Anda di halaman 1dari 18

Prevalensi Anak Berisiko Wasting dan Faktor-Faktor yang Berhubungan:

Studi Cross Sectional pada Anak Usia 3-9 Tahun di Pesantren Tapak Sunan
Tahun 2011

Abdulla Emir Pramudya1, Saptawati Bardosono2

1.Program Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


2.Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Email: abdulla.pramudya@yahoo.com

Abstrak

Wasting adalah suatu keadaan kekurangan gizi akut yang banyak terdapat di daerah dengan sosial-
ekonomi rendah yang dapat disebabkan oleh asupan nutrisi yang inadekuat dan adanya penyakit. Di Indonesia,
prevalensi wasting pada tahun 2010 adalah 13,3%, sementara prevalensi wasting di DKI Jakarta pada tahun 2010
adalah 11,3%. Wasting dapat mengakibatkan berbagai permasalahan serius pada anak, bahkan dapat
meningkatkan risiko kematian anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi anak berisiko
wasting pada santri usia 3-9 tahun di Pesantren Tapak Sunan dan faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian ini
menggunakan desain cross-sectional di Pesantren Tapak Sunan,Jakarta Timur yang melibatkan 28 anak laki-laki
dan 22 anak perempuan. Data diambil pada tanggal 19 Januari 2011 yaitu jenis kelamin, usia, tinggi badan, dan
berat badan. Data dianalisis dengan program SPSS menggunakan uji Fischer Exact Test. Hasilnya menunjukkan
prevalensi anak berisiko wasting di Pesantren Tapak Sunan adalah 12%. Selain itu, anak laki-laki memiliki risiko
wasting yang lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan dan anak pada kelompok usia 3-6 tahun
memiliki risiko wasting yang lebih besar dibandingkan dengan anak pada kelompok usia 7-9 tahun. Tidak
terdapat hubungan bermakna antara anak berisiko wasting dengan jenis kelamin (p = 0,160), demikian juga
dengan kelompok usia (p=0,616). Disimpulkan, prevalensi anak berisiko wasting di pesantren Tapak Sunan
tergolong cukup tinggi dan perlu mendapat perhatian.

Kata Kunci : Anak; Jakarta; Pesantren; wasting

Prevalence of Children with Wasting Risk and Its Related Factors: A Cross Sectional
Study in Children Aged 3-9 Years in Tapak Sunan Boarding School Year 2011

Abstract

Wasting is a malnutrition which can be found mostly in an area with low sosioeconomic level which can
be caused by inadequate nutrition and disease.The prevalence of wasting in Indonesia is 13,3% in 2010. In the
same year, the prevalence of wasting in DKI Jakarta is 11,3%. Wasting can caused many serious problems for
children. Moreover, it can increase the children’s death risk. The goal of this study is to know the prevalence of
wasting risk in students aged 3-9 years in Tapak Sunan boarding school and its related factors. This study uses
cross-sectional design in Tapak Sunan Boarding School,East Jakarta involving 28 boys and 22 girls. The data
was taken on 19th January 2011 by examining sex, age, height, and weight. The data was processed by SPSS
using Fischer Exact Test. The result shows that the wasting-risk prevalence in Tapak Sunan Boarding School is
12%. In addition, boys have a bigger risk for wasting than girls, while the 3-6 years old children have a bigger
risk for wasting than the 7-9 years old children. There isn’t any association between wasting-risk and sex
(P=0,160) and there isn’t any association between wasting-risk and age cluster either (P=0,616). In
conclusion,the children with wasting-risk prevalence in Tapak Sunan Boarding School is high enough and needs
a serious attention.

