Anda di halaman 1dari 22

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.

Puskesmas II Denpasar Selatan berdiri Tahun 1983 dan beralamat di Jalan Danau

Buyan III, Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar,

Provinsi Bali. Puskesmas ini merupakan salah satu dari empat Puskesmas yang

terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan. Wilayah kerja Puskesmas II Denpasar

Selatan merupakan daerah dataran rendah tepi pantai dengan ketinggian tiga

hingga enam meter di atas permukaan laut. Luas wilayah kerja Puskesmas II

Denpasar Selatan ± 13,11 km2, yang terdiri dari dua kelurahan dan dua desa, yaitu

Kelurahan Sanur, Kelurahan Renon, Desa Sanur Kauh dan Desa Sanur Kaja.

Puskesmas II Denpasar Selatan memiliki tiga Puskesmas Pembantu, yaitu

Puskesmas Pembantu Renon, Puskesmas Pembantu Sanur Kauh, dan Puskesmas

Pembantu Sanur Kaja. Adapun batas wilayah kerja Puskesmas II Denpasar

Selatan adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Kelurahan Kesiman (Puskesmas I Denpasar Timur)

2. Sebelah timur : Selat Badung

3. Sebelah selatan : Kelurahan Sidakarya (Puskesmas I Denpasar Selatan)

4. Sebelah barat : Kelurahan Panjer (Puskesmas I Denpasar Selatan).

43
44

Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas II Denpasar Selatan pada tahun 2012

adalah 48.341 jiwa dengan 9.669 KK. Jumlah penduduk tahun 2013 adalah

53.171 jiwa dengan 10.636 KK. Pada tahun 2014 jumlah penduduk mencapai

53.699 jiwa dengan 10.740 KK.

Puskesmas II Denpasar Selatan dikepalai oleh dr. A.A.A.A. Candrawati dan

memiliki 50 orang petugas yang mendukung kegiatan operasional Puskesmas

dengan perincian: tiga orang dokter umum, tiga orang dokter gigi, dua orang

kesehatan masyarakat, 13 orang perawat, sembilan orang bidan, dua orang

kesehatan lingkungan, satu orang ahli madya gizi, dua orang analis kesehatan, dua

orang perawat gigi, dua orang asisten apoteker, dan 11 orang tenaga kontrak

lainnya.

Puskesmas II Denpasar Selatan memiliki beberapa upaya kesehatan wajib, yaitu:

Upaya Promosi Kesehatan, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu

dan Anak serta Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Upaya

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, dan Upaya Pengobatan. Selain

itu adapun usaha kesehatan pengembangan yang dimiliki Puskesmas II Denpasar

Selatan, yaitu: Upaya Kesehatan Sekolah dan Upaya Kesehatan Gigi Sekolah,

Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat, Upaya Kesehatan Usia Lanjut, Klinik

IMS, Klinik VCT, Kesehatan Anak dan Remaja, Kesehatan Jiwa, Kesehatan

Indera, Usaha Kesehatan Kerja, serta tiga program inovasi yang terdiri dari KIA

terintegrasi/terpadu, Klinik IMS, dan Klinik VCT.


45

Peneliti memperoleh data pasien hipertensi di wilayah Kelurahan Sanur,

Kelurahan Renon, Desa Sanur Kauh, dan Desa Sanur Kaja dari catatan kunjungan

pasien di Poliklinik Umum Puskesmas II Denpasar Selatan, serta catatan

kunjungan pasien di tiga Puskesmas Pembantu, yaitu Puskesmas Pembantu

Kelurahan Renon, Puskesmas Pembantu Desa Sanur Kauh, dan Puskesmas

Pembantu Desa Sanur Kaja. Dari data pasien hipertensi yang telah dikumpulkan,

kemudian dipilih responden yang berjenis kelamin laki-laki dan berusia antara

45−74 tahun. Peneliti kemudian berkunjung ke rumah masing responden untuk

melakukan wawancara dan menyeleksi responden berdasarkan kriteria inklusi

serta ekslusi. Selain data pasien yang diperoleh dari dokumentasi Puskesmas,

peneliti juga mengumpulkan data dengan mengikuti kegiatan Posyandu Lansia di

Banjar. Pada kegiatan Posyandu Lansia, jika ada pasien yang diketahui

mengalami hipertensi, peneliti kemudian menanyakan kesediaan untuk menjadi

responden penelitian. Apabila bersedia, peneliti kemudian melakukan wawancara

dan menyeleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.

