Anda di halaman 1dari 282

Bab 1: Tantangan suatu diagnosis

Ringkasan

Komplikasi diagnosis
Gejala
Tanda
Sistem diagnosis
Riwayat
Pemeriksaan
Tes diagnostik
Pertimbangan umum
Membangun suatu komunikasi/hubungan

Sama halnya dengan diagnosis penyakit pada bagian tubuh yang lain, diagnosis kelainan
dalam mulut dapat dipersulit oleh berbagai faktor:
• Dalam beberapa kasus, gejala dari berbagai macam penyakit dapat tampil serupa,
misalnya pulpitis dan odontalgia atipia (lihat Bab 5). Suatu gejala dapat didefinisikan
sebagai perubahan pada tubuh yang dilihat oleh pasien.
• Tanda dari berbagai macam penyakit dapat juga tampil serupa. Suatu ulkus, misalnya
dapat disebabkan oleh trauma minor dari suatu gigi yang tajam atau dapat berpotensi
menjadi karsinoma sel skuamosa. Suatu tanda didefinisikan sebagai perubahan pada
tubuh yang dapat dilihat oleh pemeriksa yang terlatih.
• Tanda dan gejala penyakit yang sama, yang diderita oleh pasien yang berbeda, dapat
sangat berbeda. Sebagai contoh, rasa sakit yang amat sangat sebagaimana digambarkan
oleh seorang pasien dapat hanya merupakan gangguan kecil saja untuk pasien yang
lain.
• Tanda dan gejala dapat tersembunyi. Oleh karena itu, dokter gigi bertugas membuat
agar tanda dan gejala tersebut “terlihat” dengan cara tanya-jawab dan pemeriksaan yang
teliti.
• Berbagai pemikiran pasien yang telah terbentuk sebelumnya dapat menutupi pandangan
pasien, yang kemungkinan telah berpikir bahwa masalah yang dihadapinya berasal dari
“gigi” dan oleh karenanya mencari bantuan dari dokter gigi. Cara seperti ini tidak dapat
memunculkan riwayat penyakit dengan teliti, sehinga penyebab kelainan yang bersifat
non-dental tidak akan ditemukan walaupun telah dilakukan tanya-jawab berulangkali.
• Penyakit yang pada umumnya diderita (misalnya pulpitis) memang sering terjadi, dan
harus ditanggulangi sebelum mencari gejala yang lebih dalam. Namun gejala yang
lebih dalam ini kadang memang dapat ditemukan, sehingga dokter gigi harus selalu siap
untuk menemukan sesuatu yang tidak diharapkan sebelumnya.
• Beberapa pasien dapat saja menceritakan riwayat penyakit yang mereka percaya ingin
didengar oleh dokter gigi dan dapat diterima oleh lingkungan mereka. Sebagai contoh,
pasien menganggap remeh kebiasaan minum minuman beralkohol, menggunakan
tembakau dan makan makanan mengandung gula, sementara itu waktu yang dibutuhkan
untuk membersihkan gigi mereka angap telalu berlebihan.
Selain itu, riwayat penggunaan narkoba, penyakit akibat hubungan seksual, gangguan
makan atau kekerasan pada anak tidak akan begitu saja diceritakan pada dokter gigi.
• Suatu hal yang relevan tetapi bersifat non-dental, sebagai contoh adalah riwayat medis
yang disalahartikan oleh pasien sebagai suatu hal yang bukan urusan dokter gigi.
• Proses diagnosis sebenarnya telah dimulai segera, begitu pasien masuk ke dalam
ruangan dokter gigi dan apa yang ditampilkannya dapat mengelabui pemeriksa. Pasien
dengan baju rapih dan bergaya misalnya, belum tentu merupakan orang yang bebas dari
penggunaan minuman beralkohol, tembakau maupun perawatan gigi-geligi yang
terabaikan.

Sistem diagnosis penyakit melibatkan tiga unsur utama:


1. Riwayat penyakit
2. Pemeriksaan
3. Tes diagnostik

Pertimbangan umum:
• Pasien sebaiknya diperlakukan sebagai seorang individu, bukan sebagai suatu penyakit
yang memerlukan perawatan.
• Selalu gunakan pendekatan dengan cara yang teratur, dan hindari “spot diagnosis”.

Bagi seorang klinisi yang berpengalaman, cara ini terlihat seperti melakukan diagnosis
tanpa memperhatikan masalah dengan lebih rinci, namun bagi klinisi yang belum
berpengalaman cara seperti ini dapat mengarah pada sekedar dugaan. Pengalaman
diperoleh melalui latihan yang memperhatikan semua hal secara rinci. Hanya
pengalamanlah yang akan memungkinkan kita untuk memilih mana di antara pertanyaan
dan pemeriksaan tersebut yang dapat disingkirkan untuk pasien tertentu yang sedang
diselidiki.

• Rekam medis gigi-geligi berisi informasi penting. Jangan menutupi atau menghilangkan
berbagai fakta tersebut, walaupun terlihat tidak terlalu penting.
• Rekam medis gigi-geligi perlu diberi tanggal, lengkap, dapat dibaca dan tidak mudah
dihapus, serta ditandatangani oleh klinisi pemeriksa. Data tersebut kemungkinan
diperlukan oleh klinisi lain dan mungkin juga oleh anggota dari profesi hukum.
• Pasien memiliki hak secara hukum untuk mendapatkan rekam medis mereka. Jadi
jangan mencatumkan komentar-komentar yang merendahkan pasien.
• Selama konsultasi berlangsung di klinik, orang ketiga, misalnya seorang perawat, perlu
hadir setiap saat. Orang ketiga ini bukan orang awam, karena kemungkinan diperlukan
tindakan darurat dan ada beberapa peralatan yang harus dioperasikan.
• Persetujuan orangtua/wali diperlukan untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun.
• Anak-anak akan lebih kooperatif dan komunikatif bila setelah diperkenalkan, orangtua
yang menyertainya kembali menunggu di ruang tunggu.
• Hubungan baik yang dibangun dengan seorang pasien diperlukan dan merupakan awal
yang penting untuk mendapatkan riwayat penyakit yang tepat.
Membangun suatu hubungan

Wawancara awal dengan seorang pasien meliputi pertukaran informasi yang bersifat
verbal dan non-verbal. Postur tubuh dokter gigi beserta sikapnya sangat berpengaruh
terhadap peningkatan ataupun kehancuran suatu hubungan:

• Dalam sikap duduk, mata pasien sebaiknya setinggi mata dokter gigi, pasien tidak
dalam posisi tidur.
• Lakukan kontak mata, tetapi tidak menatap terus-menerus karena akan menakutkan
pasien.
• Pasien berada dekat dengan operator, setidaknya dalam jarak sekitar satu meter. Jarak
yang dekat menunjukkan adanya kedekatan, jarak yang terlalu jauh menunjukkan tidak
adanya perhatian.
• Posisi tubuh agak merunduk ke depan ke arah pasien menunjukkan adanya perhatian.
• Begitu juga menghadap ke arah pasien, menunjukkan perhatian. Senantiasa
membelakangi pasien menunjukkan penolakan.
• Sebuah senyuman atau anggukan positif menunjukkan kehangatan dan perhatian.
• Catat rincian tentang keluarga dekat pasien dan kegiatan sosialnya mendatang (seperti
perkawinan, kelahiran) yang diberikan keterangannya. Ucapan yang merujuk berbagai
peristiwa tersebut dapat membangun suatu hubungan yang baik dengan pasien.
• Tanya-jawab awal sebaiknya dilakukan bebas dari penggunaan kacamata, penutup
wajah, agar ekspresi muka dapat terlihat dan ucapan pasien tidak tersamar. Pakaian
pelindung hanya digunakan bila pemeriksaan fisik telah dimulai.
• Sebelum melakukan pemeriksaan ataupun tindakan, beritahukan pasien apa yang akan
kita kerjakan, kapan dan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Seorang pasien yang
terkejut akibat diberitahu tentang suatu tindakan yang dilakukan akan merasa takut dan
mengakibatkan hilangnya kepercayaan pasien terhadap dokter gigi.

Kesimpulan

Seorang pasien yang merasa santai dan seoang dokter gigi yang penuh perhatian, teliti,
sistematis dalam memeriksa, disertai lingkungan yang ramah tetapi profesional
merupakan dasar diagnosis kelainan dalam mulut.
Bab 2. Riwayat penyakit

“Dengarkan pasien Anda, dia sedang memberitahukan diagnosisnya!”


(Dia – gnosis: (Yunani) berarti melalui ilmu pengetahuan)

Ringkasan
1. Tahap perkenalan
Menyapa
Kalimat awal pasien
Data biografi

2. Mendengarkan keluhan pasien


Keluhan utama (CO)

3. Tanyajawab terstruktur
Riwayat keluhan utama (HPC)
Riwayat medis (MH)
Riwayat gigi-geligi (DH)
Riwayat keluarga (FH)
Riwayat sosial (SH)

Tujuan
• Untuk membangun hubungan antara pasien – dokter gigi.
• Untuk mengumpulkan informasi secukupnya agar dapat menentukan diagnosis.
• Agar dapat lebih mengerti tentang keinginan dan harapan pasien.

Riwayat penyakit
• Merupakan keterangan pribadi tentang masalah yang dihadapi pasien.
• Merupakan bagian yang paling penting dalam diagnosis klinis.
• Kadang-kadang dapat merupakan satu-satunya faktor yang menentukan diagnosis
(misalnya rasa sakit. Lihat Bab 5 dan 6).
• Beberapa pasien (misalnya anak kecil atau yang membutuhkan perawatan khusus),
mungkin tidak dapat memberikan riwayat penyakit dengan tepat. Bila ini terjadi, maka
pertanyaan dapat diajukan kepada orangtuanya/walinya/orang yang bertanggungjawab
terhadapnya. Namun, biasanya akan lebih baik bila pasien sendiri yang menjawab,
walaupun kemungkinan kita akan mengarahkan pertanyaan tersebut, karena pasien
itulah yang merasakan sakitnya. Orang ketiga dapat memberikan arti yang berbeda
terhadap masalah yang dihadapi.
• Bila ditemukan kendala bahasa, anjurkan pasien untuk membawa penerjemah. Akan
lebih baik lagi di sini bila kita berkeras minta agar pasien menjawab sendiri, walaupun
kadang memang sulit untuk dilakukan.
Riwayat penyakit terdiri dari tiga tahapan:
1. Tahap perkenalan yang singkat
2. Mendengarkan keluhan pasien
3. Pertanyaan yang terstruktur

Tahap 1. Tahap perkenalan

• Sapa pasien dengan namanya.


• Perkenalkan nama kita dan jelaskan bagaimana kita dapat membantu mengatasi
persoalan pasien.
• Hilangkan kecanggungan dengan mulai berbicara tentang cuaca, perjalanan yang
dilakukan pasien, pekerjaan pasien, atau sanjungan asalkan tidak berlebihan.
• Sebagian besar pasien tidak mengerti istilah medis/dental, jadi gunakan kata-kata
umum tetapi tidak merendahkan. Satu aturan yang dapat diikuti adalah menggunakan
kata-kata yang mudah ditemukan di majalah popular ataupun suratkabar.
• Catat kalimat awal pasien. Hal ini dapat atau tidak dapat berhubungan dengan alas an
pasien untuk datang, tetapi seringkali dapat memberikan informasi yang penting.
Kalimat “Saya takut dengan dokter gigi, tetapi rasa sakit ini membuat saya ingin
datang”, dapat memberi petunjuk dalam perawatan pasien.
• Catat atau periksa data biografi, termasuk:

Nama pasien

Jenis kelamin

Tanggal lahir (penyakit yang berhubungan dengan usia: sebagian besar penderita kanker
mulut berusia 40 tahun ke atas).

Alamat (sehubungan dengan kesulitan untuk dating, fluoridasi air minum).

Nomor telepon – siang hari dan telepon rumah.

Pekerjaan (pendidikan, status sosial-ekonomi, terpapar sinar matahari – kanker kulit dan
bibir, juru masak – karies).

Nama serta alamat dokter dan dokter gigi umum

Tahap 2. Mendengarkan keluhan pasien

Keluhan utama (CO = Complaints Of):

Keluhan ini merupakan sebab mengapa pasien mencari pertolongan.


•Gunakan pertanyaan seperti “Apa yang dapat saya Bantu?”.
•Bila ada beberapa masalah yang disebutkan, tanyakan “Apa yang merupakan keluhan /
perhatian utama ?”.
Catatan:
• Berikan dorongan kepada pasien agar dapat menggambarkan keluhannya.
• Jangan memotong cerita pasien.
• Berikan dorongan kepada pasien yang tidak bisa cerita, dengan cara bertanya
menggunakan kalimat sederhana.
• Arahkan pasien yang terlalu banyak berbicara agar fokus pada hal-hal yang lebih
penting.
• Catat keluhan tersebut menggunakan kalimat pasien. Terutama dalam kasus medico-
legal, kata-kata pasien dapat diatur dalam tanda kutip.
• Dalam menggambarkan keluhan utamanya, pasien dapat memiliki daftar gejala (lihat
Bab 1).
• Bila tidak dapat menemukan kata-kata untuk menggambarkan gejala, agar lebih mudah
bertanya kepada pasien untuk menggambarkan suatu kata yang dapat menggambarkan
hal yang berlawanan dengan keluhan.
• Hubungkan keluhan tersebut dengan kalimat awal pasien sebelumnya.

Tahap 3. Tanyajawab terstruktur

Tahap ini terbagi ke dalam lima kelompok:


1. Riwayat keluhan utama (saat ini)
2. Riwayat medis
3. Riwayat gigi-geligi sebelumnya
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat sosial

• Pertanyaan terbuka, yang tidak memerlukan jawaban ya atau tidak, memberikan ruang
kepada pasien untuk menjelaskan keluhannya.

1. Riwayat keluhan utama (HPC)


• Merupakan riwayat kronologis perkembangan keluhan pasien.
• Terdiri dari berbagai pertanyaan sebagai berikut:

Kapan pertama kali keluhan tersebut dirasakan?


Apakah ada perubahan keluhan sejak saat itu? Apakah makin parah, lebih baik,
ataukah sama saja?
Apakah ada sesuatu yang menyebabkan kelainan itu timbul atau membuatnya makin
parah ? (misalnya panas, dingin atau saat makan dapat memperparah rasa sakit gigi).
Apakah ada sesuatu yang dapat mengurangi keluhan ? (misalnya obat analgetik yang
dibeli sendiri tanpa resep untuk mengurangi rasa sakit yang parah).
• Lanjutkan dengan pertanyaan yang berhubungan dengan gejala tambahan dan
keberhasilan perawatan, atau perawatan yang pernah diberikan sebelumnya.
• Kemungkinan gejala memerlukan penjelasan lebih lanjut. Rasa sakit adalah suatu
gejala subyektif dan tidak seperti ulkus, tidak ada yang dapat dilihat secara visual.
Oleh karena ituriwayat penyakit menjadi sangat perting artinya (lihat Bab 5 dan 6).
• Hindari pertanyaan “terarah”, pasien yang sudah terpengaruh akan setuju saja dengan
gejala yang tidak mereka ketahui. Jadi jangan bertanya “Apakah anda mengalami rasa
sakit bila makan makanan panas atau dingin ? Melainkan bertanyalah: “Apa yang
membuiat rasa sakit tersebut mudah timbul?
• Bila pertanyaan “terarah” tidak dapat dihindarkan, berikan beberapa kemungkinan
yang dapat dipilih oleh pasien.

Keluhan akibat ulserasi (lihat Bab 10).


Keluhan akibat pembengkakan (lihat Bab 12).

2. Riwayat medis (MH)


• Dapat memberikan tanda penting untuk diagnosis.
• Dapat mengubah rencana perawatan.
• Riwayat medis yang tidak lengkap dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan pasien,
dokter gigi, juga staf pendukung lainnya.
• Penting dicatat untuk alasan medikolegal.
• Bila digunakan kuesioner untuk mendapatkan riwayat medis, jawaban yang diberikan
harus diperiksa kembali oleh dokter gigi.
• Berikut ini beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan:
Pernahkah anda menderita suatu penyakit yang berat atau pernahkah masuk rumah
sakit untuk perawatan? (Bila pernah masuk rumah sakit menunjukkan pasien pernah
mempunyai penyakit yang cukup berat).
Pernahkah anda menjalani operasi? (Bila pernah berarti ada penyakit yang cukup berat,
bisa juga didapat informasi tentang kepekaan pasien terhadap obat anestesi).
Bila pernah, apakah ada masalah? (Seperti perdarahan berlebihan, reaksi alergi
terhadap obat, dan sebagainya).
Apakah saat ini anda sedang dalam perawatan seorang dokter? (Dapat menunjukkan
adanya suatu masalah yang cukup serius).
Apakah anda sedang menggunakan tablet, obat lain, pil, krim? (Bila ya, kemungkinan
ada masalah yang sedang dihadapi. Obat-obatan yang diresepkan untuk mengatasi
masalah gigi dapat bereaksi dengan obat-obat yang ada. Antibiotika spektrum luas
dapat mengurangi keberhasilan kontrasepsi oral, misalnya, sehingga perlu diberikan
kontrasepsi metode barier.
Pernahkah anda mengalami perdarahan berlebihan setelah terluka atau setelah
pencabutan gigi? (Bila ya, ada kecenderungan terjadi perdarahan dalam perawatan).
Pernahkah anda ditolak menjadi donor darah? (Kemungkinan ada virus yang
berkembangbiak dalam darah).
Pernahkah anda menderita sakit kuning, hepatitis atau gangguan hati lainnya? (Risiko
infeksi silang, metabolisme obat yang tertunda, masalah perdarahan).
Apakah anda punya penyakit jantung? (Risiko angina/serangan jantung, risiko untuk
anestesi umum).
Pernahkah anda menderita demam rematik, kelainan denyut jantung atau kelainan
katup jantung? (Risiko untuk infeksi endokarditis setelah pencabutan gigi).
Pernahkah anda menderita hipertensi? (Risiko untuk stroke atau gagal jantung).
Apakah anda menderita asma, paru, atau masalah pernafasan? (Risiko untuk anestesi
umum).

Pernahkah anda menderita tuberkulosis? (Risiko infeksi silang).


Pernahkah anda menderita penyakit infeksi tertentu? (Risiko infeksi silang).
Apakah anda menderita diabetes? (Rentan terhadap infeksi, penyakit periodontal,
risiko kolaps bila gula darah turun, risiko untuk anestesi umum).
Pernahkah anda menderita epilepsi? (Risiko kejang)
Apakah ada sedang hamil atau menyusui? (Untuk wanita).
Apakah anda menderita alergi?. Misalnya: hay fever, asma, eksim atau elastopleist.
(Reaksi terhadap obat, risiko untuk anestesi umum).
Pernahkah anda mempunyai masalah dengan antibiotika, terutama penisilin? (Risiko
reaksi alergi, termasuk anaphylactic shock).
Pernahkah anda mempunyai masalah dengan tablet atau obat, misalnya aspirin?
(Reaksi obat).
Pernahkah anda mempunyai masalah dengan anestesi gigi ataupun anestesi umum?
(Reaksi obat).
Apakah masih ada informasi medis yang perlu saya ketahui? (Umum).

• Periksa riwayat medis dalam setiap kunjungan; mungkin ada perubahan yang bermakna
(Misalnya antikoagulan, serangan jantung dan sebagainya).
• Hubungi dokter atau ahli bedah yang berwenang bila masih ragu-ragu.
• Bila pasien tidak yakin dengan nama atau jenis obat yang digunakan, minta mereka
untuk membawanya dalam kunjungan berikutnya.
• Suatu pemeriksaan medis mungkin diperlukan bagi pasien yang sedang menjalani
anestesi umum atau sedasi dan pasien yang memiliki riwayat positif yang akan
mengalami perawatan ekstensif di bawah anestesi lokal.

3. Riwayat gigi-geligi terdahulu (DH)


• Tanyakan beberapa pertanyaan di bawah ini:
Seberapa seringkah anda mengunjungi dokter gigi sebelumnya? (Berkaitan dengan
motivasi, kemungkinan akan kunjungan berikutnya).
Kapan terakhir bertemu dengan dokter gigi anda dan apa yang dilakukan oleh dokter
gigi anda? (Dapat sedikit disinggung masalah yang dihadapi saat ini).
Pernahkah anda mendapat perawatan ortodonti? (Dapat merupakan petunjuk motivasi
yang baik).
Pernahkah anda bermasalah dengan perawatan sebelumnya/ anestesi? (Ansietas,
masalah kesehatan).
Seberapa seringkah anda menyikat gigi dan berapa lama? Apakah anda menggunakan
benang gigi atau fluor? (Motivasi, pengetahuan tentang pencegahan).

4. Riwayat keluarga (FH)


• Bila dicurigai akan adanya diagnosis yang melibatkan kondisi herediter, tambahkan
catatan rinci tentang kesehatan, usia dan riwayat medis orangtua, kakek-nenek,
saudara kandung dan anak-anak.
• Beberapa penyakit seperti hemofilia bersifat herediter. Bagi pasien lain, faktor
herediter lainnya juga dapat ditemukan, seperti:
Non-insulin dependent diabetes mellitus
Hipertensi
Beberapa jenis epilepsi
Penyakit jantung
Kelainan psikiatri
Kanker payudara
Keganasan lainnya

5. Riwayat sosial (SH)


• Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang gaya hidup pasien yang
kemungkinan berpengaruh/ mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan
umum dan kesehatan gigi pasien.
• Berisikan rincian tentang::
Olahraga (Risiko anestesi)
Berat badan dalam kaitan dengan tinggi badan (Gangguan makan).
Diet (Vegetarian, kandungan asam yang tinggi, sifat kariogenik).
Minuman beralkohol (Penyakit periodontal, ANUG, kanker mulut, cirrhosis
hepatis, risiko perdarahan).
Kebiasaan merokok (Penyakit periodontal, risiko anestesi, ANUG, kanker mulut).
Penggunaan minuman beralkohol dan kebiasaan merokok bersama-sama
meningkatkan risko untuk terkena kanker mulut).
Kondisi lingkungan rumah (tak terawat, stres).
Berkunjung ke luar negeri (Penyakit daerah tropis).
Bekerja (Stres fisik/psikologis).
Stres (Gangguan psikosomatik).
Penggunaan obat tanpa resep dokter (narkoba) (Risiko infeksi silang, gigi tak
terawat, risiko terkena penyakit jantung dalam penggunaan kokain, risiko
peningkatan karies gigi dalam penggunaan metadhone).

Kesimpulan
Riwayat penyakit seringkali telah dapat menunjukkan diagnosis sementara/diagnosis
kerja, atau paling tidak riwayat penyakit dapat menentukan diagnosis banding.
Diagnosis kerja ataupun diagnosis banding akan ditegaskan lagi ataupun ditolak
berdasarkan pemeriksaan klinis dan tes diagnostik.
Bab 3. Pemeriksaan

Ringkasan
1. Pengamatan umum

2. Pemeriksaan ekstra oral (EO)


Kepala, wajah, leher
Mata
Bibir
Nodus limfatik
Kelenjar saliva
Sendi temporomandibula
Otot-otot pengunyahan

3. Pemeriksaan intra oral (IO)


Lapisan mukosa
Lidah
Dasar mulut
Palatum durum dan palatum molle
Tenggorok
Kelenjar saliva
Aliran saliva
Periodontium
Gigi-geligi
Rujukan ke spesialis

Pemeriksaan klinis terdiri dari tiga tahapan utama:

1. Pengamatan penampilan dan kesehatan umum pasien.


2. Pemeriksaan ekstra oral daerah kepala dan leher.
3. Pemeriksaan jaringan intra oral.

• Pengamatan dimulai sejak pasien masuk ke dalam ruangan.


• Selama pemeriksaan, operator mancari gejala yang kemungkinan ada (lihat Bab 1).
• Sebagaimana halnya riwayat penyakit, pemeriksaan juga harus menyeluruh dan teratur.

Tahap 1. Pengamatan umum


• Perhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Berat badan, letak baju di badan: pas atau tidak (hilangnya berat badan dapat
menunjukkan keadaan patologis yang berat, misalnya kanker). Berat badan yang sangat
rendah dapat terjadi pada gangguan makan. Berat badan berlebihan memiliki risiko
serangan jantung atau stroke, terutama bila memerlukan anestesi umum).

Nafas pendek setelah olahraga ringan (dapat menunjukkan adanya gangguan jantung
ataupun paru-paru).

Cacat fisik.

Penyakit tertentu.

Usia kronologis.

Warna kulit muka (pucat karena anemia, kuning karena sakit kuning/jaundice).

Daerah kulit yang tampak, termasuk kepala, leher, tangan dan kuku (lesi apa saja yang
dapat terlihat, misalnya finger clubbing).

Jaringan parut daerah wajah (akibat operasi, trauma, perkelahian).

Tahap 2. Pemeriksaan ekstra oral (EO)

Kepala, wajah dan leher


Mata
Bibir
Nodus limfatik
Kelenjar saliva
Sendi temporomandibula
Otot-otot pengunyahan

1. Kepala, wajah dan leher

Pemeriksaan visual daerah wajah dan leher dilihat dari depan. Perhatikan apakah ada
tonjolan, cacat, bercak di kulit, tahi lalat, asimetri wajah yang berlebihan (sebagian besar
wajah memang sedikit asimetris) ataupun facial palsy (lihat juga halaman 105-107).
Untuk memeriksa daerah leher, minta pasien untuk mengangkat dagu ke atas sehingga
daerah leher akan terlihat. Dalam posisi kepala seperti ini, setiap pembengkakan akan
terlihat. Perhatikan saat pasien menelan; pembengkakan pada kelenjar tiroid akan
bergerak pada saat menelan.
Dengan posisi kepala yang sama, pasien memutar kepala ke kiri, lalu ke kanan untuk
memeriksa regio submandibula sisi kiri dan kanan. Bila pasien tidak terlalu gemuk,
biasanya pembengkakan kelenjar sublingual, nodus limfatik dan kelenjar submandibula
akan terihat.
Kepala kembali dalam posisi tegak supaya pemeriksaan bilateral untuk kelenjar
parotis dapat dilakukan.

Perhatikan: Pembengkakan unikateral pada kelenjar parotis dapat menunjukkan adanya:

Sumbatan pada duktus


Tumor
Abses
Infeksi retrograd pada kelenjar

Pembengkakan bilateral kelenjar parotis menunjukkan adanya:

Infeksi virus, misalnya mumps.


Pembengkakan degeneratif, misalnya sialosis.

2. Mata (bila disebutkan dalam riwayat penyakit)

Perhatikan:

Kecepatan kedipan mata (frekuensi rendah dapat menunjukkan adanya masalah


psikologis, atau mungkin penyakit Parkinson. Frekuensi tinggi menujukkan ansietas atau
kekeringan mata, misalnya sindroma Sjögren).

Pergerakan mata yang terbatas atau strabismus (fraktur pada zygoma).

Exophthalmos (tumor orbita atau cavernous sinus thrombosis).

Exophthalmos bilateral (hipertiroidisme – Graves’ disease).

Hemoragia subkonjungtiva (fraktur zygoma atau lengkung nasal).

Ulserasi konjungtiva (Behçet’s disease, mucous membrane pemphigoid).

Konjungtiva pucat (anemia).

Sklera berwarna biru (osteogenesis imperfekta, jarang).

Sklera berwarna kuning (jaundice).

Jaringan parut di kornea (mucous membrane pemphigoid).

Mata kering, konjungtivitis (Sindroma Sjögren).


3. Bibir

Pemeriksaan visual: Perhatikan tonus otot (misalnya, sudut mulut yang turun dan
ketidakmampuan untuk membentuk huruf “o” dengan bibir pada Bell’s palsy), setiap
perubahan warna atau tekstur, ulserasi, bercak, lesi herpetik, cheilitis angularis.
Perhatikan juga kemampuan/ketidakmampuan bibir untuk berfungsi.
Palpasi bimanual: Palpasi untuk tonjolan dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk,
satu intra oral, yang lain ekstra oral.

4. Nodus limfatik

(Lihat juga Bab 12)

Penting – Nodus limfatik yang normal tidak dapat diraba. Bila suatu nodus limfatik
teraba, berarti kondisi itu abnormal.

Anatomi nodus limfatik (Gambar 3.1)


Nodus limfatik daerah kepala dan leher dibagi ke dalam dua kelompok utama:

A. Kelompok melingkar
B. Kelompok servikal

A. Kelompok melingkar (letaknya teratur melingkari dasar tulang kepala).


Kelompok ini dibagi lagi ke dalam bagian luar dan bagian dalam.

Gambar 3.1 Aliran limfatik daerah kepala.

Bagian luar:
Submental – di balik dagu, letaknya pada otot milohioid.
Submandibula – di antara mandibula dan kelenjar saliva submandibula.
Facial (buccal) – letaknya pada musculus buccinator, di sebelah anterior insersi
musculus masseter.
Mastoid (post-auricular) – terletak pada prosesus mastoideus.
Parotid (pre-auricular) – terletak di depan tragus telinga.
Occipital – mengelilingi arteri occipitalis.

Bagian dalam (tidak ada di gambar 3.1). Nodus limfatik yang diberi nama termasuk:
Retropharyngeal
Pre-tracheal
Para-tracheal

Kelompok melingkar mengalir ke rantai servikal bagian dalam (deep cervical chain).
B. Kelompok servikal
Nodus limfatik servikal di permukaan (tersebar di sekitar vena jugularis eksterna dan
anterior). Nodus limfatik ini mengalir ke rantai servikal bagian dalam.

Rantai servikal bagian dalam (tersebar di sepanjang vena jugularis interna). Beberapa
nodus penting termasuk:

Jugulodigastric (di antara sudut mandibula dan tepi anterior musculus sternomastoideus).

Jugulo-omohyoid (di balik vena jugularis interna, di atas belly omohyoid, tertutup oleh
tepi posterior sternomastoid).

Drainase (lihat Gambar 3.1)


Nodus submandibula (drainase unilateral):
Berbagai nodus ini melayani bagian tengah dahi, sinus frontalis, sinus maksilaris, bibir
atas, hidung bagian luar, pipi, gigi atas dan bawah, gingiva atas dan bawah, duapertiga
bagian anterior lidah (kecuali ujung lidah) dan dasar mulut. Nodus submandibula
mengalir dan bermuara di nodus jugulo-omohyoid dan jugulodigastric.
Nodus facial (buccal):
Nodus ini melayani sebagian pipi dan kelopak mata bawah. Nodus facial mengalir ke
rantai servikal bagian dalam.
Nodus parotid (pre-auricular):
Nodus ini melayani dahi, pelipis, verteks, kelopak mata dan orbita. Nodus parotid
mengalir ke dalam rantai servikal superfisial dan rantai servikal bagian dalam.
Occipital dan mastoid (post-auricular).
Nodus ini melayani kulit kepala.
Nodus retropharyngeal:
Nodus ini melayani palatum molle dan mengalir ke dalam rangkai servikal bagian
dalam.
Nodus submental (berjalan bilateral):
Nodus ini melayani ujung lidah, bibir bawah, dagu, gigi insisif dan gusi. Nodus
submental mengalir ke nodus submandibula atau langsung ke nodus jugulo-omohyoid.
Nodus jugulo-omohyoid:
Nodus ini melayani bagian sepertiga posterior lidah.

Pemeriksaan klinis nodus limfatik


Sebaiknya nodus limfatik diperiksa secara ekstra oral, bimanual, dan palpasi yang
dilakukan dari arah belakang pasien:
Bagian leher dibiarkan terbuka, bila tertutup minta pasien untuk membukanya. Leher
tidak perlu dipanjangkan, karena musculus sternomastoideus perlu dalam posisi relaks.
Dengan menggunakan ujung jari, bawa kelenjar ke arah struktur yang lebih keras.

Submental – Kepala sedikit menunduk ke depan, gerakkan nodus ke arah bagian dalam
tulang mandibula.
Submandibula – Sama seperti di atas, hanya kepala pasien dimiringkan ke arah sisi yang
akan diperiksa (Gambar 3.2).

Jugulodigastric – Gerakkan tepi anterior musculus sternomastoid ke arah belakang.

Jugulo-omohyoid – Gerakkan tepi posterior musculus sternomastoid ke arah depan.

Gambar 3.2 Palpasi pada nodus limfatik submandibula.

Bila suatu nodus ternyata teraba, maka catatlah:

Lokasinya

Ukurannya (diukur menggunakan kaliper).

Teksturnya – lunak (infeksi), kenyal seperti karet (kemungkinan penyakit Hodgkin),


keras seperti batu (kemungkinan karsinoma sekunder).

Lunak pada saat dilakukan palpasi (kemungkinan infeksi).

Fiksasinya terhadap jaringan sekitarnya (mungkin suatu kanker yang sudah mengalami
metastasis).

Lesi bergabung menjadi satu (misalnya pada tuberkulosis).

Jumlah nodus yang terlibat (multipel – pada glandular fever, leukemia, dsb.). Bila lebih
dari satu nodus terlibat, rujuk untuk pemeriksaan tubuh keseluruhan: limfadenopati
menyeluruh dan tes darah.

Ciri-ciri nodus yang teraba saat palpasi:

Infeksi akut – membesar, lunak, sakit, dapat digerakkan, berdiri sendiri, terjadi dengan
cepat.

Infeksi kronis – membesar, kokoh, tidak terlalu lunak, dapat digerakkan.

Limfoma – seperti karet yang keras, kasar permukaannya, tidak sakit, multipel.

Kanker yang mengalami metastasis – keras seperti batu, ada fiksasi dengan jaringan di
bawahnya, tidak sakit.

Bila ada penyebab non-dental yang dicurigai, sebaiknya dirujuk untuk pemeriksaan
medis. Tetaplah berpikir akan adanya kemungkinan terjadi kanker yang mengalami
metastasis ataupun limfoma, hingga telah dapat dibuktikan bahwa lesi tersebut bukan
keganasan.

5. Kelenjar saliva

i. Kelenjar saliva parotis


Pemeriksaan dilakukan dari arah depan. Bagian bawah daun telinga akan terdorong ke
luar bila kelenjar membengkak. Lakukan palpasi pada kelenjar untuk melihat adanya
pembengkakan atau perabaan yang lunak. Kelenjar terletak di distal ramus asendens pada
mandibula. Kadang tampilan yang lebih baik pada kelenjar parotis diperoleh dari arah
punggung pasien.

ii. Kelenjar saliva submandibula


Palpasi bimanual (Gambar 3.3): Gunakan jari telunjuk dan jari tengah dari satu tangan
untuk pemeriksaan intra oral, kemudian jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain di
luar mulut. Lakukan palpasi pada kelenjar saliva submandibula di atas dan di bawah
musculus myohyoid. Jangan lupa untuk memeriksa juga duktus kelenjar untuk melihat
adanya batu kelenjar liur.

Gambar 3.3 Palpasi bimanual kelenjar saliva submandibula.

6. Pemeriksaan sistem artikulasi (bila diperlukan, sesuai dengan riwayat penyakit)

i. Sendi temporomandibula (TMJ)


Periksa antara lain:
Luas pergerakan
Kelunakan (tenderness)
Suara
Locking
Kelunakan otot
Bruksisme
Rasa sakit daerah kepala/leher
Oklusi

Luas pergerakan
Ukur pembukaan rahang maksimum yang bebas dari rasa sakit, kemudian ukur
pembukaan maksimum yang dapat dilakukan, di tepi insisal gigi insisif tengah. Tentukan
apakah keterbatasan pembukaan rahang disebabkan oleh rasa sakit ataukah karena ada
obstruksi fisik. Kemudian amati apakah ada penyimpangan lateral.
Catatan:
• Penyimpangan lateral yang terjadi pada saat pembukaan rahang pada umumnya
bergerak ke arah daerah yang terlibat (misalnya daerah yang terasa sakit).
• Nilai terendah untuk pembukaan maksimum inter-incisal yang normal adalah 35 mm
(wanita), 40 mm (pria) (ukurannya sekitar dua jari pasien).
• Pengukuran pembukaan mulut dilakukan dalam ukuran millimeter, dengan
menggunakan penggaris atau kaliper. Kedua alat pengukur tersebut lebih disukai untuk
digunakan dibandingkan jumlah jari tangan pasien yang dapat dimasukkan ke dalam
mulut.
• Trismus adalah ketidakmampuan pasien untuk membuka mulutnya.

Selanjutnya ukur luas ekskursi lateral, yang bebas dari rasa sakit walaupun dipaksakan.
Ukur dari garis tengah.

Catatan:
• Nilai terendah untuk ekskursi lateral yang normal adalah 8 mm, pada kedua arah.
• Bila TMJ kiri terasa sakit, ekskursi lateral kanan biasanya berkurang.
• Pergerakan mandibula dapat dibatasi oleh:
Trauma, misalnya: operasi pada gigi molar tiga, injeksi anestesi lokal, fraktur
mandibula, sepertiga tengah daerah wajah dan arkus zigomatikus, laserasi pada otot
pengunyahan.
Infeksi, misalnya: periodontitis, infeksi rongga submasseter, pterigomandibula,
infratemporal atau parafaringeal, tonsillitis, mumps, osteomielitis.
Pembentukan jaringan parut, misalnya: post-radiasi, luka bakar, fibrosis submukosa,
skleroderma.
Gangguan TMJ (lihat halaman 116-119).
Gangguan SSP, misalnya: tetanus, meningitis, penyakit Parkinson.
Obat-obatan/racun, misalnya: obat kelompok fenotiazin, strikhnin.
Neoplasma, misalnya: karsinoma nasofaring (lihat halaman 116), hiperplasia koronoid.
Psikologis, misalnya: hysteria.

Rasa lunak pada TMJ


Gunakan palpasi bimanual dengan cara menekan bagian lateral sendi. Gerakan ini diikuti
dengan palpasi intra-aurikular dengan cara meletakkan jari kelingking ke dalam meatus
akustikus eksterna dan menekannya perlahan ke arah depan (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Palpasi intra-aural untuk sendi temporomandibula.

Suara TMJ
Suara klik disebabkan oleh pergerakan relatif yang tiba-tiba menuju kondilus. Bunyi klik
tersebut dapat terjadi lebih awal (misalnya: di awal pembukaan rahang), lebih lambat
(yang dapat menunjukkan pergeseran diskus yang lebih berat dan seringkali suaranya
lebih keras), bolak-balik (saat membuka dan menutup), tunggal (biasanya demikian),
ganda ( pada diskus yang tidak stabil dan mengalami perforasi), keras, lembut, sakit atau
tidak sakit, dan dapat disertai krepitasi (lihat bawah).
Lima puluh persen populasi mengalami bunyi klik dalam hidup mereka. Biasanya
bunyi klik tersebut terbatas durasinya dan bila tidak menimbulkan masalah sebaiknya
tidak perlu dirawat.
Krepitasi adalah suara menggerus atau meretih yang lama dan terus-menerus.
Krepitasi terjadi bersamaan dengan penyakit degenerasi dan inflamasi akut (misalnya
setelah terjadi suatu trauma).

TMJ yang terkunci


TMJ dapat terkunci karena malposisi atau penyimpangan pada diskus, sehingga
menyebabkan rotasi pada kondilus tetapi tidak terjadi translasi.

TMJ yang mengalami dislokasi


Kondilus yang mengalami dislokasi (tergelincir) melampaui eminentia artikularis.
Keadaan ini dapat terjadi akibat trauma (misalnya setelah ekstraksi gigi disertai
komplikasi), atau yang lebih jarang yaitu gerakan menguap.

ii. Otot-otot pengunyahan


Periksa bila ada pelunakan:

Perlekatan otot pada tulang perlu diperiksa. Badan otot biasanya tidak lunak.

Masseter: Berasal dari duapertiga anterior arkus zigomatikus dan masuk ke dalam bagian
luar sudut mandibula. Lakukan palpasi bimanual, dengan menggunakan satu jari dari satu
tangan intra oral dan jari telunjuk serta jari tengah dari tangan yang lain pada pipi pasien.
Lakukan palpasi pada asal perlekatan otot dan insersinya.

Temporalis: Berasal dari garis superior dan inferior temporalis di atas telinga dan masuk
ke dalam prosesus koronoideus serta tepi anterior ramus asendens. Lakukan palpasi
ekstra oral pada awal dan intra oral pada insersi.

Pterigoid lateralis: Berawal dari permukaan lateral lempeng pterigoid lateralis dan
insersinya masuk ke dalam tepi anterior kondilus dan diskus. Palpasi terhadap otot
tersebut tidak dapat dilakukan. Usaha untuk melakukan palpasi dari belakang tuberositas
maksilaris tidak dapat diandalkan. Hambatan yang ditimbulkan oleh tangan operator pada
ekskursi lateral pasien dapat menyebabkan rasa sakit pada pterigoid lateralis, ini
merupakan petunjuk yang lebih dapat diandalkan.

Pterigoid medialis: Berawal di antara lempeng pterigoid medialis dan lateralis, kemudian
insersinya ke dalam permukaan medial sudut mandibula. Otot tersebut tidak dapat
dijangkau melalui palpasi.

Kadang pemerikisaan tambahan dapat mengikutsertakan otot sternomastoid, trapezius


dan digastrik.
Tahap 3. Pemeriksaan intra oral (IO)

• Perlu dilakukan suatu pemeriksaan yang sistematis untuk meyakinkan bahwa semua
regio telah diperiksa. Jarang pasien yang meninggal karena karies gigi, tetapi banyak
yang meninggal karena diagnosis yang lambat dari suatu kanker mulut. Dokter gigi wajib
mendeteksi lesi mulut pra-ganas maupun yang ganas.

Lakukan pemeriksaan pada:


Mukosa
Lidah
Dasar mulut dan ventral lidah
Palatum durum dan palatum molle
Kerongkongan
Kelenjar saliva
Aliran saliva
Periodontium
Gigi-geligi

Cara pemeriksaan
• Lepaskan terlebih dahulu gigi tiruan lepasan yang digunakan.
• Gunakan sarung tangan karet, atau bila aksesnya terbatas, dua kaca mulut untuk
menarik jaringan ke samping.
• Lakukan pemeriksaan visual disertai palpasi pada lesi yang terlihat mencurigakan.

Mukosa

Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan lesi pada mukosa:

Erosi - Hilangnya sebagian permukaan epitel yang tidak melibatkan jaringan ikat di
bawahnya.

Ulkus – Hilangnya seluruh permukaan epitel disertai terbukanya jaringan ikat di


bawahnya.

Vesikel – Akumulasi cairan yang terbatas di antara epitel atau di bawah epitelium, dengan
diameter <5cm.

Bula – Akumulasi cairan yang terbatas di antara epitel atau di bawah epitelium, dengan
diameter >5cm.

(Catatan: Intra oral, vesikel dan bula seringkali ditemukan sudah dalam keadaan pecah
dan terbuka, berbentuk ulserasi).
Plak – Daerah luas, berbatas tegas dan lebih tinggi dari regio sekitarnya

Papula – Tonjolan kecil, berbatas tegas dan lebih tinggi dari regio sekitarnya.

Makula – Perubahan warna pada suatu daerah tertentu, sama tinggi dengan sekitarnya
dan berbatas tegas.

Pustula – Daerah menggelembung yang berisi pus.

Sinus – Saluran satu arah (buntu), yang dilapisi epitel. Perlu dilakukan suatu usaha untuk
mengeluarkan pus dari suatu sinus. Pemeriksaan untuk sinus ini dapat dilakukan dengan
menggunakan probe atau gutta percha cone.

Fistula – Saluran dilapisi epitel yang menghubungkan dua rongga, misalnya rongga mulut
dengan sinus maksilaris (fistula oro-antral).

• Untuk setiap lesi yang ditemukan, catat lokasinya, bentuk, ukuran dan kualitas
permukaannya.
• Buat gambaran lesi dan lokasinya dalam catatan status pasien. Bila mungkin, buat
rekaman foto lesi tersebut.
• Lakukan palpasi pada lesi untuk menentukan apakah lesi tersebut lunak, kenyal atau
keras, apakah tepinya tegas atau membaur dengan sekitarnya dan apakah lesi tersebut
dapat digerakkan ataukah tidak dari dasarnya.

Gambar 3.5 Tarik bibir dan periksa mukosa labial serta sulkus dengan posisi mulut
setengah terbuka.

• Buatlah suatu urutan pemeriksaan untuk seluruh mukosa mulut dan gunakan urutan
pemeriksaan tersebut secara rutin.

Salah satu urutan pemeriksaan mukosa mulut yang dianjurkan adalah:


1. Sulkus bibir rahang atas dan rahang bawah. Tarik bibir dengan mulut setengah terbuka
(Gambar 3.5).
2. Mukosa pipi. Dengan mulut terbuka lebar, pipi ditarik ke samping (Gambar 3.6).
3. Sulkus pipi rahang atas dan rahang bawah. Tarik pipi ke samping, dengan mulut
setengah terbuka.

Gambar 3.6 Dengan mulut terbuka lebar, tarik pipi ke samping, dan periksa mukosa pipi.
Kemudian dengan mulut setengah terbuka, periksa sulkus maksila dan mandibula.
Ulangi pemeriksaan yang sama untuk sisi sebelahnya.

Gambar 3.7 Periksa lidah saat istirahat dan dijulurkan.


4. Ulangi tahap 2 dan 3 untuk sisi sebelahnya.
5. Lidah. Dorsum – Periksa pada saat istirahat dan dijulurkan (Gambar 3.7). Catat bila
ada hambatan pergerakan. Tepi lateral – Gunakan kasa steril untuk memegang ujung
lidah dan menggerakkannya ke satu sisi (Gambar 3.8). Tarik pipi dan periksa tepi
lateral lidah. Ulangi pemeriksaan yang sama untuk sisi yang lain.
6. Dasar mulut dan ventral lidah (sebagian besar kanker mulut ditemukan di regio ini).
Dasar mulut diperiksa dengan cara meminta pasien menyentuhkan ujung lidahnya ke
palatum (Gambar 3.9).

Gambar 3.8 Untuk memeriksa tepi lateral lidah, pegang ujung lidah dengan
menggunakan kasa steril dan gerakkan ke satu sisi, sambil menarik pipi. Ulangi
pemeriksaan yang sama untuk sisi yang lain. Lihat juga Gambar 11.4.

Gambar 3.9 Periksa dasar mulut dan ventral lidah, sementara ujung lidah menyentuh
palatum.

7. Palatum durum dan palatum molle. Tekan lidah dengan menggunakan spatel lidah
(Gambar 3.10). Palatum durum diperiksa secara visual disertai palpasi. Palatum molle
diperiksa secara visual, termasuk mobilitasnya. Minta pasien mengucapkan “Ah”.
8. Kerongkongan. Tekan lidah menggunakan spatel lidah. Minta pasien mengucapkan
“Ah” dan periksa lengkung posterior rongga mulut, tonsil, uvula dan orofaring.

Gambar 3.10 Lidah ditekan – terlihat palatum durum dan palatum molle.

Kelenjar liur

Lakukan palpasi bimanual pada kelenjar liur submandibula dan duktusnya untuk
mendeteksi pembesaran, pelunakan ataupun batu kelenjar liur. (lihat Gambar 3.3).

Kualitas dan konsistensi saliva

Perhatikan jumlah saliva yang mengalir. Kaca mulut yang melekat pada mukosa pipi
dapat merupakan tanda menurunnya produksi saliva. Gelembung udara yang terjadi
dalam saliva juga merupakan tanda menurunnya produksi saliva. Pemijatan yang
dilakukan pada kelenjar liur mayor yang normal akan menyebabkan mengalirnya saliva
dari muara duktus. Perhatikan kualitas dan viskositas saliva (misalnya lengket dan ulet),
juga diperiksa apakah ada purulensi.yang diproduksi.

Pemeriksaan periodontium
Perhatikan warna dan tekstur gingiva. Gingiva yang sehat berwarna merah muda, kokoh,
tipis tepinya dan berbintik-bintik (stippling). Gingiva yang tidak sehat berwarna merah,
lunak, bengkak, mengkilap, licin dan dapat disertai ulserasi. Gingiva yang tidak sehat
akan berdarah bila terkena tekanan ringan dari probe, atau kemungkinan dapat terjadi
perdarahan spontan (lihat Bab 5). Gunakan periodontal pocket probe untuk menentukan
distribusi dan kedalaman poket.

Gigi-geligi

• Derajat kegoyangan gigi (klasifikasi Miller).

Letakkan ujung tangkai dua kaca mulut ke bagian bukal dan lingual gigi untuk
mengetahui adanya kegoyangan gigi (Gambar 3.11).

Kelas 1 – Goyang fisiologis


Kelas 2 – Ada pergerakan transversal hingga 1 mm.
Kelas 3 – Ada pergerakan transversal lebih dari 1 mm atau pergerakan non-fisiologis
apapun bila ditekan ataupun rotasi.

Catatan:
• Fremitus adalah istilah yang digunakan untuk pergerakan non-fisiologis selama
berfungsi.
• Gigi dapat menjadi goyang akibat penyakit periodontal, abses periapikal, trauma akut
ataupun kronis, atau keadaan patologis lainnya pada jaringan lunak dan jaringan keras.
• Pemetaan gigi

Pemetaan gigi:
Merupakan rekaman status gigi-geligi.

Gambar 3.11 Kegoyangan gigi dapat diketahui dengan menggunakan dua tangkai
instrumen (a) atau satu tangkai instrumen dan satu jari (b).

Dapat membantu menentukan rencana perawatan (bila rekaman tersebut dapat


menggambarkan dengan tepat kondisi dalam mulut, misalnya ukuran lesi,
prioritasnya, dan sebagainya).
Memungkinkan komunikasi dengan pihak ketiga.
Merupakan persyaratan medikolegal yang wajib dilakukan.
Dapat digunakan untuk keperluan forensik.

Suatu pemeriksaan rutin harus dilakukan saat memeriksa gigi, selalu berawal dari tempat
yang sama dan mengikuti tahapan yang sama.
Gigi yang tidak ada, perlu diketahui tidak ada karena apa (misalnya pada lokasi bekas
pencabutan, gigi belum erupsi, gigi tidak tumbuh).
Sebelum pemeriksaan, gigi perlu dibersihkan. Tindakan tersebut termasuk scaling,
flossing dan polishing bila perlu. Saliva perlu dikontrol dengan cara meletakkan gulungan
kapas di sulkus. Benang dapat digunakan untuk mendeteksi tambalan berlebih, karies dan
kontak yang terbuka di antara gigi-geligi.

• Diagnosis karies gigi:

Gigi perlu dibersihkan, diisolasi dan dikeringkan. Cahaya yang cukup juga diperlukan,
yang dapat ditingkatkan dengan penggunaan transiluminasi (terutama untuk lesi
aproksimal di anterior), pembesaran dan separator ortodontik. Probe digunakan terutama
untuk membuang debris dan memeriksa kesinambungan daerah permukaan. Probe tidak
perlu dimasukkan terlalu dalam ke dalam lesi yang dicurigai agar tidak menimbulkan
kavitas baru yang sebelumnya tidak ada. “Rasa lengket” pada fisura gigi saat dilakukan
probing lebih menandakan ketajaman serta bentuk probe, bukan suatu karies yang ada
pada fisura!

Perhatikan apabila menemukan kavitas gigi, warna putih seperti kapur, pewarnaan
coklat/biru/abu-abu yang menyebar ke arah tepi dari suatu ceruk (pit) atau fisura ataupun
tepi ridge.

• Pemeriksaan tambalan yang ada:

Perhatikan apakah ada tambalan yang menggantung (overhang), daerah cekung pada tepi
tambalan, rongga yang dalam pada tepi tambalan, fraktur, aus, gumpil, kontak yang
kurang baik dengan gigi, tinggi tepi ridge, karies rekuren dan estetika. Pemetaan gigi
perlu merefleksikan ukuran serta bentuk tambalan, letaknya, juga masalah yang
menyertainya.

• Pemeriksaan cusp yang retak (lihat Bab 5).


• Permukaan gigi yang aus karena penggunaan sebagai akibat dari atrisi, abrasi ataupun
erosi.
• Oklusi (statis/fungsional). Termasuk di sini pemeriksaan keausan gigi karena
penggunaan, tambalan /gigi yang fraktur, kegoyangan gigi, malposisi, gigi yang miring
letaknya.

Statis: posisi intercusp, klasifikasi Angle:

Kelas I – Cusp mesiobukal gigi molar satu rahang atas terletak pada groove bukal gigi
molar satu rahang bawah.

Kelas II – Cusp mesiobukal gigi molar satu rahang atas beroklusi lebih ke mesial dengan
groove bukal gigi molar satu rahang bawah.
Divisi I – gigi anterior proclined
Divisi II – gigi anterior retroclined

Kelas III – Cusp mesiobukal gigi molar satu rahang atas beroklusi lebih ke distal dengan
groove bukal gigi molar 1 rahang bawah.
Juga perhatikan pertemuan garis tengah, overbite (normal: gigi insisif rahang atas
menutupi sepertiga mahkota gigi insisif rahang bawah), overjet (normal: 2-3 mm),
hubungan gigi dengan garis tengah, orientasi bidang oklusal, gigi yang tidak bertemu
dengan lawannya, gigi yang erupsi berlebihan, gigi yang tidak dapat erupsi, juga cusp
yang menggantung (plunger cusp).

Hubungan antar-gigi insisif:

Kelas I – Gigi insisif rahang bawah beroklusi dengan daerah sepertiga tengah permukaan
palatal gigi insisif rahang atas.

Kelas II – Gigi insisif rahang bawah beroklusi dengan daerah sepertiga servikal
permukaan palatal gigi insisif rahang atas.

Kelas III – Gigi insisif rahang bawah beroklusi dengan daerah sepertiga insisal
permukaan palatal gigi insisif rahang atas.

Oklusi dinamis: Posisi antar cusp (ICP), posisi kontak retrusi (RCP) dan perbedaan serta
arah di antara keduanya, pedoman anterior, pedoman kaninus, fungsi kelompok, kontak
nonfungsional, misalnya gangguan (interference) pada bukan sisi kerja.

• Parafungsi: Daerah lengkung pada lidah/pipi.


Gigi yang aus, fraktur tambalan, hipertrofi otot pengunyahan.

Ridge tak bergigi:


Perhatikan derajat resorpsi yang terjadi, pergerakan mukosa berlebihan (flabby ridge) dan
sisa akar yang mungkin ada.

• Gigi tiruan: Klasifikasi Kennedy, desain, usia, ketepatan letak pada mukosa, retensi,
oklusi.

Setelah memeriksa semua gejala dan tanda, data yang didapat diperiksa kembali melalui
pemeriksaan penyaring sebagai berikut:

Pemeriksaan penyaring untuk kondisi patologis (diagnostik/operasi)

Apakah keadaan tersebut bersifat congenital atau didapat?

Kongenital:

Lesi kongenital biasanya bersifat bilateral (misalnya torus mandibularis), lesi yang
didapat biasanya bersifat unilateral. (Untuk lichen planus biasanya ditemukan bilateral).

Didapat:
Apakah lesi tersebut:
Merupakan infeksi?
Bakteri, jamur, virus, lainnya
Akut atau kronis

Neoplastik?
Jinak, ganas
Primer, sekunder

Traumatik?
Fisik, khemis, elektrik, thermal, elektromagnetik

Bersifat metabolik?

Berhubungan dengan nutrisi?

Berhubungan dengan penggunaan obat?

Merupakan alergi?

Bersifat iatrogenik?

Bersifat psikologis?

Bersifat degeneratif?

Bersifat idiopatik?

Ingatlah bahwa – penyakit yang paling banyak ditemukan adalah memang penyakit yang
umumnya terjadi; cari terlebih dahulu kemungkinan yang paling sering terjadi (misalnya
penyakit pulpa), sebelum mempertimbangkan penyakit yang lebih jarang terjadi.

Kesimpulan

• Setelah melakukan pemeriksaan dan mengetahui riwayat penyakit biasanya diagnosis


kerja lesi yang ditemukan dapat segera ditentukan.
• Diagnosis kerja dapat diperkuat atau bahkan ditolak oleh pemeriksaan penunjang yang
dilakukan selanjutnya.

Catatan:
• Jangan pernah meminta suatu pemeriksaan penunjang yang hasilnya tidak dapat kita
mengerti.
• Lesi apapun bentuknya: ulkus, benjolan, bercak merah ataupun putih yang tidak
sembuh dalam dua minggu merupakan lesi yang perlu dikirim untuk rujukan ke
spesialis yang berwenang.

Rujukan ke spesialis (biasanya melalui surat):

• Komunikasi tertulis biasanya akan sangat membantu, misalnya ditujukan ke spesialis


atau bagian administrasinya.

Dalam kondisi darurat, dapat dirujuk melalui telepon.

• Surat rujukan sebaiknya berisi:


Nama, alamat dan nomor telepon pengirim surat rujukan.

Nama, alamat, nomor telepon, usia dan jenis kelamin pasien.

Tanggal rujukan.
Alasan rujukan, termasuk riwayat penyakit, tanda, gejala dan diagnosis kerja.
Alasan mengapa harus segera dirujuk.
Riwayat medis, gigi dan sosial.
Hasil pemeriksaan penunjang (termasuk radiografis).
Rujukan tersebut meminta pendapat saja ataukah meminta pendapat dan perawatan
selanjutnya.

Contoh surat rujukan:

Dr. S. Brown
The Dental Surgery
35 Dane End
London N1 3LP
Tel: 0208 773 2433

22nd Februari, 2000

Profesor ………………..
Oral and Maxillofacial Surgery
The Guy’s, King’s and St Thomas’ Dental Institute
Caldecot Road
London SE5 9RW

Profesor ……………… Yth.,

Pasien: Tn. Charles White, lahir 17 Februari 1920, alamat: 23 Elgin Court, London, N1
2JK. Tel: 0207 233 4455.

SEGERA.
Tn White datang ke tempat praktek saya tanggal 10 Februari 1998 untuk pemeriksaan
rutin dan tidak memiliki keluhan pada gigi-geliginya. Pada pemeriksaan dasar mulut saya
temukan ulkus dengan diameter 5 mm, tepinya lebih tinggi dari sekitarnya, dasar ulkus
berdarah. Ulkus tersebut tidak sakit bila disentuh, tetapi tekanan yang ditimbulkan oleh
gigi tiruan rahang bawah di daerah tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien.
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe.
Saya bebaskan tekanan dari gigi tiruan rahang bawah dan merencanakan untuk
mengatasi masalah tersebut satu minggu kemudian.
Pada kunjungan berikutnya ulkus tidak banyak berubah. Tekanan dari gigi tiruan
rahang bawah masih menimbulkan rasa tidak nyaman di daerah ulserasi. Kali ini plat gigi
tiruan saya potong untuk membebaskan ulkus dari tekanan dan meminta pasien ntuk
datang kembali.
Dalam kunjungan berikutnya ulkus tetap tidak menyembuh dan kali ini saya yakin
gigi tiruan rahang bawah bukan penyebabnya. Saya lebih mengkhawatirkan akan
terjadinya keganasan pada ulkus tersebut.
Riwayat medis menunjukkan pernah terjadi angina ringan dan bronchitis kronis.
Pasien sedang tidak dalam pengobatan apapun selain aspirin 75 mg dan kadang-kadang
menggunakan gliseril trinitrat.
Tn White sudah bertahun-tahun tidak bergigi sehingga menggunakan gigi tiruan penuh
rahang atas dan rahang bawah. Ia merokok 20 batang rokok sehari dan minum wiski 4
atau 5 gelas seminggu.
Saya akan sangat berterimakasih bila anda sudi memeriksa pasien ini secepatnya dan
memberikan perawatan yang diperlukan.

Hormat saya,

Steven Brown

• Rujukan dapat menggunakan faksimili. Namun sebaiknya kirimkan juga satu copy
melalui pos. Rujukan sebaiknya tidak menggunakan e-mail, kecuali bila ada kode
khusus yang dapat digunakan.
• Pasien sebaiknya tidak diberi begitu saja surat rujukan tersebut untuk kemudian
diserahkan kepada dokter spesialis. Tindakan seperti ini seolah-olah kurang
menghargai spesialis tersebut, juga terhadap pasien lainnya.

Bacaan tambahan

Cooper, J., Warnakulasuriya, K.A.A.S dan Johnson, N.W. (1944) Screening for Oral
Cancer. London: Royal College of Surgeons of England (Dept of Dental Sciences).
Gray, R.J.M., Davies, S.J. dan Quayle, A.A. (1995) Temporomandibular Disorders: A
Clinical Approach. London: British Dental Association.
Bab 4. Tes diagnostik

Ringkasan
Pendahuluan

Tes diagnostik
1. Tes gigi-geligi rutin
Vitalitas
Thermal
Elektrik
Diagnosis melalui akses kavitas
Perkusi
Pelunakan
Nada perkusi
Kegoyangan gigi
Transiluminasi
Penggunaan kaca pembesar
Fotografi
Gigitan
Auskultasi
Diagnosis melalui anestesi lokal
Suhu
Radiografi
Tehnik sederhana menggunakan bahan radiopak
Probe lunak
Perangkat lepasan

2. Tes medis rutin


Suhu
Tekanan darah
Nadi
Kecepatan pernafasan
Berat badan

3. Tes tambahan
Biopsi
Metode biopsi
Eksisi
Insisi
Scalpel
Punch
Needle/trephine/drill
Aspirasi
Mikrobiologi (termasuk virologi)
Sitologi
Darah
Biokimia
Imunologi
Tes nervus kranialis

4. Rujukan
Tehnik pencitraan lanjut
Computed tomography
Magnetic resonance imaging
Ultrasound
Tehnik lanjut menggunakan bahan radiopak
Arthrography
Sialography
Angiography
Pemeriksaan sinus/fistula
Patch test
Urinalisis

Pendahuluan
• Tes diagnostik hanya dilakukan bila pemeriksaan dan anamnesis untuk riwayat lesi
serta riwayat medis telah diselesaikan dengan lengkap (lihat Bab 2 dan 3).
• Tes diagnostik dilakukan untuk memperkuat atau menolak diagnosis
sementara/diagnosis kerja, dengan harapan akan dapat menentukan diagnosis tetap.
• Jangan meminta melakukan suatu tes diagnostik yang tidak bisa kita mengerti sendiri
hasil tesnya!

Tes diagnostik
Berbagai tes diagnostik ini dikelompokkan ke dalam empat bagian:

1. Tes gigi-geligi rutin. Tes ini merupakan bagian rutin pemeriksaan yang dilakukan
dokter gigi umum.

2. Tes medis rutin. Tes ini terdiri dari pemeriksaan medis sederhana yang dapat
dilakukan oleh perawat atau dokter gigi yang telah dilatih dengan tehnik tertentu serta
dapat menjelaskan hasilnya.

3. Tes tambahan. Tes ini dapat dilakukan di ruang operasi bila peralatannya tersedia dan
operator yang sudah terlatih juga ada. Seandainya tidak ada, maka pasien perlu dirujuk
ke pusat rujukan yang sesuai. Untuk hal ini juga, dokter gigi perlu terlatih membaca
hasil tes yang dimintanya.
4. Rujukan. Tes yang dilakukan di sini biasanya tidak dilakukan di praktik dokter gigi
umum.

1. Tes gigi-geligi rutin

Tes vitalitas (lihat juga Bab 5)


• Tes ini digunakan untuk menentukan vitalitas (atau non-vital) pulpa gigi
• Bila digabung dengan keterangan yang didapat dari riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan, tes vitalitas gigi dapat menunjukkan adanya peradangan pulpa (pulpitis).
• Namun demikian, hasil tes pulpa perlu disikapi dengan hati-hati; tes tersebut
menunjukkan keutuhan pembuluh saraf dalam pulpa, sementara yang bertugas menjaga
kesehatan pulpa adalah pembuluh darah. Selain itu hasil pemeriksaan yang bersifat
negatif palsu ataupun positif palsu juga sering ditemukan (lihat bawah).
• Tes vitalitas tidak selalu berhubungan dengan perubahan histologis yang terjadi dalam
pulpa gigi yang bersangkutan.
• Tes sebaiknya tidak hanya dibatasi pada gigi yang sedang diperiksa. Gigi sekitarnya
yang diperkirakan tidak mengalami kelainan (sehat), juga gigi seberangnya perlu dites
dan hasilnya dibandingkan.
• Untuk menghindari rasa sakit pasien, tes pada gigi sebaiknya dimulai dari gigi yang
sehat, bukan gigi yang sedang sakit atau gigi yang diperkirakan akan memberi reaksi
berlebihan.
• Stimulus yang diberikan pada waktu melakukan tes sebaiknya dilakukan pada enamel
mahkota gigi, juga menghindari tersentuhnya tambalan ataupun jaringan lunak.
Beberapa tambalan dapat merupakan penghantar thermal yang baik, yang juga bisa
melibatkan jaringan lunak; beberapa tambalan lain dapat merupakan penghantar
thermal yang buruk.
• Kesimpulan yang lebih dapat diandalkan bisa diperoleh bila hasil tes dari dua
pemeriksaan dikombinasikan (misalnya tes panas dengan dingin, atau tes dingin
dengan elektrik

Berikut ini adalah tes vitalitas yang dapat disebutkan:

Thermal
Elektrik
Diagnosis melalui akses kavitas, tanpa anestesi

Tes vitalitas thermal


• Suatu gigi yang vital, tanpa kelainan pulpa biasanya dapat distimulir pada suhu
20-50ºC, tanpa menimbulkan rasa sakit.
• Gigi dengan radang pulpa (pulpitis) dapat memberi reaksi rasa sakit yang parah bila
dilakukan stimulasi suhu di atas suhu rata-rata.
• Dalam tes vitalitas thermal, digunakan suhu yang ekstrim:
Dingin. Satu gumpalan kapas yang dijepit dengan pinset disemprot sampai basah dengan
chlor ethyl. Setelah chlor ethyl sebagian menguap, akan terbentuk kristal pada kapas.
Proses ini dapat dipercepat dengan penyemprotan udara pada kapas, atau dengan
menggerakkan kapas di udara. Kapas yang dngin tersebut yang kemudian ditempelkan ke
gigi.

Panas. Setangkai gutta-percha dipanaskan di atas api sampai ujungnya melunak. Ujung
yang panas tersebut ditempelkan ke gigi. Bila gigi yang akan ditempeli gutta-percha
tersebut sebelumnya telah dilapisi vaselin, maka gutta-percha lunak tersebut tidak akan
dapat menempel ke gigi.

Tes vitalitas elektrik. Kelebihan tes ini adalah stimulusnya lebih dapat dikontrol dan
diukur derajatnya dibandingkan tes thermal, karena sebagian besar alat tersebut memiliki
pengukuran digital, sehingga dapat dilihat secara visual berapa besar tingkat stimulus
yang diberikan. Walaupun terlihat lebih akurat, namun tetap ditemukan variasi, misalnya
karena baterai yang digunakan sudah berkurang dayanya.
Gigi yang akan dites perlu diisolasi dulu dengan gulungan kapas dan dikeringkan. Bila
permukaan gigi basah, maka aliran listrik akan diteruskan ke jaringan lunak. Elektroda
yang berkontak dengan gigi sebaiknya tidak diletakkan di atas tambalan; tambalan plastis
dapat menghambat aliran listrik, tetapi tambalan logam akan meneruskan aliran listrik ke
gingiva ataupun gigi sebelahnya. Demikian pula elektroda tidak boleh berkontak dengan
jaringan lunak.
Agar diperoleh hasil yang dapat diandalkan, harus diperoleh kontak listrik yang baik.
Suatu elektrolit (misalnya KY jelly) biasanya diperlukan di ujung elektroda dan beberapa
perangkat mengharuskan operator melepas sarung tangan karetnya sebelum memegang
perangkat tersebut untuk mendapatkan arde.
Voltase ditingkatkan bertahap sampai didapat respon yang diinginkan.

Hasil tes vitalitas

Dapat berupa:
Positif (normal)
Berlebihan, sebentar
Berlebihan, lama
Negatif
Positif palsu
Negatif palsu
Tidak jelas

Positif (normal):
• Gigi yang dites memberi respon yang sama atau tingkat stimulasi yang sama dengan
gigi sehat lainnya.
• Hasil seperti di atas menunjukkan pulpa masih vital dan tidak ada peradangan pulpa.

Berlebihan, sebentar:
• Gigi yang dites memberi respon lebih besar dibandingkan gigi sehat lainnya, begitu
juga bila diberi stimulasi ringan.

• Namun demikian,respon sakit hanya berlangsung kurang dari 15 detik setelah stimulus
diangkat.
• Gigi dapat bereaksi lebih kuat terhadap rangsang dingin dibandingkan panas.
• Keadaan tersebut di atas menunjukkan pulpa masih vital, tetapi mengalami peradangan
(hiperemia, lihat halaman 80).
• Pulpitis bersifat reversibel bila penyebabnya dihilangkan.
• Sementara itu, dentin dapat terbuka sebagai akibat adanya keretakan gigi, karies,
tambalan bocor/terbuka dan dentin akar yang sensitif.