Keywords: Boarding school; children; Jakarta; wasting

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


Pendahuluan

Di Indonesia, kekurangan gizi pada anak balita dan usia sekolah masih menjadi
masalah serius, salah satunya adalah wasting. Hasil penelitian World Health Organization
(WHO) menyebutkan prevalensi wasting di Indonesia sebesar 14,8% pada tahun 2007.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, prevalensi wasting mencapai
13,3%.1,2 Prevalensi wasting di Indonesia bervariasi antara desa dan kota, dengan prevalensi
yang lebih tinggi di desa.2
Wasting disebabkan oleh asupan gizi yang inadekuat atau adanya penyakit pada anak.
Kedaan tersebut mengakibatkan berat badan pada anak berkurang sehingga berat badan anak
tersebut tidak proporsional dengan tinggi badannya. Selain itu, usia dan jenis kelamin juga
berperan dalam mempengaruhi wasting.
Dampak wasting adalah anak mengalami penurunan daya eksplorasi terhadap
lingkungannya, peningkatan frekuensi menangis, kurang bergaul dengan sesama anak, kurang
perasaan gembira, dan cenderung menjadi apatis. Dalam jangka panjang, anak yang
mengalami wasting juga mengalami gangguan kognitif, penurunan prestasi belajar, gangguan
tingkah laku, bahkan peningkatan risiko kematian.3-6
Untuk mengatasi masalah wasting, Indonesia telah melakukan berbagai cara antara
lain membentuk program Desa Siaga. Dengan program tersebut, masyarakat pedesaan
ditingkatkan kewaspadaannya akan gizi buruk dan dampaknya yaitu wasting. Dengan
Program Desa Siaga, beberapa kabupaten di Indonesia seperti Kabupaten Purbalingga,
Lumajang, dan Karanganyar, berhasil mengatasi kekurangan gizi dengan cara pemberdayaan
ekonomi masyarakat dan perekrutan lulusan akademi keperawatan untuk memberdayakan
posyandu daerah mereka masing-masing.7
DKI Jakarta, walaupun tergolong kota metropolitan, masih banyak terdapat daerah
yang warganya mengalami kekurangan gizi dan wasting. Menurut data Riskesdas 2010,2
prevalensi wasting Di DKI Jakarta mencapai 11,3%. Keadaan tersebut bukan saja terjadi di
daerah pemukiman, tetapi juga pada sekelompok masyarakat yang tinggal bersama, misalnya
di asrama atau pesantren. Pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang muridnya (santri)
tinggal di asrama. Umumnya, santri berasal dari daerah yang keadaan sosial ekonominya
kurang sehingga diduga mengalami masalah kekurangan gizi dan wasting.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi anak berisiko
wasting pada anak usia 3-9 tahun di Pesantren Tapak Sunan di Jakarta Timur dan faktor-
faktor yang berhubungan. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui apakah ada anak yang

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


berisiko wasting di Condet dan apakah berhubungan dengan usia dan jenis kelamin anak.
Pesantren Tapak Sunan dipilih sebagai lokasi penelitian karena penelitian ini merupakan
penelitian besar yang juga melibatkan Departemen Parasitologi dan Departemen Kulit FKUI
di lokasi yang sama.

Tinjauan Pustaka

2.1 Wasting
2.1.1 Definisi Wasting
Wasting  merupakan bagian dari kekurangan gizi. Menurut UNICEF, wasting adalah
kurangnya berat badan terhadap tinggi badan sehingga tubuh anak tersebut tidak
proporsional (low weight for height).8
2.1.2 Epidemiologi Wasting
Prevalensi wasting di negara berkembang berdasarkan data UNICEF tahun 2003-
2008 adalah 13 %, sementara prevalensi wasting akut adalah 5% (Gambar 1).9

Keterangan:

< 2,5%
2,5-4,9%
5-9,9%
≥ 10 %
Data tidak
tersedia

Gambar 1. Prevalensi wasting di dunia9

Di Indonesia, menurut hasil Riskesdas tahun 2010, prevalensi wasting sebesar


13,3%, dengan prevalensi tertinggi di Provinsi Jambi (20%) dan terendah di Bangka
Belitung (7,6%). Prevalensi wasting di DKI Jakarta sebesar 11,3%.2

2.1.3 Etiologi Wasting


Wasting disebabkan oleh asupan nutrisi yang inadekuat dan dapat juga terjadi
akibat penyakit.3-5 Infeksi gastrointestinal seperti diare dan infeksi saluran pernapasan
merupakan contoh dari penyakit yang dapat mengakibatkan wasting.10,11 Selain itu, infeksi

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


pada mulut dan gigi, efek samping dari obat tertentu, gangguan fungsi usus, hiperaktivitas,
perubahan metabolisme, dan gangguan nafsu makan juga memiliki peran tersendiri dalam
menimbulkan wasting.12

2.1.4 Manifestasi Klinis dan Dampak Wasting


Anak-anak yang terkena wasting memiliki berat badan kurang dibandingkan
dengan tinggi badannya.5 Akibatnya, anak dapat mengalami hal-hal seperti berikut:6,12
1. Perlambatan gerak lambung dan penurunan sekresi asam lambung
2. Atrofi dan fibrosis sel asinar pankreas
3. Penurunan rerata filtrasi glomerulus dan aliran plasma pada ginjal
4. Anemia
5. Trombositopenia
6. Berkurangnya volume jantung
7. Hilangnya kekuatan otot-otot pernapasan
8. Atrofi mukosa usus halus
9. Penumpukan lemak dalam hati
10.Hipoplasia sel penghasil eritrosit
11.Memudahkan infeksi tuberkulosis, bronkitis, atau pneumonia
12.Penurunan daya eksplorasi terhadap lingkungan
13.Peningkatan frekuensi menangis
14.Penurunan interaksi dengan sesamanya
15.Kurangnya perasaan gembira
16.Cenderung menjadi apatis
17.Gangguan kognitif
18.Penurunan prestasi belajar
19.Gangguan tingkah laku
20.Meningkatkan risiko kematian

