Kata ulang sangat banyak digunakan dalam percakapan kita sehari-hari dalam bahasa Indonesia.
Lihat saja kata sehari-hari pada kalimat di atas adalah termasuk kata ulang. Di bawah ini
merupakan arti dari kata ulang yang ada di Indonesia, yaitu antara lain :
Contoh :
- Di tempat kakek banyak pepohonan yang rimbun dan lebat sekali.
- Pulau-pulau yang ada di dekat perbatasan dengan negara lain perlu diperhatikan oleh
pemerintah.
Contoh :
- Jambu merah pak raden besar-besar dan memiliki kenikmatan yang tinggi.
- Anak kelas 3 ipa 1 orangnya malas-malas dan sangat tidak koperatif.
Contoh :
- Setinggi-tingginya Joni naik pohon, pasti dia akan turun juga.
- Mastur dan Bornok mencari kecu sebanyak-banyaknya untuk makanan ikan cupang
kesayangannya.
Contoh :
- Adik membuat kapal-kapalan dari kertas yang dibuang Pak Jamil tadi pagi.
- Si Ucup main rumah-rumahan sama si Wati seharian di halaman rumah.
Contoh :
- Ketika mereka berpacaran selalu saja cubit-cubitan sambil tertawa.
- Saat lebaran biasanya keluarga di rt.4 kunjung-kunjungan satu sama lain.
Contoh :
- Orang katro dan ndeso itu datang ke rumahku malam-malam.
- Datang-datang dia langsung tidur di kamar karena kecapekan.
Contoh :
- Setelah kejadian itu dia menguat-nguatkan diri mencoba untuk tabah.
Contoh :
- Anjing buduk dan rabies itu suka mengejar-ngejar anak kecil yang lewat di dekat kandangnya
yang bau.
- Mirnawati selalu bertanya-tanya pada dirinya apakah kesalahannya pada Bram dapat
termaafkan.
Contoh :
- Karena berjalan sangat jauh kaki si Adul sakit-sakit semua.
- Jangan tergesa-gesa begitu dong! Nanti jatuh.
Contoh :
- Sudah bertahun-tahun nenek tua itu tidak bertemu dengan anak perempuannya yang pergi ke
Hong Kong.
- Mas parto berminggu-minggu tidak apel ke rumahku. Ada apa ya?
Contoh :
- Lagak si bencong itu kebarat-baratan kayak dakocan.
- Wajahnya terlihat kemerah-merahan ketika pujaan hatinya menyapa dirinya.
Contoh :
- Dari tadi padi si Bambang kerjanya cuma tidur-tiduran di sofa.
- Ular naga panjangnya bukan kepalang berjalan-jalan selalu riang kemari.
http://chinmi.wordpress.com/2007/07/31/makna-kata-ulang-dalam-bahasa-indonesia-arti-
pengertian-perulangan-kata/
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang salah
alias tidak sesuai dengan ejaan dalam Bahasa Indonesia. Salah satu atau dua ejaan kata dalam
tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa
indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu
karya tulis ilmiah.
Sebenarnya apa sih definisi atau pengertian ejaan baku dan ejaan tidak baku? Ejaan baku adalah
adalah ejaan yang benar, sedangkan ejaan tidak baku adalah ejaan yang tidak benar atau ejaan
salah.
Bagaimana untuk mengetahui bahwa kata pada kalimat yang kita tulis tidak menyalahi aturan
ejaan baku dan ejaan tidak baku? Cukup dengan membuka buku kamus bahasa indonesia yang
terkenal baik yang dikarang oleh yang baik pula sebagai referensi. Contoh Kamus Besar Bahasa
Indonesia karangan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Contoh ejaan baku dan ejaan tidak baku, di mana yang sebelah kiri adalah salah dan yang
sebelah kanan adalah betul :
- apotik : apotek
- atlit : atlet
- azas : asas
- azasi : asasi
- bis : bus
- do'a : doa
- duren : durian
- gubug : gubuk
- hadist : hadis
- ijin : izin
- imajinasi : imaginasi
- insyaf : insaf
- jaman : zaman
- kalo : kalau
- karir : karier
- kongkrit : konkret
- nomer : nomor
- obyek : objek
- ramadhan : ramadan
- rame : ramai
- rapor : rapot
- sentausa : sentosa
- trotoar : trotoir
http://organisasi.org/ejaan-baku-dan-ejaan-tidak-baku-dalam-bahasa-indonesia-pengertian-referensi-
dan-contoh
Kata atau ayat[1] adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu
atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks.
Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
ETIMOLOGI
Kata "kata" dalam bahasa Melayu dan Indonesia diambil dari bahasa Sansekerta kathā. Dalam
bahasa Sansekerta kathā sebenarnya artinya adalah "konversasi", "bahasa", "cerita" atau
"dongeng"[2]. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia terjadi penyempitan arti semantis menjadi
"kata".
Masalah pendefinisian
Istilah "kata" sungguh sulit untuk didefinisikan. Di dalam artikel ini dicoba untuk menjelaskan
konsep ini dengan menyajikan tiga definisi yang berbeda: definisi menurut KBBI, tata bahasa
baku bahasa Indonesia dan definisi yang umum diberikan di Dunia Barat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1997) memberikan beberapa definisi mengenai kata:
1. Elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan merupakan realisasi
kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa
2. konversasi, bahasa
3. Morfem atau kombinasi beberapa morfem yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas
4. Unit bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri dari satu morfem (contoh kata) atau beberapa
morfem gabungan (contoh perkataan)
Definisi pertama KBBI bisa diartikan sebagai leksem yang bisa menjadi lema atau entri sebuah
kamus. Lalu definisi kedua mirip dengan salah satu arti sesungguhnya kathā dalam bahasa
Sansekerta. Kemudian definisi ketiga dan keempat bisa diartikan sebagai sebuah morfem atau
gabungan morfem.
Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan, kata
ulang, dan kata majemuk. Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata
turunan atau kata berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya afiks atau
imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks
atau akhiran) kata. Kata ulang adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan
baik seluruh maupun sebagian sedangkan kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar
yang berbeda membentuk suatu arti baru.
Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu:
1. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan, misalnya buku, kuda.
2. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis, misalnya
baca, lari.
o Verba transitif (membunuh),
o Verba kerja intransitif (meninggal),
o Pelengkap (berumah)
3. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.
4. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata
benda, misalnya sekarang, agak.
5. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda, misalnya ia, itu.
o Orang pertama (kami),
o Orang kedua (engkau),
o Orang ketiga (mereka),
o Kata ganti kepunyaan (-nya),
o Kata ganti penunjuk (ini, itu)
6. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan
urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua.
o Angka kardinal (duabelas),
o Angka ordinal (keduabelas)
7. Kata tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan peranannya dapat dibagi
menjadi lima subkelompok:
o preposisi (kata depan) (contoh: dari),
o konjungsi (kata sambung) - Konjungsi berkoordinasi (dan), Konjungsi subordinat
(karena),
o artikula (kata sandang) (contoh: sang, si) - Umum dalam bahasa Eropa (misalnya the),
o interjeksi (kata seru) (contoh: wow, wah), dan
o partikel.
Dalam ilmu linguistik barat ada minimal lima cara dalam menentukan batas-batas kata:
Pada jeda
Seorang pembicara disuruh untuk mengulang kalimat yang diberikan secara pelan,
diperbolehkan untuk beristirahat dan mengambil jeda. Sang pembicara maka akan cenderung
memasukkan jeda pada batas-batas kata. Namun metoda ini tidaklah sempurna: sang pembicara
bisa dengan mudah memilah-milah kata-kata yang terdiri dari banyak suku kata.
Keutuhan
Seorang pengguna disuruh untuk mengucapkan sebuah kalimat secara keras dan lalu disuruh
untuk mengucapkannya lagi dan ditambah beberapa kata.
Bentuk bebas minimal
Konsep ini pertama kali diusulkan oleh Leonard Bloomfield. Kata-kata adalah leksem, jadi satuan
terkecil yang bisa berdiri sendiri.
Batas fonetis
Beberapa bahasa mempunyai aturan pelafazan khusus yang membuatnya mudah ditinjau di
mana batas kata sejatinya. Misalnya, di bahasa yang secara teratur menjatuhkan tekanan pada
suku-kata terakhir, maka batas kata mungkin jatuh setelah masing-masing suku-kata yang diberi
tekanan. Contoh lain bisa didengarkan pada bahasa yang mempunyai harmoni vokal (seperti
bahasa Turki): vokal dalam sebagian kata memiliki "kualitas" sama, oleh sebab itu batas kata
mungkin terjadi setiap kali kualitas huruf hidup berganti. Tetapi, tidak semua bahasa
mempunyai peraturan fonetis seperti itu yang mudah, kalaupun iya, pada bahasa ini ada pula
perkecualiannya.
