Oleh:
LIA NOVITA
F1F1 13 028
Skripsi
Diajukan oleh:
Lia Novita
F1F113028
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi,
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuan dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Lia Novita
KATA PENGANTAR
berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulisan hasil penelitian yang
terselesaikan.
pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut
dapat diatasi. Melalui kesempatan ini juga dengan segala bakti penulis hanturkan
terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis ibunda Sarlia dan
ayahanda La Haina, S.H., M.M. atas segala doa, restu, semangat, bimbingan, arahan
dan nasehat kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi, memberikan
M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan Bapak Sabarudin, S.Farm., M.Si.,
Apt. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
jajarannya.
jajarannya.
5. Ibu Irnawati, S.Si., M.Si. selaku Penasehat Akademik yang telah banyak
6. Ibu Rini Hamsidi, S.Farm., M.Farm., Apt., Ibu Nur Illiyyin Akib, S.Si., M.Si.,
Apt. dan Ibu Fadhliyah Malik, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku Dewan Penguji
yang telah banyak memberikan ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir.
7. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo
8. Kepala puskesmas beserta staf Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari atas
Puskesmas.
Firasmi Sangadji, Guslini, Hasfia Hisa Rahim, Imelda Sarda Soleman, Munarsi,
Novita Sari Syukur T., dan Nasara Muhimi, terima kasih atas segala bantuan,
dukungan, semangat, canda tawa, dan kebersamaan dalam suka maupun duka.
10. Teman-teman kelas A: Mami, Cica, Desi, Dian, Elsa, Engkong, Firas, Tini, Fitra,
Ucu, Fia, Imel, Rara, Jerni, Isna, Ita, Eva, Iksan, Keke, Figo, Iko, Yogi, Kia, Ui
yang telah kita lewati, terima kasih kekompakan dan kasih sayang kalian.
11. Teman-teman sepenelitian: Dian, Engkong, Fia, Keke, Figo, Keke, Rara, Salfia
12. Teman-teman angkatan 2013: Rifka Hardianti, terima kasih atas semangat dan
kekompakannya.
13. Kakak-kakak angkatan 2010 sampai 2012 terima kasih atas saran dan waktu
untuk penulis.
14. Adik-adik junior angkatan 2014 sampai 2016, terima kasih atas penghargaan dan
semangatnya.
semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan dalam hasil ini, sudilah kiranya
memberikan koreksi untuk lebih baiknya tulisan ini. Semoga Allah SWT member
taufik kepada kita semua untuk mencintai ilmu yang bermanfaat dan amalan yang
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i
PERNYATAAN…………………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….... viii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………. ix
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN……………………………… x
ABSTRAK…………………………………………………………………………. xi
ABSTRACT……………………………………………………………………….. xii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………….... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………... 3
C. Tujuan………………………………………………………………………. 4
D. Manfaat…………………………………………………………………….. 4
BAB V PENUTUP………………………………………………………………... 56
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 56
B. Saran………………………………………………………………………. 56
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 57
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 61
DAFTAR TABEL
Lambang/singkatan Arti/Keterangan
DM Diabetes Melitus
β Beta
α Alfa
% Persen
GLP-1 Glikagon-Like-Peptide-1
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DIABETES
MELITUS (DM) TIPE 2 DI PUSKESMAS PERUMNAS KADIA
KOTA KENDARI TAHUN 2016
Lia Novita
F1F1 13 028
ABSTRAK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
hiperglikemia akibat kegagalan sekresi insulin atau kerja insulin ataupun keduanya.
DM menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar baik di dunia maupun di
Indonesia, berdasarkan data World Health Organization (WHO); saat ini terdapat 366
setelah Amerika Serikat, China dan India diantara negara-negara yang memiliki
data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015 terdapat 415 juta jiwa
dengan jumlah penderita sebanyak 8,5 juta orang. Data terbaru di tahun 2015 yang
semula 8,4 juta penderita di tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta di tahun 2030
(Alfian, 2016).
Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 menempatkan DM dalam kategori 10
penyakit terbesar yang terjadi setiap tahunnya. Jika pada tahun 2014 DM berada
diurutan ke-9 dengan jumlah kasus 2.768 dan pada tahun 2015 DM naik ke urutan
ke-5 dengan jumlah kasus 3.206 (Dinkes, 2015). Sekitar 90% dari seluruh penderita
Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum,
tipe lain. Patofisiologi dari DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal yang biasa disebut sebagai resistensi insulin (ADA, 2010).
masyarakat. Puskesmas merupakan salah satu lini terdepan pelayanan kesehatan bagi
obat yang rasional sesuai standar yang ada. Bila terjadi ketidakrasionalan penggunaan
obat di puskesmas maka kerugiannya akan dialami oleh lebih banyak pasien (Sari,
2011).
penggunaan obat yang tidak rasional perlu dilakukan pemantauan penggunaan obat
yang telah dilakukan oleh Arifin dkk, (2007) di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama
Semarang Tahun 2006 menunjukan bahwa dari kriteria tepat indikasi sebesar 94,12%,
sedangkan tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis sebesar 100%. Penelitian
selanjutnya yang dilakukan oleh Sari dan Perwitasari (2013) mengenai rasionalitas
Yogyakarta menunjukan bahwa tepat indikasi 95,46%, tepat obat 86,36%, tepat dosis
63,64% dan tepat pasien 90,91% dan 25 kasus di RSUP Yogyakarta dr. Sadjito
menunjukan bahwa tepat indikasi 84%, tepat obat 80%, tepat dosis 92%, dan tepat
pasien 84%.
secara rasional (Rahayuningsih dkk, 2017). Dari latar belakang di atas penulis tertarik
diabetes melitus (DM) tipe 2 di puskesmas perumnas kadia kota kendari tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana rasionalitas penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat
pemilihan obat?
Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat
dosis?
Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat
C. Tujuan Penelitian
Puskesmas Perumnas Kadia di Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat
pemilihan obat.
Puskesmas Perumnas Kadia di Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat
dosis.
Puskesmas Perumnas Kadia di Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari segi tepat
Manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai
berikut:
2. Bagi ilmu pengetahuan, dapat dijadikan bahan referensi oleh peneliti lain yang
TINJAUAN PUSTAKA
A. Puskesmas
menopang kinerja dari instansi kesehatan diatasnya seperti rumah sakit, sebagai
Pelayanan Dokter Umum, Pelayanan Dokter Gigi, Pelayanan Dokter Mata, Pelayanan
merupakan suatu proses yang lengkap, sehingga pada akhirnya akan menyangkut
(Permenkes, 2016):
Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya
pelayanan kesehatan.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012, Kota Kendari memiliki 15
Kota Kendari.
