Anda di halaman 1dari 17

POLA KONSEP DIRI YANG NORMAL

Oleh: Rahma Fadillah Sopha, 1006672876

Konsep diri adalah gambaran atau pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang meliputi
pemikiran, persepsi, dan perbuatan (Potter Perry, 2005). Konsep diri yang normal memiliki
derajat kestabilan yang tinggi yang nantinya secara spontan akan membangkitkan kebiasaan
untuk berpikir positif. Disadari atau tidak, konsep diri ini berpengaruh kepada kesehatan fisik
dan mental setiap individu. Individu yang memiliki konsep diri yang baik umumnya juga
memiliki hubungan interpersonal yang baik sehingga ia mampu bertahan dalam menghadapi
perkembangan zaman. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki konsep diri yang baik tidak
akan mampu menerima dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi sepanjang rentang
kehidupan. Di sinilah perawat mengambil peran penting. Perawat tidak hanya bertanggung
jawab dalam mengidentifikasi klien yang memiliki konsep diri negatif, tetapi juga
bertanggung jawab mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat membantu
kliennya agar memiliki konsep diri positif. Potter dan Perry (2005) dalam buku Fundamental
Of Nursing 6th Edition memaparkan empat komponen konsep diri yang akan membentuk pola
konsep diri yang normal.

Pertama, identitas diri. Identitas diri adalah integrasi permintaan seseorang dengan
lingkungannya untuk menemukan siapa dan akan menjadi apa dirinya. Identitas diri meliputi
kepribadian individu yang akan membedakan dirinya dengan orang lain. Identitas diri
didapatkan melalui pengamatan sendiri dan juga melalui apa yang dikatakan oleh lingkungan
(Stuart dan Laraia, 2001). Identitas diri bersifat nyata dan fakta, di antaranya nama, umur,
jenis kelamin, ras, nilai dan keyakinan, dan karakter. Untuk membentuk sebuah identitas,
setiap individu harus menjadikan tingkah laku dan harapan sebagai suatu kesatuan yang utuh
(Erikson, 1963). Pola konsep diri yang normal ditandai dengan kejelasan dari identitas yang
dimiliki seseorang. Individu dengan identitas yang jelas meyakini dirinya sebagai suatu
pribadi unik yang memiliki jalan hidup yang berbeda dengan orang lain sehingga secara
otomatis individu tersebut akan merasa memiliki petunjuk dan tujuan hidup yang jelas pula.

Kedua, gambaran atau pencitraan diri. Gambaran diri menunjukkan bagaimana individu
merasakan penampilan, ukuran, dan kebermanfaatan dirinya, namun tidak harus sama dengan
penampilan yang terlihat dalam pandangan mata. Hal ini meliputi perbuatan, struktur,
manfaat diri, dan penampilan fisik seperti penggunaan make up, perhiasan dan pakaian.
Pemikiran tentang gambaran diri berkaitan dengan kesehatan, kekuatan, seksualitas, serta
feminin dan maskulin. Gambaran diri ini dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan
afektif. Perkembangan kognitif berupa pengetahuan dan afektif berupa sensasi, seperti lelah,
sakit, dan senang. Selain itu, gambaran diri juga memiliki integrasi dengan lingkungan.
Contohnya, lingkungan media yang sering menampilkan sosok ideal di layar kaca. Individu
yang memiliki pola konsep diri yang normal tidak akan dengan mudah terpengaruh oleh info
media tersebut. Ia akan senantiasa mendasari gambaran diri dengan melakukan pengamatan
dan memberi perhatian khusus pada keseimbangan antara kesehatan dan penampilan dirinya.

Ketika, role performance. Role performance adalah suatu cara dimana individu merasakan
kemampuannya untuk memainkan sebuah peran. Peran yang diikuti oleh individu ini
berkaitan dengan harapan dan standar tingkah laku yang diyakini. Pada umumnya, pola ini
bersifat stabil dan hanya berubah ketika individu berada dalam usia dewasa. Perlu diketahui,
individu dewasa yang sukses menjalani perannya adalah individu yang mampu membedakan
harapan peran ideal dan kemungkinan yang realistis. Pola konsep diri yang normal dalam hal
ini ditandai dengan adanya kepuasan individu pada peran yang ia miliki. Ia mampu menjalin
hubungan dengan orang lain secara dekat, merasakan kegembiran dari perannya dalam diri
dan kelompok, mempercayai orang lain, dan memasuki hubungan saling ketergantungan
dengan orang lain.