2.1.5 Cara Pengukuran Wasting


Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui wasting, yaitu:
1. Teknik antropometrik (pengamatan keadaan fisik responden)13
Antropometrik pertama kali diperkenalkan oleh Brozek (1956), dimana ia
mendefinisikan antropometrik sebagai pengukuran tubuh dan nutrisi manusia.
Kemudian, pengertian tersebut disempurnakan oleh Jellife (1996) yang

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


mendefinisikan antopometrik sebagai keberagaman cara untuk melakukan
pengukuran tubuh baik komposisinya maupun dimensinya yang berdasarkan tingkat
umur dan tingkat gizi.Antopometri bertujuan untuk mendapatkan data status gizi dari
aneka ketidakseimbangan (pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh)
antara asupan protein dengan energi.14
Sebagai salah satu teknik untuk mengetahui status gizi, termasuk gizi kurang,
antropometrik memiliki beberapa keunggulan. Selain tingkat ketepatan dan
keakuratannya yang tinggi, teknik ini dapat dilakukan secara sederhana dan bisa
dilakukan untuk jumlah sampel yang besar. Selain itu, peralatan yang dibutuhkan
dalam teknik ini sangatlah murah dan dapat dibawa kemana saja. Karena tingkat
kemudahannya yang tinggi, orang awam terlatihpun dapat melakukannya. Ambang
batas dari antropometrik ini juga sangat jelas dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi status gizi seorang anak.15
Namun, teknik antropometrik memiliki beberapa kelemahan. Selain kesalahan
pada saat pengukuran yang bisa mempengaruhi validitas pengukuran, pengukuran
antropometrik tidak dapat digunakan untuk melakukan deteksi status gizi dalam
waktu singkat. Selain itu, sejumlah faktor eksternal gizi (penyakit, genetik, dan
penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan tingkat spesifikasi dan sensitivitas
pengukuran ini.15
Salah satu indikator antropometrik adalah tinggi badan dan berat badan. Bila
kita sudah mendapatkan kedua data tersebut, kita dapat menghitung Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan menggunakan rumus:15
BB(kg )
IMT =
TB(m 2 )
IMT digunakan dalam pengukuran karena data yang didapatkan dari IMT
tidak membutuhkan data usia (penyebab IMT direkomendasikan oleh WHO sejak
tahun 1978) dan mempermudah diferensiasi golongan berat badan (gemuk,normal,
dan kurus).15 Namun, kelemahan IMT adalah borosnya waktu, dibutuhkan dua
macam alat ukur dan dua orang untuk melakukannya, pembacaan hasil yang
terkadang salah, dan tingkat kesulitan yang tinggi dalam mengukur tinggi badan
balita.16Pada anak-anak, karena tidak adanya klasifikasi IMT seperti orang dewasa,
maka digunakan persentil IMT atau skor-Z dari perbandingan berat badan terhadap
tinggi badan (WHZ) khusus untuk balita. Seorang anak dinyatakan wasting bila

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


didapatkan persentil IMT anak tersebut kurang dari 5% atau WHZ kurang dari -2
Standar Deviasi.17
Selain indikator tinggi badan dan berat badan, indikator lingkar lengan atas
dalam tes antropometri dapat digunakan karena dapat memperlihatkan hasil massa
otot secara akurat.18 Menurut Morley,19 batasan seseorang dinyatakan wasting adalah
bila lingkar lengan atas kurang dari 110 mm bagi anak-anak dan kurang dari 250 mm
bagi orang dewasa.

