Anda di halaman 1dari 99

Hasil Penelitian

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DIABETES


MELITUS (DM) TIPE 2 DI PUSKESMAS PERUMNAS KADIA
KOTA KENDARI TAHUN 2016

Oleh:

LIA NOVITA
F1F1 13 028

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi

Rasionalitas Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2


di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016

Diajukan oleh:

Lia Novita
F1F113028

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Henny Kasmawati, S.Farm., M.Si., Apt Sabarudin, S.Farm., M.Si., Apt


NIP. 19840327 200812 2 001 NIP. 19851229 201504 1 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi,

Nur Illiyyin Akib, S.Si., M.Si., Apt


NIP. 19810319 200801 2 006
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuan dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Kendari, Oktober 2017

Lia Novita
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulisan hasil penelitian yang

berjudul “Rasionalitas Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Melitus (DM)

Tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016” dapat

terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai

pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut

dapat diatasi. Melalui kesempatan ini juga dengan segala bakti penulis hanturkan

terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis ibunda Sarlia dan

ayahanda La Haina, S.H., M.M. atas segala doa, restu, semangat, bimbingan, arahan

dan nasehat kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi, memberikan

kesehatan dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kedua orang tuaku.

Terima kasih penulis hanturkan kepada Ibu Henny Kasmawati, S.Farm,

M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan Bapak Sabarudin, S.Farm., M.Si.,

Apt. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan maupun

dalam proses penyelesaian hasil penelitian ini.


Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Halu Oleo beserta jajarannya.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo beserta jajarannya.

3. Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo beserta

jajarannya.

4. Kepala Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo beserta

jajarannya.

5. Ibu Irnawati, S.Si., M.Si. selaku Penasehat Akademik yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

6. Ibu Rini Hamsidi, S.Farm., M.Farm., Apt., Ibu Nur Illiyyin Akib, S.Si., M.Si.,

Apt. dan Ibu Fadhliyah Malik, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku Dewan Penguji

yang telah banyak memberikan ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir.

7. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo

atas segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan.

8. Kepala puskesmas beserta staf Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari atas

izin, bantuan, keramahan dan kemudahan selama pengumpulan data di

Puskesmas.

9. Sahabat-sahabat kesayangan: Asriyanti, Desi Sartina, Elsa Ofta Sari Syukur T,

Firasmi Sangadji, Guslini, Hasfia Hisa Rahim, Imelda Sarda Soleman, Munarsi,

Novita Sari Syukur T., dan Nasara Muhimi, terima kasih atas segala bantuan,

dukungan, semangat, canda tawa, dan kebersamaan dalam suka maupun duka.
10. Teman-teman kelas A: Mami, Cica, Desi, Dian, Elsa, Engkong, Firas, Tini, Fitra,

Ucu, Fia, Imel, Rara, Jerni, Isna, Ita, Eva, Iksan, Keke, Figo, Iko, Yogi, Kia, Ui

dan teman-teman Farmasi A lainnya terima kasih masa-masa selama perkuliahan

yang telah kita lewati, terima kasih kekompakan dan kasih sayang kalian.

11. Teman-teman sepenelitian: Dian, Engkong, Fia, Keke, Figo, Keke, Rara, Salfia

dan linda terima kasih atas kerjasama, dukungan dan kebersamaannya.

12. Teman-teman angkatan 2013: Rifka Hardianti, terima kasih atas semangat dan

kekompakannya.

13. Kakak-kakak angkatan 2010 sampai 2012 terima kasih atas saran dan waktu

untuk penulis.

14. Adik-adik junior angkatan 2014 sampai 2016, terima kasih atas penghargaan dan

semangatnya.

Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan dalam hasil ini, sudilah kiranya

memberikan koreksi untuk lebih baiknya tulisan ini. Semoga Allah SWT member

taufik kepada kita semua untuk mencintai ilmu yang bermanfaat dan amalan yang

shalih dan memberikan ridho balasan yang sebaik-baiknya. Amin.

Kendari, Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i
PERNYATAAN…………………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….... viii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………. ix
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN……………………………… x
ABSTRAK…………………………………………………………………………. xi
ABSTRACT……………………………………………………………………….. xii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………….... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………... 3
C. Tujuan………………………………………………………………………. 4
D. Manfaat…………………………………………………………………….. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….. 6


A. Puskesmas………………………………………………………………….. 6
B. Profil Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari…………………………. 8
C. Diabetes Melitus (DM)…………………………………………………….. 13
1. Definisi ………………………………………………………………… 13
2. Klasifikasi Diabetes Melitus…………………………………………… 13
3. Gejala Diabetes Melitus……………………………………………….. 15
4. Diagnosis………………………………………………………………. 15
D. Diabetes Melitus Tipe 2……………………………………………………. 16
1. Definisi ………………………………………………………………... 16
2. Tanda dan Gejala………………………………………………………. 10
3. Patogenesis…………………………………………………………...... 17
4. Patofisiologi……………………………………………………………. 17
5. Komorbid Diabetes Melitus Tipe 2…………………………………….. 18
E. Penatalaksanaan DM Tipe 2……………………………………………….. 20
1. Terapi Non Farmakologi………………………………………………. 20
a. Diet……………………………………………………………….... 20
b. Olahraga……………………………………………………………. 21
2. Terapi Farmakologi…………………………………………………….. 22
a. Sulfonilurea………………………………………………………… 22
b. Biguanid …………………………………………………………… 23
c. Glitazon……………………………………………………………. 24
d. Golongan Meghlitinid……………………………………………… 24
e. Inhibitor α-glukosidase…………………………………………….. 24
f. Inhibitor Dipeptidyl Peptidase (DPP-IV)…………………………. 25
F. Penggunaan Obat Rasional………………………………………………... 30
G. Kerangka Konsep Penelitian………………………………………………. 34

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………….. 35


A. Waktu dan Tempat penelitian……………………………………………… 35
B. Jenis Penelitian…………………………………………………………….. 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………… 35
1. Populasi………………………………………………………………... 35
2. Sampel…………………………………………………………………. 35
3. Kriteria Inklusi………………………………………………………… 36
4. Kriteria Eksklusi………………………………………………………. 36
D. Instrumen Penelitian………………………………………………………. 36
E. Definisi Operasional………………………………………………………. 37
F. Prosedur Penelitian………………………………………………………… 38
1. Tahap Pendahuluan…………………………………………………….. 38
2. Tahap Pelaksanaan……………………………………………………... 38
G. Pengolahan Data…………………………………………………………… 38
H. Analisis Data………………………………………………………………. 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………… 42


A. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2………………………. 42
B. Karakteristik Penyakit Penyerta…………………………………………… 45
C. Rasionalitas Penggunaan Obat……………………………………………. 47
1. Tepat Pemilihan Obat…………………………………………………. 47
2. Tepat Dosis……………………………………………………………. 51
3. Tepat Interval Waktu Pemberian……………………………………… 53

BAB V PENUTUP………………………………………………………………... 56
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 56
B. Saran………………………………………………………………………. 56
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 57
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 61
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Faktor Resiko DM Tipe 2 18
2. Target Kontrol Glikemik 20
3. Penggunaan Obat Antidiabetik Oral untuk Pasien DM Tipe 2 26
4. Jumlah dan persentase penyakit penyerta pada pasien DM Tipe 46
2 di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016
5. Tepat Obat Antidiabetik di Puskesmas Perumnas Kadia Kota 48
Kendari Tahun 2016
6. Tepat Dosis Antidiabetik di Puskesmas Perumnas Kadia Kota 52
Kendari Tahun 2016
7. Tepat Interval Lama Pemberian Antidiabetik di Puskesmas 53
Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


1. Pemetaan Wilayah Kecamatan Kota Kendari 8
2. Alogaritma Pengobatan DM Tipe 2 29
3. Jumlah dan persentase karakteristik pasien DM Tipe 2 di 43
Puskesmas Perumnas Kadia tahun 2016 berdasarkan jenis
kelamin
4. Jumlah dan persentase karakteristik pasien DM Tipe 2 di 44
Puskesmas Perumnas Kadia tahun 2016 berdasarkan umur
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


1. Data Dokumentasi Rekam Medik 61
2. Hasil Penilaian Rasionalitas Penggunaan Obat Diabetes 70
Melitus (DM) Tipe 2
3. Analisis Data 76
4. Dokumentasi Pengambilan Data 81
5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Farmasi Universitas Halu 84
Oleo
6. Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan 85
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/singkatan Arti/Keterangan

DM Diabetes Melitus

IDF Internasional Diabetes Federation

WHO World Health Organization

ADA American Diabetes Assosiation

PERKENI Perkumpulan Endokrinologi

PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat

Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia

IDDM Insulin Dependent Diabetes Mellitus

NIDDM Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

β Beta

α Alfa

% Persen

BMI Body Mass Indeks

IMT Indeks Massa Tubuh

OHO Obat Hiperglikemik Oral

AGI Alpha Glucosidase Inhibitor

FDA Food and Drug Administration

GLP-1 Glikagon-Like-Peptide-1
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DIABETES
MELITUS (DM) TIPE 2 DI PUSKESMAS PERUMNAS KADIA
KOTA KENDARI TAHUN 2016

Lia Novita
F1F1 13 028

Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh


hiperglikemia akibat kegagalan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Saat ini
terdapat 366 juta jiwa dengan penyandang DM di dunia dan 90 % dari penderitanya
adalah pasien DM Tipe 2. Angka kejadian penyakit DM Tipe 2 yang semakin
meningkat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah banyaknya
penggunaan obat DM tipe 2 yang tidak rasional. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui rasionalitas penggunaan obat pada pasien Diabetes Melitus (DM) tipe 2
di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016 meliputi beberapa kriteria
seperti tepat pemilihan obat, tepat dosis, dan tepat interval waktu pemberian.
Penelitian ini bersifat deskriptif non eksperimental dengan pengambilan data secara
retrospektif terhadap 60 catatan rekam medik pasien DM tipe 2. Hasil menunjukkan
bahwa dari 60 jumlah pasien DM Tipe 2 lebih banyak pada perempuan (58,33%)
dengan umur 56-65 tahun (43,33%) yang disertai dengan penyakit penyerta hipertensi
(15%). Rasionalitas penggunaan obat berdasarkan kriteria tepat pemilihan obat
sebanyak 47 pasien (78,34%), tepat dosis sebanyak 60 pasien (100%) dan tepat
interval waktu pemberian sebanyak 57 pasien (95%).

Kata Kunci: DM tipe 2, Rasionalitas, Puskesmas Perumnas Kadia.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh

hiperglikemia akibat kegagalan sekresi insulin atau kerja insulin ataupun keduanya.

DM menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar baik di dunia maupun di

Indonesia, berdasarkan data World Health Organization (WHO); saat ini terdapat 366

juta jiwa dengan penyandang DM di dunia. Indonesia menduduki urutan keempat

setelah Amerika Serikat, China dan India diantara negara-negara yang memiliki

penyandang DM terbanyak, dengan populasi penduduk terbesar di dunia dan menurut

data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015 terdapat 415 juta jiwa

(Rondonuwu, 2016; Mailangkay dkk, 2017).

Menurut laporan International Diabetes Federation (IDF) 2013 Indonesia

masuk 10 negara terbesar penderita DM di dunia. Indonesia ada di peringkat ke-7

dengan jumlah penderita sebanyak 8,5 juta orang. Data terbaru di tahun 2015 yang

ditunjukkan oleh Perkumpulan Endokrinologi (PERKENI) menyatakan bahwa

jumlah penderita DM di Indonesia meningkat dari peringkat ke-7 menjadi peringkat

ke-5. Diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia akan terus melonjak, dari

semula 8,4 juta penderita di tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta di tahun 2030

(Alfian, 2016).
Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 menempatkan DM dalam kategori 10

penyakit terbesar yang terjadi setiap tahunnya. Jika pada tahun 2014 DM berada

diurutan ke-9 dengan jumlah kasus 2.768 dan pada tahun 2015 DM naik ke urutan

ke-5 dengan jumlah kasus 3.206 (Dinkes, 2015). Sekitar 90% dari seluruh penderita

DM adalah DM tipe 2 (Badan Pusat Statistik Sultra, 2013).

Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum,

penderitanya lebih banyak dibandingkan dengan DM tipe 1, DM gestasional dan DM

tipe lain. Patofisiologi dari DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin

secara normal yang biasa disebut sebagai resistensi insulin (ADA, 2010).

Penatalaksanaan pengobatan DM diperlukan suatu pelayanan terpadu

termasuk di dalamnya, puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan

masyarakat. Puskesmas merupakan salah satu lini terdepan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat Indonesia, sudah seharusnya puskesmas menerapkan penggunaan obat-

obat yang rasional sesuai standar yang ada. Bila terjadi ketidakrasionalan penggunaan

obat di puskesmas maka kerugiannya akan dialami oleh lebih banyak pasien (Sari,

2011).

Penggunaan obat yang rasional merupakan salah satu langkah untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Pada umumnya penggunaan obat di

sarana pelayanan kesehatan belum rasional. Untuk mengatasi permasalahan

penggunaan obat yang tidak rasional perlu dilakukan pemantauan penggunaan obat

agar dapat diketahui tipe ketidakrasionalan, besarnya permasalahan, penyebab


penggunaan obat yang tidak rasional agar dapat dipilih strategi yang tepat, efektif,

dan layak untuk dilaksanakan (Depkes, 2006).