1. Letak Wilayah
2. Kondisi Demografis
2016, sebanyak 44.616 jiwa yang terhimpun dalam 22.232 KK (Kepala Keluarga).
3. Sosial Ekonomi
a. Lingkungan Fisik
Kamar Kartu
Poli KIA
Poli Umum
Ruangan Administrasi
Poli Gigi
Ruangan Apotik
Gudang Obat
Pojok Gizi
Secara umum kondisi semua ruangan dalam keadaan baik, namun ada ruangan
yang tidak bisa berfungsi optimal karena ukurannya sangat sempit seperti Apotik ,
Pojok Gizi. Dengan keterbatasan di atas semua staf tetap berusaha untuk memberikan
2. Lingkungan Biologi
malaria dan demam berdarah adalah nyamuk sebagai vektor, sedangkan penyakit
diare erat kaitannya dengan tingginya indeks bakteriologis sejumlah sumber air
Untuk mengetahui angka bebas jentik (ABJ) dilakukan survai jentik nyamuk.
Pemeriksaan jentik dilakukan pada tempat – tempat perindukan vektor baik di dalam
4. Visi
5. Misi
Perumnas Kadia
Perumnas Kadia
- Menggerakan Pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Perumnas Kadia
7. Fungsi
Kesehatan Masyarakat yang terdiri dari Upaya Kesehatan Wajib dan upaya
8. Derajat Kesehatan
anak (KIA) dan program Gizi masyarakat, yang meliputi unsur-unsur penilaian
terhadap angka kematian ibu, angka kematian anak dan balita, angka kelahiran bayi,
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) seperti : diare, demam berdarah, malaria,
infeksi saluran pernafasan karena disebabkan oleh bakteri maupun oleh virus yang
tengah menjadi perhatian utama saat ini yaitu virus flu burung. Pelayanan kesehatan
juga ditujukan untuk pengobatan terhadap kasus infeksi menular seksual akibat
perilaku seksual yang tidak sehat maupun luka infeksi akibat dugaan gigitan anjing
gila (rabies). Program P2M juga terwujudkan melalui pelayanan imunisasi dasar dan
lanjutan secara rutin kepada sasaran bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas
Perumnas.
indikator utama, sesuai dengan hasil pencapaian standar program kesehatan, sebagai
berikut :
utama dalam penilaian derajat kesehatan tersebut, tampaknya masih belum mencapai
target yang diharapkan sesuai target nasional. Namun upaya peningkatan dan kualitas
pelayanan akan terus dilaksanakan oleh Puskesmas Perumnas sesuai visi dan misinya
pelayanan kesehatan yang terpadu dan terarah demi kepentingan masyarakat yang
memerlukan pelayanan
1. Definisi
hiperglikemia akibat kegagalan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Penyakit
ini bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring
Diabetes melitus tipe 1 disebut juga dengan istilah diabetes yang tergantung
insulin atau diabetes yang muncul sejak anak-anak atau remaja. Kasus DM tipe 1
berkisar antara 5-10% dari seluruh populasi penderita DM. DM tipe 1 dikarakterisasi
oleh defisiensi produksi insulin absolut akibat destruksi sel β pankreas sehingga
Diabetes melitus tipe 2 juga dikenal dengan istilah diabetes yang tidak
tergantung insulin atau diabetes yang muncul setelah dewasa. Penderita DM tipe 2
glukosa hati. Timbulnya DM tipe 2 dikaitkan dengan pola gaya hidup yang buruk,
seperti kurangnya olahraga, obesitas, dan diet tinggi lemak dan rendah serat.
diabetes mellitus), dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.
d. Diabetes tipe lain
Diabetes melitus tipe lain merupakan diabetes yang disebabkan oleh faktor-
faktor lain terjadi pada sekitar 1-2% dari semua kasus DM. Penyebab lain yang dapat
menimbulkan DM jenis ini diantaranya, yaitu efek genetik fungsi sel β, efek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas seperti cystic fibrosis, dan obat atau zat
demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan
DM. Adapun gejala-gejala khas DM secara umum adalah sebagai berikut (Perkeni,
2006):
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
4. Diagnosis
e. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
1. Definisi
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai
oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan
atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Penyakit ini sering disebut sebagai
“silent killer” karena seringkali manusia tidak menyadari bila dirinya telah
Pasien dengan DM tipe 2 sering tidak ada gejala. Namun, adanya komplikasi
2008). Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui dan penanganan baru dimulai beberapa tahun
kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita
DM tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya
dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005).
3. Patogenesis
kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi
a. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia)
4. Patofisologi
resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal
atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini biasa disebut sebagai
resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya
aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi
produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel β
langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin
pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada
awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel β menunjukan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin.
umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi
tetapi dapat berdiri sendiri sebagai penyakit tertentu. Menurut PERKENI (2011)
kondisi komorbid DM tipe 2 berada pada peningkatan resiko penyakit penyerta yang
meliputi:
a. Dislipidemia
penyakit kardiovaskular. Perlu dilakukan pemeriksaan profil lipid pasien. Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila
dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang
menunjukan hasil yang baik (LDL< 100mg/dL; HDL pada laki-laki > 40mg/dL dan
b. Hipertensi
Hubungan antara hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 lebih kompleks dan
tidak berkaitan denga nepropati. Pada diabetes melitus tipe 2, hiertensi seringkali
bagian dari sindrom metabolik dari reistensi insulin. Hipertensi mungkin muncul
selama beberapa tahun pada pasien DM sebelum muncul. Hipertensi sangat besar
resikonya pada penderita DM tipe 2. Bila tekanan darah sistolik >130 mmHg dan
diastolik >80 mmHg maka diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3
bulan, antara lain dengan berhenti merokok dan alkohol serta mengurangi konsumsi
garam. Dalam terapi farmakologis pada pasien DM dengan hipertensi yang perlu
c. Obesitas
yang didasari oleh resistensi insulin. Resistensi insulin pada DM tipe 2 dengan
morbiditas dan mortalitas, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target
a. Diet
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein
10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan
Glukosa darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor resiko atau
faktor pencetus misalnya, adanya infeksi virus, kegemukan, perilaku makan yang
salah, obat-obatan, proses menua, stress dan lain-lain. Diet tetap merupakan
Peran diet dapat mengontrol kadar glukosa darah pasien. Diet disini dapat diartikan
sebagai perilaku gizi pasien diabetes. Salah satu syarat diet penyakit diabetes
melitus adalah penggunaan gula murni dalam minuman atau makanan tidak
diperbolehkan kecuali dalam jumlah sedikit sebagai bumbu. Bila kadar glukosa darah
kebutuhan energi total. Bagi orang dengan diabetes yang memerlukan gula, dalam
Satu sendok makan gula dapat menggantikan 1 penukar buah (misalnya 1 buah
pisang). Diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak sangat baik untuk pasien diabetes
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah
tetap normal. Senam aerobik adalah latihan fisik yang direkomendasikan sebagai
aktivitas utama yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes tipe 2 karena efeknya
Manfaat latihan jasmani bagi para penderita diabetes antara lain meningkatkan
meningkatkan kemampuan kerja. Jenis latihan jasmani yang dianjurkan untuk para
penderita diabetes adalah jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Damayanti, 2015).