Berlebihan, lama:
• Gigi yang dites memberi respon lebih besar dibandingkan gigi sehat lainnya, juga bila
diberi stimulasi ringan.
• Namun demikian, respon rasa sakit dapat bertahan lebih dari 15 detik (dan kadang-
kadang beberapa menit atau beberapa jam) setelah stimulus diangkat.
• Respon terhadap stimulasi panas dan elektrik kemungkinan lebih besar daripada dingin.
Memang rangsang dingin dapat mengurangi rasa sakit.
• Hasil yang diperoleh menunjukkan pulpa masih vital tapi meradang (pulpitis akut, lihat
halaman 82). Pulpitis jenis ini seringkali bersifat irreversibel.

Catatan: Suatu reaksi yang bertahap terhadap panas, tetapi tidak bereaksi terhadap
rangsang dingin ataupun elektrik, mengarah pada respon yang berlebihan, dapat
menunjukkan adanya pulpitis kronis (lihat halaman 83).

Negatif:
• Gigi yang dites tidak memberi respon terhadap stimulasi, tapi gigi yang sehat memberi
hasil positif.
• Hasil di atas menunjukkan pulpa non vital dan kemungkinan nekrotik, atau mungkin
saluran akar mengalami sclerosis.

Positif palsu:
• Gigi yang dites memberi respon normal, tapi kondisi pulpa terlihat abnormal.
• Keadaan di atas dapat terjadi pada:

Gigi dengan akar ganda: jaringan sehat masih ditemukan di salah satu akar, tapi sisa
jaringan pulpa lainnya telah nekrotik.

Saluran akar gigi yang penuh dengan pus: dapat menjalarkan stimulus (lihat periodontitis
apikalis, halaman 85).

Saluran akar gigi yang penuh dengan gas: panas menyebabkan ekspansi (lihat
periodontitis apikalis, halaman 85).

Pasien yang merasa takut atau pasien dengan ambang rasa sakit yang rendah, dapat
memberi respon rasa sakit walaupun stimulus belum diletakkan pada gigi!
Negatif palsu:
• Gigi yang dites tidak memberi respon terhadap stimulus, tapi berbagai reaksi lainnya
menunjukkan bahwa pulpa masih vital.
• Keadaan tersebut dapat terjadi bila:

Pulpa terlindung dengan baik dari stimulus thermal maupun elektrik, misalnya tambalan
plastis, dentin sekunder. Dentin sekunder dapat menjelaskan adanya respon negatif palsu
yang ditemukan pada gigi pasien lansia.

Suplai pembuluh saraf ke dalam pulpa hancur, misalnya akibat trauma.

Pasien memiliki ambang rasa sakit yang tinggi.

Ada kerusakan pada peralatan ataupun tehnik pemeriksaan.

Tidak dapat disimpulkan:


• Semua gigi memberi respon berlebihan atau sebaliknya tidak ada gigi yang memberi
respon.
• Bila berbagai tes yang berbeda memberi hasil yang saling berlawanan atau setelah tes
yang sama diulangi tetap memberi hasil yang berlawanan.
• Bila respon dari dua tes (misalnya panas dan dingin) tidak dapat disimpulkan, lakukan
tes ketiga (misalnya elektrik). Bila masih meragukan, lakukan diagnosis melalui akses
kavitas, tanpa anestesi lokal (lihat bawah).

Diagnosis melalui akses kavitas tanpa anestesi lokal


• Suatu bentuk tes yang mungkin paling bisa diandalkan adalah memotong kavitas kecil
pada gigi yang diperiksa.
• Bila pulpa masih vital, biasanya akan diperoleh respon begitu dentin tercapai.
• Bentuk tes ini merusak jaringan gigi, karena itu hanya dipakai bila tidak ada cara lain
lagi yang dapat digunakan.

Perkusi
• Tes ini dilakukan dengan cara mengetuk pelan gigi yang diperiksa, dengan ujung
tangkai kaca mulut.
• Ada dua ciri yang penting untuk diperhatikan: terasa lunak bila dilakukan perkusi,
dan terasa tumpul bila dilakukan perkusi.
• Kedua ciri di atas menunjukkan adanya inflamasi (dan akumulasi cairan) di ligamen
periodontal (lihat periodontitis apikalis akut dan kronis, periodontitis akut yang berasal
dari gingiva dan periodontitis akibat trauma, halaman 85-88 dan 90).
• Rasa lunak dalam arah apikal bila dilakukan perkusi menunjukkan adanya periodontitis
apikalis.
• Rasa lunak dalam arah lateral bila dilakukan perkusi menunjukkan adanya periodontitis
akut yang berasal dari gingiva (periodontitis lateralis).

• Sebagaimana halnya tes vitalitas, sejumlah gigi juga perlu dites seperti gigi yang
diperiksa. Tes dimulai dari gigi yang sehat.
• Perkusi perlu dilakukan dengan sangat hati-hati karena gigi dengan periodontitis akan
lebih lunak dibandingkan biasanya.

Kegoyangan gigi
• Kegoyangan gigi dapat dites menggunakan dua tangkai instrumen. Satu tangkai
diletakkan di sisi bukal gigi dan satu tangkai lagi diletakkan di sisi lingual gigi.
• Salah satu tangkai tersebut dapat digantikan dengan jari tangan operator (lihat halaman
27).
• Kegoyangan gigi dapat meningkat akibat:

Menurunnya dukungan tulang:


penyakit periodontal
kista tulang
neoplasma

Abses ataupun inflamasi pada ligamen periodontal:


periodntitis apikalis
periodontitis yang berasal dari gingival
trauma oklusal
trauma akut

Fraktur mahkota ataupun akar.

Fraktur tulang pendukung

Transiluminasi
• Memerlukan sumber cahaya khusus
• Cahaya dari lampu yang dipakai untuk composite curing juga dapat digunakan.
• Cahaya dari sumber lain yang kurang begitu memuaskan adalah cahaya yang berasal
dari lampu unit yang direfleksikan ke kaca mulut.
• Transiluminasi bermanfaat untuk menentukan diagnosis:

Gigi yang retak

Karies interproksimal pada gigi anterior.

Karies interproksimal pada gigi posterior, yang aksesnya cukup.

Transiluminasi intra-oral dalam suatu ruang gelap dapat digunakan untuk menentukan
diagnosis sinusitis maksilaris.
Pembesaran
• Pembesaran lensa 2x – 4x, dengan loupe ataupun dengan kamera video, biasanya
bermanfaat sebagai bantuan tambahan untuk pemeriksaan mata telanjang di daerah
rongga mulut.
• Pemeriksaan cara ini terutama berguna dalam menentukan diagnosis karies, keretakan
pada gigi dan tambalan, pemeriksaan tepi tambalan dan pencarian saluran akar selama
pemeriksaan endodontik.

Fotografi
• Dapat memperbesar suatu lesi, membantu penentuan diagnosis.
• Merekam keberadaan suatu lesi, sehingga dapat memperkirakan dengan lebih tepat
adanya perubahan ke arah penyembuhan atau ke arah keganasan.
• Membantu dalam kasus-kasus medikolegal.

Luka gigit
• Gigitan yang terjadi pada bahan rubber dam, rubber point atau wood point, juga
instrumen plastis berbentuk piramid, semuanya dapat menunjukkan diagnosis akan
adanya gigi yang retak (lihat halaman 78).

Auskultasi
• Stetoskop yang diletakkan pada TMJ dapat membantu menentukan diagnosis suara
sendi ataupun krepitasi (lihat halaman 19).

Diagnosis melalui anestesi lokal


• Rasa sakit pada gigi, terutama pulpitis, seringkali sangat sulit untuk ditentukan gigi
penyebabnya (lihat halaman 81).
• Bahkan kadang pasien tidak yakin dari rahang yang mana rasa sakit tersebut berasal.
• Rasa sakit yang dihilangkan, misalnya melalui anestesi blok mandibula, ataupun rasa
sakit yang masih ada terus setelah dilakukan anestesi blok mandibula, dapat
menentukan dari rahang mana rasa sakit tersebut berasal dan akan membantu
menentukan gigi penyebab rasa sakit.
• Anestesi infiltrasi dapat digunakan untuk melokalisir gigi penyebab rasa sakit.

Suhu
• Suhu biasanya diukur menggunakan termometer klinis (lihat di bawah).
• Namun demikian, peningkatan suhu dapat secara kasar diketahui dengan cara
meletakkan punggung tangan operator pada dahi pasien.
• Peningkatan suhu yang terjadi pada pembengkakan daerah muka dapat diketahui
dengan cara meletakkan punggung jari operator pada daerah pembengkakan (Gambar
4.1).

Gambar 4.1 Suhu daerah pembengkakan muka dapat diketahui dengan cara meletakkan
punggung jari operator pada daerah pembengkakan.
Radiografi
• Beberapa tehnik di bawah ini cocok digunakan dalam praktik dokter gigi umum bila
fasilitasnya memang tersedia:

Bitewing – Mahkota gigi, karies (terutama lesi interproksimal), tambalan, tinggi tulang
alveolar (bila kerusakan tulang hanya sedikit). Perluasan karies fisura ke dalam dentin
hanya akan terlihat bila kariesnya cukup besar.

Periapikal – Akar gigi dan jaringan tulang sekitarnya.

Tehnik parallax (Gambar 4.2)


• Dua buah film periapikal yang diletakkan pada sudut anteroposterior yang berbeda,
dapat membantu menunjukkan posisi gigi yang belum erupsi dalam arah bukolingual,
terutama untuk kaninus rahang atas.
• Gigi yang letaknya paling palatal terlihat bergerak dalam arah yang sama dengan
pergerakan tube.
• Gigi yang letaknya paling bukal terlihat bergerak dalam arah berlawanan dengan
pergerakan tube.

Panoral – Untuk melihat gambaran menyeluruh pada gigi, rahang, TMJ, sinus maksilaris
dan sebagainya. Detail pada daerah midline terhambat oleh superimposisi spina
servikalis.

Lateral oblique – Untuk melihat gambaran menyeluruh seperti di atas. Dapat digunakan
bila fasilitas panoral tidak tersedia.

Gambar 4.2 Lokalisasi dengan tehnik parallax: obyek yang letaknya lebih ke palatal
bergerak dalam arah yang sama dengan pergerakan tube; obyek yang letaknya lebih ke
bukal bergerak dalam arah yang berlawanan dengan pergerakan tube.

Maxillary anterior occlusal – Untuk melihat akar gigi anterior rahang atas.

Mandibular occlusal – Untuk melihat kalsifikasi yang terjadi di dasar mulut, termasuk
kelenjar dan duktus submandibularis, pergeseran bukolingual pada fraktur mandibula.

Transpharyngeal – Untuk melihat gambaran sendi temporomandibula.

Occipitomental – Untuk melihat gambaran sinus maksilaris, tulang wajah dan kepala.

Postero-anterior dan lateral skull – Untuk melihat gambaran tulang kepala dan wajah.
Bermanfaat untuk keperluan ortodontik.
Stereoscopic radiography
• Diambil dua radiograf dari regio yang sama, tetapi dengan sudut yang sedikit berbeda
antara yang satu dengan yang lain.
• Kedua radiograf diletakkan ke dalam stereoskop dengan cermin yang diatur sedemikian
rupa sehingga kedua gambaran tersebut menjadi terfokus, dengan menggunakan efek
tiga dimensi (3D).
• Tehnik terutama berguna untuk pemeriksaan rinci pada fraktur.

Tehnik sederhana menggunakan bahan radiopak

Probing dengan benda lunak


• Probing dengan benda lunak (termasuk di sini endodontic silver atau gutta-percha
points) dapat dimasukkan ke dalam sinus, misalnya sinus pada gigi yang mengarah
pada apeks gigi yang terlibat dan dilihat secara radiografi.
• Dengan cara yang sama, satu jarum atau lebih dapat dimasukkan ke dalam jaringan
untuk melokalisasi benda asing.

Perangkat lepasan
• Basis gigi tiruan bentuk malam yang disertai pemberi tanda dari bahan logam dapat
diletakkan di atas alveolus sebelum melakukan radiografi.
• Alat tersebut juga dapat berguna misalnya untuk menemukan akar yang tertingal saat
operasi.

2. Pemeriksaan medis rutin

Beberapa tes di bawah ini dapat dilakukan dalam kamar operasi bila peralatannya tersedia
dan petugasnya telah terlatih:

Suhu
• Suhu tubuh diukur dengan meletakkan termometer klinis di bawah lidah (minimal 2
menit). Angka normal berada pada kisaran 36,2º – 37,8º C. Termometer harus
dikocok dulu supaya merkuri turun dalam tingkatan di bawah 36ºC sebelum
termometer digunakan.
• Suhu ketiak sedikit lebih rendah (suhu rectum sedikit lebih tinggi) dibandingkan suhu
bawah lidah.
• Pengukuran suhu di bawah lidah tidak dapat dilakukan pada bayi/anak kecil karena
gelas termometer akan dikulum, dikunyah dan dapat pecah.
• Suhu tubuh bervariasi sedikit pada hari yang sama, pada malam hari lebih tinggi
dibandingkan pagi hari.
• Suhu tubuh dapat meningkat akibat:
Infeksi
Operasi
• Suhu tubuh dapat menurun akibat:
Hipotermia
Shock berat
Tekanan darah
• Tekanan darah diukur dengan menggunakan sphygnomanometer.
• Tekanan darah dapat bervariasi di antara kelompok.
• Akan meningkat dengan bertambahnya usia.
• Ukuran normal berkisar antara 120 – 140 mmHg (sistolik), 60 – 90 mmHg (diastolik).
• Tekanan diastolik yang meningkat lebih bermakna dibandingkan peningkatan tekanan
sistolik.
• Peningkatan tekanan darah (hipertensi, hiperpiesis) dapat terjadi akibat:
Hipertensi esensial (idiopatik)(80%).
Penyakit ginjal (19%).
Gangguan yang lebih jarang (1%):
Conn’s disease
Cushing’s syndrome
Phaeochromocytoma
Coarctation of the aorta
Peningkatan tekanan intrakranial
• Seorang pasien dengan tekanan darah yang meningkat perlu dirujuk untuk dilakukan
pemeriksaan medis yang lengkap.
• Penurunan tekanan darah (hipotensi) dapat terjadi akibat:
Shock
Hemoragia
Cerebrovascular accident
Myocardial infarction

Nadi
• Diukur pada kedua pergelangan, karena mungkin ada variasi di antara kedua sisi.

Denyut nadi
• Pada orang dewasa denyut nadi normal adalah 60-80 denyut per menit.
• Denyut nadi lebih tinggi pada bayi (hingga 140 denyut per menit).
• Dapat menurun (bradikardia) pada:
Atlit
Usia lanjut
Hipotiroidisme
Heart block
Vasovagal attack
• Dapat meningkat (takikardia) pada:
Thyrotoxicosis
Infeksi
Takikardia paroksismal
Olahraga
Emosi

Ritme nadi
• Nadi biasanya beraturan.
• Namun dapat meningkat saat inspirasi dan menurun saat ekspirasi.
• Bila variasi ini ditandai, maka disebut “sinus arrythmia”.
• Ketidakteraturan yang umumnya terjadi berupa extrasystoles yang akan menghilang
saat olahraga. Gejala tersebut secara klinis tidak bermakna.
• Fibrilasi atrial digambarkan sebagai “irregular irregularity” dan dihubungkan dengan
beberapa masalah serius berupa:
Thyrotoxicosis

Mitral stenosis
Cardiac ischemia

Kecepatan pernafasan
• Kecepatan pernafasan orang dewasa normal berkisar antara 12-20 hembusan nafas per
menit.
• Pada bayi lebih cepat dan pada lansia lebih lambat.
• Dapat meningkat karena:
Thyrotoxicosis
Infeksi, terutama infeksi dada
Pulmonary oedema
Shock
Olahraga
Emosi
• Dapat menurun karena:
Istirahat dan tidur
Narkoba

Pernafasan Cheyne-Stokes
• Ditandai oleh siklus berulang pernafasan yang sangat menurun (apnoea) diikuti dengan
peningkatan secara bertahap kecepatan pernafasan hingga maksimum, untuk kemudian
diikuti dengan penurunan bertahap apnoea lagi.
• Pernafasan Cheyne-Stokes dapat ditemukan pada pasien yang sakitnya sangat berat:
Cerebrovascular accident
Meningitis
Penyakit ginjal berat

Berat badan
• Berat badan seorang pasien dapat di atas atau di bawah berat “normal”.
• Penurunan atau kenaikan tiba-tiba suatu berat badan memerlukan rujukan untuk
dilakukan pemeriksaan medis yang lengkap.
• Berat badan rata-rata populasi di negara industri saat ini meningkat
• Peningkatan berat badan dapat terjadi karena:
Makan berlebihan
Kurang olahraga
Kehamilan
Kondisi apapun yang menyebabkan retensi cairan
Reaksi terhadap obat
• Menurunnya berat badan dapat terjadi karena:
Anorexia nervosa
Bulimia
Diabetes mellitus
Tuberkulosis
Thyrotoxicosis
Keganasan
Menjalani diet

3. Tes tambahan

Pengumpulan spesimen dan beberapa tes yang dilakukan di bawah ini dapat dilakukan di
ruang operasi bila peralatannya tersedia dan petugasnya terlatih. Bila tidak, perlu dirujuk
ke pusat pemeriksaan yang sesuai. Namun demikian, dokter gigi yang merujuk tetap
bertanggungjawab terhadap pasien yang dirujuk.

Biopsi
• Pembuangan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya (biasanya pemeriksaan
histologi).
• Dilakukan bila ditemukan lesi yang dicurigai mengarah kepada keganasan atau bila
diagnosis tidak dapat ditentukan dengan pasti.
• Semua lesi intra oral berwarna merah dan lesi putih yang tidak dapat diangkat dari
jaringan di bawahnya perlu dibiopsi (kecuali bila diagnosis sudah pasti dan tidak
berbahaya, misalnya aspirin burn).
• Jaringan apapun yang dieksisi perlu dikirim untuk pemeriksaan histologi, walaupun
diagnosis klinis terlihat seolah-olah sudah pasti.
• Bila dokter gigi curiga suatu lesi merupakan keganasan, pasien sebaiknya dirujuk
(segera) untuk biopsi. Untuk kasus-kasus yang lain, spesimen dikirim untuk
pemeriksaan lanjut.
• Spesimen biopsi harus cukup besar untuk dilakukan pemeriksaan histologi,
tidak boleh kurang dari 1,0 cm x 0,5 cm.
• Hindari spesimen dari kemungkinan terhimpit, tercabik, terbakar (tindakan
electrosurgery dapat mempersulit pemeriksaan histologi).

Metode biopsi
Eksisi
Insisi
Scalpel
Punch
Needle/trephine/drill
Aspirasi

Biopsi eksisi
• Biasanya digunakan untuk lesi yang berdiri sendiri, dengan diameter < 1 cm.
• Hanya digunakan bila operator yakin bahwa lesi tersebut jinak.
• Ada risiko terlepasnya sel ganas bila dignosis kerja berupa lesi jinak ternyata salah.
Namun demikian, nilai klinis suatu biopsi jauh lebih besar dibandingkan risiko
tersebut.
• Dapat membantu menentukan perawatan yang tepat bila diagnosis lesi jinak ternyata
benar.

Metode: Berikan anestesi lokal, bila mungkin anestesi blok regional. Dalam kondisi
apapun, anestesi lokal tidak boleh lebih dekat dari 2 cm dari daerah yang terlibat, untuk
menghindari “water logging” solusi anestesi pada spesimen.

Lesi distabilkan dengan cara menancapnya dengan suture (Gambar 4.3) (Banyak
spesimen yang rusak karena terjepit tang jaringan).

Gambar 4.3 Biopsi eksisi: lesi distabilkan dengan cara menancapnya dengan suture.
Stabilisasi yang menggunakan tang jaringan dapat merusak spesimen.

Lesi ditarik melalui suture.

Lakukan insisi pada mukosa di sekitar dasar lesi dalam bentuk elips.

Gunakan kombinasi potongan tumpul dan tajam untuk melepas lesi.

Letakkan spesimen segera ke dalam botol cukup besar yang berisi cairan fiksasi, diberi
label, dan ditutup (volume cairan fiksasi biasanya sepuluh kali lebih banyak dari volume
spesimen, merupakan formalin/formol saline 10%).

Tutup luka dengan suture.

Biopsi insisi
• Dilakukan untuk lesi yang besar atau bila ada dugaan keganasan.
• Berisiko terlepasnya sel ganas (lihat atas).
• Biopsi insisi tidak boleh dilakukan pada lesi berupa pigmentasi atau vascular.
(Melanoma sangat metastatik dan lesi vaskular akan menimbulkan perdarahan
berlebihan).
• Catat letak lesi, ukuran dan bentuknya dalam status pasien.
Metode:
Berikan anestesi lokal.

Tentukan batas yang jelas antara jaringan sehat dan lesi. Pilih spesimen yang melalui
daerah batas tersebut.
Lesi distabilkan dengan suture (tang jaringan dapat menghancurkan spesimen).

Iris spesimen dari tepi lesi dengan mengikutsertakan tepi jaringan sehat yang terlihat.

Spesimen harus cukup besar sehingga dapat mewakili daerah lesi yang bersangkutan.

Hindari daerah nekrotik pada lesi.

Bila lesi dekat dengan tulang, hindari perforasi periosteum (ini untuk menjaga batas lesi,
barangkali diagnosis kerja lesi yang diperkirakan jinak ternyata salah).

Letakkan spesimen segera ke dalam botol yang sudah dipersiapkan yang biasanya sudah
berisi cairan fiksasi dengan volume sepuluh kali lebih banyak dibandingkan volume
spesimen (Misalnya formalin/formol saline 10%).

Catatan: Bila pada spesimen akan dilakukan pemeriksaan imunofluoresen, spesimen


tidak perlu difiksasi. Sebaliknya spesimen harus segera dikirim dalam nitrogen cair
–70ºC untuk dilakukan freezing.

Punch biopsy
• Instrumen operasi digunakan untuk mendorong keluar sebagian jaringan yang dapat
mewakili lesi.
• Oleh karena spesimen yang dihasilkan seringkali rusak akibat prosedur ini, maka
biopsi yang menggunakan scalpel lebih disukai.

Needle/trephine/drill biopsy
• Tehnik ini telah digunakan untuk biopsi pada lesi fibro-osseous yang letaknya dalam.
• Spesimen yang dihasilkan kecil, mungkin tidak dapat mewakili lesi yang terlibat dan
dapat rusak oleh karena prosedurnya, sehingga tidak banyak digunakan.

Biopsi aspirasi (lihat di bawah untuk metode yang lebih rinci)


• Dapat digunakan untuk lesi berupa kista dan disertai fluktuasi (yaitu mengandung
cairan).
• Bila aspirasi gagal, berarti lesi tersebut padat.
• Cara ini lebih disukai dibandingkan biopsi insisi pada lesi vaskular (misalnya
hemangioma), karena adanya risiko terjadi perdarahan berlebihan.
• Aspirasi udara yang terjadi di daerah molar rahang atas menunjukkan bahwa jarum
berada di dalam sinus maksilaris. Hal ini dapat digunakan untuk membedakan sinus
dari kista.
• Aspirasi udara dari kista mandibula menunjukkan adanya kista tulang soliter
(haemorrhagic) (lihat halaman 175).
• Aspirasi darah menunjukkan adanya suatu hematoma, hemangioma ataupun pembuluh
darah.
• Aspirasi pus menunjukkan adanya suatu abses atau kista yang terinfeksi.
• Aspirasi keratin yang terlihat seperti pus tetapi tidak berbau busuk, menunjukkan
adanya suatu keratocyst odontogenik (lihat halaman 166).
• Aspirasi cairan mengandung kristal berwarna kekuningan (kolesterin) menunjukkan
adanya kista periodontal ataupun dentigerous (lihat halaman 166, 168).
• Adanya keratan keratin saat dilakukan pemeriksaan mikroskop dari suatu kista yang
diaspirasi menunjukkan adanya keratocyst odontogenik (lihat halaman 166).

Mikrobiologi
• Kerjasama dengan suatu laboratorium untuk mendapatkan swab, botol spesimen,
formulir permintaan pemeriksaan lab, serta rincian cara pengiriman yang disukai dan
perlindungan kemasan yang dikirim.
• Idealnya, spesimen diambil sebelum perawatan antimikrobial dilakukan.
• Dapat mengidentifikasi mikroorganisme penyebab infeksi yang berasal dari gigi.
• Sensitivitas organisme terhadap berbagai antibiotika dapat ditentukan, sehingga
dapat diberikan perawatan yang paling efektif.

Catatan: Perawatan infeksi gigi akut harus dilakukan sebelum hasil tes mikrobiologi dan
sensitivitas antibiotika dilakukan.

• Bila mungkin sampel pus didapat dengan cara aspirasi.

Metode biopsi aspirasi:

Dengan menggunakan antiseptik ringan, bersihkan jaringan di sekitar regio aspirasi.

Suntikkan solusi anestesi lokal di atas (tidak ke dalam) lesi.

Pilih jarum yang besar lubangnya dan syringe berukuran 10 ml.

Masukkan jarum ke dalam jaringan dan cairan diaspirasi.

Pindahkan cairan yang diaspirasi tersebut ke dalam botol tertutup. (Jangan isi botol lebih
penuh dari duapertiga isi botol).

• Bila pus yang diaspirasi tidak mencukupi, perlu digunakan swab.


• Spesimen swab diambil saat dilakukan drainase waktu operasi.
Metode untuk mendapatkan spesimen swab saat drainase:

Hindari melakukan injeksi anestesi lokal ke dalam jaringan yang meradang. Lebih baik
menggunakan anestesi dingin dengan cara menyemprotkan chlor ethyl pada permukaan
abses. Alternatif lainnya adalah injeksi anestesi lokal di permukaan atau analgesia relatif.
Buat insisi untuk drainase dengan cara memotong ke atas menggunakan blade No. 11
(Gambar 4.4). (Bila menggunakan anestesi dingin, potongan ke bawah dengan blade No
15 akan menyebabkan tekanan pada abses serta rasa sakit).

Buka dinding insisi drainase untuk mendapatkan akses bagi swab dengan cara melakukan
insersi blade tang sinus yang steril (Gambar 4.5).

Seorang asisten membantu memasukkan swab, mengambil sampel pus, kemudian


menariknya lagi tanpa menyentuh jaringan lainnya.

Tutup swab dalam wadah sedemikian rupa sehingga swab tidak berkontak dengan
permukaan luar wadah ataupun dengan tangan operator pada saat insersi.

Gambar 4.4 Pada saat menggunakan anestesi dingin (semprotan chlor ethyl), buat insisi
drainase dengan cara memotong ke atas dengan blade No. 11.

Gambar 4.5 Metode yang digunakan untuk mendapatkan spesimen swab pada saat
drainase operasi: buka insisi drainase untuk mendapat akses bagi swab dengan cara
memasukkan blade tang sinus.

Catatan: Bila mencurigai adanya kandidiasis, lakukan swab pada permukaan lesi atau
mukosa yang berhadapan dengan gigi tiruan.

Infeksi virus
• Swab dikirim dalam medium transpor khusus untuk dilakukan pemeriksaan kultur atau
pemeriksaan mikroskop elektron. Swab kering tidak dapat digunakan untuk
menentukan diagnosis.
• Spesimen darah (dalam wadah biasa sebanyak 10 ml) juga perlu dikirim untuk
pemeriksaan serologi.
• Diperlukan perlakuan hati-hati untuk mendapatkan dan mengirim spesimen berbahaya,
misalnya virus hepatitis dan HIV. Sedapat mungkin menghindari tusukan jarum.

Sitologi eksfoliatif
• Merupakan pemeriksaan mikroskopis sel yang mengalami eksfoliasi atau dikerok dari
permukaan lesi.
• Merupakan pemeriksaan tambahan setelah biopsi, bukan sebagai pengganti biopsi.
• Dipilih bila biopsi tidak dapat dilakukan, bila biopsi ditolak oleh pasien, untuk lesi
multipel yang perlu diselidiki, atau untuk spesimen yang perlu diambil secara
berurutan dan berulangkali untuk rentang waktu yang panjang.
• Bila hasil pemeriksaan sitologi meragukan, maka perlu dilakukan biopsi.

Metode: Jangan mengusap permukaan lesi, kecuali untuk membuang jaringan nekrotik.
Permukaan lesi harus selalu lembab.

Kerok permukaan lesi menggunakan tepi instrumen plastis yang datar dan steril atau
spatel lidah dari kayu yang lembab.

Kerokan perlu dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama.

Kerokan yang didapat diletakkan pada slide mikroskop yang sudah disiapkan dan diberi
nama, disebar merata pada permukaan slide menggunakan tepi slide yang lain.

Spesimen segera difiksasi dengan larutan fiksasi yang sesuai (misalnya formalin/formol
saline 10%).

Pemberian label pada botol spesimen dan pengisian formulir permintaan tes:
• Semua botol spesimen diberi label berisi keterangan tentang pasien.
• Spesimen disertai formulir permintaan pemeriksaan lab yang diisi lengkap.
• Formulir permintaan pemeriksaan lab harus berisi penjelasan rinci tentang diagnosis
kerja, riwayat pemberian obat antimikrobial dan riwayat alergi terhadap obat-obat
tertentu.
• Formulir permintaan pemeriksaan lab juga berisi informasi keadaan klinis secukupnya
sehingga dapat memberi interpretasi yang tepat untuk hasil lab yang ditemukan.
• Informasi tersebut termasuk: gambaran spesimen, gambaran klinis (ukuran, lokasi,
warna, konsistensi, mobilitas, limfadenopati dan sebagainya).

Catatan:
1. Bila dicurigai lesi sifilis (lihat halaman 148, 189, 219), lesi rongga mulut harus
dibersihkan dengan larutan saline sebelum dilakukan smear untuk pemeriksaan
lapangan gelap. Spesimen darah (10 ml dalam wadah biasa) juga harus dikirim untuk
pemeriksaan RPR dan TPHA.
2. Bila lesi tuberkulosis yang dicurigai terjadi, hal tersebut harus dinyatakan dalam
formulir permintaan pemeriksaan lab.

Pengiriman spesimen klinis/patologis:


Digunakan kemasan tiga lapis (wadah pertama, kedua dan terluar):
• Spesimen dikumpulkan ke dalam wadah pertama yang sesuai.
• Wadah pertama tidak boleh sampai bocor.
• Spesimen cair tidak boleh diisikan ke dalam wadah pertama dalam suhu 55ºC.
• Wadah pertama harus diberi label yang sesuai.
• Wadah pertama harus diletakkan ke dalam wadah kedua yang tidak tembus air.
• Untuk spesimen cair, perlu diletakkan bahan penyerap secukupnya agar dapat
menyerap seluruh isi wadah pertama, dan diletakkan di antara wadah pertama dan
kedua.
• Wadah pertama dan kedua diletakkan ke dalam wadah terluar.
• Formulir permintaan pemeriksaan lab diisi lengkap.

• Di antara wadah kedua dan wadah terluar perlu dicantumkan beberapa hal di bawah ini:
Daftar isi wadah yang besangkutan.
Formulir permintaan pemeriksaan lab
Nama dan alamat yang dituju
Nama dan alamat pengirim
Nomor telepon yang dapat dihubungi
• Pada wadah terluar cantumkan:
Nama dan alamat yang dituju
Nama dan alamat pengirim
Nama orang yang dapat dihubungi dengan nomor telepon darurat
Tempelkan sticker “Bahan Infeksius”
• Bila memungkinkan, spesimen dikirim ke lab tanpa perantara. Spesimen yang dikirim
melalui pos dapat rusak, terhambat atau hilang.
• Spesimen yang dikirim melalui the Royal Mail harus dimasukkan ke dalam spesifikasi
kemasan United Nations Class 6.2 dan mengikuti peraturan kemasan U.N. 602
(kemasan dan rincian dapat diperoleh dari the Royal Mail).

Darah

Venepuncture
• Kerjasama dengan lab hematologi untuk mendapatkan lembar laporan, botol spesimen
untuk darah dan segala informasi yang terkait dengan jumlah darah yang dibutuhkan
untuk tes tersebut.
• Darah yang diambil untuk film, hitung sel darah merah, darah putih dan trombosit
biasanya dimasukkan ke dalam tabung berisi EDTA (EDTA mencegah pembekuan
darah pada spesimen).
• Darah untuk tes Paul-Bunnell (lihat halaman 152), zat besi dan blood grouping
biasanya dimasukkan ke dalam tabung reaksi biasa.
• Darah untuk ESR dan prothrombin time biasanya dikumpulkan ke dalam tabung reaksi
sitrat.

Metode
• Lokasi yang biasanya diambil untuk venepuncture adalah setinggi siku tangan, yaitu
fossa antecubitus.
• Lokasi yang dipilih adalah bagian lateral fossa antecubitus.
• Sisi medial fossa antecubitus dapat menunjukkan vena yang menonjol, tetapi cabang
superfisial arteri brachial yang menonjol juga bisa tampak dan perlu dihindari.
• Vena basilic dan cephalic (Gambar 4.6) bertemu dengan vena cubitus. Bila vena
cubitus median berbentuk V, kedua cabang V adalah vena basilic median dan vena
cephalic median.
• Vena basilic median biasanya merupakan lokasi yang digunakan untuk venepuncture.
Namun perlu diseleksi vena yang dapat diraba selain dapat dilihat.
• Lakukan palpasi vena untuk menentukan bahwa itu memang vena dan bukan arteri.
Arteri terasa waktu diraba, sedangkan vena tidak.
• Lengan pasien diletakkan di atas meja atau sandaran tangan dental chair dan siku
direntangkan.
• Pasang sabuk tourniquet atau sphygnomanometer (digelembungkan hingga 80 mmHg)
pada lengan atas.

Gambar 4.6 Lokasi venepuncture biasanya adalah fossa antecubitus

• Vena digembungkan dengan cara meminta pasien untuk mengepalkan tangan beberapa
kali. Penggelembungan selanjutnya dapat diperoleh dengan cara mengetuk ringan kulit
di atas vena yang bersangkutan.
• Bersihkan daerah yang akan dimasuki jarum dengan swab antiseptik.
• Stabilkan vena dengan cara menarik kulit di atasnya dengan jari dari satu tangan.
• Masukkan jarum ke kulit, masuk ke dalam lumen 1 cm sebelah distal dari lokasi yang
ditentukan.
• Bevel jarum terletak di atas, dan sejajar dengan vena, dipegang dengan sudut 30 derajat
terhadap kulit.
• Untuk kepastian apakah lumen sudah tertembus ataukah belum dapat dikonfirmasi
dengan penarikan darah pada syringe.
• Lakukan aspirasi darah sesuai jumlah yang dibutuhkan.
• Letakkan swab antiseptik di atas lokasi tusukan dan tarik jarumnya.
• Berikan tekanan pada lokasi tusukan setelah jarum keluar, untuk mencegah terbentunya
hematoma. Pasien dapat meneruskan tekanan tersebut untuk beberapa menit dengan
cara melipat siku.

Hitung darah lengkap:

Hitung darah merah


Hemoglobin
Hematokrit
Mean cell volume
Mean cell hemoglobin
Mean cell hemoglobin concentration
Hitung trombosit

Data
Hitung darah merah (Red Cell Count/RBC): Laki-laki 4,2 – 6,1 x 1012/l, perempuan 4,2 –
5,4 x 1012/l. Meningkat pada polisitemia, menurun pada anemia.
Hemoglobin (Hb): Laki-laki 13,5 – 18 g/dl, perempuan 11,5 – 16,5 g/dl. Meningkat pada
polisitemia, menurun pada anemia dan setelah perdarahan.

Hematokrit (Haematocrit/ Hct/packed cell volume/PCV): Laki-laki 40-54%, perempuan


37-47%. Meningkat pada polisitemia, menurun pada anemia.

Mean cell volume (MCV): 79-96 fl. Meningkat (makrositosis) pada defisiensi vitamin B12,
asam folat dan alkoholisme, menurun (mikrositosis) pada anemia defisiensi Fe.
Mean cell haemoglobin (MCH): 27-31 pg. Ditentukan dengan cara membagi Hb dengan
RBC. Meningkat pada anemia pernisiosa, menurun pada anemia defiensi Fe.

Mean cell haemoglobin concentration (MCHC): 32-36 g/dl. Ditentukan dengan cara
membagi Hb dengan PCV. Menurun pada anemia defisiensi Fe (tesnya paling dapat
diandalkan).

Hitung sel darah putih (white cell count/WCC/WBC): 4-11 x 109/l. Meningkat pada
leukemia dan infeksi, menurun (leucopenia) pada imunosupresi, aleukemic leukemia,
anemia aplastik dan infeksi virus.

Neutrofil: sekitar 3 x 109/l. Meningkat pada infeksi, trauma dan keganasan. Menurun
karena penggunaan obat dan penyakit sumsum tulang.

Limfosit: 2,5 x 109/l. Meningkat pada leukemia dan glandular fever. Menurun bila ada
gangguan sistem imun (misalnya HIV, AIDS).

Monosit: sekitar 0,6 x 109/l. Meningkat pada leukemia monositik dan glandular fever.
Menurun pada gangguan sistem imun.

Eosinofil: Sekitar 0,15 x 109/l. Meningkat bila ada alergi dan penyakit parasit. Menurun
pada gangguan sistem imun.

Trombosit (platelet/PLT): 150-400 x 109/l. Meningkat (trombositosis) pada peradangan


kronis dan penyakit myeloproliferative, menurun (trombositopenia) pada HIV, leukemia
dan penyakit jaringan ikat.

Erythrocyte Sedimentation Rate/ESR: 0-15 mm per jam. ESR meningkat merupakan


suatu indicator adanya suatu penyakit non-spesific, dari infeksi hingga keganasan.

Retikulosit: Mencapai 6% dari RBC (anak-anak), 1,5% RBC pada dewasa. Meningkat
bila ada peningkatan aktivitas sumsum tulang (misalnya sesudah perdarahan).

Coagulation screening
Prothrombin International Normalized Ratio (INR): Normal 0,9 – 1,2.
Prothrombin Time (PT): Normal kurang dari 1,3.

Activated Partial Thromboplastin Time (APTT): Normal 0,85 – 1,15.

Tingkat fibrinogen: Normal 1,5-4,5 g/l.

Tingkat faktor VIII: Normal 50-150 u/dl.

(Laporan hematologi dapat menemukan hasil pameriksaan yang abnormal: rendah (L),
tinggi (H) ataupun kritis (C).

Blood film terminology


• Sebuah sel darah merah yang normal disebut normositik (ukurannya normal) dan
normokromik (warnanya normal).

Kelainan ukuran dan bentuk, termasuk:

Makrosit – Sel darah merah lebih besar dibandingkan normal (misalnya pada defisiensi
vitamin B12, asam folat).

Megaloblas – Sel darah merah yang memiliki nukleus, ukurannya lebih besar
dibandingkan normal (misalnya pada anemia megaloblastik).

Mikrosit – Sel darah merah yang ukurannya lebih kecil dibandingkan normal (misalnya
pada anemia defisiensi Fe).

Anisositosis – Sel darah merah yang bervariasi ukurannya (misalnya pada defisiensi Fe).

Poikilositosis – Sel darah merah yang bervariasi bentuknya (misalnya pada defisiensi Fe).

Sickle cell – Sel darah merah berbentuk seperti bulan sabit (misalnya pada sickle-cell
anemia).

Akantosit – Sel darah merah memiliki penonjolan tajam (misalnya pada anemia
hemolitika).

Sferosit – Sel darah merah berbentuk sferis (misalnya pada hereditary spherocytosis).

Kelainan warna:
Hipokromia – Sel darah merah berwarna pucat karena kandungan hemoglobin yang
menurun (misalnya pada defisiensi Fe).

Anisokromia – Pewarnaan tidak beraturan (misalnya pada anemia berat).


Polikromasia – Sel darah merah memiliki variasi pewarnaan (misalnya pada kehilangan
darah).

Sel target – Sel darah merah terlihat pucat, disertai pengumpulan hemoglobin di bagian
tengah sel, seperti target untuk panahan (misalnya pada defisiensi Fe).

Kelainan bentuk dan warna:

Leptosit – Sel darah merah terlihat tipis dan pucat (misalnya pada thalasemia).

Sel-sel yang belum matang:

Blas – Prekursor dengan nukleus biasanya tidak ditemukan (kecuali pada bayi yang baru
lahir). Bila ditemukan menunjukkan adanya anemia berat, leukemia, multiple myeloma.

Mielosit

Metamielosit (misalnya pada penyakit sumsum tulang yang ganas).

Promielosit

Normoblas

Retikulosit (misalnya pada hemolisis).

Biokimia darah
• Hubungi laboratorium untuk menentukan jumlah darah yang dibutuhkan dan tabung
reaksi yang tepat untuk tes yang akan dilakukan.
• Sebagian besar tes biokimia dapat dilakukan terhadap serum darah, sehingga darah
dapat dikumpulkan dalam tabung reaksi biasa.
• Untuk melakukan analisis terhadap elektrolit dan protein, diperlukan plasma darah dan
darah dikumpulkan dalam tabung heparin lithium.
• Untuk analisis gula darah, darah dikumpulkan dalam botol fluor.

Data Asam protease (0-13 IU/L). Akan meningkat pada leukemia myeloid akut dan
kanker pankreas.

Alkalin fosfatase (30-110 IU/l). Akan meningkat pada penyakit Paget, displasia fibrosa,
hiperparatiroidisme dan keganasan pada tulang. Akan menurun pada hipotiroidisme.

Kalsium (2,3-2,6 mmol/l). Akan meningkat pada hiperparatiroidisme, keganasan pada


tulang dan sarkoidosis. Akan menurun pada hipoparatiroidisme dan rickets.
Fosfat (0,8-1,7 mmol/l). Akan meningkat pada penyakit tulang, menurun pada
hiperparatiroidisme.

Feritin (Fe dalam serum)(laki-laki: 25-190 ng/ml, perempuan: 15-99 ng/ml). Akan
meningkat pada leukemia, limfoma dan keganasan lainnya. Akan menurun pada anemia
defisiensi Fe.

Asam folat (3-20 µg/l). Akan menurun pada defisiensi akibat diet, alkoholisme, anemia
hemolitika dan penggunaan obat-obatan tertentu seperti phenytoin.

Glukosa (2,8-5,0 mmol/l). Akan meningkat pada diabetes mellitus.

Vitamin B12 (150-800 ng/l). Akan meningkat pada leukemia, menurun pada anemia
pernisiosa, defisiensi akibat diet.

Imunologi darah
• Sebagian besar tes dilakukan terhadap serum, sehingga darah dikumpulkan dalam
tabung reaksi biasa.
• Namun, serum yang digunakan dalam bebnerapa tes memerlukanperlakuan khusus.
Keterangan lebih rinci perlu didapatkan dari pihak laboratorium.
• Autoantibodi yang perlu diketahui dokter gigi adalah:

Membran basalis pada epitel – Pemfigoid

Semen interselular pada epitel – Pemfigus

Faktor rheumatoid – Rheumatoid arthritis


- Systemic lupus erythematosus

Antibodi duktus salivarius – Sindroma Sjögren.

• Imunoglobulin:

IgG – meningkat pada pemfigus, mielomatosis dan penyakit jaringan ikat.

IgG, IgA dan IgM – semua menurun pada kondisi imunodefisiensi.

Tes nervus kranialis

I. Nervus olfactorius
Nervus ini mempersarafi persepsi penciuman.
• Hilangnya rasa penciuman (anosmia) seringkali terjadi akibat inflamasi, bukan
karena kerusakan nervus olfactorius.
• Sebelumnya, pasien perlu ditanya tentang cairan yang keluar dari hidung.
• Kondisi saluran hidung dapat diperiksa dengan cara meminta pasien untuk menarik
nafas dari satu lubang hidung, sementara lubang hidung yang lain ditutup dengan jari.
• Namun, kerusakan nervus olfactorius dapat terjadi bila ditemukan fraktur tulang
ethmoid atau tumor di fossa cerebralis anterior.

Pemeriksaan:
Dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengidentifikasi beberapa zat yang umum
ditemukan, hanya melalui penciuman hidung. Berbagai zat tersebut dapat berupa lemon,
pepermin dan sebagainya.
Masing-masing lubang hidung diperiksa, dengan satu lubang dalam keadaan tertutup.
• Perubahan yang terjadi pada persepsi penciuman juga dapat terjadi pada:
Penggunaan phenytoin
Epilepsi
Migraine
Depresi (juga kondisi psikologis/psikiatri lainnya).

II. Nervus opticus


Nervus opticus mempersarafi indera penglihatan.
Ketajaman penglihatan:
• Ketajaman penglihatan dapat diketahui dengan menggunakan Snellen’s chart yang
diletakkan di depan pasien dalam jarak 6 meter.
Lapang penglihatan:
• Lapang penglihatan dapat diketahui dengan menggunakan “confrontation test”. Pada
cara ini, lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa
(Gambar 4.7).

Gambar 4.7 Memeriksa lapang penglihatan: “confrontation test”.

Metode
Operator duduk di depan pasien, sekitar 1 meter dengan mata dalam posisi sama tinggi.

Pasien menutup mata kiri dan memandang melalui mata kanan ke arah mata kiri operator.
Dalam saat yang sama, operator menutup mata kanannya dan memandang ke arah mata
kanan pasien.

Operator mengganti tangan kirinya dengan jari tangan terletak di perifer lapang
pandangnya, di antara dirinya dan pasiennya.

Jari tangan tersebut ditarik ke daerah lapang pandang operator dan pasien diminta untuk
menyebutkan bila jari tangan tersebut mulai terlihat.
Setiap mata diperiksa dengan cara yang sama, termasuk lapang pandang nasal, temporal,
superior dan inferior.
Refleks cahaya:
• Refleks cahaya diperiksa dengan cara menyinarkan cahaya ke arah mata pasien.
• Pupil mata yang terkena cahaya akan mengkerut (refleks langsung), demikian pula
halnya dengan mata sisi sebelahnya yang tidak disinari cahaya (refleks konsensual).
• Pupil dapat gagal mengkerut sebagai akibat:

Kegagalan mendeteksi cahaya (kerusakan nervus opticus)


Gangguan saraf otonom
Obat-obatan
Luka daerah kepala
Koma
Kematian!

• Pupil mata normalnya berbentuk bulat, tepi teratur dan sama ukurannya.
• Ukuran pupil bervariasi berdasarkan cahaya yang masuk, tetapi biasanya berkisar antara
3 – 5 mm.
• Konstriksi pupil di bawah 3 mm sudah dapat dikatakan sebagai miosis.
• Dilatasi di atas 5 mm disebut midriasis.

III. Nervus oculomotorius


Nervus ini memberikan suplai motorik kepada semua otot extra-ocular superior oblique
dan rectus lateralis.

Nervus oculomotorius juga mengandung serabut motorik untuk otot levator palpebrae
superioris (yang mengangkat kelopak mata atas) dan serabut parasimpatis untuk
sphincter pupillae (untuk mengatur konstriksi pupil).

• Dengan demikian, kerusakan yang terjadi pada nervus oculomotorius akan


mengakibatkan:

Jatuhnya kelopak mata atas (ptosis)


Pergerakan mata arah ke atas, bawah dan ke dalam mengalami gangguan, yang akan
berakibat pada –
Pandangan ganda (diplopia)
Pupil dilatasi, tidak bereaksi terhadap cahaya.

Tes untuk pergerakan mata


Pasien menghadap ke arah operator dan diminta untukmengikuti pergerakan jari operator
yang berada sekitar setengah meter dari pasien, kepala pasien diam tidak begerak.

Tangan operator bergerak ke arah medial dan lateral, ke atas dan ke lateral, ke atas dan ke
medial, ke bawah dan medial, ke bawah dan lateral.
IV. Nervus trochlearis
Nervus ini memberikan suplai motorik untuk otot extra-ocular oblique superior.

Otot oblique superior merupakan otot depressor murni untuk mata saat mata bergerak ke
arah dalam.

• Dengan demikian, kerusakan pada nervus trochlearis akan menyebabkan:


Ketidakmampuan mata untuk bergerak ke arah bawah dan ke dalam.
Diplopia
V. Nervus trigeminus
Nervus trigeminus memiliki tiga divisi:

Ophthalmicus
Maksila
Mandibula

Setiap divisi mengandung serabut sensoris yang memberi suplai pada jaringan orofasial,
termasuk mulut, hidung, konjungtiva, sinus mukosa dan sebagian membran timpani.

Divisi mandibula juga mengandung serabut motorik untuk otot-otot pengunyahan.

Tes untuk fungsi sensorik:


Gulungan kapas dijepit menggunakan pinset, beberapa helai dikeluarkan dari gulungan,
membentuk ujung yang runcing.

Dengan mata pasien tertutup, daerah yang sedang diperiksa disentuh dengan ujung kapas
yang runcing tadi dan tanya pasien apakah ia dapat merasakannya.

Ulangi tes yang sama pada sisi sebelahnya.

Bila ditemukan ada daerah yang tidak dapat merasakan sentuhan kapas tersebut, catat
daerah yang bersangkutan.

Kemudian lakukan konfirmasi dengan cara menyentuhkan dengan lembut ujung alat yang
tajam, misalnya dengan ujung dental probe.

Tes untuk fungsi motorik


Minta pasien untuk membuka lebar dan menutup mulutnya, gerakkan rahang ke kiri dan
ke kanan, kemudian ke depan dan ke belakang. (Batas normal untuk pergerakan
mandibula dapat dlihat di halaman 18).
Pergerakan yang lemah dapat diketahui dengan cara menahan pergerakan rahang
menggunakan tangan operator yang diletakkan pada rahang penderita.

• Ada dua refleks yang dapat dilihat saat memeriksa nervus trigeminus:
i) Refleks kornea
ii) Refleks tarikan rahang

Refleks kornea:

Minta pasien untuk melihat pada satu sisi.

Perlahan, sentuh kornea dengan sehelai tipis kapas, perhatikan agar pasien tidak
mengetahui saat kapas akan disentuhkan ke kornea.

Bila sehat, maka kelopak kedua mata akan menutup bersamaan.

Ulangi untuk mata satunya.

Refleks tarikan rahang (Gambar 4.8):

Minta pasien untuk membuka bibirnya, rahang relaks.

Letakkan ibu jari pada dagu pasien, sedikit di bawah bibir bawah.

Gambar 4.8 Memeriksa refleks tarikan rahang.

Ketuk ibu jari dengan martil tendon (bila ada) atau dengan jari dari tangan yang lain.

Rahang pasien akan menutup.

VI. Nervus abducens


Memberikan suplai serabut motorik pada otot rectus extra-ocular lateral.

Otot rectus lateralis menggerakkan mata ke arah lateral.

• Dengan demikian, kerusakan yang terjadi pada nervus abducens akan menyebabkan
paralisis pergerakan mata arah lateral (abduction).

Tes
Lihat tes untuk pergerakan mata (lihat atas).

VII. Nervus facialis


Mempersarafi:

Serabut motorik untuk otot-otot ekspresi muka.


Serabut motorik untuk otot stapedius di telinga bagian tengah.
Serabut sensoris pengecapan di duapertiga anterior lidah.
Serabut sekretomotorik untuk kelenjar sumandibula, sublingual dan lakrimal.

• Otot-otot muka bagian bawah dipersarafi secara unilateral, sedangkan otot-otot muka
bagian atas dipersarafi secara bilateral.
• Tanda-tanda paralysis fasial sangat jelas saat pemeriksaan dan biasanya termasuk:

Tidak ada kerutan di dahi.


Sudut mulut turun.
Lipatan nasolabial mendatar

Tes untuk fungsi motorik nervus facialis


Minta pasien untuk tersenyum, mengerutkan dahi, bersiul, menggelembungkan pipi,
menutup mata rapat-rapat dan mengerutkan muka.

Selanjutnya, minta pasien untuk mengangkat alis mata kiri dan kanan bergantian.

• Kerusakan yang terjadi pada nervus facialis akan menyebabkan ketidakmampuan pasien
untuk melakukan permintaan operator pada salah satu sisi wajahnya.
• Bila pasien mengalami paralysis otot muka unilateral, tetapi dapat mengangkat alis
matanya, kerusakan dapat berupa lesi pada neuron motorik bagian atas (lihat halaman
106).

Lesi neuron motorik bagian atas:

Cerebrovascular accident
Neoplasma

Demyelinating disease

• Bila alis mata pada sisi yang terlibat tidak dapat diangkat, kerusakan dapat berupa lesi
pada neuron motorik bagian bawah.

Lesi neuron motorik bagian bawah:

Bell’s palsy (lihat halaman 105).

Tes untuk persepsi pengecapan


Siapkan beberapa larutan yang mewakili empat rasa utama (manis, asin, asam, pahit).
Larutan tersebut dapat mengandung:

Gula
Garam meja
Cuka
Kina

Minta pasien untuk menjulurkan lidahnya dan pegang ujung lidah dengan menggunakan
kasa steril.

Teteskan larutan yang telah disiapkan tadi pada tepi lateral duapertiga anterior lidah.
Minta pasien untuk mengidentifikasi rasa yang diteteskan (misalnya manis, asin dsb.)

Biarkan pasien berkumur dengan air sebentar, kemudian lanjutkan dengan larutan
berikutnya.

VIII. Nervus vestibulocochlearis


Terdiri dari dua bagian:

Komponen cochlear – sensorik untuk pendengaran


Komponen vestibular – sensorik untuk keseimbangan

Tes untuk nervus vestibulocochlearis bukan wewenang dokter gigi.

Namun demikian, prakiraan kasar untuk fungsi pendengaran dapat dilakukan dengan cara
meminta pasien untuk mengulangi beberapa kata yang dibisikkan di telinganya,
sementara telinga lainnya ditutup.

Prakiraan kasar untuk fungsi keseimbangan dapat dilakukan dengan cara meminta pasien
berdiri pada satu kaki atau berjalan mengikuti garis tipis.

IX. Nervus glossopharyngeus


Mempersarafi:

Serabut sensorik untuk sepertiga posterior lidah (termasuk pengecapan), faring, telinga
bagia tengah dan tuba eustachius.

Serabut motorik untuk otot stylopharyngeus.


Serabut sekretomotor (parasimpatik) untuk kelenjar parotis.

Tes
Tes untuk nervus glossopharyngeus dilakukan berdasarkan gag reflex, yang juga
melibatkan nervus vagus (jalur eferen).
Gag reflex:
Minta pasien untuk membuka mulut lebar-lebar.

Sentuh jaringan faringeal dengan lembut, menggunakan ujung spatula kayu.


Bila sehat, tindakan ini akan menyebabkan pengangkatan bilateral pada palatum molle.

Memang prosedur pemeriksaan ini tidak nyaman untuk pasien, tetapi perlu dilakukan bila
dicurigai ada kerusakan pada nervus glossopharyngeus.

X. Nervus vagus
Mempersarafi:

Serabut motorik untuk otot palatum, laring dan faring.


Serabut sensorik dari viscera daerah thorax dan abdomen.
Serabut otonom untuk bronchi, jantung dan traktus gastrointestinalis.

Tes untuk komponen oropharyngeal nervus vagus:


Minta pasien untuk membuka mulut lebar dan mengucapkan “Ah” yang panjang.

Bila sehat, tindakan ini akan menyebabkan pengangkatan bilateral palatum molle.
Bila nervus tersebut rusak pada salah satu sisi, palatum molle akan bergeser pada sisi
yang sehat dan pengangkatannya tidak sama.

Bila suara menjadi parau, pasien dirujuk untuk menjalani laryngoscopy.

XI. Nervus spinal accessorius


Mempersarafi:

Serabut motorik untuk otot sternomastoid dan trapezius.

Tes untuk fungsi sternomastoid:


Pertama, minta pasien untuk menekan dagu ke bawah, sementara operator memberikan
penahanan dengan cara meletakkan tangan di bawah dagu pasien.

Letak dan ukuran kedua otot sternomastoid biasanya sama.

Kemudian minta pasien untuk memutar kepala ke satu sisi, sementara operator
memberikan penahanan terhadap gerakan tersebut dengan cara meletakkan tangan pada
rahang pasien.

Bila sehat, otot sternomastoid kontralateral akan kontraksi dan terlihat jelas di bawah
kulit.

Ulangi untuk sisi lainnya.

Tes untuk fungsi trapezius.


Minta pasien untuk mengangkat kedua bahunya, sementara operator memberikan
penahanan terhadap gerakan tersebut dengan cara meletakkan tangan pada masing-
masing bahu.
XII. Nervus hypoglossus
Mempersarafi:

Serabut motorik untuk otot lidah ekstrinsik dan instrinsik, kecuali palatoglossus.

Tes
Minta pasien untuk menjulurkan lidah.

Bila sehat, lidah akan terjulur di garis tengah.

Bila nervus hypoglossus rusak pada satu sisi, lidah akan bergerak ke sisi yang rusak.

Kekuatan otot lidah dapat diketahui dengan cara meminta pasien mendorong ujung lidah
pada pipi, sementara operator memberikan penahanan dengan cara meletakkan jari pada
bagian luar pipi tersebut.

4. Rujukan

Beberapa tes di bawah ini biasanya tidak dilakukan di praktik kedokteran gigi, melainkan
pasien dirujuk ke pusat pemeriksaan yang sesuai.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dokter gigi yang merujuk masih mempunyai
tanggungjawab terhadap pasien dan harus dapat mengartikan hasil pemeriksaan yang
dimintanya.

Tehnik pencitraan canggih

Computed tomography (CT)


• Meningkatkan kemungkinan untuk dilakukan rekonstruksi tiga dimensi.
• Memberikan visualisasi dengan tepat untuk bentuk dan ukuran lesi, serta jaraknya dari
beberapa struktur yang penting.
• Dapat digunakan untuk mencitrakan kelenjar liur mayor.
• Sangat berguna untuk perencanaan operasi, terutama sebelum peletakan implan.
• Namun, CT scan memerlukan dosis radiasi yang tinggi.

Magnetic resonance imaging (MRI)


• Dapat digunakan untuk pencitraan kelenjar liur mayor.
• Bila digunakan untuk pencitraan tulang, hasilnya kurang memuaskan dibandingkan
computed tomography.

Ultrasound
• Terutama berguna untuk memeriksa kista dan lesi lain yang terletak di rongga tubuh.
• Dapat juga digunakan untuk mencitrakan sendi temporomandibula dan kelenjar liur
mayor.
Tehnik canggih menggunakan bahan radioopak

Arthrography:
• Media kontras diinjeksikan ke dalam ruang atas dan bawah pada sendi
temporomandibula.
• Dapat dikombinasikan dengan cineradiography untuk melihat pergerakan rahang.

Sialography
• Media kontras diinjeksikan ke dalam duktus kelenjar liur mayor.
• Dapat diikuti dengan radiografi konvensional atau computed tomography.
• Dapat memperlihatkan:

Struktur kelenjar, misalnya dilatasi kelenjar (sialectasis)


Lesi intra-glandular
Obstruksi duktus, misalnya batu kelenjar
Restriksi duktus (stricture)
Dilatasi duktus

• Sebelum sialografi, riwayat medis pasien harus menyertakan pertanyaan tentang alergi
terhadap yodium; beberapa media kontras mengandung yodium.

Angiography
• Injeksi bahan radioopak ke dalam pembuluh darah.
• Berguna untuk menunjukkan adanya aneurisma dan arteriovenous shunts.
• Arteriovenous shunts jarang menyebabkan daerah radiolusen di regio rahang.

Pemeriksaan sinus/fistula
• Media kontras dapat diinjeksikan ke dalam sinus dan fistula untuk menentukan jalur
serta perluasannya.

Patch test
• Patch test di kulit dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi alergi terhadap bahan
tertentu yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.
• Pasien semakin meningkat kesadarannya dengan kemungkinan alergi terhadap dental
amalgam.
• Alergi murni terhadap dental mercury dan beberapa komponen amalgam lainnya (juga
bahan kedokteran gigi yang lain) sebenarnya jarang ditemukan, tetapi dapat terjadi.
• Patch test dan interpretasi hasil tes yang ditemukan seharusnya dilakukan oleh ahli
dermatologi yang berwenang.
• Alat tes yang disediakan untuk digunakan dalam praktik kedokteran gigi, dengan hasil
yang diinterpretasikan oleh dokter gigi (atau petugas lain yang tidak terlatih), tidak
dapat diandalkan.
Urinalysis
• Normalnya, urin yang diekskresikan dalam satu hari oleh orang dewasa sehat sekitar
1500 ml.
• Ekskresi air biasanya terganggu setelah tindakan operasi atau kecelakaan berat, dan
meningkat pada diabetes insipidus serta penggunaan diuretik.
• Beberapa bahan di bawah ini biasanya tidak ditemukan dalam urin orang sehat;
sehingga bila ada dalam urin akan menunjukkan adanya penyakit:

Protein (proteinuria):
• Dapat terjadi akibat:
Infeksi traktus urinarius (cystitis, pyelitis)
Penyakit ginjal
Multiple myeloma (Bence-Jones protein)

Catatan: Sejumlah kecil protein seringkali menimbulkan kontaminasi pada sampel urin.
Sel:
• Bila urin diperiksa secara mikroskopik, beberapa sel kadang terlihat.
• Namun demikian, urin sebaiknya tidak mengandung lebih dari 1 sel darah merah dan 15
sel darah putih setiap millimeter kubiknya.

Darah (haematuria):
• Dapat disebabkan oleh trauma atau penyakit ginjal atau dari saluran ginjal.
• Seharusnya dites pada semua kasus kecelakaan.

Glukosa (glikosuria):
• Dapat ditemukan pada diabetes mellitus (aseton juga dapat ditemukan)

Pus (pyuria):
• Dapat ditemukan pada infeksi traktus urinarius.

Bilirubin:
• Dapat ditemuka pada jaundice.

Bacaan lanjutan

Scully, C. dan Cawson, R.A. (1998) Medical problems in dentistry. Edisi ke-4. Oxford:
Wright.
Bab 5. Rasa sakit yang berasal dari gigi

Ringkasan
Diagnosis banding

1. Rasa sakit pada pulpa


Dentin yang terbuka, seperti pada:
Hipersensitivitas dentin akar
Karies
Restorasi yang tidak sempurna
Gigi patah atau retak
Pulpitis
Pulpitis awal (hiperemia)
Pulpitis akut
Pulpitis supurativa (abses pulpa)
Pulpitis kronis
Pulpitis kronis hiperplastika (pulpa polip)
Galvanisme
Aerodontalgia
(Lihat juga Odontalgia atipia, Bab 6)

2. Rasa sakit pada periodontium


Periodontitis apikalis akut yang berasal dari pulpa
Periodontitis akibat trauma
Periodontitis apikalis kronis yang berasal dari pulpa
Periodontitis akut yang berasal dari gingiva (abses periodontal/parodontal)
Lesi periodontal-endodontik

3. Rasa sakit pada gingiva


Gingivitis akibat trauma
Acute necrotising ulcerative gingivitis (ANUG)
Gingivostomatitis herpetika (lihat Bab 8)
Perikoronitis (termasuk rasa sakit pada gigi yang akan tumbuh)
Gingivitis deskuamativa:
Lichen planus (lihat Bab 10 dan 11)
Mucous membrane pemphigoid (lihat Bab 10)

4. Rasa sakit pada tulang


Dry socket (osteitis)
Osteomielitis (lihat Bab 8)
Kista gigi terinfeksi (lihat Bab 9)
Trauma, fraktur (lihat Bab 7)

5. Rasa sakit yang berkaitan dengan plat gigi tiruan


Pendahuluan
• Rasa sakit adalah gejala yang paling sering ditemukan dalam rongga mulut, wajah dan
leher, serta merupakan alas an utama kunungan pasien ke dokter gigi.
• Nilai biologis rasa sakit adalah: biasanya menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan.
Namun, parahnya rasa sakit tidak selalu seimbang dengan luasnya kerusakan, dan rasa
sakit kadang muncul walaupun tidak ditemukan kerusakan organ.
• Rasa sakit biasanya timbul di perifer, dengan terjadinya stimulasi pada reseptor,
kemudian akan mengalami modifikasi ke arah pusat. Dengan demikian, persepsi rasa
sakit dapat mengalami komplikasi oleh faktor budaya, kognitif (misalnya perhatian,
pengalihan perhatian) dan emosi, juga dapat dimodifikasi oleh pengalaman rasa sakit
sebelumnya.

Diagnosis rasa sakit

• Rasa sakit adalah gejala yang bersifat subyektif dan tidak seperti ulkus, tidak ada yang
dapat dilihat secara visual. Oleh karena itu riwayat penyakit penting untuk ditanyakan.
• Keluhan rasa sakit dapat diperjelas dengan menanyakan ke-12 pertanyaan berikut ini:
1. Dapatkah anda menggambarkan seperti apa rasa sakit itu? (biasanya akan
ditemukan jawaban berupa rasa sakit seperti ditusuk, atau rasa sakit berdenyut).
2. Di bagian mana rasa sakit tersebut paling parah? (minta pasien untuk
menunjukkan lokasi rasa sakit yang paling parah).
3. Apakah rasa sakit tersebut menyebar? (minta pasien untuk menggambarkan
luasnya penyebaran dengan menggunakan jarinya).
4. Seberapa parahkah rasa sakit tersebut? (lihat halaman 6, 73).
5. Apakah rasa sakit tersebut mengganggu tidur anda atau membuat anda terbangun
sepanjang malam?
6. Kapan rasa sakit tersebut mulai?
7. Apakah rasa sakit tersebut terus menerus ataukah datang dan pergi?
8. Kalau datang dan pergi, berapa lama berlangsung pada saat datang?
9. Apakah ada sesuatu yang membuat rasa sakit tersebut mulai timbul?
10. Adakah sesuatu yang membuat rasa sakit makin parah?
11. Adakah sesuatu yang membuat rasa sakit lebih ringan?
12. Apakah ada masalah lainnya?

Beberapa petunjuk diagnosis dapat diketahui dari riwayat rasa sakit:

a. Sifat rasa sakit

Ada tiga sifat rasa sakit yang biasanya dikeluhkan:


Rasa sakit menusuk
Rasa sakit berdenyut
Rasa seperti terbakar
Rasa sakit menusuk biasanya berkaitan dengan:
Dentin yang terbuka (dentin akar yang sensitif, tambalan yang patah, gigi fraktur,
karies, gigi retak)
Pulpitis awal
Trigeminal neuralgia
Glossopharyngeal neuralgia

Rasa sakit berdenyut biasanya berkaitan dengan:


Pulpitis lanjut
Periodontitis apikalis dan lateralis
Lesi periodontal-endodontik
Perikoronitis
Acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG)
Dry socket
Periodic migrainous neuralgia
Herpes zoster
Giant cell arteritis
Tumor
Sinusitis
Gangguan temporomandibula
Odontalgia atipia
Facial pain atipia

Rasa sakit seperti terbakar biasanya berkaitan dengan:


Burning mouth syndrome
Post-herpetic neuralgia
Ramsay-Hunt syndrome

b. Keparahan rasa sakit

• Keparahan rasa sakit dapat diketahui melalui nilai rasa sakit yang berkisar dari 0 hingga
10. Angka 0 menunjukkan tidak ada rasa sakit. Angka 10 menunjukkan rasa sakit yang
amat sangat.
• Bila pasien menggunakan analgesik, rasa sakit tidak terlalu parah. Rasa sakit yang
ditanggulangi dengan analgesik ringan seperti aspirin akan membuatnya tidak terlalu
parah.
• Rasa sakit yang sampai mengganggu tidur atau membuat pasien terbangun di malam
hari seringkali parah. Yang mengherankan, facial pain atipia dan trigeminal neuralgia
yang sangat sakit di siang hari, justru tidak mengganggu penderitanya di malam hari.