Penelitian mengenai rasional penggunaan pengobatan diabetes melitus tipe 2

yang telah dilakukan oleh Arifin dkk, (2007) di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama

Semarang Tahun 2006 menunjukan bahwa dari kriteria tepat indikasi sebesar 94,12%,

sedangkan tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis sebesar 100%. Penelitian

selanjutnya yang dilakukan oleh Sari dan Perwitasari (2013) mengenai rasionalitas

penggunaan obat DM tipe 2 bahwa dari 22 kasus di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta menunjukan bahwa tepat indikasi 95,46%, tepat obat 86,36%, tepat dosis

63,64% dan tepat pasien 90,91% dan 25 kasus di RSUP Yogyakarta dr. Sadjito

menunjukan bahwa tepat indikasi 84%, tepat obat 80%, tepat dosis 92%, dan tepat

pasien 84%.

Tingginya angka kejadian serta pentingnya penanganan secara tepat terhadap

penyakit DM dan komplikasi yang ditimbulkannya, maka terapi DM harus dilakukan

secara rasional (Rahayuningsih dkk, 2017). Dari latar belakang di atas penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang rasionalitas penggunaan obat pada pasien

diabetes melitus (DM) tipe 2 di puskesmas perumnas kadia kota kendari tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini

adalah:
1. Bagaimana rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat

pemilihan obat?

2. Bagaimana rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat

dosis?

3. Bagaimana rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat

interval waktu pemberian?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia di Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat

pemilihan obat.

2. Mengetahui rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia di Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat

dosis.

3. Mengetahui rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia di Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat

interval waktu pemberian.


D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai

berikut:

1. Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan dan keahlian dalam

mengevaluasi rasionalitas pengobatan DM Tipe 2.

2. Bagi ilmu pengetahuan, dapat dijadikan bahan referensi oleh peneliti lain yang

meneliti lebih lanjut mengenai evaluasi rasionalitas pengobatan DM Tipe 2.

3. Bagi institusi, mewujudkan peranan Universitas Halu Oleo dalam mengkaji

permasalahan yang terjadi di masyarakat.

4. Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang

penggunaan obat yang tepat bagi pasien DM.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas

Menurut Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Pusat Kesehatan

Masyarakat menyatakan bahwa Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas

kesehatan kabupaten/ kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

kesehatan disuatu wilayah kerja. Peran puskesmas sangatlah penting dalam

menopang kinerja dari instansi kesehatan diatasnya seperti rumah sakit, sebagai

upaya pencegahan dan penanggulangan kesehatan masyarakat (Syukron, 2015).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74

Tahun 2016 tentang Puskesmas, disebutkan Puskesmas mempunyai fungsi sebagai

pusat penggerak pembangunan yang berwawasan kesehatan dimana Puskesmas aktif

memantau dan melaporkan dampak kesehatan program pembangunan dan

pemeliharaan kesehatan pencegahan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan melalui

pelayanan yang diberikan. Pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas meliputi

Pelayanan Dokter Umum, Pelayanan Dokter Gigi, Pelayanan Dokter Mata, Pelayanan

Posyandu dan Pelayanan Puskesmas Keliling (Hubung, 2015).

Puskesmas sebagai lembaga kesehatan yang bermisi meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, berperan dalam memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Kualitas tingkat pelayanan terhadap kepuasan pasien

merupakan suatu proses yang lengkap, sehingga pada akhirnya akan menyangkut

manajemen puskesmas secara keseluruhan. Manajemen puskesmas perlu diperbaharui


dan disempurnakan, agar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau,

efektif, dan efisien, merata serta berkesinambungan. Seiring berkembangnya waktu,

ilmu dan teknologi mengalami perkembangan sangat pesat dibidang kesehatan,

Puskesmas dituntut untuk meningkatkan kinerja dan kualitasnya dalam melakukan

pelayanan terhadap pasien (Herawati, 2015).

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka dalam

rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Depkes, 2016). Puskesmas

memiliki fungsi sebagai berikut (Hatmoko, 2006):

1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan

kemampuan untuk hidup sehat.

3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerjanya.

Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan, Puskesmas dikategorikan menjadi

(Permenkes, 2016):

a. Puskesmas Non Rawat Inap

Puskesmas non rawat inap adalah Puskesmas yang tidak menyelenggarakan

pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan persalinan normal.


b. Puskesmas Rawat Inap

Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya

untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan

pelayanan kesehatan.

Kota Kendari memiliki 10 Kecamatan, dimana berdasarkan laporan Program

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012, Kota Kendari memiliki 15

Puskesmas dan 19 Puskesmas pembantu.

Gambar 2.1. Pemetaan wilayah Kecamatan Kota Kendari

B. Profil Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari

Puskesmas Perumnas Kadia merupakan salah satu Puskesmas rawat jalan di

Kota Kendari.

1. Letak Wilayah

Wilayah kerja Puskesmas Perumnas meliputi 3 (tiga) kelurahan yaitu

Kelurahan Mandonga, Kelurahan Korumba, Kelurahan Bende dengan luas wilayah


kerja 21.673 km2. Letak geografis wilayah kerja Puskesmas Perumnas secara

administrasi berbatasan langsung

a) Utara : berbatasan dgn Kel. Tobuha & Mandonga

b) Timur : berbatasan dgn Kel. Poasia

c) Barat : berbatasan dgn Kel. Kadia

d) Selatan: berbatasan dgn Kel. Bonggoeya

2. Kondisi Demografis

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kadia pada tahun

2016, sebanyak 44.616 jiwa yang terhimpun dalam 22.232 KK (Kepala Keluarga).

3. Sosial Ekonomi

Pada umumnya penduduk yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas

Perumnas bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri sipil, TNI/Polri, pedagang

dan buruh. Lingkungan Fisik dan Biologi

a. Lingkungan Fisik

Puskesmas Perumnas terdiri dari beberapa ruangan diantaranya :

 Ruangan Kepala Puskesmas

 Kamar Kartu

 Poli KIA

 Poli Umum

 Ruangan Administrasi

 Poli Gigi

 Ruangan Apotik
 Gudang Obat

 Unit Gawat Darurat

 Pojok Gizi

Secara umum kondisi semua ruangan dalam keadaan baik, namun ada ruangan

yang tidak bisa berfungsi optimal karena ukurannya sangat sempit seperti Apotik ,

Pojok Gizi. Dengan keterbatasan di atas semua staf tetap berusaha untuk memberikan

pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

2. Lingkungan Biologi

Lingkungan Biologi yang berkaitan dengan beberapa penyakit menular seperti

malaria dan demam berdarah adalah nyamuk sebagai vektor, sedangkan penyakit

diare erat kaitannya dengan tingginya indeks bakteriologis sejumlah sumber air

minum di beberapa kelurahan yang sulit memperoleh air bersih.

Untuk mengetahui angka bebas jentik (ABJ) dilakukan survai jentik nyamuk.

Pemeriksaan jentik dilakukan pada tempat – tempat perindukan vektor baik di dalam

maupun diluar rumah seperti tempat penampungan air.

4. Visi

Mewujudkan Pelayanan Kesehatan dasar yang bermutu dan bersinergis.

5. Misi

- Menggerakkan Pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas

Perumnas Kadia

- Menggerakan Pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas

Perumnas Kadia
- Menggerakan Pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas

Perumnas Kadia

6. Motto Puskesmas Perumnas Kadia

Pelayanan BerSINERGIS : Bersih, Sehat, Indah, Nyaman, Empati,

Ramah, Giat, Inisiatif dan Standar.

7. Fungsi

a) Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

b) Pusat Pemberdayaan Masyarakat

c) Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Untuk mencapai visi yang disebutkan sebelumnya, Puskesmas Perumnas

bertanggung jawab menyelenggarakan Upaya kesehatan Perorangan dan Upaya

Kesehatan Masyarakat yang terdiri dari Upaya Kesehatan Wajib dan upaya

Kesehatan Pengembangan. Selama ini Puskesmas Perumnas telah menyelenggarakan

semua Upaya Kesehatan Wajib, terdiri dari

a) Upaya Promosi Kesehatan

b) Upaya Kesehatan Lingkungan

c) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak Serta Keluarga Berencana

d) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

e) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

8. Derajat Kesehatan

Indikator untuk menilai derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari

keberhasilan atau hasil pencapaian program unggulan kesehatan di wilayah kerja


Puskesmas, yang terutama menjadi pusat perhatian adalah program kesehatan ibu dan

anak (KIA) dan program Gizi masyarakat, yang meliputi unsur-unsur penilaian

terhadap angka kematian ibu, angka kematian anak dan balita, angka kelahiran bayi,

persentase status gizi balita.

Program kesehatan lainnya tetap menjadi fokus pelayanan terutama untuk

pencegahan penyakit menular (P2M) terhadap beberapa penyakit yang berpotensi

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) seperti : diare, demam berdarah, malaria,

infeksi saluran pernafasan karena disebabkan oleh bakteri maupun oleh virus yang

tengah menjadi perhatian utama saat ini yaitu virus flu burung. Pelayanan kesehatan

juga ditujukan untuk pengobatan terhadap kasus infeksi menular seksual akibat

perilaku seksual yang tidak sehat maupun luka infeksi akibat dugaan gigitan anjing

gila (rabies). Program P2M juga terwujudkan melalui pelayanan imunisasi dasar dan

lanjutan secara rutin kepada sasaran bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas

Perumnas.

Mencermati hal tersebut, derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Perumnas Kadia tahun 2016, dapat digambarkan dalam beberapa

indikator utama, sesuai dengan hasil pencapaian standar program kesehatan, sebagai

berikut :

a. Jumlah Kelahiran Hidup : 902

b. Jumlah Kematian Kasar : -

c. Jumlah Kematian Bayi : -

d. Jumlah Kematian Balita : -


e. Jumlah Kematian Maternal : -

f. Persentase Balita Ditimbang ( D/S ) : 81,9%

g. Jumlah Balita dengan BGM : 9

Menyimak hasil pencapaian program kesehatan yang menjadi tolak ukur

utama dalam penilaian derajat kesehatan tersebut, tampaknya masih belum mencapai

target yang diharapkan sesuai target nasional. Namun upaya peningkatan dan kualitas

pelayanan akan terus dilaksanakan oleh Puskesmas Perumnas sesuai visi dan misinya

untuk bersama-sama seluruh komponen masyarakat meningkatkan kegiatan

pelayanan kesehatan yang terpadu dan terarah demi kepentingan masyarakat yang

memerlukan pelayanan

C. Diabetes Melitus (DM)

1. Definisi

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh

hiperglikemia akibat kegagalan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Penyakit

ini bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring

dengan bertambahnya jumlah populasi, usia, prevalensi obesitas dan penurunan

aktivitas fisik (Artanti dkk, 2015).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

Menurut American Diabetes Association (ADA, 2011), DM diklasifikasi

dalam 4 kategori yaitu :


a. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 disebut juga dengan istilah diabetes yang tergantung

insulin atau diabetes yang muncul sejak anak-anak atau remaja. Kasus DM tipe 1

berkisar antara 5-10% dari seluruh populasi penderita DM. DM tipe 1 dikarakterisasi

oleh defisiensi produksi insulin absolut akibat destruksi sel β pankreas sehingga

membutuhkan pemberian insulin eksogen setiap harinya. Destruksi sel β pankreas

dapat disebabkan karena reaksi autoimun.

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 juga dikenal dengan istilah diabetes yang tidak

tergantung insulin atau diabetes yang muncul setelah dewasa. Penderita DM tipe 2

mencapai sekitar 90% dari seluruh populasi penderita diabetes. DM tipe 2

dikarakterisasi oleh resistensi insulin dan berkurangnya sensitivitas insulin sehingga

mengakibatkan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak, peningkatan produksi

glukosa hati. Timbulnya DM tipe 2 dikaitkan dengan pola gaya hidup yang buruk,

seperti kurangnya olahraga, obesitas, dan diet tinggi lemak dan rendah serat.

c. Diabetes melitus gestasional (Gestational diabetes mellitus/GDM)

Diabetes melitus gestasional adalah hiperglikemia yang timbul selama masa

kehamilan. Hiperglikemia timbul akibat intoleransi glukosa dan biasanya berlangsung

hanya sementara. Sekitar 7% wanita hamil diketahui menderita GDM (Gestational

diabetes mellitus), dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.
d. Diabetes tipe lain

Diabetes melitus tipe lain merupakan diabetes yang disebabkan oleh faktor-

faktor lain terjadi pada sekitar 1-2% dari semua kasus DM. Penyebab lain yang dapat

menimbulkan DM jenis ini diantaranya, yaitu efek genetik fungsi sel β, efek genetik

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas seperti cystic fibrosis, dan obat atau zat

kimia yang dapat menginduksi DM, seperti glukokortikoid.