Satuan semantis
Seperti pada banyak bentuk bebas yang minimal yang disebut di atas ini, metode ini memilah-
milah kalimat ke dalam kesatuan-kesatuan semantiknya yang paling kecil. Tetapi, bahasa sering
memuat kata yang mempunyai nilai semantik kecil (dan sering memainkan peran yang lebih
gramatikal), atau kesatuan-kesatuan semantik yang adalah kata majemuk.
Dalam prakteknya, ahli bahasa mempergunakan campuran semua metode ini untuk menentukan
batas kata dalam kalimat. Namun penggunaan metode ini, definisi persis kata sering masih
sangat sukar ditangkap.
[sunting] Rujukan
1. H. Alwi (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
2. Ensiklopedi Nasional Indonesia (ENI) (edisi ke-Jilid 8). Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka. 13 Mei
1990. hlm. hlm. 217-218.
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 13 Mei 1997.
4. Monier-Williams, Monier (1899). Sanskrit-English Dictionary.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kata
Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata
dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk
memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih
dahulu beberapa konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini. Untuk
mempersingkat dan memperjelas pembahasannya, kami menggunakan kata-kata yang
tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk menjelaskan kata-kata tersebut sebanyak
mungkin. Kami tidak membahas tentang infiks (sisipan yang jarang digunakan),
reduplikasi dan kata-kata majemuk yang berafiks.
Definisi Istilah
kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan,
juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks),
tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.
afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan
pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat
berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks
termasuk prefiks, sufiks dan konfiks.
prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk
kata baru dengan arti yang berbeda.
sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk
membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat
imbuhan.
keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata
dasar dan memiliki afiks yang berbeda.
prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
Penggunaan Afiks
Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita
dapat menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam
mengklasifikasikan jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami
menggunakan kaidah pengklasifikasian kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua - 1991) yang
disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di bawah adalah untuk
menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan) kepada kata dasar, bukan untuk
menjelaskan bilamana afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak diuraikan tentang asal
kata dasar (etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan di bawah ini lebih
berhubungan dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat - siapa yang melakukan
aksi itu, hasil perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan apakah tindakan itu
merupakan fokus utama dalam kalimat atau bukan.
Dalam kamus ini terdapat 38.308 entri (tidak termasuk singkatan, akronim
dan entri kata majemuk) dimana 22.022 berafiks dan 16.286 tidak berafiks. Menurut
persentase, 57% berafiks dan 43% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 9 entri dalam
kamus ini, 5 kata berafiks dan 4 kata lainnya tidak.
Pada tahun 1998, secara tidak formal, kami menganalisis 10.000 kata
Bahasa Indonesia dari terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata tersebut,
terdapat 2.887 atau kira-kira 29% kata berafiks dan 7.113 atau 71% tidak. Dengan kata
lain, untuk tiap 100 kata di surat kabar atau majalah, Anda mungkin dapat menemukan
29 kata yang berafiks dan 71 kata tidak berafiks. Tingkat penggunaan masing-masing
afiks diuraikan di bawah ini.
Aplikasi Afiks
ber- : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali
mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan
keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti
mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" adalah untuk
menunjukkan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami
perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang
sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata
yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk
verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat
adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali
mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks
ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.
di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks "me-." Prefiks
"me-" menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif,
di mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan
pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
prefiks ini.
pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang
melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna
alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya.
Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini
memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.
se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering
dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata
yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penggunaan paling umum
dari prefiks ini adalah sebagai berikut:
1. untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the”
dalam Bahasa Inggris)
-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil
suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat,
dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki sufiks ini.
-kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab,
proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk
memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 20
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
-kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan
pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan
dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.
-lah : sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara
singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah,
untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap
400 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:
pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini
biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya
perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.
per-an : menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan
hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya
sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil
perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan
menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau
spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
konfiks ini.
se - nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau
kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan
tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya =
setinggi mungkin).
-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya,
tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas
di sini. contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently
-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak
dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap
sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar
yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya,
“bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata
ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk
menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi
sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks
murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa
Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan
jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan
tulisan tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti
surat kabar dan majalah berita