Keempat, harga diri. Harga diri merupakan penilaian individu akan keberhargaan dirinya
yang didapatkan dengan menganalisis seberapa banyak kemiripan diri dengan standar yang
berlaku. Harga diri diyakini sebagai hal yang sangat fundamental dalam evaluasi diri karena
ia mewakili keseluruhan penilaian nilai individu (Judge dan Bono, 2011). Harga diri
dikatakan baik apabila individu merasa mampu, berguna, dan kompeten (Rosenberg, 1965).
Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri dan lingkungan. Harga diri ini pada
kenyataannya dapat diperkenal kepada individu sejak ia masih kecil. Cara terbaik untuk
memperkenalkan harga diri terdiri dari empat langkah. Di antaranya, menyediakan
kesempatan, menanamkan gagasan, membangkitkan aspirasi, dan membantu mereka untuk
membangun pertahanan terhadap serangan persepsi diri. Keempat langkah ini diharapkan
dapat membimbing individu untuk mencapai pola konsep diri yang normal. Pola konsep diri
yang normal ditandai dengan adanya penghargaan tertinggi pada harga diri dimana setiap
individu meyakini bahwa dirinya berharga sehingga ia akan senantiasa menjalani
kehidupannya dengan semangat.

Secara keseluruhan, pola konsep diri yang normal akan terwujud apabila individu berusaha
menciptakan konsep diri yang positif beriringan dengan ideal diri yang realistis. Artinya,
persepsi individu tentang bagaimana seharusnya berperilaku tidak boleh melebihi batas
pencapaian yang dapat diwujudkannya. Dalam praktik keperawatan, perawat memiliki
kewajiban untuk memulai menunjukkan rasa penerimaan terhadap diri klien. Pada akhirnya,
setiap individu dapat menerima aspek negatif dalam diri mereka sebagai suatu bagian dari
kepribadian.

Referensi

Kozier, B., et al. (2001). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 5th Ed.
New Jersey: Addison-Wesley Nursing.

Kozier, B., et al. (2004). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 7th Ed.
New Jersey: Pearson Education.

Potter, P.A., and Perry, A.G. (2005). Fundamental Of Nursing. 6th Ed. Missouri: Mosby.

Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice Psychiatric Nursing. 8th Ed.
Missouri: Mosby.

11111111111111111111111111111111111111111111111111111

PERKEMBANGAN KONSEP DIRI

Pengertian Konsep Diri :


1. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalalm berhubungan dengan
orang lain. ( Stuart dan Sundeen, 1998 ).
2. Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal,
emosional, intelektual, sosial dan spiritual ( Beck, Willian dan Rawlin, 1986 )

Menurut Stuart dan Sundeen, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep
diri. Faktor – faktor tersebut terdiri dari :

1. a. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti
mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya
memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan
eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan,
pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai
oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

1. b. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri
sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi
diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja
dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang
penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.

1. c. Self Perception ( persepsi diri sendiri )

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannnya, serta persepsi individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan
diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan
dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih
efektif, yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan
penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan
individu dan sosial yang terganggu.

Tugas perkembangan konsep diri :

Usia Tugas Perkembangan


0 – 3 bulan 1. 1. Dapat mengenal ASI
2. 2. Dapat memasukkan tangan ke mulut
3. 3. Meminum ASI secara eksklusif lebih kurang
6 bulan

3 – 6 bulan 1. Mulai mengenal makanan pendamping ASI dengan


satu rasa

2. Menarik makanan dari sendok dengan lidah


3. Pada saat kenyang akan menutup mulut jika
disodori makanan

4. Dapat pemberian makanan seimbang yang lunak


(MP-ASI) dengan jadwal yang teratur
6 – 9 bulan 1. Belajar mengunyah makanan lunak (nasi tim)