2. Penelusuran rekam medis responden


Hal-hal yang perlu diselidiki dari rekam medis ini adalah jenis obat yang
pernah diberikan oleh dokter dan penyakit apakah yang pernah diderita sebelumnya.
Penyelidikan terhadap penyakit tersebut termasuk berapa lama ia terkena penyakit
tersebut, gejala-gejala yang pernah ia rasakan, terapi yang pernah ia jalani, dan
diagnosisnya.13

3. Pengamatan pola makan


Dalam pola makan, terdapat berbagai hal yang harus diamati, yaitu porsi
makan dan kualitas asupan makanannya, bagaimana pola makanan di lingkungan
keluarganya, ada tidaknya alergi terhadap suatu zat makanan tertentu, ada tidaknya
makanan khusus yang dikonsumsi, dan larangan mengonsumsi makanan tertentu
selain karena alergi (misalkan hukum agama).13

4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah cara yang paling mudah digunakan untuk mengetahui
apakah seseorang mengalami wasting atau tidak. Tanda-tanda wasting yang harus
diamati adalah: 15
1. Warna dan keadaan rambut
2. Warna dan keadaan wajah
3. Warna dan keadaan mata
4. Keadaan bibir
5. Warna dan keadaan lidah
6. Keadaan gigi
7. Warna dan keadaan gusi
8. Keadaan wajah

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


9. Warna dan keadaan kuku
10. Keadaan otot sebelum dan pada saat digerakan
11. Keadaan jantung dan tekanan darah
12. Keadaan perut
13. Stabilitas tubuh dan kemampuan refleks

5. Pemeriksaan biokimia
1. Zat Besi, dengan indikator yang diuji adalah:15
1. Hb
2. Free Erytrocytes Protophophyrin (FEP)
3. Hematokrit
4. Ferritin serum (Sf)
5. Unsaturated iron-binding capacity serum
6. Transferrin Saturation (TS)
7. Besi serum
2. Protein, dengan indikator yang diuji adalah:15
1. Transferin
2. Retinol Binding Protein (RBP)
3. Albumin
4. Fibronectin
5. Insulin-Like Growth Factor 1
6. Prealbumin
3. Vitamin, dengan indikator yang diuji adalah:15
1. Vitamin A
2. Vitamin C
3. Vitamin E
4. Vitamin B6
5. Vitamin B12
6. Vitamin D
7. Vitamin B1
8. Vitamin B2
9. Niasin
4. Mineral, dengan indikator yang diuji adalah:15
1. Kalsium

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


2. Iodin
3. Zink
4. Krom
5. Magnesium
6. Selenium
7. Fosfor
8. Tembaga

6. Pemeriksaan biofisik
Tes-tes yang termasuk penilaian biofisik adalah tes sitologi, tes fungsi fisik dan
radiologi.15

7. Pendekatan ekologis
Dalam pendekatan ekologis, faktor-faktor yang dapat diamati adalah:15
1. Budaya
2. Sosial-ekonomi
3. Infeksi
4. Jumlah asupan makanan
5. Aksesibilitas layanan kesehatan dan pendidikan
6. Produksi pangan

2.1.6 Penanganan Wasting


Karena wasting   merupakan salah satu masalah gizi yang cukup serius dan dapat
berdampak kematian, diperlukan penanganan yang cukup serius terhadap masalah ini.
Langkah penanganan yang dapat dilakukan adalah:20
1. Pemantauan berat badan dengan Kartu Menuju Sehat
2. Penyediaan pelayanan konseling gizi
3. Pemberian makanan tambahan (suplemen) selain ASI
4. Pemberian vaksin
5. Pengadaan rehabilitasi dengan cara penyediaan makanan padat energi dan
pemberian makanan tambahan (suplemen) seperti kacang-kacangan dan produk
yang berasal dari hewan.

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


2.1.7 Prognosis dan Konsekuensi Wasting
Wasting memiliki prognosis yang buruk sebesar 56% bagi anak-anak yang
mengalami wasting ringan maupun akut. Konsekuensi yang dapat dialami oleh seorang
anak yang terkena wasting adalah memiliki risiko kematian yang tinggi, rentan terkena
penyakit (risiko morbiditas yang tinggi), perkembangan kognitif yang turun dan
produktivitas yang turun.20