5.1.2 Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden penelitian berdasarkan kelompok umur, derajat

hipertensi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan riwayat keluarga dengan

hipertensi dapat dilihat pada tabel 6.


46

Tabel 6. Tabel Distribusi Karakteristik Responden

Umur Frekuensi Persentase (%)


45−59 tahun 20 66.7
60−74 tahun 10 33.3
Derajat Hipertensi
Sistolik
Prehipertensi 0 0.0
Hipertensi stadium 1 29 96.7
Hipertensi stadium 2 1 3.3
Derajat Hipertensi
Diastolik
Prehipertensi 1 3.3
Hipertensi stadium 1 21 70.0
Hipertensi stadium 2 8 26.7
Faktor Risiko Merokok
Ya 7 23.3
Tidak 23 76.7
Faktor Risiko Mengonsumsi
Alkohol
Ya 6 20.0
Tidak 24 80.0
Faktor Risiko Riwayat
Keluarga Dengan Hipertensi
Ya 21 70.0
Tidak 9 30.0

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa 20 orang responden dengan persentase

66,7% berusia antara 45−59 tahun yang menurut WHO diklasifikasikan sebagai

lansia pada usia pertengahan (middle age), 29 orang responden dengan persentase

96,7% memiliki tekanan darah sistolik yang diklasifikasikan sebagai hipertensi

stadium satu, 21 orang responden dengan persentase 70,0% memiliki tekanan

darah diastolik yang diklasifikasikan sebagai hipertensi stadium satu, 23 orang

responden dengan persentase 76,7% tidak memiliki faktor risiko hipertensi oleh

karena merokok, 24 orang responden dengan persentase 80,0% tidak memiliki

faktor risiko hipertensi oleh karena mengonsumsi alkohol, serta 21 orang

responden dengan persentase 70,0% memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi.


47

2. Identifikasi Tekanan Darah Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah

Intervensi Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat

Tabel 7. Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Pemberian Air Rebusan Daun
Alpukat di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan

Tekanan Darah Sistolik Mean Median Modus Std. Min Max


Sebelum Intervensi 148.27 147.00 143.00 5.021 142 158
Sesudah Intervensi 136.40 135.00 130.00 4.983 130 146
Tekanan Darah Diastolik
Sebelum Intervensi 98.47 98.00 98.00 2.386 94 102
Sesudah Intervensi 86.67 86.00 88.00 2.320 82 91

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa pada kelompok perlakuan rata-rata

tekanan darah sistolik sebelum intervensi adalah 148,27 mmHg dan sesudah

intervensi pemberian air rebusan daun alpukat, rata-rata tekanan darah sistolik

menjadi 136,40 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastolik sebelum intervensi

adalah 98,47 mmHg dan sesudah intervensi, rata-rata tekanan darah diastolik

menjadi 86,67 mmHg.

Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistolik Kelompok Perlakuan Sebelum


dan Sesudah Intervensi
15
16
14
11
12
Frekuensi

10
8
6 4 Prehipertensi
4 Hipertensi Derajat 1
2 0 0 0
0 Hipertensi Derajat 2
Sistolik Sistolik
Sebelum Sesudah
Intervensi
Tekanan Darah Kelompok Perlakuan

Gambar 5. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistolik Kelompok Perlakuan


Sebelum dan Sesudah Intervensi Pemberian Air Rebusan Daun
Alpukat di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan
48

Gambar 5 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebelum diberikan

intervensi, seluruh responden yaitu 15 orang memiliki tekanan darah sistolik yang

diklasifikasikan sebagai hipertensi derajat satu. Setelah intervensi pemberian air

rebusan daun alpukat, sebagian besar responden yaitu sebanyak 11 orang memiliki

tekanan darah sistolik yang diklasifikasikan sebagai prehipertensi.

Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Diastolik Kelompok Perlakuan Sebelum


dan Sesudah Intervensi
14
14
12
10 9
Frekuensi

8
6
6 Prehipertensi
4 Hipertensi Derajat 1
2 1 Hipertensi Derajat 2
0 0
0
Diastolik Diastolik
Sebelum Sesudah
Intervensi
Tekanan Darah Kelompok Perlakuan

Gambar 6. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Diastolik Kelompok Perlakuan


Sebelum dan Sesudah Intervensi Pemberian Air Rebusan Daun
Alpukat di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebelum diberikan

intervensi, sebagian besar responden yaitu sembilan orang memiliki tekanan darah

diastolik yang diklasifikasikan sebagai hipertensi derajat satu. Setelah intervensi

pemberian air rebusan daun alpukat, sebagian besar responden yaitu 14 orang

memiliki tekanan darah diastolik yang diklasifikasikan sebagai prehipertensi.


49

3. Identifikasi Tekanan Darah Kelompok Kontrol

Tabel 8. Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Tujuh Hari di Wilayah Kerja Puskesmas II
Denpasar Selatan

Tekanan Darah Sistolik Mean Median Modus Std. Min Max


Sebelum (Pretest) 148.73 147.00 145.00 5.548 141 160
Sesudah 7 Hari (Posttest) 147.67 147.00 145.00 5.192 140 158
Tekanan Darah Diastolik
Sebelum (Pretest) 95.33 96.00 92.00 4.168 88 102
Sesudah 7 Hari (Posttest) 94.93 95.00 90.00 3.654 90 100

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol diperoleh rata-

rata tekanan darah sistolik pretest adalah 148,73 mmHg dan rata-rata tekanan

darah sistolik posttest kelompok kontrol adalah 147,67 mmHg. Sedangkan rata-

rata tekanan darah diastolik pretest adalah 95,33 mmHg dan rata-rata tekanan

darah diastolik posttest adalah 94,93 mmHg.

Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistolik Kelompok Kontrol Sebelum dan


Setelah Tujuh Hari

16 15
14
14

12

10
Frekuensi

8 Prehipertensi
6 Hipertensi Derajat 1

4 Hipertensi Derajat 2

2 1
0 0 0
0
Sistolik Sistolik
Pretest Posttest
Tekanan Darah Kelompok Kontrol

Gambar 7. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistolik Kelompok Kontrol


Sebelum dan Setelah Tujuh Hari di wilayah kerja Puskesmas II
Denpasar Selatan
50

Gambar 7 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, sebagian besar responden

yaitu 14 orang memiliki tekanan darah sistolik pretest yang diklasifikasikan

sebagai hipertensi derajat satu. Setelah tujuh hari, seluruh responden yaitu 15

orang memiliki tekanan darah sistolik yang juga diklasifikasikan sebagai

hipertensi derajat satu.

Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Diastolik Kelompok Kontrol Sebelum


dan Setelah Tujuh Hari
14
14
12
12
10
Frekuensi

8
Prehipertensi
6
Hipertensi Derajat 1
4
2 Hipertensi Derajat 2
2 1 1
0
0
Diastolik Diastolik
Pretest Posttest
Tekanan Darah Kelompok Kontrol

Gambar 8. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Diastolik Kelompok Kontrol


Sebelum dan Setelah Tujuh Hari di wilayah kerja Puskesmas II
Denpasar Selatan

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, sebagian besar responden

yaitu 12 orang memiliki tekanan darah diastolik pretest yang diklasifikasikan

sebagai hipertensi derajat satu. Setelah tujuh hari, sebagian besar responden yaitu

14 orang memiliki tekanan darah sistolik yang juga diklasifikasikan sebagai

hipertensi derajat satu.


51

5.1.3 Analisis Bivariat

1. Hasil Analisis Tekanan Darah Pasien Hipertensi pada Kelompok

Perlakuan Sebelum dan Sesudah Intervensi

Untuk mengetahui perbedaan tekanan darah pasien hipertensi sebelum dan

sesudah diberikan intervensi pemberian air rebusan daun alpukat pada kelompok

perlakuan dilakukan dengan menggunakan program komputer. Data yang sudah

diperoleh kemudian diuji menggunakan paired sample t-test dengan tingkat

kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% (0,05), yang berarti nilai signifikansi

α≤0,05. Hasil analisis perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan

sesudah intervensi kelompok perlakuan ditampilkan dalam tabel 9 dan 10.

