Anda di halaman 1dari 3

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh

hasud (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia
infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Alquran dan As Sunnah), ia
menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Salah satu sebab utama dari lahirnya kejahatan adalah iri hati. Kata hasad adalah iri hati atas nikmat
yang dimiliki orang lain disertai dengan harapan kiranya nikmat itu hilang darinya. Iri hati juga dapat
tertuju kepada orang yang sebenarnya tidak memiliki nikmat, namun diduga oleh yang iri memilikinya.

Beberapa ulama bahkan mengartikan hasad dengan arti yang luas sehingga iri hati terhadap nikmat yang
diduga maupun nyata dimiliki oleh orang lain dan berharap kiranya nikmat itu hilang darinya, atau lebih
lagi berharap agar yang bersangkutan (yang memiliki nikmat tersebut) terus-menerus berada dalam
kekurangan dan kepedihan.

Sedangkan ghibthoh dapat diartikan iri hati atas nikmat yang dimiliki orang lain atau menginginkan
nikmat yang serupa, namun tidak disertai dengan harapan nikmat itu hilang darinya.

Nabi SAW bersabda; tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah
terhadap ketiganya. Hati-hatilah terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan
sujud kepada Adam as, dan hati-hatilah kepada loba (tamak), karena ketamakan mengantar Adam
memakan (buah) pohon terlarang, dan hati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qobil
dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati (HR. Ibn ‘Asakir
melalui Ibn Mas’ud)

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu
hasad hakiki dan hasad majazi.

Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan
berdasarkan ijma’ para ulama. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh.

Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa
mengharapkan nikmat tersebut hilang darinya. Jika ghibthoh ini dalam hal keta’atan, maka itu
dianjurkan. Sedangkan maksud dari hadits di atas adalah tidak ada ghibtoh (hasad yang disukai) kecuali
pada dua hal atau yang semakna dengan itu.”

Ibnu Baththol mengatakan, “Inilah yang dimaksud dengan judul bab yang dibawakan oleh Imam Bukhari
yaitu “Bab Ghibthoh dalam Ilmu dan Hikmah”. Karena siapa saja yang berada dalam kondisi seperti ini
(memiliki harta lalu dimanfaatkan dalam jalan kebaikan dan ilmu yang dimanfaatkan pula), maka
seharusnya seseorang ghibthoh atau (berniat untuk mendapatkan nikmat seperti itu) dan berlomba-
lomba dalam kebaikan tersebut.“

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud hadits di atas adalah tidak ada
keringanan pada hasad kecuali pada dua hal atau maksudnya pula adalah tidak ada hasad yang baik.

Nabi SAW bersabda, “Seseorang tidak dapat menghindar dari tiga hal, Ath Thiyaroh (pesimis karena
melihat sesuatu), su’udzhon (berprasangka buruk) & hasad (iri hati). Karena itu, jika engkau pesimis
jangan diikuti, jika berprasangka buruk jangan mencari tahu dan jika iri hati jangan menganiaya (yakni
jangan cetuskan isi hati dalam bentuk ucapan atau pun perbuatan)” (HR. Abu Rozzak melalui ibnu
Umayyah dikutip dari tafsir Al misbah Quraish Shihab)

Sayyid Quthub dalam tafsirnya mengemukakan bahwa iri hati/dengki merupakan emosi yang dapat
melahirkan dampak negatif terhadap pihak yang tertuju kepadanya kedengkian itu.

“Jauhkanlah (oleh kamu) dengki (hasad) kerana ia akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan
kayu bakar.” – (HR. Abu Daud)

“Janganlah saling hasad dan jangan mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah saling bermusuhan
serta saling mendiamkan dan jadilah kamu bersaudara.” (HR. Muslim)

Ya Rabb jauhkanlah kami dari sifat dengki, sebagaimana engkau menjauhkan barat dengan timur. Dan
kami berlindung dari penghapusan amal-amal kami yang disebabkan olehnya. Aamiin
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH
adalah yang mengamalkannya.

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Anda mungkin juga menyukai