2. Terapi Farmakologi
a. Sulfonilurea
ini telah digunakan sejak tahun 1940-an. Generasi pertama sulfonilurea antara lain
Mekanisme kerja golongan Sulfonilurea yaitu merangsang fungsi sel beta dan
meningkatkan sekresi insulin serta memperbaiki kerja perifer dari insulin sehingga
pengobatan dengan golongan ini dianjurkan dimulai dengan dosis rendah (Arifin dkk,
2007).
b. Biguanid
menimbulkan gangguan lambung atau diare yang akan berkurang jika diminum
yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral di United State adalah metformin.
Kerja obat ini adalah meningkatkan sensitivitas insulin pada hati dan jaringan perifer,
c. Glitazon
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel
otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk
d. Golongan meghlitinid
Yang termasuk golongan obat ini adalah repaglinid dan neteglinid. Rapaglinid
adalah turunan asam benzoate, sedangkan nateglinid adalah turunan asam amino
Biasanya digunakan bagi pasien yang alergi terhadap sulfonilurea dan dapat
ini baik untuk pengaturan gula darah postprandial tetapi kurang baik untuk
pengaturan gula darah malam dan puasa (Dipiro, 2008; Priyanto, 2009).
e. Inhibitor α-glukosidase
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat
AGI) merupakan salah satu agen antidiabetik yang bekerja dengan cara menghambat
Sitagliptin telah disetujui oleh FDA (food and drug administration), sedangkan
vildagliptin saat ini dalam tahap uji klinis dan akan termasuk sebagai pilihan terapi.
ini merupakan obat baru yang diindikasikan sebagai terapi tambahan pada diet dan
olahraga untuk meningkatkan kontrol gula darah pada pasien DM tipe 2. Obat ini di
berikut:
Monoterapi Metformin
Efek (HbA1C) Tinggi
Hipoglikemia Resiko rendah
Berat badan Netral/kurang
Efek samping GI/Asidosis laktat
harga Murah
Jika A1C tidak mencapai target setelah 3 bulan monoterapi, lanjutkan kombinasi 2 obat (agar tidak menunjukan preferensi
tertentu (pilihan tergantung pda berbagai faktor spesifik pasien dan penyakit)
Sulsonilurea TZD Inhibitor DPP Inhibitor SGLT2 Reseptor GLP 1 Insulin basal
efek (HbA1C) Tinggi Tinggi IV Sedang Sedang Tinggi
Resiko rendah Resiko rendah Paling tinggi
Hipoglikemia Resiko rendah Resiko rendah Resiko rendah
Kurang Resiko tinggi
Berat badan Bertambah Bertambah Netral Kurang
GI Bertambah
Efek samping Hipoglokemik Edema, HF Jarang GU, dehidrasi Hipoglikemik
Mahal
Murah Murah mahal mahal bervariasi
Harga
Jika A1C tidak mencapai target setelah 3 bulan monoterapi, lanjutkan kombinasi 3 obat (agar tidak men
unjukan preferensi tertentu (pilihan tergantung pada berbagai faktor spesifik pasien dan penyakit)
kombinasi 3 obat Metformin Metformin Metformin Metformin Metformin Metformin
Jika AIC tidak mencapai target setelah 3 bulan terapi tiga dan pasien (1) pada kombinasi oral, pindah ke suntik
(2) dari GLP-1-RA, tambahkan insulin basal atau (3) pada insulin basal optimal dititrasi, tambahkan GLP-1-RA
atau insulin waktu makan, pada pasien refrakter mempertimbangkan penambahan TZD atau i-SGLT2.
Kombinasi terapi
Metformin
Suntik
+
Basal insulin+Mealtime insulin or GLP-1-RA
antara lain, tepat diagnosis, indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, penilaian kondisi
pasien, waspada efek samping, aman, efektif, mutu terjamin, tersedia setiap hari,
harga terjangkau, tepat tindak lanjut, penyerahan obat dan pasien patuh terhadap
adalah bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode
waktu yang sesuai dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat.
Obat haruslah sesuai dengan penyakit oleh karena itu diagnosis yang ditegakkan
penyakit, dosis yang diberikan dan waktu pemberian yang tepat, serta evaluasi
terhadap efektifitas dan toksisitas obat tersebut, ada tidaknya kontra indikasi serta
biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien yang disesuaikan dengan kemampuan
1. Tepat Diagnosis
Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena
ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit
pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan
diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak
kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang
tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis
obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat dan
keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis
obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya sedikit mungkin.
3. Tepat Indikasi
diagnosis dan keluhan dari pasien. Misalnya antibiotik diindikasikan untuk infeksi
bakteri.
4. Tepat pasien
yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal
atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia
5. Tepat dosis
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat
mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus
disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan
tertentu.
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya
4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus
diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan
7. Tepat harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama
sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani
8. Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien
pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi
berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya
berwarna merah.
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya
Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Melihat pedoman:
- American Diabetes
Association (ADA)
- Depkes 2005
Rawat Inap Rawat Jalan - Drug Information
Handbook (DIH)
2004
Rasionalitas - Pharmacoteraphy
Edisi 7
Penggunaan Obat - dipyro
Analisis data
Hasil
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Jenis penelitian
penelitian yang berhubungan dengan variabel yang ada, tanpa membuat suatu
penelitian yang berusaha melihat peristiwa kebelakang dengan melihat data rekam
1. Populasi
Populasi adalah keselurahan objek penelitian atau objek yang diteliti, populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosis DM tipe 2 yang menjalani
sebanyak 60 kasus.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi.
sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan
3. Kriteria Inklusi
populasi target dan sumber. Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi:
d) Rasionalitas tepat pemilihan obat, tepat dosis dan tepat interval waktu pemberian
4. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dan subyek penelitian yang tidak boleh
ada dan jika subyek mempunyai kriteria eksklusi maka subyek harus dikeluarkan dari
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik dan
(DIH), Pharmacoteraphy edisi 7. Data yang diambil berupa karakteristik pasien yang
meliputi umur, jenis kelamin, gejala, data laboratorium, penyakit penyerta, dan terapi
yang diberikan.