Tabel 9. Hasil Uji Paired Sample t-test Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Intervensi
Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat pada Kelompok Perlakuan di Wilayah Kerja
Puskesmas II Denpasar Selatan

Variabel n Mean±SD Perbedaan CI 95% t df p


Mean±SD
TD Sistolik 15 148.27±5.021
Pretest –
11.867±1.506 11.033−12.700 30.527 14 0.000
TD Sistolik 15 136.40±4.983
Posttest

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah 30,527 dan nilai

p=0,000 sehingga dapat dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada

tekanan darah sistolik kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi

dengan rata-rata penurunan sebesar 11,867 mmHg.


52

Tabel 10. Hasil Uji Paired Sample t-test Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah
Intervensi Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat pada Kelompok Perlakuan di Wilayah
Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan

Variabel n Mean±SD Perbedaan CI 95% t df p


Mean±SD
TD Diastolik 15 98.47±2.386
Pretest –
11.800±1.320 11.069−12.531 34.618 14 0.000
TD Diastolik 15 86.67±2.320
Posttest

Tabel 10 menampilkan bahwa nilai t hitung adalah 34,618 dan nilai p=0,000

sehingga dapat dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada tekanan darah

diastolik kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi dengan rata-rata

penurunan sebesar 11,800 mmHg.

2. Hasil Analisis Tekanan Darah Pretest dan Posttest Pasien Hipertensi

pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Tujuh Hari

Perbedaan tekanan darah sebelum intervensi (pretest) dan setelah tujuh hari

(posttest) pasien hipertensi pada kelompok kontrol dilakukan dengan

menggunakan program komputer. Data yang sudah diperoleh kemudian diuji

menggunakan paired sample t-test dengan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat

kesalahan 5% (0,05), yang berarti nilai signifikansi α≤0,05. Hasil analisis

perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik pretest dan posttest kelompok

kontrol ditampilkan dalam tabel 11 dan 12.

Tabel 11. Hasil Uji Paired Sample t-test Tekanan Darah Sistolik Pretest dan Posttest Kelompok
Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan

Variabel n Mean±SD Perbedaan CI 95% t df p


Mean±SD
TD Sistolik 15 148.73±5.548
Pretest –
1.067±1.668 0.143−1.990 2.477 14 0.027
TD Sistolik 15 147.67±5.192
Posttest
53

Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah 2,477 dan nilai

p=0,027 sehingga dapat dinyatakan terdapat perbedaan pada tekanan darah

sistolik kelompok kontrol sebelum dan setelah tujuh hari dengan rata-rata

penurunan sebesar 1,067 mmHg.

Tabel 12. Hasil Uji Paired Sample t-test Tekanan Darah Diastolik Pretest dan Posttest Kelompok
Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan

Variabel n Mean±SD Perbedaan CI 95% t df p


Mean±SD
TD Diastolik 15 95.33±4.186
Pretest –
0.400±2.667 -1.077−1.877 0.581 14 0.571
TD Diastolik 15 94.93±3.654
Posttest

Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai t hitung adalah 0,581 dan nilai p=0,571

sehingga dapat dinyatakan tidak terdapat perbedaan pada tekanan darah diastolik

kelompok kontrol sebelum dan setelah tujuh hari.

3. Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Kelompok Perlakuan Sesudah

Intervensi Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat dan Kelompok

Kontrol

Untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sesudah diberikan intervensi pada

kelompok perlakuan dan tekanan darah sesudah tujuh hari pada kelompok kontrol

maka digunakan uji t dua sampel tidak berpasangan (independent sample t-test)

dengan tingkat kemaknaan 5%. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 13 dan 14.

Tabel 13. Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Sistolik pada Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan

Variabel n Mean±SD Perbedaan Mean CI 95% t df p


Perlakuan 15 11.87±1.506
10.800 9.612−11.988 18.618 28 0.000
Kontrol 15 1.07±1.668
54

Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai t hitung adalah 18,618 dan nilai p=0,000,

sehingga dapat dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada tekanan darah

sistolik kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan perbedaan rata-rata

tekanan darah sistolik adalah 10,800 mmHg.