Periodic migrainous neuralgia khas mengganggu tidur di waktu tertentu di malam hari
(seperti terbangun karena mendengar weker yang berbunyi)..
Pulpitis akut dan periodontitis akut dapat mengganggu tidur dan membuat pasien
terjaga sepanjang malam.
• Rasa sakit yang ekstrim (tak tertahankan) yang dapat menjurus kepada keinginan untuk
bunuh diri, dapat dihubungkan dengan neuralgia seperti:
Trigeminal neuralgia
Glossopharyngeal neuralgia
Periodic migrainous neuralgia
Post-herpetic neutalgia

c. Lokasi rasa sakit

• Rasa sakit yang berasal dari suatu kondisi patologis biasanya bersifat unilateral.
• Rasa sakit bilateral atau rasa sakit yang menyeberangi garis tengah menandakan:
Sinusitis (untuk rahang atas)
Penyakit pada susunan saraf pusat
Rasa sakit psikosomatik, misalnya facial pain atipia, odontalgia atipia, burning mouth
syndrome.

d. Lamanya rasa sakit

• Rasa sakit menusuk biasanya berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit.
• Rasa sakit berdenyut dapat bertahan sampai beberapa jam, beberapa hari atau beberapa
minggu
• Rasa sakit biasanya tidak berlangsung terus-menerus untuk waktu yang sangat panjang.
Rasa sakit yang terus-menerus dapat menunjukkan adanya kelainan yang bersifat
psikosomatik.

e. Faktor eksaserbasi
• Rasa sakit yang amat sangat waktu berkontak dengan daerah pemicu di wajah
menandakan adanya trigeminal neuralgia. Rasa sakit yang sama yang terjadi saat
menelan menunjukkan adanya glossopharyngeal neuralgia.
• Rasa sakit waktu menggigit atau waktu menyentuh gigi menunjukkan adanya
periodontitis akut, ataupun perikoronitis.
• Rasa sakit saat terkena rangsang panas ataupun dingin menunjukkan:
Akar yang terbuka atau dentin korona yang terbuka
Karies
Tambalan yang tidak sempurna
Tambalan baru yang tidak dilapisi
Gigi retak/fraktur
Pulpitis
• Rasa sakit waktu makan makanan manis menandakan:
Akar atau dentin korona yang tebuka (misalnya,dentin hipersensitif)
Karies
• Rasa sakit yang terjadi saat menggigit, terutama setelah tekanan dilepaskan,
menandakan adanya gigi yang retak.
• Minuman beralkohol dapat memicu periodic migrainous neuralgia.
• Rasa sakit yang terjadi saat makan menunjukkan:
Obstruksi kelenjar liur (stimulasi saliva)
Gangguan sendi temporomandibula (rasa sakit saat pergerakan rahang)
Glossopharyngeal neuralgia (daerah pemicunya ada di tenggorokan)
Trigeminal neuralgia (daerah pemicunya ada di wajah)
Giant cell arteritis (iskhemia otot – “masseteric claudication”).
Penyakit gigi atau jaringan lunak mulut

f. Faktor pereda

• Rasa sakit menusuk responnya kurang baik terhadap analgesik.


• Rasa sakit berdenyut memberi respon baik bila diberi analgesik.
• Rasa sakit berdenyut yang berlangsung lama dan terus-menerus (bertahun-tahun), tidak
memberi respon sama sekali bila diberi analgesik, dapat menunjukkan adanya facial
pain atipia, odontalgia atipia atau burning mouth syndrome.

g. Gejala lainnya

• Pembengkakan, cairan yang mengalir keluar, rasa pengecapan berubah, bau mulut, suhu
yang meningkat, malaise atau limfadenopati servikal dapat menunjukkan kelainan
berupa infeksi.

Coba untuk mencari:

1. Nervus, divisi dan cabang yang terlibat:

Biasanya nervus trigeminus yang terlibat, namun di sudut rahang nervus auricularis juga
dapat terlibat (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Distribusi sensorik nervus trigeminus: 1. Cabang ophthalmicus; 2. Cabang


maksilaris; 3. Cabang mandibularis.

Di regio posterior lidah dan tenggorokan, nervus glossopharyngeus juga dapat terlibat.

2. Lokasi rasa sakit yang kemungkinan besar akan ditemui:

Perifer – hanya satu cabang yang terlibat.


Proksimal – lebih dari satu cabang yang terlibat.
Intrakranial – lebih dari satu divisi yang terlibat dan kemungkinan dapat terjadi tekanan
intrakranial:
Sakit kepala amat berat
Muntah
Kesadaran menurun
Tidak bereaksi, pupil dilatasi pada sisi yang terlibat

Rasa sakit dapat berasal dari gigi bisa juga tidak, gejalanya dapat serupa sehingga dapat
menimbulkan kesulitan dalam menentukan diagnosis.

Rasa sakit yang berasal dari gigi


Rasa sakit yang berasal dari gigi biasanya:
• Bersifat unilateral (kecuali kedua sisi rahang terlibat).
• Tidak pernah diteruskan menyeberang ke sisi sebelahnya ( kecuali daerah insisif dimana
kemungkinan dapat terjadi persilangan serabut saraf di garis tengah).
• Rasa sakit yang berasal dari periodontium (periodontitis akut, perikoronitis) biasanya
terlokalisir dan pasien dapat menunjukkan gigi yang terlibat.
• Rasa sakit yang berasal dari pulpa tidak dapat dilokalisir dan dapat diteruskan ke gigi
yang lain di sisi yang sama, rahang yang berlawanan di sisi yang sama (misalnya gigi 5
atas dan 5 bawah). Kadang, rasa sakit dapat diteruskan ke jaringan yang dipersarafi
cabang nervus trigeminus di sisi yang sama.
• Sumber rasa sakit utama di daerah rahang adalah pulpa gigi.
• Hal yang biasa ditemukan adalah yang biasanya memang terjadi. Oleh karena itu lebih
baik ditanggulangi dulu.
• Injeksi anestetik lokal dapat membantu menentukan lokasi rasa sakit dari sisi dan regio
yang mana.

1. Rasa sakit pada pulpa

Dentin yang sensitif


• Disebabkan oleh terbukanya dentin dan tubuli dentin:

Karies, gigi faktur (lihat “retak pada cusp” di bawah), tambalan yang hilang, pecah atau
tepi tambalan yang cacat, kegagalan sementasi, resesi gingiva, atrisi, abrasi, erosi.
Peletakan tambalan logam tanpa dilapisi bahan lain dapat menimbulkan rasa sakit saat
terkena rangsang panas dan dingin.

MH. Misalnya Gastric reflux sebagai akibat hiatus hernia, gangguan makan, alkoholisme
(erosi asam lambung yang menjurus ke terbukanya tubuli dentin).

DH. Misalnya scaling, tambalan baru, resesi gingiva dsb.

SH. Misalnya diet makanan yang banyak mengandung asam (asam menyebabkan
terbukanya tubuli dentin).

Gejala
• Jenis rasa sakit yang menusuk biasanya selalu berhubungan dengan stimulus panas,
dingin atau manis; rasa sakit tidak pernah spontan (artinya selalu diperlukan stimulus).
• Rasa sakit terjadi segera setelah terkena stimulus dan terlokalisir (pasien dapat
menunjukkan daerah yang mengalami rasa sakit, juga gigi yang terlibat).

• Rasa sakit langsung reda begitu stimulus diangkat.

(Perhatikan kemiripannya dengan pulpitis awal yang reversible berikut ini).

Catatan: Rasa sakit dari karies dentin juga dapat berlangsung selama 10 hingga 20 menit
setelah makan makanan yang manis. Hali ini terjadi akibat produksi asam oleh bakteri
plak.

Tanda
• Termasuk:
Resesi gingival.
Karies, tambalan fraktur atau bocor.
Gelembung saliva yang timbul saat memindahkan retainer bridge, menunjukkan adanya
kegagalan sementasi.
Hilangnya jaringan gigi karena atrisi, abrasi ataupun erosi.

Tes diagnostik
• Mengidentifikasi gigi penyebab dengan udara dingin, chlor ethyl ataupun gutta percha
panas, setelah masing-masing gigi diisolasi menggunakan gulungan kapas.

Perawatan
• Tergantung pada penyebab:
Lakukan perawatan untuk karies/fraktur/tambalan yang cacat.

Untuk dentin akar yang sensitif, hilangkan penyebabnya, misalnya asam dari makanan.
Pasien diminta untuk mengambil pasta gigi Sensodyne F dan menggosoknya pada
permukaan gigi dengan menggunakan jari tangan. Obat kumur yang mengandung fluor
(0.05%) sebaiknya digunakan setiap hari, terutama malam hari.

Gigi retak
• Keretakan dapat melibatkan:
Email saja (biasanya tidak ada gejala)
Email dan dentin saja
Email, dentin dan pulpa
Akar
Mahkota dan akar

Fraktur yang terjadi bisa satu atau lebih dari satu.

Keretakan yang melibatkan email dan dentin tetapi tidak melibatkan pulpa:
• Kasus seperti ini menbingungkan pasien dan dokter gigi yang merawatnya.
• Keretakan biasanya terjadi akibat terkena benda keras (misalnya batu, tulang) saat
pengunyahan, atau ada pukulan pada dagu.
• Gigi molar 1 rahang bawah yang biasanya terkena, diikuti oleh gigi molar 2 rahang
bawah, molar 1 rahang atas, dan premolar rahang atas, dari yang paling sering sampai
yang paling jarang.
• Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan sama besar untuk terkena, dan
pasien biasanya berusia pertengahan.

MH. Tidak ditemukan gangguan kesehatan yang dapat merupakan faktor predisposisi
untuk gigi yang retak.

DH. Status periodontal pasien biasanya baik, tidak ditemukan gigi goyang, gigi asli pada
sisi yang berlawanan juga masih ada. Gigi yang disangga dengan baik dan gigi
lawannya diperlukan untuk menyebarkan gaya yang cukup untuk gigi yang retak.
Gigi yang terlibat juga dapat memiliki tambalan sangat besar.

Gejala
• Dapat bervariasi dan dapat terjadi kekeliruan dalam menentukan diagnosis.
• Ditemukan rasa sakit saat menggigit makanan padat pada daerah tertentu pada gigi.
Beberapa kejadian yang dapat menimbulkan rasa sakit seringkali unik, sehingga sulit
untuk diulangi kembali di ruang operator.
• Rasa sakit terjadi datang dan pergi, bisa makin parah saat tekanan gigitan dikurangi,
bukan saat mengalami tekanan. Keadaan seperti ini dikenal sebagai “rebound pain” dan
terjadi karena permukaan dentin saling bertemu, sehingga menyebabkan pergerakan
cairan tubuli.
• Rasa sakit dapat dilokalisir dan biasanya tidak disebarkan.
• Rasa sakit seringkali hanya sebentar, terjadi hanya saat menggigit dan tidak pernah
spontan.
• Dapat juga ditemukan kepekaan terhadap panas dan terutama dingin, karena stimulasi
pulpa melalui garis fraktur.
• Kemungkinan pasien tidak mencari pengobatan untuk waktu yang cukup lama, karena
rasa sakit hanya muncul sekali-sekali.

Kata kunci
Kadang terjadi rasa sakit pada saat menggigit
Terlokalisir
“Rebound pain “
Gigi vital

Tanda
• Agar dapat terjadi transmisi daya berat sehingga dapat meretakkan gigi, biasanya gigi
lawan yang asli masih ada, dan jaringan periodontium gigi yang terlibat maupun gigi
lawannya dalam keadaan baik.
• Tambalan gigi yang non-adhesive melemahkan gigi dan biasanya gigi retak ditemukan
pada gigi dengan tambalan MOD, terutama amalgam atau inlay yang non cusp-covered.
Sama halnya, fisura yang dalam (yang terjadi saat pertumbuhan dan perkembangan)
yang meluas hingga ke cusp atau tepi ridge dan fossa canina gigi premolar rahang atas
dapat terlibat.
• Daerah yang retak dapat dilihat, terutama bila terjadi staining.

Tes diagnostik
• Gunakan lampu yang direfleksikan dari kaca mulut ke arah gigi dari beberapa sudut
yang berbeda, transiluminasi dengan fibre optic dan kaca pembesar untuk melihat
keretakan.
• Tindakan menggigit gulungan kapas, spatula kayu, rubber dam ataupun rubber
polishing wheel, dapat membuat retak tadi terbuka, sehingga menyebabkan rasa sakit,
dengan demikian maka gigi yang terlibat dapat diidentifikasi. Mewarnai gigi
sebelumnya dengan zat warna seperti metilen biru atau tinta yang mudah dibersihkan,
dapat menyebabkan zat pewarna tersebut masuk ke dalam daerah yang retak. Zat warna
akan tetap ada di dalam daerah tersebut saat gigi dibersihkan.
• Gambaran radiografi akan terlihat normal; keretakan halus tidak dapat dilihat melalui
gambaran radiografi.

Perawatan
• Buang tambalan yang terlibat, dan periksa panjangnya garis fraktur.
• Sesuaikan oklusi untuk mengurangi tekanan dari cusp yang mengganggu.
• Peletakan tambalan adesif, seperti semen ionomer kaca, resin komposit dan bonded
amalgam dapat mencegah lepasnya fraktur untuk sementara. Namun tambalan adesif
tetap tidak efektif untuk penggunaan jangka panjang.
• Peletakan mahkota vinir penuh atau onlay logam adesif untuk menyatukan struktur gigi
lebih efektif. Sebagai tindakan darurat, gigi dapat sedikit dikurangi untuk peletakan
mahkota aluminum sementara atau yang sejenis. Orthodontic bands dan cincin cuprum
merupakan pilihan lain yang tidak terlalu memuaskan.
• Tambalan tetap sebaiknya ditunda dulu sampai kondisi pulpa jelas. Bila diperlukan
perawatan saluran akar, dapat dilakukan sambil menggunakan mahkota sementara.

Gigi retak yang melibatkan pulpa

Gejala
• Dapat dimulai dengan gejala-gejala yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi akan
berlanjut dengan peradangan pulpa (lihat di bawah). Kondisi ini akan menyebabkan
rasa sakit spontan yang disalurkan ke seluruh divisi nervus trigeminus, sehingga akan
sangat menyulitkan penentuan diagnosis.
• Pulpitis telah melalui tahapan awal (hiperemia.reversibel), akut (irreversibel) dan
supuratif, berlanjut ke rasa sakit berdenyut yang menetap.
• Saat pulpa telah non vital, rasa sakit berkurang untuk sementara, hingga berlanjut
dengan periodontitis apikalis akut, bila gigi peka terhadap perkusi dan rasa sakit mudah
dilokalisir.
Tes diagnostik
• Seperti di atas, termasuk tes vitalitas gigi.
• Gambaran radiografi menunjukkan pelebaran ligamen periodontal.

Perawatan
• Bila gigi masih dapat diselamatkan, eksplorasi garis fraktur, lakukan perawatan saluran
akar, lakukan splinting dengan mahkota sementara.
• Kadang perlu dilakukan pembuangan gigi yang fraktur, atau giginya diperkecil, dan
dibentuk kembali.

Pulpitis

Klasifikasi:
Pulpitis awal (hiperemia)
Pulpitis akut
Pulpitis supurativa (abses pulpa)
Pulpitis kronis
Pulpitis kronis hiperplastika (pulpa polip)

Pulpitis awal (hiperemia pulpa)


MH. Tidak ada kelainan
DH. Misalnya scaling yang baru saja dilakukan (saluran lateral), tambalan yang baru saja
diletakkan/dalam, karies yang dalam, riwayat trauma dan sebagainya.

Gejala
• Rasa sakit menusuk, bersifat unilateral, dikenal sebagai “rasa sakit gigi”.
• Rasa sakit datang dan pergi, mudah timbul bila terkena rangsang panas, dingin dan
manis.
• Gigi tidak sakit kecuali bila terkena iritasi dan lebih memberi respon terhadap rangsang
dingin dibandingkan panas.
• Rasa sakit yang timbul akibat stimulus berlangsung sebentar; tidak pernah lebih lama
dari 10 –15 detik, setelah stimulus diangkat.
• Gigi yang sakit sulit untuk dilokalisir. Pasien mendapatkan kesulitan untuk
menunjukkan gigi penyebab.

Kata kunci
Rasa sakit hanya timbul bila ada stimulasi
Rasa sakit hilang bila stimulus diangkat
Rasa sakit berlangsung sebentar (kurang dari 15 detik)
Rasa sakit tidak spontan

Tanda
• Dapat melibatkan tambalan besar intrakorona maupun ekstrakorona, karies sangat
besar, melibatkan pulpa, atau suatu pin yang dipasang dekat dengan atau melibatkan
pulpa.

Tes diagnostik
• Perkusi: tidak ditemukan pelunakan ataupun rasa tumpul saat dilakukan perkusi.
• Tes vitalitas: Gigi penyebab memberikan respon berlebihan bila dilakukan tes vitalitas,
dibandingkan gigi sebelahnya yang normal.
• Warna gigi normal.
• Radiografi: Dapat memberikan gambaran rinci untuk karies dan/atau tambalan.
Gambaran radiografi normal jaringan apikal dan periodontal: lamina dura daerah apical
tetap utuh, tidak ada radiolusensi.

Perawatan
• Hilangkan penyebab (misalnya karies), untuk kavitas yang dalam diberi lapisan kalsium
hidroksida dan tambalan sementara, misalnya zinc oksida/semen eugenol. Pulpitis awal
kadang dapat kembali normal bila penyebabnya dihilangkan.
• Review; bila gejala mereda, pulpa kemungkinan telah sembuh atau mati. Oleh karena
itu perlu dilakukan tes vitalitas ulang.
• Perlu pemeriksaan radiografi berseri (3, 6 dan 12 bulan) untuk memonitor kondisi
daerah apikal dan mengidentifikasi sklerosis saluran akar yang dapat terjadi akibat
peradangan pulpa kronis yang ringan. Perawatan endodontik akan diperlukan bila
ditemukan sklerosis awal. Bila perawatan endodontik ditunda, saluran akar
kemungkinan tersumbat dan perawatan saluran akar tidak mungkin dilakukan.

Pulpitis akut
Kondisi ini biasanya bersifat irreversibel dan dapat berlanjut ke pulpitis supurativa (abses
pulpa.

MH. Tidak ada kelainan

DH. Tambalan besar/karies, riwayat trauma sebagaimana telah disebutkan di atas.

Gejala
• Rasa sakit menusuk, bersifat unilateral, semakin lama akan semakin tumpul. Rasa sakit
menusuk tersebut seringkali diselingi oleh rasa sakit berdenyut.
• Di awal penyakit, rasa sakit merupakan reaksi berlebihan terhadap stimulus panas,
berlangsung lama, bertahan selama 15 detik (bahkan sampai beberapa jam) setelah
stimulus dihilangkan.
• Rasa sakit menyebar dan mudah menjalar ke mana-mana.
• Dengan berkembangnya keadaan, maka rasa sakit terjadi secara spontan (yaitu tanpa
stimulus) dan semakin parah di malam hari.
• Rasa sakit mengganggu tidur pasien atau membuat pasien terjaga.
• Oleh karena rasa sakit terjadi akibat tekanan dalam pulpa, posisi tidur atau
membungkuk akan meningkatkan tekanan, sehingga timbul rasa sakit.
• Rangsang dingin dapat mengurangi tekanan dan meredakan rasa sakit sementara.
• Rasa sakit bertahan beberapa hari hingga beberapa minggu, kemudian berhenti tiba-tiba
karena pulpa telah mengalami nekrosis.

• Rasa sakit sulit untuk dilokalisir, hingga gigi terasa sakit untuk mengunyah. Keadaan itu
terjadi tidak lama setelah gigi non vital, dan periodontitis apikalis akut mulai
berkembang.

Kata kunci
Rasa sakit hilang setelah stimulus dibuang
Rasa sakit bersifat spontan

Rasa sakit sulit untuk dilokalisir


Reaksi timbul berlebihan terhadap pemeriksaan panas dan elektrik
Rangsang dingin dapat mengurangi rasa sakit

Tanda
• Tambalan atau karies yang besar, gigi fraktur atau berubah warna.
• Di tahapan awal, gigi tidak terasa sakit untuk menggigit, tetapi di tahap selanjutnya
akan terasa sakit dengan berkembangnya periodontitis apikalis.

Tes diagnostik
• Kemungkinsan diperlukan anestesi lokal untuk melokalisir gigi yang terlibat. Demikian
juga halnya dengan tambalan yang diangkat untuk memeriksa pulpa yang terbuka,
karies dalam, fraktur dan sebagainya.
• Awalnya, akan terasa respon yang berlebihan terhadap rangsang panas dan elektrik.
Selanjutnya tidak ada respon seiring dengan terjadinya kematian pulpa. Rangsang
dingin dapat mengurangi rasa sakit, karena tekanan pada pulpa berkurang.
• Hasil tes vitalitas dapat membingungkan pada gigi dengan akar ganda, karena dalam
satu akar kemungkinan gigi masih vital, sedangkan pada akar yang lain telah nekrotik.
• Dalam tahap lanjut, gigi terasa sakit bila dilakukan perkusi dan menghasilkan suara
tumpul dengan berkembangnya periodontitis apikalis.
• Pemeriksaan radiografi: ditemukan karies/tambalan yang dalam, pelebaran ligamen
periodontal dan dalam tahap lanjut lamina dura daerah apikal akan hilang.

Perawatan
• Hilangkan penyebab (misalnya karies), kemudian perlu dipertimbangkan untuk
perawatan endodotik atau ekstraksi gigi yang terlibat.

Pulpitis kronis
MH. Tidak ada kelainan.
DH. Tambalan besar seperti di atas.
Gejala
• Rasa sakit ringan, datang dan pergi, berlangsung lama (beberapa bulan atau tahun).
• Rasa sakit sulit dilokalisir dan kadang terasa bila ada rangsang panas.
• Pasien jarang mengeluhkan rasa sakit akibat pulpitis kronis, biasanya ditemukan secara
kebetulan.

Tanda
• Tambalan besar seperti di atas.

Tes diagnostik
• Vitalitas: Bila terkena rangsang panas, sifat reaksi yang ditemukan adalah bertahap dari
respon ringan sampai berlebihan. Dibandingkan dengan gigi yang sehat, respon
terhadap dingin dan rangsang elektrik lebih menurun.
• Saat dilakukan perkusi ada sedikit rasa sakit ringan..
• Gambaran radiografi: Dapat ditemukan sklerosis di ruang pulpa dan saluran akar,
lamina dura di daerah apikal terputus-putus. Tulang alveolar di daerah apikal dapat
mengalami sklerosis.

Perawatan
• Perawatan endodontik atau ekstraksi. Perawatan saluran akar untuk saluran akar yang
mengalami sklerosis akan lebih sulit dan kadang tidak mungkin dilakukan.

Pulpitis kronis hiperplastika (pulpa polip)


MH. Tidak ada kelainan.
DH. Biasanya ditemukan pada pasien usia muda yang giginya tidak terawat.

Gejala
• Biasanya tidak ada, kadang pasien mengeluh ada benjolan dalam mulutnya.

Tanda
• Terlihat polip pada pulpa di gigi dengan karies besar.
• Biasanya ditemukan mahkota gigi yang rusak karena karies yang sangat luas.

Tes diagnostik
• Gambaran radiografi akan memperjelas perluasan karies mahkota tersebut. Foramen
apikal terlihat melebar, sehingga suplai darah ke dalam pulpa cukup besar sehingga
dapat terjadi polip.

Perawatan
• Rkstraksi.

Galvanisme
• Disebabkan oleh aliran listrik yang terbentuk akibat beberapa komponen logam yang
berdekatan, disertai keberadaan elektrolit (saliva).

MH. Tidak ada kelainan.

DH. Tambalan logam yang baru saja diletakkan, berada di dekat atau berseberangan
dengan tambalan logam lainnya.

Gejala
• Rasa sakit datang dan pergi, serupa dengan reaksi yang terjadi bila kita menggigit kertas
dengan bahan dasar perak.
• Rasa sakit timbul hanya setelah ada tambalan logam baru yang diletakkan. Rasa sakit
telokalisir dan tidak disalurkan kemana-mana.

Tanda
• Tambalan logam baru di dekat atau berseberangan dengan tambalan logam lama.
• Dapat ditemukan korosi atau kerusakan tambalan.

Perawatan
• Penyuluhan kepada pasien bahwa rasa sakit akan menghlang setelah beberapa hari,
bersamaan dengan semakin bertambahnya akumulasi korosi.
• Bila berat, oleskan lapisan resin sementara atau varnish di atas tambalan baru.

Aerodontalgia
• Rasa sakit hanya terjadi pada tekanan atmosfir yang rendah.

MH. Kemungkinan ada sinusitis.

DH. Tambalan baru.

Gejala
• Rasa sakit seperti pulpitis akut (lihat keterangan di atas), hanya terjadi saat dekompresi
atau terbang pada ketinggian tertentu.

Tanda
• Gigi baru saja ditambal (menunjukkan adanya pulpitis ringan).
• Bila gigi rahang atas terlibat, aerosinusitis dapat merupakan faktor yang ikut
menimbulkan rasa sakit.

Tes diagnostik
• Gambaran radiografi: Dengan radiografi panoramik, dapat ditemukan gambaran putih
(opaque) di antrum (menunjukkan sinusitis). Radiografi gigi dapat menunjukkan
tambalan yang dalam. Tidak ditemukan patologi di daerah apikal.
Perawatan
• Perlu dipantau: pulpitis dapat bersifat reversibel atau irreversibel. Bila irreversibel,
lakukan perawatan saluran akar atau ekstraksi.
• Rujuk untuk pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut bila ditemukan sinusitis.

2. Rasa sakit pada periodontium

Periodontitis apikalis akut yang berasal dari pulpa


• Sumber infeksi daerah apikal adalah ruang pulpa.

MH. Tidak ada kelainan.

DH. Ada riwayat trauma berat pada gigi, atau tambalan besar/karies besar, pin yang
berada dekat pulpa atau masuk ke dalam pulpa, atau perawatan endodontik yang
gagal. Biasanya didahului oleh rasa sakit gigi (pulpitis akut). Namun demikian, gigi
biasanya tidak lagi peka terhadap rangsang panas ataupun dingin.

Gejala
• Rasa sakit berdenyut, berat, terus-menerus, bersifat unilateral dan berlangsung sangat
cepat.
• Gigi sangat peka bila tersentuh dan untuk menggigit, dan dapat terasa lebih panjang saat
menggigit. Gigi juga dapat terasa goyang.
• Rasa sakit demikian parahnya, sehingga pasien tidak dapat makan dan tidur, dan dapat
terjaga di malam hari.
• Rasa sakit terlokalisir; pasien dapat menunjukkan gigi mana yang terlibat dan berusaha
untuk melindungi giginya dari sentuhan atau tangkai kaca mulut operator pemeriksa.
• Dapat juga ditemukan pembengkakan pada jaringan lunak, biasanya lunak dan
menggembung (merupakan udema kolateral – perlu dibedakan dari pembengkakan
karena selulitis).
• Rasa sakit berkurang dengan terjadinya pembengkakan atau bila abses telah matang,
akibat tekanan yang telah berkurang.
• Dapat juga ditemukan adanya pembengkakan yang sakit di daerah muka, sulkus
bukalis, palatum atau leher (lihat di bawah), dan pasien terlihat dan merasa kurang
sehat.
• Bila gigi posterior terlibat, kemungkinan pasien tidak dapat membuka mulut lebar-lebar.
Bila gigi anterior atas terlibat, maka dapat terjadi pembengkakan muka dan penutupan
mata.

Kata kunci
Dapat terlokalisir dengan baik
Gigi sangat peka terhadap tekanan
Gigi terasa memanjang saat menggigit
Pada tes vitalitas diperoleh hasil negatif
Tanda
• Tambalan besar/karies besar/pin/pengisian saluran akar yang tidak sempurna.
• Jaringan gingiva sekitarnya meradang.
• Bila ada pus yang keluar dari tepi gingiva kemungkinan dapat ditemukan poket.
• Kelenjar limfe regional seringkali membesar dan lunak.
• Pasien mengalami pireksia dan malaise.
• Gigi penyebab berubah warna (perdarahan pulpa ke dalam tubuli dentin).
• Dapat ditemukan pembengkakan di daerah apikal bagian bukal atau labial dan/atau
sinus.
• Gigi ekstrusi dan goyang.

• Palpasi yang dilakukan pada pembengkakan jaringan lunak akan teraba:


Lunak – udema lokal
Tidak mudah bergerak dan eritematus – selulitis.

Tes diagnostik
• Perkusi: Gigi goyang dan sangat peka bila dilakukan perkusi. Bila diberikan tekanan ke
arah apikal teraba lunak. Nada perkusi terdengar seperti suara tumpul (menunjukkan
adanya akumulasi cairan di ligamen periodontal).
• Tes vitalitas: Biasanya negatif, tetapi kadang-kadang tidak dapat diandalkan – pus dapat
menghantarkan stimulus, atau gigi berakar ganda disertai jaringan vital yang tersisa di
beberapa bagian saluran akar. Gigi memberi respon terhadap rangsang panas karena
ekspansi gas yang ada di dalam kamar pulpa. Rangsang dingin mengurangi rasa sakit,
karena menurunkan tekanan yang ada di dalam kamar pulpa dan jaringan apikal.
• Radiologi: Terjadi pelebaran ligamen periodontal disertai hilangnya lamina dura.
Kemudian diikuti oleh radiolusensi daerah periapikal. Gambaran radiologi ini dapat
juga tertunda.

Perawatan
• Bila terjadi akumulasi pus, lakukan pembukaan dan drainase (jangan biarkan gigi
terbuka lebih dari satu malam). Insisi dan drainase pus dalam jaringan lunak penting
untuk dilakukan. Saluran akar dibuka, dibersihkan dan diisi.
• Insisi dan drainase dapat dilakukan setelah diberi anestesi topikal, yang diikuti dengan
infiltrasi submukosa anestesi lokal (0,1 – 0,2 ml). Namun demikian, infiltrasi yang
dilakukan ke dalam daerah infeksi akan menjadi tidak efektif dan menyebabkan
penyebaran infeksi. Kalau memang memungkinkan, anestesi regional diberikan agar
dapat mengurangi rasa sakit secara efektif.
• Obat antibiotika dapat diberikan bila drainase ataupun ekstraksi harus ditunda atau
ditemukan gejala penyakit sistemik. Pemberian antibiotika tidak mengurangi kebutuhan
untuk melakukan drainase.
• Setelah peradangan akut diobati, maka tindakan selanjutnya adalah perawatan
endodontik atau ekstraksi.

Catatan: Suatu abses “Phoenix” dapat terjadi selama perawatan endodotik, sebagai
reaktivasi dari infeksi yang pernah terjadi, atau reinfeksi saluran akar selama
perawatan dilakukan.

Periodontitis akibat trauma


• Radang (bukan infeksi) pada periodontitis akibat trauma, contohnya adalah tambalan
yang baru saja diletakkan terlalu tinggi gigitannya. Bisa juga plat perawatan
ortodontik yang berlebihan, juga setelah mencoba gigi tiruan lepasan.

MH. Tidak ada kelainan.

DH. Tambalan, inlay, crown, bridge atau gigi tiruan yang baru diletakkan.Perawatan
ortodontik yang terakhir dilakukan, perangkat lepasan yang baru saja dicoba ataupun
disesuaikan.
Gejala
• Rasa sakit terlokalisir dan terasa saat menggigit atau apabila diberikan tekanan. Pasien
dapat menunjukkan gigi penyebabnya, yang terasa “tinggi” saat digunakan menggigit.
• Gigi terasa agak goyang.

Tanda
• Pada tambalan logam yang baru, akan terlihat daerah buram di permukaan oklusal bila
terjadi kontak prematur.
• Perangkat ortodontik atau gigi tiruan yang masih baru atau baru saja diperbaiki.
• Gigi agak goyang.

Tes diagnostik
• Vitalitas: Tidak seperti periodontitis apikalis, akan timbul respon normal terhadap
panas, dingin, dan elektrik.
• Perkusi: Bila dilakukan perkusi teraba lunak, nada perkusi terdengar tumpul akibat
peradangan ligamen periodontal karena trauma.
• Kontak oklusal dapat diketahui dengan penggunaan articulating paper.

Kata kunci
Gejala mirip dengan periodontitis apikalis akut karena infeksi.
Akan tetapi gigi tetap vital.

Perawatan
• Penyesuaian permukaan oklusal setiap tambalan penyebab trauma.
• Perangkat ortodonti ataupun gigi tiruan perlu disesuaikan, atau bila perlu dikirim
kembali ke ahli ortodonti/prostodonti.

Periodontitis apikalis kronis (granuloma apical)

MH. Tak ada kelainan.


DH. Tambalan besar, pin, Pengisian saluran akar yang kurang sempurna (lihat
periodontitis apikalis akut di atas).
Gejala
• Jarang ditemukan rasa sakit, tetapi bila terjadi akan terasa tumpul, berdenyut dan tidak
dapat dilokalisir.
• Kadang dapat terjadi perembesan cairan (rasa tidak enak), bila ada sinus.

Tanda
• Tambalan besar, gigi berubah warna dan kemungkinan ada sinus.

Tes diagnostik
• Perkusi: Bila dilakukan perkusi teraba lunak dan terdengar nada tumpul.
• Vitalitas: Biasanya negatif. Rangsang panas kadang dapat menyebabkan respon akibat
ekspansi gas di dalam kamar pulpa.

• Radiografi: Ditemukan radiolusensi apikal, bisa membesar dan berbatas jelas.


Kemungkinan dapat ditemukan pengisian saluran akar yang tidak sempurna dari
perawatan sebelumnya.
• Gutta percha point yang dimasukkan ke dalam sinus tract akan masuk ke dalam apeks
gigi penyebab dan akan terlihat dalam pemeriksaan radiografi. Cara ini dapat
membantu menentukan diagnosis.

Perawatan
• Perawatan endodontik atau ekstraksi.
• Tindakan operasi daerah apikal dilakukan hanya bila perawatan saluran akar
konvensional sudah dilakukan dan ternyata gagal, atau tidak dapat dilakukan (karena
ada post dan core).

Mencari jejak pus


• Mencari jejak pus dari infeksi periapikal tergantung pada hubungan anatomi yang ada
(Gambar 5.2):

Gigi posterior rahang atas – Pus berjalan melalui plat bukal, biasanya di bawah
perlekatan musculus buccinator. Dengan demikian, pus sering mengarah ke intra oral, ke
dalam sulkus bukalis.

Gambar 5.2 Jejak yang dapat dilalui pus dari lesi periapikal (lihat penjelasan dalam
naskah).

Kadang-kadang, apeks akar (misalnya apeks gigi kaninus atau molar rahang atas) dapat
ditemukan di atas perlekatan musculus buccinator. Dalam kondisi seperti ini, pus akan
keluar ke ekstra oral, ke daerah wajah.

Akar palatal gigi molar satu rahang atas – Terletak di palatal. Dengan demikian, pus
dapat berjalan ke arah palatum. Oleh karena kedekatannya, pus dapat bergerak ke dasar
antrum atau (jarang sekali) ke hidung.
Gigi insisif rahang atas (tidak termasuk insisif lateral) – Pus berjalan ke dalam sulkus
labialis atau yang lebih jarang lagi, ke dasar hidung.

Gigi insisif lateral rahang atas – Apeks gigi ini mengarah ke palatal. Dengan demikian,
pus mengarah ke bagian anterior palatum.

Sebagain besar gigi rahang bawah – Apeksnya berada di atas perlekatan musculus
buccinator. Oleh karena itu, pus berjalan intraoral ke dalam sulkus bukalis. Namun,
untuk gigi anterior rahang bawah, apeksnya berada di bawah perlekatan musculus
mentalis dan pus mengarah ke dagu.

Gigi molar kedua dan ketiga rahang bawah – Apeksnya lebih dekat ke dinding lingual
tulang mandibula dibandingkan dinding bukalnya. Oleh karena itu, pus akan mengarah ke
lingual. Dengan letak apeks di bawah perlekatan musculus mylohyoideus, pus akan
berjalan ke dalam rongga submandibula dan mengarah ke daerah leher.

Gigi molar satu rahang bawah – Apeksnya berada di bawah perlekatan musculus
buccinator. Oleh karena itu, pus mengarah ke ekstra oral, ke daerah wajah.

(Lihat juga perikoronitis di bawah ini).

Periodontitis akut yang berasal dari gingiva (periodontitis lateralis/abses parodontal)

MH. Lebih banyak ditemukan pada pasien diabetes mellitus atau yang immuno
compromised.

DH. Riwayat penyakit pada gingiva, abses, gigi hilang, gigi bergeser/lepas, tidak terawat.

Gejala
• Rasa sakit berdenyut, terus-menerus dan terlokalisir.
• Gigi penyebab dan beberapa gigi lain goyang.
• Rasa dan bau tidak enak timbul bersamaan dengan cairan yang mengalir ke dalam
mulut.
• Dapat disertai pembengkakan yang terasa sakit di dalam mulut.
• Jarang ditemukan pembengkakan ekstraoral.
• Gigi terasa sakit dan “tinggi” (memanjang) saat menggigit.

Tanda
• Gigi goyang dan ditemukan poket.
• Kesehatan mulut buruk, ditemukan plak dan kalkulus.
• Dapat ditemukan sinus atau pus yang keluar dari poket.
• Probe yang dimasukkan ke dalam poket akan membuat pus mengalir ke luar.
• Probing yang dilakukan ke dalam sinus akan membuat poket makin dalam.
• Gigi mengalami supraklusi.
Tes diagnostik
• Vitalitas: Tidak seperti halnya periodontitis apikalis yang berasal dari pulpa, tes vitalitas
memberi hasil positif (tapi lihat lesi periodontal-endodontik di bawah).
• Perkusi: Bila dilakukan perkusi teraba lunak, terutama dengan tekanan dari arah lateral.
Nada perkusi tumpul, akibat akumulasi cairan di rongga ligamen periodontal.
• Radiografi: Terlihat tulang alveolar hilang secara menyeluruh, dengan pola horizontal
dan/atau vertikal.

Kata kunci
Rasa sakit saat menggigit/tertekan
Gigi goyang
Poket dalam
Tes vitalitas positif
Perawatan
• Lakukan drainase melalui poket atau dengan melakukakn insisi.
• Berikan instruksi cara pemeliharaan kesehatan mulut yang baik, anjurkan untuk
menggunakan air garam hangat dan chlorhexidine untuk kumur-kumur.
• Antibiotika tidak diperlukan kecuali bila ada penyakit sistemik.
• Lakukan perawatan untuk penyakit periodontal yang ada.
• Gigi yang tidak dapat diselamatkan sebaiknya diekstraksi setelah fase akut mereda.

Lesi periodontal-endodontik
• Gigi molar merupakan gigi yang paling sering terlibat; gigi tersebut memiliki saluran
akar lateral dan furkasi.
• Kemungkinan berasal dari kelainan periodontal:
i. Poket yang dalam hingga ke apeks.
ii. Resesi atau scaling yang melibatkan saluran akar lateral/furkasi.
• Atau berasal dari kelainan endodontik:
i. Lesi apikal berjalan melalui ligamen periodontal, mengeluarkan cairan di sulkus
gingiva
ii. Lesi pulpa berjalan melalui saluran lateral
iii. Perforasi akar selama perawatan endodonti atau preparasi post dan core
iv. Fraktur akar vertikal.
v. Fraktur akar horizontal yang terhubung dengan sulkus gingiva.
• Atau benar ada bersamaan, misalnya berbeda etiologi tetapi ada di gigi yang sama.
• Dengan demikian, suatu lesi endodontik dapat menyerupai lesi periodontal, sementara
lesi periodontal dapat menyerupai lesi endodontik. Sehingga keduanya dapat ada secara
bersamaan!

Tanda dan gejala


• Sama dengan periodontitis apikalis atau lateralis (lihat di atas) atau kombinasi,
tergantung pada etiologinya.

Tes diagnostik
• Vitalitas: Tidak ada respon bila telah dilakukan perawatan endodontik atau kombinasi.
Ada respon bila lesi utamanya berasal dari periodontium
• Perkusi: Terasa lunak dan nada perkusi terdengar tumpul.
• Radiografi: Gutta percha point di poket mencapai apeks.

Perawatan
• Poket dalam hingga ke apikal, pulpa vital – perawatan periodontal.
• Poket dalam hingga ke apikal, pulpa non vital – perawatan saluran akar plus perawatan
periodontal (perawatan endodontik dilakukan terlebih dahulu).
• Ekstraksi gigi yang tidak mungkin lagi untuk dirawat.

3. Rasa sakit pada gingiva

Gingivitis akibat trauma


• Peradangan pada gingiva yang terlokalisir yang disebabkan oleh trauma fisik (misalnya
sikat gigi, duri ikan), khemis (misalnya aspirin burn) atau elektrik (lebih jarang).

Perawatan
Mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi dengan penggunaan obat kumur air garam
hangat atau chlorhexidine.

Acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG)


• Suatu penyakit infeksi yang memiliki ciri khas ulserasi progresif yang berjalan cepat di
papila interdental.
• Ulserasi bermula dari ujung papila, tetapi menjalar sampai ke tepi gingiva dan dapat
berlanjut hingga menimbulkan kerusakan luas pada jaringan gingiva.
• Ada mikroorganisme Gram negatif bersifat anaerob yang terlibat dalam proses infeksi.
• Ada kemungkinan infeksi ini bersifat oportunistik karena daya tahan tubuh host
menurun.
• Lesi terjadi pada pasien berusia muda hingga usia pertengahan dan lebih banyak
ditemukan pada laki-laki.
• Jarang ditemukan pada anak-anak, dan bila sampai ditemukan seringkali disangka
sebagai stomatitis herpetika.

MH. Perokok (aliran darah menurun), peminum berat, stres psikologis, infeksi saluran
nafas bagian atas, kondisi imunosupresi (termasuk penyakit HIV).

DH. Pasien yang jarang-jarang ke dokter gigi, kesehatan mulut tidak terawat,
pembersihan plak tidak dilakukan.

Gejala
• Perabaan lunak pada gingiva dari sedang hingga berat, timbul rasa sakit saat makan dan
menggosok gigi.
• Rasa sakit terasa berdenyut, kadang disertai halitosis dan rasa logam yang tidak enak.
• Gingiva mengalami perdarahan spontan.

Tanda
• Biasanya gigi tidak terawat, yang dapat dilihat dari perlekatan plak dan kalkulus yang
ada. Namun demikian, pada penderita immunocompromised, ANUG dapat berkembang
walaupun kesehatan mulutnya dijaga dengan baik.
• Bau mulut sangat terasa, dan biasanya disebabkan oleh akumulasi produk bakteri
anaerob dan jaringan nekrotik.
• Tepi gingiva mengalami ulserasi disertai kerusakan papila interdental, sering
menyebabkan terjadinya ulkus berbentuk punched-out.
• Di atas jaringan gingiva ditemukan pseudomembran berwarna keabuan. Bila
pseudomembran tersebut dilepaskan, akan terjadi perdarahan.
• Lesi hanya ditemukan pada jaringan gingiva; jaringan mukosa lainnya dapat terlibat
pada kondisi malnutrisi atau imunosupresi.

• Pireksia, malaise dan limfadenopati servikal merupakan gambaran yang umumnya akan
ditemukan pada ANUG.

Kata kunci
Biasanya kesehatan mulut sangat buruk
Papila interdental mengalami ulserasi
Imunosupresi

Tes diagnostik
• Ditemukan mikroorganisme Gram negatif dalam pemeriksaan apus.
• Apabila penyakit bersifat parah, rekuren atau disertai penyakit sistemik, maka
diperlukan pemeriksaan darah untuk menyingkirkan kemungkinan tejadinya leukemia
dan penyakit lainnya yang dapat menimbulkan imunosupresi.

Perawatan
• Lakukan pembersihan dan irigasi pada jaringan, sebanyak mungkin selama masih dapat
ditolerir oleh pasien.
• Berikan metronidazole 200 mg tds selama lima hari dan obat kumur hidrogen peroksida
(20 volume dilarutkan dalam perbandingan 1:4) atau chlorhexidine.
• Berikan penyuluhan cara menjaga kesehatan mulut dengan baik dan lakukan scaling
serta polishing setelah fase akut mereda.
• Kurangi atau hindari kebiasaan merokok.

Perikoronitis akut
• Penyakit ini merupakan infeksi bakteri pada jaringan di sekitar gigi yang baru tumbuh
sebagian. Poket yang terbentuk di sekitar gigi yang erupsi sebagian tersebut
memungknkan terjadinya infeksi pada gigi yang bersangkutan.
• Gigi molar tiga adalah gigi yang seringkali terlibat.
• Trauma yang berasal dari gigi molar atas yang jatuh pada operkulum di atas gigi molar
tiga rahang bawah merupakan faktor yang memperparah lesi.

MH. Faktor predisposisi yang kemungkinan berperan adalah stres psikologis dan infeksi
saluran nafas bagian atas. Keadaan ini banyak ditemukan di musim gugur, musim
semi dan selama waktu ujian di perguruan tinggi.

DH. Ada gigi molar tiga rahang bawah yang sedang erupsi sebagian – dapat juga disertai
gigi tetap lain yang akan tumbuh (tetapi jarang sekali). Insidens untuk kondisi ini
adalah usia 20 tahun.

Gejala
• Rasa sakit berdenyut, terlokalisir di regio molar tiga rahang bawah. Pasien masih dapat
menunjukkan gigi yang sakit.
• Terjadi pembengkakan di atas dan di bawah sudut mandibula.
• Ditemukan kesulitan membuka mulut dan disertai rasa sakit saat menelan.

• Secara umum pasien merasa tidak sehat.


• Bila kelenjar limfe submandibula dan servikal terlibat, akan ditemukan rasa sakit di
daerah leher dan rahang.

Tanda
• Ada trismus; sehingga pemeriksaan intraoral seringkali sulit untuk dilakukan.
• Pembengkakan intraoral menyebar hingga sudut rahang
• Pada pemeriksaan ekstraoral ditemukan limfadenopati daerah submandibula dan
servikal bagian atas.
• Operkulum dan jaringan gingiva di sekitar gigi molar tiga terlihat membengkak dan
dapat disertai pus yang keluar dari bawah operkulum tersebut.
• Gigi molar tiga rahang atas beroklusi di atas operkulum yang meradang.
• Dapat disertai pireksia.

Kata kunci
Rasa sakit terlokalisir.
Gigi tiga molar rahang bawah erupsi sebagian.
Gigi molar tiga rahang atas beroklusi di atas operkulum

Tes diagnostik
• Bila gigi molar tiga tidak terlihat secara visual, dapat dilakukan pemeriksaan dengan
probe (berarti berhubungan langsung dengan rongga mulut). Gigi yang sama sekali
belum erupsi dan tidak berhubungan langsung dengan rongga mulut tidak akan
menimbulkan rasa sakit.
• Pemeriksaan nodus limfatik: sering ditemukan limfadenopati servikal.
• Radiografi: Gigi molar tiga yang erupsi sebagian seringkali disertai folikel yang
membesar di sekitar mahkota gigi.

Perawatan
• Lakukan pengasahan untuk mengurangi tinggi cusp gigi molar tiga rahang atas yang
berkontak dengan operkulum gigi molar tiga rahang bawah atau lakukan ekstraksi pada
gigi molar tiga rahang atas.
• Lakukan irigasi di bawah flap operkulum menggunakan air garam hangat atau obat
kumur/gel chlorhexidine.
• Bila ditemukan limfadenopati atau gejala sistemik, berikan antibiotika berupa
metronidazole atau penisilin V.
• Air garam hangat dapat digunakan untuk kumur-kumur setiap 2 jam.
• Bila diperlukan dapat ditambahkan analgesik.
• Bila fase akut telah mereda, lakukan ekstraksi gigi molar tiga rahang bawah (jika
diperlukan). Fase akut harus reda dulu untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi
dan dry socket.

Mencari jejak pus dari infeksi molar tiga rahang bawah


Pus dapat mengalir ke dalam rongga peritonsilar, faringeal lateral, pterygoid, atau ke
dalam sulkus bukalis mandibula. Demikian juga, pus dapat menembus musculus
buccinator lateral, masuk ke dalam rongga parotis atau mengalir ke daerah wajah.

Abses migratori pada sulkus bukalis


Kadang-kadang, pus dapat mengalir dari regio gigi molar tiga, di sepanjang parit yang
terbentuk oleh tulang mandibula dan ridge oblique eksterna, dan berlanjut ke sulkus
bukalis di sebelah gigi molar satu. Bila pengobatan ditunda, maka akan terbentuk sinus
intraoral.

Gambar 5.3 Mencari jejak pus dari infeksi gigi molar tiga.

Rasa sakit pada gigi yang akan tumbuh


• Terjadi perikoronitis di sekitar gigi yang sedang tumbuh (biasanya gigi sulung).

MH. Ada kemungkinan terjadi infeksi virus.

• Kondisi ini bersifat self-limiting dan tidak memerlukan perawatan. Bila parah, dapat
diberikan analgesic gel (misalnya lignocaine).

Gingivitis deskuamativa
• Istilah “deskuamativa” hanya bersifat deskriptif, bukan merupakan suatu diagnosis.
Istilah tersebut digunakan untuk gingiva yang terlihat merah meradang.
• Penyebabnya dapat berupa lichen planus (lihat halaman 205, 220) dan mucous
membrane pemhigoid (lihat halaman 202).
• Diagnosis penyebabnya perlu dikonfirmasi dengan biopsi.

4. Rasa sakit pada tulang


Dry socket
• Merupakan komplikasi utama dari ekstraksi gigi.
• Faktor predisposisi yang berperan adalah suplai darah yang berkurang, infeksi dan
trauma selama ekstraksi.

MH. Radioterapi yang dilakukan terhadap rahang, penyakit Paget.

DH. Ekstraksi yang baru saja dilakukan, biasanya pada gigi molar rahang bawah,
terutama gigi molar tiga sekitar 2-4 hari sebelumnya. Dry socket jarang ditemukan
di rahang atas.

Gejala
• Di dalam tulang, di daerah ekstraksi ditemukan rasa sakit berdenyut, terus-menerus,
dan parah. Seringkali disertai bau mulut yang hebat.
• Rasa sakit yang terjadi beberapa hari setelah ekstraksi biasanya terjadi akibat
pembentukan dry socket.
• Daerah ekstraksi terasa sakit bila tersentuh dan bila makan.

Tanda
• Mudah ditemukan bau mulut.
• Bila dilakukan pemeriksaan pada soket akan terlihat bahwa bekuan darah hancur dan
soket kosong atau terisi dengan debris.
• Gingiva di sekitar soket terlihat merah dan meradang.
• Bila debris dibersihkan dengan cara irigasi, dapat terlihat warna tulang mati yang putih
melapisi soket.

Kata kunci
Rasa sakit dalam tulang beberapa hari sesudah ekstraksi.

Perawatan
• Buang debris dan lakukan irigasi dalam soket, menggunakan air garam hangat.
• Soket dilapisi dengan Alvogyl.
• Ingatkan pasien bahwa rasa sakit dapat berlangsung sekitar 1 minggu.
• Kemungkinan perlu diberikan analgesik.

Osteomyelitis
Lihat Bab 8.

Kista gigi terinfeksi


Lihat Bab 9.
Trauma, Fraktur
Lihat Bab 7.

5. Rasa sakit yang berkaitan dengan plat gigi tiruan

• Rasa sakit tersebut dapat terjadi karena plat gigi tiruan yang tidak pas atau berlebihan,
kesalahan penentuan letak gigit, tekanan yang terjadi pada saraf (misalnya nervus
mentalis) atau akibat tulang yang menonjol dan gigi atau akar yang erupsi di bawah plat
gigi tiruan.

Gejala
• Rasa sakit saat makan.

Tanda
• Rasa sakit bila ada tekanan pada gigi tiruan di regio yang bermasalah, eritema atau
ulserasi mukosa di tepi gigi tiruan, akar atau gigi di bawah plat gigi tiruan, tepi tulang
alveolar yang tajam.

Perawatan
• Hilangkan penyebab.

Bacaan lanjutan

Fox, K. dan Youngson, C. (1997) Diagnosis and treatment of the cracked tooth. Primary
Dental Care, 4, 109-113.
Juniper, R.P. dan Parkins, B.J. (1990) Emergencies in Dental Practice: Diagnosis and
Management. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Bab 6. Rasa sakit yang tidak berasal dari gigi

Ringkasan

Diagnosis banding
1. Neurologi
Trigeminal neuralgia
Glossopharyngeal neuralgia
Herpes zoster
Post-herpetic neuralgia
Geniculate herpes (Ramsay-Hunt syndrome)
Bell’s palsy
Multiple sclerosis
Penyakit HIV (lihat Bab 8 dan 10)
Tumor intrakranial
Kausalgia

2. Vaskular
Migrain
Periodic migrainous neuralgia
Paroxysmal facial hemicrania
Giant cell arteritis
Rasa sakit yang menjalar, misalnya cardiac ischaemia

3. Antrum maksila/nasofaring
Sinusitis
Keganasan

4. Kelenjar saliva
Sialadenitis bacterial akut (lihat Bab 12)
Sialadenitis bacterial kronis (lihat Bab 12)
Sindroma Sjögren (lihat Bab 13)
Keganasan (lihat Bab 10 dan 12)
Kalkulus, stenosis duktus, obstruksi orifis duktus
Penyakit HIV (lihat Bab 12)
Mumps (lihat Bab 8)

5. Mukosa mulut
Herpes zoster (lihat atas)
Geniculate herpes (Ramsay-Hunt syndrome)(lihat atas)
Herpetic gingivostomatitis (lihat Bab 10)
Karsinoma lanjut ( lihat Bab 10 dan 12)
Ulserasi mukosa ( lihat Bab 10)
6. Rahang/otot pengunyahan
Gangguan sendi temporomandibula
Fraktur (lihat Bab 7)
Osteomielitis (lihat Bab 8)
Kista terinfeksi (lihat Bab 9)
Keganasan (lihat Bab 12)

7. Telinga
Otitis media

8. Mata
Glaucoma

9. Psikogenik
Rasa sakit fasial atipia
Odontalgia atipia
Sindroma mulut terbakar

(Lihat Bab 5 untuk Pendahuluan Rasa sakit)


• Rasa sakit yang bukan berasal dari gigi lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan
rasa sakit yang berasal dari gigi.
• Penyebab rasa sakit yang bukan berasal dari gigi pada umumnya karena gangguan sendi
temporomandibula.

1. Neurologi

Trigeminal neuralgia

• Rasa sakit menusuk yang terjadi tiba-tiba, rekuren, sebentar (beberapa detik saja), dan
sangat parah, terjadi di sepanjang distribusi nervus trigeminus (lihat Gambar 5.1).
• Merupakan kondisi yang sangat jarang terjadi, terutama ditemukan pada usia
pertengahan dan lansia.
• Bila ditemukan pada pasien di bawah usia 40 tahun, perlu dicurigai akan adanya kondisi
patologis yang melatarbelakangi penyakit tersebut, misalnya tumor atau multiple
sclerosis. Sekitar 3% pasien yang mengeluhkan trigeminal neuralgia menderita
multiple sclerosis.
• Semua pasien trigeminal neuralgia harus menjalani pemeriksaan neurologi yang teliti,
terutama pada nervus cranialis (lihat Bab 4).
• Trigeminal neuralgia ditemukan dua kali lipat lebih banyak pada wanita.
• Sisi kanan lebih banyak terkena dibandingkan sisi kiri (dengan perbandingan 1,7 : 1).
• Rasa sakit dapat terjadi bilateral, tetapi sangat jarang (4%).
Etiologi termasuk
Demielinasi
Tekanan vaskular pada ganglion trigeminus
Trauma atau infeksi pada nervus trigeminus
Idiopatik

MH. Ada hubungannya dengan multiple sclerosis.

Gejala
(Diagnosis ditentukan berdasarkan riwayat penyakit)
• Rasa sakit paroxysmal daerah wajah, bersifat unilateral, menusuk, sebentar (hitungan
detik), sangat menyiksa, tak tertahankan, yang terjadi pada daerah tertentu.
• Kondisi sakit seperti itu terjadi beberapa kali.

Ciri khas rasa sakitnya adalah:


• Rasa sakit terbatas pada salah satu dari tiga divisi nervus trigeminus, terutama divisi
kedua dan ketiga.
• Ada daerah pemicu di sepanjang distribusi nervus trigeminus. Di antara serangan yang
terjadi, daerah pemicu tersebut sulit untuk disembuhkan. Tekanan yang paling ringan
sekalipun di daerah pemicu akan menimbulkan rasa sakit yang parah. Pasien tidak
berani mencukur muka, atau menyentuh daerah wajah di daerah pemicu, karena
khawatir akan memicu serangan rasa sakit. Bila daerah pemicu melibatkan rongga
mulut, maka akan terjadi gangguan berbicara dan penelanan. Bila ditemukan kelainan
neurologi lainnya selain adanya daerah pemicu, maka diagnosis yang ditemukan
kemungkinan bukan trigeminal neuralgia.
• Rasa sakit pada trigeminal neuralgia tidak pernah menyeberang daerah garis tengah dan
tidak menyeberang dari satu divisi ke divisi yang lain di nervus yang sama.
• Rasa sakit digambarkan sebagai rasa sakit tajam dan menusuk, yang jenisnya seperti
aliran listrik atau ujung jarum yang panas. Rasa sakit terjadi dengan cepat, waktunya
pendek dan cepat berhenti. Beberapa serangan terjadi dalam beberapa menit. Kondisi
ini dikuti dengan rasa sakit tumpul yang bertahan untuk beberapa jam. Serangan
umumnya tejadi dalam jam-jam pertama saat bangun tidur.
• Rasa sakit pada trigeminal neuralgia timbul berkelompok. Pasien mengalami rasa sakit
dalam periode tertentu setiap hari, kemudian diikuti periode remisi. Periode remisi
dapat berlangsung beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
• Untuk keperluan diagnosis, perlu diperhatikan bahwa trigeminal neuralgia tidak
mengganggu tidur.

Tanda
• Tic douloureux (kontraksi spasmodik otot-otot wajah akibat rasa sakit dari trigeminal
neuralgia).
Kata kunci
Sangat singkat
Parah

Rasa sakit menusuk


Daerah pemicu
Distribusi nervus trigeminus
Waktu tidur tidak terganggu

Diagnosis banding
Neuropati (akibat lesi menekan nervus trigeminus)
Herpes zoster (ditemukan lesi di kulit)
Rasa sakit fasial atipia

Migrainous neuralgia
Pulpitis
Periodontitis apikalis

Perawatan
• Dirujuk ke ahli penyakit mulut / untuk perawatan neurologi. Dapat diberikan
carbamazepine dan/atau phenytoin. Bila rasa sakit tidak dapat dikontrol, dapat
dilakukan cryotherapy, tindakan bedah, termokoagulasi nervus perifer setelah keluar
dari foramen.

Pretrigeminal neuralgia
• Ditemukan pada sekitar 20% penderita trigeminal neuralgia.
• Rasa sakit tampil seperti rasa sakit gigi yang ringan, walaupun tidak ditemukan tanda-
tanda kelainan gigi.
• Berlangsung terus hingga menjadi trigeminal neuralgia.

Glossopharyngeal neuralgia
• Lebih jarang ditemukan dibandingkan trigeminal neuralgia.
• Sebagian besar ditemukan pada usia pertengahan dan lansia.
• Kondisi patologi yang melatarbelakangi (terutama multiple sclerosis) harus disingkirkan
dulu.

MH. Kemungkinan multiple myeloma, multiple sclerosis.

Gejala
• Rasa sakit sama dengan trigeminal neuralgia, tetapi melibnatkan glossopharyngeal.
• Ada dua distribusi rasa sakit yang diketahui:
1. Otic (rasa sakit yang ada hubungannya dengan telinga)
2. Pharyngeal (rasa sakit berhubungan dengan sudut rahang, tenggorokan dan leher)
• Daerah pemicu berlokasi di orofaring dan serangan dapat dimulai dengan penelanan.

Tanda
• Kadang ditemukan gambaran vagal (misalnya nausea, bradikardia) selama serangan.

Perawatan
• Dirujuk ke spesialis.

Herpes zoster (shingles)


• Satu-satunya rasa sakit tidak berasal dari gigi yang menyerupai rasa sakit pulpa (lihat
Bab 5).
• Zoster adalah peradangan karena virus, terletak di akar ganglion bagian posterior,
melibatkan satu atau lebih saraf sensoris perifer.
• Herpes zoster menyebabkan cacar air pada anak-anak, tetapi (sebagaimana halnya
herpes simpleks) virus tetap berada di ganglion sensoris sampai terjadi reaktivasi.
• Reaktivasi pada orang dewasa menyebabkan herpes zoster.
• Penyakit ini banyak ditemukan, tetapi umumnya terjadi pada orang dewasa, yang
berusia di atas 60 tahun.
• Di daerah trigeminus, divisi ophthalmicus adalah yang paling sering terlibat.
• Pasien datang ke dokter gigi bila divisi kedua atau ketiga yang terlibat.

MH. Herpes zoster dapat terjadi pada lansia yang terlihat sehat. Pada orang dewasa muda
atau anak-anak, terutama bila mengalami imunosupresi (misalnya karena penyakit
HIV), dapat terjadi herpes zoster, terutama bila bersifat parah dan/atau rekuren.

Gejala
• Pada tahap prodromal ditemukan rasa sakit seperti terbakar, letaknya di dalam, parah
dan bersifat unilateral. Gejala prodromal terjadi beberapa hari sebelum daerah
eritematous dan vesikel timbul.
• Vesikel pecah dan membentuk krusta di kulit, tetapi dalam mulut membentuk ulserasi
dangkal. Vesikel dan ulserasi terletak unilateral di sepanjang distribusi saraf sensoris.
• Pasien mengalami demam dan terlihat kurang sehat.
• Bila melibatkan rongga mulut, akan timbul rasa sakit dan kesulitan saat menelan.

Tanda
• Bila yang terlibat adalah divisi maksilaris, palatum durum dan palatum molle akan
terlibat dan bersifat unilateral.
• Bila yang terlibat divisi mandibula, akan ditemukan lesi kulit yang luas dan bersifat
unilateral.
• Bila divisi ophthalmicus yang terlibat (Gasserian herpes), akan berkembang ulserasi
kornea yang berbahaya.
• Distribusi lesi yang bersifat unilateral di sepanjang distribusi anatomi dermatom
merupakan ciri khas herpes zoster.
• Kelompok vesikel berdinding tipis, ataupun ulserasi yang bersifat unilateral (intraoral),
berhenti dengan tegas di daerah garis tengah.
• Lesi baru akan muncul terus dalam periode 3 minggu.
• Ditemukan juga pireksia, pembesaran kelenjar limfe regional dan pelunakan.
• Virus menyebar melalui kontak langsung dengan cairan vesikel. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya cacar air pada mereka yang belum pernah terkena herpes
zoster. Penyebaran seperti itu seharusnya dicegah, terutama pada wanita hamil dan
penderita immunocompromised.
• Post-herpetic neuralgia adalah salah satu komplikasi infeksi herpes zoster yang sangat
sakit.

Kata kunci
Unilateral, anatomikal, distribusi lesi
Rasa sakit mendahului pembentukan vesikel.

Perawatan
• Pada kasus yang parah dan kesehatan yang immunocompromised, dapat digunakan
aciclovir (800 mg 5 kali sehari setiap hari, selama 5 hari).
• Bila divisi ophthalmicus terlibat, rujuk ke ahli penyakit mata. Untuk menghindari
terjadinya kebutaan perlu diberikan pengobatan intravena.

Post-herpetic neuralgia

MH. Riwayat herpes zoster yang pernah diderita.


• Terjadi pada 10% pasien herpes zoster yang melibatkan nervus trigeminus.
• Divisi ophthalmicus nervus trigeminus adalah yang paling sering terkena.

Gejala
• Memiliki ciri khas rasa sakit yang tumpul, persisten (bukan paroxysmal), unilateral, dan
sangat parah.
• Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan riwayat lesi kulit yang pernah diderita dan
jaringan parut yang terjadi.

Tanda
• Kulit yang terlibat terlihat berwarna merah, karena pasien seringkali menggaruknya
untuk mengurangi rasa sakit yang terjadi.
• Rasa sakit demikian parah dan persisten, sehingga pasien memiliki keinginan untuk
bunuh diri dan tindakan lainnya yang membahayakan dirinya.

Kata kunci
Terus-menerus, parah, rasa sakit unilateral
Infeksi herpes zoster sebelumnya

Perawatan
• Dirujuk ke spesialis untuk perawatan. Tidak ada perawatan yang benar-benar efektif.
Dapat dicoba penggunaan tricyclic antidepressant, antikonvulsan dan anestetik lokal.

Geniculate herpes (Ramsay-Hunt syndrome)


• Disebabkan oleh infeksi herpes zoster di ganglion geniculata.
• Rasa sakit terjadi di tenggorokan ataupun telinga, diikuti dengan timbulnya vesikel di
telinga dan saluran ekskresi.
• Ditemukan juga facial palsy pada neuron motorik bagian bawah (lihat di bawah).
• Dapat disertai dengan tinnitus dan vertigo.

Perawatan
Dirujuk ke spesialis untuk perawatan.

Bell’s palsy
• Palsy pada nervus facialis neuron motorik bagian bawah yang bersifat akut (lihat
bawah). Biasanya disebabkan oleh infeksi herpes simpleks yang bersifat lokal, yang
berlanjut dengan udema nervus di kanal fasialis.
• Bell’s palsy sering terjadi, pada pria maupun wanita yang sudah dewasa.
• Pada 10% pasien, penyembuhan dari paralisis fasial bersifat tidak sempurna.
• Paralisis fasial bersifat unilateral dan merupakan masalah utama pada penderita Bell’s
palsy. Sedangkan rasa sakit dapat mendahului ataupun menyertai terjadinya palsy.

Gejala
• Rasa sakit di sekitar telinga terjadi pada 50% pasien, sebelum atau bersamaan dengan
timbulnya paralisis. Rasa sakit dapat menyebar ke rahang.
• Biasanya paralisis fasial berlangsung cepat, dan paling parah dalam 48 jam pertama.
Paralisis otot muka ini bersifat unilateral.
• Pasien menyangka mereka telah mengalami stroke (cerebrovascular accident) dan perlu
untuk diyakinkan bahwa bukan itu yang terjadi.

Tanda
• Diagnosis dari penyebab rasa sakit akan terlihat jelas saat paralisis terjadi beberapa jam
atau beberapa hari kemudian.
• Pada pemeriksaan yang dilakukan untuk otot wajah, saat paralisis telah terjadi, pasien
mengalami kesulitan untuk mengangkat kelopak mata ataupun tersenyum di sisi yang
terlibat.

Kata kunci
Rasa sakit unilateral di sekitar telinga
Diikuti segera dengan facial palsy

Perawatan
• Dirujuk ke spesialis. Kemungkinan akan diberikan prednisolone, atau dikombinasikan
dengan aciclovir.

Catatan:
• Otot-otot ekspresi muka diinervasi oleh nervus cranialis ketujuh (nervus facialis).
Neuron yang mengontrol pergerakan otot di daerah wajah bagian atas diinervasi oleh
kedua sisi serebral. Sebaliknya, neuron yang mengontrol pergerakan otot wajah bagian
bawah hanya diinervasi dari sisi yang berlawanan.
• Kelemahan otot wajah dapat disebabkan oleh penyakit otot primer (misalnya
myasthenia gravis) atau lesi pada nervus facialis.
• Lesi pada nervus facialis dapat berupa:
Lesi pada neuron motorik atas: Lesi yang terletak di atas pontine nucleus menyebabkan
paralisis wajah bagian bawah. Bagian atas wajah tidak terlibat, karena diinervasi dari
dua sisi (bilateral innervation).
Lesi pada neuron motorik bawah: Lesi terletak di antara pontine nucleus dan perifer.
Otot-otot wajah bagian atas dan bawah terlibat semua. Penyebabyang umumnya terjadi
adalah Bell’s palsy.
• Otot-otot wajah bagian bawah dapat dites dengan cara meminta penderita untuk
tersenyum atau memperlihatkan giginya.
• Otot-otot wajah bagian atas dapat dites dengan cara meminta pasien untuk
mengkerutkan matanya atau mengernyitkan dahinya.

Diagnosis banding facial palsy

Neurologi:
Bell’s palsy
Stroke
Tumor serebral
Tindakan bedah/trauma terhadap nervus facialis
Multiple sclerosis
Penyakit HIV
Diabetes mellitus
Ramsay-Hunt syndrome
Guillain-Barré syndrome
Botulisme
Penyakit otot primer:
Myasthenia gravis
Lesi pada kelenjar Parotis:
Tindakan bedah/trauma
Keganasan
Gangguan telinga tengah:
Mastoiditis
Keganasan
Lain-lain:
Sindroma Reiter
Sindroma Melkersson-Rosenthal

Multiple (disseminated) sclerosis

MH. Kemungkinan trigeminal neuralgia.


• Dapat menyerupai penyebab rasa sakit lainnya yang berasal dari gigi maupun yang
bukan, misalnya trigeminal neuralgia.
• Sekitar 3% pasien dengan trigeminal neuralgia menderita juga multiple sclerosis.
• Terjadi pada wanita 50% lebih banyak dibandingkan pria.
• Penyakit ini pertama kali ditemukan di usia 20 – 40 tahun. Jarang ditemukan pertama
kali di bawah usia 15 tahun ataupun di atas 50 tahun.

Gejala
• Retrobulbar neuritis dapat menyebabkan rasa sakit daerah mata.
• Dapat ditemukan lesi neurologi yang multipel (akibat demielinasi saraf), (misalnya
parestesia, kelainan motorik, berpantang, gangguan penglihatan). Kemungkinan ada
riwayat serupa pada lokasi dan waktu yang berbeda.
• Akan ditemukan kelemahan otot, kesemutan atau mati rasa pada tangan dan kaki,
kehilangan keseimbangan, vertigo dan gangguan pada sphincter.
• Remisi sering terjadi, namundapat ditemukan penurunan kesehatan secara progresif.
• Rasa sakit fasial biasanya terjadi setelah penyakit berlangsung lama, setelah diagnosis
multiple sclerosis sudah lama ditentukan.