3. Gejala Diabetes Melitus

Menurut Depkes RI (2005), DM seringkali muncul tanpa gejala. Namun

demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan

DM. Adapun gejala-gejala khas DM secara umum adalah sebagai berikut (Perkeni,

2006):

a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

4. Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA)

dapat ditegakkan melalui lima cara:

a. Jika nilai A1C ≥ 6,5.

b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa

didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam.

c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).


d. Pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

e. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa

lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,

namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri, dan jarang dilakukan

dalam praktek karena membutuhkan persiapan khusus.

D. Diabetes Melitus Tipe 2

1. Definisi
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai

oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan

atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Penyakit ini sering disebut sebagai

“silent killer” karena seringkali manusia tidak menyadari bila dirinya telah

menyandang diabetes dan begitu mengetahuinya sudah terlambat dalam

penanganannya (Depkes, 2005; Keban, 2016).

2. Tanda dan Gejala

Pasien dengan DM tipe 2 sering tidak ada gejala. Namun, adanya komplikasi

mungkin menunjukkan bahwa mereka memiliki DM selama beberapa tahun (Dipiro,

2008). Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM tipe

2 seringkali muncul tanpa diketahui dan penanganan baru dimulai beberapa tahun

kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita

DM tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya

penglihatan makin buruk dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas

dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005).
3. Patogenesis

Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya

kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi

melalui 3 jalan yaitu (Fatimah, 2015):

a. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia)

b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

4. Patofisologi

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu

resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal

atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini biasa disebut sebagai

resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya

aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi

produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel β

langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin

pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada

awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel β menunjukan gangguan pada sekresi

insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin.

Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi

kerusakan sel-sel β pankreas. Kerusakan sel-sel β pankreas akan terjadi secara


progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya

penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2

umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi

insulin (Fatimah, 2015).

Tabel 2.1. Faktor Resiko DM Tipe 2


Faktor Resiko Keterangan
Riwayat Diabetes dalam keluarga
Diabetes gestasional
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
Kista ovarium (Polystic Ovary Syndrome)
IFG atau IGT
Obesitas >120 % berat badan ideal
Umur 20-59 tahun : 8,7%
Jenis Kelamin >65 tahun : 18%
Hipertensi >140/90 mmHg
Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35 mg/dl
Kadar lipid darah tinggi >250 mg/dl
Faktor lain Kurang Olahraga
Pola makan rendah
Sumber: Dipiro dkk, 2008.

5. Komorbid Diabetes Melitus Tipe 2

Komorbid adalah suatu kondisi yang berdampingan dengan penyakit primer

tetapi dapat berdiri sendiri sebagai penyakit tertentu. Menurut PERKENI (2011)

kondisi komorbid DM tipe 2 berada pada peningkatan resiko penyakit penyerta yang

meliputi:

a. Dislipidemia

Dislipidemia pada penyandang DM tipe 2 lebih meningkat resiko timbulnya

penyakit kardiovaskular. Perlu dilakukan pemeriksaan profil lipid pasien. Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila

dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang

menunjukan hasil yang baik (LDL< 100mg/dL; HDL pada laki-laki > 40mg/dL dan

wanita >50mg/dL; trigliserid < 150mg/dL), pemeriksaan profil lipid dilakukan 2

tahun sekali. Perlu dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologi sedini

mungkin bagi penyandang.

b. Hipertensi

Hubungan antara hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 lebih kompleks dan

tidak berkaitan denga nepropati. Pada diabetes melitus tipe 2, hiertensi seringkali

bagian dari sindrom metabolik dari reistensi insulin. Hipertensi mungkin muncul

selama beberapa tahun pada pasien DM sebelum muncul. Hipertensi sangat besar

resikonya pada penderita DM tipe 2. Bila tekanan darah sistolik >130 mmHg dan

diastolik >80 mmHg maka diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3

bulan, antara lain dengan berhenti merokok dan alkohol serta mengurangi konsumsi

garam. Dalam terapi farmakologis pada pasien DM dengan hipertensi yang perlu

diperhatikan adalah pemilihan obat antihipertensi yang dapat mempengaruhi profil

lipid, metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan hipoglikemia.

c. Obesitas

Prevalensi obesitas pada DM tipe2 cukup tinggi. Obesitas secara bermakna

berhubungan dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi)

yang didasari oleh resistensi insulin. Resistensi insulin pada DM tipe 2 dengan

obesitas perlu dilakukan pendekatan khusus.


E. Penatalaksanaan DM Tipe 2

Penatalaksanaan diabetes melitus mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target

utama yaitu (Depkes, 2005):

a. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.

b. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

Tabel 2.2. Target Kontrol Glikemik


Parameter Kadar Ideal yang Diharapkan
Kadar glukosa darah puasa 80-120 mg/dl
Kadar glukosa plasma puasa 90-130 mg/dl
Kadar glukosa darah saat tidur 100-140 mg/dl
(bedtime blood glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur 110-150 mg/dl
(Bedtime plasma glucose)
Kadar insulin 7%
Kadar hba1c <7 mg/dl
Kadar kolesterol hdl >45 mg/dl (Pria)
Kadar kolesterol hdl >55 mg/dl (wanita)
Kadar trigliserida <200 mg/dl
Tekanan darah <130/80 mmHg
Sumber: Depkes RI, 2005.

1. Terapi non Farmakologi

a. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai

dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang

diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan

komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein

10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks).

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara

yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan

dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Fatimah, 2015).

Glukosa darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor resiko atau

faktor pencetus misalnya, adanya infeksi virus, kegemukan, perilaku makan yang

salah, obat-obatan, proses menua, stress dan lain-lain. Diet tetap merupakan

pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes, terutama pada DM tipe 2.

Peran diet dapat mengontrol kadar glukosa darah pasien. Diet disini dapat diartikan

sebagai perilaku gizi pasien diabetes. Salah satu syarat diet penyakit diabetes

melitus adalah penggunaan gula murni dalam minuman atau makanan tidak

diperbolehkan kecuali dalam jumlah sedikit sebagai bumbu. Bila kadar glukosa darah

sudah terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari

kebutuhan energi total. Bagi orang dengan diabetes yang memerlukan gula, dalam

penggunaannya kalori gula diperhitungkan sebagai bagian dari perencanaan makan.

Satu sendok makan gula dapat menggantikan 1 penukar buah (misalnya 1 buah

pisang). Diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak sangat baik untuk pasien diabetes

karena dapat mengurangi resiko aterosklerosis (Syauqy, 2015).


b. Olahraga

Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah

tetap normal. Senam aerobik adalah latihan fisik yang direkomendasikan sebagai

aktivitas utama yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes tipe 2 karena efeknya

dapat meningkatkan sensitifitas insulin sehingga menghambat perkembangan

diabetesnya (Damayanti, 2015).

Manfaat latihan jasmani bagi para penderita diabetes antara lain meningkatkan

kebugaran tubuh, meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah

kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi

aterogenik, gangguan lemak darah, meningkatkan kadar kolesterol HDL,

meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, menormalkan tekanan darah, serta

meningkatkan kemampuan kerja. Jenis latihan jasmani yang dianjurkan untuk para

penderita diabetes adalah jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Damayanti, 2015).

2. Terapi Farmakologi

a. Sulfonilurea

Sulfonilurea adalah obat hipoglikemik oral (OHO) derivat sulfonamide. Obat

ini telah digunakan sejak tahun 1940-an. Generasi pertama sulfonilurea antara lain

klorpropamide, tolazamide dan tolbutamide sedangkan generasi kedua adalah

glibenklamide, glipizide, gliquidon dan gliclazide. Sulfonilurea akan terikat pada

reseptor spesifik dimembran sel Beta. Sulfonilurea memperbaiki kadar glukosa

postprandial. Pentingnya pengendalian glukosa postprandial telah banyak diteliti.

Hiperglikemia postprandial berhubungan dengan meningkatnya risiko komplikasi


makrovaskular dan mikrovaskular diabetes. Pengendalian glukosa postprandial

memperbaiki kadar glukosa darah secara keseluruhan yang digambarkan dengan

HbA1c (Wiyono, 2004).

Mekanisme kerja golongan Sulfonilurea yaitu merangsang fungsi sel beta dan

meningkatkan sekresi insulin serta memperbaiki kerja perifer dari insulin sehingga

dengan demikian golongan sulfonilurea berguna dalam penatalaksanaan pasien

diabetes melitus tipe 2 dimana pankreasnya masih mampu memproduksi insulin.

Penggunaan golongan sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemi, sehingga

pengobatan dengan golongan ini dianjurkan dimulai dengan dosis rendah (Arifin dkk,

2007).

b. Biguanid

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati

(hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida

tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan

hipoglikemia (Hongdiyanto dkk, 2014). Golongan ini hanya tersedia metformin.

Metformin meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer, dan pengambilan

glukosa dan mengkambat glukogenesis. Pada awal penggunaan mungkin

menimbulkan gangguan lambung atau diare yang akan berkurang jika diminum

bersama makanan (Priyanto, 2009).

Senyawa-senyawa golongan biguanid tidak merangsang sekresi insulin, dan

hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida

yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral di United State adalah metformin.
Kerja obat ini adalah meningkatkan sensitivitas insulin pada hati dan jaringan perifer,

sehingga meningkatkan pengambilan glukosa (Triplitt dkk., 2005).

c. Glitazon

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel

otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan

tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC

III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal

hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk

dalam golongan ini adalah Pioglitazone (Perkeni, 2015).

d. Golongan meghlitinid

Yang termasuk golongan obat ini adalah repaglinid dan neteglinid. Rapaglinid

adalah turunan asam benzoate, sedangkan nateglinid adalah turunan asam amino

phenylalanine. Keduanya membutuhkan glukosa untuk merangsang sekresi insulin.

Biasanya digunakan bagi pasien yang alergi terhadap sulfonilurea dan dapat

digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan biguanid. Golongan obat

ini baik untuk pengaturan gula darah postprandial tetapi kurang baik untuk

pengaturan gula darah malam dan puasa (Dipiro, 2008; Priyanto, 2009).
e. Inhibitor α-glukosidase

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada gangguan faal hati yang berat,

irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating

(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna

mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat

golongan ini adalah Acarbose. Inhibitor α-glukosidase (alpha glucosidase inhibitor,

AGI) merupakan salah satu agen antidiabetik yang bekerja dengan cara menghambat

kerja enzim alfa-glukosidase. (Perkeni 2015; Febrinda, 2013).

f. Inhibitor dipeptidyl peptidase (DPP-IV)

Yang termasuk golongan obat ini adalah sitagliptin dan vildagliptin.

Sitagliptin telah disetujui oleh FDA (food and drug administration), sedangkan

vildagliptin saat ini dalam tahap uji klinis dan akan termasuk sebagai pilihan terapi.

Mekanisme kerja inhibitor DPP-IV yaitu dengan menghambat kerusakan glikagon-

like-peptide-1 (GLP-1) sehingga dapat meningkatkan sekresi insulin. Obat golongan

ini merupakan obat baru yang diindikasikan sebagai terapi tambahan pada diet dan

olahraga untuk meningkatkan kontrol gula darah pada pasien DM tipe 2. Obat ini di

indikasikan untuk penggunaan monoterapi atau kombinasi dengan metformin,

sulfonilerea, tiazolidinedion (Dipiro, 2008).


Pilihan terapi pada penyakit DM tipe 2 dapat digambarkan dalam alogaritma

berikut:

Monoterapi Metformin
Efek (HbA1C) Tinggi
Hipoglikemia Resiko rendah
Berat badan Netral/kurang
Efek samping GI/Asidosis laktat
harga Murah

Jika A1C tidak mencapai target setelah 3 bulan monoterapi, lanjutkan kombinasi 2 obat (agar tidak menunjukan preferensi
tertentu (pilihan tergantung pda berbagai faktor spesifik pasien dan penyakit)

Metformin Metformin Metformin Metformin Metformin Metformin


kombinasi 2 obat + + + + + +

Sulsonilurea TZD Inhibitor DPP Inhibitor SGLT2 Reseptor GLP 1 Insulin basal
efek (HbA1C) Tinggi Tinggi IV Sedang Sedang Tinggi
Resiko rendah Resiko rendah Paling tinggi
Hipoglikemia Resiko rendah Resiko rendah Resiko rendah
Kurang Resiko tinggi
Berat badan Bertambah Bertambah Netral Kurang
GI Bertambah
Efek samping Hipoglokemik Edema, HF Jarang GU, dehidrasi Hipoglikemik
Mahal
Murah Murah mahal mahal bervariasi
Harga

Jika A1C tidak mencapai target setelah 3 bulan monoterapi, lanjutkan kombinasi 3 obat (agar tidak men
unjukan preferensi tertentu (pilihan tergantung pada berbagai faktor spesifik pasien dan penyakit)
kombinasi 3 obat Metformin Metformin Metformin Metformin Metformin Metformin

Sulfonylurea TZD Inhibitir DPP Inhibitor Reseptor GLP Insulin basal


IV SGLT2 1
+ + + + + +
TZD SU SU SU SU TZD
Atau i-DPP IV Atau i-DPP IV Atau TZD Atau TZD Atau TZD Atau iDPPIV
Atau i-SGLT2 Atau i-SGLT2 Atau i-DPP IV Atau i-DPP IV Atau Insulin Atau i-SGLT2
Atau GLP1,RA Atau GLP1,RA Atau Insulin Atau Insulin Atau GLP-RA
Atau Insulin Atau Insulin

Jika AIC tidak mencapai target setelah 3 bulan terapi tiga dan pasien (1) pada kombinasi oral, pindah ke suntik
(2) dari GLP-1-RA, tambahkan insulin basal atau (3) pada insulin basal optimal dititrasi, tambahkan GLP-1-RA
atau insulin waktu makan, pada pasien refrakter mempertimbangkan penambahan TZD atau i-SGLT2.
Kombinasi terapi
Metformin
Suntik
+
Basal insulin+Mealtime insulin or GLP-1-RA

Sumber: American Diabetes Association, 2014.