Tabel 14. Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Diastolik pada Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan

Variabel n Mean±SD Perbedaan Mean CI 95% t df p


Perlakuan 15 11.80±1.320
11.400 9.826−12.974 14.836 28 0.000
Kontrol 15 0.40±2.667

Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah 14,836 dan nilai

p=0,000, sehingga dapat dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada

tekanan darah diastolik posttest kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

dengan perbedaan rata-rata tekanan darah diastolik adalah 11,400 mmHg.

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada karakteristik usia responden,

sebagian besar responden yaitu 20 orang dengan persentase 66,7% berusia antara

45−59 tahun. Hal tersebut serupa dengan penelitian Setiawan (2006) yang

menyebutkan prevalensi hipertensi pada usia 45-64 tahun mencapai 51,3%. Risiko

hipertensi meningkat bermakna pada kelompok usia ≥ 75 tahun (Rahajeng &

Tumirah, 2009). Usia merupakan faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dicegah

karena menurut penelitian semakin meningkat usia seseorang maka semakin besar

risiko menderita hipertensi. Hipertensi terbanyak terjadi pada usia 45-54 tahun

dan meningkat pada usia yang lebih tua. Bertambahnya usia menyebabkan
55

dinding arteri mengalami penebalan akibat adanya penumpukan zat kolagen pada

lapisan otot, sehingga pembuluh darah menyempit dan menjadi kaku. Pada usia

lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan

tekanan darah yaitu refleks baroreseptor semakin berkurang sensitivitasnya dan

peran ginjal juga semakin berkurang karena aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus menurun (Anggraini, 2009).

Faktor risiko lain yang mempengaruhi hipertensi antara lain adalah kebiasaan

merokok, konsumsi alkohol, dan riwayat keluarga dengan hipertensi. Dilihat dari

kebiasaan merokok, hasil penelitian saat ini menemukan bahwa sebanyak tujuh

orang responden dengan persentase 23,3% memiliki kebiasaan merokok. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2010) yang menyatakan

merokok memiliki korelasi positif dan berhubungan dengan kejadian hipertensi

pada lansia laki-laki di Dusun Gatak, Desa Tamantirto Bantul Yogyakarta.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), merokok dapat meningkatkan tekanan darah

karena meningkatkan beban kerja jantung. Nikotin yang terdapat dalam rokok

dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat

menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik

terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik, peningkatan denyut jantung, meningkatnya kontraksi otot jantung,

pemakaian O2 bertambah, dan aliran darah pada koroner meningkat.

Hasil penelitian saat ini menemukan bahwa enam orang responden dengan

persentase 20,0% mengonsumsi alkohol. Hal ini sejalan dengan penelitian

Rahajeng dan Tumirah (2009) yang menunjukkan bahwa risiko hipertensi bagi
56

individu yang mengonsumsi alkohol ditemukan bermakna, yaitu sebesar 1,12 kali.

Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida, yaitu dapat

meningkatkan keasaman darah. Darah akan menjadi kental sehingga jantung akan

dipaksa bekerja lebih kuat lagi agar darah yang sampai ke jaringan mencukupi

(Komaling, Suba & Wongkar, 2013). Konsumsi alkohol diakui sebagai salah satu

faktor penting yang memiliki hubungan dengan tekanan darah. Semakin banyak

alkohol yang diminum, maka semakin tinggi tekanan darah peminumnya.

Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman beralkohol perhari dapat

meningkatkan risiko menderita hipertensi sebesar dua kali (Bustan, 2007).

Riwayat keluarga juga mempengaruhi angka kejadian hipertensi. Dilihat dari

penelitian saat ini, sebagian besar responden yaitu 21 orang dengan persentase

70,0% memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan

teori Kasper, et al. (2005); Lemone dan Burke (2008) dalam Martiningsih (2011)

yang menyatakan bahwa faktor genetik berpengaruh dalam pengaturan sistem

renin-angiotensin-aldosteron yang memengaruhi tonus vaskuler, transportasi

garam dan air pada ginjal yang berhubungan dengan perkembangan hipertensi.