2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Wasting


2.2.1 Jenis Kelamin
Pada suatu penelitian yang dilakukan di Malaysia,Al-Mekhlafi et al. (2005)
menemukan bahwa laki-laki lebih cenderung menderita wasting dibandingkan perempuan.
Dari 368 anak usia 2-15 tahun yang berpartisipasi dalam penelitian ini, tim peneliti
mendapatkan bahwa terdapat 80 anak laki-laki yang mengalami wasting, sementara hanya
67 anak perempuan saja yang mengalami hal yang sama.21
2.2.2 Usia
Marjan et al. (1998) menemukan dalam penelitiannya bahwa anak-anak yang
berada pada kelompok usia 0-5 tahun mengalami kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami wasting dibandingkan anak-anak yang berada pada kelompok usia 5-9 tahun.
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 208 anak, yang terdiri atas 93 anak yang berada
pada kelompok usia 0-5 tahun dan 115 anak pada kelompok usia 5-9 tahun, ditemukan
bahwa prevalensi wasting pada kelompok usia 0-5 tahun adalah 3,8%, sementara pada
kelompok usia 5-9 tahun adalah 1,8%.22
2.2.3 Status Kesehatan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Monika et al.(2010) di Distrik Bareilly,
India, ditemukan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah terpencil lebih rentan terkena
wasting   daripada anak-anak perkotaan mengingat status kesehatan anak perkotaan yang
lebih tinggi daripada anak pedesaan. Dari 400 anak yang berada di kota maupun desa,
didapatkan bahwa anak yang terkena wasting di pedesaan mencapai 90 orang, sementara di
perkotaan hanya terdapat 10 orang saja.23  
2.2.4 Asupan Makanan
Pada studi yang dilakukan oleh Grillenberger et al.(2003) pada 544 anak sekolah di
Kenya, didapatkan bahwa pemberian asupan makanan (dalam penelitian ini daging dan
makanan kaya energi yang mengandung lemak tambahan) dapat menghambat penurunan
WHZ hingga 50% sehingga dapat menurunkan risiko wasting. Pada penelitian ini, anak-

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


anak tersebut dibagi menjadi 4 kelompok, lalu diberikan makanan tambahan yaitu daging,
makanan kaya energi yang mengandung ekstra lemak, susu sapi yang didihkan dalam suhu
tinggi, dan hanya diberikan makanan utama tanpa tambahan apapun.24

Metode Penelitian

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini bersifat observasional dan merupakan studi potong lintang (cross-
sectional study) terhadap santri usia 3-9 tahun di Pesantren Tapak Sunan, Jakarta Timur.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2011 sampai Februari 2012 di
Pesantren Tapak Sunan, Jakarta Timur. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 Januari
2011.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi target penelitian ini adalah seluruh santri Pesantren Tapak Sunan, Jakarta
Timur, sementara populasi terjangkau penelitian ini adalah santri Pesantren Tapak Sunan
yang berusia 3-9 tahun. Subyek adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memneuhi
kriteria penelitian.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah santri laki-laki dan perempuan yang berusia
3-9 tahun dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Sementara kriteria eksklusi adalah
santri yang tidak berada di tempat ketika pengumpulan data dilakukan. Kriteria drop-out pada
penelitian ini adalah santri dengan data yang tidak dapat diproses di program Epi-Info.

3.4 Kerangka Sampel


Sampel pada penelitian ini diambil dengan cara total sampling.Untuk penghitungan
besar sampel pada studi cross-sectional ini, digunakan rumus:25
Zα 2 × p × q
n1 =
L2

n1 = Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian


α = 0,05 → Zα (ditetapkan) = 1,96
p = prevalensi anak berisiko wasting di Condet (diperkirakan 50%)

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


q = 50%
L = Tingkat kepercayaan = 10% maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah:
Zα 2 × p × q
n=
L2
(1,96) 2 × 0,5 × 0,5
=
(0,1) 2
3,8416 × 0,5 × 0,5
=
0,01
0,9604
=
0,01
= 96 (dibulatkan) → Jumlah sampel sementara

Karena populasi terjangkau sudah diketahui (79 santri), maka rumus yang digunakan:9
n1
n2 =
n1
1+
N
N= Jumlah sampel yang ada di lapangan
96
=
96
1+
79
96
=
175
79
79
= 96 x
175
7584
=
175
= 43 (dibulatkan) → Jumlah sampel sementara
Untuk mengantisipasi drop out, maka digunakan rumus:25
ntotal = n2 + 10% x n2
= 43 + 10% x 43
= 43 + 4 (dibulatkan)
= 47
Jadi, dalam penelitian ini, dibutuhkan sedikitnya 47 santri.

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


3.5 Identifikasi Variabel

Variabel Bebas : Usia dan Jenis Kelamin

Variabel Terikat : Anak berisiko Wasting

3.6 Definisi Operasional

1. Usia dihitung dengan cara menghitung selisih antara tanggal penelitian dengan
tanggal lahir subjek, kemudian diklasifikasikan menjadi dua:

- usia muda, yaitu usia 3-6 tahun

- usia sedang, yaitu usia 7-9 tahun

2. Jenis kelamin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : laki-laki dan perempuan


berdasarkan pengamatan fisik pada saat pengambilan sampel.

3. Klasifikasi anak berisiko wasting atau kurus dibuat berdasarkan klasifikasi WHZ,
dan dipresentasikan menjadi dua yaitu berisiko kurus, jika WHZ < -1 dan tidak
berisiko kurus, jika WHZ >-1.