Gambar 2.2. Alogaritma pengobatan DM tipe 2
F. Penggunaan Obat Rasional

Suatu pengobatan dikatakan rasional apabila memenuhi beberapa kriteria

antara lain, tepat diagnosis, indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, penilaian kondisi

pasien, waspada efek samping, aman, efektif, mutu terjamin, tersedia setiap hari,

harga terjangkau, tepat tindak lanjut, penyerahan obat dan pasien patuh terhadap

pengobatan yang diberikan (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008).

Menurut WHO (World Health Organization), penggunaan obat rasional

adalah bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode

waktu yang sesuai dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat.

Obat haruslah sesuai dengan penyakit oleh karena itu diagnosis yang ditegakkan

harus tepat, patofisiologi penyakit, keterkaitan farmakologi obat dengan patofisiologi

penyakit, dosis yang diberikan dan waktu pemberian yang tepat, serta evaluasi

terhadap efektifitas dan toksisitas obat tersebut, ada tidaknya kontra indikasi serta

biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien yang disesuaikan dengan kemampuan

pasien tersebut (WHO, 1985).

Departemen Kesehatan (2011) menjabarkan bahwa secara praktis penggunaan

obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:

1. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat.

Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena

ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit

pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan
diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak

dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan

metronidazol. Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah

kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran

sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis.

2. Tepat pemilihan obat

Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang

tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis

obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat dan

keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis

obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya sedikit mungkin.

3. Tepat Indikasi

Tepat indikasi merupakan pemberian obat yang sesuai dengan ketepatan

diagnosis dan keluhan dari pasien. Misalnya antibiotik diindikasikan untuk infeksi

bakteri.

4. Tepat pasien

Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu

yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal

atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia

harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya, Pemberian obat golongan


Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko

nefrotoksik sehingga harus dihindari.

5. Tepat dosis

Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat

mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan

mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus

disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan

tertentu.

6. Tepat interval waktu pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar

mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya

4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus

diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan

interval setiap 8 jam.

7. Tepat harga

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama

sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani

pasien, termasuk peresepan obat yang mahal.

8. Tepat informasi

Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien

akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya

pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi
berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya

berwarna merah.

9. Waspada efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya

Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar.


G. Kerangka Konsep Penelitian

Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Melihat pedoman:
- American Diabetes
Association (ADA)
- Depkes 2005
Rawat Inap Rawat Jalan - Drug Information
Handbook (DIH)
2004
Rasionalitas - Pharmacoteraphy
Edisi 7
Penggunaan Obat - dipyro

Tepat Obat Tepat Dosis Tepat Interval


Waktu Pemberian

Tepat Diagnosis Tepat Indikasi Tepat Pasien

Tepat Informasi Tepat Harga Waspada Efek


Samping

Analisis data

Hasil

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April–Agustus Tahun 2017 di Puskesmas

Perumnas Kadia Kota Kendari.

B. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif non eksperimental

dengan pengambilan data secara retrospektif. Metode penelitian deskriptif adalah

penelitian yang berhubungan dengan variabel yang ada, tanpa membuat suatu

perbandingan ataupun menghubungkan (Mulyadi, 2012). Reftrospektif adalah

penelitian yang berusaha melihat peristiwa kebelakang dengan melihat data rekam

medik pasien penyakit DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia tahun 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keselurahan objek penelitian atau objek yang diteliti, populasi

penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosis DM tipe 2 yang menjalani

rawat jalan di Puskesmas Perumnas Kadia pada periode Januari-Desember 2016

sebanyak 60 kasus.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dari populasi yang setiap anggota populasi mempunyai


kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Alasan mengambil total

sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan

sampel penelitian semuanya (Riyanto, 2011), sehingga sampel dalam penelitian

adalah seluruh populasi penelitian yaitu sebanyak 60 sampel.

3. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subyek penelitian pada

populasi target dan sumber. Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi:

a) Pasien rawat jalan

b) Rekam medik pasien DM tipe 2 semua usia

c) Rekam medik pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta

d) Rasionalitas tepat pemilihan obat, tepat dosis dan tepat interval waktu pemberian

e) Penggunaan obat menggunakan antidiabetik oral

f) Rekam medik dengan data yang jelas dan lengkap

4. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dan subyek penelitian yang tidak boleh

ada dan jika subyek mempunyai kriteria eksklusi maka subyek harus dikeluarkan dari

penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi:

a) Pengobatan menggunakan insulin

b) Rekam medik pasien yang tidak lengkap dan tidak terbaca

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik dan

lembar dokumentasi pasien diabetes melitus yang didiagnosis DM tipe 2 di


Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016. Pedoman yang digunakan

adalah pedoman pelayanan medis terkait penyakit DM tipe 2 yaitu American

Diabetes Association (ADA), PERKENI, Dipyro, Drug Information Handbook

(DIH), Pharmacoteraphy edisi 7. Data yang diambil berupa karakteristik pasien yang

meliputi umur, jenis kelamin, gejala, data laboratorium, penyakit penyerta, dan terapi

yang diberikan.

E. Definisi Operasional

1. Pasien diabetes melitus merupakan pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit

penyerta yang didiagnosis oleh dokter.

2. Rekam medik adalah berkas pasien yang didiagnosis DM tipe 2 di Puskesmas

Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 yang berisiskan catatan dan dokumen

tentang data umum, hasil pemeriksaan, tindakan dan pelayanan yang telah

diberikan kepada pasien.

3. Rasionalitas pengobatan meliputi tepat pemilihan obat, tepat dosis dan tepat

interval waktu pemberian, pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia

Tahun 2016.

4. Karakteristik pasien adalah data pasien DM tipe 2 yang meliputi: jenis kelamin,

umur dan penyakit penyerta

5. Tepat pemilihan obat yaitu obat dikatakan tepat apabila jenis obat dipilih

berdasarkan pertimbangan dari ketepatan kelas terapi.

6. Tepat dosis, yaitu dosis yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi pasien

dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.


7. Tepat interval waktu pemberian adalah frekuensi pemberian obat dalam sehari

pada pasien DM tipe 2.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:

1. Tahap persiapan

a. Studi pendahuluan dengan mengumpulkan data terkait dengan penyakit diabetes

melitus tipe 2 dari buku, jurnal dan lain-lain.

b. Pengambilan data awal pasien Diabetes Melitus (DM) tipe 2 di Puskesmas

Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016.

2. Tahap pelaksanaan

Peneliti mengambil data penelitian dengan melakukan pengumpulan data

dimulai dengan penelusuran data dari unit laporan rekam medik untuk pasien diabetes

melitus dengan diagnosis DM tipe 2 periode Januari-Desember 2016. Data yang

diperoleh dicatat dalam lembar dokumentasi yang meliputi nomor rekam medik,

umur, jenis kelamin, diagnosis, penyakit penyerta, hasil laboratorium, tanda vital,

penggunaan obat antidiabetik, dosis antidiabetik, dan lama pemberian antidiabetik.

G. Pengololahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan

sebagai berikut:

a. Melakukan pemerikasaan ulang terhadap data-data yang diperoleh.

b. Melakukan pengelompokan dan perhitungan data sesuai dengan variabel.

c. Menyajikan data yang telah ditabulasi.


d. Melakukan pemeriksaan ulang data-data yang telah dimasukan untuk

menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan data.

H. Analisis Data

Data yang diperoleh dikelompokan dalam lembar panduan dokumentasi

beberapa tabel-tabel yang memuat nama pasien, karakteristik pasien, umur, jenis

kelamin, dan pekerjaan. Rasionalitas penggunaan obat pada pasien DM tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia meliputi tepat pemilihan obat, tepat dosis dan tepat

interval waktu pemberian disesuaikan dengan American Diabetes Association

(ADA), Pharmacotherapy: Principles & Practice (Dipiro), dan Drug Information

Handbook (DIH), selanjutnya dihitung persentasi masing-masing sebagai berikut:

1. Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin:


n
% Jenis kelamin = sampel x 100%

Keterangan:

n = jumlah pasien per kelompok jenis kelamin (laki-laki dan perempuan)

sampel = jumlah total pasien

2. Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan kelompok umur :


n
% Umur = x 100%
sampel

Keterangan:

n = jumlah pasien per kelompok umur

sampel = jumlah total pasien


3. Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan kelompok penyakit

penyerta :
n
% Penyakit penyerta = sampel x 100%

Keterangan:

n = jumlah pasien per kelompok penyerta

sampel = jumlah total pasien

4. Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan tepat obat:


n
% Tepat obat = sampel x 100%

Keterangan:

n = jumlah obat yang sesuai pedoman

sampel = jumlah total pasien

5. Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan tepat dosis:


n
% Tepat dosis = sampel x 100%

Keterangan:

n = jumlah dosis sesuai pedoman

sampel = jumlah total pasien

6. Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan tepat interval waktu

pemberian:
n
% Tepat interval waktu pemberian = sampel x 100%
Keterangan:

n = jumlah tepat lama pemberian sesuai pedoman

sampel = jumlah total pasien


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat rasionalitas penggunaan obat pada

pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari

Tahun 2016. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan melihat data

rekam medik pasien DM tipe 2. Berdasarkan studi penelitian terhadap data rekam

medik pasien dengan diagnosa DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Kota

Kendari periode Januari-Desember tahun 2016 diperoleh total sampel sebanyak 60

pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling, yakni

tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel atau

yang dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel merupakan pasien

yang mayoritas berobat ke poli umum..Data yang diambil dari rekam medik meliputi

nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, diagnosis, penyakit penyerta, hasil

laboratorium, tanda vital, penggunaan obat antidiabetik, dosis antidiabetik dan lama

pemberian antidiabetik.

A. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Data karakteristik pasien pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur dan

penyakit penyerta.

1. Jenis Kelamin

Karakteristik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari

Tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Gambar 4.1.


Gambar 4.1. Distribusi karakteristik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia
Kota Kendari Tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin

Perempuan
(25) Laki-laki
41,67%
(35)
58,33%

Sumber: Rekam medik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa karakteristik pasien DM tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari berdasarkan jenis kelamin yaitu 35 orang

(58,33%) berjenis kelamin perempuan dan 25 orang (41,67%) berjenis kelamin laki-

laki. Berdasarkan data Riskesdas (2013), perempuan lebih banyak menderita diabetes

melitus dibandingkan dengan laki-laki (Kemenkes RI, 2013). Hasil penelitian ini

diperkuat oleh data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 yang menyebutkan bahwa

penderita diabetes melitus lebih besar pada pasien berjenis kelamin perempuan

(15,5%) dibanding pasien berjenis kelamin laki-laki (7,8%) (Kemenkes RI, 2012).

Tingginya jumlah penderita DM pada perempuan dibandingkan laki-laki

dikarenakan perempuan memiliki aktivitas yang lebih sedikit dan lebih ringan dari

pada pada laki-laki sehingga pada pembakaran lemak yang terjadi dalam tubuh laki-

laki lebih cepat serta lebih banyak dibandingkan perempuan. Kurangnya aktivitas
pada perempuan memungkinkan terjadinya kegemukan. Selain itu besarnya aktivitas

laki-laki membuat pengambilan glukosa didalam tubuh lebih besar sehingga

kemungkinan terjadinya hiperglikemia semakin berkurang. Brunner dan Suddart

(2002) menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak menderita DM dibandingkan

laki-laki. Ferannini menyebutkan bahwa hal ini juga dipicu oleh adanya persentase

timbunan lemak badan pada wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yang

dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati.

Peningkatan DM tipe 2 pada perempuan juga disebabkan terjadi resistensi

insulin saat kehamilan di trimester ketiga dan biasanya memberikan dampak jangka

panjang untuk terkena DM tipe 2 setelah melahirkan. Glukosa adalah energi untuk

kebutuhan plasenta dan fetus. Glukosa akan mensuplai plasenta dan fetus dan

diregulasi agar dapat di metabolisme secara konstan, pada proses regulasi petama

adanya peningkatan glukosa dan regulasi yang dilakukan secara terus akan terjadi

intoleransi glukosa dan resistensi insulin, karena adanya peningkatan lemak pada ibu

hamil. Peningkatan lemak di jaringan adiposa akan menghambat proses metabolisme

glukosa, serta hormon human chorionic somatommatropin dalam estrogen yang

diproduksi oleh plasenta perempuan hamil menstimulasi sekresi insulin di fetus dan

menghambat pengambilan glukosa pada peripheral di tubuh perempuan hamil,

akibatnya adanya peningkatan glukosa darah (Hermanto dkk, 2012). Selama

kehamilan plasenta tidak hanya menghasilkan hormon yang mengubah metabolisme

karbohidrat dan lemak pada ibu hamil, tetapi juga mengatur kontrol glukosa, lemak,
protein plasenta yang akan menjadi sumber nutrisi dan energi bagi pertumbuhan

fetus.

