Laporan Pendahuluan Mobilisasi
Laporan Pendahuluan Mobilisasi
OLEH:
A A ARI NOVIA SULISTIAWATI
1102105008
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu
jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan (A. Aziz Alimul H.
2009).
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otot dan medulla spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf
memiliki bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi
sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat
seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan
secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan
terganggunya daerah yang diinsersi, dan kerusakan pada saraf radial akan
mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik di daerah radial tangan
(A. Aziz Alimul H. 2009).
5. Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan
antarsegmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat
beberapa jenis sendi, misalnya sendi sinovial yang merupakan sendi
kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang
sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan sinovial. Selain itu
terdapat juga sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan sendi lainnya (A. Aziz
Alimul H. 2009).
D. JENIS-JENIS MOBILISASI
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motoris volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang (A. Aziz Alimul H. 2009).
2. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak secara bebas
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motoris dan
sensoris (A. Aziz Alimul H. 2009).
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, seperti adanya dislokasi sendi dan tulang.
Mobilisasi sebagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel. Contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, dan untuk kasus poliomielitis terjadi karena terganggunya
sistem saraf sensorik dan motorik.
E. JENIS-JENIS IMOBILISASI
- Imobilitas fisik: kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
- Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan
otak akibat suatu penyakit.
- Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
- Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan social (A. Aziz Alimul H.
2009).
5. Perubahan Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah
penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10mmHg
ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri.
Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan,
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon
otonom. (McCance and Huether, 1994 dalam Fundamental
Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.2).
8. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi
tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke
dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien
dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis
datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk ke
dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi
peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis
ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter
(Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
9. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi,
perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilisasi
karena selama proses imobilisasi seseorang akan mengalami perubahan
peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain (Fundamental
Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
STROKE
Meningkatnya tekanan
intrakranial
Penekanan
neuron motorik
Hemiplagia Hemiperase
Ketidakmampuan Kelemahan/keterbatasan
bergerak bebas gerak
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko Sindrom Disuse
Faktor Risiko:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Imobilitas Mekanis
- Paralisis
- Program Imobilisasi
- Nyeri Hebat
6. Hambatan Berjalan
Batasan Karakteristik:
- Hambatan kemampuan menaiki tangga
- Hambatan menyusuri tepi jalan
- Hambatan kemampuan berjalan di jalan menurun
- Hambatan kemapuan berjalan di jalan menanjak
- Hambatan kemampuan berjalan di permukaan tidak rata
- Hambatan kemampuan berjalan dengan jarak tertentu
Faktor yang berhubungan:
- Gangguan kognitif
- Kondisi fisik tidak bugar
- Kendala lingkungan (missal: tangga, tanjakan, permukaan tidak rata,
rintangan yang membahayakan, jarak, kurang alat bantu atau individu
lain yang akan membantu dan restrain)
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan penglihatan
- Kekuatan otot tidak memadai
- Kurang pengetahuan
- Gangguan musculoskeletal (missal: kontraktur)
- Gangguan neuromuscular
- Obesitas
- Nyeri
D. PELAKSANAAN (TINDAKAN) KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh
sesuai kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif (Yulia
Suparmi, dkk, 2010)
a. Posisi fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Dudukkan pasien
- Berikan sandaran/bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur,
untuk posisi semifowler (30-45o) dan untuk fowler 90o
- Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus
(supositoria).
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan
posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan
ditekuk diarahkan ke dada
- Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan
diatas tempat tidur
- Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan
kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada
- Tangan kanan diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri
diatas tempat tidur
c. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan
peredaran darah ke otak.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal di antara
kepala dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah
lipatan lutut
- Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat
tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik
atau direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat
dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka
- Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur,
dan renggangkan kedua kaki
- Pasang selimut
e. Posisi Litotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki
dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua
pahanya dan tarik ke arah perut
- Tungkai bawah membentuk sudut 90o terhadap paha
- Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi
lithotomi
- Pasang selimut