Kata kunci
Lesi neurologi multipel
Lokasi dan waktu berbeda

Tumor intrakranial

Catatan: Semua lesi yang membesar di dalam tengkorak, termasuk abses, hematoma,
juga neoplasma, dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sama.
• Pada orang dewasa, neoplasma intrakranial yang umumnya terjadi adalah glioma,
meningioma, metastatic carcinoma (dari paru-paru atau payudara), neuroma (biasanya
nervus kedelapan) dan tumor pituitari.
• Pada anak-anak, neoplasma intrakranial yang umumnya terjadi adalah medulloblastoma
dan astrocytoma.

Gejala
• Sakit kepala yang bersifat rekuren, terasa makin berat atau dimulai dengan tindakan
menjulurkan anggota tubuh atau gerakan batuk-batuk.
• Vomitus (biasanya dikaitkan dengan tumor di fossa posterior dan karena keterlibatan
langsung pusat vomitus).
• Kelainan fungsi yang bersifat progresif, baik mental mapun fisik, misalnya pendengaran
berkurang, penglihatan berkurang, lemah, perubahan kepribadian, gangguan intelektual,
epilepsi, gangguan keseimbangan.

Tanda
• Papilloedema (pembengkakan discus opticus), akibat obstruksi jalur cairan
serebrospinal (banyak ditemukan pada tumor fossa posterior).
• Tanda neurologi fokal (dapat digunakan untuk melokalisir tumor) misalnya:
(i) Acoustic neuroma di sudut cerebello-pontine – tumor yang umum ditemukan
melibatkan nervus trigeminus. Keadaan iniberlanjut dengan:
Hilangnya fungsi sensorik di region distribusi nervus trigeminus
Refleks kornea hilang
Pendengaran berkurang, yang bersifat unilateral
Kelemahan otot wajah bila nervus facialis terlibat
Nystagmus ke arah daerah yang terlibat
Kelemahan spastik pada kaki dari sisi yang berlawanan
Respon plantar ekstensor kontralateral (Babinski)

Rasa sakit di sepanjang distribusi nervus trigeminus memang di luar kebiasaan,


tetapi bila ada biasanya bersifat persisten. Namun kadang rasa sakit menyerupai
trigeminal neuralgia.
(ii) Tumor parasagittal (meningioma) menekan nervus olfactorius sehingga
menyebabkan anosmia.

(iii) Adenoma pituitary menyebabkan kelainan lapangan pandang bitemporal

Tes diagnostik
Pemeriksaan nervus cranialis (lihat halaman 56-57).
Dirujuk ke spesialis neurologi untuk pemeriksaan dan tes.

Kausalgia
• Rasa sakit yang terjadi setelah trauma terhadap nervus sensorik perifer, misalnya setelah
ekstraksi yang sulit.
• Rasa sakit terjadi akibat proses penyembuhan nervus yang tidak sempurna.

MH. Dapat terjadi beberapa minggu setelah operasi atau trauma.

Gejala
• Rasa sakit seperti terbakar, terus-menerus di lokasi trauma atau bedah yang pernah
dilakukan; kadang menyerupai trigeminal neuralgia.

Tanda
• Jaringan parut yang terbentuk dari operasi atau trauma sebelumnya.

Kata kunci
Jaringan parut di lokasi rasa sakit

Tes diagnostic
• Rasa sakit dapat dikurangi dengan pemberian anestesi lokal.

Perawatan
• Dirujuk ke spesialis. Tidak ada perawatan yang memuaskan, tetapi pemberian
carbamazepine dapat menolong mengurangi rasa sakit.

2. Vaskular

Migrain

• Biasanya mulai pada dekade kedua dan menghilang dengan bertambahnya usia.
• Wanita (75%) lebih banyak terkena dibandingkan pria dan kondisi ini lebih banyak
ditemukan pada para profesional.
• Satu di antara sepuluh orang akan mengalami serangan migrain dalam hidup mereka.

• Dalam 50% kasus yang ditemukan, migrain terjadi di antara keluarga. Orang yang
memiliki keluarga dengan keluhan migrain akan mengalami hal yang sama dengan
kondisi yang lebih parah.
• Kemungkinan penyebabnya adalah konstriksi cabang arteri karotis eksterna, sehingga
menyebabkan pancaran khas yang diikuti oleh dilatasi, yang menimbulkan sakit kepala.

Gejala
• Gejala prodromal menyebabkan kelesuan, pancaran (gangguan penglihatan) dan
kesemutan pada daerah wajah serta kadang-kadang daerah mulut. Gejala prodromal ini
berlangsung sekitar 15 – 30 menit dan diikuti oleh rasa sakit berdenyut dan parah di
daerah temporal, frontal dan orbital.
• Rasa sakit biasanya unilateral (sisi yang terlibat dapat bergantian) dan termasuk jenis
yang berdenyut. Sakit kepala dapat berlangsung selama 12 jam, tetapi biasanya terjadi
di siang hari, bukan malam hari. Frekuensi serangan bervariasi.
• Pasien terlihat tidak sehat, pucat, berkeringat dan nausea. Dapat terjadi vomitus.
• Pasien lebih senang dapat berbaring di kamar yang gelap (fotofobia) dan tenang, dan
tidak ada nafsu makan.
• Serangan terjadi setiap beberapa minggu atau beberapa bulan.
• Serangan dapat diawali oleh stres psikologis atau makanan, anggur, bir, coklat dan keju.
Rasa lapar juga dapat mengawali serangan.
• Pasien mungkin tipe orang yang memiliki obsesi dan serangan kemungkinan terjadi saat
periode relaksasi setelah aktivitas yang sangat intens (weekend migraine). Serangan
juga dapat terjadi sebelum haid.
• Memang, apapun yang dapat mengawali sakit kepala pada orang sehat dapat memicu
migrain pada orang yang rentan.

Kata kunci
Sakit kepala berdenyut di siang hari yang berlangsung beberapa jam
Pancaran
Fotofobia
Nausea dan vomitus

Perawatan
• Analgesik sederhana dan anti-emetik dapat meringankan rasa sakit. Namun, untuk
pasien yang sering mengalami rekurensi, sebaiknya dirujuk kepada dokter yang
berwenang. Dapat digunakan obat Ergotamine dan Sumatriptan.

Periodic migrainous neuralgia (sphenopalatine neuralgia, “cluster headache”, “alarm

clock” headache)

• Disebabkan oleh spasme dan dilatasi arteri, seperti halnya migrain.


• Biasanya disebabkan oleh gangguan pada cabang maksilaris arteri karotis eksterna,
tetapi dapat melibatkan pembuluh darah manapun termasuk arteri karotis interna.
• Terutama terjadi pada orang dewasa muda (20 – 40 tahun, mahasiswa, tidak pernah di
bawah 20 tahun).
• Pria lebih banyak terkena dibandingkan wanita (berbeda dengan migrain klasik).

MH. Seringkali ditemukan riwayat migrain saat usia anak-anak atau dalam keluarga.
Kondisi stres dan minuman beralkohol dapat mengawali serangan.

Gejala
• Rasa sakit berdenyut, membakar, paroxysmal, unilateral, sangat parah sehingga pasien
tidak dapat berfungsi dengan normal.
• Tidak seperti migrain klasik, rasa sakit terjadi justru pada malam hari. Kondisi ini
merupakan salah satu keadaan yasng membuat pasien terjaga. Observasi ini penting
untuk menentukan diagnosis.
• Rasa sakit terjadi pada episode tertentu (sehingga diberi nama “periodic” migrainous
neuralgia), biasanya terjadi sekali dalam 24 jam.
• Rasa sakit terjadi cepat, dalam waktu pendek, biasanya hanya sampai 30 menit, tetapi
kadang dapat mencapai 2 jam.
• Rasa sakit menghilang secepat datangnya.
• Rasa sakit biasanya terbatas pada daerah sekitar dan di belakang mata dan ada
hubungannya dengan maksila.
• Serangan terjadi pada waktu yang kurang lebih sama setiap malam (“alarm clock
awakening”) dan berkelompok dalam satu periode (sering sekali dalam 24 jam) serta
diikuti oleh periode remisi selama beberapa minggu, beberapa bulan bahkan beberapa
tahun (sehingga disebut cluster headache). Di antara serangan, ada periode yang bebas
dari rasa sakit.
• Gejala otonom dapat menyertai periodic migrainous neuralgia, termasuk sumbatan
hidung, keluarnya ingus dan mata merah berair.
• Tidak seperti migrain, tidak ditemukan nausea atau gangguan penglihatan.
• Tidak seperti trigeminal neuralgia, tidak ada daerah pemicu.
• Lebih penting lagi untuk dokter gigi, 50% pasien dengan periodic migrainous neuralgia
datang ke dokter gigi dengan keluhan sakit gigi.

Kata kunci
Terutama terjadi pada pria
Rasa sakit parah
Terjadi berdasarkan episode (periodik)
Terjadi di waktu yang sama di malam hari (“alarm clock awakening”)
Terjadi dalam kelompok (“cluster headache”)
Gejala otonom

Perawatan
• Dirujuk. Ergotamine atau anti-inflamasi, misalnya Indomethacin dapat digunakan
. Pasien sebaiknya menghindari minuman beralkohol.
Diagnosis banding
Sinusitis

Retrobulbar neuritis

Giant cell arteritis

Glaucoma akut
Migrain klasik

Trigeminal neuralgia

Paroxysmal facial hemicrania

• Sangat mirip dengan periodic migrainous neuralgia, tetapi tanpa keluhan otonom.

Perawatan
• Dirujuk. Dapat digunakan Indomethacin.

Giant cell (temporal, cranial) arteritis

• Giant cell arteritis adalah terminologi yang lebih sering digunakan, karena arteri
temporalis bukanlah satu-satunya arteri yang terlibat dalam arteritis ini. Kadang lesi
serupa terjadi di seluruh otot skeletal, terkait dengan vaskularisasi; kondisi ini pernah
diberi nama “polymyalgia arteritica”.
• Rasa sakit disebabkan oleh iskhemia yang terjadi akibat arteritis.
• Giant cell arteritis jarang terjadi, lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria,
terbatas pada lansia (di atas 60 tahun).

Gejala
• Rasa sakit parah, unilateral, terbatas pada daerah temporal dan frontal (sisi kepala dan
di belakang mata).
• Rasa sakit digambarkan sebagai tumpul, yang mencapai puncaknya dalam beberapa
hari, kemudian stabil.
• Rasa sakit dapat terpicu oleh kegiatan makan karena iskhemia otot pengunyahan
(dikenal sebagai masseteric claudication).
• Kulit di daerah temporal dan frontal, juga kepala teraba lunak bila disentuh.
• Pasien merasa kurang sehat dan dapat mengalami rasa sakit serta kekakuan pada bahu
dan pinggulnya, disebut “polymyalgia rheumatica”.
• Kondisi ini merupakan salah satu gangguan rasa sakit disertai penyakit sistemik,
misalnya lesu, berat badan menurun, lemah.
• Dapat terjadi nausea dan dapat menimbulkan kesalahan diagnosis migrain.
• Gejala okular berupa hilangnya penglihatan pada salah satu sisi lapangan pandang –
komplikasi ini cukup parah.

Tanda
• Arteri temporalis menciut, tidak ada denyutnya, menebal dan berkelok-kelok.

Kata kunci
Lansia, wanita
Rasa sakit berdenyut, unilateral

Masseteric claudication
Penyakit sistemik

Tes diagnostik
• Diperlukan biopsi arteri temporal multipel, karena lesi giant cell terjadi secara sporadic
di sepanjang nervus yang terlibat (“skip” lesion).
• Pada pemeriksaan ESR terlihat peningkatan (viskositas plasma, C-reactive protein).

Perawatan
• Rumah sakit perlu disiapkan segera karena dapat terjadi kerusakan cepat pada
penglihatan bila arteri retina terlibat (25+% pasien).
• Nekrosis akut jaringan fasial dapat terjadi (jarang), seperti gangrene kulit kepala, bibir
atau lidah.
• Perawatan oleh spesialis meliputi kortikosteroid dosis tinggi.

Cardiac ishaemia

MH. Penyakit jantung sirkulasi darah, hipertensi, diabetes mellitus yang sudah ada
sebelumnya.

Gejala
• Rasa sakit dapat disalurkan ke lengan kiri dan rahang kiri, dan mungkin berhubungan
dengan olahraga, makan dalam jumlah banyak dan emosi.
• Rasa sakit hanya berlangsung selama beberapa menit dan mereda setelah istirahat.
• Serangan seringkali terjadi di musim dingin.
Tanda
• Diagnosis ditentukan berdasarkan riwayat.

Perawatan
• Dirujuk untuk pemeriksaan medis dan perawatan.

3. Antrum maksila/nasofaring

Sinusitis
• Infeksi (biasanya bakteri) pada sinus maksilaris.

MH. Riwayat pilek atau sinusitis rekuren yang pernah dialami.

DH. Riwayat pencabutan gigi yang baru saja dilakukan, yang menyebabkan fistula oro-
antral. Infeksi periapikal gigi posterior rahang atas.

Gejala
• Rasa sakit berdenyut, terus-menerus, biasanya unilateral, jarang bilateral. Rasa sakit
terbatas pada rahang atas dan di bawah mata.
• Rasa sakit semakin parah menjelang malam, bila membungkuk, menggelengkan kepala
dan berbaring.
• Pasien dapat merasakan adanya cairan yang mengalir di sinus yang terlibat.
• Hidung tersumbat, ingus keluar, pipi menggembung.
• Tekanan yang diberikan pada pipi menyebabkan rasa sakit dan gigi-geligi rahang atas
pada satu sisi terasa sakit.
• Pasien merasa demam dan tidak sehat.

Tanda
• Pada pasien yang sehat, tidak pernah ada pembengkakan wajah yang terkait dengan
sinusitis. Namun, pembengkakan wajah kadang dapat ditemukan bersamaan dengan
infeksi sinus yang berat pada pasien diabetes mellitus atau yang immunocompromised.
• Ditemukan juga tanda obstruksi hidung disertai mucopurulent rhinorrhoea.
• Sejumlah gigi rahang atas (biasanya molar) mengalami periostitis, sakit bila dilakukan
perkusi, tetapi masih vital (dibedakan dari periodontitis apikalis yang biasanya
melibatkan gigi non vital). Bila tidak ada rasa sakit, tidak akan ditemukan tanda
kelainan gigi.
Kata kunci
Rasa sakit unilateral di bawah mata
Sejumlah gigi maksila pada satu sisi terasa sakit
Hidung tersumbat
Tingkatan cairan (lihat bawah)

Tes diagnostik
• Transiluminasi antrum atau radiografi occipitomental dapat ditemukan tingkatan cairan
atau penebalan lapisan antral.

Perawatan
• Antibiotika, misalnya erythromycin, trimethoprin, amoxycillin atau ampicillin 250 mg,
empat kali sehari selama lima hari, plus nasal decongestant (xylometazoline HCl 0,1%)
dan inhalan.
• Dirujuk bila persisten. Pada penyakit yang berat/rekuren dianjurkan untuk dilakukan
irigasi antrum atau tindakan bedah.

Keganasan (lihat juga Bab 10 dan 12):

• Tumor apapun yang timbul di sepanjang jalur intra atau ekstrakranial nervus trigeminus
atau di dalam nasofaring ataupun antrum maksila dapat menyebabkan rasa sakit tumpul
pada fasial dan unilateral.

• Keganasan yang umumnya terjadi yang melibatkan antrum maksila adalah karsinoma
sel skuamosa.
• Prognosis buruk, karena diagnosisnya biasanya sudah terlambat. Awal terjadinya tidak
diketahui dengan pasti, tidak ada gejala yang terdeteksi, bahkan tersembunyi (seringkali
menyeruipai sinusitis kronis).
• Tumor dapat menyebar dari antrum ke segala penjuru:

Dinding antrum bagian anterior dan infratemporal merupakan dinding yang tipis,
sehingga tumor dapat dengan mudah merusaknya untuk tampil sebagai pembengkakan
pada pipi, mirip dengan abses gigi.
Suatu tumor dapat menembus dasar antrum dan tampil sebagai pembengkakan daerah
palatum atau sulkus bukalis, menyerupai abses gigi. Bila ada gigi tiruan rahang atas yang
digunakan, kemungkinan tidak dapat dipasang dengan pas lagi. Tumor dapat terlihat
sebagai massa yang berbungkul atau ulkus dengan tepi yang tinggi, bergulung dan
berlipat. Kadangkala, tumor dapat menonjol, menembus soket gigi yang baru diekstraksi,
menyerupai antrum yang berpindah tempat. Gigi-geligi terasa goyang dan sakit karena
terjadi kerusakan tulang, sehingga menyerupai penyakit periodontal. Pulpa gigi
mengalami nekrosis sebagai akibat kacaunya suplai darah. Dengan demikian, abses akut
pada gigi dapat merupakan tanda pertama terjadinya keganasan.
Tumor yang menggerus dinding posterior dapat menyebakan kerusakan pada nervus
alveolaris superior posterior, sehingga menyebabkan anestesi pada gigi dan gingiva di
regio maksila. Perluasan yang terjadi pada fossa temporalis dapat melibatkan ganglion
sphenopalatine dan mengakibatkan anestesi atau parestesi pada palatum. Sebaliknya,
nervus maksilaris dapat mengalami kerusakan, sehingga berlanjut dengan anestesi pada
bibir dan wajah bagian atas. Bila muskulus pterigoid medialis terlibat, akan menimbulkan
trismus.
Atap antrum sangat tipis dan mudah mengalami erosi. Perluasan ke daerah tersebut
dapat melibatkan nervus infra-orbital sehingga menyebabkan anestesi fasial, perubahan
level pupil (mata terdorong ke atas), proptosis (kelopak mata menurun) dan diplopia
(penglihatan kembar/double vision). Air mata dapat menetes ke wajah (epiphora) akibat
sumbatan duktus nasolakrimalis.
Tumor dapat meluas ke rongga hidung sehingga menyebabkan obstruksi sebagian dan
keluarnya ingus.

Gejala dan tanda


• Terjadi pada saat proses penyakit sudah lanjut.
• Tergantung pada arah penyebaran lesi (lihat di atas).
• Dapat menyerupai penyakit lain yang berasal dari gigi maupun yang bukan.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan kelenjar limfe (lihat juga halaman 14 dan 17). Drainase dari antrum
maksila adalah ke dalam nodus submandibula dan servikal dalam bagian atas.
Limfadenopati dapat menunjukkan terjadinya metastasis. Namun demikian, nodus

intermedia retrofaringeal tidak dapat dipalpasi, sehingga metastasis dapat luput dari
pantauan.
• Transiluminasi – lesi tahap awal tidak akan terdeteksi.
• Dirujuk ke spesialis untuk pemeriksaan dan tes lebih lanjut. Pemeriksaan tersebut
termasuk sinuscopy, radiografi (gambaran occipitomentalis tidak akan dapat
menunjukkan erosi awal), tomografi dan biopsi.

Sindroma Trotter
• Tumor nasofaringeal menyebabkan rasa sakit pada rahang bawah, lidah, sisi kepala, dan
kerusakan telinga tengah (tuli).
• Dapat terjadi pada 30% tumor nasofaringeal.
• Rasa sakit yang masih ada dan belum ditentukan diagnosisnya, perlu dirujuk untuk
menyingkirkan kondisi patologi yang melatarbelakangi lesi tersebut.
• Acoustic neuroma (tumor pada nervus cranialis kedelapan) sangat mirip dengan
penyebab facial pain lainnya.
• Sayang sekali, untuk keperluan deteksi, rasa sakit jarang merupakan gejala yang dapat
ditemukan pada kanker mulut tahap awal.

4. Kelenjar saliva (lihat Bab 8, 12 dan 13)

5. Mukosa mulut: herpes zoster dan geniculate herpes


(lihat halaman 103 – 105)

6. Rahang/otot pengunyahan

Gangguan sendi temporomandibula termasuk:

Temporomandibular joint pain-dysfunction syndrome

Osteoarthritis

Rheumatoid arthritis
Trauma
Kelainan perkembangan
Ankilosis
Infeksi
Neoplasia

Temporomandibular joint pain-dysfunction syndrome (PDS)


(facial arthromyalgia)
• Penyakit ini adalah yang umumnya diderita untuk sendi temporomandibula.
• Antara pria dan wanita sama frekuensinya, tetapi pasien wanita lebih banyak (lima kali
lipat) yang mencari pengobatan. Biasanya ditemukan pada pasien berusia 15 – 40
tahun.

Gejala
• Rasa sakit tumpul di dalam sendi temporomandibula, bersifat unilateral atau bilateral,
dan/atau otot di sekitarnya, kadang saat bangun tidur, makan atau berbicara.
• Bila bersifat bilateral, salah satu sisi biasanya paling sakit.
• Kadang TMJ dapat terkunci dalam keadaan terbuka maupun tertutup.
• Suara TMJ, seperti bunyi keletuk (clicking), kerkah (crunching) dan berciut (grating)
sudah sering digambarkan.
• Juga telah dilaporkan sakit kepala, sakit daerah wajah serta leher dan sekitarnya.
• Sakit kepala yang biasanya berlokasi di daerah temporal saat bangun tidur, dapat
berlanjut di siang hari. Rasa sakit tersebut biasanya tumpul. Tidak seperti migrain, tidak
ada gambaran lain yang terkait seperti fotofobia atau nausea.
• Rasa sakit merupakan siklus dan biasanya mereda, tetapi bisa terjadi kembali.
• Bila ditanya, pasienakan menyebutkan rasa sakit tersebut baru diderita, atau mengalami
eksaserbasi karena stres psikologis.

Tanda
• Bunyi keletuk pada sendi dapat terjadi. Bunyi tersebut disebabkan oleh suara yang
timbul akibat discus articularis yang salah letak dari kepala kondilus kemudian
meluncur ke posisi yang benar. Namun, bunyi keletuk pada sendi umumnya ditemukan
pada pasien tanpa PDS.
• Rasa sakit dapat meningkat bila dilakukan palpasi pada TMJ dan otot pengunyahan
(lihat Bab 3). Otot pengunyahan dapat mengalami hipertrofi (akibat parafungsi seperti
bruksisme malam).
• Pergerakan mandibula terbatas dan dapat terjadi deviasi saat membuka atau menutup
mulut.
• Kebiasaan dalam mulut seperti parafungsi, dapat diidentifikasi pada sekitar 50% pasien.
• Bruksisme dapat menyebabkan cekungan pada tepi lateral lidah, tapak gigi pada
mukosa pipi, aus pada permukaan oklusal gigi, pembentukan facet pada mahkota gigi,
tambalan yang terkikis, fraktur, dentin terbuka dan sensitivitas.
• Occlusal disharmony tidak lagi merupakan faktor penyebab utama pada PDS. Namun,
gangguan permukaan oklusal dapat menjadi faktor yang memperparah pada etiologi
bruksisme.

Pertimbangan psikologis
• Hanya sebagian kecil orang yang mengalami PDS memiliki gangguan mental, tetapi
rasa sakit kronis dapat berpengaruh secara psikologis.
• Rasa khawatir, depresi dan gangguan somatoform (termasuk hipokondria) ikut
berpengaruh (dan sekaligus menyertai) PDS.
• Prevalensi depresi pada PDS adalah lima kali lebih besar daripada populasi umum.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan klinis dan radiografi biasanya tidak menunjukkan adanya patologi pada
sendi.
• Oleh karena perubahan gambaran radiografi sendi hanya timbul bersamaan dengan
penyakit degeneratif, maka diagnosis PDS adalah dengan menyingkirkan penyakit
organik.
• Sakit kepala terlokalisir atau suara sendi tanpa rasa sakit bukan merupakan diagnosis
PDS.

Kata kunci
Lebih banyak pasien wanita
Rasa sakit berdenyut unilateral atau bilateral, dikaitkan dengan TMJ dan/atau otot
sekitarnya
Bruksisme
Stres psikologis
Tidak ada patologi TMJ

Perawatan
• Oleh karena sebagian besar kasus bersifat self-limiting, maka perawatan yang diberikan
bersifat konservatif dan reversibel.
• Berikan penyuluhan tentang masalah yang diderita pasien, dengan penekanan pada
frekuensi dan sifat self-limitingnya.
• Diet makanan lunak, tidak makan permen karet.
• Penggunaan benda hangat dan lembab atau ultrasound untuk otot yang sakit dan
fisioterapi dapat meredakan rasa sakit.
• Analgesik.
• Ansiolitik, misalnya diazepam (muscle relaxant dan ansiolitik) 5 mg 1 jam sebelum
tidur, kemudian 2 mg dua kali sehari, hingga 10 hari maksimum.
• Antidepresan.
• Occlusal splints (variasi).
• Penyesuaian bidang oklusal gigi asli dengan cara pengasahan selektif bersifat
irreversibel. Oleh karena itu tidak dianjurkan.

Osteoarthritis
• Jarang
• Krepitasi (kerkah dan berciut) adalah suara sendi; krepitus menunjukkan adanya
penyakit sendi yang bersifat degeneratif.
• Dapat disertai rasa sakit pre-aurikular, tetapi tidak melibatkan otot pengunyahan.
• Radiografi (misalnya panoramik, transfaringeal, transkranial oblique lateral, terbuka
dan tertutup) akan menunjukkan penyakit sendi yang bersifat degeneratif.

Rheumatoid arthritis
• Krepitasi merupakan suara sendi.
• TMJ jarang menimbulkan gejala dan diagnosis penyakit di sendi yang lain biasanya
sudah dibuat.

Trauma
• Fraktur kondilus atau arthritis akibat trauma. Rasa sakit dan trismus karena arthritis
akibat trauma akan mereda setelah satu minggu. Trauma mikro dari parafungsi dapat
berakibat pada gejala kronis.
• Perubahan letak dapat terjadi akibat trauma, tetapi jarang terjadi. Sangat jarang sekali
terjadi adalah perubahan letak akibat menguap.

Kelainan perkembangan
• Jarang
• Termasuk hiperplasia (umumnya – mengarah pada deformitas fasial dan oklusal yang
semakin meningkat), hipoplasia, aplasia.

Ankylosis (jarang ditemukan di negara berkembang)

• Timbul setelah terjadi trauma, infeksi atau kondisi peradangan lainnya.

Infeksi (jarang ditemukan di negara berkembang)

• Terjadi setelah trauma yang menembus sendi atau menyebar dari telinga tengah ke
struktur lainnya.

Neoplasia (jarang)

• Osteoma, chondroma, chondrosarcoma, karsinoma sekunder.

7. Telinga

Otitis media (peradangan telinga bagian tengah)

• Pasien mengeluh pada dokter gigi akan rasa sakit di regio sendi temporomandibula.
•Jarang sekali, infeksi menyebar untuk menimbulkan arthritis infeksi pada sendi
temporomandibula.
• Dapat melibatkan nervus facialis (cranial ketujuh) yang berlanjut ke paralisis fasial
yang bersifat unilateral.
• Sekitar 50% abses serebral merupakan akibat perluasan infeksi dari telinga tengah.

8. Mata

Glaucoma

• Terjadi akibat peningkatan cepat tekanan intraokular.

Gejala
• Rasa sakit pada orbital yang bersifat persisten, parah, unilateral, terpusat di atas mata,
tetapi dapat menyebar ke sisi wajah di seberangnya.
• Dapat terjadi vomitus dan hilangnya penglihatan.

Tanda
• Mata teraba keras seperti batu, akibat peningkatan tekanan intraokular.
• Pupil mata terlihat samar, kehijauan, lonjong dan dilatasi. Kornea terlihat berkabut.
Perawatan
• Dirujuk langsung ke ahli ophthalmologi.

9. Psikogenik

Rasa sakit fasial atipia

• Sebagian pasien yang mengeluh ada rasa sakit fasial akan menderita rasa sakit fasial
atipia.
• Namun, diagnosisnya belum dapat ditentukan sampai semua kemungkinan yang lain
telah disingkirkan.
• Oleh karena tidak ada lesi oganik yang ditemukan pada rasa sakit fasial atipia, maka ada
keinginan untuk menyimpulkan bahwa “semua itu hanya ada dalam pikiran”. Namun,
rasa sakit yang berhubungan dengan rasa sakit psikogenik tetap sama dengan
peradangan pulpa yang dialami pasien. Bila tidak dirawat, pasien akan mencoba untuk
bunuh diri.
• Perlu diingat bahwa rasa sakit psikogenik tidak berarti bebas dari karies ataupun
karsinoma.

MH. Riwayat depresi atau rasa khawatir.

DH. Pasien kemungkinan sudah berkunjung ke beberapa dokter gigi, dokter umum,
spesialis tetapi tidak berhasil mengurangi rasa sakit. Pasien mungkin juga sudah
mengalami berbagai ekstraksi dalam usaha mengurangi rasa sakit.

• Sebagian besar (70%) wanita terkena, biasanya orang dewasa.

Gejala
• Rasa sakit digambarkan sebagai samar, terus-menerus, tumpul, ada sepanjang hari
setiap hari, tidak dapat dilokalisir, maksila sering terkena.
• Rasa sakit berawal dari unilateral, tetapi menyebar menyeberangi garis tengah (tidak
seperti facial pain lainnya)
• Sifat rasa sakit yang terus-menerus, hingga tahunan, tidak ada pemicu ataupun faktor
pereda serta ketidaksamaan dengan gambaran klinis (tidak ada kondisi patologi yang
terlihat) merupakan ciri khas.
• Walaupun rasa sakit digambarkan sebagai tidak tertahankan, waktu tidur tidak
terganggu.
• Rasa sakit tidak selalu sama dengan batasan anatomi ataupun distribusi saraf. Sehingga,
rasa sakit dapat menyeberangi garis tengah wajah, atau bersifat bilateral, atau
melibatkan dua atau lebih daerah saraf sensorik.
• Deskripsi rasa sakit kadang begitu luar biasa, seperti semut yang menyerbu daerah
wajah.
• Pasien dapat dating denganmasalah yang dicatat lengkap dengan hari dan tanggakl

Tanda
• Tidak dapat ditemukan faktor penyebabnya.
• Nervus cranialis masih utuh.
• Seringkali, ditemukan variasi atau inkonsistensi pada respon untuk tes vitalitas

Kata kunci
Terutama pada wanita dewasa
Terus-menerus (hitungan bulan atau tahun), rasa sakit tak pernah berubah.
Distribusinya non-anatomis
Deskripsinya luar biasa
Tidak ada tanda
Waktu tidur tidak terganggu

Perawatan
• Dirujuk ke klinik yang sesuai (misalnya klinik rasa sakit, psikiatri). Pasien harus diberi
pilihan/diberi kesempatan untuk diperiksa oleh seorang ahli psikiatri, karena
perawatan bersifat psikiatri (misalnya psikoterapi, ansiolitik, anti-depresan). Lebih jauh
lagi, perawatan itu diperlukan karena pasien yang depresi dan dalam kondisi rasa sakit
bersambung, dapat memutuskan untuk bunuh diri.

Odontalgia atipia
Rasa sakit fasial atipia dimana pasien dapat menunjukkan gigi penyebabnya

Gejala
• Etiologi dan gejalanya sama dengan rasa sakit fasial atipia, tetapi pasien
menghubungkan rasa sakit tersebut dengan gigi.
• Banyak perawatan gigi yang kemungkinan pernah dicoba oleh berbagai dokter gigi
yang berbeda, termasuk ekstraksi berseri, tanpa ada perbaikan rasa sakit.
• Setelah ekstirpasi pulpa, atau ekstraksi gigi yang dicurigai, rasa sakit pindah ke tempat
lain, tetapi masih dekat (misalnya ke gigi sebelahnya).

Tanda
• Tidak ada; dengan menyingkirkan kemungkinan lain akan diperoleh diagnosis.

Perawatan
• Hentikan perawatan gigi dan rujuk ke klinik yang sesuai (lihat atas).
Sindroma mulut terbakar (lidah terbakar, glosopirosis, glosodinia, stomatodinia)

• Sebagian besar pasien adalah wanita (P:L = 7:1), berusia 50 tahun atau lebih.
• Etiologi termasuk faktor psikologis seperti ansietas (kekhawatiran), cancerphobia,
hipokondria, depresi.

Gejala
• Rasa sakit terbakar, berat, terus-menerus, seringkali bersifat bilateral dan tetap ada
hingga beberapa bulan atau beberapa tahun.
• Rasa sakit berkurang bila makan.
• Lidah sering terlibat, tetapi membran mukosa dapat terkena.
• Walaupun rasa sakit terus-menerus dan berat, waktu tidur tidak terganggu.

Tanda
• Tidak ada kelainan membran mukosa yang dapat dilihat di daerah yang terlibat.

Tes diagnostik (untuk menyingkirkan penyakit organic) dapat meliputi:


• Hematologi
• Fungsi tiroid.
• Periksa gigi tiruan.
• Tes aliran saliva.
• Periksa parafungsi.
• Lakukan swab/smear/kumur untuk memeriksa infeksi kandida (lihat halaman 159).

Untuk faktor psikologis:


• Cancerphobia – Minta pasien untuk mengukur rasa takut mereka akan kanker dalam
skala 0 sampai 10. Angka 0 menunjukkan tidak ada rasa takut sama sekali, angka 10
menunjukkan perhatian yang besar.
• Pemeriksaan diri secara teratur untuk rongga mulut dengan cara observasi melalui kaca
mulut dapat menunjukkan adanya cancerphobia.
• Pasien mungkin memiliki teman atau saudara yang telah mendapat diagnosis: kanker.

Perawatan
• Bila semua faktor lain sudah disingkirkan, pasien dirujuk ke psikiater untuk perawatan
yang lebih rinci.
• Antidepresan dan terapi kepribadian kognitif dapat membantu.

Diagnosis banding untuk mulut terbakar


Psikogenik
Sindroma mulut terbakar

Keadaan defisiensi
Vitamin B
Zat besi
Asam folat

Infeksi
Kandidiasis

Lain-lain
Gigi tiruan yang tidak nyaman
Mulut kering
Alergi
Diabetes mellitus

Bacaan lanjutan

Gray, R.J.M., Davies, S.J. dan Quayle, A.A. (1995) Temporomandibular Disorders: A
Clinical Approach. London: British Dental Association.

Scully, C., Flint, S.R. dan Porter, S.R. (1996) Oral Diseases: An illustrated guide to
diagnosis and management of diseases of the oral mucosa, gingivae, teeth, salivary
glands, bones and joints, 2nd edn. London: Martin Dunitz.
Bab 7. Trauma

Ringkasan
Pendahuluan

Luka akibat trauma pada:


1. Gigi, ligamen periodontal dan tulang alveolar
2. Mandibula (fraktur, dislokasi)
3. Maksila (Le Fort I, II, III)
4. Malar complex
5. Luka pada jaringan lunak
6. Permukaan gigi hilang/karena penggunaan (abrasi, atrisi, erosi dan abfraksi).

Trauma iatrogenik
(terjadi akibat perawatan, misalnya fistula oro-antral, fraktur mandibula, dislokasi
mandibula)

Pendahuluan
Untuk semua luka yang terjadi pada daerah wajah, gigi dan mukosa mulut, riwayat rinci
dari lesi perlu untuk ditanyakan (lihat Bab 2). Ada kemungkinan seorang dokter gigi
diminta memberikan laporan untuk kepentingan pengadilan, pengacara hukum atau
keperluan asuransi. Gambar dan foto yang diambil dari suatu kasus dapat menjelaskan
riwayat lesi dan pemeriksaan klinis yang teliti.
Namun, pengumpulan riwayat lesi perlu ditunda dulu bila pada pasien diperlukan
berbagai pertolongan pertama sebagaimana di bawah ini:

Airway (jalur pernafasan) – Pastikan dan pertahankan ada ruang untuk pernafasan pasien,
misalnya singkirkan semua benda asing yang menghambat dari rongga mulut pasien,
masukkan slang udara.
Bleeding (perdarahan) – Hentikan perdarahan yang tejadi.
Consciousness (kesadaran) – Pastikan pasien selalu dalam keadaan sadar.

N.B.
• Dalam semua kasus trauma dimana ada kemungkinan terjadi luka di seluruh tubuh
pasien, panggil ambulans untuk membawa pasien ke Bagian Gawat Darurat terdekat.
• Selalu lakukan rujukan pasien untuk pemeriksaan medis bila tidak dijumpai kelainan
pada rongga mulutnya.
Riwayat

Beberapa pertanyaan di bawah ini harus ditanyakan kepada pasien atau orang dewasa
yang menyertainya bila pasien terlalu muda atau sedang dalam keadaan stres:

• Kapan luka tersebut terjadi?


Prognosis untuk suatu gigi yang lepas sangat tergantung pada waktu terjadinya gigi
tersebut terlepas dari dalam mulut dan bagaimana gigi tersebut disimpan selama waktu
tersebut (lihat halaman 129).

• Bagaimana terjadinya luka?


Misalnya pada penjambretan/penyerangan, kecelakaan lalu lintas, saat olahraga,
kecelakaan saat bekerja di industri tertentu, dimana penjelasan tersebut akan
dibutuhkan untuk keperluan proses pengadilan.

• Apakah anda kehilangan kesadaran pada saat itu?


Bila ya, pasien perlu dikirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan neurologi dan
pemeriksaan lainnya, misalnya x-ray bagian kepala dan observasi selama satu malam.

• Apakah sudah/akan memanggil polisi?


(Untuk proses pengadilan yang kemungkinan diperlukan).

• Apakah letak gigitan anda berubah?


Misalnya untuk fraktur mandibula/maksila, gigi berpindah tempat, dislokasi mandibula.

• Dapatkah anda membuka mulut lebar-lebar?


Misalnya untuk trismus yang disertai fraktur pada mandibula/kondilus/arcus
zygomaticus.

• Dapatkah anda menutup mulut?


Pada fraktur kondilus bilateral dan Le Fort akan terjadi openbite anterior.

• Apakah ada daerah pada tubuh anda yang kehilangan rasa/baal?


Dapat terjadi pada bibir bawah dengan fraktur mandibula akibat trauma pada nervus
alveolaris inferior, pada pipi dengan fraktur zygomatik akibat trauma terhadap nervus
infra-orbital.

• Apakah anda merasakan penglihatan ganda (double vision)?


Terjadi pada fraktur malar/maksila/dasar orbital.

• Apakah ada gigi yang hilang?


Semua gigi harus dihitung kembali. Lakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat
adanya benda asing di bibir dan wajah, paru-paru dan traktus gastrointestinalis.
1. Gigi, ligamen periodontal dan tulang alveolar

Untuk pemeriksaan lihat juga Bab 3.

Fraktur email

Gejala
• Dapat tanpa gejala (asimptomatik).
• Gigi tajam menembus jaringan lunak mulut.
• Rasa sakit waktu menggigit.

Tanda
• Hilangnya email.
• Keretakan tipis pada email.

Tes diagnostik

Radiologi
• Gambaran periapikal (untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur akar atau perpindahan
letak gigi).
• Gambaran jaringan lunak, misalnya bibir, diperlukan bila ada struktur gigi yang hilang
dan tidak diketahui ada di mana.

Transiluminasi:
• Lebih ideal bila disertai dengan kaca pembesar untuk melihat keretakan email.

N.B. Untuk cusp yang retak lihat halaman 78-80.

Email dan dentin

Gejala
• Gigi tajam
• Peka terhadap perubahan suhu.
• Rasa sakit bila menggigit.

Tes diagnostik
Sama dengan fraktur pada email.
N.B. Tes vitalitas yang dilakukan pada saat ini tidak dapat diandalkan karena terjadi
guncangan pada pulpa.

Pilihan perawatan
• Gigi yang halus dan tajam.

• Tambal dengan resin komposit atau lakukan etching dan rebonding pada gigi yang
patah. Tindakan yang kedua lebih dipilih kalau memang fragmen gigi yang patah masih
ada.

Catatan penting:
Gigi yang mengalami trauma harus dipantau secara teratur untuk meyakinkan bahwa
vitalitasnya tidak hilang. Semua gigi yang terlibat, termasuk yang bebas gejala harus dites
kembali dalam 6 minggu hingga 2 bulan setelah trauma, dengan menggunakan tes
thermal dan elektrik untuk pulpa. Pemeriksaan radiografi diulang kembali setelah 3 bulan
untuk meyakinkan bahwa tidak terjadi perubahan pada daerah periapikal. Hilangnya
vitalitas gigi dapat terlihat dari perubahan warna gigi yang terjadi, akibat perdarahan
pulpa yang masuk ke dalam tubuli dentin atau rasa sakit pada gigi yang semula bebas dari
gejala.

Fraktur yang melibatkan pulpa

Gejala
• Rasa sakit dan sensitivitas. Seringkali menjadi parah bila ada perubahan suhu atau
saat menggigit.

Tanda
• Banyak gigi yang hilang dan pulpa terbuka.

Tes diagnostik
Radiologi
• Gambaran periapikal.
• Gambaran oklusal: berguna untuk memeriksa beberapa gigi yang mengalami trauma di
bagian anterior.

Pilihan perawatan termasuk:


• Melapisi daerah yang terbuka (pinpoint) dengan kalsium hidroksida dan menambalnya
dengan resin komposit atau menempelkan kembali (rebond) fragmen gigi yang patah.
• Pulpotomi untuk gigi yang daerah apikalnya masih terbuka.
• Pulpektomi dan perawatan saluran akar.
• Ekstraksi untuk gigi yang tidak dapat ditambal lagi.

Fraktur akar

Kelainannya dapat ditemukan pada sepertiga apikal, tengah, atau korona gigi.

Gejala
• Rasa sakit dan gigi terasa longgar.

Tanda
• Rasa sakit bila dilakukan palpasi dan derajat kegoyangan gigi meningkat.

Tes diagnostik
• Gambaran radiografi periapikal dapat menentukan diagnosis tetapnya. Film untuk
radiografi dilihat dalam keadaan kering (setelah diproses) agar dapat menentukan
diagnosis fraktur akar dengan tepat.

Pilihan perawatan
• Untuk fraktur sepertiga apikal dilakukan splinting gigi selama 2 – 3 bulan.
• Untuk fraktur sepertiga tengah dilakukan splinting gigi selama 2 – 3 bulan, tetapi
prognosisnya kurang baik.
• Untuk fraktur sepertiga korona dilakukan ekstraksi atau ekstrusi gigi melalui perawatan
ortodonti. Prognosisnya sangat buruk bila fraktur terjadi dekat dengan sulkus gingiva.
• Sebagaimana penjelasan di atas, gigi harus selalu dipantau vitalitasnya, bila non vital
dilakukan perawatan saluran akar.
• Selain fraktur yang terjadi pada korona dan akar gigi, gigi juga dapat berpindah tempat
saat terjadi trauma, sehingga kerusakan terjadi pada ligamen periodontal dan tulang
alveolar di sekitarnya.

Definisi

Keguncangan
• Trauma yang terjadi pada pulpa dan ligamen periodontal. Gigi tidak pindah tempat
ataupun longgar.

Subluksasi
• Gigi longgar tetapi tidak berpindah tempat. Tidak ditemukan luka pada tulang alveolar
dalam soket.
Berpindah tempat
• Gigi berubah letaknya karena terjadi kerusakan terhadap tulang alveolar.

Avulsi
• Gigi secara utuh lepas dari soket.

Gejala
• Rasa sakit.
• Gigi longgar.
• Gigi hilang.
• Perubahan letak gigit disertai subluksasi dan perpindahan letak gigi.

Tes diagnostik
Radiologi
• Gambaran periapikal dan oklusal di introral.

N.B. Bila melakukan perawatan untuk gigi avulsi:


• Idealnya gigi yang lepas dicuci dengan air dan segera dikembalikan ke dalam soket.

Bila tidak memungkinkan, gigi disimpan dalam susu cair atau diletakkan pada sulkus
bukalis pasien asalkan pasien tetap sadar dan cukup dewasa untuk tidak menelan gigi
tersebut!
• Lakukan reposisi dan splinting selama 10 hari.
• Perawatan saluran akar dilakukan untuk gigi avulsi yang apeksnya sudah menutup dan
sudah berlangsung lebih dari 10 hari.
• Subluksasi dan perpindahan gigi seringkali memerlukan juga perawatan saluran akar.
• Pemeriksaan lanjutan jangka panjang juga diperlukan untuk memeriksa adanya resorpsi
akar gigi, ankilosis atau penyempitan saluran akar akibat terbentuknya dentin sekunder.
• Pemberian antibiotika dilakukan untuk gigi avulsi dan subluksasi, serta trauma pada
jaringan lunak mulut.
• Status tetanus pasien juga perlu diketahui dan dosis tambahan toxoid diberikan bila
memang diperlukan.

Gigi sulung
• Gigi sulung yang mengalami avulsi tidak diletakkan kembali ke dalam soket, karena
dapat terinfeksi sehingga merusak gigi tetap penggantinya atau longgar atau dapat
terhirup. Kemungkinan diperlukan space maintainer dengan menggunakan bracket dan
kawat ortodontik, tergantung pada usia anak dan gigi yang terlibat.
• Gigi sulung yang sangat goyang sebaiknya dicabut saja.
• Gigi yang mengalami intrusi juga dapat menyebabkan kerusakan pada gigi tetap
penggantinya.
• Gigi seperti ini dapat dicabut atau dibiarkan erupsi sendiri.

2. Mandibula (fraktur dan dislokasi)

Fraktur mandibula (Gambar 7.1)

Etiologi
• Trauma
• Fraktur patologis akibat ekspansi kista (lihat Bab 9), neoplasma (primer atau sekunder)
dan infeksi, misalnya osteomielitis, yang melemahkan mandibula sehingga trauma kecil
sekalipun, seperti makan, dapat menyebabkan fraktur rahang.

Gambar 7.1 Lokasi fraktur mandibula.

Gejala
• Rasa sakit.
• Keterbatasan pergerakan.
• Perdarahan dari intraoral atau dari telinga (terjadi pada fraktur kondilus, akibat laserasi
pada kulit di sekitar meatus acusticus externus).

• Perubahan letak gigit.


• Mati rasa pada bibir bawah akibat trauma pada nervus alveolaris inferior.
• Pembengkakan

Tanda
• Udema wajah dan ekimosis (luka memar).
• Trismus dan keterbatasan pergerakan.
• Deformitas kontur mandibula.
• Pembentukan step yang diketahui melalui palpasi akibat deformitas pada mandibula.
(Palpasi yang dilakukan pada bagian posterior dan garis bawah mandibula akan
menunjukkan adanya step pada kontur tulang rahang yang biasanya mulus bila normal).
• Kegoyangan abnormal pada tulang dan krepitus.

• Krepitus adalah suara berderit yang terdengar pada pergerakan tulang di daerah fraktur.
Untuk melakukan tes pada krepitus, letakkan kedua jari telunjuk dari masing-masing
tangan pada gigi atau tulang pada kedua sisi fraktur, dan ibu jari pada batas tepi bawah
mandibula. Pergerakan ringan pada ujung tulang akan menyebabkan terjadinya suara
berderit tadi.
• Terasa lunak saat dilakukan palpasi.
• Kekacauan pada susunan oklusal.
• Di intraoral dapat dijumpai perdarahan dan/atau ekimosis.
• Ditemukan pergerakan abnormal gigi yang bersebelahan dengan regio fraktur.
• Untuk menghilangkan semua tanda tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh
dan sistematis (lihat juga Bab 3).
• Pemeriksaan ekstraoral dimulai dari kondilus dengan melihat adanya pelunakan saat
dilakukan palpasi. Catatan: Bandingkan kedua sisi. Kondilus yang fraktur tidak akan
bergerak saat pasien membuka mulutnya. Kemudian lakukan palpasi pada tepi posterior
ramus ascendens dan tepi bawah mandibula hingga ke garis tengah untuk memeriksa
kegoyangan abnormal pada rahang, krepitus dan step akibat deformitas rahang.
• Pemeriksaan intraoral dapat menunjukkan pembengkakan, ekimosis dan kegoyangan
abnormal pada tulang rahang. Oklusi juga perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan
terjadinya kekacauan susunan oklusi, termasuk openbite. Gigi perlu diperiksa apakah
goyang, fraktur? Bila yang terjadi fraktur alveolar, maka ada beberapa gigi yang
bergerak bersama-sama.

N.B.
Bila pasien yang mengalami trauma mandibula, terutama bila terjadi benturan langsung
pada dagu, maka kemungkinan akan mendapatkan fraktur gigi multipel (lihat Bab 5,
halaman 78-80).

• Benturan langsung pada dagu juga akan menyebabkan fraktur kondilus bilateral dan
midline (symphyseal). Jenis fraktur seperti ini disebut juga “the guardsman’s fracture”,
ditemukan pada tentara yang tiba-tiba pingsan dalam parade saat berdiri tegak.

Tes diagnostik
Radiologi
• Gambar yang diambil dari dua pandangan dengan sudut 90o terhadap masing-masing
dapat menunjukkan lokasi fraktur.

Ekstraoral
• Radiografi panoral atau lateral oblique view kanan dan kiri dapat digunakan untuk
fraktur korpus dan kondilus mandibula.
• Postero-anterior view dapat digunakan untuk menunjukkan derajat perubahan letak
fraktur korpus mandibula.
• Reverse Towne’s view dapat digunakan untuk fraktur kondilus.

Intraoral
• Foto periapikal dan lower occlusal digunakan untuk mendapatkan gambaran kerusakan
gigi dan tulang alveolar. Lower occlusal view juga sangat membantu dalam
menunjukkan perubahan letak pada fraktur midline mandibula.
Dislokasi
• Definisi: perubahan letak kondilus dari posisi normalnya di glenoid fossa. Kondilus
tetap berada di anterior eminencia articularis karena adanya spasme otot.

Etiologi
• Trauma (iatrogenik setelah ekstraksi gigi di bawah anestesi umum).
• Menguap atau membuka mulut lebar-lebar.
• Kadang ditemukan pada pasien yang menggunakan obat-obatan dengan efek
ekstrapiramidal, misalnya phenotiazine.
• Terjadi secara spontan pada pasien dengan riwayat dislokasi rekuren kronik, akibat
ligament kapsula yang sudah kendur atau eminencia articularis yang datar.

Gejala
• Rasa sakit
• Tidak dapat menutup mulut.

Tanda
• Mulut terbuka lebar dan dalam posisi terkunci.
• Rasa sakit bila dilakukan palpasi pada otot pengunyahan dan kondilus.
• Bila dilakukan palpasi teraba kondilus berada di anterior eminencia articularis.
• Saliva berkumpul dan menetes karena tidak dapat melakukan fungsi penelanan.

Tes diagnostik

Radiologi
• Dengan panoral atau lateral oblique view dapat ditentukan posisi kondilus di anterior
eminencia articularis.

Perawatan
• Dislokasi mandibula dapat direduksi dengan cara berdiri di belakang pasien, letakkan
ibujari di gigi posterior rahang bawah dan tekan ke bawah dan ke belakang untuk
membebaskan kondilus sebelum memutar bagian anterior mandibula ke atas. Ibujari
harus dilindungi dengan gauze supaya tidak tergigit! Pada kasus di mana ditemukan
spasme yang parah pada otot, dapat diberikan anestesi lokal, sedasi atau anestesi umum
agar reduksi tersebut efektif. Setelah reduksi, pasien dianjurkan agar tidak membuka
mulutnya lebar-lebar dan menahan mulutnya dengan tangan saat menguap untuk
membatasi pembukaan mulut saat menguap.
3. Maksila (sepertiga tengah wajah) Le Fort I, II dan III

Klasifikasi (lihat Gambar 7.2)


Le Fort I, (fraktur Guérin): adalah fraktur low-level yang meluas di atas maksila di antara
dasar sinus maksilaris dan dasar orbita.

Le Fort II: fraktur pyramidal yang melibatkan sepertiga tengah wajah.

Le Fort III: fraktur high-level yang menyebabkan pemisahan tulang wajah dari
neurokranium. Biasanya terjadi bersamaan dengan fraktur Le Fort I dan Le Fort II.

Gambar 7.2 Klasifikasi Le Fort untuk fraktur sepertiga tengah tulang wajah.

Gejala
• Rasa sakit.
• Pembengkakan wajah.
• Perubahan letak gigit.
• Penglihatan ganda (double vision) akibat otot mata yang terjebak.
• Mati rasa pada pipi dan bibir atas, akibat trauma terhadap nervus infraorbita.

Tanda
• Udema dan ekimosis.
• Ekimosis sirkumorbita bilateral.
• Perdarahan subkonjungtiva.
• Wajah memanjang.
• Deformitas tulang wajah berbentuk cekung akibat perubahan letak maksila ke arah
posterior.
• Maloklusi disertai openbite anterior.
• Anestesia pada regio distribusi nervus infraorbita.
• Diplopia (double vision) saat memandang ke atas.
• Garis interpupil (garis bayangan yang dibentuk di antara kedua pupil mata) terlihat
bersudut dan tidak lagi terletak horisontal akibat fraktur dasar orbita.
• Dengan kerusakan yang terjadi pada hidung dan ligamen canthal media, maka timbul
traumatic telecanthus (kedua mata semakin terpisah lebar).
• Darah dan cairan serebrospinal (cairan jernih) keluar dari hidung (CSF rhinorrhoea).

Tes diagnostik
Radiologi (dirujuk untuk dilakukan)
• Occipito-mental view (10 derajat dan 30 derajat).
• Submento-vertex view.
• Lateral skull.
• Postero-anterior jaw view.
• Nasal bone view.

Pemeriksaan fraktur sepertiga tengah (maksila)

• Lakukan palpasi pada sutura: tepi infra-orbita dan fronto-zygomatic untuk memeriksa
adanya step akibat deformitas.
• Letakkan jari dari satu tangan di palatum, sementara ibujari dan jari telunjuk dari tangan
yang lain berada di bawah nares pada bibir atas, untuk memeriksa pergerakan pada
fraktur Le Fort I.
• Letakkan jari di palatum, kemudian ibujari dan jari telunjuk dari tangan yang lain di
atas tulang hidung dan tepi infra-orbita untuk memeriksa pergerakan fraktur Le Fort II.
• Letakkan jari dan ibujari pada sutura fronto-nasal dan tarik maksila. Pergerakan yang
terjadi pada seluruh muka akan terasa pada fraktur Le Fort III.

4. Malar (zygomatico-maxillary) complex


(Gambar 7.3)

Etiologi
Tulang pipi adalah tulang yang paling menonjol pada wajah. Oleh karena itu tulang pipi
sering mengalami fraktur bila ada trauma pada wajah, misalnya karena perkelahian,
kecelakaan jalan raya dan kecelakaan saat berolahraga.

Gambar 7.3 Fraktur malar (zygomaticus).

Fraktur dapat melibatkan hanya arcus saja atau seluruh zygomatic complex, termasuk
dasar orbita.
Fraktur pada dasar orbita yang tidak disertai luka lainnya pada malar complex disebut
orbital “blow out” fracture.

Gejala
• Rasa sakit.
• Pembengkakan dan ekimosis.
• Tulang pipi menjadi datar.
• Trismus akibat fraktur pada arcus yang berdampak pada processus coronoideus.
• Penglihatan ganda.
• Mati rasa pada pipi dan bibir atas di regio sepanjang distribusi nervus infra-orbita dan
alveolaris superior anterior.

Tanda
• Tulang pipi yang berpindah tempat paling mudah dilihat dari belakang pasien dan
melihat ke bawah untuk membandingkan sisi yang terkena trauma dan yang tidak.
• Perdarahan subkonjungtiva yang tidak berbatas di tepi posterior, yaitu bila pasien
melihat ke arah media, konjungtiva terlihat merah karena perdarahan, dari bagian
lateral iris mata hingga ke bagian luar sudut mata (canthus). Darah tetap berwarna
merah terang karena oksigen dapat melakukan difusi melalui kornea.
• Ekimosis periorbita (memar di sekitar mata).
• Step yang terbentuk akibat deformitas dapat diraba dengan cara palpasi pada sutura tepi
infra-orbita dan frontozygomatic, dengan membandingkan kedua sisi. Pada pasien
dengan udema periorbita dan ekimosis yang luas, pemeriksaan seperti itu sulit untuk
dilakukan. Namun, dengan tekanan yang ringan menggunakan jari pada tepi infra-
orbita, cairan di dalamnya akan bergerak, sehingga step yang terbentuk akan teraba.
• Perubahan rasa di sepanjang distribusi saraf sensorik dapat dlakukan dengan menyentuh
perlahan kulit menggunakan probe tipis.
• Dapat terjadi perdarahan hidung (epistaxis) pada sisi yang terkena trauma.
• Pergerakan penuh mata perlu dites untuk meyakinkan tidak ada otot rectus inferior yang
terjebak (sehingga terjadi keterbatasan saat melihat ke atas), juga otot mata lainnya
(lihat juga Bab 4, halaman 61).
• Periksa apakah garis interpupil masih horizontal.
• Pada fraktur yang melibatkan maksila dan malar complex, ketajaman penglihatan perlu
dipantau sebelum dan sesudah operasi, oleh ahli ophthalmology, sebab perdarahan ke
dalam orbita dapat menyebabkan spasme arteri retina, yang bila tidak dirawat akan
menyebabkan kebutaan.

N. B.
• Pada semua kasus trauma yang melibatkan mandibula, maksila atau tulang malar, maka
perlu dilakukan rujukan ke unit maksillofasial untuk pemeriksaan serta perawatan
selanjutnya.

Tes diagnostik
Radiologi (perlu dirujuk untuk dilakukan)
• Occipito-mental view (10 derajat dan 30 derajat).
• Submento-vertex view yang akan menunjukkan fraktur pada arcus zygomaticus.
• Tomogram daerah orbita untuk menunjukkan “blow out fracture“.

5. Luka pada jaringan lunak


• Luka pada mukosa mulut dan kulit seringkali terjadi dalam kaitan dengan kerusakan
pada tulang dan gigi. Luka pada mukosa mulut juga kemungkinan satu-satunya lesi yang
dikeluhkan penderita.

Gejala
• Rasa sakit, perdarahan dan pembengkakan di daerah luka.
• Diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk menemukan lokasi perdarahan. Semua luka
harus dibersihkan dan diirigasi berulangkali untuk membuang benda asing. Jaringan
yang mati perlu diangkat. Luka pada jaringan lunak yang terkontaminasi, termasuk
gigitan binatang, memerlukan profilaksis antibiotika, dan status tetanus penderita perlu
diketahui. Kemungkinan diperlukan dosis tambahan untuk imunisasi setelah diketahui
pasien tidak alergi terhadap tetanus toxoid.
• Lakukan palpasi pada massa padat, misalnya pada bibir, terutama bila ada gigi atau
bagian gigi yang hilang dan tidak dapat ditemukan keberadaannya.

Tes diagnostik
• Radiografi jaringan lunak dan x-ray thorax diperlukan bila gigi atau bagian dari gigi
hilang.

6. Permukaan jaringan gigi hilang/penggunaan gigi

• Etiologinya dapat multifaktorial dan merupakan kombinasi dari berbagai penyebab di


bawah ini:

i. Abrasi
adalah hilangnya jaringan gigi yang bersifat patologis, karena penggunaan gigi,
melibatkan jaringan gigi ataupun tambalan dan faktor lain di luar kontak gigi. Abrasi
disebabkan oleh friksi yang terjadi karena gigi bergesekan berulangkali.

Etiologi
• Trauma karena sikat gigi.
• Hilangnya jaringan gigi karena berulangkali bergesek dengan tangkai pipa atau
instrumen musik.

Gejala
• Dapat dijumpai tanpa gejala atau peka terhadap rangsang panas akibat terbukanya
dentin atau karena pulpitis kronis dengan eksaserbasi akut (lihat halaman 76, 80-84).

Tanda
• Resesi gingiva pada sisi bukal dan dentin serta sementum akar yang terbuka .

ii. Atrisi
adalah hilangnya jaringan gigi atupun tambalan, yang disebabkan oleh pengunyahan
atau kontak antara gigi dengan gigi di permukaan oklusal dan interproksimal.

Etiologi
• Diet makanankasar.
• Bruksisme atau kebiasaan parafungsional lainya.
• Penggunaan berlebihan akibat gigi asli berhadapan dengan tambalan porselen dan resin
komposit di rahang yang berlawanan.

Gejala
• Seperti di atas – bebas dari gejala atau peka bila terkena perubahan suhu yang ekstrim
(dentin terbuka, pulpitis kronis dengan eksaserbasi akut lihat halaman 76, 80-84). Pada
kasus lanjut dapat menyebabkan periodontitis apikalis akut dan nekrosis pulpa (lihat
Bab 5).

Tanda
• Hilangnya jaringan gigi di permukaan oklusal dan insisal, cusp menjadi datar, tepi
insisal terkikis dan titik kontak di antara gigi lebih datar.

iii. Erosi
adalah hilangnya jaringan gigi akibat proses/bahan kimiawi yang tidak melibatkan
bakteri. Penyebab yang sering ditemukan adalah yang disebabkan oleh asam, sehingga
menyebabkan hilangnya matriks anorganik.

Etiologi
• Diet makanan, misalnya minuman ringan yang mengandung asam dan karbon. Tingkat
konsumsi yang tinggi untuk juice buah (terutama asam sitrat).
• Gastric reflux, misalnya hiatus hernia dan bulimia.

Gejala
• Seperti di atas: peka terhadap perubahan ekstrim pada suhu.
• Dapat menyebabkan nekrosis pulpa.

Tanda
• Bagian jaringan gigi yang hilang adalah permukaan oklusal gigi posterior dan
permukaan palatal/lingual gigi anterior.
• Dentin terbuka, halus dan mengkilap.
• Tambalan yang tidak terkena dampak erosi adalah: amalgam dan resin komposit.

iv. Abfraksi(abfraction)
adalah hilangnya jaringan gigi di regio servikal yang tidak disebabkan oleh ketiga
penyebab di atas. Gejala dan tanda seperti abrasi juga ditemukan, tetapi tidak disertai /
riwayat trauma karena sikat gigi.

Etiologi
• Tekanan oklusal.
• Gaya peregangan dan penekanan yang berlebihan menyebabkan lekukan pada leher
gigi.
• Keretakan email terjadi dengan hilangnya jaringan gigi.
• Terjadi pada lansia atau pasien yang memiliki kebiasaan bruksisme.

Trauma iatrogenik

Luka akibat trauma dapat terjadi akibat komplikasi setelah tindakan bedah, yang
meliputi:
• Fraktur mandibula yang terjadi akibat tekanan berlebihan yang diberikan dan
pembelahan gigi ataupun pengambilan tulang yang tidak sempuna selama pencabutan
gigi molar tiga.
• Fraktur tuberositas dan fistula oro-antral saat mengambil gigi molar atas, yang berakibat
pada lubang yang menghubungkan rongga mulut dengan antrum maksila.

Gejala
• Rasa sakit.
• Udara masuk ke dalam mulut saat bernafas melalui hidung.
• Cairan yang masuk melalui mulut akan berlanjut ke rongga hidung melalui lubang
tersebut.

Tanda
• Pembengkakan jaringan lunak (lapisan antrum), halus, dapat dilihat melalui soket.
Jaringan yang membengkak dapat didorong masuk ke dalam antrum.
• Gelembung udara dapat terlihat di regio ekstraksi saat pasien mengeluarkan nafas.

Tes diagnostik
• Radiografi occipito-mental dapat menunjukkan level cairan di sinus maksilaris akibat
perdarahan yang masuk ke dalam antrum, dan sinusitis, atau bayangan putih yang
terjadi karena infeksi mukosa.
• Bila pasien mencoba untuk bernafas melalui hidung sambil menutup lubang hidung, ada
udara yang masuk melalui fistuila ke dalam rongga mulut. Gelembung udara dapat
dilihat di daerah fistula.

Bacaan lanjutan

Andreasen, J.O. dan Andreasen, F.M. (1994) Textbook and Color Atlas of Traumatic
Injuries to the Teeth, 3rd edn. Copenhagen: Munksgaard.

Dimitroulis, C. dan Avery, B.S. (1994) Maxillofacial Injuries – A Synopsis of Basic


Principles, Diagnosis and Management. Oxford: Wright.
Bab 8. Infeksi

Ringkasan
Pendahuluan

1. Bakteri
Karies gigi
Osteomielitis (akut dan kronis)
Angina Ludwig
Tuberkulosis (lihat Bab 10)
Sifilis (lihat Bab 10)
Difteri
Aktinomikosis
Infeksi bakteri Gram negatif pada penderita immunocompromised
Penyakit periodontal (lihat Bab 5)
Periodontitis apikalis akut dan kronis (lihat Bab 5)
Acute necrotizing ulcerative gingivitis (lihat Bab 5)
Abses periodontal lateralis (lihat Bab 5)
Lesi periodontal-endodontik (lihat Bab 5)
Perikoronitis (lihat Bab 5)
Dry socket (lihat Bab 5)
Sinusitis (lihat Bab 6)

2. Virus
Measles
Mumps
Lesi yang terkait dengan virus Epstein-Barr
Human immunodeficiency virus (HIV)
Herpes simpleks (lihat Bab 10)
Coxsackie (lihat Bab 10)
Herpes zoster dan cacar air (lihat Bab 6)
Bell’s palsy (lihat Bab 6)
Cytomegalovirus (CMV)(lihat Bab 10)
Human herpes virus 8 (HHV 8)(lihat Bab 10)

3. Jamur
Candidiasis/candidosis (lihat Bab 10)
Aspergillosis (lihat Bab 10)
Histoplasmosis (lihat Bab 10)
Mucormycosis (lihat Bab 10)
Cryptococcosis (lihat Bab 10)
Blastomycosis (lihat Bab 10)
Pendahuluan
Sebagian besar tugas para pekerja bidang kesehatan gigi berhubungan dengan diagnosis,
perawatan dan pencegahan infeksi terkait. Kesemuanya dapat dikelompokkan ke dalam
tiga bagian, yaitu: bakteri, virus dan jamur.

1. Bakteri

Karies gigi

• Merupakan kerusakan gigi yang bersifat progresif akibat gigi terpapar dengan
lingkungan rongga mulut.
• Merupakan penyebab hilangnya gigi pada sebagian besar pasien usia muda.
• Merupakan suatu proses demineralisasi yang kompleks, disebabkan oleh penghancuran
karbohidrat oleh mikroorganisme olahan.
• Menyebabkan kelainan pada sebagian besar populasi di negara industri.
• Dengan semakin bertahannya gigi dalam rongga mulut, maka karies akar gigi menjadi
suatu masalah yang cukup menonjol.
• Sementum akar sangat rentan terhadap karies.
• Bukan merupakan proses satu arah. Remineralisasi terjadi terutama bila ada fluor.

Diagnosis karies (lihat juga halaman 27)


• Gigi dibersihkan, dikeringkan dan dperiksa menggunakan lampu yang cukup.
• Setiap permukaan gigi diperiksa apakah ada perubahan warna.
• Tepi tambalan diperiksa dengan teliti apakah ada keretakan ataupun kebocoran.
• Pada tambalan yang retak, terutama bila melibatkan permukaan interproksimal, akan
mudah dtemukan undercut, yang merupakan tempat berkembangnya karies rekuren
yang luas.
• Permukaan gigi yang sulit dibersihkan, seperti permukaan bukal gigi molar tiga rahang
atas dan permukaan gigi lainnya yang seringkali tidak diperhatikan, misalnya
permukaan lingual gigi molar bawah, perlu mendapatkan perhatian khusus.
• Permukaan gigi yang paling rentan terhadap karies gigi adalah ceruk (pit), fisura dan
permukaan interproksimal.
• Sonde tidak ditekankan pada permukaan email karena akan menyebabkan terbentuknya
kavitas pada permukaan struktur gigi dan menimbulkan terjadinya karies.
• Perhatikan juga beberapa pasien yang memiliki kerentanan tinggi terhadap karies gigi,
seperti pasien yang menderita xerostomia akibat penggunaan obat, sindroma Sjögren,
atau setelah mengalami radioterapi pada daerah leher dan kepala.

Gejala
• Karies email tidak memiliki gejala, begitu juga karies dentin.
• Suatu karies yang luas seringkali menimbulkan keluhan pasien saat makan makanan
dengan rasa manis.
• Kerusakan lebih lanjut pada jaringan gigi akan menimbulkan peradangan pulpa. Bila
tidak dirawat akan menyebabkan pulpitis seperti yang telah dijelaskan pada halaman
80.

Tanda
• Bercak putih pada email yang menunjukkan terjadinya hipokalsifikasi.
• Bila berlanjut akan menyebabkan perubahan warna menjadi keabuan/kehitaman.
• Karies akar menyebabkan perubahan warna coklat muda atau coklat tua pada sementum
dan dentin akar gigi.
• Karies aktif pada dentin berstruktur lunak.
• Terjadi lubang pada gigi.