Selain itu juga, adanya faktor hormon estrogen yang didukung dengan pola

hidup yang tidak sehat, dimana pola hidup yang tidak sehat yaitu penggunaan plastik

BPA (Bisphenol) yang terdapat pada bahan baku plastik, BPA ini akan berinteraksi

dengan hormon estrogen di sel Beta pankreas yang akan mengganggu biosintesis dan

sekresi insulin. Stimulasi berlebih akan menyebabkan gangguan sel Beta akibat stress

oksidatif radikal bebas melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkan dan menimbulkan

kerusakan) pada retikulum endoplasma yang memicu kematian sel (Perdana, 2016).

2. Umur

Kategori umur menurut Depkes RI (2009): umur 0 – 5 tahun (masa balita),

umur 5 – 11 tahun (masa kanak-kanak), umur 12 – 1 6 tahun (masa remaja awal),

umur 17 – 25 tahun (masa remaja akhir), umur 26- 35 tahun (masa dewasa awal),

umur 36- 45 tahun (masa dewasa akhir), umur 46- 55 tahun (masa lansia awal), umur

56 – 65 tahun (masa lansia akhir), ≥65 (masa manula). Karakteristik pasien DM tipe 2

menurut kelompok umur di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari, dengan

jumlah sampel sebanyak 60 pasien disajikan pada Gambar 4.2.


Gambar 4.2. Distribusi karakteristik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas
Kadia Kota Kendari Tahun 2016 berdasarkan Umur.

1,67%
Umur
1,67% 3,33%
1 17 - 25 tahun
18,33% 2 26 - 35 tahun
43,33%
3 36- 45 tahun
4 46 - 55 tahun
31,67% 5 56 - 65 tahun
6 ≥ 66 tahun

Sumber: Rekam medik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016
Karakteristik pasien berdasarkan umur dari hasil penelitian diperoleh persentase

tertinggi terdapat pada pasien umur 46 – 55 tahun yaitu sebanyak 26 orang (43,33%),

sedangkan umur 17- 25 tahun dan umur 26 – 35 tahun terdapat 1 orang (1,67%),

umur 36 – 45 tahun sebanyak 2 orang (3,33%), umur 56 - 65 tahun sebanyak 19

orang (31,67%) dan pada umur ≥66 tahun sebanyak 11 orang (18,33%).%). Hal ini

terjadi karena pada usia ini secara fisik dan biologis sudah memiliki kemampuan

untuk bekerja, sehingga aktivitas yang dilakukan akan lebih padat dan memicu

timbulnya stres berlebih yang akan mengakibatkan fungsi organ tubuh yang lain

terganggu. Ketika stres muncul, kelenjar adrenal akan dipacu untuk mengasilkan

hormon adrenalin, hormon ini juga akan memberikan sinyal pada hormon kotisol

(hormon stres) mempunyai efek memacu kenaikan kebutuhan kadar glukosa darah.

kortisol yang dipacu terus menerus akan meningkatkan kebutuhan insulin, apabila

kondisi tersebut belangsung lama maka sel beta pankreas akan mengalami penurunan
fungsi kerja dalam menghasilkan insulin, sehingga produksi insulin menurun, tetapi

kadar glukosa darah tetap meningkat (Pratiwi dkk, 2014).

Terjadinya DM tipe 2 pada usia ini juga terjadi karena penurunan fungsi organ

tubuh dan terjadinya resitensi insulin yang diakibatkan oleh kurangnya massa otot,

serta adanya perubahan neurohormonal yang terjadi pada penurunan fungsi insulin-

like growt factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHES) plasma pada usia

lanjut, penurunan IGF-1 akan mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena

menurunnya sensitifitas insulin, sedangkan penuruna DHES berkaitanya dengan

peningkatan lemak tubuh (Rochmah, 2006). Kelebihan lemak dan kurangnya

aktivitas fisik, serta dampak dari pola hidup yang tidak sehat akibat merokok,

mengkomsumsi alkohol dan makanan yang mengandung glukosa tinggi juga menjadi

peluang besar mengidap DM tipe 2 pada usia >45 tahun.

3. Karakteristik Penyakit Penyerta

Data karakteristik penyakit penyerta digunakan untuk mengetahui penyakit

yang diderita pasien selain DM tipe 2. Data karakteristik pasien berdasarkan penyakit

penyerta di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari dapat dilihat dilihat pada Tabel

4.1.
Tabel 4.1. Jumlah dan persentase penyakit penyerta pada pasien DM tipe 2 di
Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016.
Penyakit Penyerta Jumlah Pasien Persentase %
Tanpa Penyakit penyerta 40 66,67
Hipertensi 9 15
Asam Urat 1 1,67
Hiperkolestrol 3 5
Hiperkolestrol + Hipertensi 1 1,6
Dislipidemia 3 5
Dislipidemia + Hipertensi 1 1,67
Dispepsia 2 3,33
Total 60 100
Sumber: Rekam medik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia tahun 2016

Dari Tabel 4.1. diperoleh persentase penyakit penyerta di Puskesmas

Perumnas Kadia yang paling banyak adalah hipertensi (15%), Pengaruh hipertensi

terhadap kejadian DM tipe 2 disebabkan karena mengerasnya atau tidak elastisnya

pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi serta terjadi

penebalan pada pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah

menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari

dalam darah menjadi terganggu. Hipertensi (tekanan darah tinggi) salah satunya dapat

menimbulkan resistensi insulin yang merupakan penyebab utama peningkatan

glukosa darah (Trisnawati, 2013).

Penyakit DM dengan kadar gula yang tinggi akan merusak organ tubuh yang

lainnya. Karena pada penderita pasien DM tipe 2 insulin yang dihasilkan oleh sel beta

pankreas terbatas, maka kadar glukosa semakin menumpuk dalam aliran darah dan

tidak dapat dikontrol, akibatnya dinding arteri akan rusak dan terjadi penyempitan

pembuluh darah, secara langsung tekanan darah akan meningkat. Tingginya kadar
glukosa darah akan menyebabkan permeabilitas endotel meningkat sehingga molekul

yang mengandung lemak masuk ke arteri dan akan membuat plak-plak di dinding

arteri sehingga terjadi penyempitan pembuluh, akibatnya tekanan darah akan

meningkat (Budiman dkk, 2016).

Penyakit penyerta tertinggi kedua setelah hipertensi adalah dislipidemia

dengan pasien sebanyak 3 (5%). Dislipidemia yaitu gangguan metabolisme lipid

berupa peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida (TG), low density lipoprotein

(LDL), dan penurunan kadar high density lipoprotein (HDL). Gambaran dislipidemia

pada DM tipe 2 yang paling sering ditemukan adalah peningkatan kadar TG dan

penurunan kadar HDL. Walaupun kadar LDL tidak selalu meningkat, tetapi partikel

LDL akan mengalami penyesuaian perubahan (modifikasi) menjadi bentuk kecil dan

padat yang bersifat aterogenik (Josten, 2006).

Dislipidemia sering menyertai diabetes melitus, baik dislipidemia primer

(akibat kelainan genetik) maupun dislipidemia sekunder (akibat diabetes mellitus,

baik karena resistensi maupun defisiensi insulin). Toksisitas lipid menyebabkan

proses aterogenesis menjadi lebih progresif. Lipoprotein akan mengalami perubahan

akibatperubahan metabolik pada diabetes melitus seperti proses glikasi serta oksidasi.

Hal ini merupakan salah satu penyebab penting meningkatnya resiko resistensi

insulin yang kemudian menjadi DM Tipe 2 (Setyaningrum, 2015).

DM dengan penyakit penyerta hiperkolesterol berjumlah 3 orang (5%).

Hubungan DM tipe 2 dengan kolesterol sangat berkaitan. Dalam keadaan normal

glukosa yang dimakan akan mengalami proses metabolisme sempurna menjadi CO2
dan air, sebagiannya akan diubah menjadi glikogen dan akan diubah dalam bentuk

asam lemak. Asam lemak ini akan disimpan dalam bentuk trigliserida dan kolesterol

dalam jaringan adiposa (Gunawan, 2012). Jika keadaan tidak normal pada pasien

Diabetes Melitus tipe 2, glukosa darah yang berlebihan akan diubah terus menerus

menjadi asam lemak dalam bentuk trigliserol dan kolesterol, sehingga akan terjadi

penumpukan dalam jaringan adiposa yang melebihi batas normal LDL (>100 mg).

Kolesterol akan lebih meningkat, jika pasien DM Tipe 2 tidak mengatur pola makan

yang sehat dan olahraga secara teratur karena karborhidrat yang dikomsumsi dengan

tidak teratur akan diubah secara terus menerus menjadi lemak.

Penderita dispepsia pada pasien DM tipe 2 sebanyak 2 orang (3,33%).

Dispepsia salah satu gangguan saluran cerna yang sering ditemui oleh penderita DM,

hal ini diduga berkaitan dengan terjadinya neurogenik dari saluran cerna atau terjadi

motalitis lambung yang memicu terjadinya dispepsia (Abdullah dan Jefri, 2012).

Selain itu dispepsia disebabkan karena pada pasien DM tipe 2 yang sering merasa

lapar (polifagi), sehingga makan yang tidak terkontrol mengakibatkan lambung

bekerja terlalu berlebihan akibatnya terjadi iritasi pada lambung. Penggunaan efek

samping pada obat-obat antidiabetes seperti metformin juga dapat menyebabkan

dispepsia.

4. Rasionalitas Penggunaan Antidiabetik Oral

Rasionalitas penggunaan antibiotik dalam penelitian ini meliputi kriteria, tepat

obat, tepat dosis dan tepat lama pemberian. Standar terapi yang digunakan yaitu
ADA 2015, PERKENI, Drug Information Handbook (DIH), Pharmacotherapy:

Principles & Practice (Dipiro).

1. Tepat Pemilihan Obat

Tepat obat dalam terapi DM tipe 2 yaitu suatu kesesuaian dalam pemilihan

obat dari beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi terhadap penyakit DM tipe 2.

Penilaian penggunaan ketepatan obat antidiabetik pada terapi pasien DM tipe 2 dilihat

berdasarkan beberapa pedoman. Ketepatan obat dinilai setelah diagnosis penyakit

ditegakkan. Hasil pengamatan rasionalitas penggunaan antidiabetik oral berdasarkan

tepat pemilihan obat dapat disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Tepat pemilihan obat antidiabetik di Puskesmas Perumnas Kadia Kota
Kendari Tahun 2016.
Obat Sesuai Pedoman Tepat Persen Tidak Tepat Persen
Pemilihan (%) Pemilihan (%)
Obat Obat
Metformin 10 16,67 3 5
Glimepirid 1 1,67 3 5
Glibenklamid - - 3 5
Metformin + Glibenklamid 15 25 1 1,67
Metformin + Glimepirid 22 36,67 - -
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 50 83,34 10 16,67
Sumber : Rekam medis pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa obat antidiabetik yang banyak

digunakan di Puskesmas Perumnas Kadia adalah kombinasi golongan biguanid

(metformin) dan sulfonylurea (glimepirid) yang memenuhi kategori tepat pemilihan

obat sesuai dengan pedoman pengobatan yang digunakan yaitu sebanyak 50 pasien

(83,34%) yang terdiri atas kombinasi metformin dan glimepirid sebanyak 22 pasien

(36,67%), Sedangkan ketidaktepatan penggunaan antidiabetik sebanyak 10 pasien


(16,67%) yang meliputi penggunaan kombinasi antidiabetik yaitu metformin tunggal,

glimepirid tunggal, glibenklamid tunggal serta penggunaan kombinasi metformin

dengan glibenklamid.

Ketidaktepatan pemilihan obat dinilai berdasarkan adanya pemberian obat

antidiabetes yang tidak termasuk dalam Pedoman American Diabetes Association

(ADA, 2015) dan Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach (Dipiro, 2009)

yang dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Ketidaktepatan pemilihan obat

dalam penelitian ini juga dinilai dengan melihat adanya penggunaan antidiabetes

yang berinteraksi dengan obat lainnya Ketidaktepatan pemilihan obat yang diberikan

kepada pasien di Puskesmas Perumnas Kadia juga terjadi kerena kemungkinan terjadi

kesalahan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien DM tipe 2.

Pemberian metformin tunggal dikatakan tidak tepat karena seluruh pasien DM

tipe 2 adalah pasien lama dan telah mendapat pengobatan sebelumnya. Jika pasien

lama seharusnya diberikan terapi kombinasi antara metformin dengan golongan

antidiabetik lain. Berdasarkan American Diabetes Association (ADA, 2015),

pemberian metformin tunggal pada pasien DM tipe 2, jika pasien tersebut adalah

pasien baru yang belum mendapat terapi antidiabetes.