5.2.2 Analisis Tekanan Darah Pasien Hipertensi pada Kelompok Perlakuan

Sebelum dan Sesudah Intervensi

Dari hasil pengukuran tekanan darah pada kelompok perlakuan sebelum intervensi

diperoleh hasil rata-rata tekanan darah sistolik 148,27 mmHg dan tekanan darah

diastolik 98,47 mmHg. Setelah diberikan intervensi berupa pemberian air rebusan

daun alpukat selama satu minggu, kemudian dilakukan kembali pengukuran


57

tekanan darah pada kelompok perlakuan. Hasil yang diperoleh adalah rata-rata

tekanan darah sistolik 136,40 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik adalah

86,67 mmHg. Apabila dilihat dari perbandingan tekanan darah sebelum dan

sesudah intervensi pada kelompok perlakuan ditemukan penurunan rata-rata

tekanan darah sistolik sebesar 11,867 mmHg dan diastolik sebesar 11,800 mmHg.

Seluruh responden dalam kelompok perlakuan mengonsumsi obat antihipertensi

golongan Calcium Channel Blocker (CCB), yaitu Amlodipine yang diperoleh dari

Puskesmas, serta mendapatkan intervensi berupa terapi komplementer pemberian

air rebusan daun alpukat sebanyak 200 ml satu kali dalam sehari. Hasil analisa

data tekanan darah sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan

menggunakan uji paired sample t-test, dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh pemberian air rebusan daun alpukat terhadap tekanan darah sistolik dan

diastolik pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ariestha (2010) yang

meneliti mengenai pengaruh air rebusan daun alpukat terhadap tekanan darah

normal wanita dewasa. Hasil penelitian menunjukkan penurunan tekanan darah

yang sangat signifikan dengan rata-rata selisih nilai tekanan darah sistol adalah

11,15 mmHg dan rata-rata selisih tekanan darah diastol adalah 10,42 mmHg.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Hermawan (2010) juga menunjukkan adanya

perbedaan yang sangat signifikan (p<0,01) sesudah pemberian air rebusan daun

alpukat pada laki-laki dewasa yang memiliki tekanan darah normal. Rata-rata

selisih tekanan darah sistolik adalah 13,92 mmHg dan rata-rata selisih tekanan

darah diastolik adalah 7,74 mmHg.


58

Penurunan tekanan darah merupakan salah satu efek dari pemberian air rebusan

daun alpukat sebanyak 200 ml satu kali sehari selama satu minggu. Daun alpukat

mengandung flavonoid, saponin dan alkaloid (Redaksi Agromedia, 2009 dalam

Ramadi, 2012). Flavonoid berfungsi sebagai diuretik yang bekerja dengan cara

membuang kelebihan air dan natrium melalui pengeluaran urine (Utami, 2008

dalam Faridah, 2014). Flavonoid akan memengaruhi kerja dari Angiotensin

Converting Enzym (ACE) (Mills & Bone, 2000 dalam Ariestha, 2010).

Penghambatan ACE akan menginhibisi perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II yang menyebabkan vasodilatasi sehingga TPR turun dan dapat

menurunkan tekanan darah (Mills & Bone, 2000; Saseen, & Carter, 2005 dalam

Ariestha, 2010). Efek lainnya dapat menyebabkan penurunan retensi air dan

garam oleh ginjal, sekresi aldosteron, dan sekresi anti diuretic hormone (ADH)

oleh kelenjar hipopituitari. Sekresi aldosteron yang menurun berefek terhadap

penurunan retensi air dan garam oleh ginjal, sedangkan penurunan sekresi ADH

menyebabkan penurunan absorpsi air. Penurunan retensi air dan garam serta

absorpsi air menyebabkan volume darah menurun, akibatnya tekanan darah

menurun (Guyton & Hall, 2007). Selain sebagai diuretik, flavonoid juga bersifat

sebagai antioksidan eksogen yang membantu dalam mencegah atau

memperlambat kemajuan berbagai oksidatif stres (Owolabi, Coke & Jaja, 2010;

Sulistyowati, 2006).

Flavonoid dapat bersifat sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal

bebas, sehingga sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan antara

oksidan dengan antioksidan di dalam tubuh (Koncazak et al, 2004 dalam


59

Sumardika & Jawi, 2012). Flavonoid mampu memerbaiki fungsi endotel

pembuluh darah, dapat mengurangi kepekaan Low Density Lipoprotein (LDL)

terhadap pengaruh radikal bebas (Kwon, 2007; Ling, 2001 dalam Sumardika &

Jawi, 2012) dan dapat bersifat hipolipidemik, antiinflamasi serta sebagai

antioksidan (Sumardika & Jawi, 2012). Antioksidan merupakan agen protektif

yang secara signifikan dapat mencegah kerusakan oksidatif (Sulistyowati, 2006).