4. Tinggi badan diukur dengan mengamati angka yang tertera pada microtoise
(meteran) dengan posisi mata lurus ke arah microtoise sebanyak dua kali. Subyek
yang diukur harus menggunakan pakaian seminim mungkin dengan keadaan
bagian belakang tubuh menyentuh tembok. Selain itu, subyek juga harus
memandang lurus ke depan.

5. Berat badan diukur dengan mengamati angka yang tertulis pada timbangan digital
SECA sebanyak dua kali, setelah memastikan bahwa angka pada timbangan digital
SECA adalah 0,00 dan subyek menggunakan pakaian yang seminim mungkin.

3.7 Cara Kerja

3.7.1. Pemilihan Subyek


Dari 79 santri yang berusia 3-9 tahun, hanya 55 santri yang dijadikan sampel
penelitian ini berdasarkan metode total sampling.
3.7.2. Pengamatan Subyek
Orang tua subyek diberi penjelasan mengenai tujuan penelitian, lalu dimintakan
persetujuan lisan untuk mengikuti penelitian dan berhak menolak ikut dalam penelitian jika

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


mereka tidak setuju. Selanjutnya, dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak.
Data yang diperoleh dari pengukuran dicatat dalam formulir data dan akan dijaga
kerahasiaannya.
Kemudian, subyek menjalani pengukuran tinggi badan. Langkah pertama dalam
pengukuran tinggi badan adalah meminta subyek untuk menggunakan pakaian seminim
mungkin. Kemudian, subyek diminta berdiri pada bidang yang datar dengan keadaan tumit
dan badan subyek yang menempel pada dinding yang datar. Lalu, ketika melakukan
pembacaan, mata harus memandang lurus ke depan. Setelah itu, pengukuran harus kembali
diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Setelah pengukuran tinggi badan selesai, subyek menjalani pengukuran tinggi badan.
Langkah pertama dalam pengukuran berat badan adalah meminta subyek untuk menggunakan
pakaian seminim mungkin, termasuk melepas alas kaki. Kemudian, subyek diminta berdiri di
atas timbangan, setelah memastikan terlebih dahulu bahwa angka di timbangan adalah angka
0,00. Pembacaan dilakukan dengan cara mengamati angka yang tertulis dalam timbangan.
Setelah itu, pengukuran berat badan diulang dilakukan dua kali untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat.
3.7.3. Pengelolaan dan Analisis Data
Setelah data dari berat badan dan tinggi badan didapatkan, data diolah terlebih dahulu
melalui tahapan editing, coding, cleaning, dan entry ke dalam program SPSS for Windows
versi 11.5 untuk menguji kebenaran hipotesis dan Epi Info versi 3.3.2 untuk menentukan anak
berisko wasting berdasarkan indikator WHZ (weight-for-height Z score).
3.7.4. Interpretasi Data
Data yang telah didapatkan kemudian akan dilihat besaran statistiknya meliputi
proporsi pada masing-masing kelompok, perbandingan proporsi antara kelompok, interval
kepercayaan, dan nilai p dari perbandingan proporsi tersebut dengan uji Fischer Exact Test.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pesantren Tapak Sunan memiliki 79 santri dimana semua santri direncanakan


diikutsertakan dalam penelitian. Namun, hanya 55 santri saja yang mengikuti penelitian ini.
Dari 55 subyek yang diteliti, terdapat lima data yang tidak dapat diproses di program Epi-
Info, sehingga data yang dapat dianalisis adalah 50.

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


4.1 Sebaran Subyek Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Sebaran data subyek berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Karakteristik Subyek

Jumlah (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 28 (56)
Perempuan 22 (44)
Kelompok Usia
3-6 tahun 43 (86)
7-9 tahun 7 (14)

Dari Tabel 1 di atas, didapatkan bahwa mayoritas subyek di Pesantren Tapak Sunan,
didominasi oleh anak laki-laki. Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan BPS tahun 2010 di
Kotamadya Jakarta Timur adalah 104%, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
4 persen dibandingkan dengan perempuan.26
Pada tabel yang sama, didapatkan bahwa mayoritas subyek di Pesantren Tapak Sunan,
didominasi oleh anak pada kelompok usia 3-6 tahun. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
BPS tahun 2010, anak-anak usia 0-4 tahun di DKI Jakarta lebih banyak dibandingkan dengan
anak-anak usia 5-9 tahun.27

4.2 Sebaran Data Subyek Berdasarkan Prevalensi Anak Berisiko Wasting


Sebaran subyek berdasarkan prevalensi anak berisiko wasting dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran Data Subyek Berdasarkan Prevalensi Anak Berisiko Wasting

