Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya.
Soleh, Iman. 2010. Pelatihan Membaca Puisi dan Dongeng untuk
Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Bahasa, Kementerian
Pendidikan Nasional.
Sumardjo, Jakob. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra
Drama Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Tambajong, Japi. 1981. Dasar-dasar Dramaturgi. Bandung: CV.
Pustaka Prima
Wijaya, Putu. 20120. Drama untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat
Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional.

91
Kumpulan Materi Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia

92

Anda mungkin juga menyukai