2. Dapat makan biskuit sendiri

3. Dapat mengunyah dan menelan makanan lunak

4. Dapat minum dari botol minuman bertelinga


dengan bantuan orang dewasa
9 – 12 bulan 1. Mengunyah dan menelan makanan padat

2. Minum dari botol yang ada pegangannya

1. Mulai untuk mempercayai.


2. Membedakan diri dari lingkungan

1 – 3 tahun 1. Mempunyai kontrol terhadap beberapa bahasa


2. Mulai menjadi otonom dalam pikiran dan
tindakan
3. Menyukai tubuhnya
4. Menyukai dirinya
5. Dapat mengambil gelas dari meja

6. Dapat minum dari gelas yang dipegangnya sendiri

7. Dapat menggunakan sendok untuk menyendok


makanan

8. Dapat menggunakan sedotan

9. Dapat menggunakan garpu untuk makan

10. Dapat makana dengan sendok tanpa tumpah

11. Dapat melepas berbagai jenis pakaian dengan


bantuan

12. Dapat melepas celana atau rok dengan cara menarik


ke bawah
3 – 6 tahun 1. Mengambil inisiatif
2. Mengidentifikasi gender
3. Meningkatkan kewaspadaan diri
4. Keterampilan berbahsa meningkat
5. Dapat menggunakan serbet
6. Dapat menggunakan rok

7. Dapat mengenakan pakaian yang ditarik ke atas

8. Dapat mengenakan celana atu rok yang


menggunakan karet pinggang

9. Dapat memegang garpu dengan jari-jari

10. Dapat menggunakan pisau untuk mengoles

11. Dapat membuka retsleting

12. Dapat mengikat taki sepatu

13. Dapat mandi sendiri tanpa pengawasan

14. Dapat menggunakan pisau untuk memotong

15. Dapat menutup mulut dan hidung kalu bersin atau


batuk

16. Dapat berpakaian sendiri dengan lengkap

6 – 12 tahun 1. Dapat mengatur diri sendiri


2. Berinteraksi dengan teman sebaya
3. Harga diri meningkat dengan penguasaaan
keterampilan baru
4. Menyadari kekuatan dan keterbatasan

12 – 20 tahun 1. Menerima perubahan tubuh


2. Menggali tujuan untuk masa depan
3. Merasakan positif tentang diri
4. Berinteraksi dengan orang yang mereka anggap
menarik secara seksual

Pertengahan 20 tahunan – 1. Mempunyai hubungan intim dengan keluarga dan


pertengahan 40 tahunan teman dekat.
2. Menpunyai perasaan stabil, positif tentang diri

Pertengahan 40 tahunan – 1. Dapat menerima perubahan dalam penampilan


pertengahan 60 tahunan dan ketahanan
2. Mengkaji kembali tujuan hidup
3. Menunjukan perhatian dengan penuaan

Akhir usia 60 tahun 1. Merasa positif tentang kehidupan dan maknanya


2. Tertarik dalam memberikan legalitas bagi
generasi berikutnya

RENTANG KONSEP DIRI

Menurut Stuart dan Sudden, Rentang konsep diri mulai dari respon Adaptif sampai dengan
respon Maladaptif yang terdiri dari :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Diri Konsep Diri Positif Harga Diri Rendah Kekacauan Identitas
Depersonalisasi

1. a. Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman yang nyata yang sukses dan diterima.

1. b. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif dalam beraktualisasi
diri.

1. c. Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dengan respon konsep diri
maladaptif.

1. d. Kekacauan Identitas

Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek identitas


masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa
yang harmonis.

1. e. Depersonalisasi

Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan
orang lain.
KOMPONEN KONSEP DIRI

1. a. Gambaran Diri / Citra Tubuh ( Body Image )

Gambaran diri adalah sikap atau cara pandang seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan
tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan di
modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu. ( Stuart dan Sundeen, 1998 )

Gambaran diri ( body image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang
dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis
terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan merasa lebih aman, sehingga
terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. ( Keliat, 1992 )

Pada anak usia sekolah mempunyai perbedaan citra tubuh dengan seorang bayi, salah satu
perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan, dimana hal ini bergantung
pada kematangan fisik. Pada masa remaja dengan adanya perubahan hormonal akan
mempengaruhi citra tubuhnya misalnya menopause. Pada masa usia lanjut sebagai akibat dari
proses penuaan terjadi perubahan penurunan penglihatan, pendengaran, dan mobilitas
sehingga hal ini dapat mempengaruhi citra tubuh seorang lansia.