Tes diagnostik
• Diperlukan pemeriksaan klinis yang teliti, dan tidak ada pengganti untuk cara
pemeriksaan seperti itu.
• Pemeriksaan radiografi jenis bitewings sangat bermanfaat untuk mencari karies
interproksimal dan karies rekuren di bawah tambalan yang sudah ada.
• Gambaran radiografi karies interproksimal ataupun oklusal tidak seberat gambaran
klinis yang ditemukan. Pada saat dilakukan perawatan, biasanya akan ditemukan kaies
yang jauh lebih luas dibandingkan gambaran yang ditemukan saat pemerkisaan
radiografi.
• Tes vitalitas (lihat halaman 35) terdiri dari tes thermal, misalnya untuk dingin: chlor
ethyl, untuk panas: gutta percha panas, dan elektrik.
Gigi sehat – memberikan respon normal terhadap rangsang panas, dingin dan elektrik.
Gigi non vital – tidak memberikan respon.
Gigi pulpitis – Memberikan respon awal dan seringkali berlebihan (lihat halaman 36).

N.B. Gigi berakar ganda dapat memberikan respon bervariasi, sehingga sulit untuk
disimpulkan. Kondisi tersebut terjadi akibat adanya perbedaan proses inflamasi pada
masing-masing saluran akar.

Pilihan perawatan
1. Pencegahan – penyuluhan untuk jenis-jenis makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi, penggunaan fluor, perbaiki kesehatan mulut.
2. Periksa ulang pada tenggang waktu tertentu untuk memantau remineralisasi lesi awal
dan untuk mendeteksi perkembangan karies.
3. Penambalan
4. Pencabutan

Osteomielitis

• Akut atau kronis.


• Jarang ditemukan di negara berkembang.
• Lebih banyak ditemukan pada mandibula dibandingkan maksila, kemungkinan karena
suplai darah yang kurang serta kepadatan tulang yang lebih tinggi dibandingkan
maksila.
• Dapat terjadi setelah infeksi periapikal yang luas.
• Dapat merupakan akibat dari trauma fasial yang berat yang menyebabkan terbukanya
tulang, misalnya kecelakaan jalan raya, luka tembak.
• Osteomielitis akut sulit untuk dibedakan dari dry socket.

M.H. yang merupakan faktor predisposisi


1. Penyakit Paget
2. Radioterapi yang dilakukan pada tulang rahang sebelumnya untuk perawatan
neoplasia.
3. Resistensi yang nmenurun terhadap infeksi, misalnya pada:
Perawatan imunosupresi
Leukemia akut
Diabetes mellitus tidak terkontrol
Alkoholik kronis
Defisiensi diet multipel
Sickle-cell anemia

D.H. yang relevan


• Infeksi apikal pada saat ekstraksi gigi.
• Pencabutan yang baru saja dilakukan pada gigi rahang bawah dengan menggunakan
anestesi lokal, terutama pada saat masih ada lesi ANUG atau perikoronitis.
• Periodontitis apikalis atau lateralis yang terjadi pada gigi yang berhadapan dengan garis
fraktur pada tulang.

Osteomielitis akut
• Biasanya terjadi akibat infeksi anaerob bakteri spesies prevotella dan fusobacterium.

Gejala
• Pasien merasa tidak enak badan dan suhu tubuh meningkat.
• Rahang membengkak dan daerah pembengkakan tersebut teraba lunak.
• Rasa sakit di dalam yang terasa parah dan berdenyut terus-menerus.
• Perubahan rasa dalam mulut, pus dialirkan ke dalam ronga mulut atau ke daerah wajah.
• Gigi terasa longgar dan sakit bila digunakan untuk mengunyah.
• Dapat ditemukan mati rasa pada bibir bawah.
• Ada kesulitan saat membuka mulut.

Tanda
• Pireksia dan malaise.
• Ditemukan sinus intraoral dan ekstraoral yang dialiri oleh pus yang keluar.
• Pus mengalir dari sekitar gigi atau soket gigi.
• Wajah dan gingiva membengkak.

• Gigi goyang dan teraba lunak bila ditekan.


• Parestesia/anestesia bibir pada daerah yang terlibat.
• Trismus dan limfadenopati servikal.

Tes diagnostik
• Gigi yang terlibat teraba lunak dan terdengar suara tumpul saat dilakukan perkusi.
• Lakukan pemeriksaan dan simpan data yang ditemukan bila terjadi anesthesia/parestesia
pada bibir atau regio menton. Gunakan tekanan lunak dengan sonde untuk mendeteksi
rasa sakit menusuk. Gunakan serpihan kapas yang dijepit pinset untuk mendeteksi
rangsang raba.
• Gambaran radiografi menunjukkan daerah radiolusensi yang luas dengan tepi tidak
beraturan, tulang rahang memberi gambaran seperti sawang. Pola normal trabekula
hilang dan bial terbentuk sekuester, maka akan terlihat semakin opaque. Ligamen
periodontal di sekitar gigi yang terlibat menjadi bertambah lebar.
• Sebaiknya dilakukan pemeriksaan apus untuk bakteri, lalu dilakukan pemeriksaan
kultur dan tes sensitivitas – terbentuknya pus akan sangat banyak membantu.

Perawatan
Dirujuk ke rumah sakit untuk:
• Perawatan antibiotika intravena.
• Pembersihan dan pembuangan tulang yang nekrotik setelah infeksi akut mereda.

Osteomielitis kronis
• Gejala yang timbul tidak terlalu parah, kadang-kadang tidak ada gejala.
• Dapat terjadi setelah infeksi akut atau terjadi tanpa melalui fase akut.
• Sekuester, pecahan tulang akan lepas secara spontan.
• Gambaran radiografi menunjukkan terjadinya sklerosis luas tulang sekitarnya dan
terjadinya pembentukan tulang subperiosteal.

Angina Ludwig

• Suatu selulitis berat yang melibatkan rongga submandibula, sublingual dan faringeal
lateral (Gambar 8.1 dan gambar 5.2 dan 5.3).

Gambar 8.1 Infeksi rongga submandibula pada pasien infeksi Ludwig.


• Biasanya disebabkan oleh streptococcus dan campuran bakteri anaerob.
• Infeksi dapat menyebar hingga leher melalui rongga faringeal lateral.
• Angina Ludwig adalah infeksi yang bersifat parah, dapat menyebabkan kematian karena
rongga udara akan sangat terbatas. Diperlukan perawatan agresif antibiotika intravena
untuk menyembuhkannya.

Gejala
• Rasa sakit dan kesulitan saat menelan.
• Kesulitan bernafas.
• Rasa sakit yang parah pada daerah wajah.
• Pasien merasa tidak enak badan.
• Suhu tubuh meningkat.

Tanda
• Pembengkakan berwarna merah pada daerah wajah dan leher, panas, kenyal, dan cepat
menyebar.
• Lidah terangkat akibat pembengkakan pada dasar mulut.
• Pireksia, takikardia, malaise.
• Kesulitan bernafas (stridor), akibat udema lidah dan tekanan pada trachea dari selulitis
yang terjadi di daerah leher.

***Tulisan dalam kotak dan gambar 8.2***

Catatan: Bila melakukan pemeriksaan pada pembengkakan wajah, maka yang penting
untuk diperhatikan adalah:

1. Mencatat dalam kartu status pasien:


Lokasi lesi
Ukuran lesi dalam millimeter/sentimeter (mm/cm)
Gambar lesi atau lakukan pengambilan foto pada lesi
Catat konsistensi lesi: lunak (udema, abses, berisi cairan)
kenyal (selulitis, limfadenopati)
keras (seperti tulang)

2. Menentukan apakah pembengkakan tersebut:


Dapat digerakkan dari dasarnya atau tidak
Apakah lesi teraba lunak saat dilakukan palpasi
Apakah suhu lesi terasa tinggi bila disentuh
Apakah lesi menempel pada kulit ataukah pada jaringan ikat di bawahnya
Apakah ada fluktuasi (Gambar 8.2)
*** Tulisan dalam kotak selesai***

Gambar 8.2 Penentuan fluktuasi. Ada dua jenis tes yang harus dilakukan dan harus tegak
lurus terhadap masing-masing untuk menentukan fluktuasi. Jari telunjuk
yang menekan pembengkakan akan membuat cairan di dalamnya bergerak
dan gerakan ini akan dideteksi oleh kedua jari yang diletakkan pada daerah
tepi pembengkakan.

Perawatan
• Pasien perlu dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan antibiotika intravena dan
kemungkinan perlu dilakukan insisi untuk mengurangi tekanan pada saluran
pernafasan.
• Penyebabnya, misalnya gigi yang terinfeksi, juga harus ditentukan dan dirawat.

Tuberkulosis (lihat juga halaman 189)

• Penyakit yang mudah diketahui.


• Ditemukan di seluruh dunia, menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan
berbagai penyakit infeksi lainnya.
• Diperkirakan penduduk yang terinfeksi sampai dengan sekitar 100 juta orang.
• Jumlah penderita tuberkulosis menurun di negara maju, tetapi beberapa tahun terakhir
ini meningkat tajam, termasuk di Inggris.
• Munculnya tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai pengobatan saat ini merupakan
masalah utama, terutama di kota seperti New York yang situasinya dipersulit oleh
adanya peningkatan prevalensi tuberkulosis pada penderita yang terinfeksi HIV. Infeksi
yang terjadi secara bersamaan menyebabkan terjadinya eksaserbasi pada kedua
penyakit tersebut. Tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai pengobatan juga telah
dilaporkan terjadi pada sejumlah kecil pasien di Inggris, termasuk kelompok imigran.
• Walaupun jarang, tetapi dapat ditemukan ulkus yang bersifat persisten, biasanya terjadi
di lidah, dinding ulkus bergaung, cekungan tersebut dapat berwarna keabuan atau
kekuningan sebagai akibat adanya infeksi lokal.
• Tuberkulosis mulut pada umumnya hanya ditemukan pada pasien yang menderita
tuberkulosis paru aktif yang bersifat lanjut (terbuka).
• Pasien yang memperoleh perawatan anti-tuberkulosis untuk lesi paru tidak memiliki lesi
intraoral.
• Lesi dalam mulut akan sembuh setelah pasien mendapatkan pengobatan anti-
tuberkulosis.
• Limfadenopati tuberkulosis di nodus limfatik servikal (scrofula) banyak ditemukan di
subkontinen India.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan biopsi menunjukkan adanya daerah perkijuan, nekrosis dan sel raksasa
berinti banyak.
• Keberadaan mikobakteria dapat dipastikan dengan memberikan pewarnaan pada
bakteri yang bersifat tahan asam (pewarnaan Ziehl-Neelsen).
• Pada pemeriksaan rontgen foto thorax ditemukan: bintik-bintik difus pada paru-paru,
kavitasi, konsolidasi dan adenopati hilus.
• Heaf test: ditemukan respon cepat dan berkepanjangan.
• Tes sputum: positif bila ditemukan basilus tahan asam. Diperlukan waktu beberapa
minggu untuk pemeriksaan kultur.

Sifilis

• Merupakan penyakit yang ditularkan secara seksual, disebabkan oleh bakteri


spirochaete, disebut Treponema pallidum.
• Suatu penyakit yang mudah diketahui. Penting untuk dilakukan rujukan ke klinik
genitourinari pada semua kasus yang dicurigai.
• Agak jarang ditemukan, tetapi pantas untuk dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding ulserasi mulut.
• Dapat ditularkan melalui plasenta oleh ibu kepada bayi yang dikandungnya (sifilis
kongenital).
• Lesi stadium primer, sekunder dan tersier dapat ditemukan dalam mulut. Untuk
keterangan mengenai gejalanya dapat dilihat pada halaman 190.

Sifilis primer
• Lesi ini jarang ditemukan di mulut, tetapi dapat terjadi setelah kontak langsung dengan
lesi yang menular (contohnya kontak orogenital).
• Lesi khas rongga mulut berupa chancre (lihat halaman 190).
• Lesi terjadi sekitar 4 minggu sesudah infeksi.
• Lesi primer sifilis rongga mulut sangat menular.
• Lesi menyembuh tanpa terbentuk jaringan parut setelah 6 – 8 minggu.

Sifilis sekunder
• Terbentuk 1 –4 bulan setelah infeksi awal.
• Menyebabkan malaise, sakit kepala, demam ringan, timbul ruam menyeluruh, dan
limfadenopati.
• Lesi rongga mulut berupa mucous patch dan snail track ulcers (lihat halaman 190).
• Ulkus mengandung spirochaete dalam jumlah banyak.

Sifilis tersier
• Terbentuk beberapa tahun kemudian setelah infeksi awal pada kasus yang tidak dirawat.
• Lesi rongga mulut berupa gumma dan syphilis leukoplakia (sangat jarang) (lihat juga
halaman 191, 219).

Gumma
• Dapat berkembang menjadi lesi yang cukup besar.
• Berupa ulkus dengan tepi punched-out.Lesi biasanya terjadi di palatum dan tidak sakit.

Syphilitic leukoplakia
• Ditemukan pada dorsum lidah.
• Ada insidens yang tinggi untuk berubah ke arah keganasan.
• Dampak sistemik sifilis tersier termasuk aortitis, tabes dorsalis, dementia dan paresis
menyeluruh pada penderita kelainan mental (GPI).

Tes khusus
• Pada sifilis primer, tes awal kemungkinan tidak akan memberikan hasil positif.
• Pemeriksaan apus yang diambil dari permukaan chancre akan menentukan keberadaan
Treponema pallidum bila dilihat di bawah mikroskop lapangan gelap.
• Tes serologi, baik yang spesifik maupun non-spesifik, seharusnya digunakan dalam
pemeriksaan penyaring dan diagnosis. Jenis pemeriksaan ini juga penting dilakukan
untuk membedakan pasien yang mengidap penyakit aktif dengan yang sudah dirawat
secara efektif.
• Tes non-spesifik: positif pada penyakit aktif, menjadi negatif setelah pengobatan:
1. VDRL (Venereal Disease Research Laboratory). Catatan: Hasil positif palsu dapat
terjadi akibat reaksi-silang pada penderita malaria, pneumonia karena virus dan
tuberkulosis.
2. RPR (Rapid Plasma Reagin).
• Tes spesifik yang dilakukan sesuai dengan prosedur laboratorium termasuk:
1. TPHA (Treponema pallidum haemagglutination assay).
2. FTA-Abs (Fluorescent treponemal antibody absorbed test).

Difteri

• Suatu infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae.


• Jarang ditemukan di Inggris.
• Banyak yang sudah dapat ditanggulangi melalui imunisasi pada masa anak-anak.
• Di Eropa Timur pernah terjadi peningkatan insidens akibat program vaksinasi yang
tidak dilanjutkan.
• Bakteri penyebab memproduksi eksotoksin yang dapat mengakibatkan kerusakan
miokardial dan depresi respirasi karena paralysis saraf.
• Lesi berupa pseudomembran keabuan ditemukan di daerah tonsil atau faring.
• Menyebabkan kesulitan menelan.
• Terjadi pembesaran luas pada nodus limfatik servikal.
Aktinomikosis

• Biasanya disebabkan oleh bakteri yang hidup komensal dalam mulut, yaitu
Actinomyces israelii.
• Patogenesisnya tidak jelas.
• Merupakan infeksi kronis yang supuratif.
• Dapat ditemukan riwayat trauma dalam mulut, seperti ekstraksi gigi, fraktur rahang.

Gejala
• Pembengkakan daerah wajah.
• Ditemukan abses yang mengeluarkan pus di kulit daerah wajah dan leher.

Tanda
• Ditemukan abses kronis disertai indurasi, biasanya di sudut mandibula.
• Kulit yang terlibat berwarna merah/keunguan.
• Terbentuk sinus multipel yang mengeluarkan cairan berwarna kuning yang
mengandung granula sulfur (merupakan koloni mikroorganisme).

• Dapat ditemukan fibrosis luas yang melibatkan daerah kulit yang juga luas.
• Infeksi jarang melibatkan tulang di bawahnya.
• Pus digunakan sebagai spesimen yang dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan
kultur dan tes sensitivitas antibiotika.
• Beritahukan pada pihak laboratorium bahwa ada kecurigaan yang mengarah pada
aktinomikosis, sehingga pihak laboratorium akan menggunakan media yang tepat
untuk pemeriksaan dan kultur dilakukan dalam waktu yang cukup untuk pertumbuhan
bakteri.

Perawatan
Penderita aktinomikosis perlu dikirim ke rumah sakit untuk perawatan, karena mereka
membutuhkan antibiotika intravena untuk pengobattan awal, seperti penisilin. Tindakan
ini diikuti oleh pemberian penisilin atau amoksisilin per oral selama tiga bulan.
Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati flora mulut, karena biasanya telah terjadi
infeksi campuran. Abses yang terbentuk perlu dilakukan drainase.

Infeksi bakteri Gram negatif pada penderita immunocompromised

• Bakteri enterik Gram negatif dapat menyebabkan infeksi orofaringeal pada penderita
yang immunocompromised, lansia, penyakit kronis dan penyakit yang melemahkan
badan, yang sedang dalam perawatan antibiotika jangka waktu panjang.
Mikroorganisme ini termasuk Escherichia coli, spesies Klebsiella dan Pseudomonas
aeruginosa.
2. Virus

Measles

• Penyakit yang disebabkan oleh paramyxovirus yang menyebar melalui infeksi droplet.
• Masa inkubasinya terjadi sekitar 10 hari.
• Biasanya ditemukan demam, ingus yang keluar dari hidung, dan batuk.
• Dapat menyebabkan lesi dalam mulut yang disebut Koplik’s spots. Kelainan ini
ditemukan di mukosa pipi, biasanya dekat gigi molar, berupa bercak kecil berwarna
putih dengan dasar kemerahan.
• Koplik’s spots menghilang sesudah 3-4 hari, kemudian diikuti dengan terbentuknya lesi
makulopapular (lihat halaman 22), dan ruam menyeluruh di kulit.

Mumps

• Penyakit yang disebabkan oleh paramyxovirus, ditularkan melalui saliva.


• Infeksi virus menyebabkan pembengkakan pada kelenjar saliva (sialadenitis).

• Dapat terjadi pada dewasa.


• Masa inkubasi berkisar antara 2 – 3 minggu. Pasien mengalami demam, malaise, sakit
kepala dan pembengkakan kelenjar saliva, biasanya kelenjar parotis yang terlibat.

Gejala
• Kelenjar parotis terasa sakit dan membengkak.
• Sakit kepala.
• Suhu tubuh meningkat, terasa kurang enak badan.

Tanda
• Pireksia.
• Pembengkakan lunak unilateral/bilateral pada kelenjar parotis.
• Kelenjar saliva lainnya – kelenjar submandibula dan sublingual dapat juga terlibat.

Komplikasi
• Pankreatitis, orchitis (inflamasi pada testis), oophoritis (inflamasi pada ovarium) dan
yang lebih jarang adalah meningitis dan ensefalitis.

Perawatan
• Suportif. Tingkat hidrasi yang cukup penting untuk dipertahankan.
N.B. Penyebab pembengkakan kelenjar saliva lainnya, termasuk:

1. Sialadenitis obstruktif akibat pembentukan batu kelenjar liur.


2. Acute ascending parotitis pada penderita xerostomia (mulut kering).
3. Kelenjar saliva juga dapat membesar dalam berbagai kondisi seperti sindroma Sjögren,
sarkoidosis dan tumor kelenjar saliva.

Virus Epstein-Barr

• Merupakan virus herpes yang ditemukan pada manusia, berada dalam bentuk laten pada
lebih dari 90% populasi.
• Infeksi primer bersifat subklinis, atau menyebabkan infectious mononucleosis
(glandular fever).
• Menyebabkan oral hairy leukoplakia pada penderita yang mengalami imunosupresi.
• EBV dapat ditemukan dalam saliva orang yang seropositif tanpa gejala, juga yang
disertai gejala klinis.

Gejala
• Biasanya ditemukan pada remaja.
• Tenggorokan terasa sakit.
• Ada keluhan rasa lelah, tidak enak badan.
• Sakit kepala.

• Kelenjar limfe membengkak.


• Ulserasi mulut dapat terjadi, tetapi jarang.
• Ada rasa sakit daerah perut (akibat keterlibatan hepar dan limpa).
• Rasa sakit pada otot (myalgia).

Tanda
• Pireksia.
• Pembesaran nodus limfatik di servikal.
• Ulserasi dalam mulut – biasanya ditemukan di bagian posterior mulut dan faring.
• Ptekiae (makula atau papula kecil berisi darah) ditemukan di palatum molle.
• Faringitis.
• Ruam di kulit.

N.B. Ampisilin dan amoksisilin juga dapat menyebabkan ruam makulopapular


menyeluruh bila diberikan kepada pasien yang menderita infectious mononucleosis.

Tes diagnostik
• Hitung darah lengkap akan menunjukkan limfositosis atipikal dan kadang-kadang
trombositopenia.
• Tes Paul-Bunnell atau monospot blood test digunakan untuk menentukan adanya
antibodi heterofil.
• Dapat juga dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi hepar bila diperlukan.
• Tes Paul-Bunnell negatif, kelainan yang menyerupai glandular-fever, termasuk HIV,
cytomegalovirus dan infeksi toksoplasma.
• Perawatan dilakukan secara simtomatis. Obat kumur antimikroba dapat digunakan
untuk mengurangi gejala intraoral.
• Virus Epstein-Barr juga ada hubungannya dengan Burkitt’s lymphoma, karsinoma
nasofaring dan oral hairy leukoplakia.

Human immunodeficiency virus (HIV)

• Suatu virus RNA yang menginfeksi sel helper T4 (juga disebut CD4+ limfosit T).
• Menyebabkan kerusakan progresif pada sistem imun, sehingga terjadi infeksi
oportunistik.
• Infeksi oportunistik dalam mulut dapat merupakan tanda pertama terjadinya penyakit
HIV.
• Telah digambarkan lebih dari 50 manifestasi oral penyakit HIV dan hingga 90% pasien
penyakit HIV memiliki perubahan di dalam dan di sekitar rongga mulut mereka.
• Kini, manifestasi oral HIV diklasifikasikan sesuai dengan hubungannya terhadap
infeksi HIV:

*** Tulisan dalam kotak ***

Kelompok 1. Lesi yang memiliki hubungan kuat dengan infeksi HIV


• Kandidiasis – erythematous, pseudomembranous
• Hairy leukplakia
• Penyakit periodontal – Linear gingival erythema
Necrotizing ulcerative gingivitis

Necrotizing ulcerative periodontitis


• Kaposi’s sarcoma
• Non-Hodgkin’s lymphoma

Kelompok 2. Lesi yang tidak terlalu erat hubungannya dengan infeksi HIV
• Infeksi bakteri
Mycobacterium avium intracellulare
Mycobacterium tuberculosis
• Hiperpigmentasi melanotik
• Necrotizing ulcerative stomatitis
• Ulserasi (tidak spesifik)
• Penyakit kelenjar liur
Mulut kering akibat aliran saliva yang menurun
Pembengkakan kelenjar liur mayor, bersifat unilateral atau bilateral
• Thrombocytopenic purpura
• Infeksi virus
HSV (virus herpes simpleks)
HPV (human papilloma virus)
Condyloma acuminatum
Focal epithelial hyperplasia
Verruca vulgaris
Varicella zoster
Herpes zoster

Kelompok 3. Lesi yang ditemukan pada infeksi HIV


(Sebelumnya disebutkan sebagai kelompok lesi yang kemungkinan ada hubungannya
dengan HIV)
• Infeksi bakteri
Actinomyces israelii
Escherichia coli
Klebsiella pneumoniae
Mycobacterium avium intracellulare
Mycobacterium tuberculosis
• Cat scratch disease
• Reaksi obat (ulseratif, erythema multiforme, lichenoid, toxic epidermolysis)
• Infeksi jamur selain kandidiasis
Cryptococcus neoformans
Geotrichum candidum
Histoplasma capsulatum

Mucoraceae (Mucormycosis)

Aspergillus flavus
• Gangguan neurologis
Facial palsy

Trigeminal neuralgia
• Recurrent aphthous stomatitis
• Infeksi virus
Cytomegalovirus
Molluscum contagiosum

*** Tulisan dalam kotak selesai ***

• Tim kedokteran gigi memiliki peran yang penting dalam menemukan semua perubahan
awal yang terjadi dalam rongga mulut.
• Identifikasi yang dilakukan lebih awal, memungkinkan pasien untuk mendapatkan
perawatan medis lebih cepat dan lebih tepat, juga untuk konseling. Dengan demikian,
kemungkinan untuk dapat bertahan hidup lebih tinggi dan dapat mencegah penyebaran
penyakit.

3. Jamur

Candidiasis (candidosis)

Candidiasis dan candidosis adalah dua istilah yang sama. Beberapa buku yang terakhir
dipublikasikan menggunakan istilah candidosis. Buku ini menggunakan istilah
candidiasis, sesuai dengan istilah yang dipilih oleh WHO.
• Spesies Candida ditemukan sebagai komensal dalam rongga mulut pada populasi
dengan angka hampir mencapai 90%.
• Strain yang paling sering diisolasi adalah Candida albicans.
• Infeksi klinis terjadi setelah imunosupresi, xerostomia dan perubahan konsentrasi
mikroflora, misalnya setelah penggunaan antibiotika spektrum luas.

Faktor predisposisi termasuk:


• Pemakaian gigi tiruan
• Penurunan salivasi, misalnya karena penggunaan obat.
• Terapi antibiotika, terutama spektrum luas.
• Diabetes mellitus tidak terkontrol.
• Terapi kortikosteroid (termasuk penggunaan inhaler untuk penderita asma).
• Radioterapi daerah mulut dan kerusakan yang terjadi pada kelenjar liur sesudahnya.
• Defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat.

• Kondisi imunosupresi, termasuk:


1. HIV
2. Leukemia
3. Agranulositosis
4. Obat sitotoksik
5. Malnutrisi dan malabsorpsi

Kandidiasis klinis tampil berupa:

1. Kandidiasis akut
a. Pseudomembranosa (thrush) (Gambar 8.3).

Gejala
• Dapat tanpa gejala
• Dapat menimbulkan rasa sakit dalam rongga mulut.
• Kurang nyaman saat menelan.

Gambar 8.3 Kandidiasis pseudomembranosa.

Tanda
• Kandidiasis pseudomembranosa tampil sebagai bercak putih kekuningan di mukosa
mulut, dapat dilepaskan dari jaringan di bawahnya, meningggalkan daerah yang merah,
dan mudah berdarah.

b. Atrophic (erythematous)
• Ditemukan pada pasien yang sedang mendapatkan pengobatan steroid dan antibiotika
spektrum luas.

Gejala
• Seringkali sakit

Tanda
• Mukosa mulut terlihat merah menyala. Daerah manapun dapat terlibat, termasuk
palatum, lidah dan mukosa bukal.
• Kandidiasis eritematosa, yang terlihat pada pasien HIV positif, adalah lesi yang
bersifat kronis.
• Kandidiasis atrophicans tampil sebagai daerah merah, biasanya ditemukan di palatum
dan dorsum lidah. Pada penderita HIV positif, gambaran klasiknya adalah kandidiasis
eritematosa, berupa daerah kemerahan di bagian tengah palatum, jaringan gusi dan
sekitarnya terlihat berwarna normal. Gambaran itu menyerupai “cap ibu jari” (Gambar
8.4 dan 8.5).

Gambar 8.4 Erythematous candidiasis (“cap ibu jari” di palatum).

Gambar 8.5 Erythematous candidiasis di dorsum lidah pada penderita HIV positif.

2. Chronic atrophic candidiasis (chronic erythematous candidiasis, denture-induced

stomatitis, denture sore mouth)


• Faktor predisposisi yang berperan adalah tertutupnya palatum dalam jangka waktu lama
oleh plat gigi tiruan atau plat ortodontik.

Gejala
• Biasanya tidak ditemukan gejala.

Tanda
• Mukosa berwarna merah menyala.
• Warna merah sesuai dengan daerah palatum yang tertutup oleh plat gigi tiruan atau plat
ortodontik.
• Mukosa yang tidak tertutup oleh plat terlihat sehat dengan warna normal.
• Istilah “denture sore mouth” sebenarnya kurang tepat, karena pasien seringkali tidak
mengetahui keberadaan lesi tersebut.
• Merupakan infeksi candida yang paling umum ditemukan dengan insidens 25-50%
pada pemakai gigi tiruan.

N.B. Pada gigi tiruannya sendiri juga ditemukan koloni candida, dan dapat menimbulkan
reinfeksi pada palatum.

Perawatan termasuk:
• Menganjurkan pasien untuk melepas gigi tiruannya saat tidur.
• Gigi tiruan harus benar-benar bersih dan direndam malam hari dalam larutan
klorheksidin atau hipoklorit.
• Gigi tiruan yang tidak pas letaknya harus segera diganti setelah inflamasi yang terjadi
dapat ditanggulangi.
• Selama periode ini, dapat dianjurkan penggunaan tissue conditioner agar gigi tiruan
lebih stabil letaknya.
• Untuk obat antijamur dapat diberikan jenis topikal, seperti nistatin, amphoterisin B dan
obat kumur klorheksidin.
• Sebelum pemasangan gigi tiruan, sebaiknya dilapisi dulu dengan miconazole gel pada
daerah yang berkontak dengan jaringan.

N.B. Terapi warfarin merupakan kontraindikasi dalam pemakaian miconazole.

3. Angular cheilitis (stomatitis)

• Dikaitkan dengan hilangnya dimensi vertikal dan tinggi muka bagian bawah, pada
pasien yang menggunakan gigi tiruan yang sudah waktunya untuk diganti.
• Pada pasien yang masih bergigi, dapat dihubungkan dengan defisiensi vitamin B12,
asam folat atau defisiensi Fe.
• Merupakan salah satu bentuk akibat pengobatan imunosupresi, terutama pada penyakit
HIV dan neutropenia.
Gejala
• Sudut mulut terasa sakit dan perih.

Tanda
• Di sudut mulut idtemukan lipatan kulit yang terbelah dan meradang.
• Dapat menyertai kandidiasis intraoral.
• Bakteri, misalnya staphylococcus, juga dapat menyebabkan angular cheilitis.

Perawatan
• Meliputi penentuan penyebab dan menghilangkan kondisi sistemik yang
melatarbelakangi terjadinya lesi, misalnya kelainan darah.
• Gigi tiruan lama diganti dengan yang baru, dimensi vertikal ditentukan dengan lebih
tepat.
• Infeksi candida yang ada diobati.
• Pengobatan antimkrobial diberikan secara topikal.

4. Chronic hyperplastic candidiasis (candidal leukoplakia)

Lihat halaman 218.

5. Chronic mucocutaneous candidiasis


• Infeksi candida rongga mulut juga dapat terjadi sebagai bagian dari gangguan
mukokutan yang jarang ditemukan, misalnya
a. Familial (terbatas). Diturunkan sebagai sifat otosomal resesif.
b. Diffuse (sporadic). Kasus familial yang jarang.
c. Late onset (thymoma syndrome). Terjadi kelainan pada cell-mediated immunity yang
disebabkan oleh thymoma.
d. Endokrin (candidiasis-endocrinopathy sundrome). Terjadi defisiensi kelenjar yang
bersifat multipel, misalnya hipoparatiroidisme atau penyakit Addison dan produksi
autoantibodi.

Tes diagnostik
• Pada daerah yang terlibat dilakukan pemeriksaan apus, kemudian diberi pewarnaan
(pewarnaan Gram atau reagen PAS (periodic acid-Schiff)). KOH juga dapat digunakan
untuk melihat hifa yang terbentuk.

• Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan swab dan oral rinse untuk pemeriksaan kultur.
• Hitung candida kuantitatif dapat dilakukan untuk memantau terapi yang diberikan.
Pasien diminta untuk membeikan sampel salivanya atau berkumur-kumur dengan
larutan phosphate-buffered saline selama satu menit, sebelum dibuang ke dalam wadah
steril.
• Pemeriksaan biopsi dan histopatologi perlu dilakukan untuk memastikan adanya
chronic hyperplastic candidiasis.

Mikosis pada organ dalam (Lihat halaman 195)

• Aspergillosis
• Histoplasmosis
• Mucormycosis
• Cryptococcosis
• Blastomycosis

Bacaan lanjutan

Cawson, R.A. (1991) Essentials of Dental Surgery and Pathology, 5th edition. Edinburgh:
Churchill Livingstone.
Glick, M. (1994) Dental Management of Patients with HIV. Chicago: Quintessence.
Marsh, P. dan Martin, M. (1992) Oral Microbiology, 3rd edition. London: Chapman and
Hall.
Scully, C. dan Cawson, R.A. (1998) Medical Problems in Dentistry. 4th edition. Oxford:
Wright.
Tyldesley, W.R. dan Field, E.A. (1995) Oral Medicine. 4th edition. Oxford: Oxford
University Press.
Bab 9. Kista

Ringkasan
Definisi
Pendahuluan
Riwayat keluhan utama
Gejala
Tanda
Klasifikasi
(Berdasarkan buku yang diterbitkan oleh WHO: Penentuan Tumor Odontogenik Secara
Histologis. Kramer, Pindborg dan Shear, 1992. Dimodifikasi oleh Shear).

I. Kista pada rahang


Epitelial
Pertumbuhan

(a) Odontogenik
1. Kista gingiva pada anak-anak
2. Odontogenic keratocyst (kista primordial)
3. Kista dentigerous (folikular)
4. Kista erupsi
5. Kista periodontal lateral
6. Kista gingiva pada orang dewasa
7. Kista odontogenik botryoid
8. Kista odontogenik grandular
(Sialo-odontogenic mucoepidermoid odontogenic cyst)

(b) Non-odontogenik
1. Kista duktus nasopalatinus (kanal insisivus)
2. Kista nasolabial (nasoalveolar)
3. Kista palatinus median, alveolar median, mandibular median
4. Kista globulomaksilari

Epitelial
Inflamasi
1. Kista radikular, apical dan lateral
2. Kista residual
3. Kista paradental dan kista bukal mandibula terinfeksi
4. Kista inflamasi kolateral
Non- epithelial
1. Kista tulang soliter (kista traumatik, simpel, tulang hemoragik)
2. Kista tulang aneurisma

II. Kista yang ada hubungannya dengan antrum maksila


1. Kista mukosa jinak pada antrum maksila
2. Kista maksila pasca-operasi (surgical ciciliated cyst pada maksila)

III. Kista pada jaringan lunak mulut, wajah dan leher.


1. Kista dermoid dan epidermoid
2. Kista limfo-epitelial (branchial cleft cyst)
3. Kista duktus tiroglosus
4. Kista lingual anterior median (kista intralingual yang berasal dari foregut)
5. Kista dalam mulut disertai kista epitel usus halus (oral alimentary tract cyst)
6. Cystic hygroma
7. Kista nasofaringeal
8. Kista thymus
9. Kista kelenjar liur, kista mukosa ekstravasasi, kista retensi mukosa, ranula,
kelainan polisistik (disgenetik) pada parotis.
10. Kista parasitik, kista hidatid, cysticerus cellulose, trichinosis.

Definisi
Kista adalah sebuah rongga patologis berisi bahan berupa cairan, semi-cairan atau gas,
dan tidak terbentuk akibat akumulasi pus. Kista seringkali, walaupun tidak selamanya,
dilapisi oleh epitel.
Epitel pada kista odontogenik dan inflamatori di rahang diperoleh dari:

• Benih gigi, atau


• Epitel email yang menyusut, atau
• Epithelial rest cells of Malassez, atau
• Sisa-sisa lamina dental

Pendahuluan

Kista biasanya tidak menimbulkan rasa sakit bila kecil dan dapat menyebabkan
kerusakan tulang yang cukup luas sebelum dapat dideteksi secara klinis.
Sebagaimana halnya kondisi rongga mulut lainnya, diperlukan riwayat keluhan yang
lengkap. Hal tersebut dapat dimulai dengan:

Riwayat keluhan utama

Tanyakan pada pasien anda:


• Apakah ada rasa sakit? (Rasa sakit pada kista terinfeksi bersifat tumpul dan berdenyut).
• Apakah ada pembengkakan di wajah atau rongga mulut? Apakah pembengkakan
tersebut bertambah besar/bertambah kecil?
• Apakah ada rasa sakit di gigi ataukah ada gigi yang goyang?
• Apakah ada gigi yang berubah warna?
• Apakah ada perubahan rasa pengecapan?
• Apakah gigi tiruan yang anda gunakan masih menempel dengan pas?
• Apakah ada perubahan gigitan?
• Apakah ada gigi yang berubah tempat/posisi?

Gejala

• Biasanya tidak ada rasa sakit bila kista tersebut kecil.


• Seringkali ditemukan secara kebetulan saat melakukan pemeriksaan radiografi untuk
penyakit yang lain.
• Seringkali tidak menimbulkan gejala – bahkan pada kista yang besar sekalipun.
• Terjadi rasa sakit dan pembengkakan bila kista terinfeksi.
• Dapat terjadi pembengkakan baik intra ataupun ekstraoral, misalnya benjolan di sulkus
labial/bukal atau pembengkakan di palatum.
• Kista terinfeksi dapat mengalirkan cairan ke dalam mulut, sehingga menyebabkan rasa
tidak enak.
• Pada pasien tak bergigi atau bergigi sebagian, ekspansi yang terjadi pada kista dalam
alveolus akan menyebabkan perubahan letak gigi tiruan atau menimbulkan ulserasi
pada mukosa.
• Ada ruang yang terbentuk di antara gigi-geligi (kista yang membesar dapat
menyebabkan pergerakan pada gigi-geligi).
• Pasien dapat saja mengeluhkan adanya perubahan warna pada giginya (perubahan
warna dan hilangnya vitalitas gigi dapat dihubungkan dengan terjadinya kista
radikular).
• Gigi mulai terasa longgar dalam soket.
• Ada perubahan gigitan – disertai fraktur patologis.
• Ditemukan rasa baal pada bibir bawah (kista terinfeksi, fraktur patologis).
• Trismus (pembukaan rahang terbatas, kista terinfeksi, fraktur patologis).

N.B. Kista yang besar dapat menimbulkan fraktur patologis dan gangguan oklusi selain
rasa sakit.
Kista yang besar juga menyebabkan tekanan pada nervus dentalis inferior sehingga
dikaitkan dengan parestesia yang terjadi pada bibir.

Tanda
• Tanda yang ditemukan pada kista dapat bervariasi.
• Kista yang kecil tidak menimbulkan perubahan nyata.
• Dalam lengkung rahang yang ada, periksa barangkali ada gigi yang hilang, misalnya
karena kista dentigerous, erupsi ataupun odontogenic keratocyst.

• Gigi yang non-vital akan mengalami perubahan warna.


• Kista yang besar akan menyebabkan ekspansi pada tulang alveolar.
• Di awal kelainan ditemukan ekspansi tulang yang keras tepinya di rahang.
• Lama-kelamaan terjadi penipisan pada korteks.
• Palpasi yang dilakukan terhadap lesi akan menyebabkan keretakan pada tulang (tekanan
jari yang lembut pada permukaan tulang yang tipis akan menimbulkan suara seperti
telur yang pecah).

• Bila sudah tidak ada tulang yang menyelimuti kista, dan lapisan luar kista berkontak
dengan mukosa, maka akan terlihat warna kebiruan, yang terjadi bersamaan dengan
fluktuasi. (Untuk tes fluktuasi, lihat halaman 146).
• Kista yang terjadi pada jaringan lunak mulut akan menyebabkan pembengkakan yang
mudah terlihat dan dipalpasi.
• Kista tersebut dapat menyebabkan perubahan letak gigi atau menyebabkan gigi goyang.
• Terlepas dari kista apikal ataupun lateral yang terjadi, gigi tetap vital.
• Bila kista sudah mengalirkan cairan ke dalam rongga mulut, maka akan terbentuk sinus.
• Bila terjadi fraktur patologis, maka akan ditemukan mobilitas abnormal pada mandibula
dan perubahan oklusi.

Tes diagnostik termasuk

• Radiografi intra dan ekstraoral.


• Kista terlihat sebagai daerah radiolusen dikelilingi oleh tepi yang berbatas jelas, putih,
radiopak dan sklerotik.
• Tes vitalitas – kecuali bila terjadi kista radikular, gigi tetap vital.
• Sialografi, untuk kista kelenjar liur.
• Pada aspirasi cairan kista, ditemukan:
Cairan berwarna kuning, berisi kristal kolesterin, biasanya diperoleh dari kista
radikular.
Udara, darah atau cairan serosanguineous dari kista tulang soliter.
Darah dari kista tulang aneurisma.
Pus dari kista terinfeksi.
Cairan kuning-pucat mengandung keratin berasal dari odontogenic keratocyst.
• Biopsi yang dilakukan pada tepi kista akan memberikan diagnosis yang tepat.

Semua jaringan lunak yang didapatkan saat tindakan operasi dikumpulkan dan dikirim
untuk dilakukan pemeriksaan histologis.

Walaupun jarang, ada literatur yang menyebutkan beberapa kasus karsinoma sel
skuamosa yang berawal dari tepi epitel kista odontogenik. Shear (1992) menyatakan
bahwa walaupun perubahan ke arah keganasan tersebut merupakan suatu kejadian yang
jarang ditemukan, namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kista merupakan lesi
yang bersifat pra-ganas. Namun demikian, tumor dapat memiliki gambaran radiologis

serupa dengan kista, seperti misalnya ameloblastoma dapat menyerupai odontogenic


keratocyst.

I. Kista rahang

Epitelial

Pertumbuhan

(a) Odontogenik

1. Kista gingival pada anak

Etiologi
• Berasal dari sisa lamina dental.

Gejala
• Tidak ada gejala, pembengkakan jaringan lunak, pada ridge alveolar.

Tanda
• Jarang ditemukan setelah usia 3 bulan.
• Dapat merupakan lesi soliter ataupun multiple. Terlihat berwarna putih atau krim.
• Dapat menghilang tanpa dilakukan pengobatan.

Pertumbuhan kista dapat terganggu oleh pertumbuhan gigi, dan keretakan lesi akan
berlanjut hingga ke mukosa.

• Disebut juga sebagai Bohn’s nodules atau Epstein’s pearls.

2. Odontogenic keratocyst (kista primordial) (Gambar 9.1 dan 9.2)


• Sekarang dikenal sebagai lesi yang memiliki ciri klinis tertentu.
• Puncak insidens terjadi pada dekade kedua dan ketiga.
• Jumlahnya sekitar 8% - 11% dari kista odontogenik yang ada.
• Odontogenic keratocyst yang multipel dan karsinoma sel basal ditemukan pada naevoid
basal cell carcinoma syndrome, yang dikenal juga sebagai Gorlin dan Goltz syndrome,
suatu kelainan herediter yang bersifat autosomal dominan.
• Setelah dilakukan operasi, tingkat rekurensinya tetap tinggi.
• Dapat menyerupai lesi lain, seperti kista periodontal lateral.
• Memiliki potensi untuk tumbuh menjadi ganas.
*** Gambar 9.1 Odontogenic keratocyst rekuren di ramus asendens kiri.

Gambar 9.2 Odontogenic keratocyst menyerupai kista periodontal lateral.


Gejala
• Kista yang kecil seringkali tidak memiliki gejala, kecuali bila terinfeksi.
• Kista kemudian akan menyebabkan rasa sakit, pembengkakan dan mengalirkan cairan
yang diproduksi.
• Bila terinfeksi atau terjadi fraktur patologis, maka akan terjadi rasa baal pada bibir
bawah.
• Kista dapat bertambah luas, melibatkan seluruh ramus asendens termasuk kondilus dan
prosesus koronoideus, tanpa menimbulkan gejala.
• Kista memiliki kecenderungan berkembang di rongga medulla tulang, dan ekspansi
terjadi beberapa saat kemudian

Tes diagnostik
Radiografi
• Sebagian besar radiolusensi yang ditemukan bersifat unilokular, disertai tepi sklerotik
yang radiopak.
• Beberapa lesi di antaranya memiliki bentuk cekung, sehingga dikira sebagai lesi
multilokular.
• Kista banyak ditemukan di raang bawah, terutama regio molar dan ramus.
• Dapat terjadi odontogenic keratocyst yang bersifat multilokular.
• Kista seperti di atas sulit untuk dibedakan secara radiografis dari ameloblastoma.
• Jarang terjadi resorpsi akar gigi.

Biopsi
• Membantu menentukan diagnosis tetap.
• Gambaran histologinya mempunyai cirri khas.
• Dinding kista tipis, ditemukan orto dan parakeratosis disertai kista satelit (hingga 50%)
di jaringan fibrosa kapsular.
• Aspirasi: lumen mengandung cairan berwarna kuning pucat mengandung keratin yang
mengalami deskuamasi.

3. Kista dentigerous (folikular) (Gambar 9.3)


• Disebabkan oleh ekspansi folikel gigi.
• Menyeliputi mahkota gigi gigi yang belum erupsi.

Gejala
• Sebagaimana halnya kista yang lain, rasa sakit terjadi bila terinfeksi.
• Dapat tetap tidak menunjukkan gejala walaupun berkembang bertambah besar.

Tanda
• Bila besar akan ekspansi dalam alveolus.
• Sebagian besar dikaitkan dengan gigi molar tiga yang tidak erupsi.
• Dapat mengungkit gigi sebelahnya.

Tes diagnostik
Radiografi
• Terlihat sebagai daerah radiolusen unilokular yang berkaitan dengan gigi yang tidak
erupsi.
• Kista memiliki tepi yang sklerotik dan jelas batasnya.
• Kista menyelimuti mahkota gigi (dan melekat pada leher gigi).
• Dapat terjadi resorpsi akar pada gigi sebelahnya.

4. Kista erupsi
• Jarang terjadi.
• Merupakan kista superfisial yang terjadi pada jaringan gingiva.
• Berhubungan dengan gigi yang sedang erupsi, terutama gigi sulung.

Gejala
• Tidak ada rasa sakit, kecuali bila terinfeksi.
• Dapat ditemukan rasa sakit saat menggigit bila ada gigi lawannya.
• Gusi membengkak.

Tanda
• Tampil sebagai pembengkakan gusi yang berwarna biru.
• Pembengkakan terlihat lunak dan mengalami fluktuasi.
• Dapat pecah secara spontan atau dapat dilakukan marsupialisasi, membuka mahkota
gigi sehingga dapat erupsi.

Tes diagnostik
Dari pemeriksaan radiografi dapat dpastikan adanya gigi yang tidak erupsi, disertai
folikel yang besar.

5. Kista periodontal lateral


• Tumbuh dari sisa epiel di ligamen periodontal.

Gejala
• Rasa sakit, rasa lunak pada gingiva dan pembengkakan.
• Seringkali tidak memiliki gejala dan ditemukan secara kebetulan saat dilakukan
pemeriksaan radiografi rutin.

Tanda
• Biasanya ditemukan di regio kaninus dan premolar rahang bawah.
• Gigi terlihat vital.
Radiografi
• Terlihat radiolusensi bulat berhubungan dengan permukaan lateral gigi
• Dikelilingi oleh tepi kortikal yang berbatas jelas.
• Tidak ditemukan resorpsi akar gigi.
• Secara radiografis sulit untuk dibedakan dari keratocyst.
• Diagnosis tetap ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histologis.

6. Kista gingiva pada orang dewasa


• Jarang ditemukan. Hanya sedikit kasus yang dilaporkan.
• Sering terjadi pada usia 40 dan 60.

Gejala
• Ditemukan pembengkakan yang tidak terasa sakit di gusi.

Tanda
• Ditemukan pembengkakan gingiva, biasanya di regio premolar dan kaninus rahang
bawah pada aspek bukal.
• Lunak dan mengalami fluktuasi.
• Bila dibuang melalui eksisi, akan ditemukan sedikit indentasi pada tulang di bawahnya.
• Tidak ada kecenderungan untuk timbul kembali.

Tes diagnostik
• Biopsi: membantu penentuan diagnosis.
• Radiografi: tidak ada perubahan.

7. Kista odontogenik botryoid


• Dianggap sebagai varian dari kista periodontal lateral.

Gejala
• Ada rasa sakit dan pembengkakan bila terinfeksi.

Tanda
• Sebagian besar lesi ditemukan di rahang bawah.
• Ada pembengkakan lunak pada alveolar.

Tes diagnostik
Radiologi
• Ditemukan radiolusensi multilokular.

Biopsi
• Multilokular, secara makroskopis menyerupai segerombol anggur, sesuai namanya.
• Memiliki kecenderungan untuk timbul kembali, sehingga penting untuk dilakukan
pemeriksaan kembali setelah jangka waktu tertentu.
8. Kista odontogenik glandular
• Sangat jarang.
• Menyerupai kista odontogenik botryoid.

Tes diagnostik
• Pada pemeriksaan radiografi terlihat sebagai lesi yang unilokular atau multilokular,
disertai tepi kortikal yang halus.
Sehubungan dengan penampilannya yang multilokular dan kecenderungannya untuk
timbul kembali, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan ulang setelah perawatan
selesai.

(b) Non-odontogenik

1. Kista duktus nasopalatinus (kanalis insisivus)


• Merupakan kista non-odontogenik yang sering ditemukan.
• Disebabkan leh proliferasi sisa epitel di kanalis nasopalatinus.

Gejala
• Sebagian besar tidak menimbulkan gejala.
• Gejala yang umumnya ditemukan adalah pembengkakan di garis tengah palatum di
belakang gigi insisivus sentral rahang atas.
• Pembengkakan bibir juga dapat terjadi disertai ataupun tanpa pembengkakan palatal.
• Dapat menimbulkan rasa sakit, terutama bila ditemukan infeksi sekunder.
• Dapat mengeluarkan cairan yang terasa asin dan berbau busuk.

Tanda
• Kemungkinan tidak ditemukan perubahan.
• Ditemukan pembengkakan bibir atau palatum dekat dengan gigi insisivus atas.
• Gigi insisivus berpindah tempat walaupun tetap vital.

Tes diagnostik
Biopsi dapat memberikan diagnosis tetap. Tepi kista diliputi oleh kombinasi epitel
skuamosa bertingkat, kuboidal dan kolumnar bersilia.

Aspirasi: ditemukan pus bila terinfeksi.

Radiologi
• Ditemukan daerah radiolusensi bulat berbatas tegas di antara gigi 11 dan 21.
• Pemeriksaan radiografi standard arah oklusal untuk rahang atas sangat berguna untuk
menunjukkan adanya lamina dura yang melekat di sekitar gigi insisivus rahang atas.
• Gambaran radiografi kanalis insisivus berdiameter kurang dari 6 mm, masih dalam
batasan normal bila tidak ditemukan gejala spesifik. Akan tetapi pada ras Negroid,
diameter hingga 10 mm untuk regio fossa insisivus masih dianggap normal.
• Bila tidak ditemukan gejala ataupun tanda lainnya, pasien sebaiknya dipantau dan
pemeriksaan radiografi dilakukan pada jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun
sekali.

2. Kista nasolabial (nasoalveolar)


Merupakan kista pada jaringan lunak yang lebih banyak ditemukan pada wanita.

Gejala
• Bibir membengkak.
• Tidak sakit, kecuali ada infeksi sekunder.

Tanda
• Tampak sebagai pembengkakan bibir, sehingga mengangkat kartilago alar.
• Meluas hingga ke dasar hidung dan sulkus labialis.
• Ada fluktuasi.

Tes diagnostik
Aspirasi
• Ditemukan cairan mucin berwarna kuning-kecoklatan. Tidak ada kristal kolesterin.
• Ada pus bila terinfeksi.

Radiologi
• Dari pemeriksaan radiografi oklusal standard terlihat daerah cembung di posterior pada
separuh dari garis berbentuk tanda kurung yang membentuk tepi apertura nasalis.
• Diagnosis banding termasuk abses alveolar dari gigi rahang atas anterior.
• Pulp-test yang dilakukan pada gigi anterior rahang atas (gigi vital) diperlukan untuk
menentukan diagnosis.

3. Kista palatina median, alveolar median, mandibular median

Kista palatina median dan alveolar median:


• Gambaran histologisnya mirip dengan kista duktus nasopalatinus.
• Pada kondisi ini kista tersebut dapat dianggap sebagai pelebaran ke arah posterior kista
duktus nasopalatinus untuk kista palatinus median, atau perluasan anterior dalam kasus
kista alveolar median.

Kista mandibular median terjadi sesuai namanya, di garis tengah mandibula.

Gejala
• Tidak ada gejala.
• Sakit bila terinfeksi.
• Ada pembengkakan di regio mentalis.
• Ditemukan jarak di antara gigi insisivus rahang bawah.

Tanda
• Pembengkakan disertai fluktuasi di regio insisivus rahang bawah.
• Bila besar, dapat menyebabkan pergeseran letak gigi insisivus yang tetap vital.

Tes diagnostik
Radiologi
• Radiolusensi berbatas tegas.

Biopsi
• Pemeriksaan histologis yang dilakukan pada kasus yang ditemukan memperkuat
diagnosis keratocyst ataupun kista tulang soliter.

Hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa kista mandibular median adalah suatu
kelainan dengan ciri tertentu.

4. Kista globulomaksilari

Gejala
• Biasanya tidak ada gejala.

Tanda
• Pada pemeriksaan radiografi, lesi ditemukan di antara gigi insisivus lateral dan kaninus
rahang atas.
• Ekspansi yang terjadi pada kista menyebabkan pergeseran akar gigi dan penyatuan
mahkota gigi.
• Gigi-geligi tetap vital.
• Sudah tidak lagi dianggap sebagai kista fisura yang terjadi akibat inklusi epitel non-
odontogenik selama proses pertumbuhan embrional pada maksila.
• Sekarang dianggap sebagai varian dari kista odontogenik dan tumor, misalnya
odontogenic keratocyst, kista radikular dan kista periodontal lateral. Lesi lain seperti
ameloblastoma, kista tulang soliter, dan odontogenic myxoma juga pernah terjadi di
regio insisivus/kaninus dan didiagnosis sebagai kista globulomaksilari.

Tes diagnostik
• Radiologi: ditemukan radiolusensi berbatas tegas di antara 2|2 dan 3|3.
• Tes vitalitas: gigi tetap vital kecuali pada kista radikular.
• Biopsi dapat membantu menentukan diagnosis tetap.
• Diagnosis bandingnya termasuk kista periodontal lateral, keratocyst, giant cell
granuloma, ameloblastoma, myxoma dan kista tulang soliter.

Epitelial
Inflamasi

1. Kista radikular (apikal dan lateral)


• Merupakan kista yang paling banyak terjadi di rahang; berkembang dari proliferasi sisa
epitel di ligamen periodontal (cell rests of Malassez).
• Lesi terjadi akibat stimulasi oleh produk inflamasi yang terbentuk setelah pulpa gigi
mati.
• Setelah ekstraksi gigi penyebab, bila kista tidak terdeteksi, akan terus berkembang dan
disebut sebagai kista residual (2).

Gejala
• Kista radikular tidak memiliki gejala dan ditemukan saat pemeriksaan rutin radiografi.
• Terjadi rasa sakit dan pembengkakan bila terinfeksi.
• Cairan purulen dan bau akan mengalir keluar bila ada drainase spontan pada
pembengkakan.
• Terjadi perubahan warna gigi akibat hilangnya vitalitas gigi.

Tanda
• Dengan semakin membesarnya kista, akan terbentuk pembengkakan yang keras intra
oral, dalam arah bukal maupun lingual.
• Ekspansi lebih lanjut akan menyebabkan erosi pada tulang dan menimbulkan fluktuasi.
• Gigi yang terlibat terasa lunak saat perkusi, bila kista terinfeksi.
• Gigi non-vital, berubah warnanya dan menjadi goyang.
• Ada sisa akar gigi yang bertahan.

Tes diagnostik
Radiologi
• Ditemukan radiolusensi dengan tepi kortikal yang berbatas jelas, yang dapat
menghilang bila terjadi infeksi.

Aspirasi
• Ditemukan cairan berwarna kuning-kecoklatan mengandung kristal kolesterin.
• Bila terjadi infeksi akan ditemukan pus.
• Biopsi dilakukan untuk menentukan diagnosis tetapnya.

3. Kista paradental dan bukal mandibular terinfeksi


• Kista paradental (Gambar 9.4): merupakan kista inflamasi yang dapat ditemukan di
bagian lateral gigi. Biasanya disebabkan oleh peradangan poket periodontal dan
stimulasi epithelial rest cells of Malassez atau epitelium enamel yang menyusut. (Kista
paradental dihubungkan dengan gigi molar tiga yang erupsi sebagian).
• Kista bukal mandibula yang terinfeksi dianggap merupakan variasi kista paradental,
terjadi dalam kaitan dengan gigi molar pertama dan kedua pada anak-anak.

*** Gambar 9.4 Kista paradental gigi 48.


Gejala
• Bisa ditemukan tanpa gejala.
• Dapat disertai rasa sakit, pelunakan dan pembengkakan bila terinfeksi.
• Gejala yang ditemukan dapat lebih parah pada anak-anak.
• Dapat terjadi pembengkakan wajah dan sinus fasialis.

Tanda
• Gigi erupsi sebagian.
• Kista terjadi pada permukaan bukal. Ada kemungkinan terjadi ekspansi ke arah bukal.
• Gigi tetap vital.

Tes diagnostik
• Radiologi: ada radiolusensi. Gigi yang terlibat sedikit terangkat dan berubah posisi.
Tulang baru dapat terbentuk.
• Lamina dura tetap utuh.
• Biopsi: secara histologis sulit dibedakan dari kista radikular.
• Aspirasi: pus terbentuk bila terinfeksi.

4. Kista kolateral inflamasi


• Suatu kista inflamasi pada gingival.
• Etiologi: inflamasi poket periodontal yang menyebabkan proliferasi rest cells of
Malassez.
• Jarang terjadi.
• Terlihat pada gigi yang sudah erupsi (kista paradental terjadi pada gigi yang sudah
tumbuh sebagian).

Gejala
• Bisa tanpa gejala.
• Ada pembengkakan gusi yang sakit.

Tanda
• Gigi tetap vital.
• Penyakit periodontal.

Non-epitelial

1. Kista tulang soliter (kista traumatic, sederhana, tulang hemoragik) (Gambar 9.5)

*** Gambar 9.5 Kista tulang soliter.


Etiologi
• Tidak diketahui.

Diperkirakan disebabkan olehtrauma yang menyebabkan perdarahan intramedulla.


Kegagalan pembentukan bekuan darah dan akibat yang terjadi sesudahnya menyebabkan
terbentuknya rongga yang kosong di dalam tulang.

Gejala
• Sebagian besar tidak ada gejala, dan ditemukan secara kebetulan saat dilakukan
pemeriksaan radiografi rutin.
• Bila ada gejala, biasanya akan meliputi rasa sakit, pembengkakan dan parestesia.

Tanda
• Pembengkakan pada mandibula.
• Jarang ditemukan di maksila.
• Sebagian besar pasien berusia muda, berada pada dekade kedua.

Tes diagnostik
Radiologi
• Ditemukan radiolusensi unilokular disertai bentuk cekung di antara dua gigi dan di
antara akar gigi molar.
• Akar gigi yang bersebelahan tidak mengalami resorbsi.
• Tes vitalitas: gigi tetap vital.

Aspirasi
• Biasanya tidak ditemukan cairan, hanya ada udara atau nitrogen.
• Beberapa di antaranya berisi bekuan darah atau cairan seroanguineous dengan kadar
konsentrasi bilirubin yang cukup tinggi.
• Diagnosis banding kista tulang soliter dari lesi lain di rahang dibuat berdasarkan
aspirasi yang dilakukan secara klinis.
• Saat dilakukan operasi, kista ditemukan kosong tanpa lapisan epitel.
• Dapat terjadi penciutan spontan.

2. Kista tulang aneurisma


• Etiologinya tidak diketahui. Terlalu sedikit teori yang dapat mendukung kemungkinan
trauma sebagai penyebab.
• Kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang terjadi akibat adanya lesi pada
tulang yang sebelumnya memang sudah ada, misalnya ossifying fibroma, displasia
fibrosa atau giant cell granuloma.
• Jarang terjadi pada rahang, baik pada rahang atas maupun rahang bawah.
• Ditemukan pada seluruh bagian tulang, di mana saja..
• Sebagian besar kasus ditemukan di tulang panjang dan tulang belakang.
• Ditemukan terutama pada anak-anak dan dewasa di bawah usia 30 tahun.

Gejala
• Biasanya berupa pembengkakan tanpa rasa sakit di rahang.

Tanda
• Pembengkakan yang tidak mudah digerakkan.
• Ditemukan pergeseran gigi dan maloklusi.
• Dapat ditemukan suara tulang yang retak.

Tes diagnostik
Gigi tetap vital.

Radiologi
• Ada radiolusensi unilokular atau multilokular.
• Disebutkan sebagai gambaran “blow out” atau “soap bubble”.
• Dapat terjadi resorpsi akar gigi.
• Rata-rata rekurensi setelah perawatan cukup tinggi.

II. Kista yang ada hubungannya dengan antrum maksila

1. Kista mukosa jinak pada antrum maksila


• Disebut juga sebagai mucocele atau kista retensi.

Gejala
• Banyak kasus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan radiografi panoramic rutin
dan tidak ada gejalanya.
• Jarang sekali ditemukan gejala yang melibatkan obstruksi nasal dan mengalirnya cairan
nasal, ataupun rasa sakit tumpul di regio antrum.

Tes diagnostik
Radiologi
• Kista terlihat sebagai gambaran radiopak sferis disertai tepi yang rapi dan beraturan.
• Tidak ditemukan resorpsi tulang di dekatnya.
• Sebagian besar lesi statis atau mengecil secara spontan.
• Akhir-akhir ini semakin sering ditemukan dengan adanya peningkatan penggunaan
radiografi panoramik.
• Diagnosis banding termasuk kondisi inflamasi sinus maksilaris, misalnya kista radikular
apikal, kista maksila pasca-operasi, dan superimposisi anatomi normal seperti pada
concha nasalis.

2. Kista maksila pasca-operasi


• Banyak ditemukan di Jepang, tetapi jarang ditemukan di bagian dunia lainnya.
• Merupakan komplikasi tertunda yang terjadi beberapa tahun setelah operasi yang
melibatkan sinus maksilaris.

• Ditemukan setelah operasi antrum, terutama setelah prosedur Caldwell-Luc.


• Dapat juga terjadi akibat luka tembak dan fraktur pada wajah bagian tengah.

Gejala
• Rasa sakit dan pembengkakan pada daerah pipi ataupun wajah.

Tanda
• Pembengkakan intraoral ditemukan bersamaan dengan mengalirnya pus.
• Dengan bertambahnya ukuran kista, dinding sinus semakin tipis ataupun mengalami
perforasi.

Tes diagnostik
Radiologi
• Pada gambaran radiografi ditemukan daerah radiolusen yang berbatas jelas dan
berhubungan dengan sinus maksilaris.
• Sebagian besar adalah unilokular dikelilingi oleh daerah tulang yang sklerotik.
• Diagnosis banding termasuk tumor ganas karena ekspansi lesi dapat mengarah pada
perforasi dinding antrum.

Histologi
• Kista dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia yang pseudostratified.

III. Kista jaringan lunak mulut, wajah dan leher


1. Kista dermoid dan epidermoid

Etiologi
• Terjadi saat pertumbuhan, berasal dari epitel embrional yang terjebak saat penutupan
arkus mandibularis.
• Kista dermoid dan epidermoid dapat terjadi pada dasar mulut.
• Dapat ditemukan saat lahir.
• Sebagian besar lesi ditemukan di usia 15 hingga 35 tahun.
• Sebagian besar lesi ditemukan di garis tengah dasar mulut.
• Juga dapat terjadi di daerah wajah.

Gejala
• Pasien dapat mengalami kesulitan saat berbicara, makan, bernafas ataupun menutup
mulutnya.

Tanda
• Ditemukan pembengkakan di daerah garis tengah yang menyebabkan lidah terangkat.
• Pembengkakan dapat meluas hingga ke leher sehingga pasien terlihat seperti memiliki
dua buah dagu.

• Saat dilakukan palpasi teraba lunak.

Tes diagnostik
Biopsi
• Dilapisi oleh epidermis.
• Dinding fibrosa kista dermoid berisi berbagai sel yang dapat ditemukan di kulit.

Radiologi: tidak ditemukan perubahan.

Tes vitalitas: memberikan respon normal.


• Diagnosis banding termasuk ranula, infeksi rongga sublingual dan selulitis yang berasal
dari abses gigi yang menyebar.

2. Kista limfoepitelial (branchial-cleft)

Etiologi
• Pertumbuhan, berasal dari sisa epitel lengkung branchial dan kantong faringeal ataupun
merupakan perubahan cystic yang terjadi pada epitel kelenjar liur yang terjebak di
nodus limfatik servikal.
• Terjadi pada bagian lateral leher,di kelenjar parotis dan dalam mulut.

i. Kista leher

Gejala
• Pembengkakan dan rasa sakit.

Tanda
• Pembengkakan yang lunak.
• Ukurannya bervariasi hingga 10 cm diameternya.
• Bersifat superfisial.
• Terletak sebelah anterior dari sternocleidomastoid, dekat dengan sudut rahang bawah.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan ultrasound berguna karena lesi berisi cairan.
• Biopsi: > 90% kasus dilapisi oleh epitel skuamosa bertingkat. Dindingnya mengandung
jaringan limfoid.

ii. Kista parotis


• Kista juga dapat terjadi di kelenjar parotis.
• Perbandingan pasien pria : wanita = 3 : 1.
• Kista jenis ini perlu dibedakan dari neoplasma, terutama karsinoma mukoepidermoid.
• Dapat bersifat unilateral ataupun bilateral.
NB. Kista limfo-epitelial parotis yang bersifat multipel, bersama dengan limfadenopati
servikal juga dapat ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV, yang mempunyai
pembesaran tanpa rasa sakit di kelenjar parotis.

Tes diagnostik
• Computed tomographic (CT) scanning: menggambarkan kista parotis yang multipel.
• Magnetic resonance imaging (MRI): terlihat kista multipel.
• Fine needle aspiration: ditemukan sel limfosit dan epitel.
• Biopsi: terlihat kista multilokular, dilapisi epitel yang dikelilingi oleh jaringan limfoid.

iii. Dasar mulut dan lidah


• Secara umum tidak ditemukan gejala.
• Merupakan massa yang bergerak bebas dan tidak mengalami ulserasi.
• Pada lidah biasanya ditemukan di bagian lateral.

Tes diagnostik
Radiologi: tidak ditemukan perubahan.
Biopsi: epitel dikelilingi oleh jaringan limfoid.
• Diagnosis bandingnya termasuk mucoceles, lipoma ataupun fibroma.

3. Kista duktus tiroglosus


• Tumbuh dari sisa-sisa duktus tiroglosus.
• Distribusinya merata untuk pria maupun wanita.
• Dapat ditemukan di semua kelompok usia, tetapi 30% di antaranya ditemukan pada
anak-anak berusia kurang dari 10 tahun.

Gejala
• Dapat ditemukan pembengkakan lunak intraoral.
• Dapat menimbulkan kesulitan saat menelan.

Tanda
• Biasanya terletak di daerah tulang hyoid.
• Intraoral, dapat ditemukan di dasar mulut atau di foramen coecum di dasar lidah.
• Ditemukan pembengkakan lunak, ada fluktuasi.
• Lesi akan terangkat bila pasien menjulurka lidah atau menelan.
• Beberapa lesi di antaranya berkaitan dengan fistula yang terbentuk.
• Telah dilaporkan beberapa kasus karsinoma sel skuamosa yang berkembang dari kista
duktus tiroglosus.

Tes diagnostik
Biopsi: traktus yang dilapisi oleh epitel dan dindingnya terdiri dari jaringan tiroid.
4. Kista lingual median anterior (kista intralingual yang berasal dari foregut)

Etiologi
Diperkirakan berasal dari inklusi jaringan foregut primitif selama pertumbuhan
embrional.
• Sangat jarang.
• Sudah ada saat lahir.
• Kista ditemukan pada duapertiga anterior lidah
• Mengalami fluktuasi.

5. Kista mulut disertai epitel intestinal (oral alimentary tract cyst)

Etiologi
Asal dari jaringan aberrant tidak diketahui.
• Jarang terjadi.
• Sebagian besar kasus ditemukan pada anak-anak.
• Lesi ditemukan di lidah, dasar mulut, leher, dan kelenjar liur submandibula.
• Perbandingan pria : wanita = 3 : 1.

Biopsi: kista mengandung mukosa gaster dan intestinal.

6. Cystic hygroma
• Kelainan pertumbuhan yang berakibat pada dilatasi saluran limfe.
• Sering ditemukan saat lahir dan melibatkan regio kepala dan leher.
• Wajah dapat terkena, tetapi mulut tidak terkena.
• Merupakan pembengkakan tidak sakit yang mengalami transiluminasi.
• Kulit yang terletak di atas pembengkakan berwarna kebiruan.