E. Definisi Operasional
1. Pasien diabetes melitus merupakan pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit
Perumnas Kadia Kota Kendari tahun 2016 yang berisiskan catatan dan dokumen
tentang data umum, hasil pemeriksaan, tindakan dan pelayanan yang telah
3. Rasionalitas pengobatan meliputi tepat pemilihan obat, tepat dosis dan tepat
Tahun 2016.
4. Karakteristik pasien adalah data pasien DM tipe 2 yang meliputi: jenis kelamin,
5. Tepat pemilihan obat yaitu obat dikatakan tepat apabila jenis obat dipilih
6. Tepat dosis, yaitu dosis yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi pasien
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
dimulai dengan penelusuran data dari unit laporan rekam medik untuk pasien diabetes
diperoleh dicatat dalam lembar dokumentasi yang meliputi nomor rekam medik,
umur, jenis kelamin, diagnosis, penyakit penyerta, hasil laboratorium, tanda vital,
G. Pengololahan Data
sebagai berikut:
H. Analisis Data
beberapa tabel-tabel yang memuat nama pasien, karakteristik pasien, umur, jenis
Puskesmas Perumnas Kadia meliputi tepat pemilihan obat, tepat dosis dan tepat
Keterangan:
Keterangan:
penyerta :
n
% Penyakit penyerta = sampel x 100%
Keterangan:
Keterangan:
Keterangan:
pemberian:
n
% Tepat interval waktu pemberian = sampel x 100%
Keterangan:
pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari
Tahun 2016. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan melihat data
rekam medik pasien DM tipe 2. Berdasarkan studi penelitian terhadap data rekam
tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel atau
yang mayoritas berobat ke poli umum..Data yang diambil dari rekam medik meliputi
nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, diagnosis, penyakit penyerta, hasil
laboratorium, tanda vital, penggunaan obat antidiabetik, dosis antidiabetik dan lama
pemberian antidiabetik.
Data karakteristik pasien pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur dan
penyakit penyerta.
1. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Perempuan
(25) Laki-laki
41,67%
(35)
58,33%
Sumber: Rekam medik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016
Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari berdasarkan jenis kelamin yaitu 35 orang
(58,33%) berjenis kelamin perempuan dan 25 orang (41,67%) berjenis kelamin laki-
laki. Berdasarkan data Riskesdas (2013), perempuan lebih banyak menderita diabetes
melitus dibandingkan dengan laki-laki (Kemenkes RI, 2013). Hasil penelitian ini
diperkuat oleh data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 yang menyebutkan bahwa
penderita diabetes melitus lebih besar pada pasien berjenis kelamin perempuan
(15,5%) dibanding pasien berjenis kelamin laki-laki (7,8%) (Kemenkes RI, 2012).
dikarenakan perempuan memiliki aktivitas yang lebih sedikit dan lebih ringan dari
pada pada laki-laki sehingga pada pembakaran lemak yang terjadi dalam tubuh laki-
laki lebih cepat serta lebih banyak dibandingkan perempuan. Kurangnya aktivitas
pada perempuan memungkinkan terjadinya kegemukan. Selain itu besarnya aktivitas
laki-laki. Ferannini menyebutkan bahwa hal ini juga dipicu oleh adanya persentase
timbunan lemak badan pada wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yang
dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati.
insulin saat kehamilan di trimester ketiga dan biasanya memberikan dampak jangka
panjang untuk terkena DM tipe 2 setelah melahirkan. Glukosa adalah energi untuk
kebutuhan plasenta dan fetus. Glukosa akan mensuplai plasenta dan fetus dan
diregulasi agar dapat di metabolisme secara konstan, pada proses regulasi petama
adanya peningkatan glukosa dan regulasi yang dilakukan secara terus akan terjadi
intoleransi glukosa dan resistensi insulin, karena adanya peningkatan lemak pada ibu
diproduksi oleh plasenta perempuan hamil menstimulasi sekresi insulin di fetus dan
karbohidrat dan lemak pada ibu hamil, tetapi juga mengatur kontrol glukosa, lemak,
protein plasenta yang akan menjadi sumber nutrisi dan energi bagi pertumbuhan
fetus.
Selain itu juga, adanya faktor hormon estrogen yang didukung dengan pola
hidup yang tidak sehat, dimana pola hidup yang tidak sehat yaitu penggunaan plastik
BPA (Bisphenol) yang terdapat pada bahan baku plastik, BPA ini akan berinteraksi
dengan hormon estrogen di sel Beta pankreas yang akan mengganggu biosintesis dan
sekresi insulin. Stimulasi berlebih akan menyebabkan gangguan sel Beta akibat stress
oksidatif radikal bebas melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkan dan menimbulkan
kerusakan) pada retikulum endoplasma yang memicu kematian sel (Perdana, 2016).
2. Umur
umur 17 – 25 tahun (masa remaja akhir), umur 26- 35 tahun (masa dewasa awal),
umur 36- 45 tahun (masa dewasa akhir), umur 46- 55 tahun (masa lansia awal), umur
56 – 65 tahun (masa lansia akhir), ≥65 (masa manula). Karakteristik pasien DM tipe 2
1,67%
Umur
1,67% 3,33%
1 17 - 25 tahun
18,33% 2 26 - 35 tahun
43,33%
3 36- 45 tahun
4 46 - 55 tahun
31,67% 5 56 - 65 tahun
6 ≥ 66 tahun
Sumber: Rekam medik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016
Karakteristik pasien berdasarkan umur dari hasil penelitian diperoleh persentase
tertinggi terdapat pada pasien umur 46 – 55 tahun yaitu sebanyak 26 orang (43,33%),
sedangkan umur 17- 25 tahun dan umur 26 – 35 tahun terdapat 1 orang (1,67%),
orang (31,67%) dan pada umur ≥66 tahun sebanyak 11 orang (18,33%).%). Hal ini
terjadi karena pada usia ini secara fisik dan biologis sudah memiliki kemampuan
untuk bekerja, sehingga aktivitas yang dilakukan akan lebih padat dan memicu
timbulnya stres berlebih yang akan mengakibatkan fungsi organ tubuh yang lain
terganggu. Ketika stres muncul, kelenjar adrenal akan dipacu untuk mengasilkan
hormon adrenalin, hormon ini juga akan memberikan sinyal pada hormon kotisol
(hormon stres) mempunyai efek memacu kenaikan kebutuhan kadar glukosa darah.