1. b. Ideal Diri ( Self Ideal )

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu. ( Stuart dan Sundeen, 1998 ).

Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi,
cita – cita, nilai – nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita – cita dan
harapan, nilai – nilai yang ingin dicapai berdasarkan norma sosial ( keluarga, budaya) dan
kepada siapa ingin dilakukan.

1. c. Harga Diri ( Self esteem )

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi
adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting
dan berharga. (Stuart dan Sundeen, 1998)

1. d. Peran ( Role Performance )

Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan
dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran
dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu. ( Stuart dan Sundeen, 1998 )

Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan
posisinya di masyarakat. ( Keliat, 1992 )
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena
struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan ( keliat, 1992 ).

1. e. Identitas ( Identity )

Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi
dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi
dan seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa
remaja (Stuart dan Sundeen, 1998)

Pada masa anak- anak , untuk membentuk identitas dirinya, anak harus mampu membawa
semua perilaku yang di pelajari kedalam keutuhan yang koheren , konsisten dan unik (
Erikson, 1963 ). Rasa identitas ini secara kontiniu timbul dan di pengaruhi oleh situasi
sepanjang hidup.

Pada masa remaja , banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif dan social. Dimana
dalam masa ini apabila tidak dapt memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan social yang
membantu mendefinisikan tentang diri maka remaja ini dapat mengalami kebingungan
identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah
( Ericson, 1963).

KEPRIBADIAN YANG SEHAT ( HEALTHY PERSONALITY )

Kepribadian yang sehat adalah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Stuart dan Sundeen,
1998):

1. Konsep diri yang positif


2. Gambaran diri yang tepat dan positif
3. Ideal diri yang realistis
4. Harga diri yang tinggi
5. Penampilan diri yang memuaskan
6. Identitas yang jelas

Menurut Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003 ), kepribadian yang sehat adalah :

1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang
kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya.
2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi
kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan
yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh
atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau
kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi,
tetapi dengan sikap optimistik.
4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk
mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan
diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi
frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan
kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar
paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan
kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki
kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat
fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa
nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan
untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan
dirinya.

1. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap
bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
2. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang
berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
3. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-
faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang)

Menurut Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003 ), kepribadian yang tidak sehat adalah :

1. Mudah marah (tersinggung)


2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau
terhadap binatang
5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah
diperingati atau dihukum
6. Kebiasaan berbohong
7. Hiperaktif
8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain
10. Sulit tidur
11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab
12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat
organis)
13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan
15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan
KONSEP DIRI

PERILAKU KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

1) Perilaku yang adaptif :

1. Syok Psikologis

Merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama
tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Mekanisme koping
yang digunakan seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan diri.

1. Menarik diri

Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin
maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi tergantung, pasif, tidak ada
motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.

1. c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap

Setelah klien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah
fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.

2) Perilaku yang maladaptif

a) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.

b) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.

c) Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.

d) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.

e) Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.

f) Mengungkapkan keputusasaan.

g) Mengungkapkan ketakutan ditolak.

h) Depersonalisasi.

i) Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.

Perilaku yang berhubungan dengan gangguan peran


1. 1. Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan
peran.
2. 2. Mengingkari atau menghindari peran.
3. 3. Kegagalan transisi peran.
4. 4. Ketegangan peran.
5. 5. Kemunduran pola tanggung jawab yang biasa dalam peran.
6. 6. Proses berkabung yang tidak berfungsi.
7. 7. Kejenuhan pekerjaan.