5.2.3 Analisis Tekanan Darah Pretest dan Posttest Pasien Hipertensi Pada

Kelompok Kontrol

Dari hasil pengukuran tekanan darah pretest pada kelompok kontrol diperoleh

hasil rata-rata tekanan darah sistolik 148,73 mmHg dan tekanan darah diastolik

95,33 mmHg. Setelah diobservasi selama satu minggu, dilakukan kembali

pengukuran tekanan darah pada kelompok kontrol. Hasil yang diperoleh adalah

rata-rata tekanan darah sistolik posttest kelompok kontrol adalah 147,67 mmHg

dan rata-rata tekanan darah diastolik adalah 94,93 mmHg. Apabila dilihat dari

perbandingan tekanan darah pretest dan posttest pada kelompok kontrol

ditemukan penurunan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 1,06 mmHg dan

diastolik sebesar 0,40 mmHg. Seluruh responden dalam kelompok kontrol

mengonsumsi obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB),

yaitu Amlodipine yang diperoleh dari Puskesmas. Responden pada kelompok

kontrol hanya mendapatkan terapi farmakologi dilakukan pengukuran tekanan

darah sistol-diastol pretest dan postest.


60

Berdasarkan uji statistik sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

tekanan darah sistolik pretest dan posttest kelompok kontrol. Saat dilakukan

penelitian, terdapat responden yang memiliki kebiasaan merokok, mengonsumsi

alkohol, memiliki kebiasaan makan yang berbeda, tingkat aktivitas yang berbeda,

serta tingkat stres yang berbeda. Faktor risiko hipertensi tersebut tidak dapat

dikontrol dalam penelitian ini. Sehingga, responden pada kelompok kontrol

mengalami perubahan tekanan darah khususnya tekanan darah sistolik. Hal

tersebut sejalan dengan teori yang menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

hipertensi adalah jenis diet, konsumsi garam, aktivitas fisik, dan faktor stres

(Martin, 2008; Smeltzer & Bare, 2002). Namun, tidak ada perbedaan nilai tekanan

darah diastolik pretest dan posttest kelompok kontrol. Hal ini dapat terjadi karena

tidak diberikan intervensi apapun pada kelompok kontrol, sehingga tekanan darah

diastolik responden tidak mengalami perubahan, bahkan ada responden yang

mengalami peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik.

5.2.4 Analisis Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat Terhadap

Tekanan Darah Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Hasil analisa data tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan

sesudah diberikan intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji t dua sampel

tidak berpasangan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara

tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan sesudah diberikan

intervensi dan kelompok kontrol. Sehingga peneliti menyimpulkan terdapat

pengaruh yang signifikan pada pemberian air rebusan daun alpukat terhadap

tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan.


61

Seluruh responden dalam penelitian ini, baik pada kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan mengonsumsi obat anti hipertensi golongan Calcium

Channel Blocker (CCB), yaitu Amlodipine. Golongan obat ini bekerja dengan

cara menghambat masuknya kalsium ke dalam sel melalui channel-L. Amlodipine

yang termasuk ke dalam kelas dihidropiridin mempunyai efek antihipertensi

dengan sifat sebagai vasodilator perifer, terutama pada pembuluh darah arteri.

Obat-obat dalam golongan Calcium Channel Blocker telah dikombinasikan

penggunaannya dengan obat antihipertensi lain (Aziza, 2007). Seluruh responden

mengonsumsi Amlodipine yang diperoleh di Puskesmas secara teratur, sehingga

telah mengalami penurunan tekanan darah yang diukur menggunakan

spigmomanometer digital pada pengukuran awal (pretest). Air rebusan daun

alpukat diberikan kepada responden dalam kelompok perlakuan sebagai terapi

komplementer dan tetap menjalani terapi farmakologis dengan mengonsumsi

Amlodipine. Setelah diberikan intervensi selama satu minggu, tekanan darah

responden dalam kelompok perlakuan mengalami penurunan yang signifikan

dengan rata-rata 11,867 mmHg pada tekanan darah sistolik dan 11,800 mmHg

pada tekanan darah diastolik.