kortisol yang dipacu terus menerus akan meningkatkan kebutuhan insulin, apabila
kondisi tersebut belangsung lama maka sel beta pankreas akan mengalami penurunan
fungsi kerja dalam menghasilkan insulin, sehingga produksi insulin menurun, tetapi
Terjadinya DM tipe 2 pada usia ini juga terjadi karena penurunan fungsi organ
tubuh dan terjadinya resitensi insulin yang diakibatkan oleh kurangnya massa otot,
serta adanya perubahan neurohormonal yang terjadi pada penurunan fungsi insulin-
like growt factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHES) plasma pada usia
aktivitas fisik, serta dampak dari pola hidup yang tidak sehat akibat merokok,
mengkomsumsi alkohol dan makanan yang mengandung glukosa tinggi juga menjadi
yang diderita pasien selain DM tipe 2. Data karakteristik pasien berdasarkan penyakit
penyerta di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari dapat dilihat dilihat pada Tabel
4.1.
Tabel 4.1. Jumlah dan persentase penyakit penyerta pada pasien DM tipe 2 di
Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari Tahun 2016.
Penyakit Penyerta Jumlah Pasien Persentase %
Tanpa Penyakit penyerta 40 66,67
Hipertensi 9 15
Asam Urat 1 1,67
Hiperkolestrol 3 5
Hiperkolestrol + Hipertensi 1 1,6
Dislipidemia 3 5
Dislipidemia + Hipertensi 1 1,67
Dispepsia 2 3,33
Total 60 100
Sumber: Rekam medik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia tahun 2016
Perumnas Kadia yang paling banyak adalah hipertensi (15%), Pengaruh hipertensi
pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi serta terjadi
penebalan pada pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah
menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari
dalam darah menjadi terganggu. Hipertensi (tekanan darah tinggi) salah satunya dapat
Penyakit DM dengan kadar gula yang tinggi akan merusak organ tubuh yang
lainnya. Karena pada penderita pasien DM tipe 2 insulin yang dihasilkan oleh sel beta
pankreas terbatas, maka kadar glukosa semakin menumpuk dalam aliran darah dan
tidak dapat dikontrol, akibatnya dinding arteri akan rusak dan terjadi penyempitan
pembuluh darah, secara langsung tekanan darah akan meningkat. Tingginya kadar
glukosa darah akan menyebabkan permeabilitas endotel meningkat sehingga molekul
yang mengandung lemak masuk ke arteri dan akan membuat plak-plak di dinding
berupa peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida (TG), low density lipoprotein
(LDL), dan penurunan kadar high density lipoprotein (HDL). Gambaran dislipidemia
pada DM tipe 2 yang paling sering ditemukan adalah peningkatan kadar TG dan
penurunan kadar HDL. Walaupun kadar LDL tidak selalu meningkat, tetapi partikel
LDL akan mengalami penyesuaian perubahan (modifikasi) menjadi bentuk kecil dan
akibatperubahan metabolik pada diabetes melitus seperti proses glikasi serta oksidasi.
Hal ini merupakan salah satu penyebab penting meningkatnya resiko resistensi
glukosa yang dimakan akan mengalami proses metabolisme sempurna menjadi CO2
dan air, sebagiannya akan diubah menjadi glikogen dan akan diubah dalam bentuk
asam lemak. Asam lemak ini akan disimpan dalam bentuk trigliserida dan kolesterol
dalam jaringan adiposa (Gunawan, 2012). Jika keadaan tidak normal pada pasien
Diabetes Melitus tipe 2, glukosa darah yang berlebihan akan diubah terus menerus
menjadi asam lemak dalam bentuk trigliserol dan kolesterol, sehingga akan terjadi
penumpukan dalam jaringan adiposa yang melebihi batas normal LDL (>100 mg).
Kolesterol akan lebih meningkat, jika pasien DM Tipe 2 tidak mengatur pola makan
yang sehat dan olahraga secara teratur karena karborhidrat yang dikomsumsi dengan
Dispepsia salah satu gangguan saluran cerna yang sering ditemui oleh penderita DM,
hal ini diduga berkaitan dengan terjadinya neurogenik dari saluran cerna atau terjadi
motalitis lambung yang memicu terjadinya dispepsia (Abdullah dan Jefri, 2012).
Selain itu dispepsia disebabkan karena pada pasien DM tipe 2 yang sering merasa
bekerja terlalu berlebihan akibatnya terjadi iritasi pada lambung. Penggunaan efek
dispepsia.
obat, tepat dosis dan tepat lama pemberian. Standar terapi yang digunakan yaitu
ADA 2015, PERKENI, Drug Information Handbook (DIH), Pharmacotherapy:
Tepat obat dalam terapi DM tipe 2 yaitu suatu kesesuaian dalam pemilihan
obat dari beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi terhadap penyakit DM tipe 2.
Penilaian penggunaan ketepatan obat antidiabetik pada terapi pasien DM tipe 2 dilihat
Tabel 4.2. Tepat pemilihan obat antidiabetik di Puskesmas Perumnas Kadia Kota
Kendari Tahun 2016.
Obat Sesuai Pedoman Tepat Persen Tidak Tepat Persen
Pemilihan (%) Pemilihan (%)
Obat Obat
Metformin 10 16,67 3 5
Glimepirid 1 1,67 3 5
Glibenklamid - - 3 5
Metformin + Glibenklamid 15 25 1 1,67
Metformin + Glimepirid 22 36,67 - -
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 50 83,34 10 16,67
Sumber : Rekam medis pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa obat antidiabetik yang banyak
obat sesuai dengan pedoman pengobatan yang digunakan yaitu sebanyak 50 pasien
(83,34%) yang terdiri atas kombinasi metformin dan glimepirid sebanyak 22 pasien
dengan glibenklamid.
yang dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Ketidaktepatan pemilihan obat
dalam penelitian ini juga dinilai dengan melihat adanya penggunaan antidiabetes
yang berinteraksi dengan obat lainnya Ketidaktepatan pemilihan obat yang diberikan
kepada pasien di Puskesmas Perumnas Kadia juga terjadi kerena kemungkinan terjadi
tipe 2 adalah pasien lama dan telah mendapat pengobatan sebelumnya. Jika pasien
pemberian metformin tunggal pada pasien DM tipe 2, jika pasien tersebut adalah
penggunaan obat yang seharusnya dikombinasi karena tingginya kadar gula darah
sewaktu (>212 mg/dl) yang dimiliki oleh pasien, namun diberikan terapi obat
tunggal. Penggunaan glibenklamid tunggal dengan kadar GDS yang tinggi dinilai
tidak rasional karena ketika kadar GDS dalam keadaan tinggi seharusnya diberikan
terapi kombinasi, jika diberikan monoterapi akan memperparah penyakit DM yang
bisa berujung pada komplikasi akibat tidak tercapainya tujuan glikemik. Hal ini
sesuai dengan teori dalam Standar Of Medical care In Diabetes (ADA, 2015) bahwa
kombinasi dua obat seharusnya diberikan pada pasien dengan GDS ≥212 mg/dL
penggunaan obat yang seharusnya monoterapi karena kadar gula darah yang dimiliki
oleh pasien sudah rendah (<212) , namun diberikan terapi obat kombinasi. Pemilihan
glimepirid dinilai tidak rasional karena pasien memiliki GDS < 212 mg/dl.