7,8. Kista nasofaringeal dan kista thymus


• Keduanya jarang ditemukan.
• Kista nasofaringeal dapat ditemukan di garis tengah ataupun lateral.
• Kista thymus berasal dari jaringan thymus yang persisten.
• Terlihat di antara sudut rahang bawah dan garis tengah leher bagian atas ke arah sternal
notch.

9. Kista kelenjar liur

Mucoceles (Gambar 9.6)


*** Gambar 9.6 Mucocele pada bibir bawah.

Gejala
• Ditemukan pembengkakan tidak sakit, biasanya pada bibir bawah.
• Disebabkan oleh trauma terhadap kelenjar liur minor atau duktusnya.

Tanda
• Pembengkakan lunak pada bibir bawah, berwarna kebiruan, ada fluktuasi.

Tes diagnostik
Biopsi:
• Dapat merupakan kista ekstravasasi, dimana mucus mengalami ekstravasasi ke dalam
jaringan ikat di sekitarnya dan tidak ditemukan lapisan epitel di sekitar lesi.
• Kista retensi mucus, lebih jarang terjadi, dilapisi oleh epitel.
• Kista retensi bisa lebih sering ditemukan pada pasien yang lebih tua.

Ranula (Gambar 9.7)


• Satu tipe dengan mucocele.
• Terlihat seperti “perut katak”. Oleh karena itu diberi nama ranula (katak kecil).

*** Gambar 9.7 Ranula.

Gejala
• Pembengkakan tidak sakit di dasar mulut yang tumbuh perlahan.

Tanda
• Pembengkakan unilateral di dasar mulut.
• Berwarna biru dan translusen.
• Sebagian besar kasus yang ditemukan tidak memiliki lapisan epitel.
• Dapat dibagi ke dalam dua tipe: superfisial dan plunging.
• Plunging ranula diperkirakan merupakan kista ekstravasasi mucus yang berasal dari
kelenjar liur sublingual.
• Lesi menembus musculus mylohyoideus dan menyebar ke leher.

Tes diagnostik
• Biopsi: menguatkan diagnosis.

Penyakit polisistik (disgenetik) pada kelenjar parotis


• Kemungkinan terjadi akibat kesalahan pertumbuhan dan perkembangan.
• Sangat jarang terjadi.
• Hanya ditemukan pada wanita.
Gejala
• Pembengkakan parotis, bersifat bilateral.
• Ada fluktuasi, tidak lunak.

Tes diagnostik
Pemeriksaan sialografi menguatkan perubahan cystic yang terjadi di dalam parenkim
kelenjar liur.

10. Kista parasitik

Kista hidatid
• Disebabkan oleh cacing pita Echinococcus granulosus.
• Merupakan pembengkakan tidak sakit pada lidah.
• Pernah dilaporkan lesi serupa yang terjadi pada pipi dan fossa infratemporalis.
• Biopsi: memperkuat diagnosis.

Bacaan lanjutan

Kramer, I.R.H., Pindborg, J.J. dan Shear, M. (1992) Histological Typing of Odontogenic
Tumours, Ed. Ke-2. Berlin: Springer-Verlag.
Shear, M. (1992) Cysts of the Oral Regions, Ed.ke-3. Oxford: Wright.
Bab 10. Ulserasi

Ringkasan

Definisi

Riwayat lesi

Pemeriksaan

Diagnosis banding

1. Traumatik
Bagian yang tajam dari suatu gigi yang patah, plat gigi tiruan yang berlebihan
Luka bakar akibat panas dan bahan kimiawi
Iatrogenik – termasuk radioterapi/kemoterapi

2. Infeksi
Bakteri (tuberkulosis, ANUG, sifilis)
Virus (herpes simpleks, herpes zoster, sitomegalovirus, coxsackie, HIV, HHV8, yaitu
human herpes virus 8).
Jamur (histoplasmosis, mucormycosis, aspergilosis, cryptococcosis, blastomycosis dan
kandidiasis – sangat jarang)

3. Neoplastik
Karsinoma sel skuamosa
Sarkoma Kaposi (infeksi HHV8)
Limfoma non-Hodgkin
Melanoma ganas
Tumor kelenjar liur ganas

4. Sistemik
Mucous membrane pemphigoid
Pemphigus
Eritema multiforme
Liken planus
Systemic lupus erythematosus (lihat Bab 13)
Gangguan gastrointestinal (penyakit Crohn, ulcerative colitis)(lihat Bab 13)
Gangguan hematologi (anemia, neutropenia, leukemia, imunosupresi, misalnya AIDS)
(lihat Bab 13).
5. Lain-lain
Sindroma Behçet
Necrotizing sialometaplasia
Stomatitis aftosa rekuren
Pengaruh obat, misalnya injeksi emas untuk rheumatoid arthritis (reaksi likenoid)
(lihat Bab 12).

Definisi
Ulkus adalah suatu kondisi patologis dimana jaringan epitel terkoyak.
Jaringan epitel yang hilang bersifat menyeluruh, jaringan ikat di bawahnya menjadi
terbuka.
Di dalam mulut, ulkus biasanya disertai rasa sakit, kecuali tumor dalam mulut yang
ganas, yang pada awalnya tidak ada rasa sakit. Oleh karena itu perlu dilakukan biopsi
untuk menentukan diagnosis ulkus yang tidak memberikan respon terhadap perawatan
atau terus bertahan (persisten) lebih dari dua hingga tiga minggu.

Riwayat lesi

Diperlukan riwayat lesi yang rinci agar dapat menentukan diagnosis lesi.
Usia pasien juga penting diperhatikan. (Infeksi virus, aftosa rekuren lebih banyak
dijumpai pada anak-anak dan remaja. Liken planus erosiva, mucous membrane
pemphigoid dan karsinoma sel skuamosa contohnya, ditemukan pada pasien usia
pertengahan hingga usia lanjut).
Tanyakan pada pasien:
Sudah berapa lama menderita ulkus tersebut?
• Ulkus yang tidak sakit dan sudah ada selama beberapa minggu pada pasien usia
lanjut menunjukkan kemungkinan terjadi karsinoma.
Ada berapa lesi yang ditemukan?
• Lesi multipel menunjukkan terjadinya infeksi virus. Bila multipel tetapi bersifat
rekuren, kemungkinan merupakan ulserasi aftosa.
Di mana lokasi lesi tersebut?
• ANUG biasanya berawal dari papila interdenal. Ulserasi aftosa jarang melibatkan
tepi gingiva.
Apakah ada rasa sakit?
• Sebagian besar ulkus biasanya memang sakit.
• Namun, tahap awal karsinoma seringkali tidak disertai rasa sakit.
Apakah anda (pasien) tahu apa penyebab dari ulkus tersebut, misalnya trauma,
makan makanan yang panas atau sangat berbumbu?
Apakah sebelumnya pernah menderita ulkus juga?
• Vesikel/ulserasi rekuren di bibir dan sambungan mukokutan lainnya kemungkinan
merupakan infeksi herpes simpleks.
• Ulkus intraoral rekuren kemungkinan merupakan aftosa.
Bila ya, kapan? Berapa banyak? Seberapa sering? Berapa lama berlangsung?
Apakah ada kondisi lain yang terlibat, misalnya rasa sakit, perdarahan, halitosis?
Apakah lesi bertambah besar, mengecil ataukah sama saja ukurannya? (Lesi yang
mengecil menunjukkan terjadi proses penyembuhan. Lesi yang bertambah besar dan
sakit menunjukkan adanya etiologi yang lebih berat).
Apakah ada rasa kesemutan atau gatal sebelum lesi timbul?
• Hal tersebut menunjukkan kemungkinan adanya virus sebagai penyebab, misalnya
herpes simpleks/herpes zoster, atau aftosa.
Apakah ulkus berawal dari suatu gelembung?
• Pemphigus, mucous membrane pemphigoid.
Apakah ada ulkus juga di bagian tubuh yang lain, misalnya regio kulit, mata,
genital?
• Sindroma Behçet, erythema multiforme.
Apakah anda merokok? Bila ya, berapa batang sehari dan sudah berapa lama?
• Ada peningkatan risiko kanker mulut pada perokok berat dan peminum minuman
beralkohol.
Apakah anda minum minuman beralkohol? Bila ya, berapa gelas dalam seminggu?
(Ukuran 1 gelas tersebut untuk wine, spirit, dan bir. Peraturan pemerintah untuk
batas tingkat keamanan minuman beralkohol adalah 21 gelas untuk laki-laki dan 14
gelas untuk wanita).
Apakah anda menghisap/mengunyah tembakau? Bila ya, berapa banyak dan
seberapa sering?
• Ada peningkatan risiko karsinoma sel skuamosa.
Apakah anda punya kebiasaan mengunyah sirih-pinang? Bila ya, seberapa sering?
• Kebiasaan tersebut dapat mengakibatkan fibrosis submukosa (suatu kondisi pra-
ganas). Untuk pemeriksaan diperlukan juga riwayat medis yang menyeluruh
(termasuk pengobatan yang pernah diberikan, penyakit kulit, gastrointestinalis dan
hematologi yang pernah diderita).

Pemeriksaan ulkus

Gunakan pendekatan yang sistematis.

Lokasi. Dapat memberikan petunjuk mengenai penyebabnya.


• Misalnya berhadapan dengan tepi gigi yang tajam – trauma; papila interdental – ANUG.

Regio posterior mulut – virus coxsackie, misalnya herpangina.


• Rekam lokasi lesi dengan cara mencatat, menggambar atau mengambil foto.
• Jumlah ulserasi (catat jumlah lesi).
• Ukuran – lesi diukur dalam millimeter dan digambar serta dicatat. Ulserasi multipel
menunjukkan adanya infeksi virus, misalnya coxsackie, herpes; atau aftosa rekuren.
• Bentuk – misalnya bulat atau tidak beraturan (contohnya ulkus traumatikus). Lesi
tersebut menyebar ataukah menyatu (misalnya infeksi virus seprti CMV – menyebar;
atau herpes – menyatu). Bersudut atau bercabang (stellate) (TB). Punched-out (sifilis
tersier).
• Dasar mulut – perhatikan warna, apakah ada daerah cekung, jaringan parut, infeksi
jamur, granulasi ataupun perdarahan.
• Dasar lesi – apakah ada indurasi, menyatu dengan struktur yang lebih dalam. Indurasi
dan fiksasi menunjukkan adanya keganasan.
• Tepi lesi – menonjol, bergulung dan berlipat (ulkus ganas). Bila undermined/bergaung
(ulkus tuberkulosis). Punched-out (ulkus pada sifilis tersier). Bergulung dan mengkilap
(ulkus yang tidak beraturan tepinya, ekstraoral pada wajah).

Penyakit lain yang berkaitan

Infeksi sekunder

• N.B. Ukur suhu tubuh pasien.

Rasa sakit

• Ulkus akibat inflamasi dan infeksi terasa sangat sakit.


• Ulkus ganas seringkali tidak disertai rasa sakit, terutama di tahap awal

Reaksi limfadenopati

• Menghambat fungsi pengunyahan dan bicara


Penting – pasien anak-anak dapat mengalami dehidrasi.

1. Ulkus traumatikus

• Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi plat gigi tiruan
atau ortodontik.
• Pasien sering menceritakan peristiwa traumatik yang dialaminya.
• Ulkus traumatikus biasanya bersifat soliter, ukurannya bervariasi, bulat atau berbentuk
sabit..
• Dasar lesi kekuningan, tepinya merah dan tidak ada indurasi.
• Ulkua traumatikus sembuh dalam beberapa hari, setelah penyebabnya dihilangkan.

Bila suatu ulkus bertahan lebih dari dua / tiga minggi tanpa tanda-tanda akan sembuh,
maka perlu dilakukan biopsy untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain
yang lebih berat, seperti karsinoma sel skuamosa.
Kemungkinan penyebab ulkus traumatikus dapat berupa:
• Tergigit tanpa sengaja atau memang disengaja.
• Luka bakar karena panas yang terjadi pada lidah dan palatum akibat makanan yang
panas, seperti keju panas atau pizza.
• Menghirup cairan yang bersifat kaustik.
• Meletakkan aspirin ke dalam sulkus bukalis untuk meredakan rasa sakit gigi dapat
menyebabkan cekungan pada epitel dan erosi superfisial..
• Iatrogenik – penggunaan obat-obatan kedokteran gigi yang bersifat kaustik, seperti
asam trikloroasetat, beechwood creosote, eugenol dan asam kromat.
Ulkus yang terjadi akibat berkontak dengan instrumen panas.
Ulkus yang terjadi akibat melepaskan gulungan kapas dari sulkus bukalis.
Setelah radioterapi dan kemoterapi mukosa mulut akan mudah sekali mengalami
ulserasi akibat trauma yang paling kecil sekalipun.

2. Ulkus akibat infeksi

Infeksi bakteri

i. Tuberkulosis (lihat halaman 147)


• Jarang. Terjadi pada pasien tuberkulosis paru aktif yang tidak dirawat dan selalu batuk-
batuk dengan sputum yang terinfeksi.

Gejala
Rasa sakit progresif yang pada akhirnya berpengaruh pada gangguan nutrisi.

Tanda intraoral
• Lokasi – ciri khas di dorsum lidah. Bibir dan palatum lebih jarang terkena.
• Bentuk – bersudut atau bercabang (stellate).
• Dasar lesi – pucat, disertai lendir yang kental di dasar ulkus.
• Tepi lesi – tidak beraturan dengan dinding bergaung.

Kondisi sistemik yang berkaitan


• Batuk kronis, berat badan turun, demam, berkeringat di malam hari dan hemoptisis.

Tes diagnostik (lihat halaman 147)

Perawatan
• Tidak ada perawatan spesifik untuk lesi dalam mulut. Lesi mulut akan turut sembuh bila
infeksi paru yang ada diobati.

ii. Acute necrotising ulcerative gingivitis (lihat halaman 92)

iii. Sifilis (lihat halaman 148)


Penyakit ini merupakan penyakit yang perlu dilaporkan bila ditemukan. Sangat perlu
untuk dirujuk ke klinik genitourinari untuk semua kasus yang dicurigai.

Sifilis primer
• Lesi klasik sifilis primer adalah chancre, biasanya ditemukan di regio genital.Jarang
ditemukan di atau sekitar rongga mulut.

Gejala
• Tidak ada rasa sakit, kecuali bila terinfeksi.

Tanda
• Lokasi – bibir, ujung lidah, yang lebih jarang di regio lain dalam mulut.
• Ukuran - bervariasi dari 5 mm sampai beberapa sentimeter diameternya.
• Bentuk - bulat.
• Tepinya - lebih tinggi dari sekitarnya dan ada indurasi.
• Jumlah ulkus - biasanya soliter.

Kondisi yang terkait


• Nodus limfatik regional membesar, kenyal dan berdiri sendiri.
• Ulkus yang terbentuk disertai tepi dengan indurasi, sehingga menyerupai karsinoma sel
skuamosa.
• Chanre sembuh sendiri tanpa meninggalkan jarngan parut.
• Sangat menular.

Sifilis sekunder
• Muncul 3-12 minggu sesudah lesi primer (pada pasien yang tidak dirawat) berupa
radang kulit berwarna merah, berbentuk papula atau makula.
• Lesi mulut seringkali terjadi bersamaan dengan radang kulit.

Gejala
• Ulkus tidak sakit.
Tanda
• Lokasi – palatum, tonsil, tepi lateral lidah dan bibir.
• Bentuk – ulkus yang datar dengan tepi tak beraturan, tertutup oleh membran keabuan
(snail track ulcers). Lesi menyatu membentuk bercak membulat yang kita kenal
sebagai mucous patch.

Kondisi yang terkait


• Demam dan malaise.
• Limfadenopati menyeluruh.
• Radang kulut di telapak tangan.
• Sangat menular.
• Tes serologi positif pada stadium kedua.

Sifilis tersier
• Kini jarang terjadi.
• Ditemukan pada kasus tak dirawat beberapa tahun kemudian.
• Lesi sifilis tersier berupa gumma, suatu proses granulomatous yang sangat merusak.

Gejala
• Tidak ada rasa sakit.

Tanda
• Lokasi – Biasanya ditemukan di palatum, tonsil dan lidah.
• Ukuran - bervariasi dari beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter diameternya.
• Bentuk - terlihat membulat dan punched-out.
• Dasar lesi – memadat dan pucat.
• Tepi lesi - punched-out.

Kondisi yang terkait


• Syphilitic leukoplakia pada dorsum lidah. Sangat jarang terjadi. Memiliki risiko tinggi
untuk berubah menjadi ganas.
• Neurosyphilis atau keterlibatan sistem kardiovaskular terjadi pada 20% pasien. Kondisi
ini dapat menyebabkan aortitis yang dapat berlanjut menjadi aneurisma aorta thoracal,
tabes dorsalis, dementia dan paresis menyeluruh pada kelainan mental.

Tes diagnostik (lihat halaman 149)

Infeksi virus
i. Primary herpetic gingivostomatitis
• Pada sebagian besar kasus yang ditemukan disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1
(HSV 1).
• Tipe 2 (HSV 2) juga dapat terjadi dalam rongga mulut (< 5% kasus).
• Merupakan virus DNA yang menular melalui saliva dan kontak langsung.
• Lebih banyak ditemukan pada anak-anak, tetapi dapat juga terjadi pada dewasa muda.
• Infeksi primer seringkali bersifat subklinis.
• Sekitar 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV 1 sebelum usia mereka
mencapai 30 tahun dan membawa virus tersebut dalam bentuk laten.
• Setelah infeksi, virus tetap berada dalam ganglion sensoris tanpa menimbulkan keluhan.
• Reaktivasi yang terjadi pada virus laten dapat terjadi dan menyebabkan herpes labialis,
yang disebut juga “cold sore”.
• Infeksi awal menyebabkan gejala ringan atau terjadi sebagai primary herpetic gingivo-
stomatitis.

Gejala
• Ulserasi multipel intraoral yang menyebabkan rasa sakit di gingiva, lidah dan radang
tenggorok.

• Ditemukan krusta yang berdarah pada bibir.


• Ada rasa sakit pada waktu menelan, makan, dan berbicara.
• Pasien merasa tidak enak badan , suhu tubuh meningkat.
• Dapat disertai nausea, vomitus dan sakit kepala.

Tanda
• Seluruh bagian rongga mulut dapat terkena, terutama bibir, gingiva, palatum durum dan
lidah.
• Lesi awal berupa vesikel yang kemudian akan pecah.
• Gingiva membengkak dan udematous.
• Ulkus multipel dan bergabung menjadi satu.
• Bentuk – bulat dan dangkal.
• Ukuran - diameter 2 – 3 mm.
• Dasar lesi - kekuningan atau keabuan.
• Tepi lesi - merah dan meradang.
• Kadang ditemukan radang kulit.
• Suhu tubuh meningkat, kelenjar limfe regional membesar dan lunak.
• Terjadi dehidrasi pada anak-anak.

Infeksi rekuren
• Reaktivasi virus menyebabkan herpes labialis, atau “cold sore” di pertemuan kulit dan
mukosa bibir.
• Bibir merupakan regio yang paling sering terkena.
Faktor predisposisi termasuk:
• Sinar matahari dan udara dingin.
• Stres psikologis.
• Menstruasi dan kadang kehamilan.
• Trauma
• Penyakit sistemik, seperti flu.
• Supresi sistem imun, seperti pada HIV.
• Virus ditemukan dalam vesikel dan saliva. Sebelum penggunaan sarung tangan yang
kini telah dilakukan secara rutin, herpes simpleks dapat menular ke staf kedokteran gigi
dan menyebabkan herpetic whitlows. Infeksi yang sangat sakit tersebut terjadi pada
jari-jari tangan, terutama kuku.

Gejala
• Pada masa prodromal ditemukan rasa gatal dan kesemutan.
• Vesikel berkelompok di bibir muncul 24 jam kemudian.
• Walaupun jarang, ulserasi dapat terjadi di palatum (multipel dan menyatu).
• Mukosa bukal juga dapat terkena.
• Biasanya disertai rasa lelah dan malaise.

Tanda
• Lokasi – ditemukan sekelompok vesikel kecil yang menyatu di pertemuan antara tepi
vermilion dan kulit di bibir. Juga dapat melibatkan hidung.
• Vesikel berubah menjadi krusta dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.
• Nodus limfatik regional membesar dan lunak.
• Intraoral, ulserasi berukuran 1-2 mm yang kecil dan banyak juga menyatu, walaupun
jarang. Mukosa bukal dan palatum juga terkena.
• Pemberian krim asiklovir 5% selama masa prodromal dapat mengurangi terjadinya lesi.

ii. Herpes zoster (lihat halaman 103-105)


NB. Ditemukan peningkatan kerentanan terhadap infeksi herpes zoster yang berat dan
fatal pada pasien HIV, penyakit Hodgkin, leukemia dan pasien yang menggunakan obat
imunosupresi, termasuk steroid, setelah operasi transplantasi organ.

iii. Sitomegalovirus
• Merupakan penyebab pembengkakan kelenjar liur yang jarang terjadi, penyakit inklusi
sitomegalik pada pasien immunocompromised dan bayi.
• Juga dapat menyebabkan ulserasi mulut pada pasien immunocompromised, seperti
pasien yang menerima pengobatan imunosupresi setelah transplantasi organ atau karena
infeksi HIV.
• Dapat merupakan bagian dari penyebaran infeksi pada pasien AIDS/HIV yang
mengalami retinitis, pneumonitis dan meningoencephalitis.

Gejala
• Ditemukan ulkus soliter yang persisten dan sakit.
• Rasa sakit timbul waktu makan, menelan dan berbicara.

Tanda
• Lokasi – ditemukan di punggung lidah dan mukosa bukal.
• Bentuk – lonjong atau bercabang (stellate).
• Dasar lesi – pucat, keabuan.
• Ukuran - besar, bisa lebih besar dari 1 cm.
• Tepi lesi – tidak beraturan dan bergaung.

iv. Virus coxsackie


• Menyebabkan herpangina dan hand, foot and mouth disease, biasanya pada anak-anak.
• Dapat menyebabkan epidemi ringan di sekolah atau institusi lain.
• Secara umum gejalanya ringan.

Herpangina

Gejala
• Radang tenggorok, demam, rasa tidak enak badan.

Tanda
• Suhu tubuh meningkat disertai limfadenopati.
• Walaupun jarang, dapat terjadi pembengkakan kelenjar liur seperti pada penyakit
mumps. Untuk menentukan diagnosis tetapnya diperluikan pemeriksaan laboratorium.
• Lokasi – vesikel dan ulserasi multipel di palatum molle dan tonsil.
• Ukuran – kecil 1-2 mm.
• Bentuk – bulat dan dangkal.
• Mukosa sekitarnya merah dan meradang.

Hand, foot and mouth disease


Merupakan penyakit yang ringan, gejala sistemiknya juga sedikit. Ditemukan vesikel
pada tangan dan kaki, selain ulserasi yang ditemukan di mulut

Gejala
• Mukosa mulut terasa sakit, lunak.
• Kurang nyaman waktu makan dan menelan.
• Ditemukan radang di tangan dan kani.

Tanda
• Lokasi – ulserasi multipel di lidah, mukosa bukal dan palatum durum. Gingiva tidak
terlibat.
• Ukuran – kecil, 1-2 mm, bulat dan dangkal.
• Mukosa sekitarnya mdan meradang.
• Ditemukan lesi makula dan vesikula di tangan dan kaki. Tungkai dan lengan juga dapat
terkena.

v. HIV
Ulserasi mulut ditemukan pada pasien dengan AIDS dan HIV (2% dari satu penelitian),
tetapi ulserasi tersebut tidak khas untuk penderita terinfeksi HIV.
• Lesi mulut ulseratif yang ditemukan pada pasien HIV dapat digambarkan sebagai
berikut:

Tabel 10.1 Lesi mulut ulserativa pada penderita HIV

Kelompok 1: Lesi yang erat hubungannya dengan infeksi HIV


• Necrotizing ulverative gingivitis
• Necrotizing ulcerative periodontitis
• Sarkoma Kaposi
• Limfoma non-Hodgkin

Kelompok 2: Lesi yang tidak selalu berhubungan dengan infeksi HIV


• Mycobacterium tuberculosis
• Necrotizing ulverative stomatitis

Infeksi virus
• Virus herpes simpleks
• Virus varicella-zoster
• Ulserasi yang tidak khas

Kelompok 3: Lesi yang ditemukan pada infeksi HIV


• Erythema multiforme
Infeksi jamur
• Cryptococcosis
• Histoplasmosis
• Mucormycosis
• Aspergilosis

Stomatitis aftosa rekuren

Infeksi virus
• Sitomegalovirus

(Tabel selesai)

Infeksi jamur

Infeksi jamur yang terletak di “dalam” jarang terjadi tetapi perlu diperhatikan
• Jarang ditemukan di penduduk UK.
• Merupakan organisme yang dapat menimbulkan infeksi pada seluruh rongga mulut dan
regio kepala dan leher pada pasien yang hidup di daerah endemik dan
immunocompromised, seperti penderita leukemia atau HIV.

i. Histoplasmosis
• Disebabkan oleh Histoplasma capsulatum.
• Tidak biasanya ditemukan di UK.
• Merupakan endemik di bagian daerah tertentu, seperti lembah sungai Mississippi di
USA, Afrika, Asia Tenggara dan Australia.
• Ditemukan pada pasien yang immunocompromised atau baru datang dari daerah
endemik.

Gejala
• Ulserasi multipel, sakit, dapat terjadi di regio mulut manapun.
•Disertai demam dan batuk-batuk.

Tanda
• Lokasi – bibir, lidah, palatum, gingiva dan mukosa bukal dapat terkena.
• Bentuk – nodular atau vegetatif, atau bulat.
• Dasar lesi - ada indurasi dan tertutup oleh membran keabuan.
• Menyerupai perubahan neoplastik yang terlihat pada karsinoma sel skuamosa.
• Dapat ditemukan pembesaran pada nodus limfatik regional.

Diagnosis – melalui pemeriksaan kultur dan histopatologi dari spesimen biopsi.

ii. Mucormycosis
• Terjadi pada penderita yang mengalami imunosupresi.
• Juga ditemukan pada penderita diabetes berat yang tidak terkontrol.
• Biasanya dimulai dengan infeksi sinus yang menyebar ke intraoral.

Gejala
• Bila sinus maksilaris terlibat, dapat ditemukan rasa sakit pada wajah, cairan yang keluar
dari hidung yang dapat bercampur darah dan ulserasi mulut.
• Dapat menyebar ke orbita, sehingga menyebabkan kebutaan, koma dan kematian.
• Dapat menyerupai rasa sakit gigi.

Tanda
• Lokasi – biasanya melibatkan palatum. Dapat juga ditemukan pada gingiva, bibir dan
alveolus.
• Ukuran – dapat besar, lebih besar dari 1 cm.
• Dasar lesi – cekungan yang gelap.

Diagnosis – berdasarkan pemeriksaan kultur dan biopsi.

iii. Aspergilosis
• Dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada penderita immunocompromised dan
diabetes yang tidak terkontrol.

Gejala dan tanda – seperti pada mucormycosis

Diagnosis – berdasarkan pemeriksaan kultur dan biopsi.

iv. Cryptococcosis
• Juga merupakan infeksi oportunistik pada penderita immunocompromised, seperti
AIDS, leukemia dan limfoma.
• Dapat terjadi pada paru, kulit, meningea dan rongga mulut.

Gejala
• Ulkus soliter atau multipel yang sakit.

Tanda
• Tampilan – tidak spesifik.
• Lokasi - biasanya di palatum.
• Dasar lesi - nekrotik.
• Ukuran – bisa besar, beberapa sentimeter diameternya.
• Jumlah – biasanya soliter.

Diagnosis – berdasarkan pemeriksaan biopsi dan kultur.

v. Blastomycosis
• Sangat jarang di UK.
• Seperti halnya histoplasmosis, endemik di USA dan Amerika Selatan.
• Lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
• Lesi ditemukan pada hepar, paru dan kulit.
• Lesi dalam mulut berawal dari nodule yang berbatas tegas.

Gejala
• Ulserasi mulut yang bersifat multipel.
• Pustula mengalir ke daerah wajah. Mirip dengan aktinomikosis.
• Disertai berat badan turun, demam, batuk-batuk (keterlibatan organ paru) dan
pembengkakan kelenjar limfe.

Tanda
• Pireksia.
• Pembesaran nodus limfatik regional.
• Ulserasi kecil dan multipel, tepi bergulung dan mengalami indurasi, mirip dengan
karsinoma sel skuamosa.

Diagnosis – pemeriksaan biopsi dan kultur.

3. Ulkus neoplastik
Ganas

Tumor dalam mulut dapat terlihat sebagai ulkus atau pertumbuhan eksofitik.

i. Karsinoma sel skuamosa


• Merupakan lesi ganas dalam mulut yang sering ditemukan (95% kasus).

• Merupakan 2-3% dari seluruh tumor ganas yang ditemukan di UK dan USA.
• Insidens puncak adalah pada usia 55 dan 75 tahun (lebih dari 70% kasus).
• Lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
• Ada 2000 kasus baru setiap tahunnya di UK.
• Insidens di UK semakin meningkat.

Faktor etiologi
• Penggunaan tembakau dan minuman beralkohol.
• Kebiasaan mengunyah sirih – pinang.
• Sianr matahari berlebihan (kanker kulit dan bibir).

Faktor predisposisi yang mungkin berperan


• Displasia epitel mulut.
• Lichen planus.
• Kandidiasis hiperplastik kronis.
• Defisiensi hematinik.
• Syphilitic leukoplakia (sangat jarang).

Gejala
• Di awal terbentuknya lesi seringkali tidak sakit, sehingga tidak terlalu diperhatikan oleh
penderitanya.
• Lesi akan terasa sakit bila terjadi infeksi atau bila tumor menginvasi jaringan saraf.
• Di daerah leher ditemukan pembesaran kelenjar yang tidak lunak.
• Dengan semakin berkembangnya lesi, maka akan terjadi kesulitan menelan, mengunyah
dan bicara, yang disertai oleh rasa sakit.
• Gigi-geligi menjadi semakin longgar di dalam soket pada karsinoma gusi, atau melalui
penyebaran ke dalam tulang.

Tanda
• Lokai – lidah, dasar mulut, mukosa bukal, ridge alveolar (merupakan >60% lesi kanker
mulut).
• Bentuk – bulat, berliku-liku atau tidak beraturan.
• Tepi – tinggi, bergulung dan menonjol.
• Dasar lesi – granular dan kasar, dapat dengan mudah berdarah.
• Jaringan di bawah lesi – ditemukan indurasi dan melekat dengan jaringan yang lebih
dalam.

Penyebaran melalui pembuluh limfe


• Terjadi penyebaran melalui nodus limfatik regional. Tigapuluh persen pasien datang
dengan keluhan adanya keterlibatan nodus limfatik.
• Nodus yang membesar menjadi semakin padat atau keras, tidak lunak dan dapat
melekat dengan jaringan di sekitarnya.
• Limfadenopati dapat merupakan gambaran klinis awal pada karsinoma lidah.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan biopsi dan histopatologi, radiologi umum, computerized tomography (CT),
magnetic resonance imaging (MRI), bone scintigraphy dan ultrasound (jarang).

Gambar 10.1 Sarkoma Kaposi, disertai ulserasi palatal.

ii. Sarkoma Kaposi (Gambar 10.1)


• Lesi yang dapat menentukan keberadaan AIDS pada pasien yang HIV positif.
• Pada pasien AIDS, penyebaran sarkoma Kaposi seringkali merupakan penyebab
terjadinya kematian.
• Tumor pada jaringan endotel mikrovaskular sekarang diketahui disebabkan oleh virus
herpetik 8 pada manusia. (HHV 8).

Gejala
• Lesi awalnya berupa daerah pigmentasi yang datar dan tidak sakit pada mukosa ataupun
gingiva.
• Dengan bertambahnya ukuran lesi, maka lesi akan lebih menonjol.
• Bila lesi sangat besar, maka kegiatan makan dan berbicara akan terganggu.
• Lama-kelamaan lesi akan mengalami ulserasi, sehingga menyebabkan rasa sakit yang
menetap.

Tanda
• Lesi dapat berbentuk makula/papula/nodula ataupun ulkus, soliter ataupun multipel,
berwarna biru/merah/ungu.
• Lesi tahap lanjut dapat membentuk ulserasi di bagian tengah lesi.
• Lokasi – seringkali ditemukan di palatum di lokasi yang berlawanan dengan gigi molar
rahang atas.
• Bentuk – berawal dari suatru makula datar berwarna biru/merah/ungu. Dengan
bertambahnya ukuran lesi, maka lesi menjadi nodular dan menonjol, serupa gambaran
klinisnya dengan hemangioma atau ekimosis.
• Jumlah lesi – soliter ataupun multipel yang akhirnya menyatu.
• Ukuran lesi – bervariasi, dari beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter.
• Dasar ulkus – keabuan, nekrotik, berdarah.
• Tepi lesi – merah tanpa indurasi.

Diagnosis
• Pemeriksaan biopsi dan histopatologi.

Tes antibodi HIV tepat untuk pasien yang status kesehatannya tidak diketahui disertai
dengan informed consent penuh dari pasien. Penting untuk dilakukan rujukan ke ahli

genitourinari bila akan melakukan beberapa tes.

Kadang-kadang sarkoma Kaposi dapat terjadi pada kondisi imunosupresi (non-HIV) yang
lain, misalnya pada pengobatan cyclosporin jangka panjang.

iii. Limfoma non-Hodgkin


• Suatu tumor ganas pada jaringan limfoid, yang dapat berbentuk sebagai ulserasi mulut.
• Juga merupakan lesi yang dapat menentukan keberadaan penyakit AIDS pada pasien
HIV-positif. Dapat berasal dari sel limfosit T ataupun B.

Gejala
• Keluhan awal pasien adalah pembesaran tidak sakit pada nodus limfatik servikal.
• Dapat menyebabkan ulserasi sakit di dalam mulut, juga pembengkakan fasial.
• Pembukaan rahang terbatas.

Tanda
• Lokasi – gingiva, palatum, mukosa bukal dan faring.
• Bentuk – bulat atau tidak beraturan.
• Dasar lesi – kuning, berdarah bila ada trauma.
• Tepi lesi – merah dan meradang.
• Limfadenopati servikal.
• Trismus, bila otot-otot fasial dan pengunyahan terlibat.
• Pembengkakan fasial bila sulkus bukalis terkena.
• Kadang ditemukan kerusakan luas pada tulang alveolar, yang menyebabkan gigi
goyang atau hilang, dapat terbentuk lubang oroantral.
Tes diagnostik
• Pemeriksaan biopsi dan histopatologi. Biasanya diperlukan tambahan analisis imuno
histokemikal.
• Radiologi. Dapat mengakibatkan hilangnya tulang di gigi sebelahnya.

iv. Melanoma ganas


• Jarang ditemukan di dalam mulut. Prognosisnya sangat buruk.
• Sebagian besar pasien berusia di atas 30 tahun.
• Dua kali lebih banyak ditemukan pada laki-laki.

Gejala
• Suatu daerah pigmentasi pada mukosa yang bertambah besar ukurannya.
• Lesi dapat berdarah dan membentuk ulserasi.

Tanda
• Lokasi – palatum durum dan gingiva/ridge alveolar rahang atas (80% kasus).

• Ukuran – bervariasi, beberapa millimeter diameternya atau mungkin besar > 1 cm.
• Bentuk – kerangkanya tidak beraturan. Warnanya hitam, coklat atau merah.
• Dasar lesi – mudah berdarah di tahapan lesi yang lanjut.

Kondisi yang terkait – mengalami metastasis lebih awal.


• Lesi melanotik dalam mulut, ada hiperpigmentasi, tepinya tidak beraturan, ada riwayat
perkembangan lesi, sangat perlu dicurigai terjadinya proses keganasan dan perlu biopsy
lebih awal.
• Prognosis buruk, survival rate 5 tahun biasanya bernilai 5%.

v. Tumor kelenjar liur ganas (lihat juga halaman 253)


• Dapat terlihat sebagai pembengkakan yang mengalami ulserasi di dalam mulut,
terutama di palatum.

Gejala
• Berawal sebagai pembengkakan yang tidak sakit di palatum.
• Timbul rasa sakit bila terbentuk ulserasi.

Tanda
• Lokasi – biasanya di palatum durum. Dapat juga ditemukan pada bibir dan mukosa
mulut.
• Ukuran lesi bervariasi. Deapat meluas hingga beberapa centimeter.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan biopsi dan histopatologi, computed tomography (CT) scanning, magnetic
resonance imaging (MRI).

4. Ulkus sistemik

i. Mucous membrane pemphigoid


• Suatu penyakit autoimun, menyebabkan hilangnya perlekatan epitel pada jaringan ikat
di bawahnya.
• Suatu penyakit kronis yang ditemukan pada pasien berusia di atas 50 tahun.
• Empat kali lebih sering ditemukan pada wanita.
• Lesi ditemukan di mata, kulit, mukosa mulut.
• Esofagus, laring dan trachea juga dapat terlibat.
• Lesi yang ditemukan di mata sangat berbahaya karena jaringan parut yang terbentuk di
konjungtiva dapat menyebabkan kebutaan.

Gejala
• Gelembung berisi darah (vesikula dan bula) yang sakit.
• Lesi kemudian pecah, membentuk erosi dan ulserasi pada permukaan mukosa.

• Regio yang terutama terlibat adalah gingiva, sehingga timbul radang dan rasa sakit di
gusi (desquamative gingivitis).

Tanda
• Lokasi – regio yang seringkali terlibat adalah palatum molle dan gingiva. Erosi juga
dapat ditemukan di mukosa bukal.
• Ukuran – ditemukan bula/vesikula berisi darah, diameternya beberapa sentimeter.
• Bentuk - bulat, tetapi erosi dan ulserasi bisa tidak beraturan.
• Tepi lesi – bula yang pecah memiliki tepi yang tegas.
• Dasar lesi – bula yang pecah memiliki dasar yang meradang.

Kondisi yang terkait


• Jarang ditemukan lesi intraoral yang sembuh disertai jaringan parut.
• Fibrosis yang terjadi di esofagus, laring dan trachea dapat menyebabkan penyempitan,
sehingga menyulitkan proses penelanan ataupun pernafasan.
• Pasien perlu dikirim ke ahli ophthalmology untuk pemeriksaan, karena sampai dengan
75% pasien memiliki kelainan pada konjungtiva, yang dapat mengakibatkan
terbentuknya jaringan parut dan hilangnya penglihatan.

Diagnosis
• Biopsi dan mikroskopi imunofluoresen (langsung dan tidak langsung). Autoantibodi
yang beredar dapat ditemukan pada 5% pasien. Untuk pemeriksaan imunofluoresen
langsung diperlukan spesimen yang segar dan belum difiksasi.

ii. Pemphigus
• Suatu penyakit autoimun yang terjadi pada kulit dan membran mukosa, ditandai oleh
terbentuknya bula atau vesikula intraepitel.
• Bila tidak dilakukan perawatan akan berakibat fatal, walaupun terapinya sendiri juga
dapat berbahaya bagi pasiennya.
• Lebih banyak ditemukan pada wanita berusia 40-60 tahun.
• Limapuluh persen kasus yang ditemukan diawali oleh lesi intraoral.
• Lesi berawal dari suatu vesikula atau bula. Lesi yang terbentuk sangat rapuh sehingga
mudah terkena trauma di dalam mulut.

Gejala
• Pasien datang dengan ulserasi mulut yang dangkal dan sakit, serta mudah sekali
berdarah.
• Rasa sakit timbul saat makan, bicara dan menelan.
• Di kulit ditemukan gelembung besar berisi cairan.

Tanda
• Diameter vesikula dan bula dapat beberapa sentimeter, terjadi pada sebagian besar regio
di permukaan kulit. Awalnya, lesi berisi cairan jernih. Kemudian cairan tersebut terisi
dengan darah ataupun pus.

Intraoral
• Lokasi – mukosa pipi, palatum, gingiva, yaitu lokasi yang mudah terkena trauma.
• Jumlah – multipel.
• Ukuran – bervariasi, dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter.
• Bentuk – tidak beraturan, tepinya berlekuk-liku.
• Dasar lesi – merupakan ulkus dangkal, stratum basalis terkelupas dan tertutup oleh
eksudat berwarna putih atau bercampur darah.
• Bila bibir terlibat, maka bibir tertutup darah, dan terbentuk krusta.
• Epitel terkelupas, tepi lesi terus meluas hingga hampir seluruh permukaan mukosa
terlibat.
Komplikasi
• Terjadi septicemia karena keterlibatan bakteri Staphylococcus aureus.
• Pada lesi ini, kulit yang terlibat cukup luas, sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit tubuh.
• Oleh karena berpotensi untuk menjadi fatal, maka pasien dirujuk ke spesialis penyakit
kulit.

Tes diagnostik
• Pengerokan lembut pada mukosa dapat menyebabkan terbentuknya bula atau vesikel.
(tanda Nikolsky).
• Tekanan pada bula yang masih utuh akan memperbesar ukuran lesi.

Biopsi
• Menunjukkan akantolisis (hilangnya perlekatan sel epitel dangan sel epitel lainnya).
• Tes antibodi imunofluoresensi langsung maupun tidak langsung menunjukkan IgG, IgM
dan C3 yang terdapat di substansi interselular dan kenaikan titer antibodi IgG.

iii. Eritema multiforme


• Timbul tiba-tiba.
• Terutama terjadi pada pasien berusia muda.
• Lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
• Gambaran klinisnya bervariasi, sehingga diberi nama “multiforme”.
• Dapat bersifat rekuren.
• Bila hanya daerah mulut yang terkena, maka secara klinis mirip dengan primary
herpetic gingivostomatitis.
• Riwayat lesi serupa di masa lalu dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
infeksi herpes primer dari diagnosis banding.
• Dapat merupakan reaksi terhadap pemicu, misalnya:
• Obat-obatan – sulfonamid, trimethoprim, barbiturat, penisilin dan nitrofurantoin.
• Infeksi – herpes simpleks, pneumonia mikoplasma.
• Pemicu yang lain termasuk tumor jinak dan ganas, radioterapi, penyakit Crohn,
sarkoidosis, histoplasmosis, infectious mononucleosis. Pada sebagian pasien, pemicu
tersebut tidak ditemukan, walaupun ada kemungkinan terjadi infeksi herpetik
sebelumnya.

Gejala
• Erosi dan ulserasi mulut yang sakit.
• Lesi menyebar melibatkan sebagian besar mukosa mulut.
• Pada bibir terbentuk krusta, disertai bercak darah.
• Dapat ditemukan lesi di kulit, mata dan genital.
• Pasien mengalami demam, malaise dan ada pembengkakan kelenjar.
Tanda
Lokasi:
• Daerah yang terlibat bersifat multipel.
• Di bibir ditemukan erosi disertai krusta dan perdarahan.
• Di dalam mulut ditemukan erosi dan ulserasi pada mukosa bibir, lidah dan gingiva.
• Ukuran – diameternya bisa beberapa sentimeter.
• Bentuk – tepi tidak beraturan, batas dengan jaringan sekitarnya tidak jelas.
• Tepi lesi – meradang dan eritematous.
• Suhu badan pasien lebih tinggi dibandingkan normal, pasien terlihat sakit, nodus
limfatik regional teraba membesar, lunak dan sakit.
• Lesi yang terbentuk di kulit dikenal sebagai lesi target, dapat terjadi di tangan dan kaki,
juga wajah dan leher.
• Lesi target terlihat sebagai cincin konsentris (membulat) yang eritematous.
• Pada kasus yang agak jarang, lesi dapat terjadi di mata, dan dapat mengakibatkan
kebutaan.
• Dokter umum yang menangani pasien perlu diberitahu, karena bila kasus bertambah
berat, kemungkinan diperlukan perawatan di rumah sakit agar jumlah cairan tubuh
pasien tetap terjaga.

iv. Liken planus erosiva/ulserativa


• Lichen planus adalah kelainan yang melibatkan kulit dan rongga mulut.
• Tujuhpuluh persen pasien yang memiliki lesi di kulit juga memiliki lesi dalam mulut.
• Akan tetapi hanya 10% pasien yang memiliki lesi di mulut yang juga memiliki lesi di
kulit.
• Lichen planus ditemukan pada 2% dari populasi yang ada.
• Banyak ditemukan pada wanita berusia di atas 30 tahun.
• Etiologinya tidak diketahui.
• Ada enam sub-tipe lichen planus yang pernah dilaporkan, yaitu:
• Erosiva (lihat di bawah), retikular, papular, plak (lihat Bab 11), atrofi dan bullous.
• Namun, berbagai sub-tipe tersebut dapat muncul bersamaan dalam waktu yang sama,
sehingga secara klinis sulit untuk dibedakan antara sub-tipe yang satu dengan yang lain.

Gejala liken planus erosiva


• Erosi yang terjadi menimbulkan rasa sakit dalam mulut di daerah yang terlibat, terutama
di saat makan.
• Erosi dapat muncul tiba-tiba, tetapi perlu waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-
bulan untuk sembuh.

Tanda
• Ditemukan erosi atau ulserasi yang dangkal dengan tepi tidak beraturan.
• Lokasi – biasanya lesi bersifat bilateral, melibatkan mukosa bukal, lidah, mukosa labial
dan gingiva. Palatum dan gingiva bagian lingual biasanya bebas dari lesi.
• Lesi berupa atrofi gingiva (gingivitis deskuamativa) sangat mirip dengan lesi serupa
yang ditemukan pada mucous membrane pemphigoid.
• Ukuran – diameternya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter.
• Dasar lesi – berwarna kekuningan, disertai lapisan fibrin yang menutupi dasar lesi.
• Tepi lesi – dapat ditemukan tepi yang menghilang akibat fibrosis, disertai tepi
eritematous.
• Diagnosis – biopsi mukosa.
• Jarang sekali terjadi perubahan menjadi karsinoma sel skuamosa, tetapi kalaupun ada
akan lebih banyak ditemukan perubahan tersebut pada tipe erosiva dibandingkan
bentuk lichen planus lainnya.

5. Ulserasi lainnya

i. Sindroma Behçet
• Jarang ditemukan di UK.
• Insiden tertinggi terjafi di Asia dan Mediterania Timur.
• Lebih sering ditemukan pada laki-laki berusia antara 20 – 40 tahun.
• Merupakan kelainan multisystem yang gambaran klinisnya terdiri dari tiga ciri, yaitu:
1. Ulserasi mulut rekuren (tipe aftosa), digambarkan di bawah dalam judul “stomatitis
aftosa rekuren”
2. Ulserasi genital.
3. Lesi di mata.
• Disebut sebagai penyakit “multisystem” karena melibatkan berbagai jaringan tubuh,
seperti lesi kulit, arthritis, thrombophlebitis, lesi pada sistem saraf, sistem vaskular,
traktus gastrointestinalis dan kelainan paru.
• Tahun 1990-an, sebuah kelompok peneliti internasional mengusulkan kriteria berikut ini
untuk sindroma Behçet:
“Ulserasi mulut rekuren yang terjadi paling tidak tiga kali dalam satu tahun, disertai
dua dari empat manifestasi berikut ini:
i. Ulserasi genital rekuren
ii. Lesi pada mata, termasuk uveitis atau vaskulitis retina.
iii Lesi di kulit termasuk erythema nodosum, pseudo-folliculitis, lesi papulo
pustular atau nodulus acneform pada pasien post-adolescent yang tidak
mengalami pengobatan kortikosteroid.
iv Pathergy positif (patherhy = hiperaktivitas kulit, misalnya pembentukan pustula
setelah venepuncture).
• Ulserasi mulut yang terjadi dapat berupa aftosa rekuren tipe minor ataupun mayor.
• Ulserasi genital terjadi pada skrotum atau penis pada laki-laki dan vulva/labia pada
wanita.
• Ulserasi mata termasuk uveitis, infiltrat retina, konjungtivitis dan atrofi retina. Lesi di
mata dapat menimbulkan jaringan parut, bahkan kebutaan.
• Bila susunan saraf pusat terlibat, maka saraf kranialis juga terkena ataupun menimbul-
kan gejala yang menyerupai sklerosis multipel.

ii. Necrotizing sialometaplasia


• Etiologi tidak diketahui – kemungkinan akibat trauma.
• Menimbulkan kelainan pada kelenjar liur minor di palatum.
• Lebih banyak ditemukan pada laki-laki berusia 50-60 tahun.
• Kini lebih dikenal sebagai salah satu gambaran klinis lainnya pada bulimia nervosa.

Gejala
• Ulserasi yang sakit di palatum.

Tanda
• Lokasi – bagian tengah palatum durum di antara raphe palatal dan tepi gingiva.
Biasanya terdapat di daerah molar. Pada beberapa kasus dilaporkan ditemukan juga di
bibir dan retromolar pad.
• Jumlah – satu.
• Ukuran – diameternya bisa mencapai hingga 2 cm.
• Bentuk – bulat dengan tepi tidak beraturan.
• Jaringan dasar – yang sering ditemukan adalah tulang palatal.
• Dasar lesi – kekuningan disertai debris nekrotik.
• Tepi lesi – masuk ke dalam atau menonjol, disertai indurasi.

Penting
• Secara klinis menyerupai karsinoma sel skuamosa.
• Secara histologis dapat menyerupai karsinoma sel skuamosa dan karsinoma
mukoepidermoid.
• Namun, kondisi ini bersifat self-limiting, dan akan sembuh kembali secara spontan
dalam 2-3 bulan.

iii. Stomatitis aftosa rekuren


• Merupakan penyebab umum ulserasi dalam mulut; aftosa rekuren ditemukan pada 20%
populasi.
• Insidensnya seimbang antara laki-laki dan wanita.
• Diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan riwayat penyakit, yaitu
ulserasi mulut yang bersifat rekuren dan sakit pada individu yang terlihat sehat.
• Lesi paling banyak timbul pada dekade kedua.
• Faktor yang berkaitan termasuk trauma, stress psikologis, menstruasi, alergi makanan,
misalnya coklat dan pengawet makanan.
• Juga ada kaitannya dengan defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12.
• Aftosa dapat lebih banyak ditemukan pada individu yang bukan perokok.

Tiga bentuk aftosa rekuren adalah:


1. Aftosa minor – ditemukan pada 80% kasus yang ada. Diameternya kurang dari 1 cm.
Dapat sembuh tanpa membentuk jaringan parut.
2. Aftosa mayor – ditemukan pada 10% kasus yang ada. Diameternya lebih dari 1 cm.
Periode penyembuhannya lama (beberapa minggu) dan dapat disertai pembentukan
jaringan parut.
3. Aftosa herpetiformis – ditemukan pada 10% kasus yang ada. Lesi bersifat multipel,
hingga 100 lesi, dapat muncul pada waktu yang bersamaan. Diameternya 1-2 mm.

Ulserasi aftosa minor

Gejala
• Ulserasi mulut yang bersifat rekuren dan sakit.
• Pasien dapat mengalami rasa kesemutan sebagai gejala prodromal sebelum lesi muncul.
• Sebagaimana halnya dengan ulserasi mulut lainnya, kegiatan makan, berbicara dan
menelan akan meningkatkan rasa sakit dan ketidaknyamanan.
• Nodus limfatik servikal dapat membesar dan lunak.

Tanda
• Lokasi – mukosa bukal, mukosa labial, dasar mulut dan kadang dorsum lidah. Tidak
ditemukan di gingiva ataupun palatum yang memiliki keratinisasi.
• Jumlah ulserasi – bisa satu lesi atau dua hingga tiga lesi. Kadang-kadang bersifat
multipel.
• Ukuran – diameternya biasanya 2-5 mm.
• Bentuk – bulat atau lonjong, dan dangkal.
• Dasar lesi – kekuningan.
• Tepi lesi – meradang disertai kelim merah.
• Infeksi sekunder jarang terjadi. Bila ada, akan menimbulkan limfadenopati.

Aftosa mayor

Gejala
• Ulserasi rekuren, sakit dan berukuran besar.
• Rasa sakit yang amat sangat dapat terjadi pada kegiatan makan, minum, bahkan
menelan saliva.
• Berat badan menurun akibat rasa sakit yang terjadi pada waktu berusaha untuk makan.

Tanda
• Lokasi – secara prinsip ditemukan di bagian posterior mulut, termasuk daerah yang
memiliki keratinisasi.
• Namun demikian, seluruh daerah di rongga mulut, termasuk mukosa yang tidak
mengalami keratinisasi seperti palatum molle dan daerah tonsil, yang jarang terkena
aftosa minor, dapat merupakan lokasi dimana aftosa mayor ditemukan.
• Jumlah ulserasi – bisa soliter atau multipel.
• Ukuran – lebih besar dari 1 cm. Bisa juga mencapai 5 cm.
• Bentuk – bulat atau lonjong.
• Dasar lesi – kekuningan, keabuan.
• Tepi lesi – merah dan meradang. Bisa lebih menonjol diabndingkan jaringan sekitarnya.
• Jaringan dasar – tetap lunak, tidak mengalami indurasi.
• Ditemukan pada penderita infeksi HIV (lesi group 2).

Aftosa herpetiformis

Gejala
• Ulserasi mulut yang rekuren, multipel dan sakit.

Tanda
• Lebih banyak ditemukan pada wanita.
• Lokasi – lidah, dasar mulut, mukosa bukal.
• Jumlah lesi – multiple, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang bersamaan. Beberapa lesi
dapat bergabung menjadi satu.
• Ukuran – kecil, berdiameter 1-3 mm.
• Bentuk – tidak beraturan.
• Dasar lesi – keabuan.
• Tepi lesi – tidak tegas.
• Ditemukan daerah kemerahan yang luas pada membran mukosa.

Kondisi yang terkait


Aftosa mayor sembuh perlahan, dapat bertahan hingga 3 bulan dan membentuk jaringan
parut.

Tes diagnostik
• Sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, diagnosis ditentukan terutama
berdasarkan riwayat lesi dan pemeriksaan klinis.
• Namun demikian, perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk mencari adanya kondisi
defisiensi. Dalam pemeriksaan tersebut perlu diperiksa jumlah sel darah lengkap,
ferritin dalam serum, vitamin B12, dan kadar asam folat dalam sel darah merah.

Bacaan lanjutan

Cawson, R.A., Langdon, J.D. dan Eveson, J.W. (1996) Surgical Pathology of the Mouth
and Jaws. Ed. Ke-1. Oxford: Wright.
Eversole, L.R. (1996) Oral Medicine: a Pocket Guide. Ed. Ke-1. Philadelphia: Saunders.
Lamey, P.J. dan Lewis, M.A.O. (1997) A Clinical Guide to Oral Medicine. Ed. Ke- 2.
London: British Dental Association.
Bab 11. Bercak putih

Ringkasan
Pendahuluan

Riwayat penyakit

Pemeriksaan bercak putih

Diagnosis banding

Bercak putih yang dapat diangkat

Diagnosis banding
i. Dadih susu (pada bayi)
ii. Debris epitel atau makanan
iii. Leukoedema (dihilangkan dengan tekanan pada mukosa)
iv. Trauma khemis
v. Kandidiasis pseudomembranosa

Bercak putih yang tidak dapat diangkat

Diagnosis banding

A. Kongenital
i. White sponge naevus
ii. Diskeratosis folikularis

B. Akuisita (didapat)

Traumatik
1. Keratosis akibat friksi (frictional keratosis)
2. Keratosis pada perokok (smoker’s keratosis)
3. Fibrosis submukosa (submucous fibrosis)

Infeksi
4. Candidal leukoplakia (chronic hyperplastic candidiasis/ kandidiasis hiperplastik
kronik) Lihat juga kandidiasis pseudomembraosa.
5. Syphilitic leukoplakia (sangat jarang)
6. Oral hairy leukoplakia
Dermatologi
7. Liken planus dan reaksi likenoid akibat obat
8. Systemic lupus erythematosus
9. Discoid lupus erythematosus

Lain-lain
10. Skin graft
11. Defisiensi vitamin A (lanjutan, lihat halaman 264)

Neoplasia dan kondisi pra-ganas


12. Leukoplakia
13. Speckled leukoplakia
14. Erythroplakia
15. Karsinoma sel skuamosa (verrucous carcinoma, lihat halaman 246).

Pendahuluan
Banyak kelainan yang muncul sebagai bercak putih dalam mulut. Beberapa di antaranya
dianggap pra-ganas atau ada kaitannya dengan keganasan. Apabila tidak ada kejelasan
apa etiologi dan diagnosis suatu bercak putih, maka sangat perlu dilakukan pemeriksaan
histologi guna meyakinkan diagnosisnya. Biopsi dapat dilakukan di praktek dokter gigi
umum. Namun, para praktisi biasanya lebih suka untuk mengirim pasien seperti ini ke
spesialis untuk diagnosis serta perawatan selanjutnya.

Riwayat penyakit

• Untuk penderita lesi di atas perlu ditanyakan riwayat lesi tersebut. Berikut ini adalah
beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan:
• Sudah berapa lama bercak putih tersebut ada? (kongenital atau didapat/akuisita).
• Apakah pernah ada rasa sakit? Bila ya, dapat dipertimbangkan trauma khemis, trauma
karena friksi, kandidiasis hiperplastik kronis, lichen planus atrofi, lichen planus erosiva,
discoid lupus erythematosus. Lesi neoplastik dan pra-ganas juga akan terasa sakit bila
terjadi ulserasi atau terkena infeksi sekunder.
• Apakah pernah terjadi trauma? (khemis, misalnya aspirin; friksi, misalnya gigi yang
tajam atau tambalan yang tajam).
• Apakah anda merokok? Catat berapa jumlah yang dikonsumsi dalam sehari dan sudah
berapa tahun merokok.
• Apakah anda minum minuman beralkohol? Catat berapa unit/gelas yang diminum
dalam seminggu dan sudah berapa tahun meminumnya (lihat juga halaman 187).
• Apakah anda mengunyah sirih atau pinang?
• Apakah anda mengunyah tembakau?
• Telah ditemukan adanya hubungan yang bemakna antara penggunaan tembakau,
alkohol dan sirih-pinang dengan insidens leukoplakia/erythroplakia.
• Selain pertanyaan di atas, perlu juga menanyakan riwayat medis dan riwayat penyakit
dalam keluarga (lihat halaman 7-9).

Pemeriksaan bercak putih

• Pemeriksaan klinis perlu dilakukan secara terstruktur, perlu dicatat dalam status pasien
ukuran lesi dan lokasi lesi. Lesi digambar sesuai besarnya atau difoto. Perhatikan juga
apakah lesi simetris.
• Yang penting juga untuk dilakukan adalah pemeriksaan teliti pada gigi tiruan (untuk
melihat tepi yang tajam atau plat yang terlalu panjang) dan peralatan ortodonti, sama
pentingnya dengan palpasi yang dilakukan untuk mendeteksi gigi ataupun tambalan
yang tajam.
• Di awal pemeriksaan tentukan apakah bercak putih tersebut dapat diangkat ataupun
tidak dengan menggunakan kain kasa atau spatel lidah.
• Perhatikan apakah ada ulserasi mukosa ataupun eritema.
• Lakukan palpasi untuk memeriksa adanya pembesaran pada nodus limfatik di servikal.

N.B. Bila nodus teraba, ini menunjukkan adanya infeksi, inflamasi atau neoplasia.

Bercak putih yang dapat diangkat

Bila bercak putih dapat diangkat dan tidak ditemukan peradangan pada mukosa, maka
diagnosis bandingnya adalah:
• i. Dadih susu.
• ii. Debris epitel atau makanan.

Lesi dapat diangkat dan berkaitan dengan kondisi patologis di bawahnya

• iii. Leukoedema.
• iv. Trauma khemis.
• v. Kandidiasis pseudomembranosa dan infeksi jamur lainnya, misalnya
mucormycosis.

Leukoedema
• Etiologi tidak diketahui.
• Tidak ada hubungannya dengan displasia epitel.
• Bukan lesi pra-ganas.
• Prevalensi yang dilaporkan – sangat bervariasi.
• Makna timbulnya lesi tidak jelas.
• Dari laporan yang masuk ditemukan: lesi lebih sering terjadi pada non-Kaukasian,
kemungkinan karena kontras warna yang lebih besar.
Gejala
Tidak ditemukan gejala.

Tanda
• Di mukosa bukal ditemukan lapisan tipis seperti film, berwarna putih/keabuan.
• Sebagian besar kasus yang ditemukan bersifat bilateral.
• Dapat “dihilangkan” (dengan tekanan yang diberikan pada pipi dan tarikan pada
mukosa).
• Merupakan variasi yang normal pada mukosa mulut.

Bila ada peradangan pada mukosa di bawahnya, pertimbangkan:

Trauma khemis, misalnya meletakkan aspirin di sulkus bukalis


Aspirin burn
• Dari riwayat lesi ada keluhan rasa sakit, misalnya sakit gigi dan pernah meletakkan
aspirin pada sulkus bukalis.
• Tindakan di atas menyebabkan chemical burn pada mukosa, yang berakibat pada
timbulnya bercak putih (Gambar 11.1).
• Chemical burn juga dapat terjadi akibat penggunaan berlebihan larutan obat untuk
perawatan gigi dan minyak cengkeh.
• Juga dapat terjadi secara tidak disengaja saat perawatan gigi, misalnya orthophosphoric
acid etchant gel yang berkontak dengan gingiva ataupun mukosa.

*** Gambar 11.1 Aspirin burn pada mukosa bukal. ***

Gejala
• Ada rasa sakit di daerah mukosa yang terbakar.

Tanda
• Ditemukan bercak putih di mukosa bukal, berhadapan dengan gigi yang sakit.
• Bercak putih dapat diangkat, meninggalkan daerah yang merah di mukosa di bawahnya.
• Sumber rasa sakit pada gigi dapat dilihat secara klinis maupun radiografis.
• Lesi berlangsung selama 1-2 hari.
• Lesi dapat sembuh kembali tanpa perawatan ataupun jaringan parut.

Kandidiasis (kandidosis) pseudomembranosa


Lihat Bab 8 halaman 154 untuk faktor predisposisi dari infeksi kandida. Hal ini penting
untuk menentukan etiologinya.

Gejala
• Bisa tanpa gejala.
• Dapat menimbulkan rasa sakit dalam mulut.
• Ada ketidaknyamanan saat menelan.
• Rasa pengecapan menghilang.

*** Gambar 11.2 Kandidiasis pseudomembranosa.***

Tanda
• Bercak putih-kekuningan yang dapat diangkat dari mukosa di bawahnya, dan
meninggalkan daerah kemerahan yang kadang berdarah (Gambar 11.2).
• Bisa meluas, menutupi palatum, lidah, mukosa bukal dan leher.

Tes diagnostik
• Pewarnaan Gram dari usapan. Kalium hidroksida atau periodic-acid Schiff juga dapat
digunakan untuk menunjukkan hifa kandida.
• Usapan (smear/swab) dibiakkan pada media kultur untuk mengisolasi strain kandida.
• Jumlah kandida dapat dihitung menggunakan salivary candidal count atau cairan kumur
1 menit berisikan phosphate-buffered saline.

Bercak putih yang tidak dapat diangkat

A. Kongenital

i. White sponge naevus (familial white folded gingivostomatitis)


• Suatu kelainan kongenital yang bersifat autosomal dominan.
• Distribusinya sama pada laki-laki dan wanita.
• Bisa terjadi sejak lahir, tetapi seringkali baru diketahui pertama kali saat remaja.
• Berdasarkan riwayat keluarganya, ada kemungkinan ditemukan juga pada anggota
keluarga yang lain.

Gejala
• Tidak ada rasa sakit.

Tanda
• Bervariasi.
• Namun, daerah mukosa bukal dan dasar mulut yang terlibat cukup luas.
• Mukosa terlihat tebal dan berlipat.
• Mukosa hidung juga dapat terkena.

• Lesi bersifat jinak.


• Tidak diperlukan perawatan, hanya penjelasan untuk meyakinkan pasien bahwa lesi
tersebut tidak berbahaya.
• Diagnosis tetap dapat ditentukan berdasarkan biopsi dan pemeriksaan histologi.

ii. Diskeratosis folikularis (Darier’s disease)


• Merupakan kelainan kongenital yang bersifat autosomal dominan.
• Lesi ditemukan di kulit dan mukosa.
• Limapuluh persen kasus yang diemukan terjadi di rongga mulut.

Gejala
• Tidak ada rasa sakit.

Tanda
• Papula yang kasar, kecil, dan berwarna putih.
• Mukosa terlihat seperti susunan batu koral yang bulat.
• Lesi terjadi pada gingiva, lidah, palatum dan mukosa bukal.
• Permukaan mukosa lainnya juga dapat terlibat, misalnya faring dan laring.
• Ditemukan juga lesi di kulit yang berkrusta.
• Ada papula berwarna keabuan/kecoklatan di lipatan kulit, di leher, kulit kepala dan
dahi.
• Diagnosis ditentukan berdasarkan biopsi.

B. Akuisita (didapat)

Traumatik

1. Frictional
• Riwayat lesi yang rinci biasanya sudah dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab trauma pada mukosa.
• Trauma akut yang berat biasanya akan menyebabkan ulserasi.
• Iritasi kronis yang lebih ringan akan menyebabkan terjadinya bercak putih yang disebut
frictional keratosis.
• Lesi terbatas hanya di daerah yang terkena trauma.

Penyebab
a. Cheek atau lip biting (gigitan pada mukosa pipi/mukosa bibir)
• Bercak putih dapat bersifat unilateral atau bilateral.
• Kadang-kadang ditemukan di sepanjang permukaan oklusal, tetapi pada kasus yang
berat dapat meluas pada mukosa bukal di sekitarnya
• Juga dapat melibatkan mukosa bibir, terutama bibir bawah.
• Apabila ditanya lebih rinci, pasien akan mengakui bahwa pipinya telah tergigit.

Riwayat medis yang berkaitan: stres dan gangguan psikologis, kecemasan, luka akibat
tindakan diri sendiri, kelainan sendi temporomandibular.

b. Akibat penggunaan gigi tiruan


• Bercak putih ada kaitannya dengan tepi plat gigi tiruan/plat ortodonti yang terlalu
panjang atau tidak tepat letaknya.

c. Gigi yang tajam


• Bercak putih berdekatan dengan cusp gigi/tambalan yang tajam atau patah.
• Jaringan di dekatnya biasanya terlihat normal.
• Sebagian besar kasus yang ditemukan bersifat reversibel, bila penyebabnya dihilangkan,
maka lesi akan sembuh.
• Setelah penyebab dihilangkan, minta pasien untuk datang dan diperiksa kembali dalam
2-3 minggu.
• Bila ditemukan bercak putih yang persisten, perlu dilakukan biopsi.

2. Smoker’s keratosis (Gambar 11.3)


• Ada riwayat merokok menggunakan pipa.
• Dapat juga terjadi pada orang yang merokok sigaret dan cerutu.

*** Gambar 11.3 Smoker’s keratosis.***

Gejala
• Tidak ada rasa sakit.

Tanda
• Dapat terjadi nicotine staining pada gigi.
• Mukosa palatum berwarna putih, disertai nodulus yang menonjol dari permukaan
palatum.
• Bagian tengah nodul berwarna merah. Warna merah tersebut merupakan orifis kelenjar
liur minor yang meradang.
• Lesi akan menghilang bila pasien berhenti merokok.

Penting diperhatikan untuk semua bercak putih yang persisten


• Semua penyebab trauma harus dihilangkan dan pasien diperiksa kembali setelah 2-3
minggu untuk meyakinkan bahwa jaringan telah normal kembali.
• Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pada semua bercak putih yang persisten
atau yang dicurigai harus selalu dilakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan
terjadinya perubahan yang mengarah pada keganasan.

3. Submucous fibrosis
• Ditemukan pada populasi Asia tertentu, misalnya India Utara dan Bangladesh.
• Ada hubungannya dengan peningkatan insidens karsinoma sel skuamosa dalam mulut.
• Disebabkan oleh kebiasaan mengunyah sirih-pinang.
• Pasien yang terkena dapat memiliki predisposisi genetik.

Gejala
• Tidak ada rasa sakit.
• Dapat dijumpai rasa terbakar bila terkena makanan berbumbu.
• Ada keterbatasan pembukaan mulut.

Tanda
• Pasien berasal dari India atau Bangladesh.
• Trismus yang terjadi bervariasi.
• Jaringan fibrosa yang tebal di lapisan submukosa menimbulkan bercak yang kaku di
mukosa bukal.
• Mukosa berwarna putih opak.
• Pada mukosa tidak ada indentasi bila ditekan dengan jari.
• Bila dorsum lidah terkena, maka papilla filiformis akan menghilang.

Infeksi

Candidiasis (candidosis)
4. Chronic hyperplastic candidiasis (candidal leukoplakia)
• Kebiasaan merokok sangat erat hubungannya sebagai faktor penyerta dalam etiologi
kelainan ini.
• Memiliki potensi untuk berubah ke arah keganasan.