Perilaku yang berhubungan dengan Harga Diri yang Rendah


1. 1. Mengeritik diri sendiri dan / atau orang lain
2. 2. Penurunan produktivitas
3. 3. Destruktif yang diarahkan pada orang lain
4. 4. Gangguan dalam berhubungan
5. 5. Rasa diri penting yang berlebihan
6. 6. Perasaan tidak mampu
7. 7. Rasa bersalah
8. 8. Mudah tersinggung atau marah berlebihan
9. 9. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri
10. 10. Ketegangan peran yang dirasakan
11. 11. Pandangan hidup yang pesimis
12. 12. Keluhan fisik
13. 13. Pandangan hidup yang bertentangan
14. 14. Penolakan terhadap kemampuan personal
15. 15. Destruktif terhadap diri sendiri
16. 16. Pengurangan diri
17. 17. Menarik diri secara sosial
18. 18. Penyalahgunaan zat
19. 19. Menarik diri dari realitas
20. 20. Khawatir

Perilaku yang berhubungan dengan Kerancuan Identitas


1. 1. Tidak ada kode moral
2. 2. Sifat kepribadian yang bertentangan
3. 3. Hubungan interpersonal eksploitatif
4. 4. Perasaan hampa
5. 5. Perasaan mengambang tentang diri sendiri
6. 6. Kerancuan gender
7. 7. Tingkat ansietas yang tinggi
8. 8. Ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain
9. 9. Kehilangan keautentikan
10. 10. Masalah intimasi
Perilaku yang berhubungan dengan Depersonalisasi
AFEKTIF

1. 1. Mengalami kehilangan identitas


2. 2. Perasaan terpisah dari diri sendiri
3. 3. Perasaan tidak aman, rendah, takut, malu
4. 4. Perasaan tak realistis
5. 5. Rasa terisolasi yang kuat
6. 6. Kurang rasa kesinambungan dalam diri
7. 7. Ketidakmampuan untuk mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai
sesuatu.

PERSEPTUAL

1. 1. Halusinasi pendengaran dan penglihatan


2. 2. Kebingungan tentang seksualitas diri
3. 3. Kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain
4. Gangguan citra tubuh
5. Mengalami dunia seperti dalam mimpi.

KOGNITIF

1. 1. Bingung
2. 2. Disorientasi waktu
3. 3. Gangguan berfikir
4. 4. Gangguan daya ingat
5. 5. Gangguan penilaian
6. 6. Adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama

PERILAKU

1. 1. Afek yang tumpul


2. 2. Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespons
3. 3. Komunikasi yang tidak serasi atau idiosinkratik
4. 4. Kurang spontanitas dan animasi
5. 5. Kehilangan kendali terhadap impuls
6. 6. Kehilangan kemampuan untuk memulai dan membuat keputusan
7. 7. Menarik diri secara social

FAKTOR PREDISPOSISI, PRESIPITASI, PENILAIAN TERHADAP STRESSOR,


SUMBER KOPING DAN MEKANISME KOPING KLIEN DENGAN GANGGUAN
KONSEP DIRI

1. a. FAKTOR PREDISPOSISI
1. 1. Faktor – faktor yang mempengaruhi gambaran diri, adalah munculnya
stressor yang dapat mengganggu integrasi gambaran diri. Stressor dapat
berupa :
1. a. Operasi

Mastektomi, amputasi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula
tindakan koreksi seperti operasi plastik atau protesa.

1. b. Kegagalan fungsi tubuh

Hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu tidak mengakui atau asing
terhadap bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi syaraf.

1. c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.

Sering terjadi pada klien gangguan jiwa. Klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan
tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.

1. d. Tergantung pada mesin.

Klien intensife care yang memandang immobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar
mendapatkan informasi umpan balik. Penggunaan alat – alat intensife care dianggap sebagai
gangguan.

1. e. Perubahan tubuh

Berkaitan dengan tumbuh kembang, dimana seseorang akan merasakan perubahan pada
dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan
respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan
tubuh yang tidak ideal.

1. f. Umpan balik interpersonal yang negatif

Adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga membuat seseorang
menarik diri.

1. g. Standart sosial budaya

Berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda pada setiap orang dan keterbatasannya
serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri
individu, seperti adanya perasaan minder.

1. Faktor – faktor yang mempengaruhi ideal diri ( keliat, 1998 ) :


1. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapk ideal diri.
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis,
keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah
diri.
4. Kebutuhan yang realistis.
5. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
6. Perasaan cemas dan rendah diri.

1. 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi harga diri.

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistik.

1. a. Perkembangan individu

Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan
anak merasa tidak dicintai dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal
untuk mencintai orang lain.

Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian
dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena
selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap
perilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa
tidak berguna.

1. b. Ideal diri tidak realistis

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan
berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita – cita yang
terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.