Pengobatan diabetes melitus dikombinasi jika GDS > 212 mg/ dL, jadi ketika kadar
menghindari hipoglikemia.
Menurut Dipiro (2009), pasien dengan A1C sekitar ≤7% diberikan terapi
nonfarmakologi dengan modifikasi gaya hidup sehat. Pasien dengan A1C >7% tapi
<8% pada awalnya diobati dengan agen antidiabetik oral tunggal. Pasien dengan nilai
A1C >9% sampai 10% atau glukosa darah >210 mg/dL di awal pengobatan dapat
digunakan terapi kombinasi dua obat oral atau insulin untuk mencapai tujuan
glikemik. Jika persentase awal dengan glukosa ≥260 mg/dL pada pasien simtomatik,
maka pertimbangkan insulin atau insulin analog sebagai awal intervensi atau
karena tingginya kadar GDS (>400 mg/dl) yang dimiliki oleh pasien, namun
diberikan terapi obat tunggal. Selain itu ketidaktepatan penggunaan obat juga terjadi
pada beberapa pasien yang baru datang memeriksakan gula darahnya. Ketidaktepatan
penggunan obat ini juga dilihat pada pemberian OHO dengan beberapa obat yang
memiliki interaksi yang merugikan. Seperti pada kasus no. 14 pemberian metformin
dengan obat hipertensi captopril. Dalam hal ini terjadi interaksi obat reaksi antagonis
memberikan efek secara sinergis serta menghasilkan efek kombinasi antara kedua
obat antara metformin dengan captopril yang lebih rendah dibandingkan efek masing-
masing obat. Selain itu, keuntungan efek farmakologi yang dimiliki metformin yaitu
reaksi hipoglikemia yang rendah dalam penanganan DM tipe 2 menjadi buruk dalam
hal ini bila dikombinasikan dengan captopril, metformin dapat berdampak pada
karena obat yang diberikan tidak sesuai dengan standar pedoman yang digunakan
dalam pelayanan medis. Ketidaktepatan penggunaan obat dalam penelitian ini dinilai
berpedoman pada antidiabteik yang disarankan Dypiro dan DIH. Jika salah satu atau
lebih obat yang digunakan oleh pasien dosisnya kurang atau lebih maka pada pasien
tersebut dikatakan tidak tepat dosis. Bila peresepan obat dalam rentang minimal dan
dosis perhari yang dianjurkan maka dikatakan tepat dosis. Dari hasil penilaian
100%. Penilaian ketepatan dosis pada pasien didasarkan pada dosis regimen yang
Tabel 4.3. Tepat dosis antidiabetik di Puskesmas Perumnas Kadia Kota Kendari
Tahun 2016
Obat Sesuai Pedoman Tepat Persen Tidak Tepat Persen
Dosis (%) Dosis (%)
Metformin 13 21,67 - -
Glimepirid 4 6,67 - -
Glibenklamid 3 5 - -
Metformin + Glibenklamid 15 25 - -
Metformin + Glimepirid 23 38,33 - -
Glibenklamid + Glimepirid 2 3,33 - -
Jumlah 60 100 - -
Sumber : Rekam medis pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Perumnas Kadia Tahun 2016
100%. Penilaian ketepatan dosis pada pasien didasarkan pada regimen dosis yang di
berikan. Ketepatan dosis harus diperhitungkan agar obat antidiabetik dapat bekerja
sore hari, dan untuk dosis maksimal penggunaan metformin adalah 2,55 gr setiap
sulfonilurea seperti glimepirid dosis awal dan dosis maksimumnya adalah 1 mg, 2
mg, 3 mg, 4mg, sedangkan untuk dosis maksimalnya adalah 4 mg/hari atau 8mg/hari
untuk kasus tertentu. Peningkatan dosis glimepirid dapat dilakukan secara bertahap
dengan interval 1-2 minggu. Sedangkan dosis glibenklamid yang juga merupakan
antidiabetik golongan sulfonilurea yaitu 2,5 mg perhari dan dapat ditingkatkan 2,5
mg dengan interval 3 sampai 5 hari sampai mencapai target terapi. Dosis maksimal
Dikatakan dosis kurang atau dosis lebih apabila dosis yang yang diterima
pasien berada dibawah atau diatas rentang minimal dosis terapi yang seharusnya
diterima pasien. Dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan kadar obat dalam
darah berada dibawah kisaran terapi sehingga tidak dapat memberikan respon yang
diharapkan, sebaliknya dosis obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kadar obat
dalam terapi DM tipe 2 berpedoman pada antidiabetik yang disarankan Dypiro dan
DIH. Perhitungan ketepatan interval lama pemberian antidiabetik pada pasien yang
telah dikategorikan tepat obat dilihat jika lama pemberian antidiabetik sudah sesuai
dengan standar terapi. Berdasarkan hasil penelitian, ketepatan interval lama
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa persentase tepat interval waktu pemberian
antidiabetik yang sesuai standar terapi yang digunakan yaitu sebesar 95% dan interval
waktu pemberian antidiabetik yang tidak sesuai standar terapi yaitu 5%. Interval
yang diderita yang terdiri dari pasien DM tipe 2 yang baru terdiagnosa dan baru
memulai pengobatan atau pasien DM tipe 2 yang sudah lama menjalani pengobatan.
dihitung sesuai dengan aturan pakai yang tercatat dalam rekam medik. Berdasarkan
data pada rekam medik tidak semua waktu pemberian antidiabetik mencapai standar
terapi. Dalam penelitian ini terdapat 3 pasien yang diberikan antidiabetik dengan
aturan pakai yang tidak sesuai kondisi pasien. Pada rekam medik no 13 dan 14
diberikan kombinasi obat metformin dan glimepirid dengan aturan pakai 1 kali sehari,
hal ini tidak sesuai dengan pedoman yang digunakan yaitu pada saat pemberian
kombinasi metformin dan glimepirid yang ketika diberikan secara bersamaan aturan
pasien menerima obat dengan dosis pemeliharaan tetapi aturan pakai yang diberikan
kurang dari aturan pakai yang ditetapkan. Contohnya, pasien no. 4 dan 5 yang baru
pasien yang menerima metformin 500 mg dengan aturan pakai 2 kali sehari. Untuk
biasanya dosis awal metformin hidroklorida sebagai tablet konvensional adalah 500
mg dua kali sehari diberikan pada pagi dan sore hari dengan makanan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
2. Perlu adanya kerjasama yang tepat antara dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan
Anonim, 2014, Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia, Vol 48, PT ISFI
Indonesia, Jakarta.
Arifin, I., Erna P. dan Tri M. A., 2007, Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diabetes
Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah sakit Bhakti wira Tamtama
Semarang Tahun 2006, Jurnal Ilmu Farmasi Klinik, Vol. 4, No. 1.
Artanti, P., Huriatul M., dan Dani R., 2015, Angka Kejadian Diabetes Melitus Tidak
Terdiagnosis pada Masyarakat Kota Pekanbaru, Jom FK, Vol. 2, No. 2.
Awad, N., Yuanita A. L. dan Karel, 2013, Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes
Melitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK-UNSRAT RSU.
Prof.Dr. R.D Kandou Manado Periode Mei-Oktober 2011, Jurnal e-Biomedik
(eBM), Vol. 1, No. 1.
Badan Pusat statistik, 2013, Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2013, BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara, Kendari.
Damayanti, S., 2015, Hubungan Antara Frekuensi Senam Diabetes Melitus dengan
Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol dan Tekanan Darah Pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kelompok Persadia RS Jogja, Jurnal Medika Respati, Vol.
X, No. 2.
Depkes, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus, Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Departemen Kesehatan RI.
Di Piro, T. J., Talbert, L. R., Yee, G. C., Matzke, G. R., wells, B. G., Posoy, L. M.,
2008, Pharmacotherapy, A Pathophysiologyc Approach Seventh Edition, Mc
Graw Hill Companies, USA.
Dinkes, 2015, Profil Kesehatan Sulawesi Sulawesi Tenggara Tahun 2014, Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari.
Dinkes, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2016 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Febrinda, A. E., Made A. T., dan W. Nancy, D. Y., 2013, Kapasitas Antioksidan dan
Inhibitor Alfa Glukosidase, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. 24,
No. 2.
Hongdiyanto, A., Yamlean P., Dan Supriati, S, H., 2014, Evaluasi Kerasionalan
Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rsup Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2013, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi –
Unsrat, Vol. 3, No. 2.
Hubung, H., 2015, Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas Kampung Baqa
Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda, E-Journal Ilmu
Administrasi Negara, Vol. 3, No. 5.
Keban, S. A., Ulfa A. R., 2016, Hubungan Rasionalitas Pengobatan dan Self-care
dengan Pengendalian Glukosa Darah pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit
Bina Husada Cibinong, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 14, No. 1.
Mailangkay, S., Mario K. dan Michael K., 2017, Hubungan Motivasi Dan Dukungan
Keluarga Dengan Perawatan Kaki Mandiri Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2, e-journal Keperawatan (e-Kp), Vol. 5, No. 1.
Mulyadi, M., 2012, Riset Desain Dalam Metodologi Penelitian, Jurnal Studi
Komunikasi dan Media, Vol. 16, No. 1.
Rahayuningsih, N., Ilham A. dan Elis S. M., 2017, Evaluasi Kerasionalan Pengobatan
diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Ri RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, Vol. 17, No. 1.
Riyanto, A., 2007, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Rondonuwu, R. G., Sefti R. dan Yolanda B., 2016, Hubungan Antara Perilaku
Olahraga Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah
Kerja Puskesmas Wolaang Kecamatan Longowan Timur, eJournal
Keperawatan (e-Kep), Vol. 4, No. 1.
Sari, EN., dan Perwitasari DA., 2013, Rasionalitas Pengobatan Diabetes MelitusTipe
2 Di RSUP DR. Sardjito dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,
Farmasisains, Vol. 2, No. 2.
Sari, K.C.D.P., 2011, Evaluasi rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau Dari Indikator
Peresepan Menurut World Health Organization (WHO) Di Seluruh
Puskesmas Kecamatan Kota Depok Pada Tahun 2010, Skripsi, Universitas
Indonesia, Depok.
Syauqy, Ahmad., 2015, Perbedaan Kadar Glukosa darah Puasa Pasien Diabetes
Melitus Berdasarkan Pengetahuan Gizi, Sikap dan Tindakan di Poli Penyakit
Dalam Rumah Sakit Islam Jakarta, Jurnal Gizi Indonesia, Vol. 3, No. 2.
Syukron, A., Noor Hasan, 2015, Perancangan Sistem Informasi Rawat Jalan Berbasis
Web Pada Puskesmas Winong, Jurnal Bianglala Informatika, Vol. 3, No. 1.
Triplitt, C. I., Reasner, C. A., Isley, L. I., 2005, Diabetes Melitus, Dalam Dipro, J. T,
Talbert, R. I., Yee, G. C., Matzke, G. R., welss, B. G., Posey, L. M., (eds.),
Pharmacotheraphy a Phathophysiologic Approach, Sixth Edition 1333-1365,
Appleton and Lange, Standford cameticut.
Wiyono, Paulus., dan Ignatia S. M., 2004, Glimepiride: Generasi Baru Sulfonilurea,
Dexa Media, Vol. 17, No. 2.
World Healt Organization, 1985, The Rational Use Of Drugs, WHO World Health
Assembly Resolution WHA39.27, Geneva.