Ketidaktepatan pemilihan obat dalam penelitian ini disebabkan karena

penggunaan obat yang seharusnya dikombinasi karena tingginya kadar gula darah

sewaktu (>212 mg/dl) yang dimiliki oleh pasien, namun diberikan terapi obat

tunggal. Penggunaan glibenklamid tunggal dengan kadar GDS yang tinggi dinilai

tidak rasional karena ketika kadar GDS dalam keadaan tinggi seharusnya diberikan
terapi kombinasi, jika diberikan monoterapi akan memperparah penyakit DM yang

bisa berujung pada komplikasi akibat tidak tercapainya tujuan glikemik. Hal ini

sesuai dengan teori dalam Standar Of Medical care In Diabetes (ADA, 2015) bahwa

kombinasi dua obat seharusnya diberikan pada pasien dengan GDS ≥212 mg/dL

(A1C ≥9%) untuk menghindari glikemik. Pemberian glibenklamid pada pasien DM

tipe 2 menurut algoritma pengobatan DM tipe 2 yaitu dikombinasi dengan metformin.

Kombinasi metfomin dengan golongan sulfonilurea diberikan jika pemberian

metformin tunggal tidak mencapai target terapi.

Ketidaktepatan pemilihan obat dalam penelitian ini disebabkan karena

penggunaan obat yang seharusnya monoterapi karena kadar gula darah yang dimiliki

oleh pasien sudah rendah (<212) , namun diberikan terapi obat kombinasi. Pemilihan

obat kombinasi antara metformin dengan glibenklamid dan metformin dengan

glimepirid dinilai tidak rasional karena pasien memiliki GDS < 212 mg/dl.

Pengobatan diabetes melitus dikombinasi jika GDS > 212 mg/ dL, jadi ketika kadar

GDS seseorang <212 maka pengobatan dilakukan dengan monoterapi untuk

menghindari hipoglikemia.

Menurut Dipiro (2009), pasien dengan A1C sekitar ≤7% diberikan terapi

nonfarmakologi dengan modifikasi gaya hidup sehat. Pasien dengan A1C >7% tapi

<8% pada awalnya diobati dengan agen antidiabetik oral tunggal. Pasien dengan nilai

A1C >9% sampai 10% atau glukosa darah >210 mg/dL di awal pengobatan dapat

digunakan terapi kombinasi dua obat oral atau insulin untuk mencapai tujuan

glikemik. Jika persentase awal dengan glukosa ≥260 mg/dL pada pasien simtomatik,
maka pertimbangkan insulin atau insulin analog sebagai awal intervensi atau

diberikan terapi ganda.

Ketidaktepatan penggunaan obat di Puskesmas Perumnas Kadia disebabkan

karena beberapa aspek. Misalnya, penggunaan obat yang seharusnya dikombinasi

karena tingginya kadar GDS (>400 mg/dl) yang dimiliki oleh pasien, namun

diberikan terapi obat tunggal. Selain itu ketidaktepatan penggunaan obat juga terjadi

pada beberapa pasien yang baru datang memeriksakan gula darahnya. Ketidaktepatan

penggunan obat ini juga dilihat pada pemberian OHO dengan beberapa obat yang

memiliki interaksi yang merugikan. Seperti pada kasus no. 14 pemberian metformin

dengan obat hipertensi captopril. Dalam hal ini terjadi interaksi obat reaksi antagonis

karena dengan diberikannya kombinasi metformin dengan captopril tidak

memberikan efek secara sinergis serta menghasilkan efek kombinasi antara kedua

obat antara metformin dengan captopril yang lebih rendah dibandingkan efek masing-

masing obat. Selain itu, keuntungan efek farmakologi yang dimiliki metformin yaitu

reaksi hipoglikemia yang rendah dalam penanganan DM tipe 2 menjadi buruk dalam

hal ini bila dikombinasikan dengan captopril, metformin dapat berdampak pada

peningkatan potensi terjadinya hipoglikemia.

Ketidaktepatan penggunaan obat antidiabetik dalam penelitian ini disebabkan

karena obat yang diberikan tidak sesuai dengan standar pedoman yang digunakan

dalam pelayanan medis. Ketidaktepatan penggunaan obat dalam penelitian ini dinilai

dengan melihat adanya penggunaan antidiabetik yang berinteraksi dengan obat

lainnya atau kontraindikasi dengan kondisi pasien.


2. Tepat Dosis

Penilaian ketepatan dosis antidiabetik yang diberikan dalam terapi DM tipe 2

berpedoman pada antidiabteik yang disarankan Dypiro dan DIH. Jika salah satu atau

lebih obat yang digunakan oleh pasien dosisnya kurang atau lebih maka pada pasien

tersebut dikatakan tidak tepat dosis. Bila peresepan obat dalam rentang minimal dan

dosis perhari yang dianjurkan maka dikatakan tepat dosis. Dari hasil penilaian

ketepatan dosis berdasarkan jumlah pemberian antidiabetik pada pasien sebanyak

100%. Penilaian ketepatan dosis pada pasien didasarkan pada dosis regimen yang

diberikan. Berdasarkan hasil penelitian, ketepatan dosis antidiabetik dapat dilihat

pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Tepat dosis antidiabetik di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari
Tahun 2016
Obat Sesuai Pedoman Tepat Persen Tidak Tepat Persen
Dosis (%) Dosis (%)
Metformin 13 21,67 - -
Glimepirid 4 6,67 - -
Glibenklamid 3 5 - -
Metformin + Glibenklamid 15 25 - -
Metformin + Glimepirid 23 38,33 - -
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 60 100 - -
Sumber : Rekam medis pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.3 penggunaan antidiabetik pada pengobatan DM Tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia diperoleh bahwa penggunaan antidiabetes tepat dosis

100%. Penilaian ketepatan dosis pada pasien didasarkan pada regimen dosis yang di

berikan. Ketepatan dosis harus diperhitungkan agar obat antidiabetik dapat bekerja

dengan maksimal dalam menurunkan kadar glukosa.


Dosis awal metformin adalah 500 mg 2 kali sehari diberikan pada pagi atau

sore hari, dan untuk dosis maksimal penggunaan metformin adalah 2,55 gr setiap

harinya (Drug Information Handbook, 2004). Untuk antidiabetik golongan

sulfonilurea seperti glimepirid dosis awal dan dosis maksimumnya adalah 1 mg, 2

mg, 3 mg, 4mg, sedangkan untuk dosis maksimalnya adalah 4 mg/hari atau 8mg/hari

untuk kasus tertentu. Peningkatan dosis glimepirid dapat dilakukan secara bertahap

dengan interval 1-2 minggu. Sedangkan dosis glibenklamid yang juga merupakan

antidiabetik golongan sulfonilurea yaitu 2,5 mg perhari dan dapat ditingkatkan 2,5

mg dengan interval 3 sampai 5 hari sampai mencapai target terapi. Dosis maksimal

glibenklamid adalah 15 mg/hari (Anonim, 2014).

Dikatakan dosis kurang atau dosis lebih apabila dosis yang yang diterima

pasien berada dibawah atau diatas rentang minimal dosis terapi yang seharusnya

diterima pasien. Dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan kadar obat dalam

darah berada dibawah kisaran terapi sehingga tidak dapat memberikan respon yang

diharapkan, sebaliknya dosis obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kadar obat

dalam darah melebihi kisaran terapi menyebabkan keadaan toksisitas

3. Tepat Interval Waktu Pemberian

Penilaian ketepatan interval lama pemberian antidiabetik yang diberikan

dalam terapi DM tipe 2 berpedoman pada antidiabetik yang disarankan Dypiro dan

DIH. Perhitungan ketepatan interval lama pemberian antidiabetik pada pasien yang

telah dikategorikan tepat obat dilihat jika lama pemberian antidiabetik sudah sesuai
dengan standar terapi. Berdasarkan hasil penelitian, ketepatan interval lama

pemberian antidiabetik dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Tepat interval waktu pemberian antidiabetik di Puskesmas Perumnas


Kadia Kendari tahun 2016.
Obat Sesuai Pedoman Tepat Interval Persen Tidak Tepat Persen
Waktu (%) Interval Waktu (%)
Pemberian Pemberian
Metformin 12 20 1 1,67
Glimepirid 4 6,67 - -
Glibenklamid 3 5 - -
Metformin + Glibenklamid 15 25 - -
Metformin + Glimepirid 21 35 2 3,33
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 57 95 3 5
Sumber : Rekam medis pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa persentase tepat interval waktu pemberian

antidiabetik yang sesuai standar terapi yang digunakan yaitu sebesar 95% dan interval

waktu pemberian antidiabetik yang tidak sesuai standar terapi yaitu 5%. Interval

waktu pemberian antidiabetik sangat bervariasi tergantung dari jenis penyakit DM

yang diderita yang terdiri dari pasien DM tipe 2 yang baru terdiagnosa dan baru

memulai pengobatan atau pasien DM tipe 2 yang sudah lama menjalani pengobatan.

Penelitian ini menunjukkan ketepatan interval waktu pemberian antidibetik

dihitung sesuai dengan aturan pakai yang tercatat dalam rekam medik. Berdasarkan

data pada rekam medik tidak semua waktu pemberian antidiabetik mencapai standar

terapi. Dalam penelitian ini terdapat 3 pasien yang diberikan antidiabetik dengan

aturan pakai yang tidak sesuai kondisi pasien. Pada rekam medik no 13 dan 14

diberikan kombinasi obat metformin dan glimepirid dengan aturan pakai 1 kali sehari,
hal ini tidak sesuai dengan pedoman yang digunakan yaitu pada saat pemberian

kombinasi metformin dan glimepirid yang ketika diberikan secara bersamaan aturan

pakainya mengikuti pada individual aturan pakainya (Anonim, 2014).

Ketidaktepatan interval waktu pemberian juga terjadi karena seharusnya

pasien menerima obat dengan dosis pemeliharaan tetapi aturan pakai yang diberikan

kurang dari aturan pakai yang ditetapkan. Contohnya, pasien no. 4 dan 5 yang baru

memulai pengobatan menerima obat metformin 500 mg 1 kali sehari seharusnya

pasien yang menerima metformin 500 mg dengan aturan pakai 2 kali sehari. Untuk

pengelolaan DM tipe 2 (non-insulin-dependent) di Indonesia orang dewasa yang

sebelumnya tidak pernah menerima insulin atau agen antidiabetes sulfonilurea,

biasanya dosis awal metformin hidroklorida sebagai tablet konvensional adalah 500

mg dua kali sehari diberikan pada pagi dan sore hari dengan makanan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 di

Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016 adalah:

1. Rasionalitas berdasarkan tepat pemilihan obat sebesar 83,34% .

2. Rasionalitas berdasarkan tepat dosis sebesar 100%.

3. Rasionalitas berdasarkan tepat lama pemberian sebesar 95%.

B. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai efektifitas

penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Perumnas

Kadia Kota Kendari

2. Perlu adanya kerjasama yang tepat antara dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan

yang lainnya untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian dan pengobatan pasien

sehingga diperoleh terapi yang tepat dan aman.


DAFTAR PUSTAKA

Alfian R, 2016, Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kepatuhan Tentang


Penggunaan Insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Poliklinik Penyakit
Dalam Rsud. Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, Jurnal Ilmiah Ibnu
Sina, Vol. 1, No. 1.

American Pharmacists Association, 2004, Drug Information Handbook 21st Edition.

American Diabetes Association, 2011, Standards of Medical in Diabetes, Diabetes


Care, Supplement 1, Vol. 34.

American Diabetes Association., 2012, Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus, Diabetes Care, Supplement 1, Vol. 35.

American Diabetes Association, 2014, Diagnosis and Classification Of Diabetes


Mellitus, Diabetes Care, Supplement 1, Vol. 37.

American Diabetes Association, 2015, Standard of medical care in Diabetes.


Diabetes Care, Supplement 1, Vol. 38.

Anonim, 2014, Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia, Vol 48, PT ISFI
Indonesia, Jakarta.

Arifin, I., Erna P. dan Tri M. A., 2007, Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diabetes
Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah sakit Bhakti wira Tamtama
Semarang Tahun 2006, Jurnal Ilmu Farmasi Klinik, Vol. 4, No. 1.

Artanti, P., Huriatul M., dan Dani R., 2015, Angka Kejadian Diabetes Melitus Tidak
Terdiagnosis pada Masyarakat Kota Pekanbaru, Jom FK, Vol. 2, No. 2.

Awad, N., Yuanita A. L. dan Karel, 2013, Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes
Melitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK-UNSRAT RSU.
Prof.Dr. R.D Kandou Manado Periode Mei-Oktober 2011, Jurnal e-Biomedik
(eBM), Vol. 1, No. 1.

Badan POM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), Koperpom,


Jakarta.

Badan Pusat statistik, 2013, Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2013, BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara, Kendari.
Damayanti, S., 2015, Hubungan Antara Frekuensi Senam Diabetes Melitus dengan
Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol dan Tekanan Darah Pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kelompok Persadia RS Jogja, Jurnal Medika Respati, Vol.
X, No. 2.

Depkes, 2005, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus, Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Departemen Kesehatan RI.

Depkes, 2006, Penggunaan Obat Rasional, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Depkes, 2006, Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


Jakarta.

Depkes, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Di Piro, T. J., Talbert, L. R., Yee, G. C., Matzke, G. R., wells, B. G., Posoy, L. M.,
2008, Pharmacotherapy, A Pathophysiologyc Approach Seventh Edition, Mc
Graw Hill Companies, USA.