Gejala
• Rasa sakit di komisura bibir.

Tanda
• Di komisura bibir ditemukan daerah berwarna putih yang menempel cekat pada
jaringan di bawahnya.
• Lesi bersifat unilateral atau bilateral.
• Tampilan lesi bisa halus atau berbintik-bintik.(speckled).
• Dapat disetai ulserasi.
• Jarang sembuh sama sekali walaupun sudah digunakan antijamur sistemik.
• Pasien harus dianjurkan untuk segera menghentikan kebiasaan merokok.
• Biopsi diperlukan untuk menentukan diagnosis candidal leukoplakia, karena
mikroorganisme ditemukan intraepitel, tidak di atas permukaan mukosa.
• Biopsi eksisi mungkin perlu dilakukan untuk menghilangkan lesi bila terapi antijamur
tidak berhasil.
• Yang paling penting diperhatikan: lesi bersifat pra-ganas.

• Tujuh persen kasus dalam waktu 10 tahun berubah menjadi ganas.


• Diperlukan pemeriksaan ulang jangka panjang.

5. Syphilitic leukoplakia
Lihat juga halaman 149.
• Sangat jarang.
• Bercak putih terjadi pada tahap tersier.

Gejala
• Tidak ada gejala.

Tanda
• Bercak putih yang melekat erat pada dorsum lidah.
• Ada insidens yang tinggi untuk berubah menjadi ganas.

Tes diagnostik
• Lihat halaman 149 untuk tes serologi.

Virus

6. Oral hairy leukoplakia (Gambar 11.4)


Gejala
• Biasanya tidak ada gejala.
• Dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau mengganggu bicara bila lesinya luas dan
menutupi sebagian besar dorsum lidah.
• Disebabkan oleh virus Epstein-Barr.
• Erat hubungannya dengan infeksi HIV, tetapi dapat juga terjadi pada kondisi
immunocompromised lainnya, termasuk terapi kortikosteroid.

Tanda
• Di tepi lateral lidah ditemukan bercak putih yang melekat erat, seringkali membentuk
susunan seperti rambut.
• Dapat tejadi di mukosa bukal dan permukaan ventral/dorsal lidah.

*** Gambar 11.4 Oral hairy leukoplakia. ***


Tes diagnostik
• Pada jaringan dilakukan pemeriksaan biopsi dan histopatologi.
• Digunakan antibodi monoclonal untuk menunjukkan virus Epstein-Barr pada biopsi
jaringan mulut atau dari sel epitel yang didapatkan dari kerokan mukosa yang terlibat.

• Pada sebagian besar kasus yang ditemukan tidak ada gejala dan tidak memerlukan
perawatan. Pengobatan dengan aciclovir akan membuat lesi yang luas tersebut
mengecil, tetapi akan meluas kembali bila terapi dihentikan.

Dermatologi

7. Liken planus
• Lihat juga halaman 205.
• Terjadi pada 1-2% populasi.
• Sebagian besar pasien berusia 30 – 50 tahun.
• Dapat terjadi di kulit selain rongga mulut.
• Lesi di kulit ditemukan di permukaan fleksor pergelangan tangan, berupa papula
berwarna merah muda.
• Pada papula ditemukan anyaman garis halus berwarna putih (stria Wickham).
• Ada beberapa tipe liken planus yang telah digambarkan dan dapat terjadi secara
bersamaan.

Plak
Retikular
Papular
Erosiva lihat halaman 205
Atrofi
Bullous

Gejala
• Bisa tanpa gejala atau sakit, terutama bila terkena makanan panas dan berbumbu.
• Tipe atrofi dan erosiva sering menimbulkan rasa sakit.

Tanda
• Bercak putih bilateral, yang melekat erat biasanya pada mukosa bukal.
• Dapat juga ditemukan di lidah, attached gingiva dan bibir.
• Palatum dan permukaan lingual gingiva jarang terlibat.
• Bercak putih terlihat berliku-liku dan melekat erat.
• Memiliki potensi untuk berubah jadi ganas.
• Biopsi diperlukan untuk menentukan diagnosis tetapnya bila ada keraguan dan untuk
membedakannya dari lupus eritematosus.
Reaksi likenoid akibat obat
• Bercak putih ini secara klinis mirip sekali dengan liken planus.
• Penyebabnya adalah reaksi mukosa terhadap obat-obat tertentu.

Tanda dan gejala


• Sama dengan liken planus.

• Riwayat pemakaian obat penting ditanyakan untuk menentukan diagnosis.

Obat-obatan yang dapat menimbulkan reaksi likenoid, termasuk:


a. Beberapa obat anti-inflamasi non-steroid.
b. Antihipertensi, misalnya methyldopa, beta-adrenergik blockers.
c. Antimalaria.
d. Antimikrobial, misalnya tetrasiklin dan sulfonamid.
e. Lithium.
f. Fenotiazin.
g. Injeksi emas.
h. Dental amalgam, komposit dan glass ionomer.
i. Dapat terjadi pada infeksi HIV, hepatitis C dan sebagai komplikasi penyakit graft-
versus-host.

Sebagaimana halnya dengan semua bercak putih, pada pasien lichen planus perlu
dipantau dan dilakukan pemeriksaan biopsy kembali bila ada perubahan yang dicurigai
dapat mengarah pada keganasan di mukosa mulut. Pasien harus berhenti merokok dan
mengurangi minum minuman beralkohol.

8. Lupus eritematosus sistemik


(Lihat juga halaman 281).
• Pada 20% pasien lupus erythematosus sistemik, di satu tahapan tertentu akan muncul
lesi putih di mukosa mulutnya yang secara klinis menyerupai liken planus.
• Obat antimalaria, misalnya hidroksiklorokuin yang digunakan untuk menanggulangi
lupus erythematosus sistemik juga dapat menimbulkan reaksi likenoid.
• Diagnosis tetap memerlukan pemeriksaan imunologi, seperti disebutkan di Bab 13,
bersamaan dengan biopsi pada bercak putih dan pemeriksaan imunofluoresensi.

9. Lupus eritematosus diskoid


• Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan perbandingan 2:1.
• 20-50% memiliki perubahan dalam mulut.
• Radang dapat ditemukan di wajah, tangan dan kulit kepala.
• Tidak ditemukan pengaruh sistemik.

Gejala
• Erosi yang sakit di bibir dan mukosa bukal.
Tanda
• Di bibir dan mukosa bukal ditemukan bercak putih yang melekat erat.
• Ada stria putih tipis disertai warna kemerahan di bagian tengahnya yang agak cekung.
• Lesi yang bersifat simetris lebih sering ditemukan di palatum dibandingkan lichen
planus.

• Tidak ditemukan indurasi.


• Lesi perlu dipantau karena ada laporan yang menyatakan dapat berubah menjadi ganas.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan biopsi dan histopatologi.

Lain-lain

10. Skin graft


• Skin graft digunakan untuk memperbaiki mukosa yang cacat, misalnya setelah operasi
keganasan dalam mulut.
• Riwayat pasien dapat digunakan untuk menentukan operasi dan skin graft yang pernah
dilakukan.

Gejala
• Tidak ada gejala.

Tanda
• Bercak putih.
• Bisa disertai rambut, tergantung lokasi donornya.
• Ada tepi warna putih yang jelas di daerah dimana skin graft bergabung dengan mukosa
mulut di sekitarnya.

11. Defisiensi vitamin A


(Lihat halaman 264).

Neoplasia dan kondisi pra-ganas

12. Leukoplakia
• Merupakan istilah klinis yang digunakan untuk menggambarkan bercak putih.
• Istilah ini digunakan untuk menggambarkan lesi yang memiliki potensi pra-ganas.
• Kurang dari 10% di antaranya berubah menjadi ganas.

Definisi WHO untuk leukoplakia


“Suatu lesi putih pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dan tidak sesuai untuk
diagnosis klinis lesi yang lain. Leukoplakia hanya diperuntukkan bagi lesi putih yang
tidak dapat diklasifikasikan sebagai penyakit lainnya”.

Faktor etiologi
Faktor yang penting dalam perkembangan leukoplakia dan keganasan dalam mulut
adalah:

• Kebiasaan merokok.
• Minuman beralkohol.
• Mengunyah sirih-pinang.

Gejala
• Seringkali tanpa gejala.
• Bila ada ulserasi baru ditemukan rasa sakit.

Tanda
• Tampilan leukoplakia bervariasi.
• Lesi bisa halus, berkeriput ataupun berfisura.
• Bercak putih dapat terlokalisir di bagian mana saja di mukosa mulut atau meluas.
• Potensi keganasan tidak ditunjukkan berdasarkan ukuran lesi.
• Lesi yang ditemukan di dasar mulut lebih sering berubah menjadi ganas.
• Oleh karena itu biopsi diperlukan untuk menentukan diagnosis tetapnya.
• Ahli histopatologi akan memeriksa tanda-tanda displasia epitel.
• Kemungkinan diperlukan pantauan yang teratur dan biopsi ulang.
• Daerah yang terlihat berbintik-bintik (speckled) atau eritematous dianggap lebih
mengkhawatirkan dibandingkan bercak putih yang halus.
• Daerah ulserasi pada bercak putih juga dianggap bermakna dan merupakan tanda
adanya potensi yang mengkhawatirkan.

13. Speckled leukoplakia

Tanda
• Lesi merah pada mukosa mulut yang disertai lesi-lesi kecil berwarna putih di
tengahnya.
• Spekled leukoplakia dan erythroplakia memiliki potensi untuk berubah menjadi ganas.

14. Erythroplakia
• Lesi berupa bercak merah yang kadang-kadang disertai daerah berwarna putih.
• Biasanya ditemukan di mukosa bukal.
• Ditemukan insidens yang tinggi untuk perubahan displastik.
15. Karsinoma sel skuamosa (lihat juga halaman 198)
• Telah diketahui adanya hubungan antara kanker mulut, leukoplakia dan terutama
speckled erythroplakia/erythroplakia.
• Namun lesi dapat berada selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum
perubahan ganas terjadi.
• Permukaan ventral lidah dan dasar mulut merupakan daerah yang memiliki risiko tinggi
untuk berubah menjadi ganas.

Kesimpulan

• Adanya hubungan antara bercak putih pada mukosa mulut dengan perubahan keganasan
mengingatkan bahwa lesi seperti ini perlu ditangani segera.
• Apabila ada keraguan tentang diagnosis suatu lesi putih, perlu dilakukan biopsi, dan
para praktisi biasanya lebih suka untuk merujuk pasien seperti ini ke spesialis untuk
mendapatkan nasehat dan perawatan selanjutnya.

Bacaan lanjutan

Scully, C., Flint, S.R. dan Porter, S.R. (1996) Oral Diseases: An illustrated guide in
diagnosis and management of diseases of the oral mucosa, gingivae, teeth, salivary
glands, bones and joints, Ed. Ke-2. London: Martin Dunitz.
Soames, J.V. dan Southam, J.C. (1998) Oral Pathology, Ed. Ke-3. Oxford: Oxford
University Press.
Lamey, P.J. dan Lewis, M.A.O. (1977) A Clinical Guide to Oral Medicine, Ed. Ke-2.
London: British Dental Association.
Bab 12. Benjolan, gumpalan dan pembengkakan

Ringkasan
Pendahuluan

Riwayat penyakit

Pemeriksaan

Diagnosis banding
Perkembangan
Torus mandibularis dan palatinus
Hemangioma dan sindroma Sturge-Weber
Limfangioma
Kista dermoid dan epidermoid (lihat Bab 9)
Kista limfoepitelial (branchial cleft cyst) (lihat Bab 9)
Kista duktus tiroglosus (lihat Bab 9)
Kista lingual median anterior (lihat Bab 9)
Kista oral dengan epitelium gastrik atau intestinal (lihat Bab 9)
Cystic hygroma (lihat Bab 9)
Kista nasofaringeal dan thymik (lihat Bab 9)

Akuisita (didapat)

1. Traumatik
Hematoma (ekimosis), udema, benda asing.
Mucocele (lihat Bab 9)

2. Hiperplastik
Peripheral giant cell granuloma (giant cell epulis)
Epulis fibrosa
Epulis gravidarum
Granuloma piogenikum
Polip fibro-epitelial
Denture hyperplasia
Epulis kongenital
Hiperplasia karena obat, misalnya epanutin, cyclosporin dan nifedipin (lihat Bab 4)
3. Infeksi

Bakteri
Abses peritonsilar (quinsy)
Bisul (boil/carbuncle)
Infeksi kelenjar liur. Sialadenitis bacterial akut dan kronis, kalkulus duktus kelenjar liur.
Periodontitis apikalis akut yang berasal dari pulpa dan abses apikal (lihat Bab 5)
Periodontitis akut (lihat Bab 5)
Osteomielitis akut (lihat Bab 8)
Angina Ludwig (lihat Bab 8)
Aktinomikosis (lihat Bab 8)
Sinus yang ada kaitannya dengan periodontitis apikalis kronis (lihat Bab 5)
Abses periodontal latreral (lihat Bab 5)
Lesi perio-endo (lihat Bab 5)
Kista, terutama kista terinfeksi (lihat Bab 9)
Limfadenopati akibat infeksi/inflamasi (lihat Bab 8 dan 10).

Virus
Mumps, cytomegalovirus, glandular fever (lihat Bab 8)
Penyakit kelenjar liur pada penderita HIV

Jamur
Infeksi jamur biasanya tampil sebagai bercak putih, bercak merah, atau ulserasi (lihat Bab
8). Namun, pada infeksi histoplasmosis, lesi nodular di mukosa dan lesi vegetatif juga
dapat terjadi (lihat Bab 10). Ulserasi yang terjadi pada penderita blastomycosis memiliki
permukaan yang kasar, pustula di kulit wajah juga dapat ditemukan (lihat Bab 10).

4. Neoplastik

Jinak:
Epitel : papiloma sel skuamosa
Jaringan ikat: fibroma, lipoma, osteoma, neurofibroma, granular cell myoblastoma
(granular cell tumor).

Ganas:
Epitel : karsinoma sel skuamosa, verrucous carcinoma, karsinoma sel basal (rodent
ulcer)
Malignant melanoma (lihat Bab 10).
Jaringan ikat: osteosarcoma,chondrosarcoma, rhabdomyosarcoma, fibrosarcoma.
Tumor sekunder
Limfoma, leukemia, sarkoma Kaposi (lihat Bab 10)
Tumor kelenjar liur
Tumor epitel:
Jinak : pleomorphic adenoma, Warthin’s tumor (adenolymphoma), adenoma sel basal,
canalicular adenoma.
Ganas: karsinoma mukoepidermoid, karsinoma sel asinik, karsinoma sistik adenoid,
polymorphous low-grade adenocarcinoma.
Non-epithelial salivary gland tumor: hemangioma.

Tidak masuk dalam klasifikasi: limfoma, penyakit Hodgkin dan tumor metastasis
sekunder.

Tumor odontogenik
Ameloblastoma
Tumor odontogenik adenomatoid
Calcifying epithelial odontogenic tumor (CEOT)
Fibroma ameloblastik

Tumor mesenkim:
Miksoma odontogenik
Fibroma odontogenik

5. Lain-lain
Displasia fibrosa (lihat Bab 13)
Penyakit Paget (lihat Bab 13)
Sindroma Sjögren (lihat Bab 13)
Angio-edema (lihat Bab 13)
Amiloid (lihat Bab 13)
Systemic Lupus Erythematosus (lihat Bab 13)
Penyakit Crohn (lihat Bab 13)
Pembengkakan tiroid
Cherubism

Pendahuluan
Benjolan, gumpalan ataupun pembengkakan yang terjadi di daerah kepala, leher dan
mulut dapat merupakan tanda adanya infeksi berat ataupun keganasan. Beberapa di
antara lesi tersebut merupakan kelainan pertumbuhan dan perkembangan, seperti torus
mandibularis atau torus palatinus, yang tidak memerlukan perawatan kecuali penjelasan
kepada pasien tentang lesi tersebut. Oleh karena sifat setiap benjolan, gumpalan dan
pembengkakan dapat mengkhawatirkan, maka perlu ditentukan diagnosis yang tepat, agar
perawatannya juga dapat dilaksanakan dengan baik. Pada kasus-kasus yang dicurigai
sebagai keganasan, pasien sebaiknya dirujuk ke spesialis yang berwenang untuk
diagnosis dan perawatan selanjutnya. Pasien yang menderita infeksi berat yang
menyebar, seperti angina Ludwig, juga perlu dirujuk ke rumah sakit, diberikan antibiotik
sistemik dan tindakan operasi yang sesuai, seperti insisi, drainase, dan ekstraksi.

Riwayat penyakit
Pada penderita lesi seperti ini diperlukan riwayat penyakit yang rinci dan teliti (lihat juga
Bab 2), dan merupakan komponen yang penting dalam penentuan diagnosis lesi.
Beberepa pertanyaan di bawah ini perlu ditanyakan:

• Sudah berapa lama menderita benjolan, gumpalan ataupun pembengkakan? (Bila lesi
sudah ada sejak lahir, kemungkinan merupakan kelainan perkembangan. Bila baru saja
terjadi, berarti lesi tersebut baru saja didapat).

Catatan penting: Tumor ganas yang sangat jarang, seperti rhabdomyosarcoma (lihat
halaman 249) terjadi pada masa anak-anak, tetapi biasanya akan bertambah besar dengan
cepat.

• Apakah lesi bertambah besar atau semakin kecil?


• Apakah ada rasa sakit? (Rasa sakit menunjukkan adanya infeksi, misalnya
abses/selulitis, trauma atau infeksi sekunder karena tumor ganas dan kista. Lesi lain
biasanya tidak menimbulkan rasa sakit).
• Pernahkah ada cairan yang keluar dari lesi? (Pada infeksi akan keluar cairan secara
spontan, intraoral atau ke daerah wajah).
• Apakah ada rasa baal (tanpa rasa) di bibir bawah atau wajah? (Dapat menunjukkan
adanya lesi yang berkembang dengan cepat atau pembuluh saraf yang langsung
terlibat).

Pemeriksaan
Catatan: Pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap dan sistematis (lihat Bab 3).

• Dengan hati-hati lakukan palpasi pada pembengkakan untuk mencari asal lesi, misalnya
tulang, kulit, kelenjar limfatik.
• Catat ukuran, bentuk dan warna lesi.
• Perhatikan kondisi umum pasien. Pembengkakan yang ada hubungannya dengan
penurunan berat badan dan kaheksia yang baru saja terjadi menunjukkan adanya
keganasan.
• Perhatikan apakah ada rasa lunak, kemerahan atau rasa panas (menunjukkan
peradangan atau infeksi, lihat Gambar 4.1 halaman 41).

• Periksa konsistensi:
lunak : contoh lipoma, udema.
kenyal : contoh epulis fibrosa, polip fibro-epitel, selulitis.
keras : contoh osteoma, tumor odontogenik.
sangat keras : contoh kanker metastasis.
keras tapi lentur: contoh kelenjar limfe pada penyakit Hodgkin.
• Periksa fluktuasi (lihat halaman 146). Menunjukkan adanya cairan dalam lesi, misalnya
abses dan kista pada jaringan lunak.
• Tentukan apakah pembengkakan tersebut melekat pada kulit di atasnya dengan cara
menggeserkan kulit di atas lesi. Bila ada perlekatan, kemungkinan lesi tersebut adalah
abses atau keganasan.
N.B. Penting juga memeriksa nodus limfatik regional, bila teraba catat lokasinya, ukuran
dan konsistensinya (lihat halaman 16).

Perkembangan

Torus mandibularis dan palatinus


• Pembesaran tulang yang keras, etiologinya tidak diketahui.
• Jarang ditemukan pada anak-anak, berkembang perlahan.
• Eksostosis (penonjolan tulang) yang serupa juga dapat ditemukan di bagian mulut
lainnya, terutama di sisi bukal maksila, di regio molar.

Gejala
Tidak ada gejala, kecuali bila mukosa di atasnya terluka karena trauma, sehingga terjadi
ulserasi.

Tanda
• Pembesaran tulang yang keras dan tidak dapat digerakkan, di garis tengah palatum atau
di permukaan lingual mandibula, biasanya di regio premolar.
• Torus mandibularis biasanya bilateral.

Catatan: Lesi bilateral biasanya berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan.

• Ukuran – sangat bervariasi, dari pertumbuhan nodula yang kecil dan datar sampai yang
menonjol dan sangat besar.
N.B. Biasanya tidak memerlukan perawatan, kecuali bila mengganggu pembuatan gigi
tiruan.
Hemangioma
• Merupakan kelainan perkembangan pembuluh darah. Sudah ada sejak lahir atau awal
masa kanak-kanak.

Gejala
• Tidak ada gejala, kecuali bila terkena trauma yang menyebabkan perdarahan luas.

Tanda
• Pembengkakan datar atau berupa nodul berwarna merah/keunguan yang akan memucat
bila ditekan.
• Dapat ditemukan pada bibir, lidah, mukosa bukal, pipi dan palatum.
• Dapat dibagi ke dalam tipe papillary, cavernous atau campuran, tergantung pada ukuran
rongga vaskular yang ada.
• Dapat melibatkan otot dan tulang.

N.B. Sangat penting untuk memastikan tulang rahang tidak terlibat (dengan
menggunakan pemeriksaan radiografi dan angiografi, lihat halaman 68), sebelum
melakukan ekstraksi gigi, sebab dapat menimbulkan perdarahan hebat. Rujuk bila ada
keraguan.

Sindroma Sturge-Weber
Suatu kelainan kongenital, yang tampak sebagai hemangioma daerah wajah, timbul
bersamaan dengan lesi di dalam mulut, ada kaitannya dengan distribusi cabang nervus
trigeminus. Dapat melibatkan meningea, dan pasien dapat mengalami epilepsi serta
kelainan mental.

Limfangioma
• Pembengkakan kelenjar limfe akibat kelainan perkembangan.
• Lebih jarang ditemukan dibandingkan hemangioma.
• Ditemukan saat lahir atau di awal masa kanak-kanak.
• Regio yang paling sering terkena adalah lidah dan bibir.

Gejala
• Lidah membesar (makroglosia).
• Bibir membesar (makrocheilia).
• Bila ada trauma dan perdarahan ke dalam rongga limfatik, maka lesi akan bertambah
besar.
Tanda
• Bibir atau lidah membengkak.
• Pembengkakan bisa lunak, licin atau nodular.

Akuisita (didapat)

1. Traumatik (lihat Bab 7)


• Sedapat mungkin penyebab trauma harus ditentukan.
• Kemungkinan diperlukan laporan yang bersifa medico-legal untuk kasus kecelakaan
jalan raya, penyerangan, kekerasan pada anak dsb.
• Catat semua informasi dengan rinci disertai gambar lesinya atau difoto untuk
menggambarkan luka yang terjadi.
• Benjolan, gumpalan dan pembengkakan akibat trauma biasanya terjadi karena udema
atau hematoma/ekimosis (luka memar).
• Udema tampak sebagai jaringan yang lunak, terangkat tanpa perubahan warna.
• Hematoma/ekimosis awalnya berwarna ungu, akibat perdarahan ke dalam jaringan.
Pembengkakan menjadi kenyal dan lunak akibat berkumpulnya darah. Dengan
pecahnya sel darah merah, pembengkakan berubah warna menjadi kekuningan/
kecoklatan.

Catatan: Hematoma dapat terjadi setelah pemberian anestesi lokal, akibat trauma yang
terjadi pada pembuluh darah. Lesi bisa terjadi dengan cepat dan ukurannya sangat luas,
terutama bila plexus pterygoideus terkena trauma. Pada orang yang sehat tanpa kelainan
darah, kelainan tersebut bersifat self-limiting. Pasien akan membutuhkan banyak
penjelasan tentang lesi dan antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

• Benda asing, seperti gigi yang patah, yang terbenam dalam jaringan selama trauma,
juga dapat menimbulkan pembengkakan yang besifat persisten. Lesi seperti ini terasa
kenyal bila dilakukan palpasi, bisa juga menjadi lunak dan dapat dipastikan
keberadaannya dengan menggunakan radiografi pada jaringan lunak.

2. Hiperplastik
Catatan:
• Hiperplasia adalah peningkatan ukuran suatu organ atau jaringan akibat adanya
pertambahan jumlah sel.
• Sedangkan hipertrofi adalah peningkatan ukuran suatu organ atau jaringan akibat
adanya peningkatan ukuran sel jaringan yang bersangkutan, misalnya otot yang
merespon kerja yang meningkat.
• Trauma rekuren, kronis dan ringan dapat menyebabkan hiperplasia pada mukosa mulut
jaringan ikat.
• Bila gingiva yang terkena, maka akan terjadi pembengkakan gingiva yang disebut
epulides (epulis tunggal, “terletak di atas gusi”).
Plak dan kalkulus merupakan faktor penyebab utama pada berbagai kondisi di bawah ini:

i. Peripheral, giant cell granuloma (giant cell epulis)


• Terjadi pada gingiva dan mukosa alveolar.

• Sebagian besar ditemukan di bagian anterior gigi molar.


• Perbandingan wanita/laki-laki = 2:1
• Puncak insidens pada laki-laki adalah di dekade kedua. Pada wanita di dekade kelima.

Gejala
• Pembengkakan pada gusi yang bisa menjadi sakit bila ada ulserasi.

Tanda
• Pembengkakan lunak berwarna merah.
• Bila masih ada gigi, lesi ditemukan di bagian bukal dan lingual, yang tergabung melalui
isthmus yang sempit.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan biopsi (lihat halaman 146) dan histopatologi menunjukkan adanya lesi
vaskular disertai sel-sel raksasa bernukleus ganda (multi-nucleated giant cell).
• Pada gambaran radiografi ditemukan lesi superfisial di tulang interdental. Gambaran ini
berbeda dengan central giant cell granuloma yang gambaran radiografinya
menunjukkan kerusakan tulang alveolar lebih luas dan daerah radiolusen yang lebih
tegas tepinya.

N.B. Giant cell lesion pada hiperparatiroidisme (brown tumor) (lihat halaman 272),
secara histologis serupa dengan central giant cell granuloma dan juga dapat tampak
sebagai pembengkakan pada jaringan lunak.

Pemeriksaan hematologi
Pada penderita hiperparatiroidisme, kadar kalsium, fosfor dan alkalin fosfatase dalam
serum tidak normal. Oleh karena itu perlu diminta pemeriksaan laboratorium untuk
membedakan central giant cell granuloma dan brown tumor (lihat halaman 272).

ii. Epulis fibromatosa (fibrous epulis)

Gejala
• Merupakan pembengkakan pada gusi, biasanya tidak ada rasa sakit.

Tanda
• Massa yang kenyal, bisa pedunculated atau sessile.
Catatan: Pedunculated – bertangkai ; sessile – dasarnya lebar.
• Warna lesi sama dengan gusi di sekitarnya.
• Dapat terjadi ulserasi di permukaan akibat trauma lokal.

Diagnosis
• Ditentukan berdasarkan biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

iii. Epulis gravidarum (pregnancy epulis)


• Biasanya lesi timbul di akhir trimester (3 bulan) pertama.

Gejala
• Pembengkakan lunak di gusi yang mudah berdarah (kadang spontan) dan dapat disertai
rasa sakit karena ulserasi yang terjadi di permukaan lesi.

Tanda
• Pembengkakan di gusi berwarna merah/ungu, lebih sering ditemukan di regio anterior.
• Secara histologis mirip dengan granuloma piogenikum yang dapat terjadi di lokasi lain,
seperti lidah dan mukosa labial selain gingiva.
• Biasanya akan menghilang setelah melahirkan.

iv. Granuloma piogenikum (pyogenic granuloma)


• Pembengkakan pada vaskular, yang secara histologis mirip dengan epulis gravidarum.
• Granuloma piogenikum awalnya disangka terjadi akibat reaksi terhadap
mikroorganisme piogenik seperti yang terjadi di kulit. Walaupun tidak seperti itu,
namun namanya sudah terlanjur melekat.

v. Polip fibro-epitel (Fibro-epithelial polyp)


• Juga disebabkan oleh trauma rekuren yang ringan.
• Tampak terutama di bibir, lidah dan pipi.

Gejala
• Pembengkakan yang tidak sakit.

Tanda
• Pembengkakan kenyal, berwarna merah muda, bisa pedunculated atau sessile.
• Ukuran diameternya bervariasi dari beberapa millimeter hingga lebih besar dari 1 cm.
• Lesi bisa menjadi datar bila tertutup oleh gigi tiruan, shingga kemudian diberi nama
“leaf fibroma”.

Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

vi. Denture hyperplasia (Gambar 12.1)


• Ada hubungannya dengan gigi tiruan yang tidak tepat letaknya dalam mulut.

Gejala
• Jaringan berlebihan yang mudah bergerak di bawah gigi tiruan.
• Timbul rasa sakit bila terjadi trauma dan ulserasi.

*** Gambar 12.1 Denture hyperplasia. ***

Tanda
• Lipatan jaringan soliter atau multipel berwarna merah muda di sulkus yang berkaitan
dengan tepi gigi tiruan.
• Gigi tiruan biasanya mudah bergerak dan terlihat sudah sangat rusak.
• Lesi lebih sering ditemukan di rahang bawah dibandingkan rahang atas, karena jaringan
pendukung gigi tiruan rahang bawah sudah banyak berkurang dan gigi tiruan rahang
bawah semakin tidak stabil.

Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.
• Secara histologis mirip dengan polip fibro-epitel.
• Pasien yang datang dengan lipatan multipel denture hyperplasia (Gambar 12.1)
sebaiknya dirujuk ke ahli bedah mulut/maksilofasial untuk dilakukan eksisi pada
jaringan hiperplasia yang terjadi dan grafting pada jaringan lunak, sebelum pembuatan
gigi tiruan yang baru dilakukan.

vii. Epulis kongenital (gingival granular cell tumor)


• Jarang terjadi. Ditemukan pada bayi yang baru lahir, berupa pembengkakan berbentuk
nodul, bersifat pedunculated.
• Biasanya timbul di regio anterior rahang atas.
• Perbandingan wanita : laki-laki = 10 : 1.

Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi

3. Infeksi

i. Abses peritonsilar (quinsy)

Etiologi
• Infeksi yang berasal dari ceruk tonsilar atau fosa supratonsilar.
• Dapat juga disebabkan oleh penyebaran infeksi (perikoronitis) dari gigi molar tiga
bawah (lihat halaman 94-96).
Gejala
• Rasa sakit
• Kesulitan menelan (disfagia).
• Rasa sakit di enggorokan.
• Demam.

Tanda
• Limfadenopati servikal.
• Pireksia (suhu tubuh meningkat).
• Dapat terjadi trismus (keterbatasan membuka mulut).
• Uvula berubah letak.
• Penebalan lapisan putih pada lidah.
• Regio tonsil, kerongkongan dan palatum molle terlihat membengkak dan eritematous.
• Pembengkakan dapat meluas menyeberang garis tengah.
• Orofaring menyempit.

N.B. Pasien abses peritonsilar harus segera dikirim ke ahli bedah maksilofasial atau ahli
telinga, hidung dan tenggorok untuk perawatan selanjutnya. Perawatan tersebut termasuk
drainase dan antibiotika, karena bila infeksi lebih menyebar lagi maka saluran pernafasan
dapat tertutup.

ii. Bisul (boil/karbunkel) (Gambar 12.2)


Suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

Gejala
• Pembengkakan yang sakit di wajah atau leher

Tanda
• Pembengkakan di kulit, lunak, hangat dan kemerahan, dapat digerakkan dari jaringan di
bawahnya, yaitu mandibula.
• Ada fluktuasi (lihat halaman 146) bila pus sudah terkumpul.

N.B. Dapat dibedakan dari infeksi gigi karena:


• Tidak ada riwayat sakit gigi.
• Tidak ada kelainan intraoral yang ditemukan.
• Tidak ada rasa lunak pada gigi saat dilakukan perkusi atau terdengar tumpul saat
dilakukan perkusi (lihat halaman 38) dan tidak ditemukan tanda gambaran radiografi
yang berasal dari gigi.
• Oleh karena itu, pasien sebaiknya dirujuk ke dokter umum yang akan memberikan
terapi antibiotika dan melakukan drainase untuk pembengkakan bila pus sudah
terkumpul.

Infeksi kelenjar liur


• Pembengkakan kelenjar liur dapat terjadi akibat infeksi virus, seperti mumps,
sitomegalovirus (lihat halaman 51) dan HIV.
• Kelenjar liur juga dapat membesar pada sindroma Sjögren (lihat halaman 277),
sarkoidosis dan bila ada kelainan neoplastik, baik jinak maupun ganas (lihat bagian
selanjutnya di Bab ini).

Pemeriksaan untuk kelenjar liur dijelaskan di halaman 17.

Infeksi bakteri biasanya disebabkan oleh streptococcus dalam mulut, Staphylococcus


aureus atau bakteri anaerob dalam mulut. Dua bentuk infeksi bakteri telah dijelaskan.

i. Sialadenitis bakterial akut


• Faktor predisposisi yang berperan adalah kalkulus duktus salivarius, dehidrasi dan
pasien yang lemah badan, misalnya setelah operasi mayor daerah perut.
• Etiologi diperkirakan karena aliran saliva yang menurun.
• Juga dapat terjadi pada pasien sindroma Sjögren dan xerostomia karena sebab yang lain,
misalnya terapi obat atau radioterapi.

Gejala
• Kelenjar liur membengkak dan sakit.

Tanda
• Mulut terasa kering.
• Kulit di atas kelenjar terasa lunak dan kemerahan.
• Malaise.
• Pireksia.
• Pus dapat terlihat intraoral atau mengalir keluar duktus pada waktu dilakukan pemijatan
pada kelenjar.

Diagnosis
• Dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas antibiotika pada pus yang keluar.
• Setelah diberikan antibiotika dan gejala akut mereda, perlu dilakukan sialografi untuk
melihat kelancaran duktus dan fungsi struktur asinar di kelenjar.

ii. Sialadenitis bakterial kronis


• Suatu peradangan ringan yang biasanya ada kaitannya dengan obstruksi duktus kelenjar
liur.
• Kelenjar liur submandibula lebih sering terkena dibandingkan kelenjar liur parotis.
• Bila terjadi eksaserbasi, akan menyebabkan sialadenitis bakterial.
• Biasanya bersifat unilateral.

Gejala
• Pembengkakan lunak dan rekuren pada kelenjar liur.
• Di dalam mulut ada rasa asin yang kuran enak.

Tanda
• Kelenjar liur lunak dan membesar.
• Selama periode eksaserbasi akut, pus mengalir melalui duktus kelenjar bila dilakukan
pemijatan.

Tes diagnostik
• Sialografi

iii. Kalkulus duktus salivarius


Pembengkakan akut dan kronis kelenjar liur pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh
kalkulus (sialolith) yang menyumbat aliran saliva karena menutup duktus kelenjar.

• Kelenjar liur submandibula lebih sering terkena.


• Biasanya bersifat unilateral.
• Dalam kelenjar atau duktus yang sama dapat ditemukan beberapa batu sekaligus.
• Aliran saliva yang tersumbat menyebabkan infeksi akut dan dapat menyebabkan
peradangan kronis di kelenjar.

Gejala
• Rasa sakit.
• Pembengkakan kelenjar, terutama saat makan ketika aliran saliva mengalami stimulasi.

Tanda
• Kelenjar saliva membesar dan lunak.
• Kalkulus bisa terlihat di dalam duktus dan berwarna putih atau kekuningan.
• Kalkulus kemungkinan dapat teraba di duktus submandibula (lihat halaman 17) dan di
orifis duktus kelenjar liur parotis.

*** Gambar 12.3 Kalkulus duktus kelenjar liur. ***

Tes diagnostik (Gambar 12.3)


• Gambaran radiografi memperjelas adanya batu yang radiopak.
• Untuk kelenjar liur submandibula dapat digunakan film oklusal, sedangkan untuk
kelenjar liur parotis dapat digunakan film yang ditempelkan di pipi.
• Sialografi dapat menentukan lokasi sumbatan dan obstruksi yang disebabkan oleh
kalkulus.
• Pemeriksaan ultrasound dapat digunakan untuk menunjukkan adanya obstruksi.
iv. Penyakit kelenjar liur pada penderita HIV
• Lesi kelompok II (yang lebih jarang berkaitan dengan infeksi HIV) (lihat halaman 153).
• Dapat ditemukan pada anak-anak dan dewasa (jarang) yang terinfeksi HIV.
• Tampak sebagai pembengkakan pada kelenjar liur parotis (Gambar 12.4).

*** Gambar 12.4 Pembengkakan kelenjar liur parotis pada penyakit kelenjar liur yang
berkaitan dengan infeksi HIV. ***

Gejala
• Pembengkakan parotis unilateral ataupun bilateral yang sakit.
• Dapat terjadi xerostomia (mulut kering).
• Mulut kering juga dapat terjadi tanpa pembengkakan kelenjar liur pada penderita infeksi
HIV.

Tanda
• Pembengkakan kelenjar liur parotis yang kenyal, tanpa rasa sakit.
• Ditemukan pada remaja dan anak-anak (kebalikan dengan sindroma Sjögren) (lihat
halaman 277).
• Dapat ditemukan limfadenopati menyeluruh.

Tes diagnostik
• CT scanning dapat menunjukkan adanya perubahan multiple cystic di dalam kelenjar
parotis, biasanya bilateral.
• Biopsi yang dilakukan pada kelenjar liur labial akan menunjukkan adanya infiltrasi
limfosit.
• Juga dapat dilihat perubahan mulut lainnya (lihat halaman 277) yang berhubungan
dengan infeksi HIV.
• Kemungkinan perlu dilakukan HIV antibody testing setelah dilakukan konseling.

4. Neoplastik

Jinak

Tumor epitel

i. Papiloma sel skuamosa


• Biasanya terlihat sebagai lesi soliter di palatum, tetapi dapat juga terjadi di mukosa
mulut lainnya.
• Ada hubungannya dengan human papilloma virus (HPV).
Gejala
• Pembengkakan yang tidak sakit.

Tanda
• Lesi bisa pedunculated atau sessile.

• Lesi klasiknya berupa pertumbuhan yang menyerupai kembang kol dengan permukaan
berwarna putih atau merah muda tergantung derajat keratinisasi yang terjadi.
• Secara histologis tidak ditemukan displasia epitel dan papiloma sel skuamosa tidak
berubah menjadi ganas.

Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

Tumor jinak jaringan ikat

i. Fibroma
• Sebagaimana halnya dengan tumor jaringan ikat rongga mulut lainnya, lebih jarang
ditemukan dibandingkan lesi hiperplasia.
• Secara klinis serupa dengan polip fibro-epitel.

Gejala
• Pembengkakan yang tidak sakit.

Tanda
• Pembengkakan yang kenyal, berwarna merah muda, bertangkai (pedunculated) atau
berdasar-lebar (sessile), sering ditemukan di palatum atau gusi.

Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

ii. Lipoma
• Tumor jinak sel adiposus (lemak) yang sudah matang.
• Intraoral jarang ditemukan.

Gejala
• Pembengkakan lunak, tidak sakit, sering ditemukan di pipi, mukosa bukal, bibir dan
dasar mulut.

Tanda
• Pembengkakan lunak, mudah bergerak, berwarna kuning yang seolah disertai fluktuasi
(pseudo-fluktuasi).
Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

iii. Osteoma
• Tumor tulang yang jinak dan berkembang secara perlahan.

Gejala
• Pembengkakan keras, tidak sakit yang secara perlahan bertambah ukurannya.

Tanda
• Pembengkakan keras pada tulang yang bersifat soliter.
• Osteoma multipel terjadi pada sindroma Gardner. Kelainan ini diturunkan dalam
keluarga dan bersifat autosomal dominan. Lesi terdiri dari: osteoma rahang multipel,
kista epidermoid, lipoma, fibroma, pigmented ocular fundic lesion, polip multipel di
colon, yang memiliki potensi kuat untuk berubah menjadi ganas. Dapat juga ditemukan
gigi berlebih yang impaksi. Semua pasien osteoma multipel harus dirujuk ke dokter ahli
yang berwenang untuk dilakukan pemeriksaan lengkap, karena adanya risiko untuk
berubah menjadi ganas.
• Osteoma terbagi menjadi bentuk: compact dan cancellous.
• Biasanya ditemukan di sudut rahang bawah.
• Lokasinya tersebut dapat digunakan untuk membedakan osteoma dari torus.

Tes diagnostik
• Gambaran radiologi menunjukkan lesi radiopak yang berbatas tegas (Gambar 12.5).
• Biopsi dan pemeriksaan histopatologi.

*** Gambar 12.5 Osteoma di regio molar satu rahang atas kanan. ***

Tumor nervus perifer

iv. Neurofibroma
• Ditemukan pada penyakit von Recklinghausen (neurofibromatosis multipel) sebagai
tumor multipel.
• Lesi bisa bersifat soliter.
• Merupakan kelainan perkembangan pada serabut saraf.
• Dapat diturunkan sebagai kelainan autosomal dominan.
• Pada sekitar 5-15% kasus neurofibromatosis multipel ditemukan perubahan ke arah
keganasan menjadi sarkoma.
• Jarang ditemukan perubahan ke arah keganasan pada lesi yang soliter.
• Pembengkakan yang terjadi pada kulit menyebabkan kecacatan yang luas (elephantiasis
neuromatosa).
• Komplikasi yang dapat terjadi adalah: hambatan mental, epilepsi dan paraplegia akibat
keterlibatan saraf pusat dan spinalis.
• Jarang ditemukan di mulut (sekitar 5% kasus).
• Tumor kulit berkembang saat pubertas.

Gejala
• Pembengkakan pada jaringan lunak di lidah dan gusi yang biasanya tidak sakit.
• Lesi di kulit dapat menyebabkan rasa gatal/
• Bila dihubungkan dengan nervus dental inferior dan saraf lainnya di daerah kepala dan
leher, maka dapat ditemukan juga rasa sakit di wajah, tuli, dan parestesia (gangguan
indera peraba).
• Dapat ditemukan bercak pigmentasi kulit (café-au-lait). Kelainan ini berkembang lebih
awal dan mendahului tumor kulit.

Tanda
• Pembengkakan lunak bersifat multipel, bahkan sampai dengan ratusan lesi.
• Daerah tubuh manapun dapat terkena.
• Pembengkakan lunak dan bertangkai (pedunculated) dapat ditemukan dalam mulut.
• Bila di gusi pembengkakan dapat berdasar lebar (sessile).
• Tumor dapat digerakkan ke arah lateral, tetapi tidak dapat digerakkan dalam arah yang
sama dengan perjalanan saraf.

Tes diagnostik
• Lesi yang soliter dapat dieksisi dan dikirim untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi.
• Lesi multipel seperti yang ditemukan pada penyakit von Recklinghausen hanya dirawat
bila menimbulkan gejala atau bila kecacatan yang ditimbulkan sangat parah, karena
eksisi yang dilakukan pada seluruh lesi bukanlah tindakan yang praktis.
• Pemeriksaan radiografi (panoral) dapat menunjukkan adanya daerah radiolusen seperti
kista bila daerah tulang terlibat.

N.B. Pasien perlu diperiksa oleh dokter umum atau ahli penyakit kulit yang merawatnya,
selain dokter gigi bila ditemukan lesi dalam mulut, karena insidens yang tinggi untuk
berubah menjadi ganas.

v. Mioblastoma sel granula (tumor sel granula)


• Diperkirakan berasal dari saraf.

Gejala
• Pembengkakan tidak sakit yang sering ditemukan di lidah.

Tanda
• Pembengkakan kenyal, tidak lunak, dengan permukaan yang halus dan berwarna
keabuan/putih.

Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

vi. Ossifying fibroma (cemento-ossifying fibroma)


• Lesi pada rahang yang berbatas tegas, terdiri dari jaringan fibrosa, tulang dan jaringan
lainnya yang mengalami mineralisasi, dan menyerupai sementum. Secara histologis
mirip dengan displasia fibrosa (lihat halaman 276), sehingga perlu dibedakan. Lesi ini
berbatas tegas, beda dengan displasia fibrosa yang tidak tegas batasnya dan menyatu
dengan tulang yang normal.
• Biasanya ditemukan pada usia 20 – 40 tahun.

Gejala
• Pembengkakan di rahang yang berkembang perlahan, dan tidak sakit.
• Seringkali ditemukan di regio premolar/molar rahang bawah.

Tanda
• Pembengkakan yang keras, tidak lunak, melebarkan lempeng korteks (cortical plates)
tulang arah bukal dan lingual.

Tes diagnostik

Radiologi
• Lesi terlihat radiolusen, berbatas tegas, dengan tepi radiopak.
• Di dalam lesi ditemukan materi radiopak yang mengalami kalsifikasi.
• Walaupun biasanya berkembang perlahan, kadang pada beberapa anak dan remaja
terlihat berkembang cepat.
• Rekurensi rata-rata untuk lesi yang berkembang cepat pada remaja dan anak-anak dapat
setinggi 60%.
• Diperlukan juga biopsi dan pemeriksaan histopatologi.

Ganas
Epitel

i. Karsinoma sel skuamosa


Lihat juga Bab 10, halaman 198. Penampilan klinisnya bervariasi.

Gejala
• Dapat timbul sebagai pembengkakan yang tidak sakit.
• Atau sebagai daerah ulserasi, yang awalnya tidak sakit, tetapi menjadi sangat sakit bila
pembuluh saraf terlibat atau bila terinfeksi.
• Dapat juga tampil sebagai bercak merah (erythroplakia) atau bercak putih
(leukoplakia).

Tanda
• Suatu pembengkakan yang disertai indurasi (pengerasan abnormal pada organ atau
jaringan) dan melekat pada struktur jaringan di bawahnya.

• Bila lidah terlibat, pergerakannya berkurang karena lidah melekat pada dasar mulut.
• Nodus limfatik perlu dipalpasi (lihat halaman 16), karena pada 30% pasien, nodus
limfatik ikut terlibat.
• Nodus yang membesar menjadi kenyal atau keras, tidak lunak dan dapat juga melekat
pada jaringan di sekitarnya.

ii. Karsinoma verukosa (verrucous carcinoma)


• Bentuk karsinoma sel skuamosa yang berkembang perlahan, lebih ringan, terjadi pada
mukosa mulut dan kulit.
• Bersifat invasif, tetapi terlokalisir. Ditemukan di sulkus bukalis pengunyah tembakau.

Gejala
• Biasanya tidak ada rasa sakit.
• Pembengkakan yang tebal, permukaannya kasar, berwarna putih.

Tanda
• Jaringan epitel tebal, berlipat, berwarna putih.
• Lesi berbentuk seperti kembang kol, permukaannya kasar.
• Tidak mengalami metastasis.

Diagnosis
• Biopsi dan histopatologi.

N.B. Perawatan untuk karsinoma verukosa adalah operasi, karena pernah ada yang
melaporkan bahwa lesi berubah menjadi ganas bila dilakukan radioterapi.

iii. Karsinoma sel basal/rodent ulcer


• Tumor yang terjadi pada kulit.
• Tidak terjadi dalam mulut.
• Ditemukan pada orang tua, terutama yang pekerjaannya di luar gedung atau orang
Eropa yang tinggal di daerah beriklim panas.
• Faktor etiologi utama adalah radiasi sinar ultraviolet dan sinar matahari.
• Naevoid multipel karsinoma sel basal dan odontogenic keratocyst merupakan gambaran
klinis sindroma naevus sel basal multipel (sindroma Gorlin dan Goltz).
Gejala
• Pembengkakan daerah wajah atau bibir yang berkembang perlahan dan tidak sakit.

Tanda
• Pembengkakan nodular dengan tepi menonjol, dapat disertai ulserasi. Tepi lesi
menonjol, bergulung dan mengkilap.
• Lesi bersifat invasive, tetapi terlokalisir dan destruktif. Jarang terjadi penyebaran
metastasis.

Diagnosis
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

Jaringan ikat

i. Osteosarkoma (Gambar 12.6)


• Merupakan tumor ganas utama pada tulang yang paling sering terjadi.
• Sebagaimana halnya dengan sarcoma lainnya, memiliki kecenderungan untuk
metastasis melalui pembuluh darah, bukan pembuluh limfe.
• Namun, jarang melibatkan tulang rahang.
• Lebih sering ditemukan pada rahang bawah.
• Lebih banyak ditemkan pada laki-laki daripada wanita.
• Biasanya ditemukan pada usia 30 – 40 tahun.

*** Gambar 12.6 Osteosarcoma pada korpus mandibula sebelah kiri. ***

• Dapat tampil sebagai komplikasi penyakit Paget atau radioterapi.


• Merupakan tumor yang cepat invasinya disertai tingkat rekurensi yang tinggi.

Gejala
• Pembengkakan yang berkembang cepat, disertai rasa sakit.
• Lesi kenyal atau keras.
• Pembukaan rahang terbatas.
• Ada rasa baal pada bibir bawah.
• Gigi-geligi goyang.

Tanda
• Pembengkakan rahang yang kenyal atau keras.
• Trismus.
• Ulserasi yang terjadi pada mukosa merupakan tanda bahwa lesi sudah lanjut.
• Mobilitas gigi abnormal.
Tes diagnostik
Radiologi (Gambar 12.6)
• Tampilannya bervariasi, kerusakan tulang tidak beraturan, tampak sebagai radiolusensi.
Sebagian besar massa tumor radiopak akibat pembentukan tulang neoplastik.
• Bila periosteum terangkat akibat perforasi lempeng korteks, tampil gambaran trabekula
tulang yang tegak lurus, dan diberi nama “sunray”.
• Biopsi dan pemeriksaan histopatologi.

Tumor jaringan ikat pada rahang yang jarang ditemukan, termasuk:

ii. Kondrosastoma
• Daerah yang sering terlibat adalah bagian anterior maksila (sekitar 60% kasus).

Gejala
• Pembengkakan yang sakit, gigi-geligi longgar.

Tanda
• Pembengkakan kenyal atau keras.
• Gigi-geligi mengalami drifting atau goyang.

Tes diagnostik
Radiologi
• Gambaran radiografi menunjukkan radiolusensi multilokular yang batasnya tidak tegas.

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi


• Sulit untuk membedakan tumor yang ganas dan yang jinak.
• Kondrosarkoma jarang mengalami metastasis, tetapi sering terjadi rekurensi lokal dan
dapat lebih agresif dibandingkan tumor asalnya.

iii. Rhabdomiosarkoma
• Tumor ganas pada otot lurik (striated muscle).
• Jarang ditemukan di dalam mulut, tetapi merupakan sarkoma jaringan lunak yang sering
ditemukan di daerah kepala dan leher.
• Terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun.

Gejala
• Pembengkakan yang tidak sakit, biasanya di palatum molle.

Tanda
• Pembengkakan lunak yang berkembangb cepat.
• Dapat tampil sebagai pembengkakan menyerupai polip yang bersifat multipel, mirip
sekelompok anggur (botryoid rhabdomyosarcoma).
Tes diagnostik
• Biopsi dan pemeriksaan histopatologi.

iv. Fibrosarcoma
• Sangat jarang ditemukan di rahang dan jaringan lunak mulut.
• Sebagian besar timbul pada mandibula dan pada orang dewasa.
• Juga dapat terjadi pada lidah dan pipi.
• Sebagian besar pasien berusia 30 – 55 tahun.

Gejala
• Kecepatan pertumbuhan pembengkakan bervariasi.
• Rasa sakit timbul bila ada ulserasi dan infeksi sekunder / perdarahan.

Tanda
• Pembengkakan yang kenyal, halus, berlobul.
• Lesi dapat menggembung dan bertambah gemuk akibat proliferasi kolagen dan
fibroblas.
• Dapat ditemukan ulserasi di permukaan.

Tes diagnostik
• Biopsi dan pemeriksaan histopatologi.

v. Tumor sekunder
• Terjadi di rahang, biasanya di sudut mandibula, sebagai akibat adanya metastasis
melalui pembuluh darah.
• Tumor yang metastasis ke dalam rahang biasanya adalah yang berasal dari paru
(bronkus), payudara, prostat, tiroid dan ginjal.
• Lesi dapat merupakan tampilan klinis pertama dari suatu tumor primer yang belum
didiagnosis.

Gejala
• Bila nervus alveolaris inferior terlibat, maka akan ditemukan rasa sakit, pembengkakan,
dan rasa baal pada bibir bawah.
• Gigi terasa longgar.
• Lesi dapat tampil sebagai pembengkakan jaringan lunak di regio yang baru saja
diekstraksi giginya, kemudian tumor masuk ke dalam soket gigi.

Tanda
• Pembengkakan kenyal atau keras di wajah/ mulut pasien lansia.
• Intraoral: dapat terlihat sebagai pembengkakan lunak , tidak beraturan, berwarna
merah/ungu yang keluar dari soket gigi.

Tes diagnostik
Radiologi (Gambar 12.7)
• Radiolusensi tidak beraturan yang dapat meluas.
• Terlihat gambaran moth-eaten appearance, yang mirip dengan osteomielitis.
• Tumor sekunder dari prostat biasanya sklerotik (radiopak).

*** Gambar 12.7 Tumor sekunder di ramus ascendens mandibula.***

Pemeriksaan biopsi dan histopatologi


• Bila tumor sekunder akibat metastasis sudah dapat dipastikan, pasien harus dirujuk guna
mendapatkan pemeriksaan medis yang lebih lengkap, radiografi dan hematologi untuk
menentukan lokasi tumor primer.

Tumor kelenjar liur


(Untuk pemeriksaan kelenjar parotis dan submandibularis lihat Bab 3, halaman 17).
• Diklasifikasikanj oleh WHO menjadi tumor epitel, tumor non-epitel dan tumor yang
tidak masuk dalam klasifikasi.
• 80% tumor kelenjar liur terjadi di kelenjar parotis.
• 80% bersifat jinak.
• Rasa sakit dan perkembangancepat merupakan gejala yang menunjukkan adanya
keganasan, walaupun infeksi dan adenolimfoma (tumor Warthin) juga dapat terasa
sakit.

Tumor jinak kelenjar liur

Tumor epitel

i. Pleomorphic adenoma
• Tumor kelenjar liur yang umumnya ditemukan.
• Merupakan 65% tumor parotid, 60% tumor submandibula dan 45% tumor kelenjar liur
minor.
• Jarang ditemukan di kelenjar sublingual.
• Wanita lebih sering terkena.
• Sebagian besar kasus ditemukan pada usia 50 – 60 tahun.
• Tumor kelenjar liur minor terjadi di palatum, bibir dan mukosa bukal.

Gejala
• Pembengkakan yang berkembang perlahan, tidak sakit, dapat terjadi bertahun-tahun.

Tanda
• Pembengkakan lunak atau kenyal yang berlobul.
• Intraoral: pembengkakan dapat bergerak pada jaringan yang dalam.
• Kulit atau mukosa di atas lesi terlihat normal kecuali bila terkena trauma.

Tes diagnostik
• Dilakukan fine-needle aspiration untuk mendapatkan contoh jaringan (lihat halaman
49) dan pemeriksaan mikroskopis pada sel.
• Computerized tomography (CT scan) menunjukkan gambaran lobulasi tumor dan untuk
membedakannya antara jaringan kelenjar dan jaringan sekitarnya.
• Magnetic resonance imaging (MRI).

• Sialografi digunakan untuk perubahan peradangan kronis, tetapi tidak terlalu


bermanfaat untuk diagnosis tumor.

N.B. Walau pada tumor jinak sekalipun, infiltrasi kapsul yang dapat menunjukkan variasi
ketebalan merupakan hal yang lumrah ditemukan.
• Biopsi eksisi tumor parotis merupakan kontraindikasi karena ada risiko penyebaran sel
tumor.

N.B. Tumor tersebut biasanya berisi mucin, sehingga mudah pecah.


• Kondisi ini menimbulkan rekurensi multiple.
• Perubahan ke arah keganasan dapat terjadi, walaupun tidak lazim dan lebih sering
terjadi rekurensi.

ii. Tumor Warthin (adenolymphoma)


• Suatu tumor jinak pada kelenjar parotis.
• Berkembang perlahan.
• Perbandingan laki-laki : wanita = 3 : 2
• Dapat bersifat bilateral (10%) atau multifokal dalam satu kelenjar. Sebagian besar
penderitanya berusia di atas 50 tahun.

Gejala
• Biasanya berupa pembengkakan tidak sakit, walau beberapa di antaranya dapat
menimbulkan rasa sakit akibat sifat cystic tumor tersebut..

Tanda
Pembengkakan lunak di kelenjar parotis.

Tes diagnostik
• Sama dengan untuk pleomorphic adenoma.

iii. Adenoma sel basal


• Tujuh puluh lima persen ditemukan di kelenjar parotis, 20% di bibir atas.
• Merupakan 1% dari semua tumor kelenjar liur.
Tanda, gejala dan tes diagnostik
• Sama dengan tumor jinak kelenjar liur lainnya.

iv. Canalicular adenoma


• Sebagian besar penderitanya berusia di atas 50 tahun.
• Tampak sebagai pembengkakan tidak sakit di bibir atas.

Tes diagnostik
• Biopsi eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

Tumor kelenjar liur jinak lainnya yang lebih jarang ditemukan


Termasuk di sini adalah: ductal papilloma, clear cell adenoma, oncocytoma dan
papillary cystadenoma

Tumor ganas kelenjar liur


• Karsinoma kelenjar saliva agak jarang ditemukan.
• Merupakan 1% dari seluruh keganasan yang ada.

N.B. Tumor yang ditemukan di kelenjar liur submandibula, sublingual dan kelenjar saliva
minor lebih besar kemungkinannya untuk menjadi ganas daripada kelenjar parotis.

• Gejala rasa sakit, perkembangan yang cepat, pembengkakan kelenjar limfe dan facial
palsy (pada tumor parotid) merupakan indikasi adanya keganasan.
• Perlekatan lesi pada jaringan sekitarnya merupakan tanda klinis yang lebih memperkuat
keganasan.

i. Karsinoma mukoepidermoid
• Sebagian besar terjadi di kelenjar parotis dan merupakan 1.5% dari tumor parotid yang
ada.
• Insidens relatif lebih tinggi pada kelenjar saliva minor, yaitu 10 – 15% tumor, dengan
palatum yang merupakan regio yang paling sering terlibat.
• Tidak pernah ditemukan di kelenjar sublingual.
• Insidens tertinggi ditemukan pada usia 40 – 50 tahun.

Gejala
• Dapat serupa secara klinis dengan pleomorphic adenoma yang jinak.
• Namun, dapat menyebabkan rasa sakit, ulserasi dan kelemahan pada saraf fasial.
Tanda
• Tumor cystic dapat berubah-ubah.
• Dapat ditemukan ulserasi mukosa.
• Pada karsinoma mukoepidermoid di parotis dapat terjadi palsy pada nervus fasialis.

Tes diagnostik
• CT scanning dan MRI.
• Pemeriksaan histopatologis memperkuat diagnosis dan memungkinkan tumor untuk
dimasukkan ke dalam kelompok berdiferensiasi dengan baik (derajat rendah) atau
berdiferensiasi buruk (derajat tinggi).
• Tumor derajat tinggi memiliki rekurensi rata-rata setinggi 80% dan 5-year survival rate
40%.

• Tumor derajat rendah memiliki rekurensi rata-rata kurang dari 10% dan 5-year survival
rate 95%.

ii. Karsinoma sel asini


• 85% di antaranya ditemukan di kelenjar parotis.
• Jarang ditemukan di kelenjar submandibula atau sublingual.
• Perbandingan wanita : laki-laki = 2 : 1
• Insidens tertinggi ditemukan pada pasien di atas usia 70 tahun.

Tanda dan gejala


• Sebagaimana halnya adenoma jinak, walaupun tumor berdiferensiasi buruk, dapat
menyebabkan facial palsy.

Tes diagnostik
• Sama dengan pleomorphic adenoma.
• Pemeriksaan histopatologi dapat menentukan diagnosis tetapnya.

iii. Adenoid cystic carcinoma


• Biasanya ditemukan pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
• 80% adenoid cystic carcinoma terjadi pada kelenjar liur submandibula dan kelenjar liur
minor.
• Merupakan 30% dari tumor kelenjar liur minor.

Gejala
• Rasa sakit ataupun ulserasi kulit dan mukosa lebih banyak ditemukan dibandingkan
pleomorphic adenoma.
• Facial palsy sering terjadi pada tumor parotid.
• Lesi biasanya berkembang perlahan, namun masih dapat dibedakan secara klinis dari
pleomorphic adenoma.
Tes diagnostik
• Sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
• Pemeriksaan histologis yang menentukan diagnosis tetap adenoid cystic carcinoma
adalah “Swiss cheese appearance” yang khas.

N.B.
• Penyebaran tumor di sepanjang dan di sekitar nervus merupakan ciri yang khas lesi ini
(penyebaran perineural dan intraneural).
• Penyebaran juga terjadi di dalam rongga sumsum tulang dan saluran dalam tulang.
• Ada metastasis ke dalam nodus limfatik regional dan paru-paru.

iv. Polymorphous low-grade adenocarcinoma


• Terjadi pada kelenjar liur minor, terutama di palatum.

Gejala
• Pembengkakan palatal yang tidak sakit.

Tanda
• Pembengkakan kenyal yang nantinya akan mengalami ulserasi.
• Tumot bersifat invasif lokal.
• Jarang terjadi metastasis.
• Beberapa variasi karsinoma kelenjar liur telah disebutkan, termasuk adenocarcinoma
(tidak dibahas secara khusus), karsinoma duktus salivarius, karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma sel basal, karsinoma diferensiasi buruk.
• Tanda dan gejala klinisnya sama dengan tumor ganas kelenjar liur lainnya.
• Diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

Tumor non-epitel
• Kurang dari 5% tumor kelenjar liur adalah non-epitel.

Hemangioma
• Dapat tampak sejak lahir.
• Ditemukan pada anak-anak usia muda.

Gejala
• Pembengkakan kelenjar parotis yang tidak sakit.

Tanda
• Pembengkakan kelenjar parotis yang lunak, kadang berwarna biru.

Tumor yang tidak masuk klasifikasi

i. Limfoma
• Jarang ditemukan limfoma primer kelenjar liur.
• Biasanya merupakan bagian dari penyakit yang menyebar.
• Biasanya yang sering terkena adalah kelenjar parotis.
• Juga ditemukan di kelenjar liur submandibula dan kelenjar liur minor di palatum.
• Usia penderitanya 50 tahun atau lebih.
• Perbandingan wanita : laki-laki = 2 : 1.
• Merupakan komplikasi sindroma Sjögren (5% pasien) dan lesi limfoepitel jinak
(BLL/benign lympho-epithelial lesion) yang memliki gambaran histologis serupa
dengan sindroma Sjögren.

Gejala
• Pembengkakan yang berkembang cepat dan sakit.
• Bila kelenjar parotis terlibat akan terjadi kelemahan pada nervus fasialis.Pembengkakan

Tanda
• Pembengkakan kenyal di kelenjar.
• Lesi yang sudah lanjut memiliki tanda berupa perlekatan pada jaringan di sekitarnya.
• Dapat ditemukan kelemahan nervus fasialis.

Tes diagnostik
• Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
• Pemeriksaan histopatologi dapat menentukan bahwa sebagian besar lesi termasuk tipe
non-Hodgkin.

ii. Penyakit Hodgkin


• Jarang melibatkan kelenjar liur.
• Perbandingan laki-laki : wanita = 4 : 1
• Puncak insidens terjadi pada usia 30 – 40 tahun.

Gejala
• Pembengkakan tidak sakit di kelenjar liur.

Tanda
• Pembengkakan lunak seperti karet yang disebabkan oleh penyakit yang lebih banyak
terjadi pada nodus limfatik di dekatnya dibandingkan kelenjar liurnya sendiri.

Tes diagnostik
• Sama dengan di atas.

iii. Tumor metastasis sekunder


• Jarang ditemaukan di kelenjar liur.
• Sebagian besar merupakan penimbunan sekunder di nodus limfatik di dekatnya.
• Tumor primer yang seringkali ditemukan adalah melanoma dan tumor kulit.

Tumor odontogenik
i. Ameloblastoma
• Adalah tumor odontogenik yang berasal dari epitelium.
• Jarang ditemukan dan berkembang perlahan.
• Merupakan kurang dari 1% dari semua tumor dalam mulut.
• Sebagian besar kasus yang ditemukan didiagnosis pada pasien berusia 30 –60 tahun,
tetapi dapat terjadi juga pada anak-anak dan lansia.
• 80% berkembang di mandibula, 70% di antaranya di regio molar dan ramus ascendens.
• Dapat ditemukan secara tidak disengaja untuk pertama kalinya saat dilakukan
pemeriksaan radiografi.

Gejala
• Di stadium awal tidak ditemukan gejala.

• Dengan bertambahnya ukuran tumor, akan terbentuk pembengkakan keras akibat


ekspansi tulang rahang.
• Tumor yang besar ukurannya menimbulkan kerusakan wajah.
• Rasa sakit ataupun parestesia jarang sekali terjadi.
• Gigi goyang.

Tanda
• Pembengkakan rahang tidak lunak, keras seperti tulang.
• Ada gejala seperti kulit telur pecah (“egg-shell crackling”) akibat membesarnya tumor
dan menipisnya tulang.
• Lama-kelamaan tulang akan mengalami perforasi, sehingga lesi berlanjut ke jaringan
lunak.
• Gigi goyang.

Tes diagnostik
• Radiologi (Gambar 12.8).
• Biasanya ditemukan radiolusensi multiloculated., tetapi 10% di antaranya lesi tunggal.
• Bila ada hubungannya dengan gigi yang tidak erupsi dapat menyerupai kista
dentigerous.
• Pada tepi tulang ditemukan indentasi.
• Akar gigi sebelahnya mengalami resorbsi (“mice nibbles”).
• Pemeriksaan radiografi dari arah oklusal dapat bermanfaat, sebagai tambahan untuk
pemeriksaan panoral. Dengan kedua cara tersebut akan dapat dilihat ekspansi lesi
dalam arah bukal dan lingual.
• Varian lainnya termasuk gambaran “soap-bubble” atau “honeycomb” dalam tulang saat
pemeriksaan radiografi.
*** Gambar 12.8 Ameloblastoma di mandibula kiri regio canine-premolar.***

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi


• Ada dua tipe yang dijelaskan, yaitu folikular dan fleksiform, keduanya mengandung sel-
sel stellate-reticulum.
• Mudah ditemukan pembentukan kista.
• Ameloblastoma bersifat lokal dan invasif, diperlukan eksisi yang sangat luas untuk
mencegah rekurensi.

N.B.
• Ameloblastoma unicystic ditemukan pada pasien muda (20 – 3- tahun) dan ditemukan
di regio molar tiga.
• Dalam gambar radiografi mirip dengan kista dentigerous dan biasanya dihubungkan
dengan gigi molar tiga yang tidak erupsi.

• Diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.


• Dapat lebih berhasil dirawat bila menggunakan cara enukleasi dan kuretase, daripada
eksisi luas.

ii. Tumor odontogenik adenomatoid (sebelumnya dikenal sebagai


adenoameloblastoma)
• Lebih banyak ditemukan pada wanita. Perbandingannya 2 : 1.
• Tumor jinak yang biasanya ditemukan pada pasien berusia 20 – 30 tahun.
• Ditemukan di regio caninus maksila.

Gejala
• Pembengkakan berkembang perlahan, tidak sakit.

Tanda
• Pembengkakan keras di maksila.

Tes diagnostik
Radiologi
• Radiolusensi berbatas tegas.
• Kalsifikasi yang terjadi dalam tumor memberikan gambaran radiopak.

N.B. Sangat penting untuk membedakannya dari ameloblastoma, karena tumor


odontogenik adenomatoid hanya memerlukan enukleasi dan tidak ada rekurensi.

iii. Calcifying epithelial odontogenic tumor (CEOT)


• Juga dikenal sebagai tunor Pindborg.
• Tumor yang jarang ditemukan, junak, local dan invasif.
• Usia rata-rata penderitanya adalah 40 tahun.
• Mandibula terlibat dua kali lebih banyak dibandingkan maksila.
• Sebagian besar ditemukan di regio molar dan premlar.
• Sering dihubungkan dengan gigi yang tidak erupsi.

Gejala
• Pembengkakan keras, seperti tulang, tidak sakit.

Tes diagnostik
Radiologi (Gambar 12.9)
• Radiolusensi tidak beraturan, tepi tidak tegas.
• Di dalam gambaran radiolusensi ada daerah radiopak akibat kalsifikasi.
• Dihubungkan dengan mahkota gigi yang tidak erupsi.

*** Gambar 12.9 Calcifying epithelial odontogenic tumor di mandibula regio insisivus
dan caninus.***
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi
• Memastikan adanya timbunan menyerupai amiloid dan sel raksasa berinti banyak.
• Dapat menyerupai karsinoma diferensiasi buruk, sehingga harus dibedakan dengannya.

iv. Fibroma ameloblastik


• Tumor jinak yang jarang terjadi, lebih banyak ditemukan pada penderita dewasa muda.
• Perlu dibedakan dengan ameloblastoma. Pada lesi ini tidak bersifat invasif lokal.