1. c. Gangguan fisik dan mental

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.

1. d. Sistem keluarga yang tidak berfungsi

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak
dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang – ulang akan
merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan
masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan
kemampuan di lingkungannya.

1. e. Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan
seksual.

Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana
alam, kecelakaan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan.
Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah
arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang
adalah depresi dan denial pada trauma.

1. 4. Faktor – faktor yang mempengaruhi penampilan peran.

Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah stereotipik peran seks, tuntutan peran
kerja, dan harapan peran kultural.

1. a. Konflik peran interpersonal.


2. b. Contoh peran yang tidak adekuat.
3. c. Kehilangan hubungan yang penting.
4. d. Perubahan peran seksual.
5. e. Keragu – raguan peran.
6. f. Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan
proses menua.
7. g. Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran.
8. h. Ketergantungan obat.
9. i. Kurangnya keterampilan sosial.
10. j. Perbedaan budaya.
11. k. Harga diri rendah.
12. l. Konflik antar peran yang sekaligus di perankan.
13. 5. Faktor – faktor yang mempengaruhi identitas diri.

Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidak percayaan orang tua, tekanan
dari kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.

1. b. FAKTOR PRESIPITASI

1) Trauma

Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam


kehidupan.

2) Ketegangan peran

Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau
posisi yang diharapkan.

1. 1. Transisi peran perkembangan

Perubahan normative yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma – norma budaya, nilai –
nilai dan tekanan untuk penyesuaian diri. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman
pada identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas
perkembangan yang berbeda – beda. Hal ini merupakan stressor bagi konsep diri.

1. 2. Transisi peran situasi

Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurangnya orang yang
penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.
Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran
yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.

1. 3. Transisi peran sehat – sakit

Pergeseran dari keadaaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada tubuh dapat menyebabkan
gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :

1. Kehilangan bagian tubuh


2. Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh
3. Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal
4. Prosedur medis dan keperawatan.

1. c. PENILAIAN TERHADAP STRESSOR

Seorang dengan harga diri rendah memiliki penilaian sendiri terhadap setressor atau masalah
atau penurunan kepercayaan diri yang dimiliki. Kebanyakan dari mereka memiliki
kemampuan berfikir daya ingat serta konsentrsi menurun. Mereka akan menjadi pelupa dan
sering mengeluh sakit kepala. Wajah seseorang yang stress tampak tegang dahi berkerut,
mimik nampak serius, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa.

1. d. SUMBER KOPING
1. 1. Aktivitas olah raga dan aktivitas lain di luar rumah
2. 2. Hobi dan kerajinan tangan
3. 3. Seni yang ekspresif
4. 4. Kesehatan dan perawatan diri
5. 5. Pekerjaan, vokasi atau posisi
6. 6. Bakat tertentu
7. 7. Kecerdasan
8. 8. Imaginasi dan kreativitas
9. 9. Hubungan interpersonal

1. e. MEKANISME KOPING
1. 1. Jangka Pendek
 Kegiatan yang memberi dukungan sementara ( kompetisi olahraga, kontes popularitas
)
 Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis identitas ( musik keras,
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus-menerus )
 Kegiatan mengganti identitas sementara ( ikut kelompok sosial, keagamaan, politik )
 Kegiatan yang mencoba menghilangkan anti identitas sementara ( penyalahgunaan
obat )

1. 2. Jangka Panjang
1. a. Menutup identitas dari orang – orang yang berarti, tanpa mengindahkan
hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.

Terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang lain.

1. b. Identitas negatif

Yaitu asumsi yang bertentangan atau tidak wajar dengan nilai dan harapan masyarakat.

1. 3. Pertahanan Ego

Termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pergeseran (displacement),


peretakan (splitting), berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk.

1. a. Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapan – tanggapan yang sudah


ada (dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
2. b. Disosiasi adalah respon yang tidak sesuai dengan stimulus.
3. c. Isolasi adalah menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar.
4. d. Proyeksi adalah kelemahan dan kekurangan dalam diri sendiri dilontarkan pada
orang lain.
5. e. Displacement adalah mengeluarkan perasaan – perasaan yang tertekan pada
orang yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi.

Anda mungkin juga menyukai