Dinkes, 2015, Profil Kesehatan Sulawesi Sulawesi Tenggara Tahun 2014, Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari.

Dinkes, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2016 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan


Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Fatimah, R. N., 2015, Diabetes Melitus Tipe 2, JMajority, Vol. 4, No. 5.

Febrinda, A. E., Made A. T., dan W. Nancy, D. Y., 2013, Kapasitas Antioksidan dan
Inhibitor Alfa Glukosidase, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. 24,
No. 2.

Haeria, 2009, Pelayanan Kefarmasian dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus,


Jurnal Kesehatan, Vol. II, No. 4.
Hatmoko, 2006, Sistem Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas, Universitas
Mulawarman, Samarinda.

Hongdiyanto, A., Yamlean P., Dan Supriati, S, H., 2014, Evaluasi Kerasionalan
Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rsup Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2013, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi –
Unsrat, Vol. 3, No. 2.

Hubung, H., 2015, Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas Kampung Baqa
Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda, E-Journal Ilmu
Administrasi Negara, Vol. 3, No. 5.

Keban, S. A., Ulfa A. R., 2016, Hubungan Rasionalitas Pengobatan dan Self-care
dengan Pengendalian Glukosa Darah pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit
Bina Husada Cibinong, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 14, No. 1.

Mailangkay, S., Mario K. dan Michael K., 2017, Hubungan Motivasi Dan Dukungan
Keluarga Dengan Perawatan Kaki Mandiri Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2, e-journal Keperawatan (e-Kp), Vol. 5, No. 1.

Mulyadi, M., 2012, Riset Desain Dalam Metodologi Penelitian, Jurnal Studi
Komunikasi dan Media, Vol. 16, No. 1.

Oktarlina, R. Z., M. Panji B. G., 2017, Perbandingan Monoterapi dan Kombinasi


Terapi Sulfonilurea-Metformin terhadap Pasien Diabetes Melitus Tipe 2,
Majority, Vol. 6, No. 1.

Perkeni, 2011, Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes di Indonesia, PB.


Perkeni, Jakarta.

Perkeni, 2015, Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di


Indonesia 2015, PB. Perkeni, Jakarta.

Priyanto, 2009, Farmakoerapi Dan Terminologi Medis, Leskonfi, Jakarata.

Putri, N. H. K. dan Muhammad A. I., 2013, Hubungan 4 Pilar Pengendalian DM Tipe


2 Dengan Rerata Kadar Gula Darah, Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No.
2.

Rahayuningsih, N., Ilham A. dan Elis S. M., 2017, Evaluasi Kerasionalan Pengobatan
diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Ri RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, Vol. 17, No. 1.
Riyanto, A., 2007, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika,
Yogyakarta.

Rondonuwu, R. G., Sefti R. dan Yolanda B., 2016, Hubungan Antara Perilaku
Olahraga Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah
Kerja Puskesmas Wolaang Kecamatan Longowan Timur, eJournal
Keperawatan (e-Kep), Vol. 4, No. 1.
Sari, EN., dan Perwitasari DA., 2013, Rasionalitas Pengobatan Diabetes MelitusTipe
2 Di RSUP DR. Sardjito dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,
Farmasisains, Vol. 2, No. 2.

Sari, K.C.D.P., 2011, Evaluasi rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau Dari Indikator
Peresepan Menurut World Health Organization (WHO) Di Seluruh
Puskesmas Kecamatan Kota Depok Pada Tahun 2010, Skripsi, Universitas
Indonesia, Depok.

Syauqy, Ahmad., 2015, Perbedaan Kadar Glukosa darah Puasa Pasien Diabetes
Melitus Berdasarkan Pengetahuan Gizi, Sikap dan Tindakan di Poli Penyakit
Dalam Rumah Sakit Islam Jakarta, Jurnal Gizi Indonesia, Vol. 3, No. 2.

Syukron, A., Noor Hasan, 2015, Perancangan Sistem Informasi Rawat Jalan Berbasis
Web Pada Puskesmas Winong, Jurnal Bianglala Informatika, Vol. 3, No. 1.

Triplitt, C. I., Reasner, C. A., Isley, L. I., 2005, Diabetes Melitus, Dalam Dipro, J. T,
Talbert, R. I., Yee, G. C., Matzke, G. R., welss, B. G., Posey, L. M., (eds.),
Pharmacotheraphy a Phathophysiologic Approach, Sixth Edition 1333-1365,
Appleton and Lange, Standford cameticut.

Wiyono, Paulus., dan Ignatia S. M., 2004, Glimepiride: Generasi Baru Sulfonilurea,
Dexa Media, Vol. 17, No. 2.

World Healt Organization, 1985, The Rational Use Of Drugs, WHO World Health
Assembly Resolution WHA39.27, Geneva.
Lampiran 1. Lembaran Dokumentasi Data Primer

No. No. Nama Umur/ Data Terapi Atura


Rekam Pasien Jenis Laboratorium Diagnosis Pengobatan Dosis n Gej
ala
Medik Kelamin Pakai
Kli
nis
1. L.51 MRN 52 Th/ P TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 247 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
2. L.27 STH 56 Th/ P TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS :215 mg/dl Asam urat Glibenklami 5m 1x1
d 100 mg 1x1
Allopurinol
3. T.8 TAF 68 Th/ L TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Glimepirid 2 mg 1x1
GDS : 139 mg/dl Amoxicillin 500 mg 3x1
4. M.111 MJF 55 Th/ L TD : 110/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 1x1
GDS : 344 mg/dl Ibuprofen 400 mg 3 x1
5. M.499 MMD 60 Th/ L TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ 5 mg 1x1
GDS: 330 mg/ dl Glibenklamid 500 mg 2x1
Metformin
6. L.1 LDM 58 Th/ L TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 129 mg/dl Gastritis PCT 500 mg 3x1
Ranitidin
7. J.212 JHR 52 Th/ L TD : 110/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 299 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Ibuprofen 400 mg 3x1
8. G.32 GNA 46 Th/ P GDS : 374 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1 Saki
Chol : 210 mg/dL Hiperkolestrol Glibenklami 5 mg 1x1 t
kep
d 10 mg 1x1
ala
Simvastatin da
pen
glih
atan
kab
ur
9. W.33 APY 20 Th/ P TD : 111/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 175 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
10. T.18 TSM R. 56 Th/ L TD : 150/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ 5 mg 1x1
GDS : 249 mg/dl Hipertensi Glibenklamid 500 mg 2x1
Metformin 20 mg 2x1
Furosemid
11. T.18 TMZ 64 Th/ L TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 360 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
12. L.122 LSD 46 Th/ L TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1 Nye
GDS : 213 mg/dl Glibenklami 5 mg 1x1 ri
ping
d 500 mg 3x1
gan
Asam g
Mefenamat sela
ma
2
min
ggu
13. S.435 SNG 47 Th/ L TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 1x1
GDS : 140 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
14. S.435 HSM 44 Th/ P TD : 140/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 159 mg/dl Hipertensi Glimepirid 2 mg 1x1
Captopril 12,5 1x1
PCT mg 3x1
500 mg
15. S.346 BRT 56 Th/ P TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 450 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
16. M.69 MLM 63 Th/ L TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 237 mg/dl Hipertensi Simvastatin 10 mg 1x1
Hiperkolestrol Allopurinol 100 mg 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
17 H.70 SYI 67 Th/ P TD : 180/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 1x1 De
GDS : 270 mg/dl Hipertensi Glibenklami 5 mg 1x1 ma
m,
d 10 mg 1x1
saki
Amlodipin 500 mg 3x1 t
PCT saat
men
elan
,
tega
ng
lehe
r.
18. A.403 AMD 56 Th/ L TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Glimepirid 2 mg 1x1
GDS : 355 mg/dl Dispepsia Ranitidin 150 mg 3x1
Omeprazol 30 mg 2x1
Simvastatin 10 mg 1x1
19. R.80 MNR 67 Th/ P TD : 140/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 350 mg/dl Hipertensi Glimepirid 2 mg 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
20. T.35 TMR 47 Th/ L TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Glimepirid 2 mg 1x1
GDS : 139 mg/dl
21. R.275 RTA 51 Th/ P TD : 100/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 3x1
GDS : 210 mg/dl Dispepsia Glimepirid 2 mg 1x1
Simvastatin 10 mg 1x1
Asam 500 mg 3x1
Mefenamat
22. L.82 LUG 51 Th/ L TD : 130/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 229 mg/dl Hipertensi Glimepirid 2 mg 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
23. K..48 HSK 76 Th/ L TD : 110/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 250 mg/dl Simvastatin 10 mg 1x1
Allopurinol 100 mg 1x1
24. M.759 HMD 47 Th/ P TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 264 mg/dl Dislipidemia Allopurinol 100 mg 1x1
Simvastatin 10 mg 1x1
25. N.203 SKR 60 Th/ P TD : 100/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 250 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
26. N. 83 NRT 47 Th/ P TD : 90/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Glimepirid 2 mg 1x1
GDS : 312 mg/dl Glibenklami 5 mg 1x1
d
27. H.289 HTA 50 Th/ L TD : 110/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Glimepirid 2 mg 1x1
GDS : 295 mg/dl Metformin 500 mg 2x1
Nadic 50 mg 3x1
28. A.235 SLS 51 Th/ P TD : 150/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Glimepirid 2 mg 1x1
GDS : 229 mg/dl Hipertensi Allopurinol 100 mg 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
Vitamin B1
Vitamin B6
29. K.25 STD 54 Th/ P TD : 110/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 300 mg/dl Glibenklami 5 mg 1x1
d
30. A.383 ADM 46 Th/ L TD : 120/70 mg/dl DM Tipe 2 Metformin 500 mg 2x1
GDS : 281 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
31. H.20 HYD 40 Th/ L TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 278 mg/dl Alergi Cetrizine 5 mg 1x1
32. N.73 NRL 65 Th/ P TD : 100/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 235 mg/dl Glibenklami 5 mg 1x1
d
33. M.118 STS 69 Th/ P TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 206 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Ibuprofen 200 mg 3x1
34. N.67 IBM 46 Th/ P TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500mg 2x1
GDS : 211 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
35. M.210 ATI 46 Th/ P TD : 90/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 243 mg/dl Glibenklami 5 mg 1x1
d
36. A.500 ANB 57 Th/ L TD : 140/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 463 mg/dl Hipertensi Simvastatin 10 mg 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
37. A.77 RDW 66 Th/ L TD : 120/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 295 mg/dl Dislipidemia Glibenklami 5 mg 1x1
d 10 mg 1x1
Simvastatin
B.Com
38. D.3 NRA 48 Th/ P TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 239 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Paracetamol 500 mg 3x1
39. PKM RJR 60 Th/ L TD : 90/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 294 mg/dl Glibenklami 5 mg 1x1
d
Livron
40. PKM SN 57 Th/ P TD : 130/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 180 mg/dl Dislipidemia Ibuprofen 200 mg 3x1
Artritis Prednisolon
41. M.19 NJW 60 Th/ P TD : 14/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 312 mg/dl Dislipidemia Glimepirid 2 mg 1x1
Hipertensi Simvastatin 10 mg 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
42. S.278 SNY 47 Th/ L TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 135 mg/dl Vit. B1
43. S.214 WSN 60 Th/ P TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 198 mg/dl Artritis Piroxicam
Prednisolon
Vit. B1
44. M.457 HUK 73 Th/ P TD : 130/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 273 mg/dl Hiperkolestrol Simvastatin 10 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
CTM 500 mg 3x1
45. S.289 SHB 57 Th/ P TD : 100/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 267 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Ibuprofen 200 mg 3x1
46. M.137 SYR 56 Th/ P TD : 90/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 204 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Vit. B1
47. D.15 DJM 68 Th/ L TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 250 mg/dl Insomnia Diazepam
B.Com
48. W.69 MRT 47 Th/ P TD : 90/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 129 mg/dl Vit. B6
49. M.418 MNS 47 Th/ L TD : 100/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ 5 mg 1x1
GDS : 386 mg/dl Hiperkolestrol Glibenklamid 10 mg 2x1
Simvastatin
50. N.203 NRK 60 Th/ P TD : 110/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 235 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
51. B.42 RSN 48 Th/ P TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 241 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Vit. B1
Vit. B6
52. A.1341 FUZ 53 Th/ P TD : 140/90 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 270 mg/dl Hipertensi Glibenklami 5 mg 1x1
d 10 mg 1x1
Amlodipin
Vit. B1
53. PKM STN 76 Th/ P TD : 120/90 mg/dl DM Tipe 2 R/ 5 mg 1x1
GDS : 327 mg/dl Glibenklamid 10 mg 1x1
Amlodipin 150 mg 3x1
Ranitidin 10 mg 1x1
Simvastatin
54. L.307 MLN 55 Th/ P TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 335 mg/dl Glibenklami 5 mg 1x1
d
55. P.20 SNA 31 Th/ P TD : 120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 252 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Ibuprofen 200 mg 3x1
56. S.46 NR 51 Th/ P TD : 100/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ 5 mg 1x1
GDS : 280 mg/dl Dislipidemia Glibenklamid 200 mg 3x1
Ibuprofen 10 mg 1x1
Simvastatin
57. PKM MDW 69 Th/ P TD : 110/70 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 244 mg/dl Glimepirid 2 mg 1 x1
PCT 500 mg 3x1
58. A.273 HNW 51 Th/ P TD :120/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 276 mg/dl Glimepirid 2 mg 1x1
Ibuprofen 200 mg 3x1
Vit. B1
59. S.40 KSM 59 Th/ L TD : 110/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ 5 mg 1x1
GDS : 266 mg/dl Glibenklamid 2 mg 1x1
Glimepirid 10 mg 1x1
Simvastatin 200 mg 3x1
Ibuprofen
60. A.147 MSL 49 Th/ L TD : 140/80 mg/dl DM Tipe 2 R/ Metformin 500 mg 2x1
GDS : 312 mg/dl Hipertensi glibenklami 2 mg 1 x1
d 10 mg 1x1
Amlodipin
Vit. B1