Gejala
• Pembengkakan yang tidak sakit, berkembang perlahan.

Tanda
• Pembengkakan keras biasanya ditemukan di daerah premolar dan molar mandibula.

Tes diagnostik
Radiologi
• Radiolusensi unilokular atau multilokular.

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi


• Beberapa lesi dapat mengandung dentin dan disebut “ameloblastic fibro-dentinoma”.

Tumor odontogenik lainnya yang jarang ditemukan yang dijelaskan dalam literature
termasuk:
Tumor odontogenik skuamosa, odontoameloblastoma, ameloblastoma ganas, karsinoma
ameloblastik dan clear cell odontogenic carcinoma.
Tumor jaringan mesenkim

i. Miksoma odontogenik
•Tumor jinak pada mesenkim odontogenik.
• Ditemukan pada dewasa muda dan perkembangannya cepat di awal pertumbuhan lesi.
• Bersifat invasif lokal dan memerlukan eksisi luas.
• Terjadi akibat infiltrasi lokal, sering ditemukan rekurensi.
• Di daerah tumor sering ditemukan gigi yang hilang.

Gejala
• Pembengkakan tidak sakit pada rahang.
• Gigi goyang.

Tanda
• Pembengkakan tidak sakit pada rahang.
• Gigi goyang bila akar gigi terkena.

Tes diagnostik
Radiologi
• Radiolusensi multiloculated dengan “soap-bubble appearance”. Secara radiografis
mirip dengan ameloblastoma.
• Akar gigi sebelahnya mengalami resorpsi.

Biopsi dan histopatologi


• Diperlukan untuk menentukan diagnosis.

ii. Fibroma odontogenik


• Tumor jinak yang jarang ditemukan.
• Lebih banyak terjadi di mandibula.
• Tidak ada infiltrasi dan dapat ditanggulangi dengan eksisi sederhana.

Gejala
• Pembengkakan rahang, tidak sakit, berkembang perlahan.

Tanda
• Pembengkakan kenyal atau keras.

Tes diagnostik
Radiologi
• Radiolusensi unilokular berbatas tegas di regio bergigi pada rahang.
• Biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat menentukan diagnosisnya.

5. Lain-lain
Cherubism
• Penyakit keturunan bersifat autosomal dominan.
• Dua kali lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
• Pembengkakan simetris pada mandibula, khas terjadi pada usia 2 – 4 tahun.
• Biasanya sudut rahang bawah terlibat.
• Pembengkakan membesar selama masa kanak-kanak, kemudian mereda.
• Oleh karena maksila terlibat, pipi terlihat penuh dan muka terlihat menggembung,
sehingga memberikan gambaran cherub yang khas.

Gejala
• Pembengkakan tidak sakit pada rahang.
• Pembengkakan luas pada mandibula dapat menimbulkan gangguan bicara dan
penelanan.
• Gigi bergerak dan goyang.

Tanda
• Pembengkakan kenyal atau keras pada mandibula dan fasial, simetris.

• Wajah terlihat gemuk.


• Sklera di bawah iris mata terlihat jelas akibat lesi pada rahang atas yang mendorong
dasar orbita.
• Limfadenopati submandibula akibat hiperplasia reaktif.
• Gigi sulung hilang lebih awal.
• Gigi tetap tidak erupsi.
• Gigi tetap gagal tumbuh dan berkembang.
• Gigi berpindah tempat.

Tes diagnostik
Radiologi (Gambar 12.10)
• Radiolusensi multilokular.
• Lesi bilateral melibatkan sudut mandibula.
• Dapat menyerupai kista multilokular.
• Bila sinus terlibat akan terlihat gambaran radiopak.

*** Gambar 12.10 Cherubism; radiolusensi bilateral multilokular pada sudut mandibula
gigi-geligi berpindah tempat dan hilang. ***

Biopsi dan histopatologi


• Terlihat sel raksasa berinti banyak di stroma jaringan fibrosa vaskular. Dapat dibedakan
dari displasia melalui:
• Saat biopsi ditemukan sel-sel raksasa.
• Gambaran klinis lesi simetris.
• Awal lesi mulai lebih cepat.
• Ada riwayat keluarga untuk kelainan cherubism.
• Kondisi ini bersifat self-limiting, perawatan diperlukan hanya untuk lesi yang luas yang
membutuhkan tindakan bedah kosmetik. Perawatan seperti ini ditunda sampai remaja,
saat kelainan sudah tidak banyak perubahan.

Bacaan lanjutan

Cawson, R.A., Langdon, J.D. dan Eveson, J.W. (1996) Surgical Pathology of the Mouth
and Jaws. Ed. Ke- 1. Oxford: Wright.
Soames, J.V. dan Southam, J.C. (1998) Oral Pathology. Ed. Ke-3. Oxford: Oxford
University Press.
Seward, G.R., Harris, M. McGowan, D.A., Killey, H.C. dan Kay, L.W. (1998) An
Outline of Oral Surgery: Parts I dan II. Oxford: Wright.
Bab 13. Perubahan dalam rongga mulut pada
penyakit sistemik

Ringkasan
Pendahuluan

Diagnosis banding

1. Vitamin
A
B kompleks
C
D
E
K

2. Endokrin
Kehamilan
Pituitari
Tiroid
Paratiroid
Pankreas (diabetes mellitus)
Kelenjar adrenal

3. Gastrointestinal
Kolitis ulserativa
Penyakit Crohn

4. Tulang
Penyakit Paget
Displasia fibrosa

5. Imunologi
Sindroma Sjögren
Angio-edema
Amiloid
Systemic lupus erythematosus

6. Hematologi
Anemia
Jaundice
Leukemia
Trombositopenia
Pendahuluan
Walaupun sebagian besar perubahan dalam rongga mulut terjadi akibat proses penyakit
yang bersifat lokal, berbagai kondisi sistemik dapat tampil sebagai perubahan yang
terlihat dalam rongga mulut atau mempengaruhi perjalanan penyakit gigi dan perawatan
pasien. Penyakit sistemik akan dibahas dalam sub-judul berikut ini:

1. Vitamin

Defisiensi vitamin A

• Ditemukan dalam lemak, susu dan hati binatang.


• Juga dapat ditemukan dalam sayuran dalam bentuk karoten.
• Di simpan di hati.
• Cadangan yang cukup biasanya dapat digunakan selama satu tahun.

Riwayat penyakit

Malnutrisi
• Intake diet yang tidak cukup.
• Gangguan absorpsi, misalnya steatorrhoea akibat penyakit hepatobiliari.

Gangguan pola makan


• Anoreksia
• Pengikut pola makan tertentu

Penyebab defisiensi

Gejala
• Buta di malam hari.
• Mata kering.
• Kulit bersisik.

Tanda
• Bercak putih hiperkeratotik di mukosa mulut.
• Xerostomia.

Vitamin A berlebihan

Gejala
• Rambut rontok.
• Rasa sakit di tulang.
• Kulit mengelupas.

Tanda
• Atrofi mukosa.
• Gingivitis.
• Bibir bersisik.

Vitamin B kompleks

Defisiensi vitamin B1
• Menyebabkan beri-beri.

Gejala
• Lemah pada otot.
• Rasa terbakar di mulut.

Tanda
• Polyneuritis.
• Hambatan pertumbuhan.
• Perubahan mental

Defisiensi vitamin B2

Gejala
• Rasa sakit di mulut dan lidah.
• Sudut mulut retak.

Tanda
• Cheilitis angularis
• Glositis.
• Ulserasi mulut.
• Pasien menjadi anemic.

Defisiensi vitamin B6

Riwayat
• Alkoholisme.
• Defisiensi nutrisi berat.
Gejala
• Rasa sakit di mulut dan lidah.

Tanda
• Cheilitis angularis.
• Glositis.
• Stomatitis.
• Atrofi papilla di dorsum lidah.

Defisiensi asam nikotinat

Riwayat
• Malnutrisi, menyebabkan pellagra (kulit kasar).

Gejala
• Rasa sakit di mulut dan lidah.
• Ulserasi mulut.

Tanda
• Daerah kemerahan menyeluruh pada mukosa mulut.
• Atrofi papilla lidah.
• Ulserasi mulut.
• Ulserasi tertutup oleh fibrin.

Defisiensi vitamin B 12

Riwayat
• Intake tidak cukup, misalnya vegetarian kuat (vegans).
• Malabsorpsi:
1. Anemia pernisiosa (kegagalan memproduksi faktor intrinsik), suatu penyakit
autoimun.
2. Pasca-gastrektomi
3. Penyakit Crohn.

Gejala
• Rasa sakit di lidah, disertai atau tanpa depapilasi.
• Pada sekitar 10% pasien anemia pernisiosa akan berkembang gejala neurologis,
misalnya parestesi pada ekstremitas yang bila tidak dirawat akan berlanjut
menyebabkan kombinasi degenerasi serabut saraf di tulang belakang yang bersifat
subakut.

Tes diagnostik
• Hitung darah lengkap.
• Kadar B12 dalam serum.
• Antibodi terhadap sel parietal dan/atau factor intrinsic.
• Tes Schilling untuk defisiensi B12.

Defisiensi vitamin C (scurvy)

Sangat jarang ditemukan di UK.

Riwayat
• Intake dalam diet tidak cukup.

Gejala
• Gusi membengkak dan berdarah.
• Gigi goyang akibat gangguan produksi klagen.
• Rasa sakit di tulang.

Tanda
• Pembengkakan tepi gusi disertai ulserasi dan perdarahan gusi.
• Anemia.
• Gigi goyang.
• Tulang periodontal hilang.

N.B. walaupun jarang, perubahan pada gingiva mirip dengan yang ditemukan pada
leukemia.

Tes diagnostik
• Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan darah.
• Penyelidikan hematology khusus, misalnya leukosit, konsentrasi asam askorbat.
• Radiografi jenis bite-wing atau OPT radiograf digunakan untuk menentukan keadaan
tulang periodontal.

Defisiensi vitamin D
Riwayat
• Defisiensi diet.
• Penyakit karena malabsorpsi.
• Rickets dari jenis yang resisten terhadap vitamin D, sebuah gangguan reabsorpsi fosfat
di ginjal, bersifat Xchromosome-linked.
• Kegagalan ginjal kronik.
• Kehamilan dan menyusui.
• Defisiensi vitamin D menyebabkan beberapa perubahan dalam mulut walaupun sudah
ada gangguan pertumbuhan tulang panjang dan tulang yang menahan beban, baik pada
rickets maupun osteomalasea.

Gejala dalam mulut


• Rasa sakit pada gigi dan pembengkakan yang disebabkan oleh pulpitis dan abses gigi
dapat terjadi pada pasien rickets dari jenis yang resisten terhadap vitamin D, akibat
kamar pulpa yang luas dan tanduk pulpa yang memanjang.

Tanda
• Erupsi gigi terhambat.
• Kalsifikasi dentin abnormal.
• Karies kecil dapat mengakibatkan peradangan pulpa.
• Radiografi gigi menunjukkan terjadinya radiolusensi rahang dan penurunan kepadatan
lamina dura di sekitar gigi.

Tes diagnostik
• Pemeriksaan hematologi.
• Kadar kalsium dalam serum rendah.
• Kadar fosfat dalam serum normal atau rendah.
• Ada peningkatan kadar alkaline fosfatase.

Vitamin E

Riwayat
• Tidak ada riwayat yang relevan, karena tidak ada lesi spesifik yang dapat ditemukan
pada manusia sebagai akibat kurangnya kadar vitamin E dalam makanan.
• Belum pernah ada perubahan dalam mulut yang dilaporkan pada manusia akibat
defisiensi vitamin E.

Defisiensi vitamin K
• Diperlukan dalam sintesis faktor pembekuan darah – prothrombin (II), VII, IX dan X.
Riwayat
• Diet tidak mencukupi (vitamin K terkandung dalam sayuran hijau).
• Obstructive jaundice.
• Sindroma malabsorpsi.
• Metabolisme vitamin K terganggu oleh pengobatan antikoagulan, misalnya warfarin,
dan pada penyakit hati yang berat.

Gejala
• Sama seperti gangguan perdarahan lainnya.
• Perdarahan gusi.
• Perdarahan yang lama setelah operasi, termasuk ekstraksi gigi.

Tes
• Pemeriksaan darah.
• Ada peningkatan prothrombin time (PT). Biasanya diekspresikan sebagai perbandingan
normal internasional (INR); hal ini penting untuk pasien yang sedang menjalani terapi
antikoagulan per oral. Pada pasien seperti ini tidak dilakukan tindakan bedah bila
perbandingannya di atas 2,5.

2. Endokrin

Kehamilan

Riwayat
• Wanita yang aktif secara seksual, dalam usia yang tepat untuk melahirkan, yang tidak
mendapatkan haidnya bulan ini.

Gejala dalam mulut


• Pembengkakan dan perdarahan gusi (pregnancy gingivitis).
• Pembengkakan terbatas pada gingiva (epulis gingiva) yang berdarah bila terkena sikat
gigi.

Tanda dalam mulut


• Gingivitis marginalis menyeluruh.
• Gusi berdarah saat dilakukan pemeriksaan dengan probe.
• Pregnancy epulides terlihat sebagai pembengkakan eritematous pada gingiva (lihat
halaman 233), biasanya melibatkan papilla interdental; dapat ditemukan di bagian bukal
maupun lingual.
• Merupakan peradangan gusi yang berlebihan bila melihat kesehatan mulut
penderitanya.
• Kadang pasien aftosa rekuren akan menemukan ulserasinya menghilang sama sekali
selama kehamilan, tetapi pada beberapa wanita ulserasi justru makin parah.

Tes
• Tes kehamilan.
• Pemeriksaan radiografi dan segala macam obat-obatan harus dihindari bila
memungkinkan, terutama selama trimester pertama.

Gangguan fungsi pituitary

Diabetes insipidus

Riwayat
• Penyebabnya idiopatik atau akibat trauma, tumor, penyakit vaskular atau infiltrasi
kelenjar pituitari, misalnya sindroma Hand-Schüller-Christian.

Gejala
• Rasa haus berlebihan.
• Mulut kering.
• Frekuensi urinasi meningkat.

Tanda
• Polidipsia.
• Poliuria.
• Xerostomia.

Hormon pertumbuhan

Riwayat
• Produksi hormon pertumbuhan yang berlebihan akan menyebabkan gigantisme, bila
terjadi sebelum epifise tulang panjang menutup, atau akromegali bila terjadi pada orang
dewasa.
• Disebabkan oleh tumor di kelenjar pituitari (suatu adenoma).

Gejala
• Terjadi spacing di antara gigi-geligi dan rahang bawah tumbuh lebih besar.
• Gigi tiruan tidak pas lagi (pada akromegali).

Tanda
• Prognatisme pada mandibula.
• Kartilago nasal dan kondilar membesar.
• Tepi lateral lidah berlekuk.
• Lidah membesar sehingga tidak proporsional.
• Kulit menebal disertai lipatan.

Tes
• Radiografi pada tulang kepala memperjelas adanya pembesaran sella tursica.
• Radiografi rongga mulut menunjukkan hipersementosis dan pembesaran ukuran rahang.
• CT scan dan MRI scan.
• Mengukur kadar gula (glucose tolerance tests) dan hormon pertumbuhan (growth
hormone).

Hipopituitari pada anak-anak dapat disebabkan oleh craniopharyngioma atau


supracellar cyst.

• Pertumbuhan tertekan, perkembangan mandibula terhambat dan erupsi gigi tertunda.

Kelenjar tiroid

Hipotiroidisme

Riwayat
• Hipotiroidisme kongenital (cretinism)
• Pada dewasa terjadi myxedema.

Gejala dalam mulut penderita congenital hypothyroisim


• Bibir dan lidah membesar.
• Gigi-geligi hilang.
Tanda dalam mulut pada penderita congenital hypothyroidism
• Pada anak-anak: bibir membesar, lidah menjulur.
• Dasar tulang kepala memendek.
• Tulang hidung mendatar.
• Erupsi gigi terhambat.

Tanda dalam mulut pada dewasa penderita myxedema


• Lidah membesar disertai indentasi pada tepi lidah, karena letaknya berdekatan dengan
gigi-geligi.
• Ranbut rontok, alis menipis.

Hipertiroidisme

Tanda dalam mulut


• Erupsi gigi lebih cepat.

Kelenjar paratiroid

Hipoparatiroidisme

Riwayat
• Tindakan operasi pada kelenjar tiroid disertai pengambilan kelenjar paratiroid
• Terapi radiasi di regio tiroid.
• Idiopatik.

Gejala
• Dalam bentuk idiopatik ditemukan perubahan warna gigi dan tertundanya erupsi gigi,
akibat menurunnya kalsium dalam serum.
• Gejala tetanus dapat terjadi, disertai rasa baal dan kesemutan di lengan dan kaki, juga
kedutan pada wajah dan spasme karpopedal.

Tanda
• Erupsi tertunda.
• Pada gigi-geligi terjadi mottling jenis berat akibat hipoplasia email dalam bentuk
idiopatik.
• Hipoparatiroidisme dan chronic mucocutaneous candidiasis (lihat halaman 158)
merupakan ciri dari sindroma endokrinopati kandidiasis.
• Ketukan yang dilakukan pada nervus fasialis saat melalui tepi bawah mandibula akan
menyebabkan kedutan pada wajah dan parestesia wajah (Chvostek’s sign).
• Spasme karpopedal (Trousseau’s sign):
Letakkan sphigmomanometer selama 5 menit pada denyut arteri. Pada pasien tetani,
akan terjadi spasme tangan dan pergelangan tangan.

• Gambaran radiografi menunjukkan erupsi yang tertunda dan pemendekan akar gigi pada
bentuk idiopatik.
• Pada hipoparatiroidisme yang terjadi setelah tindakan operasi atau radioterapi, tidak
ditemukan kelainan gigi-geligi.

Tes diagnostik
• Kalsium dalam serum menurun.
• Fosfat dalam serum meningkat.

Hiperparatiroidisme

Riwayat
• Pimer – disebabkan oleh adenoma atau yang lebih jarang: karsinoma kelenjar paratiroid.
• Sekunder – terjadi karena kalsium serum rendah, sebagai akibat dari penyakit ginjal.
• Tersier – merupakan akibat dari penyakit sekunder yang lama, yang menjadi otonom.

Gejala dalam mulut


• Pembengkakan gusi yang tidak sakit. (epulides).

Tanda dalam mulut


• Pembengkakan gusi eritematous yang memiliki ciri tersendiri.
• Gigi-geligi di sebelahnya tetap vital.

Tes diagnostik
• Pembengkakan jaringan lunak dan radiolusensi pada tulang menentukan diagnosis lesi
fibrosa sel raksasa, yang sulit dibedakan dari granuloma sel raksasa pada tulang.
• Lesi disebut brown tumor atau osteitis fibrosa cystica.

Hiperparatiroidisme primer dan tersier:


• Kadar kalsium dalam serum meningkat.
• Kadar fosfat dalam serum bisa normal atau turun.
• Kadar alkaline fosfatase juga normal atau meningkat bila ada lesi dalam tulang.

Hipertiroidisme sekunder:
• Kadar kalsium dalam serum normal atau menurun.
• Kadar fosfat dalam serum normal atau meningkat pada gagal ginjal.
• Kadar alkaline fosfatase normal atau meningkat.

Gambaran radiografi
• Lamina dura hilang.
• Beberapa trabekula menghilang dan warna gelap pada gambaran radiologi terlihat
menyeluruh dalam tulang.
• Lesi sel raksasa yang tampil sebagai radiolusensi dapat ditemukan saat pemeriksaan
radiografi rutin.

Pankreas (diabetes mellitus)

Riwayat
Dapat merupakan penyakit primer.
• Juvenile onset (insulin dependent, IDDM).
• Mature onset (non-insulin dependent, NIDDM).

Atau penyakit sekunder akibat:


• Kerusakan pankreas.
• Gangguan endokrin, misalnya akromegali, sindroma Cushing dan terapi steroid.
• Sindroma genetic yang jarang.

Gejala dalam mulut pada diabetes tidak terkontrol


• Mulut kering.
• Yang jarang: mukosa mulut teraba lunak atau terasa seperti terbakar.
• Kerusakan jaringan periodontal semakin cepat terjadi, sehingga gigi goyang dan timbul
rasa sakit.
• Pembengkakan gingiva akibat pembentukan abses periodontal.

Tanda
• Aliran saliva berkurang.
• Glositis.
• Kandidiasis mulut.
• Frekuensi karies meningkat.
• Penyakit periodontal semakin berat.
• Gambaran radiografi memperjelas perluasan kerusakan karies dan hilangnya tulang
periodontal.

Adrenal
Penyakit Addison

Riwayat
Primary hypoadrenocorticism

Etiologi
• Terutama akibat penyakit autoimun.
• Tuberkulosis adrenal.
• Amiloidosis.
• Neoplasia.
• Histoplasmosis.

Gejala
• Pigmentasi meningkat pada kulit dan mukosa.

Tanda
• Hiperpigmentasi berwarna coklat atau hitam, lebih sering terjadi pada daerah yang
mudah terkena trauma, seperti mukosa bukal setinggi permukaan klusal.
• Juga ditemukan di lidah, bibir, gusi.
• Tidak ada perubahan yang ditemukan dalam gambaran radiografi.
• Dapat ditemukan chronic mucocutaneous candidiasis.

Sindroma/penyakit Cushing

Riwayat
• Adenoma pada kelenjar pituitari menyebabkan hiperplasia adrenal.
• Tumor di kelenjar adrenal.
• Terapi kortikosteroid sistemik.

Tanda dalam mulut


• Moon face.
• Kandidiasis.

3. Gastrointestinal

Kolitis ulserativa
Riwayat
• Penyakit berupa peradangan kronis pada mukosa usus besar dan rektum.
• Dapat ditemukan pada semua usia.
• Lebih sering ditemukan pada wanita dan dewasa muda.

Gejala dalam mulut


• Ulserasi aftosa rekuren, minor (diameter < 1 cm) dan mayor (diameter > 1 cm).
• Pustula dan ulserasi kecil yang sakit (pyostomatitis vegetans) di bibir, gingiva dan
palatum.
• Ulserasi tunggal yang jarang terjadi, disebut pyostomatitis gangrenosum.

Tanda dalam mulut


• Kelenjar limfe submandibula membengkak, disertai demam.
• Ditemukan ulserasi kronis dalam mulut, selain aftosa rekuren dan dan pyostomatitis
vegetans yang disebutkan di atas. Lesi tampil sebagai ulserasi dengan tepi tidak
beraturan, tepinya bergulung, dasarnya berwarna keabuan.
• Pyostomatitis vegetans terlihat sebagai tanda spesifik untuk penyakit berupa peradangan
pada saluran pencernaan.
• Kadang ditemukan oral hairy leukoplakia pada pasien yang diberi pengobatan
imunosupresi jangka panjang.

Tes diagnostik
• Biopsi epitel mulut yang dilakukan pada pasien pyostomatitis vegetans dapat digunakan
untuk menetapkan diagnosis tetap dari abses eosinofil intra-epitel.

Penyakit Crohn

Riwayat
Ileitis regional (penyakit Crohn) dapat melibatkan bagian manapun pada
traktus gastrointestinalis, tetapi terutama terjadi pada bagian akhir ileum.

Gejala dalam mulut


Ulserasi mulut.
Pembengkakan di bibir dan pipi yang bersifat rekuren dan persisten.

Tanda dalam mulut


• Aftosa rongga mulut yang bersifat rekuren.
• Pembengkakan difus pada pipi, bibir dan gusi.
• Hiperplasia mukosa, menyebabkan terjadinya serpihan mukosa ataupun tampilan
mukosa seperti batu koral berjajar (cobblestone appearance).
• Ulserasi linear yang berukuran besar dan tepi tidak beraturan. Biasanya ditemukan di
daerah vestibulum.
• Gingivitis hiperplastik kronis yang bersifat eritematous.
• Pyostomatitis vegetans (abses intra-epitel). Jarang ditemukan pada penyakit Crohn.
• Sindroma Melkersson-Rosenthal (facial palsy, pembengkakan fasial dan fissured
tongue).

Tes diagnostik
• Rujuk ke spesialis.
• Pemeriksaan radiology yang tepat dapat menunjukkan adanya penyempitan di ileum.
• Biopsi mukosa mulut dapat menunjukkan adanya granuloma bukan perkijuan dan
limfoedema.
• Colonoscopy atau sigmoidoscopy dan barium enemas.
• Biopsi mukosa rectum.
• Tes hematologi, misalnya kadar Fe dalam serum, B12 dan asam folat dapat menurun
karena malabsorpsi.

4. Tulang

Penyakit Paget (osteitis deformans)

Riwayat
• Suatu penyakit pada tulang, dimana ditemukan ketidakteraturan proses normal resorpsi
dan proses penggantian.

• Ditemukan pada sekitar 5% populasi di UK, dengan usia di atas 55 tahun. Penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.
• Etiologinya tidak diketahui, tetapi diperkirakan ada sejenis virus atau beberapa virus
yang kemungkinan menjadi penyebabnya.
• Banyak regio yang dapat terlibat, termasuk rahang.
• Pada awalnya, yang akan terlihat terutama adalah resorpsi (tahap osteolitik).
• Keadaan ini diikuti oleh proliferasi osteoblas (tahap sklerotik).

Gejala
• Rasa sakit dalam tulang.
• Kerusakan indera pendengaran bersifat progresif.
• Fungsi indera penglihatan juga semakin berkurang akibat tekanan pada nervus optikus.
• Bila tulang rahang terlibat, maka gigi tiruan menjadi tidak pas lagi.
Tanda
• Kerusakan tulang, terutama pada tulang yang menyangga beban.
• Tulang frontalis menonjol.
• Pembesaran simetris maksila di regio malar (leontiasis ossea).
• Di tahap awal penyakit, bila tulang lunak, dapat terjadi fraktur patologis.
• Pembesaran rahang yang lebih sering terjadi pada maksila, menyebabkan spacing di
antara gigi-geligi.

Tes diagnostik
• Ada peningkatan cukup tinggi kadar alkaline fosfatase dalam serum.
• Kadar kalsium dan fosfat hanya sedikit mengalami perubahan, bahkan bisa tidak ada
perubahan sama sekali.

Gambaran radiografi
• Di awal penyakit ditemukan radiolusensi disertai hilangnya lamina dura.
• Resorpsi akar dapat terjadi dalam tahap osteolitik.
• Maka, bila ada pelebaran alveolar ridge, dalam gambaran radiografi akan terlihat
“cotton wool appearance” di rahang, disertai hipersementosis dan kalsifikasi pulpa.

Komplikasi
• Pada tahap osteolitik, perawatan gigi-geligi menjadi lebih rumit, terutama bila terjadi
perdarahan setelah ekstraksi.
• Dalam tahapan selanjutnya, ekstraksi mengalami komplikasi dengan adanya
hipersementosis dan osteomielitis kronis, akibat berkurangnya pasokan darah ke dalam
tulang.
• Dengan membesarnya alveolus, pengguna gigi tiruan perlu mendapatkan penggantian
gigi tiruan secara rutin.
• Osteosarkoma.
• Gagal jantung bersifat high-output.

Displasia fibrosa

Riwayat
• Lesi fibro-osseous.
• Tidak ariwayat medis yang relevan.
• Displasia fibrosa mungkin bersifat monostotik (melibatkan tulang tunggal), atau
poliostotik, yang lebih jarang (melibatkan beberapa tulang).
• Lebih banyak ditemukan pada wanita.
• Sebagian besar kasus yang melibatkan rahang merupakan lesi monostotik.
• Lihat juga cherubism halaman 261

Gejala
• Pembengkakan terjadi akibat penggantian tulang dengan jaringan fibrosa.
• Lesi di rahang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak sebagai pembengkakan yang
tidak sakit.
• Sebagian besar lesi akan berhenti membesar, begitu perkembangan tulang kepala
lengkap.
• Penderita displasia fibrosa poliostotik juga dapat memiliki hiperpigmentasi kulit (café
au-lait).
• Displasia fibrosa, hiperpigmentasi kulit dan pubertas yang terlalu cepat pada wanita,
merupakan kumpulan gejala yang dikenal sebagai sindroma Albright.

Tes diagnostik
• Kadar alkaline fosfatase dalam serum meningkat.
• Kadar klasium dan fosfat normal.
• Biopsi dan pemeriksaan histopatologi.
• Gambaran radiografi menunjukkan tampilan bervariasi – bisa ground glass atau cystic.

5. Imunologi

Sindroma Sjögren

Pendahuluan
• Dibagi ke dalam dua bentuk: sindroma Sjögren primer (dulu disebut sicca syndrome)
disertai mulut kering, mata kering dan sindroma Sjögren sekunder, dimana dapat
ditemukan mulut kering, mata kering dan rheumatoid arthritis atau penyakit jaringan
ikat lainnya.

Riwayat
• Tidak ada riwayat medis yang relevan.
• Lebih dari 80% pasien adalah wanita, dengan nilai usia rata-rata 50 tahun.

Gejala ekstra-oral
• Mata kering disertai rasa gatal dan panas, sehingga menyebabkan keratokonjungtivitis
sicca.
• Kelenjar parotis membengkak dan sakit.

Gejala dalam mulut


• Mulut kering dan sakit.
• Kesulitan menelan, berbicara dan menggunakan gigi tiruan.
• Rasa sakit gigi dapat terjadi akibat meningkatnya kerentanan terhadap karies.

Tanda
• Mukosa kering, eritematous dan tidak ada ulserasi.
• Lidah berlobul, mengkilap dan tanpa papilla.
• Cheilitis angularis.
• Kandidiasis mulut.
• Kelainan gingiva meningkat.
• Karies di permukaan servikal dan insisal.
• Pada beberapa kasus, kelenjar saliva membengkak, lunak, kenyal, difus, bersifat
unilateral atau bilateral.

Tes diagnostik
• Berdasarkan aliran saliva.
• Tes Schirmer menunjukkan penurunan aliran saliva.
• Biopsi yang dilakukan pada kelenjar saliva labial menunjukkan adanya infiltrasi
limfosit dan focal sialadenitis.
• Rheumatoid factor positif.
• Antibodi terhadap antigen nuklir yang dapat diekstrak: Ro(SS-A) dan La(SS-B).
• Pemeriksaan hematologi dapat menunjukkan adanya peningkatan ESR dan anemia.
• Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan oftalmologi, karena keratokonjungtivitis
sicca awalnya bisa tanpa gejala, tetapi dapat berlanjut pada kerusakan yang lebih berat,
bahkan kebutaan bila tidak dilakukan perawatan.

Gambaran radiografi
• Pemeriksaan sialografi menunjukkan adanya sialectasis (gambaran “snow storm” yang
khas).
• Salivary scintigraphy menggunakan zat radioaktif sodium pertechnetate.

Angio-edema

Herediter

Riwayat
• Biasanya diturunkan sebagai sifat autosomal dominan.
• Kemungkinan ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

• Disebabkan oleh defisiensi C1 esterase inhibitor dan ketidaknormalan sistem


komplemen.
• Dapat diawali dari sebuah trauma, misalnya saat ekstraksi gigi.
• Beberapa serangan mengikuti injeksi obat anestesi lokal atau karena stres akibat emosi.
• Sebelumnya memiliki tingkat kematian yang cukup tinggi. Sekarang dapat dicegah
dengan meminum anabolic steroid stanazolol setiap hari dan pemberian C1 esterase
inhibitor sebelum perawatan gigi.

Gejala
• Keluhan gastrointestinal mendahului rasa sakit abdominal, diare , nausea dan vomitus.
• Kesulitan bernafas akibat udema pada glottis.
• Pembengkakan wajah.

Allergic angio-edema (Gambar 13.1)

Riwayat
• Kemungkinan ada riwayat alergi di masa lalu (terhadap protein dalam telur), tapi tidak
untuk semua kasus.
• Obat-obatan yang dapat menimbulkan angio-edema termasuk penisilin dan antibiotika
lainnya, aspirin, non-steroidal anti-inflamatory drugs (NSAID), pimozide dan codein.
• Angio-edema juga terjadi setelah penggunaan rubber dam dan ethylene imine dalam
“Scutan”.
• Dapat dikaitkan dengan anafilaksis.

***Gambar 13.1 Angio-edema karena alergi. ***

Gejala
• Pembengkakan pada wajah, bibir dan lidah.
• Seringkali disertai rasa gatal.
• Walaupun kesulitan bernafas akibat obstruksi saluran nafas lebih umum terjadi pada
angio-edema herediter, bila pembengkakan menjalar ke glottis, maka dapat
menyebabkan kondisi darurat yang dapat menimbulkan kematian.

Amiloid
Riwayat
• Suatu penyakit dimana ditemukan pemimbunan ekstraselular bahan protein eosinofil,
yang memiliki ciri struktur fibrilar di bawah mikroskop elektron.

Amiloidosis sistemik primer

Riwayat
• Jarang.
• Laki-laki lebih banyak terkena daripada wanita.
• Penyakit ini biasanya terjadi pada pasien di akhir usia 60-an atau awal 70-an.
• Dapat menimbulkan kematian bila ginjal dan jantung terlibat.
• Nilai median untuk bertahan hidup hanya 12 bulan setelah diagnosis.

Gejala
• Rasa sakit akibat ulserasi mulut.
• Gusi membengkak dan cenderung berdarah, akibat defisiensi faktor IX dan X.
• Mulut kering.

Tanda
• Makroglosia (lidah terasa kenyal, dapat mengganggu fungsi bicara).
• Pembengkakan gingival.
• Xerostomia.
• Petekie dalam mulut.
• Ekimosis dalam mulut.
• Bula pada lidah yang akan cepat pecah dan meninggalkan ulserasi.
• Lesi berupa macula atau papula.

Amiloidosis sekunder / reaktif

Riwayat
• Dikaitkan dengan atau terjadi akibat adanya kelainan berupa rheumatoid arthritis,
penyakit Crohn dan kolitis ulserativa.
• Infeksi, misalnya tuberkulosis dan bronchiectasis.
• Penyakit dermatologi, misalnya psoriasis.
• Neoplasia, misalnya penyakit Hodgkin dan karsinoma ginjal.

Gambaran klinis
• Dapat melibatkan berbagai organ, seperti jantung, limpa, ginjal dan kelenjar adrenal.
• Gejala dan tanda dalam mulut hanya ditemukan pada bentuk primer.

Prognosis untuk amiloidosis sekunder juga buruk, 50% pasien amiloidosis yang
mengalami komplikasi penyakit reumatik dapat bertahan hingga kurang dari 5 tahun.

Tes diagnostik
• Biopsi, biasanya rectal.
• Biopsi gingiva juga pernah dilakukan.
• Tes serologi untuk pasien amiloid yang berkaitan dengan mieloma.

• Scanning pada tulang.


• Echocardiography.

Lupus eritematosus sistemik

Riwayat
• Merupakan salah satu penyakit pada jaringan ikat.
• Ditemukan delapan kali lipat lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki, dan tiga
kali lipat lebih banyak pada orang Negro dibandingkan kulit putih.
• Suatu penyakit autoimun.
• Dapat disebabkan oleh obat, seperti hydralazine, procainamide, methyldopa,
sulphonamide, isoniazid, epanutin dan carbamazepine.
• Suatu kelainan multi-sistem yang cukup berat, melibatkan persendian, kulit, membran
mukosa, jantung, paru-paru dan ginjal.
• Susunan saraf pusat terlibat, sehingga menyebabkan epilepsi dan psikosis.
• Produksi auto-antibodi dapat menyebabkan trombositopenia dan anemia hemolitika.

Gejala
• Gambaran khasnya adalah seorang wanita muda berusia antara 10 – 40 tahun,
mengalami demam, malaise, rasa sakit persendian dan anemia.
• Di wajah ditemukan radang dengan pola kupu-kupu (butterfly pattern), meluas dari
tulang hidung hingga ke pipi kiri dan kanan.
• Ada pembesaran kelenjar saliva, sehingga menyebabkan sindroma Sjögren, yang
ditemukan pada 30% kasus.

Tanda dalam mulut


• Lesi keratotik menyerupai lichen planus ditemukan pada 10 – 25% kasus.
• Daerah palatum merupakan daerah yang sering terlibat, walaupun ulserasi sempit juga
dapat ditemukan di tepi gusi.
Tes diagnostik
• Radiografi thorax dapat menunjukkan kardiomegali atau efusi pleura.

Temuan imunologi
• Hipergamaglobulinemia.
• Kadar komplemen dalam serum menurun.
• Antibodi antinuklir.
• Antibodi anti-DNA.
• Antibodi anti-RNA.
• Faktor rheumatoid.
• Tes serologi untuk sifilis positif palsu.
• Antibodi untuk platelet dan sel darah merah lainnya.
• Biopsi yang dilakukan pada lesi dalam mulut menunjukkan adanya penipisan epitel,
akantosis danpenebalan membran basalis.

• Ditemukan infiltrasi difus sel radang kronis.


• Selain anemia dan trombositopenia, pasien SLE juga dapat memiliki penyakit jantung,
gagal ginjal dan dapat juga sedang dalam pengobatan kortikosteroid dan obat
imunosupresan lainnya.

6. Hematologi

Anemia

Pendahuluan
• Dapat didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah di bawah
kadar normal untuk usia dan jenis kelamin pasien.
• Nilai normal: laki-laki 13,0 – 18,0 g/dl; wanita 11,5 – 16,5 g/100 ml.

Penyebab
• Kehilangan darah, misalnya menorrhagia, trauma, darah hilang dari traktus
gastrointestinalis akibat ulkus atau karsinoma dan perdarahan dari traktus
genitourinarius.
• Penghancuran berlebihan – anemia hemolitika, misalnya pada anemia sel sabit dan
thalassemia.
• Absorpsi terganggu, misalnya vitamin B12 (absorpsi tergantung pada faktor intrinsik
yang diproduksi oleh mukosa gaster).
• Malabsorpsi juga terjadi pada coeliac disease, penyakit Crohn, setelah gasterektomi
(B12) dan kondisi malabsorpsi lainnya.
• Ada peningkatan kebutuhan hematinik – kehamilan.
• Intake hematinik sangat kurang – Fe, B12, asam folat (kemiskinan, alkoholisme, pola
makan).
• Anemia aplastik dan leukemia.
• Berhubungan dengan obat, misalnya defisiensi asam folat.

Gejala umum
• Bisa bebas dari gejala.
• Mudah lelah.
• Nafas pendek setelah latihan ringan.
• Rasa kesemutan pada ekstremitas.
• Pusing.
• Mudah pingsan.
• Rasa sakit di dada (angina) setelah latihan ringan.
• Kuku mudah patah disertai koilonychias (spoon-shaped) dan kuku tidak mengkilap.
• Pucat.
• Pasien anemia sel sabit menderita rasa sakit akibat penumpukan eritrosit yang
berubah bentuknya menjadi sel sabit akibat sumbatan pada pembuluh darah minor;
dapat terjadi infark pada paru-paru dan limpa.

•Tanda dan gejala dalam mulut terutama jelas pada bentuk anemia defisiensi.

Gejala dalam mulut


• Lidah sakit.
• Lidah sangat sakit
• Mulut terasa sakit.
• Kesulitan menelan (sindroma Paterson-Kelly/Plummer-Vinson).

Tanda dalam mulut


• Glositis atrofi – lidah halus dan meradang.
• Cheilitis angularis – lebih banyak ditemukan pada defiasiensi Fe dan asam folat darpada
anemia pernisiosa.
• Ulserasi mulut.
• Kandidiasis mulut yang ditemukan dapat merupakan bentuk chronic mucocutaneous
candidiasis dan defisiensi Fe (tipe familial).
• Glositis dan stomatitis terutama karena defisiensi vitamin B12, dan tampil sebagai lesi
yang lunak, merah, udematous disertai atrofi pada lidah.
• Ditemukan sindroma Patterson-Kelly/Plummer-Vinson, yaitu disfagia dan glositis,
bersamaan dengan anemia defisiensi Fe, ada hubungannya dengan peningkatan risiko
terjadinya post-cricoid carcinoma.
• Pucat – N.B. warna mukosa mulut merupakan tanda yang lebih peka, demikian juga
jaringan di bawah kuku dan konjungtiva, bila dibandingkan dengan kulit, pada pasien
anemia.

Tes diagnostik

Defisiensi Fe
• Hitung darah lengkap untuk menunjukkan kadar hemoglobin, sel darah merah, mean
corpuscular volume dan mean corpuscular hemoglobin concentration.
• Packed cell volume (hematocrit).
• Kadar feritin dan Fe dalam serum berkurang pada anemia defisiensi Fe dan kapasitas
pengikatan Fe total akan meningkat.

Defisiensi vitamin B12


• Vitamin B12 adalah anemia megaloblastik
• Sel terlihat makrositik.
• Kadar B12 dalam serum rendah dan tes Schilling positif.

Defisiensi asam folat


• Defisiensi asam folat menyebabkan anemia megaloblastik disertai makrositosis.
• Nilai folat dalam sel darah merah rendah.

Anemia sel sabit


• Dapat ditentukan berdasarkan elektroforesis hemoglobin.

• Kemungkinan diperlukan juga pemeriksaan lainnya.

Thalassemia
• Anemia mikrositik hipokromik disertai peningkatan fragilitas sel darah merah dan
hemolisis.
• Pada thalassemia, kadar Fe dan feritin dalam serum normal atau meningkat dan
kapasitas pengikatan Fe total juga normal.
• Namun, ada peningkatan HbF, foetal hemoglobin.

Perubahan radiologi

Anemia sel sabit


• Ditemukan penebalan tulang kepala dan pola “hair on end” pada trabekula.
• Ada radiolusensi dalam tulang karena terjadi infark di mandibula atau karena
osteomielitis.
• Hiperplasia sumsum tulang dapat menyebabkan terjadinya radiolusensi di tulang
mandibula dan osteoporosis.

Thalassemia
• Ditemukan radiolusensi tulang alveolar yang menimbulkan “chicken wire” appearance.
• Ditemukan juga spacing di antara gigi-geligi dan drifting pada gigi insisif.

Catatan. Anestesi umum berbahaya bagi penderita anemia, sehingga bila mungkin
penyebab yang melatarbelakanginya perlu dirawat dulu sebelum anestesi umum
dilakukan.

Jaundice

Pendahuluan
• Jaundice bukan penyakit, tetapi merupakan suatu manifestasi klinis sejumlah penyakit
yang berakibat pada penghancuran dalam metabolisme dan ekskresi bilirubin. Kondisi
ini akan meningkatkan kadar bilirubin dalam darah dan jaringan.

Penyebab
• Obstruksi, karena adanya batu saluran dan karsinoma pancreas.
• Anemia hemolitik, seperti penyakit sel sabit, thalassemia, hereditary spherocytosis,
malaria, glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency, neonatal jaundice.
• Infeksi, seperti hepatitis karena virus (misalnya virus hepatitis A, hepatitis B atau
hepatitis C).
• Kelainan kongenital, seperti sindroma Gilbert dan sindroma Dubin-Johnson.
• Cirrhosis hepatis dan primary biliary cirrhosis.

Gejala sistemik
• Nausea.
• Vomitus.
• Nafsu makan hilang.
• Rasa gatal.
• Perubahan warna kuning pada kulit dan mata.

Tanda
• Perubahan warna kuning pada kulit, mukosa mulut dan sclera.
• Teraba lunak pada abdominal.
• Pada neonatal jaundice, hiperbilirubinemia dapat menyebabkan perubahan warna hijau
dan pigmentasi dentin dan hipoplasia email.

Tes diagnostik
Tes serologi untuk menentukan pasien diduga menderita hepatitis B atau ada riwayat
hepatitis B, termasuk:
• Hepatitis B surface antigen. Positif pada carrier dan infeksi akut.
• Hepatitis B e-antigen dan e-antibody. Adanya e-antigen hanya terjadi pada pasien yang
memang positif surface antigennya dan menunjukkan tingkat infeksi yang tinggi.

Adanya e-antibody dan hilangnya e-antigen dalam serum menunjukkan penyembuhan.


N.B. Pasien yang memiliki surface antigen juga bisa memiliki e-antibody. Kondisi ini
masih menunjukkan pasien adalah carrier, tetapi risiko infeksi lebih rendah dibandingkan
pasien yang memiliki surface antigen dan e-antigen dalam serum mereka.

Catatan:
• Core antibody terhadap hepatitis B juga dapat dideteksi dalam serum pasien yang
terpapar hepatitis B.
• Hepatitis B surface antibody ada dalam serum pasien yang memiliki imunitas, baik
karena infeksi dan penyembuhan maupun melalui vaksinasi.
• Hepatitis C antibody marker ditemukan pada pasien yang telah terpapar virus hepatitis
C. Sebagaimana halnya HIV, kondisi tersebut tidak dianggap sebagai antibodi yang
menetralkan ataupun protektif.
• Pasien jaundice memiliki kecenderungan untuk mengalami perdarahan. Oleh karena itu
diperlukan sampel darah untuk melakukan tes prothrombin time (PT).
• Activated partial thromboplastin time (APTT) juga semakin panjang.
• Perdarahan yang berasal dari varises esofagus dapat menyebabkan anemia.
• Enzim spesifik, misalnya asparate transaminase (AST) dan aniline transaminase
(ALT) merupakan enzim yang meningkat jumlahnya dalam serum pada penyakit liver.

Leukemia

Pendahuluan
• Leukemia adalah penyakit yang disebabkan oleh proliferasi neoplastik sel-sel

pembentuk sel darah putih dalam sumsum tulang.


• Leukemia ditemukan dalam bentuk akut dan kronis.
• Tanda dan gejala klinis leukemia adalah anemia, infeksi, perdarahan, ulserasi mulut dan
limfadenopati.
Leukemia akut

Acute lymphoblastic leukemia (ALL)


• Keganasan yang umumnya ditemukan pada masa kanak-kanak.
• Puncak insidens adalah 2 – 10 tahun.

Acute myeloblastic leukemia (Gambar 13.2)


• Leukemia akut yang umumnya ditemukan pada orang dewasa.

*** Gambar 13.2 Pembengkakan gingiva pada leukemia mieloblastik akut. ***

Gejala sistemik
• Lemah
• Nafsu makan hilang.
• Perdarahan.
• Rasa sakit dalam tulang.
• Berat badan turun.
• Mudah terjadi luka memar.

Tanda sistemik
• Pireksia.
• Splenomegali.
• Pucat.
• Infeksi.
• Purpura (radang pada kulit akibat perdarahan dari kapiler – bintik-bintik warna ungu
dikenal sebagai petekie).
• Limfadenopati.

Gejala dalam mulut


• Gusi membengkak dan berdarah.
• Ulserasi yang sakit.
• Kelenjar leher membengkak dan sakit.

Tanda dalam mulut


• Manifestasi dalam mulut dapat merupakan keluhan awal dan dapat ditemukan pada

90% kasus.
• Perdarahan gusi.
• Petekie.
• Ekimosis dalam mulut (memar).
• Ulserasi mukosa dan gingiva.
• Perdarahan.
• Mukosa pucat.
• Sering ditemukan infeksi jamur dan herpetik.
• Mikroorganisme penyebab infeksi termasuk: kandida, aspergilus, pseudomonas dan
klebsiella.
• Leukemia mieloblastik akut terutama berkaitan dengan pembengkakan gusi dan banyak
obat-obatan yang digunakan dalam perawatan leukemia dapat menyebabkan efek
samping berupa mulut kering dan kandidiasis.
• Dari pemeriksaan radiologi dapat terlihat penipisan lamina dura dan hilangnya tulang
alveolar.
• Akar gigi yang sedang tumbuh juga dapat terkena.

Tes diagnostik
• Hitung darah lengkap perlu diminta untuk pasien dengan pembengkakan gingiva yang
tidak dapat dijelaskan asalnya, limfedanopati servikal dan ulserasi mulut.
• Pemeriksaan kultur mikrobiologi dan tes kepekaan (sensitivitas) diperlukan untuk
infeksi mulut agar dapat diberikan perawatan antimikrobial yang tepat.

Leukemia kronis

Chronic lymphocytic leukemia


• Merupakan leukemia kronis yang banyak ditemukan.
• Biasanya ditemukan pada laki-laki berusia di atas 60 tahun.
• Dapat terjadi anemia dan trombositopenia.

Gejala sistemik
• Demam.
• Berat badan turun.
• Nafsu makan hilang.
• Perdarahan gusi.
• Infeksi.
• Kelenjar membengkak.

Tanda
• Nodus limfatik membesar.
• Splenomegali dan hepatomegali.
• Dapat terjadi infiltrasi kulit oleh sel-sel leukemik.
• Pembengkakan gusi lebih jarang ditemukan dibandingkan leukemia akut.
• Perdarahan gusi, petekie dalam mulut dan ulserasi mulut.
• Dapat ditemukan herpes simpleks, herpes zoster dan infeksi kandida.

Tes diagnostik
• Penting untuk dilakukan hitung darah lengkap.

Chronic myeloid leukemia (CML)


• Merupakan 20% dari seluruh leukemia yang ada.
• Insidens puncak terjadi pada usia 40 – 60 tahun.
• Sering ditemukan pembesaran limpa dan liver.
• Dapat berubah menjadi bentuk akut, disertai anemia, perdarahan dan infeksi.
• Dapat juga terjadi berat badan hilang serta rasa sakit persendian.
• Pada CML, infiltrasi leukemik pada kelenjar lakrimal dan kelenjar liur dapat
menyebabkan sindroma Mikulicz (pembesaran kelenjar disertai mulut kering, mata
kering – juga ditemukan pada penderita limfoma, sarkoidosis dan tuberkulosis).
• Perawatan gigi dan mulut untuk penderita leukemia seharusnya dilakukan setelah
konsultasi dengan dokter ahli yang merawat pasien.

Trombositopenia

Riwayat
• Thrombocytopenic purpura yang bersifat idiopatik.
• Leukemia.
• Anemia aplastik.
• Lupus eritematosus sistemik
• AIDS/HIV.
• Jumlah normal platelet 150 – 400 x 109/l.
• Trombositopenia terjadi bila kadarnya berada di bawah 100 x 109/l.

Gejala
• Mudah terjadi memar.
• Kecenderungan berdarah setelah operasi.

Tanda
• Purpura dan ekimosis di kulit.
• Petekie intraoral.
• Perdarahan spontan di gusi.
Tes diagnostik
• Hitung darah lengkap.

Bacaan lanjutan

Jones, J.H. dan Mason, D.K. (1990) Oral Manifestations of Systemic Disease. Ed. Ke-2.
London: Ballière-Tindall.
Scully, C. dan Cawson, R.A. (1998) Medical Problems in Dentistry. Ed. Ke-4. Oxford:
Wright.
Bab 14. Konsekuensi pengobatan dalam rongga mulut

Ringkasan
Pendahuluan
Obat dapat berasal dari:
Resep
Tanpa resep

Riwayat medis

Riwayat gigi
Dampaknya dapat berupa:
Negatif
Menutupi
Menekan
Positif

Konsekuensi pengobatan dalam rongga mulut:

1. Dampak lokal
Alergi – bumbu makanan
Perubahan flora mulut – antibiotika / steroid topikal
Karies – obat batuk yang mengandung gula
Iritasi khemis – aspirin, minyak cengkeh
Penyembuhan luka tertunda – steroid topikal
Erosi – obat cair bersifat asam
Perubahan warna gigi ekstrinsik - chlorhexidine

2. Dampak sistemik
Alergi
Angio-edema
Erythema multiforme
Stomatitis eksfoliativa
Fixed drug eruption
Reaksi likenoid
Halitosis – disulfiram
Limfadenopati servikal – phenytoin
Penyembuhan luka tertunda – steroid sistemik
Depresi sistem imun – infeksi jamur dan virus di mukosa
Depresi sumsum tulang – ulserasi mulut, purpura, perdarahan gusi
Pergerakan cepat otot wajah (facial muscle tics) – phenothiazine
Rasa sakit pada wajah – phenothiazine
Hiperplasia gingiva – phenytoin
Hipersekresi saliva – clozapine
Perubahan warna gigi intrinsic – tetracycline, fluoride
Reaksi lupoid – procainamide
Pigmentasi mulut – phenothiazine, keracunan logam berat
Pemphigus/pemphigoid-like reaction – penicillamine
Rasa sakit pada kelenjar liur – antihipertensi
Pembengkakan kelenjar liur – phenothiazine, sulfonamid
Perubahan persepsi rasa – metronidazole, ACE inhibitor
Parestesi trigeminal – acetazolamide
Xerostomia (mulut kering) – tricyclic antidepressant

Melaporkan kecurigaan tentang reaksi obat yang merugikan

Pendahuluan
Obat-obatan bisa diperoleh melalui resep atau dijual bebas (misalnya aspirin). Selain itu
juga ada penyalahgunaan obat yang cara memperolehnya sudah melanggar hukum,
bahkan sudah tersebar luas.

Riwayat medis

• Mencakup daftar semua tablet, obat-obatan, pil dsb. (lihat Bab 2).
• Dapat ditambahkan secara rinci kondisi medis yang memungkinkan penggunaan obat-
obatan tersebut; riwayat epilepsi, misalnya, dapat membantu menjelaskan penggunaan
phenytoin. Sedangkan riwayat asma dapat menjelaskan kemungkinan penggunaan
inhaler steroid.

Sementara itu, mungkin juga pasien tidak dengan sengaja menyesatkan kita dalam
memberikan penjelasan tentang obat-obatan yang digunakan. Namun riwayat bisa
menjadi tidak lengkap karena:

• Kebingungan, terutama pada lansia.


• Mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep dapat dianggap sebagai suatu hal yang
tidak penting oleh pasien.
• Pasien tidak mengakui pengobatan yang sudah dilakukan, misalnya antibiotika yang
digunakan untuk penyakit yang ditularkan secara seksual atau penggunaan
antidepresan.
• Pasien tidak mengakui penggunaan obat , misalnya pada penggunaan narkoba.
• Pada kebanyakan kasus, nama obat beserta dosisnya tidak mudah diingat.
• Baik pemberi resep ataupun pembuat obat tidak mengetahui khasiat lengkap suatu obat.
Dengan demikian bisa saja terjadi interaksi obat dan reaksi idiosinkrasi.
• Bila banyak resep yang sudah diambil, kemungkinan ada satu atau beberapa obat yang
terlupakan.

Bila jenis ataupun dosis pengobatan meragukan, minta pasien untuk membawa obatnya
ataupun bungkusnya serta label cara penggunaan obat pada kunjungan berikutnya. Bila
masih ditemukan kesulitan, hubungi dokter yang merawat pasien.

Riwayat gigi-geligi

• Dapat dicatat secara rinci masalah gigi yang dialami sehingga diperlukan penggunaan
obat-obatan; sakit gigi yang baru saja terjadi dapat diobati sendiri menggunakan
minyak cengkeh atau aspirin yang diletakkan di sulkus bukalis; gingivitis/periodontitis
dapat diobati dengan obat kumur chlorhexidine.
• Beberapa perubahan dalam mulut dapat merupakan ciri khas obat tertentu, misalnya
tetracycline staining pada gigi, hiperplasia gusi pada penggunaan phenytoin.

Konsekuensi pengobatan dalam rongga mulut dapat terjadi akibat dampak langsung
dalam mulut atau efek sistemik. Efek tersebut biasanya negatif (misalnya aspirin burn),
tetapi dapat juga menutupi, menekan (dan terkadang) efeknya positif:

Menutupi
• Obat yang digunakan dapat menutupi gejala penyakit mulut, misalnya infeksi mulut
yang berjalan terus, karena peradangannya tertutup akibat penggunaan steroid.

Menekan
• Obat yang digunakan untuk penyekit tertentu dapat menekan perjalanan infeksi gigi,
misalnya antibiotika dapat menekan, tetapi tidak menyembuhkan abses gigi.

Dampak positif
• Obat yang digunakan untuk kondisi lain menyembuhkan penyakit mulut; nilai positif
metronidazole ditemukan dengan cara seperti ini.

Konsekuensi pengobatan dalam rongga mulut

1. Dampak lokal

i. Alergi
• Reaksi alergi lokal dapat (jarang) terlihat setelah penggunaan bahan pembuat rasa.
• Reaksi lichenoid, yang secara klinis tidak dapat dibedakan dari lichen planus, dapat
terjadi pada penggunaan obat antidiabetik.
ii. Perubahan flora mulut
• Thrush dan tipe kandidiasis lainnya dapat menimbulkan komplikasi pada pengobatan
antibiotika (terutama tetrasiklin).
• Thrush orofaringeal merupakan efek samping penggunaan inhaler kortikosteroid.
• Mikroorganisme yang resisten dapat ditemukan dalam rongga mulut sebagai akibat
penggunaan antibiotika jangka panjang.

iii. Karies
• Beberapa obat-obatan, terutama obat batuk dan tablet hisap, mengandung gula dalam
usaha meningkatkan rasa dan supaya dapat diterima anak-anak.
• Penggunaan jangka panjang obat-obatan yang mengandung gula dapat menyebabkan
karies rampan.

iv. Iritasi khemis


• Tablet aspirin yang dibiarkan larut dalam sulkus bukalis dalam usaha (yang salah) untuk
mengobati rasa sakit gigi dapat menimbulkan lesi putih yang diikuti ulserasi.
• Choline salicylate gel dan tablet potassium chloride juga dapat mengiritasi mukosa.
• Bahan pemberi rasa, terutama minyak esensial, dapat menyebabkan hipersensitivitas
kontak terhadap kulit. Kelainan seperti itu jarang ditemukan di mukosa mulut, sebagai
contoh adalah pasta gigi yang mengandung kayumanis.
• Eugenol (minyak cengkeh) yang diletakkan dalam rongga karies gigi yang sakit
merupakan pengobatan kuno; bila eugenol mengalir ke mukosa maka akan terjadi luka
bakar (burn).

v. Hambatan penyembuhan
• Penyembuhan yang terhambat pada trauma ataupun daerah operasi dapat disebabkan
oleh penggunaan steroid topikal.

vi. Erosi gigi


• Beberapa obat dalam bentuk cair dapat bersifat asam (misalnya bahan pengganti saliva
yang digunakan untuk rahang tak bergigi, obat kumur yang mengandung asam
karbonat.
• Penggunaan jangka panjang obat-obatan yang bersifat asam dapat menimbulkan erosi
pada gigi-geligi.

vii. Perubahan warna gigi bersifat ekstrinsik


• Staining kecoklatan pada gigi dapat ditemukan akibat penggunaan obat kumur
chlorhexidine, bentuk semprot ataupun salep, tetapi masih dapat dihilangkan dengan
pemolesan gigi.
• Garam ferri dalam bentuk cair dapat menimbulkan staining warna hitam pada
permukaan email.

2. Dampak sistemik
i. Alergi

Angio-edema
• Allergic angio-edema akut ditandai oleh terbentuknya secara cepat pembengkakan
udematous, misalnya periorbital.
• Bila laring terlibat, akan terjadi obstruksi saluran pernafasan yang dapat
berakibat fatal.
• Lesi dapat berdiri sendiri atau dikaitkan dengan shok anafilaktik.
• Apirin, penisilin dan ACE inhibitor dianggap sebagai penyebab, tetapi sejumlah kecil
allergen sudah dapat menimbulkan perubahan pada pasien yang alergi

Eritema multiforme
• Dapat terjadi setelah penggunaan obat-obatan, termasuk penisilin, phenytoin,
chlorpropamide dan phenobarbitone.
• Namun riwayat positif untuk penggunaan obat tidak selalu ada.
• Bibir membengkak, disertai krusta dan perdarahan, mukosa mulut mengalami ulserasi
luas.
• Lesi khas berbentuk target dapat ditemukan di kulit; lesi tersebut besar (diameternya 1
cm), berupa makula berwarna merah, bagian tengahnya pucat (mirip dengan target
panahan, sesuai dengan namanya).
• Konjungtivitis berat dapat menyertai lesi tersebut.

Stomatitis eksfoliativa dan dermatitis eksfoliativa


• Ditemukan sebagai erosi luas pada mukosa mulut dan kulit akibat rusaknya epitel.
• Merupakan reaksi obat yang berat dan berbahaya dan bersifat fatal.
• Obat-obatan terkait antara lain emas, phenylbutazone dan barbiturat.

Fixed drug eruptions


• Memiliki ciri khas lesi kulit yang berbatas tegas, terjadi di tempat yang sama setiap kali
obat tertentu dikonsumsi (misalnya phenolphthalein)
• Mukosa mulut jarang terlibat.

Reaksi lichenoid
• Secara klinis sulit untuk dibedakan dari lichen planus dalam mulut (lihat Bab 11).
• Obat dikaitkan dengan timbulnya stria dan plak berwarna putih, perubahan atrofi dan
ulserasi termasuk: AINS, methyldopa, metronidazole, klorokuin, antidiabetik oral,
diuretik, phenothiazine dan emas.
ii. Bau mulut (halitosis)
• Seringkali terjadi akibat kebiasaan tertentu (merokok, alcohol) atau oral sepsis
(terutama pada penyakit periodontal).
• Dapat juga terjadi karena mulut kering atau penyakit sistemik:
Infeksi saluran nafas
Penyakit liver

Penyakit ginjal
Penyakit gastrointestinalis
Ketosis diabetikum
• Obat-obatan yang dapat menimbulkan halitosis termasuk disulfiram, chloral hydrate
dan dimethyl sulphoxide.
• Dapat bersifat khayalan bila dikaitkan dengan kondisi depresi, hipokondria ataupun
kelainan psikogenik lainnya.

iii. Limfadenopati servikal


• Telah diketahui terjadi bersamaan dengan penggunaan phenytoin dan phenylbutazone.

iv. Hambatan penyembuhan


• Hambatan/kelambatan yang terjadi pada proses penyembuhan pada trauma dan operasi
dapat merupakan akibat dari penggunaan steroid secara sistemik.

v. Depresi sistem imun


• Imunosupresi setelah transplantasi organ, dapat memberikan peluang untuk
perkembangan infeksi jamur (kandida) dan virus (herpetik) di mukosa, memudahkan
terjadinya perdarahan dan memperberat penyakit periodontal yang sebelumnya telah
ada.

vi. Depresi sumsum tulang

Kelainan produksi sel darah putih


• Bila berat dapat menyebabkan agranulositosis disertai ulserasi nekrotik pada gingiva
dan leher.
• Ulserasi mulut umumnya terjadi pada pasien yang dirawat dengan obat sitotoksik,
terutama methotrexate, emas, penicilamine, captopril dan inhibitor ACE lainnya.

Kelainan produksi sel darah merah


• Defisiensi folat dan anemia makrositik merupakan komplikasi yang kadang ditemukan
pada perawatan phenytoin jangka panjang.
• Perubahan yang terjadi dalam mulut berupa ulserasi aftosa yang berat.

Kelainan hemostasis
• Trombositopenia bisa berkaitan dengan obat (termasuk di atas) dan dapat menyebabkan
perdarahan pada tepi gusi, yang dapat bersifat spontan atau mengikuti trauma ringan.

vii. Pergerakan cepat otot wajah (facial muscle tics)


• Pergerakan otot sesuai perintah seperti pada otot ekspresi muka dapat terjadi setelah
penggunaan sejumlah obat tertentu termasuk phenothiazine, phenytoin, dan
carbamazepine.

viii. Rasa sakit pada wajah ( lihat juga Bab 5 dan 6)


• Kadang dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti phenothiazine.

ix. Hiperplasia gingiva


• Hiperplasia gingiva merupakan efek samping penggunaan phenytoin dan
kadang cyclosporin atau nifedipine (juga beberapa calcium channel blocker).
• Derajat hiperplasia yang terjadi bervariasi, tetapi terutama melibatkan papilla
interdental.
• Hiperplasia yang terjadi ada hubungannya dengan plak yang terbentuk, plak tersebut
dapat dihilangkan dengan mudah.

x. Hipersekresi saliva
• Beberapa obat (misalnya clozapine) dapat meningkatkan produksi saliva.
• Hal ini bukan masalah, kecuali bila pasien mengalami kesulitan menelan.
• Namun pada beberapa pasien, saliva yang berlebihan menimbulkan cheilitis angularis.

xi. Perubahan warna gigi bersifat intrinsik

Tetracycline staining
• Staining intrinsik pada gigi pada umumnya disebabkan oleh tetrasiklin.
• Staining dapat melibatkan gigi-geligi bila obat diberikan pada bulan keempat in utero
sampai usia 12 tahun.
• Semua jenis tetrasiklin terlibat dan warna kelainannya tergantung dari jenis tetrasiklin
yang digunakan, warna bervariasi dari kuning hingga keabuan.
• Pada permukaan gigi yang terlibat, dapat dilihat letak dan lebar pita perubahan warna
yang terjadi, yang dapat menunjukkan pada usia ke berapa tetrasiklin digunakan, juga
berapa lama.

Fluorosis
• Penggunaan fluor secara berlebihan selama pertumbuhan dan perkembangan gigi dapat
menyebabkan dental fluorosis disertai mottling (putih atau coklat) pada email dan
beberapa area hipoplasia, juga pitting.

xii. Reaksi lupoid


• Suatu reaksi menyerupai systemic lupus erythematosus (SLE) (lihat halaman 281) dapat
disebabkan oleh penggunaan obat, termasuk hydralazine dan procainamide.

xiii. Pigmentasi dalam mulut


• Perubahan warna disebabkan oleh tertanamnya logam berat seperti timbal atau merkuri
di dalam jaringan gusi. Kini lebih jarang ditemukan.
• Phenotiazine dilaporkan dapat menimbulkan perubahan warna dalam mulut.
• Penggunaan berkepanjangan antibiotika topikal dan obat kumur antiseptik dapat
menyebabkan perubahan warna gelap (bahkan hitam) pada dorsum lidah, kemungkinan
juga akibat pertumbuhan berlebihan mikroorganisme yang memproduksi pigmen
berwarna hitam (black hairy tongue).

xiv. Pemphigus/pemphigoid-like reaction


• Pada beberapa kasus: vesikel, bula dan ulserasi yang terjadi pada pemfigus vulgaris dan
mucous membrane pemphigoid (lihat halaman 202-204) dapat dipicu oleh penggunaan
obat, termasuk penicillamine.

xv. Rasa sakit pada kelenjar saliva


• Rasa sakit dalam kelenjar liur telah dilaporkan ada hubungannya dengan penggunaan
antihipertensi (misalnya bethanidine, clonidine, methyldopa) dan vinca alkaloids.

xvi. Pembengkakan kelenjar saliva


• Pembengkakan kelenjar liur dapat terjadi akibat penggunaan iodida, obat antitiroid,
phenotiazine dan sulphonamide.

xvii. Perubahan persepsi rasa


• Banyak obat yang berpengaruh pada persepsi rasa, termasuk penicillamine,
griseofulvin,
captopril (ACE inhibitor lainnya), carbimazole dan metronidazole.

xviii. Parestesi trigeminal


• Telah dilaporkan dapat terjadi akibat penggunaan berbagai macam obat, terutama
acetazolamide.

xix. Xerostomia (mulut kering)


• Dampak yang umumnya terjadi pada kelenjar liur akibat pemakaian obat adalah aliran
saliva yang menurun.
• Pada pasien dengan mulut kering dapat ditemukan gejala rasa terbakar, mukosa rapuh
dan kesehatan mulutnya buruk.
• Selain itu dapat dijumpai karies rampan, penyakit periodontal, tidak dapat
menggunakan gigi tiruan dan infeksi mulut (terutama kandidiasis).
• Banyak obat yang dapat menyebabkan xerostomia, tetapi terutama tricyclic
antidepressant.
• Dengan bertambahnya penggunaan tricyclic antidepressant dan konsekuensi yang
terjadi sebagai akibatnya, maka reaksi seperti ini perlu dipertimbangkan.
• Penggunaan berlebihan diuretikjuga dapat menyebabkan xerostomia.
Melaporkan kecurigaan tentang reaksi obat yang
merugikan
• Komisi pengawasan obat menggunakan kartu kuning untuk melaporkan bila dicurigai
telah terjadi reaksi yang merugikan akibat penggunaan suatu obat.
• Bila reaksi terjadi setelah menggunakan obat baru, maka semua reaksi yang terjadi
perlu segera dilaporkan.
• Kartu kuning tersebut juga dapat digunakan untuk mencatat semua obat lainnya yang
digunakan dalam waktu 3 bulan sebelumnya, termasuk pengobatan diri sendiri.
• Bila reaksi yang dicurigai terjadi pada produk yang sudah terkenal, maka reaksi berat
ataupun reaksi di luar kebiasaan perlu dilaporkan, sedangkan reaksi ringan tidak usah.

Bacaan lanjutan

Dental Practitioner’s Formulary and British National Formulary. Royal Pharmaceutical


Society of Great Britain.
Scully, C. dan Cawson, R.A. (1998) Medical Problems in Dentistry, Ed. Ke- 4. Oxford:
Wright.

Anda mungkin juga menyukai