Lampiran 1. Lembaran Dokumentasi Data Primer
Keterangan:
P : Perempuan
L : Laki-laki
Th : Tahun
TD : Tekanan Darah
GDS : Gula Darah Sewaktu
DM Tipe 2 : Diabetes Melitus Tipe 2
Chol : Kolestrol
PCT : Paracetamol
Lampiran 2. Hasil Penilian Rasionalitas Penggunaan Obat Diabetes Melitus
(DM) tipe 2
Kerasionalan Pengobatan
No. Umur/ Tepat
Nama Tepat
No. Rekam Jenis Terapi Antidiabetik Tepat Interval
Pasien Pemilihan
medis Kelamin Dosis Waktu
Obat
Pemberian
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
1. L.51 MRN 52 Th / P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
2. L.27 STH 56 Th / P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Glimepirid 2 mg
3. T.8 TAF 68 Th / L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 1
4. M.111 MJF 55 Th / L TR R TR
kali sehari
- Metformin 500 mg 1
kali sehari
5. M.499 MMD 60 Th/ L R R TR
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
6. L.1 LDM 58 Th/ L R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg 2
kali sehari
7. J.212 JHR 52 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
8. G.32 GNA 46 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
9. W.33 APY 20 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
10. T.18 TSM.R 56 Th/ L - Metformin 500 mg R R R
2 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
11. T.18 TMZ 64 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
12. L.122 LSD 46 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
1 kali sehari
13. S.435 SNG 47 Th/ L TR R TR
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 1
kali sehari
14. S.435 HSM 44 Th/ P R R TR
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
kali sehari
15. S.346 BRT 56 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Metformin 500 mg
16. M.69 MLM 63 Th/ L R R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
17. H.70 SYI 67 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
Glimepirid 2 mg
18. A.403 AMD 56 Th/ L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
kali sehari
19. R.80 MNR 67 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Glimepirid 2 mg
20. T.35 TMR 47 Th/ L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
21. R.275 RTA 51 Th/ P 2 kali sehari R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
22. L.82 LUG 51 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Metformin 500 mg
23. K.48 HSK 76 Th/ L R R R
2 kali sehari
Metformin 500 mg
24. M.759 HMD 47 Th/ P R R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
25. N.203 SKR 60 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
26. N.83 NRT 47 Th/ P TR R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
27. H.289 HTA 50 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
Glimepirid 2 mg
28. A.235 SLS 51 Th/ P TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
29. K.25 STD 54 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
30. A.383 ADM 46 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
31. H.20 HYD 40 Th/ L R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
32. N.73 NRL 65 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
33. M.118 STS 69 Th/ P 2 kali sehari R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
34. N.67 IBM 46 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
35. M.210 ATI 46 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
36. A.500 ANB 57 Th/ L TR R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
37. A.77 RDW 66 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
38. D.3 NRA 48 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
39. PKM RJR 60 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
40. PKM SN 57 Th/ P R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
41. M.19 HJW 60 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg 2
42. S.278 SNY 47 Th/ L R R R
kali sehari
- Metformin 500 mg
43. S.214 WSN 60 Th/ P R R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
44. M.457 HUK 73 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
45. S.289 SHB 57 Th/ P 2 kali sehari R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
46. M.137 SYR 56 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
47. D.15 DJM 68 Th/ L TR R R
2 kali sehari
- Metformin 500 mg
48. W.69 MRT 47 Th/ P R R R
2 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
49. M.418 MNS 47 Th/ L TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
50. N.203 NRK 60 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
51. B.42 RSN 48 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
52. A.1341 FUZ 53 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
53. PKM STN 66 Th/ P TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
54. L.307 MLN 55 Th/ P R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
55. P.20 SNA 31 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
56. S.46 NR 51 Th/ P TR R R
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
57. PKM MDW 69 Th/ P R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
58. A.273 HNW 51 Th/ P - Metformin 500 mg R R R
2 kali sehari
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
59. S.40 KSM 59 Th/ L R R R
- Glimepirid 2 mg
1 kali sehari
- Metformin 500 mg
2 kali sehari
60. A.147 MSL 49 Th/ L R R R
- Glibenklamid 5 mg
1 kali sehari
Keterangan:
R : Rasional
TR : Tidak Rasional
Lampiran 3. Analisis Data
a. Persentase karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
n
Rumus : % jenis kelamin= sampel x 100%
25
Laki-laki = 60 𝑥 100%
= 41,67%
35
Perempuan = 60 𝑥 100%
= 58,33%
n
Rumus : % Umur= sampel x 100%
1
Umur 17– 25 Tahun = 60 𝑥 100%
= 1,67 %
1
Umur 26 - 35 Tahun = 60 𝑥 100%
= 1,67 %
2
Umur 36 - 45 Tahun = 60 𝑥 100%
= 3,33 %
26
Umur 46 - 55 Tahun = 𝑥 100%
60
= 43,33 %
19
Umur 56 - 65 Tahun = 60 𝑥 100%
= 31,67 %
2
Umur ≤ 66 Tahun = 60 𝑥 100%
= 18,33 %
n
Rumus : % PenyakitPenyerta= sampel x 100%
39
Tanpa Penyakit Penyerta = 60 x 100%
= 65 %
9
Hipertensi = 60 x 100%
= 15 %
1
Asam urat = x 100%
60
= 1,67 %
3
Hiperkolesterol = x 100%
60
=5%
1
Hiperkolestrol + Hipertensi = 60 x 100%
= 1,67 %
3
Dislipidemia = 60 x 100%
=5%
1
Dislipidemia + Hipertensi = x 100%
60
= 1,67 %
2
Dispepsia = 60 x 100%
= 3,33 %
d. Persentasi Tepat Pemilihan Obat
Rumus : 𝑛
% Tepat pemilihan Obat = x 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
50
% Tepat Pemilihan Obat = 60 x 100%
= 83,33%
10
% Tidak Tepat Pemilihan Obat = 60 x 100%
= 16,67 %
𝑛
Rumus : % Tepat dosis = x 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
60
% Tepat dosis = 60 x 100%
= 100%
57
% Tepat interval waktu pemberian = 60 x 100%
= 95%
2
% Tidak Tepat interval waktu pemberian = 60 x 100%
= 3,34 %
Lampiran 4. Dokumentasi
Lampiran 5. Pedoman Penggunaan Obat Antidiabetik Oral untuk Pasien Tipe 2
Tiazolidindion
Pioglitason 12, 30, 45 15 15 45 24 1 Tidak
tergantung
jadwal makan
Inhibitor α-glukosidase
Akarbose 25, 50 25 (1,3x/ 25 (1,3x/hari) 25-100 1-3 3 Bersama
hari) (3x/hari) suapan
pertama
Miglitol 25, 50, 25 (1,3x/ 25 (1,3x/hari) 25-100 1-3 3 Bersama
100 hari) (3x/hari) suapan
pertama
Inhibitor dipeptyl-peptidase (DPP-IV)
Sitagliptin 25, 50 100 25-100 100 24 1 Bersama
berdasarkan makan dan /
pada fungsi sebelum
ginjal makan
Kombinasi
Gliburid + 1,25/250 2,5-5/250 1,25/250 20 mg 6-24 1-4 Bersama atau
Metformin 2,5/500 (2x/hari) Lihat fungsi gliburid, sesudah makan
5/500 ginjal 2000 mg
metformin