Keterangan:
P : Perempuan
L : Laki-laki
Th : Tahun
TD : Tekanan Darah
GDS : Gula Darah Sewaktu
DM Tipe 2 : Diabetes Melitus Tipe 2
Chol : Kolestrol
PCT : Paracetamol
Lampiran 2. Hasil Penilian Rasionalitas Penggunaan Obat Diabetes Melitus
(DM) tipe 2

Kerasionalan Pengobatan
No. Umur/ Tepat
Nama Tepat
No. Rekam Jenis Terapi Antidiabetik Tepat Interval
Pasien Pemilihan
medis Kelamin Dosis Waktu
Obat
Pemberian
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
1. L.51 MRN 52 Th / P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
2. L.27 STH 56 Th / P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Glimepirid 2 mg
3. T.8 TAF 68 Th / L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 1
4. M.111 MJF 55 Th / L TR R TR
kali sehari
- Metformin 500 mg 1
kali sehari
5. M.499 MMD 60 Th/ L R R TR
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
6. L.1 LDM 58 Th/ L R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg 2
kali sehari
7. J.212 JHR 52 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
8. G.32 GNA 46 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
9. W.33 APY 20 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
10. T.18 TSM.R 56 Th/ L - Metformin 500 mg R R R
2 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
11. T.18 TMZ 64 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
12. L.122 LSD 46 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
1 kali sehari
13. S.435 SNG 47 Th/ L TR R TR
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 1
kali sehari
14. S.435 HSM 44 Th/ P R R TR
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
kali sehari
15. S.346 BRT 56 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Metformin 500 mg
16. M.69 MLM 63 Th/ L R R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
17. H.70 SYI 67 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
Glimepirid 2 mg
18. A.403 AMD 56 Th/ L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
kali sehari
19. R.80 MNR 67 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Glimepirid 2 mg
20. T.35 TMR 47 Th/ L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
21. R.275 RTA 51 Th/ P 2 kali sehari R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
22. L.82 LUG 51 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Metformin 500 mg
23. K.48 HSK 76 Th/ L R R R
2 kali sehari
Metformin 500 mg
24. M.759 HMD 47 Th/ P R R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
25. N.203 SKR 60 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
26. N.83 NRT 47 Th/ P TR R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
27. H.289 HTA 50 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Glimepirid 2 mg
28. A.235 SLS 51 Th/ P TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
29. K.25 STD 54 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
30. A.383 ADM 46 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
31. H.20 HYD 40 Th/ L R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
32. N.73 NRL 65 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
33. M.118 STS 69 Th/ P 2 kali sehari R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
34. N.67 IBM 46 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
35. M.210 ATI 46 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
36. A.500 ANB 57 Th/ L TR R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
37. A.77 RDW 66 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
38. D.3 NRA 48 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
39. PKM RJR 60 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
40. PKM SN 57 Th/ P R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
41. M.19 HJW 60 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
42. S.278 SNY 47 Th/ L R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
43. S.214 WSN 60 Th/ P R R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
44. M.457 HUK 73 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
45. S.289 SHB 57 Th/ P 2 kali sehari R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
46. M.137 SYR 56 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
47. D.15 DJM 68 Th/ L TR R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
48. W.69 MRT 47 Th/ P R R R
2 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
49. M.418 MNS 47 Th/ L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
50. N.203 NRK 60 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
51. B.42 RSN 48 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
52. A.1341 FUZ 53 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
53. PKM STN 66 Th/ P TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
54. L.307 MLN 55 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
55. P.20 SNA 31 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
56. S.46 NR 51 Th/ P TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
57. PKM MDW 69 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
58. A.273 HNW 51 Th/ P - Metformin 500 mg R R R
2 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
59. S.40 KSM 59 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
60. A.147 MSL 49 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari

Keterangan:
R : Rasional
TR : Tidak Rasional
Lampiran 3. Analisis Data
a. Persentase karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)


Laki-Laki 25 41,67
Perempuan 35 58,33
Total 60 100

n
Rumus : % jenis kelamin= sampel x 100%

25
Laki-laki = 60 𝑥 100%

= 41,67%
35
Perempuan = 60 𝑥 100%

= 58,33%

b. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur

Umur JumlahPasien (n) Persentase (%)


17 - 25 tahun 1 1,67
26 - 35 tahun 1 1,67
36- 45 tahun 2 3,33
46 - 55 tahun 26 43,33
56 - 65 tahun 19 31,67
≥ 66 tahun 11 18,33
Total 60 100

n
Rumus : % Umur= sampel x 100%

1
Umur 17– 25 Tahun = 60 𝑥 100%
= 1,67 %
1
Umur 26 - 35 Tahun = 60 𝑥 100%

= 1,67 %
2
Umur 36 - 45 Tahun = 60 𝑥 100%

= 3,33 %
26
Umur 46 - 55 Tahun = 𝑥 100%
60

= 43,33 %
19
Umur 56 - 65 Tahun = 60 𝑥 100%

= 31,67 %
2
Umur ≤ 66 Tahun = 60 𝑥 100%

= 18,33 %

c. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta

Penyakit Penyerta Jumlah Pasien Persentase %


Tanpa Penyakit penyerta 40 66,67
Hipertensi 9 15
Asam Urat 1 1,67
Hiperkolestrol 3 5
Hiperkolestrol + Hipertensi 1 1,6
Dislipidemia 3 5
Dislipidemia + Hipertensi 1 1,67
Dispepsia 2 3,33
Total 60 100

n
Rumus : % PenyakitPenyerta= sampel x 100%
39
Tanpa Penyakit Penyerta = 60 x 100%

= 65 %
9
Hipertensi = 60 x 100%

= 15 %
1
Asam urat = x 100%
60

= 1,67 %
3
Hiperkolesterol = x 100%
60

=5%
1
Hiperkolestrol + Hipertensi = 60 x 100%

= 1,67 %
3
Dislipidemia = 60 x 100%

=5%
1
Dislipidemia + Hipertensi = x 100%
60

= 1,67 %
2
Dispepsia = 60 x 100%

= 3,33 %
d. Persentasi Tepat Pemilihan Obat

Obat Sesuai Pedoman Tepat Persen Tidak Tepat Persen


Pemilihan (%) Pemilihan (%)
Obat Obat
Metformin 10 16,67 3 5
Glimepirid 1 1,67 3 5
Glibenklamid - - 3 5
Metformin + Glibenklamid 15 25 1 1,67
Metformin + Glimepirid 22 36,67 - -
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 50 83,34 10 16,67

Rumus : 𝑛
% Tepat pemilihan Obat = x 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

50
% Tepat Pemilihan Obat = 60 x 100%

= 83,33%
10
% Tidak Tepat Pemilihan Obat = 60 x 100%

= 16,67 %

e. Persentase Tepat Dosis


Obat Sesuai Pedoman Tepat Persen Tidak Tepat Persen
Dosis (%) Dosis (%)
Metformin 13 21,67 - -
Glimepirid 4 6,67 - -
Glibenklamid 3 5 - -
Metformin + Glibenklamid 15 25 - -
Metformin + Glimepirid 23 38,33 - -
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 60 100 - -

𝑛
Rumus : % Tepat dosis = x 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
60
% Tepat dosis = 60 x 100%

= 100%

f. Persentase Tepat Interval Waktu Pemberian

Obat Sesuai Pedoman Tepat Persen Tidak Tepat Persen


Interval (%) Interval (%)
Waktu Waktu
Pemberian Pemberian
Metformin 12 20 1 1,67
Glimepirid 4 6,67 - -
Glibenklamid 3 5 - -
Metformin + Glibenklamid 15 25 - -
Metformin + Glimepirid 21 35 2 1,67
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 57 95 3 3,34
𝑛
Rumus : % Tepat Interval waktu pemberian = x 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

57
% Tepat interval waktu pemberian = 60 x 100%

= 95%
2
% Tidak Tepat interval waktu pemberian = 60 x 100%

= 3,34 %
Lampiran 4. Dokumentasi
Lampiran 5. Pedoman Penggunaan Obat Antidiabetik Oral untuk Pasien Tipe 2

Dosis Dosis Awal (mg/hari) Dosis max Lama Frek


Generik Waktu
Harian (mg/hari) Kerja Pemberian
Non Elderly Elderly
Sulfonilurea
Asetoheksamid 250 500 125-250 1500 16 1 sebelum
500 makan
Klorpropamid 100 250 100 500 24-36 1 Sebelum
250 makan
Tolbutamid 250 1000-2000 500-1000 3000 6-12 2-3 Sebelum
500 makan
Glipizid 5, 10 5 2,5-5 40 20 1-2 Sebelum
2.5, 5, 10, 5 2,5-5 20 24 1-2 makan
20
Gliburid 1.25, 2.5, 5 1,25-2,5 20 24 1-2 Sebelum
5 makan

1.5, 3.6 3 1,5-3 12 24 1-2


Glimepirid 1, 2, 4 1-2 0,5-1 8 24 1 Sebelum
makan
Meglitinid
Nateglinid 60-120 120 + 120+ makan 120 4 3 Sebelum
makan (3x/hari) makan
Repaglinid 6 1+ makan 0,5-1 + 16 4 1-3 Sebelum
makan makan
0.5, 1,2 0,5-1 + 0,5-1 + 16 4 1-3
makan makan
Biguanid
Metformin 500, 850, 500 Dinilai fungsi 2550 6-8 1-3 Bersama/
1000 (2x/hari) ginjalnya sesudah makan

Metformin XR 500, 750, 500-1000 Dinilai fungsi 2550 6-8 - Bersama/


1000 ginjalnya sesudah makan

Tiazolidindion
Pioglitason 12, 30, 45 15 15 45 24 1 Tidak
tergantung
jadwal makan

Rosiglitason 2, 4, 8 2-4 2 4-8 24 1 Tidak


(2x/hari) tergantung
jadwal makan

Inhibitor α-glukosidase
Akarbose 25, 50 25 (1,3x/ 25 (1,3x/hari) 25-100 1-3 3 Bersama
hari) (3x/hari) suapan
pertama
Miglitol 25, 50, 25 (1,3x/ 25 (1,3x/hari) 25-100 1-3 3 Bersama
100 hari) (3x/hari) suapan
pertama
Inhibitor dipeptyl-peptidase (DPP-IV)
Sitagliptin 25, 50 100 25-100 100 24 1 Bersama
berdasarkan makan dan /
pada fungsi sebelum
ginjal makan
Kombinasi
Gliburid + 1,25/250 2,5-5/250 1,25/250 20 mg 6-24 1-4 Bersama atau
Metformin 2,5/500 (2x/hari) Lihat fungsi gliburid, sesudah makan
5/500 ginjal 2000 mg
metformin

Glipizid+ 2,5/250 2,5-5/500 2,5/500 20 mg - 2 Bersama atau


Metformin 2,5/500 (2x/hari) (lihat fungsi glipizid, sesudah makan
5/500 ginjal) 200 mg
metformin

Rosiglitazo 1/500 2,5-5/500 2,5/500 8 mg 12 2 Bersama atau


n+ 2/500 (2x/hari) (lihat fungsi rosiglitazon sesudah makan
Metformin 4/500 ginjal) ,
200 mg
metformin

Rosiglitazo 4/1 4/1 atau 4/2 4/1 8 mg 24 1 Bersama atau


n+ 4/2 rosiglitazon sesudah makan
Glimepirid 4/4 , pagi
8 mg
glimepirid

Pioglitazon 15/500 15/500 15/500 45 mg - - -


+ 15/850 (2x/hari) pioglitazon,
Metformin (1-2x/hari) Lihat fungsi 2550 mg
ginjal metformin

Pioglitazon 30/2 30/2 atau 30/2 45 mg - - -


+ 30/4 30/4 Setiap hari pioglitazon,
Glimepirid untuk 8 mg
menghindari glimepirid
hipoglikemi
Sitagliptin 50/500 50/500 2x/hari 100 mg - - -
+ 50/1000 50/1000 Lihat fungsi sitagliptin
Metformin ginjal
sebelum
digunakan

Glimepirid Mengatur 1/250 1/250 - - 1-2 Bersama/


+ Dosis 2/500 2/500 sesudah makan
Metformin max
untuk
masing-
masing
kompone
n

Sumber: Dipiro, 2008 dan Perkeni, 2015

Anda mungkin juga menyukai