Berisiko Kurus (%) Tidak Berisiko Kurus(%)


Laki-laki 5 (17,9) 23 (82,1)
Perempuan 1 (4,5) 21 (95,5)
Total 6 (12%) 44 (88%)

Dari Tabel 2 di atas, diperoleh data bahwa prevalensi anak berisiko wasting pada santri
usia 3-9 tahun sebesar 12%, dengan penyebab antara lain asupan nutrisi yang inadekuat dan
penyakit.3-5 Selain itu, didapatkan pula bahwa anak laki-laki memiliki risiko wasting yang
lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
anak laki-laki cenderung malas untuk makan dibandingkan anak perempuan. Selain itu,

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


kemungkinan ini diperparah dengan tingginya aktivitas fisik pada anak laki-laki dibandingkan
dengan anak perempuan. Dampaknya, berat badan pada anak laki-laki menjadi lebih ringan
dibandingkan anak perempuan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya wasting.

4.3 Hubungan antara Anak Berisiko Wasting dengan Usia dan Jenis Kelamin
Hubungan antara anak berisiko wasting dengan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara Anak Berisiko Wasting dengan Usia dan Jenis Kelamin

Berisiko Kurus Tidak Berisiko P


(%) Kurus (%)
Jenis Kelamin 0,160
Laki-laki 5 (17,9) 23 (82,1)
Perempuan 1 (4,5) 21 (95,5)
Kelompok Usia 0,616
3-6 tahun 5 (11,6) 38 (88,4)
7-9 tahun 1 (14,3) 6 (85,7)

Dari Tabel 3, diperoleh data bahwa risiko wasting lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Proporsi anak berisiko wasting terhadap jenis kelamin laki-laki
sebesar 17,9% dan proporsi terhadap jenis kelamin perempuan sebesar 4,5% yang
menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya wasting lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan. Meskipun demikian, pada uji Fischer Exact Test didapatkan p = 0,160 yang
berarti tidak ada perbedaan bermakna antara prevalensi anak berisiko wasting dengan jenis
kelamin (laki-laki dan perempuan). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya asupan
di pesantren tersebut. Jadi, prevalensi anak berisiko wasting tidak berhubungan dengan jenis
kelamin.
Pada tabel yang sama, proporsi anak berisiko wasting terhadap kelompok usia 3-6
tahun sebesar 11,6% dan usia 7-9 tahun sebesar 14,3%. Ini berarti kemungkinan terjadinya
wasting lebih banyak didapatkan pada kelompok usia 3-6 tahun. Meskipun demikian, pada uji
Fischer Exact Test didapatkan p = 0,616 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara
prevalensi anak berisiko wasting dengan kelompok usia (3-6 dan 7-9 tahun). Ini kemungkinan
disebabkan oleh tingginya tingkat pengetahuan santri.Jadi, prevalensi anak berisiko wasting
tidak berhubungan dengan kelompok usia.

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


Kesimpulan

1. Karakteristik santri di Pesantren Tapak Sunan: 56 % laki-laki dan 44% perempuan; 86%
santri pada kelompok usia 3-6 tahun dan 14% santri pada kelompok usia 7-9 tahun
2. Prevalensi anak berisiko wasting di Pesantren Tapak Sunan, Jakarta Timur adalah 12%
3. Prevalensi anak berisiko wasting di Pesantren Tapak Sunan tidak berhubungan dengan
jenis kelamin maupun kelompok usia.

Saran

1. Prevalensi anak berisiko wasting di Pesantren Tapak Sunan perlu diturunkan dengan
memberikan penyuluhan kepada orang tua santri dan pengurus pesantren mengenai gizi
khususnya dalam mencegah dan mengatasi wasting.
2. Santri yang mengalami kemungkinan risiko wasting perlu dilakukan perbaikan gizi berupa
pemberian asupan makanan tambahan dan suplemen.

Daftar Pustaka

1.World Health Organization.Nutrition landscape information system: Indonesia [Internet].