Penurunan tekanan darah merupakan akibat dari konsumsi air rebusan daun

alpukat. Daun alpukat mengandung flavonoid, saponin dan alkaloid. Zat-zat yang

terkandung dalam daun alpukat bersifat sebagai diuretik, menurunkan tekanan

darah, anti inflamasi, dan analgetik. Pada tanaman ini yang bersifat anti radang

dan analgesik dimaksudkan juga untuk meredakan gejala akibat hipertensi seperti

sakit kepala, nyeri saraf, dan rasa pegal (Redaksi Agromedia, 2009 dalam Ramadi,
62

2012). Zat flavonoid yang terdapat dalam daun alpukat berfungsi sebagai diuretik

sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah (Widharto,

2007). Penelitian mengenai hipertensi yang dilakukan oleh Rahmawati (2010)

dengan menggunakan seledri (Apium graveolens linn) yang juga mengandung

senyawa flavonoid. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan penurunan

tekanan darah sistolik dan diastolik pada responden.

Zat flavonoid berfungsi sebagai diuretik yang bekerja dengan cara membuang

kelebihan air dan natrium melalui pengeluaran urine. Berkurangnya air dalam

darah mengakibatkan volume darah menurun sehingga pekerjaan jantung menjadi

ringan (Widharto, 2007). Berkurangnya jumlah air dan garam dalam tubuh

menyebabkan pembuluh darah mengalami vasodilatasi sehingga tekanan darah

perlahan-lahan mengalami penurunan (Utami, 2008 dalam Faridah, 2014). Hasil

penelitian ini juga sesuai dengan konsep yang ada bahwa diuretik diberikan untuk

mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air yang

akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan

darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan hilangnya

kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan kalium atau obat penahan

kalium (Martin, 2008).

Flavonoid mendonorkan ion hidrogenik secara langsung, sehingga dapat

menetralisir efek toksik dari radikal bebas. Secara tidak langsung flavonoid juga

bekerja dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen melalui beberapa

mekanisme, salah satunya adalah melalui aktivasi nucleat factor erythroid 2

related factor 2 (Nrf2) sehingga terjadi peningkatan gen yang berperan dalam
63

sintesis enzim antioksidan endogen seperti gen Superoxide Dismutasei (SOD)

(Sumardika & Jawi, 2012). Flavonoid dapat menghambat penggumpalan keping-

keping darah, merangsang produksi Nitrit Oksida (NO) yang dapat menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah (Winarsi, 2011). Stres oksidatif dapat dicegah dan

dikurangi oleh flavonoid dengan menangkap radikal bebas dan meningkatkan

sintesis Nitrit Oksida (NO). Flavonoid meningkatkan kemampuan platelet untuk

melepaskan NO dan menghambat pembentukan trombus (Setyawan, 2008).

Flavonoid dapat meningkatkan aktivitas dari Nitric Oxide Synthase (NOS) pada

sel endotel pembuluh darah. NO yang disintesa dalam endotel dan otot polos

selanjutnya merangsang guanylate cyclase untuk membentuk cGMP sehingga

terjadi vasodilatasi (Athiroh & Permatasari, 2013).

5.3 Keterbatasan dan Hambatan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang ditemui, yaitu

metodologi penelitian yang menggunakan metode quasi eksperimen sehingga

peneliti sulit mengontrol variabel perancu seperti jenis diet, konsumsi garam,

aktivitas, dan tingkat stres. Sulitnya mengontrol homogenitas responden karena

banyaknya faktor yang memengaruhi tekanan darah seperti gaya hidup meliputi

kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik. Penelitian ini belum

mampu mengontrol pola makan setiap responden terkait dengan jenis dan porsi

makanan yang dikonsumsi, stressor yang dialami responden juga belum dapat

dikontrol oleh peneliti.


64

Hambatan yang ditemui selama proses penelitian adalah data pasien yang tercatat

di Puskesmas terutama mengenai alamat tinggal tidak tertera secara lengkap atau

alamat yang tercatat ternyata tidak ditemukan. Selain itu waktu pelaksanaan

penelitian bersamaan dengan jadwal kuliah, sehingga peneliti harus

memaksimalkan waktu pada sore hari untuk bertemu dengan responden.

Anda mungkin juga menyukai