2008 [cited 2011 July 2].Tersedia dari: http://apps.who.int.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2010.
3. Toran B. Protein-energy malnutrition. Dalam: Shils ME, Shike M, Ross AC, Cabalerro B,
Cousins RJ, editors. Modern nutrition in health and disease. 10th ed. Philadelphia:
Lippincott William&Wilkins; 2006.
4. Caulfield LE, Richard SA, Rivera JA, Musgrove P, Black RE. Stunting, wasting, and
micronutrient deficiency disorders.Dalam: Jamison DT, Breman JG, Measham AR,
Alleyne G, Claeson M, Evans DB, et al, editors. Disease control priorities in developing
countries. 2nd ed. London: Oxford University Press; 2006.
5. WHO Expert Committee. Physical status: the use and interpretation of anthropometry.
Geneva: World Health Organization;1995.
6. Baker-Henningham H, Grantham-McGregor S. Nutrition in children development.Dalam:
Gibney MJ, Margarets BM, Kearney JM, Arab L, editors. Public health nutrition. Oxford:
Blackwell Publishing Ltd; 2004.

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


7. Dahuri D. Penanganan gizi buruk jangan kesehatan sentris. Media Indonesia (Edisi Akhir
Tahun). 2008; Des 16:32.
8. UNICEF. MDG 1: eradicate extreme poverty and hunger[Internet]. 2011 [disadur 2011 July
2].Tersedia dari:  http://www.unicef.org.
9. UNICEF. Tracking progress on child and maternal nutrition: a survival and development
priority. New York: UNICEF; 2009.
10.Rice AL, Sacco L, Hyder A, Black RE. Malnutrition as an underlying cause of childhood
deaths associated with infectious diseases in developing countries. Bull World Health Org.
2000;78:582-94.
11.Duke T, Michael A, Mgone J, Frank D, Wal T, Sehuko R.   Etiology of child mortality in
Goroka, Papua New Guinea: a prospective two-year study. Bull World Health Org.
2002;80:16-25.
12.Arisman. Ilmu gizi: gizi dalam daur kehidupan. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.
13.Maqbool A, Olsen IE, Stallings VA. Clinical assessment of nutritional status.Dalam:
Dugaan C, Watkins JB, Walker WA, editors. Nutrition in pediatrics: basic science, clinical
applications. 4th ed. Ontario: BC Decker; 2008.
14.Gibson RS.Principles of nutritional assessment.New York:Oxford University Press;1990.
15.Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. Penilaian status gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2002.
16.Hartini S.Studi penggunaan SKDN sebagai alat ukur status gizi anak balita dalam UPGK
[Tesis].Depok,INA:Universitas Indonesia;1983.
17.Narendra MB. Pengukuran antopometri pada penyimpangan tumbuh kembang anak
[Internet]. Jurnal Pediatrik. 2006 Februari 02[Disadur 2011 Juli 2]. Tersedia dari:
http://www.pediatrik.com.
18.Trowbridge FL, Hiner CD, Robertson DA. Arm muscle indicators and creatinine excretion
in children. American Journal Clinical Nutrition. 1982;36(4): 691-6.
19.Morley D. Tapes for measuring mid upper arm circumference (MUAC). Southern Sudan
Medical Journal. 2008 November; 1(4):12.
20.Manary MJ, Solomons NW. Public health aspects of malnutrition. Dalam: Gibney MJ,
Margets BM, Kearney JM, Arab L. Public Health Nutrition. Oxford: Blackwell Publishing
Ltd; 2004.

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012


21.Al-Mekhlafi HMS,Azlin M,Aini UN,Shaik A,Sai’ah A,Fatmah MS,et al.Protein-energy
malnutrition and soil-transmitted helmintiases among Orang Asli children in
Selangor,Malaysia.Asia Pac J Clin Nutr.2005;14(2):188-94.
22.Marjan ZM,Taib MNM,Lin KG,Siong TE.Socio-economic determinants of nutritional
status of children in rural peninsular Malaysia.Asia Pac J Clin Nutr.1998;7(3/4):307-10.
23.Mehotra M,Santosh A,Veenu N. Physical health status of primary school children:a survey
in Bareilly district. Experiments in Education.2010 January;38(1):19-25.
24.Grillenberger M,Neumann CG,Murphy SP,Bwibo NO,van’t Veer P,Hautvast JGAJ et
al.Food suplements have a positive impact on weight gain and the addition of animal
source foods increases lean body mass of Kenyan schoolchildren.American Society of
Nutritional Sciences.2003;133:3957-64.
25.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar – dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta:
Sagung Seto; 2010.
26.BPS DKI Jakarta.Hasil sensus penduduk 2010:data agregat per kabupaten/kota provinsi
DKI Jakarta.Jakarta:Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta;2010.
27.Badan Pusat Statistik.Penduduk menurut kelompok usia dan jenis kelamin:provinsi DKI
Jakarta [Internet].2010 [disadur 2012 Januari 29].Diakses dari:  http://sp2010.bps.go.id.

Prevalensi anak..., Abdulla Emir Pramudya, FK UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai