Anda di halaman 1dari 234

BAB 1 ...................................................................................................................................................

1-1

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1-1

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................................. 1-1


1.2 MASALAH ............................................................................................................................. 1-1
1.3 TUJUAN PEDOMAN ........................................................................................................... 1-21-1
1.4 GARIS BESAR PEDOMAN ....................................................................................................... 1-2
1.5 PENGEMBANGAN PEDOMAN .................................................................................................. 1-2
1.6 UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................................... 1-2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di awal program pengembangan nasional pada pertengahan enam puluhan dan tujuh puluhan,
pengembangan lebih terpusat di pulau Jawa dan Sumatera. Kebutuhan yang sangat besar atas tanah
lahan, terutama untuk pengembangan industri di Pulau Jawa, telah mengubah lahan pertanian yang
subur menjadi kawasan industri dan perumahan. Sejak awal delapan puluhan, terdapat tekanan yang
kuat untuk mengembangkan daerah-daerah gambut dan tanah organik untuk perkebunan dan
permukiman pada daerah-daerah yang berpenduduk jarang di Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya.
Daerah-daerah yang baru dikembangkan ini haruslah memberikan lahan pertanian tambahan untuk
mengimbangi kehilangan lahan subur akibat pertumbuhan daerah-daerah perkotaan yang
berpenduduk yang lebih padat. Perluasan ini berjalan bersama peningkatan kegiatan konstruksi untuk
jalan, jembatan, dan pekerjaan infrastruktur lainnya, di mana para perancang dan kontraktor harus
menghadapi kesulitan yang berkaitan dengan keberadaan tanah lapisan-bawah lunak dan sangat
termampatkankompresibel.

Banyak jaringan-jalan di atas deposit gambut dan organik di seluruh Indonesia mengalami penurunan
kebergunaannya tingkat pelayanan sebelum jaringan-jalan tersebut mencapai umur
rancangannyarencananya. Dalam beberapa hal penurunan tingkat pelayanan ini menyebabkan
penutupan jalan untuk gangguan lalulintas yang dengan demikian akhirnya akan meningkatkan biaya
angkut transportasibarang dan orang. Kekurangan Kurang efektif dan efisiennya metode konstruksi
praktek konstruksi yang efisien dan efektif dalam menangani masalah ini menciptakan sejumlah
kesulitan dalam menetapkan strategi konstruksi dan pemeliharaan yang bagusjalan sehingga yang
berakibat munculnya banyak masalah-masalah yang mengejutkantidak dapat diantisipasi. Tidak
adanya Kurangnya pemahaman para perancang tentang terhadap perilaku dasar tanah-tanah tanah
dasar ini menyebabkan banyak tindakan pencegahan yang mahalmahalnya konstruksi penanganan,
yang sebagiannya bahkan beberapa konstruksi mengalami kegagalan gagal untuk menyelesaikan
mengatasi masalah tersebut sepatutnya.

Kegiatan Rekayasa teknik sipil pada tanah gambut dan tanah organik menghadapi tantangan khusus
akibat potensi deformasi yang besar dan rendahnya kestabilan rendah. SelanjutnyaLebih jauh lagi,,
peruraian reruntuk dekomposisi reruntuk tetumbuhan dalam gambut kadang-kadang menyebabkan
kerusakan pada struktur. Proses interaksi dengan coba-dan-ralat interaksi dengan sifat tanah-tanah
ini membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang perilakunya, yang telah menjadi titik tolak untuk
pengembangan sains rekayasa geoteknik yang berkenaan dengan gambut dan tanah organik.

1.2 Masalah
Masalah-masalah pada penimbunan timbunan untuk jalan dan oprit jembatan yang berkaitan dengan
keberadaan deposit gambut dan organik ialah:
• Daya dukung yang rendah

1-0
• Penurunan yang berlebihan
• Kesulitan mencari bahan pengurug urugan yang sesuai
• Kebutuhan untuk melaksanakan suatu manajemen air terpadu pada daerah sekitarnya
• Interaksi antara biaya konstruksi awal dan biaya pemeliharaan yang harus dihayati diakomodasi
sejak awal proses desainnya
• Interaksi antara waktu yang tersedia untuk konstruksi dan biaya konstruksi untuk pelaksanaan
teknologi tertentu seperti teknologi untuk percepatan konsolidasi yang dipercepat

1.3 Tujuan Pedoman


Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan suatu bantuan panduan kepada para ahli teknik yang
menghadapi masalah-masalah yang berkenaan berkaitan dengan penyelidikan,
perancanganperencanaan, pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan jalan dan
penimbunan untuk daerah dengan karakteristik gambut dan tanah organik yang tinggi. Pedoman ini
umumnya hanya mengacu pada keadaan dan praktek kebiasaan-kebiasaan perencanaan di
Indonesia. Pedoman ini dibentuk untuk memastikan suatu konstruksi jalan yang efektif- dalam segi
biaya dengan mengurangi biaya-biaya untuk konstruksi, pemeliharaan dan biaya-biaya yang
disebabkan oleh penundaan dan gangguan lalulintas, serta untuk mengantisipasi dampak konstruksi
terhadap lingkungan sekitarnya.

Pedoman ini disesuaikan untuk praktek desain yang lazim, dan bukan suatu panduan mendalam
untuk perancangan maju dan rinciperencanaan detail. Pedoman ini haruslah digunakan bersama
dengan buku-pegangan yang tersedia, yang mungkin dan Standar Indonesia (SNI). panduan Bina
Marga (Pedoman Teknis) dan spesifikasi yang disenaraikan dalam daftar acuan.

1.4 Garis Besar Pedoman

Pedoman ini terdiri atas 13 bab. Susunan dan sifat-sifat umum gambut dan tanah organik dibeberkan
diuraikan pada Bab 2. Bab 3 berkenaan dengan masalah teknik yang lazim yang berkaitan dengan
keberadaan gambut dan tanah organik. Bab 4 membahas pertimbangan perancangan perencanaan
sementara kebutuhan perancangan perencanaan diberikan dalam Bab 5. Mekanisme Geotekniks
diberikan pada Bab 6. Masalah-masalah bahan urugan dibeberkan pada Bab 7. Bab 8 menguraikan
metode untuk memperoleh struktur dan parameter tanah dengan penyelidikan lapangan dan
pengujian laboratorium tanah. Metode-metode perancangan perencanaan dasar dijelaskan pada Bab
9. Bab 10 menelaah dan mencermati metode konstruksi untuk penimbunan timbunan jalan yang baru.
Bab 11 dan 12 masing-masing berkenaan dengan pilihan-pilihan untuk penaikan-peringkat
peningkatan dan perbaikan, dan serta meningkatkan perbaikan fondasi. Bab 13 menguraikan metode-
metode pemantauan.

1.5 Pengembangan Pedoman

Versi 1,0 dalam bahasa Inggris telah dibahas oleh pakar lokal pada tanggal 3 dan 4 Desember 1998
di IRE-Bandung, Indonesia. Versi 1,1 berisi koreksi-koreksi dan peningkatan kecil dan digunakan
sebagai bahan untuk seminar pengajaran yang dilakukan di IRE, Bandung pada tanggal 7 dan 11
Desember 1998. Versi 2,0 berisi koreksi dan peningkatan yang luas atas Versi 1,1 dengan
memperhatikan masukan dari pembahasan tersebut. Versi ini akan telah dibahas lagi pada tahun
1999. Konsep akhir akan telah disajikan dalam suatu simposium yang direncanakan pada tahun 2000.
Pada akhir tahun telah 2000 diadakan pertemuan para ahli di Jakarta untuk mendiskusikan
perkembangan pedoman ini. Pada bulan Mei 2001 di Bali, versi akhir dalam Bahasa Inggris telah
diluncurkan dalam suatu seminar geoteknik internasional.

1-1
1.6 Ucapan terima kasih

Persiapan pedoman ini merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan program Nota
Kesepakatan, yang ditandatangani pada 1996 antara Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Manajemen Air Kerajaan Belanda
(Rijkswaterstaat). Sejumlah data diperoleh dari Proyek Indon-GMC yang didanai Bank Dunia yang di
dalamnya terlibat secara intensif Profesor Alan McGowan dari Strathclyde University (Inggris) dan
Peter Jarret dari Royal Military College (Kanada).

1-2
BAB 2 ................................................................................................................................................... 2-1
RIWAYAT PEMBENTUKAN DAN SIFAT-SIFAT UMUM GAMBUT 2-1 Formatiert
2.1 Pendahuluan 2-1 Formatiert
2.2 Pembentukan Deposit Gambut Tropis 2-1
Lokasi Gambut di Indonesia 2-1
Riwayat Pembentukan Gambut 2-3
2.2.3 Hubungan antara Morfologi Bencah dan Sifat-sifat Gambut 2-6
2.3 Identifikasi Geoteknik dan Penggolongan Gambut 2-6
2.4 Sifat Indeks 2-11
2.5 Daftar Acuan 2-14

BAB 2 ................................................................................................................................................... 2-1 Formatiert

ASAL MULA DAN SIFAT-SIFAT UMUM 2-1 Formatiert


Formatiert
2.1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 2-1
2.2 PERKEMBANGAN DEPOSIT GAMBUT TROPIS ........................................................................... 2-1 Formatiert
2.2.1 Kemunculan Gambut di Indonesia .............................................................................. 2-1 Formatiert
2.2.2 Asal Mula Gambut ....................................................................................................... 2-2 Formatiert
2.2.3 Hubungan antara Morfologi Bencah dan Sifat-sifat Gambut ...................................... 2-4
2.3 IDENTIFIKASI GEOTEKNIK DAN PENGGOLONGAN GAMBUT........................................................ 2-5 Formatiert
2.4 SIFAT INDEKS ....................................................................................................................... 2-7 Formatiert
2.5 DAFTAR ACUAN ........................................................................................................... 2-112-11 Formatiert
BAB 2
Formatiert
RIWAYAT PEMBENTUKANASAL MULA DAN SIFAT-SIFAT UMUM GAMBUT Formatiert
Formatiert
Formatiert
Formatiert
2.1 Pendahuluan
Formatiert
Gambut umumnya mengacu pada bahan alami dengan sifat kemampu-mampatkompresibilitasan
yang tinggi dan kekuatan daya dukung rendah. Bahan ini terutama terdiri atas jaringan serat
tetumbuhan dalam berbagai tingkat peruraiandekomposisi. Gambut ini memiliki warna coklat tua
hingga hitam, beraroma khas pembusukan tetumbuhan yang membusuk, mempunyai konsistensi
berpori tanpa memperlihatkan keplastikan plastisitas yang kentara, dan tekstur yang berkisar dari
berserat hingga amorfos. Di sekitar daerah gambut biasanya terdapat tanah organik dengan jumlah
kandungan organik yang cukup besartinggi.

2.2 Perkembangan Pembentukan Deposit Gambut Tropis

2.2.1 Kemunculan Lokasi Gambut di Indonesia

Gambut tropis mencakup kira-kira 50 juta hektar atau 10 persen daerah lahan-gambut dunia. Daerah
lahan-gambut di Indonesia diduga antara 19 juta hingga 27 juta hektar, walaupun dugaan ini takteliti
tidak akurat dan membingungkan. Bagian-bagian Daerah-daerah di Indonesia yang ditutupi oleh
daerah deposit ini dalam lingkup yang cukup mencakup Sumatera Utara dan Timur, Kalimantan, dan
Irian Jaya, lihat Gambar 2.1.

2-0
Gambar 2.1 Peta Kemunculan Lokasi Gambut dan Tanah Organik di Indonesia.

Daerah-daerah yang luas di Sumatera dan Kalimantan khususnya mengandung jumlah tanah gambut
yang banyakcukup luas, yang selanjutnya dilapisi oleh gambut tersebut berada di atas lapisan strata
tanah lunak hingga keraskenyal. Gambut ini masih muda, berserat dan sangat
termampatkankompresibel. Pada beberapa kasus, Dalam banyak hal terdapat adanya rapunan
dengan dedaun dan reranting pohon dan serta semak terlihat jelas kelihatan. Kandungan kelembaban
alami Kadar air alami dapat berada dalam orde rentang 800% – 1 200%.

Daerah lahan gambut di Kalimantan, Irian dan Sumatera masing-masing 50,4%, 24,9%,d an 24,3%
dari daerah lahan gambut di Indonesia (Soekardi dan Hidayat). Sebagian besar deposit ini terdiri
atas jenis obrogeni, sementara deposit jenis topogeni muncul dalam tempat-tempat terpisah dengan
jumlah terbatas (Radjagukguk). Hampir separuh deposit gambut di Kalimantan dan Sumatera lebih
dari 2 meter tebalnya. Pada daerah pantai, tebal maksimum deposit gambut ialah 2 meter sementara
deposit yang lebih tebal mungkin muncul di daerah pedalaman Andrene. Di Sumatera, tebal
maksimum deposit gambut tercatat 16 meter.

2-1
2.2.2 Asal Mula Riwayat Pembentukan Gambut

Gambut dibentuk terbentuk pada daerah tanah-berair dangkal atau dalam danau atau empang
dengan drainase yang sangat burukg. Hobb merangkumkan asal mula dan morfologi bencah (mires) Formatiert
dalam iklim sedang. Dalam zona ini, gambut dan tanah organik dibedakan menurut asal mulanya
dalam bentuk gambut rumput (fen), gambut transisi dan gambut rancah (bog). Gambut ini umumnya Formatiert
terbentuk dalam tingkat urutan lahan-pembentukan gambut, yang digambarkan pada Gambar 2.2. Formatiert
Dalam tahap reotropik pertama pasokan zat makanan dari tanah mineral dikurangi diendapkan dalam
lansekappada tanah dasar, danau atau kolam, oleh air yang mengalir, yang memungkinkan
perkembangan tetumbuhan eutropik seperti buluh, kumbuh, dan alang-alang. Reruntuk tetumbuhan
ini dilestarikan disimpan di bawah air sebagai menjadi gambut rumput. Tahap awal penggenangan
danau melibatkan pengendapan reruntuk rombakan tumbuhan dan hewan yang dibawa ke danau,
dan tumbuhan akuatik. Bentuk deposit ini dikenal sebagai gicagyttja. Dalam keadaan yang kaya- Formatiert
kapur, napal danau kadang-kadang-kadang terbentuk di atas gicagyttja sebelum susunan gambut
rumput. Pada penurunan daerah depresi yang curam, mungkin dapat terbentuk bencah terapung atau
Schwingmoor. Penggenangan danau diacu juga disebut sebagai penerestrialanterrestrialisation. Formatiert
Sebaliknya, pemayaan (paludification) atau perawaan ialah penggenangan cekungan, lembah lanyah,
dll. Gambut itu sendiri begitu terbentuk akan menaikkan paras muka airnya.

Gambar 2.2 Pergantian Urutan Pembentukan (Suksesi) lahan-gambut.

Gambut transisi dibentuk pada gambut rumput ketika gambut itu tumbuh melebihi paras muka air
tanah. Di sini berlaku keadaan mesotropik, dimana tetumbuhan umumnya terdiri atas pepohonan
seperti willow, alder, birch. Apabila semua kontak dengan air tanah hilang, tahap ombotropik gambut
rancah akan tercapai, di sini pertumbuhan lumut spaghnum pada air hujan akan mendominasi.
Heather dan cotton grass juga muncul. Keadaan bahan makanan adalah oligotropik. Gambut rancah
juga dapat terbentuk pada permukaan tanah, dan dengan demikian disebut rancah selubung (blanket Formatiert
bogs).

Gambut rumput sering memiliki kandungan mineral banyakyang tinggi. Gambut jenis ini juga lebih
berhumus, dan memiliki kandungan air yang lebih sedikit daripada gambut rancah, yang digambarkan

2-2
dengan bagus oleh pada Gambar 2.3. Keberseratan Kadar serat gambut berkurang dengan
meningkatnya penghumusannyaderajat pembusukan.

Gambar 2.3 Kandungan Kadar air serat terhadap derajat peruraian pembusukan (1) gambut
rancah,
(2) gambut transisi, (3) gambut rumput [2.4].

Pembentukan gambut di daerah tropis digambarkan oleh Jai pada Gambar 2.4. Tanahnya Daratan
mula-mula digenangi, kemudian paras muka air laut naik dan tanah dibanjiri. Pasang membawa
endapan anorganik sebelum gambutnya terbentuk. Tanggul-banjir terbentuk di sepanjang bantaran
sungai dan menghasilkan cekungan lanyahyang digenangi air. Sebagian besar gambut memiliki
reruntuk debu kadar abu yang sangat sedikit kecil atau dengan kata lain, kehilangan nilai hilang pijar
(loss on ignition) yangpenyalaan tinggi. Akan tetapi dalam pada daerah tertentu deposit kontinu Formatiert
endapan anorganik terbawa melalui pasang secara menerus dan akibatnya deposit gambut memiliki
kandungan mineral tinggi dan dengan demikian yang dikenal sebagai tanah organik.

Gambar 2.4 Pembentukan gambut tropis.

Gambut tropis, tidak terbentuk seperti gambut di daerah sedang dan dingin. Gambut di daerah sedang
dan dingin yang terbentuk dibentuk terutama dari reruntuk (sisa-sisa) tanaman rendah (misalnya
spaghnum spp, rumput, dan sedge), sedangkan gambut tropis diturunkan dibentuk dari pepohonan
hutan.

Terdapat tiga jenis utama hutan rawa gambut yang telah dibedakan oleh tempatlokasi, kedalaman,
dan umur radiokarbonnya [Seffermann dkk., 1988]. Asal mula dan perkembangan tanah gambut ini
dikaitkan ke dengan keadaan iklim masa lalu dan akhir-akhir saat ini, erosi tanah, pedogenesis,
fluktuasi paras muka air laut dan proses pembangunan pembentukan dan pengangkatan kenaikan
pantai. Dua dari jenis ini (cekungan/lembah dan pantai) telah terbentuk pada daerah cekungan yang
digenangi air dan pada daerah penurunan lanyah dalam keadaan topografik rendah, sub-pantai
rendah (1–20 meter di atas parasmuka air laut puratarata-rata). Jenis ketiga (gambut dataran tinggi)
muncul dalam keadaan pada daerah yang lebih tinggi (hingga 40 di atas parasmuka air laut
puratarata-rata). Gambut dataran tinggi tersebut dan berasal dalam dari periode yang jauh lebih lama
daripada kedua jenis lainnya apabila ketika curah hujan lebih tinggi dan garis pantai mencjorok jauh
ke daratan daripada garis pantai yang sekarang saat ini [Rieley, dkk. 1992].

(i) Lahan-gambut pantai berada di daratan rawa bakau yang di situ lahan-gambutnya terbentuk
dalam air tawar atau air payau yang menghampari dan berada diatas endapan kelautanmarina.

2-3
Tanah Gambut ini berada di pada atau hanya sedikit di atas parasmuka air laut (1–2 meter);
merupakan deposit organik tersebut dangkal (0,5–2,0) m), mudah dan masih terus
menumpukterakumulasi. Jenis lahan-gambut ini memberi kesempatan yang paling
bagussesuai untuk dikonversi untuk menjadi lahan pertanian.
(ii) Lahan-gambut cekungan atau lembah sungai muncul di daratan gambut pantai di sepanjang
lembah sungai pada ketinggian antara 5 dan 20 meter di atas parasmuka air laut purata (mean
sea level)rata-rata. Pelanyahan (waterlogging) permanen di sepanjang lembah sungai yang Formatiert
masuk menjorok ke daratan dari laut telah menggalakkan meningkatkan penumpukan gambut
hingga kedalaman yang luar biasa (hingga ketebalan gambut hingga 15 meter telah pernah
tercacat di Sarawak [Anderson, 1983]). Gambut cekungan berbentuk kubah [Anderson, 1964];
[Andriesse, 1972]; [Tejoyuwono, 1981] walaupun pertengahannya titik tengahnya sering rata
datar dengan sedikit penurunan. Karena bentuknya yang cembung, air sungai tidak dapat
memasuki pertengahan daerah tengah lahan-gambut ini dan kondisi hidrologi dan
hidrokimiawinya hanya dipengaruhi oleh air hujan. Gambut cekungan ini tidak sesuai untuk
pengembangan pertanian.
(iii) Gambut dataran tinggi terletak di tempat yang lebih tinggi (20–40 meter di atas muka air laut
rata-rata), kedudukan berada pada daerah tangkapan air dan di (20–40 meter di atas paras air
laut purata) antara sistem sungai utama di mana gambut dataran tinggi ini memakan tempat
luasnya dapat mencapai beribu-ribu ribuan kilometer persegi. Walaupun gambut ini dijenuhi air
selama musim penghujan, pada periode kemarau biasanya muka-air tanah hampir sedikitnya
berada kurang dari 50 cm di bawah permukaan tanah. Drainase luar sangat buruk rendah
karena sudut kemiringan lereng kurang dari satu persen. Gambut dataran tinggi ini hanya
sedikit berbentuk hampir seperti- kubah dan sebelum kajian sekarang tidak terdapat informasii
teliti tentang tebal maksimumnya kecuali tebalnya itu melebihi lebih dari 5 meter. Ketakmampu-
aksesan Karena aksesnya yang relatifnya sulit dan kandungan bahan makanan nutrisi yang
rendah serta tingkat keasamannya membuat gambut ini tidak cocok untuk pertanian dan
kehutanan.

Pembentukan bencah pantai (coastal mires) di Indonesia dan di bagian daerah lain Asia Tenggara Formatiert
dapat dirangkum sebagai berikut:
• Fluktuasi dan kenaikankenaikan parasmuka air laut pada akhir Pleistosen mencapai kestabilan
akhir yang distabilkan pada waktu 5 000 tahun yang lalu.
• Selama beberapa abad berikutnya, pendepositan lateral endapan pantai yang cepat terjadi
yang menghasilkan akhirnya membentuk dataran daratan (atau dataran rendah) pasang-
surut, terlebih-lebih terutama di Sumatera timur, Kalimantan, dan bagian Selatan Irian Jaya.
Dataran seperti ini ditumbuhi oleh hutan bakau.
• Hutan bakau itu menstabilkan daerah tersebut sehingga mengubahnya menjadi kurang lebih
tanah padat yang sebenarnya membuat garis pantai bergeser ke arah laut dangkal.
Pembentukan daerah tersebut terjadi ketikabegitu bakau dan laguna yang berada pada pada
keadaan tingkat keasinan salinitas yang berkurang dan kondisi air tawar yang bertambah.
Bakau yang bertambah berganti menjadi digantikan masing-masing oleh hutan rawa air tawar
dan sedangkan laguna menjadi danau air tawar.
• Danau air tawar dangkal secara berangsur-angsur diisi terisi oleh bahan organik yang
dihasilkan oleh tetumbuhan danau (gambut rumput), yang berkembang menjadi gambut hutan
rawa yang dipengaruhi oleh gambut air tanah. Bentuk muka-akhir Jenis gambut yang dibentuk
dengan cara ini disebut gambut topogenus karena keadaan muka-akhirnya kondisi
pembentukannya disebabkan karenamerupakan tingginya muka air tanahtinggi yang
ditentukan oleh faktor-faktor topografik atau geomorfologis. Komposisinya gambut topogenus
berasal dari komunitas tanaman berbahan-makanan yang cukup kaya.
• Di atas gambut topogenus ini, gambut hutan ombrotropik terbentuk.

Pendugaan waktu (pBeberapa penanggalan) radiokarbon (carbon dating) dalam jumlah terbatas telah Formatiert
dilakukan pada gambut tropis [Wilford, 1960]; [Diemond, 1987]; [Sieffermann, dkk., 1988]. Gambut
pantai merupakan yang gambut termuda dalam urutan perkembangan dan sebagian besar kurang
dari 2 0002000 tahun usianya. Usia gambut cekungan/lembah berkisar dari 2 8002800 tahun
Sebelum Sekarang (SS) hingga 4 574 4574 tahun Ssyang lalu. Gambut dataran tinggi merupakan
gambut tertua di Asia Tenggara dengan usia deposit gambut terbawah lebih dari 9 000 9000 tahun
usianya [Sieffermann, kontak pribadipers. comm]. Akan tetapi, gambut dataran bagian permukaan
tinggi lapisan-bawah tanah juga telah tua (lebih dari 6 000 6000 tahun dalam beberapa contoh yang

2-4
dikaji hingga sejauh ini) yang menandakan bahwa gambut permukaan telah dioksidasi teroksidasi dan
hilang pada beberapa tahapan lebih awalsebelumnya.

2.2.3 Hubungan antara Morfologi Bencah dan Sifat-sifat Gambut

Hobbs memperlihatkan menunjukkan bahwa sifat-sifat gambut merupakan hasil proses morfologis.
Yang Pernyataan-pernyataan berikut ini memberikan sejumlah hubungan initersebut:
• Akibat pengaruh penguatan perkuatan seratnya, stabilitas agaknya sepertinya bukan masalah
pada gambut rancah berserat yang permeabel., sementaraTetapi bila bekerja pekerjaan
konstruksi dilakukan pada daerah gambut rumput yang kurang permeabel, plastiks, dan sangat
berhumus; maka kestabilan dan laju pembebanan merupakan pertimbangan yang paling
penting.
• Gambut rumput yang terbentuk oleh penerestrial terrestrialisation umumnya didukung berada Formatiert
di atas oleh lapisan lumpur organik yang dapat menyebabkan menimbulkan masalah teknik
yang besar.kritis.
• Danau Nnapal dan lapisan lumpur dibawahnya sulit diduga dan sering tidak terdeteksi, dan
lumpur pendukungnya merintangi penyidikan, menyulitkan pemantauan, hal ini yang
mengakibatkan dapat membahayakan pada pekerjaan teknikkonstruksi.
• Stratifikasi pada gambut rumput agaknya kurang lebih berbentuk mendatar. Digabungkan
dDengan tingkat penghumusan pembusukan yang tinggi dan dengan demikian permeabilitas
yang kurangrendah, drainase tegak metode penyalir vertikal (vertical drain) mungkin memiliki Formatiert
penggunaan yang dapat bermanfat dalam untuk mempercepat penurunan primer lendutan-
pampat primer. Gambut rancah sering memiliki drainase tegak penyalir vertikal “alami” dalam
bentuk beting tussocks cotton-grass berlajur berbentuk kolom sehingga drainase tegak penyalir Formatiert
vertikal mungkin saja terbukti tidak efisien dalam rancah ini.
• Pengulang-Kemunculan ulang permukaan – batas antara gambut lumut yang sangat lapuk dan
yang terlestarikan dengan baik, yang disebabkan oleh pergeserangelincirperubahan iklim –
menyebabkan stratigrafi berlapis yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan karakteristik
tegak vertikal yang diakibatkan oleh pertumbuhan mendatar. Keadaan hidrolik anisotropi
hidrolik akan terjadi. Salah Ssatu kemunculan ulang permukaan berulang-muncul itu – Horison
Weber-Grenz – umumnya akan muncul, dan akan cenderung bertindak sebagai akuiklud
mendatar pada drainase tegak penyalir vertikal dan tekanan pori akan terbebas pada waktu
pekerjaan teknik konstruksi berlangsung.
• Rancah selubung umumnya tidak memiliki suatu dasar yang berupa lempung lunak yang
secara normal terkonsolidasi normal.
• Gerakan penurun potensial dan yang ada pada penurunan eksisting pada bencah yang
berlereng miring akibat rangkak, longsor atau aliran (ledakan rancah) membutuhkan
penanggulangan teknik yang khusus.
• Pengetahuan atas morfologi bencah penting dalam mengidentifikasi bencah apung, yang jika
tidak terawasi, akan membahayakan pekerjaan teknik yang dilakukan padanyadiatasnya.

2.3 Identifikasi Geoteknik dan Penggolongan Klasifikasi Gambut

Terdapat dua sistem penggolongan klasifikasi utama yang dilakukan, yakni, sistem penggolongan
klasifikasi AASHTO (metode AASHTO M 145 atau penandaaan ASTM D3282) dan sistem
penggolongan tanah bersatu Unified Soil Clasification System (penandaan ASTM D-2487). Dalam
metode AASHTO, tidak ada tempat buat untuk gambut dan tanah yang sangat organik, sehingga
ASTM D-2487 harus digunakan sebagai langkah pertama pada pengidentifikasian gambut dan tanah
yang sangat organik.

Semua tanah yang digolongkan menjadi OL, OH, atau PT dalam Unified Soil Clasification System
sistem penggolongan tanah bersatu dengan demikian haruslah diberi identifikasi lebih lanjut. Sebagai
pelengkap, sistem penggolongan segitiga NEN dapat digunakan untuk pengidentikasian
mengidentifikasi tanah organik, Gambar 2.5 dan Tabel 2.1. Akan tetapi, penamaan kelompok yang
didasarkan pada penggolongan klasifikasi ini haruslah digunakan secara cermat karena
pengelompokan pengklasifikasian ini tidak taat-asas konsisten dengan definisi ASTM yang digunakan
dalam pedoman ini. Jadi, dalam pelaporan sistem penggolongan pengklasifikasian haruslah

2-5
dinyatakan secara jelas dinyatakan. Tabel berikut merupakan contoh metode pelaporan yang
disarankan untuk penggolongan pengklasifikasian tanah.

2-6
Tabel 2.1 Contoh-contoh pelaporan penggolongan Pengklasifikasian tanah

Lapisan Kedalaman atas Tingkat tereduksi Sistem penggolongan


dari muka tanah kedalaman atas
(m) Level (m MSLdari
muka air laut)
NEN ASTM

BH-1 2,0 m +0,0 vk1 Pt


5,0 m -3,0 ks1 OH
BH-2 3,0 m -1,0 vk3 Pt
6,0 m -4,0 ks3 OL

100 0

90 10

80 20
m)

70 30
/
(m

vm
r%

v
tte

60 40
ma
nic

h
50 50
ga

vk1 v : Peat
Or

h : Organic
40 60
C la
y%

vz1 vk3
30 70
(m
/m
)

20 vz3 80
h3

10 h2 90

h1
0 100
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Silt + Sand % (m/m)

Gambar 2.5 Segitiga Bahan Kandungan organik – lempung – lanau+ segitiga pasir menurut
NEN 5104.

Tabel 2.2 Uraian campuran dalam bahan segitiga kandungan organik – lempung – lumpur
lanau+ segitiga pasir

Luas dalam segitiga Uraian campuran

Jenis tanah Segitiga demonasi Segitiga bukannon-


tambahan demonasi tambahan
Vm Gambut Kandungan mineral 1)
rendah
Vk1 Gambut Sedikit berlempung 1)

Vk3 Gambut Sangat berlempung 1)

Vz1 Gambut Sedikit berpasir 1)

Vz3 Gambut Sangat berpasir 1)

h1 2) Sedikit organik

h2 2) Organik sedang

h3 2) Sangat organik

2-7
1) Penambahan dari segitiga lempung + segitiga lanaukerikil–pasir–kerikil. 2) Demonasi Denominasi
yang diperoleh dari segitiga lempung–lumpurlanau–pasir atau dari segitiga lempung + segitiga
kerikillanau–pasir–kerikil (lihat bab tentang bahan urugan)

Didasarkan Berdasarkan pada kandungan kadar organik, penggolongan berikut dapat digunakan.

Tabel 2.3 Penggolongan tanah berdasarkan kandungan kadar organik

Kandungan Kadar organik Kelompok tanah

75% Gambut

25% – 75% Tanah organik

25% Tanah dengan kandungan kadar organik rendah

Untuk tanah yang digolongkan sebagai gambut, pengidentifikasian dan penggolongan klasifikasi
laboratorium lebih lanjut dilakukan berdasarkan penandaan ASTM D 4427. Dalam penggolongan
klasifikasi standar ini, gambut digolongkan lebih lanjut berdasarkan kandungan seratkadar serat,,
kandungan kadar debuabu, keasaman, daya serap dan, jika dibutuhkan, komposisi botaninya.

Untuk pengidentifikasian cepat di lapangan, Penggolongan von Post berikut, Tabel 2.4, dapat
digunakan, tetapi dalam arti yang lebih kualitatif.

2-8
Tabel 2.4 Penggolongan von Post

Derajat Uraian
Penghumusan
Pembusukan
H1 Gambut yang sama sekali takteruraikan yang membebaskan air yang hampir
jernih. Tumbuhannya masih mudah diidentifikasi. Tidak terdapat bahan amorfos
amorf.
H2 Gambut yang sama sekali takteruraikan, yang membebaskan air jernih atau air
yang kekuningan. Tumbuhannya masih mudah diidentifikasi dan tidak terdapat
bahan amorfos amorf.
H3 Gambut yang terurai sangat sedikit. yang membebaskan air hitam yang berlumpur,
tetapi tidak ada gambut yang dapat melewati jari-jari tangan. Tumbuhannya masih
mudah diidentifikasi dan tidak terdapat bahan yang amorfos amorf.
H4 Gambut yang terurai sedikit, yang membebaskan air hitam yang sangat berlumpur.
Tidak ada gambut yang dapat melewati jari tangan tetapi tumbuhannya tetapi
sedikit menyerupai pasta dan telah kehilangan sebagian kenapakan fiturnya yang
dapat diidentifikasi.
H5 Gambut yang terurai sedang, yang membebaskan air yang sangat ‘berlumpur’ dan
juga dengan gambut butiran amorfos amorf dalam jumlah yang sangat sedikit yang
dan dapat melewati jari-jari tangan. Struktur tumbuhannya sangat
takterbedakansulit dibedakan, walaupun masih memungkinkan untuk mengenali
fiturkenampakan tertentu. Residunya sangat menyerupai pasta.
H6 Gambut yang terurai sedang dengan struktur tumbuhan yang sangat
takterbedakansulit dibedakan. Apabila diperas sepertiga dari gambutnya itu akan
lolos di antara jari tangan. Sisanya sangat menyerupai pasta tetapi struktur
tumbuhannya lebih jelas daripada sebelum diperas.
H7 Gambut yang sangat terurai. Mengandung banyak bahan amorfos amorf dan
stuktur tumbuhan takterbedakan yang sangat kering dan sulit dibedakan. Apabila
diperas kira-kira separuh gambutnya akan lolos di antara jari tangan. Airnya, jika
memang ada yang dibebaskanterbebaskan, sangat hitam dan hampir menyerupai
gambut.
H8 Gambut yang sangat kuat terurai dengan bahan amorfos amorf yang banyak dan
struktur tumbuhan takterbedakan yang sangat kering. Apabila diperas kira-kira dua
pertiga gambutnya akan lolos dari antara jari tangan. Sejumlah kecil bahan
tumbuhan tetap dalam tangan yang terdiri atas residu seperti akar dan serat yang
belum terurai.
H9 Gambut yang praktis terurai seluruhnya yang di dalamnya terdapat struktur
tumbuhan yang sulit dikenali. Apabila diperas, hampir seluruh gambutnya lolos dari
antara jari sebagai pasta yang agak seragam.
H10 Gambut yang terurai seluruhnya tanpa adanya struktur tumbuhan yang
terbedakan. Apabila diperas, semua gambut basahnya akan lolos dari antara jari
tangan.

Kebasahan

B1 Kering B4 Kandungan kelembabanKadar air


B2 Kandungan kelembabanKadar air B5 tinggi
B3 rendah Kelembaban Kadar air sangat tinggi
Kandungan kelembabanKadar air
sedang
Serat

F0 Nihil F2 Kandungan Kadar sedang


F1 Kandungan Kadar rendah F3 Kandungan Kadar banyak
Kekayuan

W0 Nihil W2 Kadar Kandungan sedang


W1 Kandungan Kadar rendah W3 Kadar Kandungan banyak

2-9
2.4 Sifat Indeks

Sifat indeks tanah gambut Indonesia, sebagaimana dengan tanah gambut lainnya, umumnya dicirikan
oleh kandungan kadar air yang sangat banyak tinggi dan gravitas spesifik berat jenis yang rendah.
Deskripsi Plot densitasberat isi curah kering terhadap kandungan kelembaban kadar air tanah gambut
dan tanah lunak lainnya yang terdapat di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 2.6. Hubungan lukisan
ini suai benar sesuai dengan rumus persamaan berikut yang dijabarkan dari tanah lunak yang
terdapat di Belanda:

d (10 kN/m ) = 0.872(w+0.317)


3 -0.982
[2.1] Formatiert

dengan:  d merupakan densitasberat isi curah kering dalam kN/m³ Formatiert


w merupakan kandungan kelembabankadar air dalam 100%.

2-10
Hubungan antara densitasberat isi curah dan kehilangan pada penyalaan hilang pijar diberikan pada
Gambar 2.7. Dapat dilihat bahwa lukisan plot data tanah lunak Indonesia berada dalam jangkauan
interval tanah lunak Belanda.

Dry Density vs Moisture Content

2.5

Jambi Peat and Clay


Dry Density (10 kN/m )

2
3

Bandung Clay
Jakarta Clay
1.5 Pulang Pisau Peat
Dutch Relationship

0.5

0
0% 200% 400% 600% 800% 1000%
Moisture Content

Gambar 2.6 DensitasBerat isi curah (DensitasBerat isi curah) Kering terhadap Kandungan
Kadar Air Awal pada sSejumlah tTanah lLunak Indonesia.

Density vs Loss on Ignition

100%
90% Jambi Peat and Clay
Bandung Clay
80%
Jakarta Clay
Loss on Ignition

70% Pulang Pisau Peat


60% Upper Limit-Dutch Soils
50% Lower Limit-Dutch Soils

40%
30%
20%
10%
0%
0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
Density (t/m3)

Gambar 2.7 DensitasBerat isi curah (DensitasBerat isi curah) terhadap Kehilangan Hilang
Pijarpada Penyalaan, dalam untuk tTanah Indonesia.

Hubungan antara berat jenis (gravitas spesifik) bahan padat dalam tanah organik dan gambut, serta
kehilangan pada penyalaan hilang pijar N pada sejumlah tanah yang terdapat di Indonesia ditunjukkan
pada Gambar 2.8. Hubungan ini umumnya dapat dimodelkan sebagai campuran bahan mineral
dengan gravitas spesifik berat jenis Gs = 2,7 dan bahan organik dengan Gs = 1,4. Rumus yang
berlaku untuk spektrum lebar tanah organik dan gambut Inggris ialah sebagai berikut:

1 N 1 N
  [2.2]
Gs 1.4 2.7

2-11
Specific Gravity vs Loss on Ignition

3.5
Jambi Peat and Clay
Bandung Clay

3 Jakarta Clay
Pulang Pisau Peat
Skempton and Petley (1970)
Specific Gravity

Dutch Relationship
2.5

1.5

1
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Loss on Ignition

Gambar 2.8 Berat Jenis (Gravitas spesifik) terhadap Kehilangan pada Penyalaan Hilang Pijar
dalam untuk tanah yang terdapat di Indonesia.

Dapat dilihat bahwa lukisan plot data ini telah cukup memenuhi sesuai dengan persamaan yang
disarankan tersebut.
Hubungan yang sama dapat diperoleh untuk tanah di Belanda:

1 N 1 N
  [2.3]
Gs 1.365 2.695
Berdasarkan hubungan relasi sifat indeks ini, dapat disimpulkan bahwa secara umum gambut dan
tanah organik yang terdapat di Indonesia dapat dianggap memiliki berat jenis (gravitas spesifik) yang
sama sebagaimana dengan tanah serupa lainnya dari zona iklim sedang. Angka-angkanya Gambar
tersebut juga memperlihatkan memperlihatkan plotlukisan data dari tanah dengan kandungan kadar
organik rendah. Perilaku tanah dengan kadar organik rendah yang perilakunya di luar jangkauan tidak
dibahas dalam pedomanpenuntun ini.

Pedoman ini berkenaan dengan tanah dengan kadar organik tinggi, tapi dapat berlaku juga yang
berlaku untuk tanah dengan ‘kandungan kadar organik rendah.’

2-12
2.5 Daftar Acuan

[2.1] Andrejiko M.J., Fiene F. and Cohen A..D. (1983), “Comparison of ashing techniques for
determination of inorganic content of peats”, In Jarret P.M., Testing of peats and organic soils,
ASTM, pp. 5-20.
[2.2] Hobbs N.B. (1987), “A note on the classification of peat”, Geotechnique No. 37:3, pp. 405-407.
[2.3] Hobbs N.B. (1986), “Mire morphology and the properties and behaviour of some British and
foreign peats”, Quarterly Journal of Engineering Geology, London, 19, pp. 7-80
[2.4] Amaryan, L.S. (1993), “Soft soils properties and testing methods”, A.A. Balkema,
Rotterdam,180pp.
[2.5] Delft Geotechnics (1994), “Technical Report: Geotechnical Classification of Peat”, Report nr.
CO-341820/29
[2.6] Landva A.O. and La Rochelle P. (1982), ‘Compressibility and shear characteristics of Radforth
peats”, A.S.T.M. S.T.P. 820 pp.157-191
[2.7] Magnan J.p. (1994), “Construction on peat. State of the art in France”, In: advances in
understanding and modelling the mechanical behavior of peat by Den Haan, Termaat & Edil
(eds), Balkema, Rotterdam
[2.8] Larsson R. (1990), “Behaviour of organic clay and gyttja”, Swedish Geotechnical Institute,
Linkoping, Report No. 38
[2.9] Magnan J.P. (1980), “Classification geotechniques des sols:1-A propos de la classification
LPC”, Bulletin de liaison des Laboratories des Ponts et Chausees, Paris, no. 105:pp 49-52
[2.10] NEN 5104 (1989), “Nederlandse norm, Classificatie van onverharde grondmonsters”, NNI
Delft
Farkas J. and Kovacs M. (1988), “Volume change of peats”, Proc. 2 Baltic CSMFE, Tallinn, 1
nd
[2.11]
pp. 42-47
Kabaj J. and Farkas J. (1988), “Strength and deformation tests of Hungarian peats”, Proc. 2
nd
[2.12]
Baltic CSMFE, Tallinn, 1 pp. 48-54
[2.13] Marachi N.D., Dayton D.J. & Dare C.T. (1982), “Geotechnical properties of peat in San
Joaquin delta”, A.S.T.M. S.T.P. 820, pp. 207-217
[2.14] Skempton A.W. and Petley D.J. (1970), “Ignition loss and other properties of peats and clays
from Avonmouth”, King’s Lynn and Cranberry Moss, Geotechnique 4, pp. 343-356
Betelev N.P. (1985), “Determining the organic matter content in soils and rocks’, XI ECSMFE
th
[2.15]
Congress, Copenhagen, Vol 3, pp. 13-18

2-13
BAB 3 ................................................................................................................................................... 3-1

MASALAH-MASALAH KONSTRUKSI JALAN DI ATAS GAMBUT DAN TANAH ORGANIK ........... 3-1

3.1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3-1


3.2 PERENCANAAN BURUG TEMPAT RUTE ................................................................................... 3-1
3.3 PENURUNAN AKIBAT PENEMPATAN BAHAN URUG ................................................................... 3-2
3.4 KESTABILAN PENIMBUNAN JALAN........................................................................................... 3-2
3.5 INTERAKSI ANTARA PENIMBUNAN DAN FONDASI JEMBATAN ..................................................... 3-3
3.6 PELEBARAN PENIMBUNAN ................................................................................................ 3-43-5
3.7 PERURAIAN TANAH-BAWAH DAN PENIMBUNAN JALAN......................................................... 3-43-5
3.8 AMBLESAN LAHAN............................................................................................................ 3-43-5
3.9 FLUKTUASI PERMUKAAN DAN PARAS AIR TANAH ............................................................... 3-43-6
3.10 GAMBUT DAN GETARAN ................................................................................................... 3-43-6
3.11 PEMBAKARAN FONDASI JALAN .......................................................................................... 3-43-7
3.12 KETERSEDIAAN BAHAN SETEMPAT DAN BAHAN URUG YANG DIBUTUHKAN .......................... 3-43-7
3.13 ACUAN ............................................................................................................................ 3-43-7

3-0
BAB 3

MASALAH-MASALAH KONSTRUKSI JALAN DI ATAS GAMBUT DAN TANAH ORGANIK

3.1 Pendahuluan

Tantangan yang dihadapi oleh para ahli teknik pada konstruksi jalan di atas gambut dan tanah organik
mencakup kemampu-aksesanaksesibilitas yang terbatas, kemampu-lalulintasan yang sulit,
kemungkinan terjadinya penurunan yang sangat besar setelah beberapa waktu, dan kemungkinan
masalah kestabilan. Kemampu-mampatan Kompresibilitas yang tinggi, kekuatan kuat geser yang
rendah dan paras muka air tanah yang tinggi akan menyebabkan masalah-masalah tertentu untuk
merancang dan membangun struktur pada jenis tanah demikiantersebut. Konstruksi penimbunan
timbunan jalan pada deposit gambut dan tanah organik cenderung menyebabkan kegagalan longsor
atau penurunan lapisan bawah yang sangat besar. Terdapat juga sejumlah masalah dengan
dorongan-ke atas, longsoran tepi-jalan dan amblesan akibat turunnya paras air tanah, kerusakan
getaran dari permesinan konstruksi dan lalulintas, dan kegagalan akibat gempa.

Masalah-masalah berkaitan lainnya dapat juga dikemukakan. Masalah-masalah ini mencakup


perlunya mencari-tahu penggunaan bahan yang tersedia di tempat, terlebih-lebih di daerah seperti
Kalimantan dan Irian Jaya, masalah-masalah akibat drainase lahan dan masalah-masalah lingkungan.

Masalah yang paling lazim yang dicakup oleh pedoman ini dikaitkan dengan desain dan konstruksi
peninggian-muka tanah untuk jalan, lapis-jalan, tumpuan jembatan dan struktur yg melintangi jalan
seperti gorong-gorong.

Konstruksi jalan, jembatan, dan gorong-gorong akan harus menerima keadaan berikut:
• Perlunya mencari-tahu bahan yang tersedia di tempat tetapi mulah
• Drainase lahan
• Masalah lingkungan

Sejumlah masalah lazim konstruksi jalan di atas gambut dan tanah organik dipaparkan di bawah.
Walaupun tidak secara khusus diketengahkan dalam pedoman ini, masalah yang serupa akan muncul
pada jalan kereta api, bendungan, tanggul, fondasi dangkal dan penggalian, untuk mana semua
pedoman ini dapat memberikan informasi yang berguna.

3.2 Perencanaan Burug Tempat Rute

Sudah menjadi pola yang lazim di Indonesia untuk membangun jalan kelas yang lebih tinggi di atas
rute minyak, pertambangan atau eksplorasi hutan yang telah ada. Praktek ini akhirnya harus dihindari
karena jalan ini dimaksudkan sebagai jalan eksplorasi untuk membuat akses ke tempat tertentu tanpa
memandang keadaan geoteknik tempat tersebut. Oleh sebab itu tidaklah mengejutkan bahwa
beberapa masalah utama pada jalan-jalan yang dibangun di atas gambut dan tanah organik
melibatkan deposit yang sangat tebal dengan kedalaman, dalam beberapa kasus, lebih dari 15 m.
Masalah deposit yang sangat tebal ini membutuhkan biaya yang lebih tinggi untuk tindakan-perbaikan
dan pemeliharaan.

Akan tetapi, perencanaan rute yang lebih baik akan meningkatkan biaya perencanaan dan desain dan
setiap meningkatan pada perencanaan ini dapat dihalangi oleh sistem alokasi anggaran yang dipakai
di Indonesia. Dengan demikian upaya harus dilakukan untuk memberikan sistem anggaran yang lebih
luwes untuk memungkinkan penerimaan keadaan geoteknik yang telah diketahui.

Dengan memperhatikan biaya tindakan-perbaikan dan pemeliharaan yang tinggi pada konstruksi jalan
di atas deposit gambut dan tanah organik, faedah pelaksanaan perencanaan yang sesuai haruslah
dijalankan sepatutnya.

3-1
3.3 Penurunan akibat Penempatan Bahan Urug

Konstruksi jalan di daerah gambut dan tanah organik membutuhkan lapisan bahan urug untuk
meninggikan paras tanah dan fondasi jalan secukupnya di atas permukaan tanah dan paras air.
Penempatan bahan urug di lapisan yang mampu-mampat ini sering akan mengakibatkan penurunan
yang besar dengan kerusakan ikutan pada struktur lapisan jalan. Prakiraan penurunan diperlukan
untuk menilai sejak awal jumlah bahan urug, lamanya konstruksi dan penurunan pasca-konstruksi,
lihat Gambar 3.1. Ketersediaan metode teliti untuk mengevaluasi pengaruh-pengaruh penurunan
merupakan prasyarat untuk memungkinkan suatu pengoptimuman desain jika dikaitkan dengan biaya
konstruksi dan pemeliharaan. Ini bahkan menjadi lebih penting jika metode pra-pampat seperti pra-
pembebanan dan pembeban-tambahan dipertimbangkan untuk dilaksanakan.

Laju penurunan gambut dan tanah dengan kandungan organik tinggi umumnya lebih besar daripada
penurunan tanah kandungan organik rendah. Juga, penurunan rangkak jangka panjang gambut dan
tanah dengan kandungan organik tinggi umumnya jauh lebih tinggi dan lebih berarti daripada
penurunan rangkak tanah kandungan organik rendah. Besaran penurunan ini harus dipertimbangkan
terlebih-lebih dalam tahap desain konstruksi jalan dan dalam menyusun strategi untuk pemeliharaan
jalan jangka panjang.

Fluktuasi muka air tanah dapat mengimbas lendutan-pampat tambahan fondasi tanahnya. Umumnya,
hanya sedikit perhatian diberikan untuk menangai masalah ini. Dengan menggunakan polder, yang
telah banyak digunakan di Belanda, sebagai bagian sistem manajemen air dalam daerah tersebut,
dapat dipertimbangkan untuk mengendalikan paras air tanahnya. Perhatian harus diberikan pada
pengaruh penurunan di lokasi konstruksi polder akan ditempatkan.

Gambar 3.1 Penempatan bahan urugan pada tanah lunak.

Karena masalah penurunan biasanya terjadi pada struktur yang dibangun di atas gambut dan tanah
organik, telah jelas lebih disukai untuk mempertahankan tebal urugan timbunan seminimum mungkin,
yang taat-asas dengan pemenuhan persyaratan desain untuk penimbunan yang diusulkan.

3.4 Kestabilan Penimbunan Jalan

Metode konstruksi yang lazim untuk penimbunan jalan di atas deposit gambut dan tanah organik di
Indonesia ialah menggali parit di sepanjang sisi jalan yang diusulkan dan mengurug bahan galian itu
ke dalam fondasi jalannya. Sementara disarankan melakukan pembersihan tapak untuk konstruksi

3-2
jalan di atas tanah lunak dengan kandungan organik terbatas, tidak begitu halnya untuk konstruksi di
atas gambut kurus karena kandungan seratkadar serat yang lebih tinggi pada lapisan aspal-atas akan
memberikan dukungan aksi serat untuk meningkatkan daya tahannya terhadap kegagalan.
Umumnya terdapat empat moda kegagalan yang perlu diselidiki dalam analisis kestabilan ini, yakni (e)
kegagalan kapasitas daya dukung, (d) kegagalan longsor, (f) penyempritan (kegagalan peras) tanah
fondasi, dan (a) kegagalan putar. Kegagalan putar dapat dialami yang melibatkan bahan urugan saja
[(b) kegagalan setempat)], kegagalan kemiringan yang melibatkan bahan dan tanah fondasi, atau (c)
kegagalan kestabilan keseluruhan. Mode yang lazim untuk kegagalan ini diberikan pada Gbr. 3.2.

P1
P1

B C

(a) Kegagalan putar (d) Kegagalan longsor

Hs

(b) Kegagalan setempat (e) Kegagalan kapasitas dukung

(c) Kegagalan keseluruhan (f) Kegagalan semprit

Gambar 3.2 Mode kegagalan yang lazim.

Longsor lintang biasanya terjadi pada peninggian-tanah dengan perkuatan dasar penguatan dasar
dan dalam hal-hal di mana antar-muka antara tanah lunak dan bahan urugan memberikan perlawanan
gesekan yang kecil. Dalam hal tidak ada kegagalan, deformasi mungkin saja membentuk retak yang
cukup nyata di sepanjang penimbunan tersebut.

Perhatian harus diberikan pada peninggian-tanah yang berdekatan dengan tanggul, saluran irigasi
atau jalan air, khususnya dalam hal di mana paras air di kedua sisi penimbunan dapat sangat
berbeda. Dalam kasus di mana lapisan pasir mengalasi lapisan gambut, ‘pendidihan’ dapat terjadi
yang menyebabkan terangkatnya lapisan lunak tadi dan penurunan kekuatan geser pada antar-
mukanya. Beban tanggul menyebabkan pemampatan mendatar pada zona yang terangkat tadi dan
kegagalan yang mungkin pada lapisan lunaknya. Permukaan kegagalan lazimnya berupa bentuk tak-
melingkar dengan bagian mendatar di sepanjang antar-muka gambut-pasir. Bahkan tanpa kegagalan
pun, kemampu-mampatan gambut yang tinggi akan menyebabkan deformasi besar dalam zona yang
terangkat tadi dan menyebabkan kerusakan pada badan tanggul.

3.5 Interaksi antara Penimbunan dan Fondasi Jembatan

3-3
Jembatan dengan timbunan yang tinggi di atas tanah lunak dapat mengalami ketakstabilan atau
deformasi yang berlebihan pada tumpuan dan urugan timbunannya. Beberapa masalah yang mungkin
pada pendekatan ini ialah:
• Ketakstabilan kemiringan timbunan dalam arah lintang.
• Penurunan yang berlebihan akibat pemampatan satu-dimensi atau deformasi lintang tanah di
bawah tumpuan atau keduanya. Beda penurunan di antara permukaan urug pendekatan dan
tumpuan dapat mengurangi umur-pakai jalan tersebut.
• Perpindahan terbatas pada tumpuan akibat ketakseimbangan gaya-gaya lintang hingga gaya-
gaya ini mencapai keadaan setimbang baru. Pemiringan tumpuan dapat berada dalam arah ke
belakang atau ke depan.
• Kegagalan tumpuan akibat ketakseimbangan gaya-gaya lintang yang sedang bekerja pada
kedua sisi tumpuannya.
• Masalah-masalah yang berkaitan dengan deformasi yang berlebihan dan keutuhan tiang
pancang akibat gesekan kulitfriksi kulit negatif dan gerakan tanah mendatar.

Kekurangan dalam mengidentifikasi masalah-masalah potensial ini selama tahap desain dapat
menyebabkan biaya perbaikan dan pemeliharaan yang tinggi.

Fondasi tiang pancang harus dipilih untuk dinding-tahan atau tumpuan bilamana terdapat bahaya
ketakstabilan dinding dan/atau bilamana penurunan yang berlebihan dapat terjadi oleh karena
pemampatan atau konsolidasi tanah alasnya. Ini biasanya melibatkan tiang pancang miring untuk
menahan gaya-gaya lintang yang bekerja pada tumpuan atau dindingnya.

Gaya-gaya tambahan yang harus diperhatikan dalam merancang dinding/tumpuan dengan tiang
pancang ialah:
• Gaya-gaya tegak akibat gaya-gaya hambatan-bawah kulit tiang pancang.
• Dorongan mendatar dari barisan depan tiang pancang miring tadi, jika memang ada, pada
tapak telapak timbunan.
• Ketakseimbangan gaya-gaya lintang terhadap tiang pancang di tumit tumpuan.

Gaya hambat-bawah akibat gesekan kulitfriksi kulit negatif akan mempengaruhi penurunan tiang
pancang dan meningkatkan gaya aksial yang dapat membahayakan keutuhan tiang pancang tersebut.
Metode untuk menghitung besaran gaya-gaya hambat-bawah ini diberikan dalam Bridge Desain
Manual [1992]. Akan tetapi, untuk hal-hal di mana ujung tiang pancang ditempatkan pada lapisan
dukung, panduan itu menggunakan pendekatan konservatif untuk kapasitas dukung tiang pancang
dengan mengabaikan tahanan gesek yang diberikan oleh lapisan lunaknya.

Deformasi lintang takseimbang dapat menyebabkan besaran deformasi lintang yang besar. Ini
umumnya terjadi apabila faktor keamanan kurang dari 1,5. Dalam hal ini, desain tiang pancang harus
memastikan keamanan tiang pancang terhadap pergeserangelincir mendatar dan tegangan lentur
yang diharapkan.

Pengaruh distribusi tekanan lintang yang taksetimbang pada tiang pancang belum dibahas sepatutnya
dalam Bridge Design Manual [1992] di atas. KenaikanPeningkatan tekanan lintang terhadap tumpuan
urugan akan meningkatkan momen lentur yang bekerja pada tiang pancangnya. Akan tetapi, besaran
tekanan ini tergantung pada apakah pengurugan di-tempat sebelum atau setelah pemancangan.

Dalam beberapa hal, kegagalan tumpuan jembatan melibatkan ‘kegagalan putar’ akibat kekakuan dan
kekuatan tiang pancang yang tidak cukup. Analisis klasik yang mengganggap permukaan kegagalan
melingkar untuk analisis kestabilan tumpuan dengan fondasi tiang pancang mungkin tidak sesuai lagi
dan faktor keamanan yang diperoleh mungkin terlalu kecil. Disarankan penggunaan metode elemen
hingga untuk jenis konstruksi ini.

Beda penurunan di antar-muka urugan pendekatan-tumpuan dapat menjadi cukup besar dalam
jangka panjang. Prakiraan yang teliti dibutuhkan untuk memastikan pemilihan strategi tindakan-
pencegahan dan pemeliharaan yang sesuai untuk jembatan dalam jangka panjang.

3-4
3.6 Pelebaran Penimbunan

Sering kita perlu memperlebar suatu jalan untuk menanggulangi kepadatan lalulintas yang meningkat.
Pelebaran penimbunan di atas gambut dan tanah organik menyebabkan kesukaran pada jalan yang
telah ada. Masalah-masalah mungkin timbul akibat gangguan struktur baru terhadap struktur yang
telah ada dan beda penurunan di antara kedua struktur dengan akibat terjadinya retakan dan
kerusakan di sekeliling batas antara timbunan yang lama dan baru, Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Pelebaran penimbunan.

3.7 Peruraian Tanah-bawah dan Penimbunan Jalan


des ighned cros s
s ection

cracks faults

Settlem ent by exis ting


Expected s ettlem ent by new em bankm ent em bankm ent

Tanah-bawah dan peninggian-tanah jalan yang terdiri atas bahan urug yang bersifat seperti gambut
rentan terhadap peruraian. Penyusupan air aerasi dan kaya-bahan makanan ke dalam badan tanah
dapat menyebabkan peruraian gambut secara berangsur-angsur.

Laju peruraian bahan gambut dapat sangat tinggi. Di Belanda, lebih dari separuh penurunan
permukaan lahan-gambut yang mengandung reputan yang sedikit di bagian barat Belanda
disebabkan oleh peruraian [Schothorst, 1982]. Oleh sebab itu penggunaan bahan kegambutan tidak
disarankan, tidak saja karena faktor peruraian tetapi juga akibat bahaya kebakaran dan kemampu-
kikisan bahan tersebut.

3.8 Amblesan Lahan

Amblesan lahan-gambut biasanya dikaitkan dengan penurunan muka air tanah. Pengeringan tanah
organik menyebabkan oksidasi biokimiawi yang menyebabkan amblesan atau pemadatan yang
dipercepat dan penurunan permukaan yang menerus. Amblesan lahan-gambut merupakan akhir tiga
proses yakni, pembuangan lapisan pelindung yang berupa tumbuhan permukaan, drainase, dan
reduksi fisis-kimiawi-biologis lapisan bawah-permukaan yang tersingkap [Stewart, 1991]. Besaran
amblesan ini akan cukup besar apabila lahan-gambut itu diusahakan untuk pertanian. Apabila lahan-
gambut itu dikeringkan dan dijadikan lahan pertanian, onggokan bawah-permukaan gambut tersebut
dioksidasi secara cepat menjadi karbon dioksida dan air yang menyisakan bahan organik sisa yang
bervolume lebih kecil yang lebih tahan-peruraian. Besarnya amblesan pada lahan-gambut dapat
menjadi cukup besar. Tujuh puluh persen amblesan gambut dalam lahan-gambut tropis diakibatkan
oleh peruraian tersebut [Kyuma, dkk.]. Di Sarawak [Andriesse, 1972], catatan hingga 60 cm deposit
gambut dangkal yang telah dibabat akan hilang setelah tahun pertama pembuangan tumbuhan
permukaan. Setelah dua tahun, amblesan menjadi stabil kira-kira pada 2,5 cm/tahun. Polder di
Belanda di daerah bergambut ambles pada laju 3–20 mm/tahun. Secara historis ini jauh lebih rendah:
kira-kira 20 cm, yang menyebabkan amblesan 2 m dari kira-kira 1 000 M ketika reklamasi rawa di
Belanda bagian tengah dimulai. Sebagian besar amblesan historis ini diakibatkan oleh biodegradasi:
hanya sebagian kecil akibat penyusutan tanah-atas, dan dalam jumlah yang dapat diabaikan
diakibatkan oleh konsolidasi gambut di bawah muka air tanah.

3-5
Sewaktu mendesain tinggi penimbunanjalan kita harus selalu memperhitungkan kemungkinan
penyerapan air. Amblesan tambahan harus diperhitungkan untuk tingkat desain.

3.9 Fluktuasi Permukaan dan Paras Air Tanah

Paras tanah dan air berfluktuasi baik pada keadaan lahan-gambut alami atau yang telah
dikembangkan. Berbagai proses hidrologi seperti curah hujan, penguapan-pernapasan dan pelepasan
merupakan penyebab fluktuasi. Hujan dan aliran masuk dari daerah sekelilingnya akan menaikkan
paras air tanah, dan penguapan-pernapasan serta pelepasan akan menurunkan paras air tanah
tersebut. Manajemen hidrologi merupakan salah satu dari kunci terpenting ketika berurusan dengan
fluktuasi paras air pada lahan-gambut. Penurunan muka air tanah akan menghasilkan lendutan-
pampat akibat pemampatan takelastik lapisan gambut dan akan meningkatkan peruraian gambut
yang tersingkap.

3.10 Gambut dan Getaran

Dua aspek yang berkenaan dengan kegambutan tanah dan getaran merupakan pertimbangan yang
utama. Truk di jalan raya dan jalan biasa, begitu juga mesin-mesin, akan menyebabkan getaran yang
merambat melalui media tanah dan sampai ke bangunan yang ada di dekatnya. Tingkat getaran yang
diperbolehkan dalam bangunan itu terbatas. Khususnya dalam lapisan gambut, frekuensi rendah
(dengan kapasitas energi yang lebih tinggi) dapat disalurkan akibat kecepatan gelombang yang
rendah.
Gambar 3.4 Kerusakan penimbunan yang disebabkan oleh gempa.
(a). Kegagalan longsor penimbunan; (b). Retak tanah; (c). penurunan timbunan; (d). penurunan
timbunan pendekatan di dekat tumpuan

a. Sliding failure of embankment c. Settlement of embankment

d. Settlement of
approach embankment
b. Rupture of graund near abutment

Indonesia terletak pada daerah yang rawan gempa. Noto [1991] memaparkan kerusakan timbunan
yang disebabkan oleh gempa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4, yakni:
1. Longsoran atau aliran longsor yang besar dalam lapisan bawah-permukaan.
2. Retak berskala besar dan lendutan-pampat pada permukaan perkerasan akibat deformasi
pada lapisan lunaknya.
3. penurunan timbunan tanpa kegagalan sebagai akibat aliran lintang (penyempritan) tanah
lunaknya.
4. Di dekat tumpuan dan gorong-gorong yang di situ pergeserangelincir relatif sedikit, di sana
mungkin saja lebih banyak retak, penurunan, dan gangguan daripada di tempat-tempat lain.

3-6
Dinyatakan juga bahwa lebih banyak kerusakan yang terjadi pada daerah-daerah dengan lapisan
kegambutan yang lebih tebal.

3.11 Pembakaran Fondasi Jalan

Praktek pembakaran lahan-gambut sudah lazim di banyak tempat di Indonesia. Pembakaran ini
terutama dilakukan oleh orang selama pembabatan lahan untuk keperluan pertanian. Pembakaran
umumnya takterkendali sehingga kebakaran dapat merebak hingga ke fondasi jalan yang tersingkap.
Pembakaran tanah gambut akan menyebabkan kestabilan bahan urug untuk penimbunan.

3.12 Ketersediaan Bahan Setempat dan Bahan Urug yang Dibutuhkan

Di banyak daerah gambut, ketersediaan bahan setempat, yang sesuai untuk pengurugan, menjadi
masalah yang lazim. Hal ini terlebih-lebih jika dibutuhkan bahan urug yang dibutuhkan terbatas pada
bahan urug yang lazim tersedia di beberapa tempat, yakni, tanah laterit. Akan tetapi, dalam banyak
hal deposit gambut biasanya berdekatan dengan sungai. Jadi kemungkinan penggunaan pasir sungai
untuk mengurug atau bahan konstruksi jalan lainnya harus diselidiki.

3.13 Acuan

[3.1] Duncan J.M. and Houston W.N. (1983): Estimating failure probabilities for California levees, J.
Geot. Eng. ASCE, 2, pp. 260-268.
[3.2] Konovalov P.A., Kushnir S.Y. and Gamanik V.B. (1991): The deformations of repeatedly
loaded tank foundations, Proc. 10th ECSMFE Florence, pp. 453-454.
[3.3] Delft Geotechnics (1981): LGM-Mededelingen XXII-1, 56p, Visser R. Ch.: On the weathering
of peat.
[3.4] Vork B.F. (1994): Some aspects of the engineering practice regarding peat in small polder
dykes, Delft Peat Workshop.
[3.5] Schothorst C.J. (1982): Drainage and behaviour of peat soils, Proc. Symp. Peatlands below
sealevel. ILRI publication nr. 30, Wageningen.
[3.6] Tschebotarioff, G.P. (1973): Foundtions, Retaining and Earth Structures, McGrawHill
Kogakusha, Ltd., Tokyo.
[3.7] Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan (1998): Analisa keruntuhan jembatan MERR II C
(Semampir) di Kotamadya Surabaya, Badan Penelitian dan Pengembangan Jalan,
Departemen Pekerjaan Umum.
[3.8] Bridge Design Manual (1992): Section 8-Design of Pile Foundations, Directorate General of
Highways, Ministry of Public Works, Republic of Indonesia.
[3.9] Kaniraj, S.R. (1988): Design of Reinforced Embankment on Soft Soils, Geotechnical
Engineering, Vol. 19, No.1, 127-142.

3-7
BAB 4 ................................................................................................................................................................... 4-1

PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN ....................................................................... 4-1


4.1 PROSES PERANCANGAN DAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI ................................................................................. 4-1
4.2 DEFINISI ...................................................................................................................................................... 4-3
4.3 FILOSOFI PERANCANGAN SUATU TIMBUNAN TANAH UNTUK JALAN PADA TANAH LUNAK LAPISAN BAWAH ................... 4-3
4.3.1 Penurunan .................................................................................................................................... 4-3
4.3.2 Stabilitas ....................................................................................................................................... 4-4
4.4 ANALISIS KEAMANAN ..................................................................................................................................... 4-4
4.4.1 Umum ........................................................................................................................................... 4-4
4.4.2 Model dengan faktor keamanan menyeluruh ................................................................................ 4-5
4.4.3 Model dengan faktor keamanan parsial ........................................................................................ 4-5
4.4.4 Penentuan harga karakteristik ................................................................................................. 4-64-7
4.4.5 Pengaruh kuantitas dan kualitas uji tanah ............................................................................... 4-64-8
4.4.6 Faktor keamanan ..................................................................................................................... 4-64-9
4.5 MANAJEMEN RESIKO/TINGKAT KUALITAS..................................................................................................... 4-64-9
4.5.1 Tipe Perancangan ................................................................................................................... 4-64-9
4.5.2 Rencana pemeliharaan.......................................................................................................... 4-64-11
4.5.3 Biaya pemeliharaan ............................................................................................................... 4-64-11
4.6 JADUAL/W AKTU KONSTRUKSI ................................................................................................................. 4-64-12
4.7 PEMILIHAN OPSI YANG PALING SESUAI ...................................................................................................... 4-64-12
4.7.4 Aspek teknis dan pelaksanaan konstruksi ............................................................................. 4-64-12
4.7.2 Aspek lingkungan .................................................................................................................. 4-64-12
4.7.3 Aspek pelaksanaan konstruksi .............................................................................................. 4-64-13
4.7.4 Aspek manajemen ................................................................................................................. 4-64-13
4.7.5 Biaya ...................................................................................................................................... 4-64-13
4.7.6 Prosedur pemilihan ................................................................................................................ 4-64-14
4.7.7 Pembobotan alternatif............................................................................................................ 4-64-14
4.8 DAFTAR ACUAN .................................................................................................................................... 4-64-15

4-0
BAB 4
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN

4.1 Proses perancangan dan pelaksanaan konstruksi

Dalam konstruksi struktur tanah banyak faktor yang terlibat termasuk di antaranya adalah keamanan,
perubahan bentuk, ruang yang tersedia, usia tahan lama, pemeliharaan, kesesuaian terhadap
sekitarnya, pemilihan bahan, aspek lingkungan dan yang terakhir tetapi sama penting adalah biaya.
Dalam konsultasi dengan pemilik pekerjaan, perancang harus mengikuti sejumlah persyaratan atas
dasar kisaran persyaratan dan harapan. Selama dalam tahap perancangan berikutnya, program
dievaluasi untuk melihat apakah program tersebut sesuai dengan persyaratan.. Proses pelaksanaan
konstruksi mencakup sejumlah kegiatan yang dapat dibagi dalam tahapan-tahapan. Secara umum
tahapan berikut ini dapat dibedakan dalam proses perancangan:
 Persyaratan-persyaratan program dan kondisi batas:
Ini terdiri dari definisi persyaratan fungsi dan ukuran dalam pengaturan kondisi lapangan
setempat (tanah lapisan bawah dan permukaan air, ketersediaan bahan bangunan, kerangka
waktu);
 Tahap perancangan awal:
Ini meliputi evaluasi umum ketersediaan metode pelaksanaan konstruksi dan perkiraan biaya
awal;
 Tahap rancangan rinci dan spesifikasi:
Dalam tahap ini perancangan dikerjakan dalam bentuk gambar-gambar dan spesifikasi teknis
sampai tingkat yang cukup rinci sehingga kontraktor dapat melaksanakan konstruksi tersebut;
 Tahap pelaksanaan konstruksi:
Di mana dalam tahap ini struktur dilaksanakan konstruksinya;
 Periode operasi:
Periode ini jalan sudah berfungsi penuh. Dalam tahap ini pemeliharaan sangat penting untuk
mempertahankan jalan dalam kondisi baik.

Gambar 4.1 menunjukkan urut-urutan yang lebih detil dari fase kegiatan dalam rancangan akhir dan
tahap konstruksi. Bab ini akan membahas sejumlah aspek secara umum.

4-1
Persyaratan-persyaratan program Kondisi batas, kendala waktu
(bab: 5) (bab: 3 & 5)

Bahan-bahan Tugas perancangan Penyelidikan kondisi


yang tersedia (bab: 7, 10, 11, 12) setempat./parameter
(bab: 7, 10, 11,12) (bab: 8)

Opsi perancangan
(bab: 6, 9)

Per opsi: Opsi lainnya


Analisis kekuatan & perubahan bentuk (bab: 7, 10, 11, 12)
(bab: 6, 9)

Apakah mengikuti persyaratan ?


(bab: 4, 5)

tidak
Opsi sesuai
(bab: 4)
ya

Bandingkan dan pemilihan


opsi optimum
(bab: 4)

Kriteria optimisasi:
Biaya, waktu, fungsi opsi terpilih
(bab: 4) (bab: 7, 10, 11, 12)

Spesifikasi konstruksi
(bab: 7, 10, 11, 12)

Pemantauan konstruksi
(umpan balik untuk perancangan)
(bab: 13)

Gambar 4.1 Tahapan dalam proses perancangan

4-2
4.2 Definisi

Untuk maksud ketentuan ini perbedaan yang jelas antara elemen-elemen struktur jalan berikut ini
dibuat: lantai permukaan jalan, timbunan tanah untuk jalan (embankment), dan tanah lapisan bawah.
Struktur lantai permukaan jalan adalah suatu sistem lapisan permukaan yang mentransfer beban-
beban lalu-lintas langsung ke timbunan tanah untuk jalan. Umumnya struktur lantai permukaan jalan
terdiri dari inti lapisan aspal yang keras atau beton dan satu atau dua lapisan bawah dasar. Timbunan
tanah untuk jalan merupakan badan urugan tanah yang mempertahankan jalan pada ketinggian yang
diharapkan dengan ruang bebas yang cukup terhadap permukaan air tanah atau genangan air di
sekitarnya. Tanah lapisan bawah adalah permukaan tanah asli di mana beban hidup akibat lalu-lintas,
beban mati akibat berat struktur lapisan permukaan jalan dan timbunan tanah untuk jalan diletakkan di
atasnya.
Titik berat secara khusus dari ketentuan ini adalah pada tanah lapisan bawah yang terdiri dari gambut
dan tanah-tanah organis sampai kedalaman tertentu. Karena tipe tanah memiliki kompresibilitas yang
tinggi dan umumnya memiliki kekuatan yang rendah, maka sepanjang jalan menjadi sasaran
keruntuhan daya dukung atau perubahan bentuk yang besar ke arah horisontal dan vertikal yang
berpengaruh negatif terhadap fungsi jalan. Maka dari itu, metode perancangan seharusnya
menitikberatkan pada terjaminnya stabilitas struktur jalan yang cukup dan kontrol perubahan bentuk
sampai pada tingkat yang dapat diterima untuk memberikan keseluruhan badan jalan yang stabil dan
berfungsi efektif secara ekonomis.
Hubungan antara struktur timbunan tanah untuk jalan dan jembatan atau gorong-gorong merupakan
kasus khusus. Jembatan dan gorong-gorong dalam tanah lunak biasanya ditopang oleh pondasi tiang
yang lebih kaku daripada timbunan tanah untuk jalan. Pertemuan antara pondasi tiang dan timbunan
tanah hampir selalu menjadi sasaran perbedaan penurunan. Timbunan tanah untuk jalan bisa
mengakibatkan beban horisontal atau vertikal yang signifikan terhadap pondasi jembatan atau
gorong-gorong.

jkjk4.3 Filosofi perancangan suatu timbunan tanah untuk jalan pada tanah lunak
lapisan bawah

Pada umumnya timbunan tanah untuk jalan akan dibangun dengan fase yang berurutan: pembersihan
lokasi dan persiapan pondasi, penempatan satu atau beberapa lapis urugan, penempatan lapisan
bawah dasar dan penempatan inti lapisan permukaan jalan akhir. Konsentrasi utama perancangan
adalah untuk mempertahankan stabilitas, tingkat penurunan yang dapat diterima dalam masing-
masing fase dan derajat penurunan (sisa) yang rendah setelah konstruksi akhir lapisan lantai
permukaan jalan. Kebanyakan fase pengurugan merupakan kegiatan yang paling kritis di mana
penambahan beban yang paling tinggi dilakukan pada tanah lapisan bawah.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tugas perancangan yang utama adalah mempertimbangkan dan
mengevaluasi opsi yang tersedia untuk mentransfer beban urugan ke tanah lapisan bawah. Beban
lalu-lintas memainkan peran minor. Dalam banyak hal, misalnya jalan sepanjang kanal atau sungai,
beban yang diberikan oleh aliran air tanah atau oleh perbedaan paras air di kedua sisi timbunan tanah
untuk jalan, seharusnya dipertimbangkan. Setiap penambahan beban pada tanah lapisan bawah
merubah pola tegangan yang dihasilkan di tempat yang mengakibatkan perubahan bentuk dan resiko
kehilangan daya dukung. Khususnya pada tanah gambut akan menunjukkan tingkat desakan yang
tinggi, sementara lempung organik sangat sensitif terhadap perubahan bentuk akibat geser.

4.3.1 Penurunan
Pertimbangan desakan lapisan tanah lunak dan evolusi penurunan tanah tersebut sepanjang waktu di
pusat timbunan tanah untuk jalan merupakan topik bahasan yang utama. Penambahan kedalaman
urugan untuk mengganti kehilangan permukaan jalan harus ditentukan. Penurunan sisa yang terjadi
setelah periode konstruksi merupakan hal yang paling kritis. Metode alternatif harus diselidiki bila
metode tersebut menghasilkan ketinggian urugan yang berlebihan atau lama periode pelaksanaan
konstruksi tidak dapat diterima, metode-metode seperti:
 Penerapan urugan ringan;
 Urugan tanah lapisan bawah bagian atas setinggi jembatan relatif memiliki andil terbesar dalam
penurunan.
 Metode untuk mempercepat proses penurunan.

4-3
Perkembangan penurunan mempengaruhi lama pelaksanaan proyek. Penurunan sisa merupakan
aspek yang kritis dalam hal pemeliharan dan biaya dan kemampuan layanan. Pemantauan penurunan
(yang diperkirakan) selama operasi sangat diperlukan oleh operator untuk menentukan strategi
pemeliharaan.

4.3.2 Stabilitas
Tanah lapisan bawah di bawah lereng timbunan tanah jalan akan menghadapi kenaikanpeningkatan
tegangan geser yang tertinggi. Analisis stabilitas untuk semua tahapan konstruksi penting untuk
mencari lereng timbunan tanah jalan kritis atau langkah-langkah konstruksi yang diperlukan untuk
mengontrol stabilitas dalam semua fase.

4.4 Analisis keamanan

4.4.1 Umum
Dalam mengkaji kekuatan atau stabilitas struktur, aspek-aspek berikut ini harus diperhatikan penting:
 beban pada struktur;
 sifat-sifat kekuatan bahan bangunan;
 geometri struktur;
 model matematis untuk pemeriksaan mencek kelebihan kekurangan keadaan batas runtuh.

Kuantitas perbandingan langsung untuk pembebanan dan kekuatan harus tersedia untuk analisis
keruntuhan. Sebagai akibatnya, pengaruh perbedaan beban yang bekerja pada struktur biasanya
diubah ke dalam kuantitas karakteristik matematika R yang mewakili beban, sambil memperhitungkan
geometri dan kemungkinan sifat perubahan bentuk struktur. Dengan menggantungkan pada kasus
yang dipertimbangkan, kuantitas karakteristik matematika tersebut dapat berupa gaya normal t,
gayageser, atau momen guling pada struktur.
Searah dengan hal tersebut, kuantitas karakteristik matematis S dapat ditentukan untuk mengetahui
kekuatan berdasarkan sifat-sifat bahan, geometri, dan kemungkinan pengaruh pembebanan pada
kekuatan. Jika harga R dan S dapat secara pasti ditentukan, kondisi berikut ini harus dipenuhi untuk
mencegah kelebihan keadaan batas keruntuhan:

(S – R) > 0

Akan tetapi, dalam kenyataannya beban dan kekuatan merupakan peubah (variable) yang tidak
memiliki harga yang pasti. Di samping keadaan variasi beban yang ada, sifat-sifat bahan, dan
geometri, ada beberapa ketidakpastian yang berada di antara beberapa faktor, dan dihubungkan
dengan:
 perkiraan harga yang mewakili beban dan sifat-sifat bahan;
 skematisasi struktur dan pondasi;
 penyederhanaan model matematis;
 pelaksanaan khususnya berhubungan kegiatan-kegiatan geoteknik.

Satu dan lain hal di mana kuantitas R dan S tidak dapat dikarakterisasikan oleh satu kelompok nilai,
tetapi oleh distribusi probabilitas tertentu berarti: R dan S merupakan kuantitas stokastik.
Dalam banyak hal, ini berarti bahwa apakah harga-harga R dan S dalam rancangan mungkin, selalu
ada probabilitas di mana R melebihi S. Dengan kata lain, keruntuhan struktur tidak pernah
dikesampingkan sepenuhnya. Dalam perancangan perhatian harus diarahkan pada jarak antara
distribusi probabilitas R dan S, garis batas keamanan begitu besar sehingga probabilitas keruntuhan
yang tertinggal dapat diterima. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 2. Semakin kecil tampalan antara
kedua distribusi probabilitas, semakin kecil probabilitas keruntuhan.

4-4
Gambar 4.2 Distribusi densitasberat isi curah probabilitas beban (R) dan kekuatan (S)

Jarak yang cukup antara distribusi probabilitas R dan S dapat diperoleh dengan berbagai cara dalam
tahap perancangan. Metode tradisional dalam mekanika tanah menggunakan harga rata-rata B dan S
dan satu keseluruhan faktor keamanan. Saat ini metode yang paling canggih, yang menggunakan
angka yang mewakili dan faktor keamanan parsial berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
probabilistik sangat sering diterapkan. Pertimbangan-pertimbangan pada bagian berikut ini untuk
kedua metode tersebut akan diberikan.

4.4.2 Model dengan faktor keamanan menyeluruh


Dengan mengambil garis batas keamanan yang cukup besar antara harga rata-rata R untuk beban
dan harga rata-rata S untuk kekuatan, probabilitas keruntuhan struktur dikurangi sampai pada tingkat
bawah yang akan diterima oleh komunitas. Hal ini juga ditunjukkan pada Gambar 4.2. Derajat
keamanan ditunjukkan dalam satu faktor keamanan  yang didefinisikan dengan:

 = R/S

Harga faktor keamanan  terutama berdasarkan pada pengalaman praktis.

Sampai saat ini, model matematika normal telah digunakan dalam perhitungan rancangan mekanika
tanah. Akan tetapi, kerugiannya adalah bahwa distribusi pembebanan dan kekuatan dan perubahan
bentuk yang tidak tertentu secara eksplisit tidak ditunjukkan dalam perhitungan.
Mengingat distribusi pembebanan dan kekuatan dapat berbeda untuk setiap kasus, penggunaan satu
faktor keamanan  tidak selalu menghasilkan derajat keamanan yang sebenarnya yang sebanding,
meskipun hal ini mungkin disarankan dalam metode tersebut.
Kerugian lainnya adalah pendekatan ini hanya menawarkan sedikit kesempatan perbaikan. Jika
sebagai misal akibat dari penelitian lebih lanjut atau metode perhitungan yang lebih baik mengenai
ketidakpastian dalam beberapa faktor dikurangi, hal ini tidak dapat dengan mudah dimasukkan dalam
perancangan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, metode tersebut dengan
harga-harga yang dapat mewakili dan faktor keamanan parsial memenuhi keberatan tersebut.

4.4.3 Model dengan faktor keamanan parsial


Dalam model matematika tersebut, perbedaan yang cukup berarti dapat ditarik antara berbagai
ketidakpastian dalam parameter-parameter yang relevan dan parameter-parameter tersebut
dimasukkan dalam perhitungan secara terpisah di mana mungkin. Keuntungan yang penting seperti
pendekatan ketidakpastian dalam masing-masing parameter ditunjukkan dengan cara yang mungkin.
Hal ini berarti penelitian lebih lanjut, metode perhitungan yang lebih baik, dan pelaksanaan yang hati-
hati dapat dimasukkan dalam rancangan. Hal ini mungkin untuk merancang yang lebih tajam daripada
dalam kasus faktor keamanan menyeluruh digunakan.
Pendekatan keamanan ini dijelaskan lebih mendalam dan dimasukkan dalam Eurocode dan
ketentuan-ketentuan di negara-negara yang berbeda. Ide dasar adalah mendasari pendekatan
keamanan pada pendekatan probabilitas penuh, akan tetapi untuk alasan-alasan praktis telah
disederhanakan untuk pendekatan semi probabilistik: dikenal sebagai pendekatan tingkat 1. Bila
perlu, hal ini dititikberatkan pada penerapan praktis dalam perhitungan perancangan timbunan tanah

4-5
untuk jalan (gambut). Sebagai contoh berkenaan dengan bagaimana penentuan faktor keamanan
parsial dijelaskan di Apendiks B.

Harga rancangan untuk beban-beban, sifat-sifat bahan, dan parameter geometris dimasukkan dalam
model matematikaa. Dengan bantuan faktor keamanan parsial, harga-harga rancangan tersebut
diturunkan dari apa yang disebut harga-harga yang mewakili beban, sifat-sifat bahan, dan parameter
geometri. Penggunaan harga-harga yang mewakili tersebut membuat kerjasama pola distribusi
probabilitas parameter mungkin. Hal ini bukan kasus jika harga rata-rata digunakan.

Faktor-faktor bahan parsial


Faktor-faktor bahan parsial m menentukan garis batas antara harga-harga yang mewakili atau
karakteristik ff, yang dikembangkan dalam pengujian, dan harga rancangan fd untuk sifat-sifat bahan,
sesuai dengan:

fd = ff / m

Garis batas ini penting mengingat tingkat probabilitas keruntuhan yang diperlukan tetapi juga karena
berbagai ketidakpastian dan penyimpangan sistematik yang ada karena kenyataannya sifat-sifat
bahan yang digunakan dalam model matematika tersebut hanya perkiraan simulasi yang mewakili
sifat bahan yang sebenarnya. Berbagai pengaruh yang ditunjukkan dengan faktor parsial terpisah
dapat digabung menjadi satu bahan parsial seperti m = m1, m2, m3…
Tabel 4.1 menunjukkan faktor-faktor parsial yang berasal dari beberapa negara untuk perhitungan
lingkaran gelincir (Bishop)

Tabel 4.1 Faktor-faktor parsial (parsial) untuk perhitungan lingkaran gelincir (Bishop)

Faktor Parsial
Inggris Perancis Jerman Belanda
BS 8006 NF P 94- EBGEO NEN 6702
BS 8001 220
BS 8002 NEN 6740
Faktor Mekanisme n.a. 1.125 n.a. n.a.

Faktor Beban
-berat volume tanah 1.05 (neg) 1.0 1.0
0.95 (pos)
)
- beban-q 1.33 1.3

Faktor Material
-berat unit 1.0 1.0
4)
-¹ 1.2 1.2 a 1.3 1.25 1.2
4)
-kohesi C¹ 1.2 1.5 a 1.65 1.6 1.5
5)
-kohesi takteralirkan Cu 1.5 1.3 a 1.4 1.4 1.5

Contoh di atas menunjukkan satu faktor parsial untuk masing-masing sifat bahan. Dalam ketentuan
Belanda mengenai perancangan parit besar ada dua faktor parsial yaitu m1 dan m2.. Suatu faktor m1
digunakan untuk perbedaan akhir tanpa dihitung antara metode-metode pengujian termasuk juga
kemungkinan gangguan pada saat pengambilan contoh tanah dsb.
Hal ini cukup jelas untuk perbedaan dalam harga tg  dan c, yang diperoleh dari uji sel dan harga-
harga dari hasil uji triaksial.
Suatu faktor m2 digunakan untuk memenuhi ketidakpastian, yang dihasilkan dari inter alia penjelasan
sifat bahan dengan jumlah parameter yang terbatas dalam model yang disederhanakan dan model
yang diskematisasikan. Harga m1 dan m2 dari ketentuan Belanda untuk rancangan parit yang besar
ditunjukkan pada Tabel 4.2.

4-6
Tabel 4.2 faktor bahan parsial, menurut ketentuan Belanda untuk perancangan parit besar

F aktor Parsial m1 m2 m= m1.x m2


DensitasBerat isi curah - basah/kering () 1.0 1.0 1.0

Sudut geser dalam (tan )


-pasir (CT) 1.0 1.15 1.15
(TT-CD) 1.0 1.15 1.15
)
- lempung (CT) 1.0 1.15 1.15
(TT-CU-5%) 1.05 1.15 1.2
(TT-CU) 1.1 1.15 1.25
)
- gambut (CT) 1.0 1.2 1.2
(TT-CU-5%) 1.05 1.2 1.25
(TT-CU) 1.1 1.2 1.3
5)
- kohesi (c) 1.0 1.3 1.3

- Indeks kompresi (Terzaghi, C and A) 1.0 1.1 1.1

Catatan:
CT = uji sel
TT-CD = uji triaksial, terkonsolidasi dan terdrainase
TT-CU = uji triaksial, terkonsolidasi dan takterdrainase
TT-CU-5% = uji triaksial seperti di atas dengan regangan maksimum 5%

Faktor panjang
Dalam struktur yang panjang, perhatian terhadap apa yang disebut pengaruh panjang perlu diambil.
Dalam hal ini yang dimaksud panjang adalah pengukuran di arah memanjang dan juga
perpanjangannya. Umumnya panjang tidak mempengaruhi keamanan struktur total: kemungkinan
runtuh dengan demikian hanyalah akibat kerusakan lokal (setempat). Akan tetapi semakin besar
perpanjangannya semakin besar probabilitas terjadinya runtuh struktur di suatu tempat. Dalam hal di
mana keruntuhan setempat mengakibatkan keruntuhan struktur secara menyeluruh (rangkaian
sistem) keamanan akan menurun seiring bertambahnya perpanjangan: hal ini diistilahkan sebagai
pengaruh panjang.

Standar di Indonesia mengenai Faktor bahan parsial


Dalam pendekatan keamanan konvensional yang dijelaskan sebelumnya, di Indonesia digunakan satu
faktor keamanan menyeluruh (lihat bab 5). Akan tetapi metode yang dijelaskan di paragraf
sebelumnya (faktor keamanan parsial) akan menjadi lebih umum di masa depan. Untuk sementara ini
ahli-ahli Indonesia masih sibuk mengembangkan tabel tentang ‘Standar di Indonesia mengenai faktor
bahan parsial.’ Metode untuk menentukan faktor parsial tersebut disajikan pada Apendiks B.

4.4.4 Penentuan harga karakteristik


Harga karakteristik adalah perkiraan terbaik rata-rata statistik yang ‘tak diketahui’,  dari lapisan
tanah. Harga statistik seharusnya dipilih dengan tujuan agar probabilitas dari harga (rata-rata) yang
lebih kurang baik yang menentukan sifat lapisan tanah tertentu tidak lebih besar dari 5%. Oleh karena
itu, batas di bawah 5% ini digunakan sebagai parameter yang mempengaruhi stabilitas secara positif
atau membatasi perubahan bentuk secara negatif (misalnya ketinggian penahan atau beban). Dalam
hal parameter stokastik terdistribusi normal dari harga harapan yang diketahui () dan koefisien
variasi (V), maka batas di bawah 5% ini diberikan sebagai berikut

Xk =  . [ 1 - 1.64 V ] [4.1]

Batas atas 5% adalah

Xk =  . [ 1 + 1.64 V ] [4.2]

4-7
Pada kenyataannya, dalam lapisan tanah variasi yang berhubungan dengan ruang terjadi (dalam arah
x-, y- dan z-) untuk sifat tertentu yang dapat dijelaskan dalam bentuk fungsi hubungan dengan
sendirinya. Jika kisaran harga yang digunakan harus diambil dari hasil pengujian, maka ini berarti
bahwa dalam hal penyelidikan tanah dengan cakupan normal (yaitu misalnya 2 – 3 contoh tanah per
lapisan tanah) seharusnya diijinkan terjadinya garis batas yang sangat besar antara rata-rata dan
harga karakteristik.

Harga V yang akan diambil dapat tergantung pada tipe atau formasi tanah. Misalnya, mungkin bisa
dibayangkan, tanah gambut memiliki sebaran yang jauh lebih besar daripada lempung. Akan tetapi,
pada dasarnya ketidakpastian dalam harga rata-rata lapisan tanah akan cenderung menurun dengan
naiknya jumlah hasil uji. Jika jumlah temuan hasil uji takterbatas, maka seluruh volume tanah harus
diambil contohnya dan kekuatan rata-ratanya diketahui secara pasti. Akibatnya, koefisien variasi
mensyaratkan koreksi jumlah contoh tanah (n) yang digunakan dalam rancangan penampang
melintang.

V  V  (1 / n) [4.3]

Tabel 4.3 Faktor uji sebagai fungsi ukuran contoh tanah


N 3 4 5 6 8 10 
T 2.92 2.35 2.13 2.02 1.89 1.83 1.64
Untuk V = 0,10 dan n = 3 atau ini berarti: Xk = 0,83.  atau 0,88
Untuk V = 0,10 dan n = 5 atau ini berarti: Xk = 0,90.  atau 0,92
Untuk ukuran n contoh tanah sangat besar (n  ~) Xk = 

Dengan cara ini, dalam NEN 6740, harga rata-rata karakteristik lapisan tanah untuk parameter
ditentukan dari:

Xk =  . [ 1 - V . t .  (1/n) ] [4.4]

Dalam rumus ini, t adalah faktor terbaik untuk tingkat kepercayaan 95%. Harga t ditunjukkan pada
Tabel 4.3. Hubungan di atas dianggap hanya dapat diterapkan pada tiga atau lebih hasil uji, yaitu n >
3. Untuk hasil uji kurang dari tiga, maka harga aman harus diasumsikan untuk harga karakteristik.
Dalam hal satu hasil uji, menurut Rumus 4.4, angka aman dapat diambil dari yang paling merugikan
dari dua harga-harga berikut ini:
 harga yang mewakili yang paling tidak disukai (dari tabel standar yang dapat diterapkan untuk
kondisi di Indonesia)
 hasil uji.

4.4.5 Pengaruh kuantitas dan kualitas uji tanah


Ketidakpastian yang disebabkan oleh jumlah uji tanah yang terbatas ini akan diperhitungkan dalam
pengkajian harga-harga yang mewakili parameter tersebut. Jika lebih banyak contoh tanah yang
diambil, harga t akan berkurang. Dalam banyak hal, harga t yang lebih rendah akan menaikkan harga
karakteristik untuk sifat-sifat kekuatan tanah.

Gambar 4.3 menunjukkan dua kondisi tersebut. Jika ada ketidakpastian yang besar (B) dalam satu
parameter, maka harga karakteristik akan lebih rendah. Akibatnya, jika parameter tersebut telah
ditentukan dengan akurasi ketepatan yang baik (ketelitian dan kualitas tinggi) dan menunjukkan minor
atau tidak ada sebaran seperti ditunjukkan pada A, maka harga karakteristik yang lebih tinggi dapat
diterapkan. Peningkatan penyelidikan tanah akan menghasilkan optimisasi rancangan.

4-8
Gambar 4.3 Akurasi ketepatan yang baik (A) dan ketidakpastian besar (B)

4.4.6 Faktor keamanan


Seperti dijelaskan di atas faktor keamanan dapat ditentukan dalam metode deterministik dan metode
probabilitas (faktor parsial). Untuk perhitungan stabilitas secara normal faktor keamanan seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4.4 dapat digunakan.

Tabel 4.4 Faktor keamanan


Uraian Faktor keamanan Faktor keamanan,
seluruhnya menggunakan
faktor bahan parsial
Kondisi normal 1.5 1.3
Pembebanan penuh 1.3 1.1
Kondisi Ekstrim (pembebanan penuh + 1.1 1.0
gempabumi)

4.5 Manajemen resiko/tingkat kualitas


Kondisi struktur atau bagian darinya akan selalu menurun kualitasnya dengan berjalannya waktu.
Penurunan kualitas cawan, tergantung pada beban-beban yang diterapkan dan kekuatan yang
diperlukan, dapat memiliki berbagai bentuk sesuai dengan fungsi waktu:
 Penurunan dengan konsisten, misalnya difusi (pengangkutan bahan-bahan dalam lapisan yang
berbeda-beda) dalam konstruksi saringan;
 Penurunan yang kurang lebih konstan sebagai fungsi dari waktu, misalnya erosi akibat angin atau
air;
 Penurunan pelan-pelan secara pasti misalnya penurunan
 Runtuh dengan tiba-tiba, misalnya longsornya timbunan tanah untuk jalan.

4.5.1 Tipe Perancangan


Sepanjang usia perancangannya, suatu struktur harus selalu mengikuti persyaratan kualitas ninimum,
harga dasar, yang harus selalu dipertahankan. Selama proses perancangan, harus ditentukan
bagaimana penurunan konstruksi dikaji. Secara prinsip ada dua tipe rancangan, tipe perancangan
dengan pemeliharaan rendah dan pemeliharaan intensif.

Dalam pemeliharaan rendah, ini dianggap tidak ada pemeliharan besar yang akan dilaksanakan
selama usia rancangan, hanya pemeliharaan kecil (lihat Gambar 4.4). Pada akhir usia yang
direncanakan, struktur masih memenuhi persyaratan kualitas minimum. Jika tidak ada pemeliharaan
kecil yang dilaksanakan, kemunduran kualitas dapat terjadi lebih cepat. Dengan rancangan
pemeliharaan intensif, ini dianggap bahwa pemeliharaan besar akan dilaksanakan sekali atau lebih
sebelum akhir usia yang direncanakan (lihat Gambar 4.8). Tingkat kualitas struktur segera setelah
berakhir lebih rendah daripada dengan rancangan pemeliharaan rendah, sehingga harga standar
dicapai lebih awal dan oleh karena itu pemeliharaan yang lebih besar harus dilaksanakan. Dengan
cara ini, kita memiliki struktur yang dapat dikelola dengan mudah yang relatif tidak mahal untuk
membangunnya, tetapi kemudian membutuhkan biaya dan tidak nyaman selama pemeliharaan besar
secara reguler. Perlu diperhatikan bahwa pemeliharaan besar tidak berarti bahwa tingkat kualitas
dipulihkan kembali sesuai persyaratan rancangan. Perubahan-perubahan di dalamnya mungkin
memerlukan penyesuaian struktur sampai ke tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada
persyaratan rancangan aslinya. Pemilihan satu dari beberapa tipe rancangan ini (pemeliharaan
rendah atau pemeliharaan intensif) ditentukan oleh banyak faktor seperti:
 Usia rancangan;

4-9
 Tingkat investasi;
 Biaya pemeliharaan besar;
 Penerimaan terhadap ketidaknyamanan dan resiko selama pemeliharaan;
 Bentuk pembiayaan, termasuk sistem subsidi.

Gambar 4.4 Pengembangan tingkat kualitas dalam rancangan pemeliharaan rendah

Dalam rancangan pemeliharaan intensif, perencanaan pemeliharaan besar harus dilakukan dengan
memperhatikan prosedur yang mungkin perlu dan waktu yang diperlukan untuk ukuran perbaikan
(diberikan segera pada Gambar 4.5). Dalam praktek, pengkajian dan batas tindakan yang umumnya
dilakukan seharusnya memberi cukup waktu untuk persiapan dan pelaksanaan pemeliharaan besar
sebelum persyaratan kualitas minimum sebenarnya telah dicapai. Untuk menunjukkan bahwa bentuk
lain kemunduran dapat terjadi di luar daripada yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 , Gambar 4.5
menunjukkan derajat kemunduran bertambah sesuai dengan waktu.

4-10
Gambar 4.5 Pengembangan tingkat kualitas dengan rancangan pemeliharaan intensif

4.5.2 Rencana pemeliharaan


Filosofi pemeliharaan merupakan hal yang kritis dalam manajemen, dan diperlukan bentuk rencana
pemeliharaan yang menunjukkan penggunaan staf, bahan-bahan dan peralatan. Elemen-elemen
rencana pemeliharaan adalah:
 Bentuk pemeliharaan;
 Sistem pemeriksaan;
 Tingkat keamanan yang diperlukan;
 Ukuran pemeliharaan;
 Rencana bencana di mana mungkin.

Rencana pemeliharaan bisa saja membedakan antara struktur timbunan tanah untuk jalan pada satu
sisi, dan tambahan bagian konstruksi seperti konstruksi jalan, pekerjaan pondasi, perlindungan
permukaan dsb. di sisi lainnya. Pemeriksaan masa tanah umumnya bertujuan mendeteksi perubahan
bentuk vertikal atau horisontal. Tambahan konstruksi parsial memerlukan tipe pemeriksaan yang
berbeda. Dalam situasi normal, frekuensi pemeriksaan dalam kasus yang terakhir disebut ini lebih
tinggi daripada untuk perubahan bentuk masa tanah. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa frekuensi
pemeriksaan dapat disesuaikan dengan menggunakan celah keamanan terhadap persyaratan
minimum dan memperhatikan laju perubahan yang terjadi. Di titik di mana tingkat kualitas minimum
hampir dilewati, ukuran perbaikan sebenarnya tergantung pada tipe struktur oleh karena itu
mengandung resiko. Resiko di sini berarti bahwa probabilitas keruntuhan struktur dikalikan dengan
biaya kerusakan yang diakibatkan dalam kasus kegagalan. Kegagalan disini berarti gagal memenuhi
fungsi yang penting.

Misalnya dalam kasus konstruksi jalan tersier yang mana kedalaman minimum paras air tanah telah
dicapai karena penurunannya besar, mungkin saja keputusannya adalah tidak meninggikan jalan
seluruhnya sehingga sekali lagi ini memenuhi persyaratan, tetapi akan menerima
kenaikanpeningkatan resiko. KenaikanPeningkatan resiko dalam contoh ini terdiri dari probabilitas
kejadian yang lebih besar akan timbulnya kerusakan lokal terhadap lantai permukaan jalan akibat
pembebanan yang berlebihan, seperti lapisan bahan kering tidak memiliki cukup kedalaman,
termasuk hasil kerusakan yang diakibatkan dan kegiatan perbaikan.
Apakah kenaikanpeningkatan resiko diterima atau tidak, semuanya tergantung pada tipe strukturnya.
Tingkat resiko yang sama seperti untuk jalan tersier tidak akan dapat diterima untuk jalur jalan
kendaraan.

4.5.3 Biaya pemeliharaan


Dalam prakteknya kendala anggaran umumnya akan menentukan pemilihan teknik konstruksi dan
pemilihan tipe pemeliharaan. Biasanya penyelesaian yang pendek dan murah dipilih demi meraih
keuntungan jangka panjang dengan penyelesaian yang lebih “permanen”. Oleh karena itu disarankan

4-11
pemberian analisis ekonomis yang sebanding untuk meyakinkan pengambil keputusan tentang
perlunya pemilihan penyelesaian yang ekonomis dalam jangka panjang dibandingkan dengan “yang
dapat menghasilkan” dalam jangka pendek.

4.6 Jadual/Waktu Konstruksi


Umumnya waktu konstruksi berhubungan dengan aspek ekonomis proyek. Waktu pelaksanaan
proyek yang dibiayai oleh bank atau badan keuangan nonpemerintah lainnya biasanya ditentukan
oleh
Institusi atau dengan perjanjian antara pihak-pihak terkait. Waktu pelaksanaan konstruksi lebih dari
satu tahun dengan biaya pasti (fixed budget) biasanya mungkin dilaksanakan, dan oleh karena itu
strategi pelaksanaan konstruksi dapat lebih fleksibel. Untuk proyek-proyek yang dibiayai oleh sumber
dana dari pemerintah melalui APBN dan APBD, waktu pelaksanaan konstruksi biasanya kurang dari
satu tahun. Meskipun proyek beberapa tahun sangat mungkin dilaksanakan, ketidakpastian dalam
penyediaan sejumlah anggaran setiap tahun akan membuat strategi konstruksi yang baik ini meleset
dari sasarannya. Selain itu, cuaca juga sangat mempengaruhi waktu pelaksanaan konstruksi yang
melibatkan volume pekerjaan tanah yang besar. Periode tahun anggaran dimulai bulan April, oleh
karena itu proyek yang dibiayai oleh pemerintah praktis baru dapat dimulai pada bulan Juli dan
kegiatan puncaknya akan terjadi pada bulan-bulan di mana intensitas hujan mulai tinggi. Jika
pekerjaan tanah tidak selesai sebelum musim hujan mulai, penundaan yang cukup lama mungkin
tidak dapat dihindari. Di samping itu pelaksanaan pekerjaan tanah dengan kualitas yang baik selama
musim hujan sangat susah. Berdasarkan pandangan teknis, stabilitas lereng memainkan peran yang
penting dalam penentuan tahapan pelaksanaan konstruksi dan waktu pelaksanaan konstruksi.

4.7 Pemilihan opsi yang paling sesuai


Agar dapat memilih alternatif pelaksanaan yang paling cocok banyak aspek yang harus
dipertimbangkan. Pemilihan rancangan pemeliharaan rendah menandakan bahwa pelaksanaan
konstruksi harus diukur sedemikian rupa sehingga selama usia yang direncanakan tidak akan ada
pemeliharaan besar. Pengukuran yang terlalu berlebihan mungkin dapat mengakibatkan beberapa
aspek pelaksanaan konstruksi khusus memainkan peran yang lebih besar daripada aspek yang
menggunakan rancangan pemeliharaan intensif. Dalam bagian ini aspek rancangan yang penting
untuk didiskusikan adalah sebagai berikut:
 Aspek teknis dan struktur;
 Aspek lingkungan;
 Aspek konstruksi;
 Aspek manajemen;
 Biaya.

4.7.4 Aspek teknis dan pelaksanaan konstruksi


Persyaratan pertama adalah bahwa struktur harus memenuhi semua persyaratan dalam kerangka
kerja kondisi batas. Kemungkinan mekanisme kegagalan struktur yang utama adalah penurunan jalan
dan pemindahan horisontal di sekitarnya. Pemindahan horisontal secara khusus sangat berpengaruh
terhadap keberadaan bangunan-bangunan di dekatnya. Keadaan batas berikut ini dapat dibedakan:
 Keadaan kemampuan layanan;
 Keadaan batas ultimit.
Kemampulayanan struktur ditentukan oleh perubahan bentuk vertikal struktur dalam bentuk
penurunan sisa jalan dan pemindahan horisontal di sekitarnya yang signifikan karena keberadaan
bangunan-bangunan di dekatnya.

4.7.2 Aspek lingkungan


Pada prinsipnya, mungkin saja konstruksi dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan bangunan
sekunder dan bukan bahan-bahan tradisional seperti pasir dan lempung. Bilamana bahan-bahan
bangunan sekunder digunakan, aspek lingkungan seperti komposisi kimiawi dan sifat-sifat pelindian
larutan dapat mempengaruhi total rancangan. Bilamana bahan bangunan sekunder digunakan,
umumnya diperlukan lisensi untuk konstruksi yang sedang dilaksanakan. Di sini badan yang
memberikan lisensi mungkin menghendaki digunakannya ukuran perlindungan struktur tertentu untuk
meminimalkan risiko pencemaran di sekitarnya, atau badan ini mungkin mensyaratkan penggunaan
bahan bangunan sekunder yang dapat diperbarui. Prosedur lisensi tersebut biasanya memerlukan

4-12
waktu yang lama, yang berdampak bagi perencanaan total proyek. Di samping aspek lingkungan,
aspek ekologi juga bisa memainkan peran dalam perancangan. Misalnya, dalam pemilihan bahan
untuk menyelimuti bahu jalan atau kelerengan. Komposisi bahan dikaitkan dengan pertumbuhan
vegetasi dan akan berakibat pada pemeliharaan. Bahan-bahan penutup tertentu mungkin memerlukan
rancangan khusus yang harus dapat dipadukan dengan persyaratan-persyaratan lain untuk
kelerengan atau hambatan erosi.

4.7.3 Aspek pelaksanaan konstruksi

Batas sampai di mana pelaksanaan struktur yang sebenarnya dapat mempengaruhi rancangan
umumnya oleh:
 Waktu yang diperlukan atau waktu yang tersedia untuk pelaksanaan konstruksi;
 Jalan masuk ke lokasi untuk pasokan bahan-bahan dan peralatan dan persyaratan untuk jalan
angkut dan akses langsung ke lokasi.
 Kemudahan bekerja dengan bahan-bahan struktur;
 Ketersediaan ruang, misalnya untuk bendungan atau fasilitas transportasi.

4.7.4 Aspek manajemen


Manajemen terdiri dari tipe-tipe pemeliharaan dan perbaikan berikut ini:
 Pemeliharaan ringan, semi berkelanjutan, yang dimaksudkan untuk mempertahankan struktur
dalam kondisi baik;
 Pemeliharaan berat, perawatan ulang secara periodik, yang dimaksudkan untuk mempertahankan
struktur dalam kondisi baik;
 Pemeliharaan berat, perawatan ulang secara periodik, yang dimaksudkan untuk
mengembalikan ku alitas struktur sampai tingkat di mana struktur kembali memenuhi
persyaratan yang sama dengan memperhatikan kekuatan dan daya tahan seperti yang terjadi
pada saat awal struktur atau seperti yang sesuai dengan waktu pemeliharaan;
 Perbaikan, tidak teratur, dimaksudkan untuk memulihkan kualitas struktur sampai pada tingkat
yang dapat diterima setelah kerusakan terjadi.

Aspek-aspek utama pemeliharaan dan perbaikan dengan memperhatikan rancangan adalah:


 Kemungkinan deteksi kerusakan;
 Waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan dan/atau perbaikan;
 Aksesibilitas untuk kegiatan pemeliharaan;
 Kemungkinan perbaikan sederhana dari struktur;
 Gangguan yang disebabkan oleh manusia dan lingkungan karena kinerja kegiatan pemeliharaan
dan resiko-resiko yang berhubungan;
 Kemungkinan daur ulang untuk bahan-bahan tertentu jika ini diputuskan, untuk alasan lingkungan,
yang mana bahan struktur harus diganti.

4.7.5 Biaya
Biaya siklus usia struktur, di samping aspek manajemen, mengandung kriteria yang penting terhadap
prosedur pemilihan. Dalam kajian keuangan berbagai alternatif, faktor-faktor berikut ini sangat
penting:
 Pemilihan tipe biaya;
 Metode perbandingan;
 Perkiraan biaya.

Pemilihan tipe biaya yang baik sangat penting mengingat hal ini dapat memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perbandingan finansial alternatif rancangan yang berbeda. Tipe biaya yang
penting dalam perbandingan finansial tersebut adalah:
 Biaya pelaksanaan konstruksi;
 Biaya manajemen;
 Biaya penghancuran.

Harga bangunan dapat dihitung dengan menambah berbagai item biaya. Biaya manajemen terdiri dari
sejumlah kegiatan. Biaya-biaya tersebut dapat dibagi dalam sejumlah katagori:
 Biaya institusi;
 Biaya pemeriksaan;

4-13
 Biaya pemeliharaan.

Biaya institusi adalah biaya yang dibuat oleh organisasi untuk manajemen proyek dimaksud. Jika
struktur tidak lagi memenuhi standar yang diminta, umumnya struktur akan dihancurkan.
Kemungkinan penggunaan kembali dan daur ulang bahan-bahan dan biayanya sebaiknya
dipertimbangkan.

4.7.6 Prosedur pemilihan


Dalam pemilihan teknik pelaksanaan konstruksi, alternatif-alternatif yang berbeda dapat dievaluasi
dengan menggunakan analisis beberapa kriteria. Analisis tersebut menghimpun kriteria sejauh mana
faktor penilaian tersebut dijelaskan. Nilai dianut per kriteria per alternatif. Dengan menerapkan faktor
penilaian dan nilainya secara sistematis, alternatif tersebut dapat diatur dalam urutan khusus.
Pemeringkatan memberikan urutan di mana alternatif tersebut memenuhi kriteria yang ada.
Secara substansi metode tersebut terdiri dari langkah-langkah berikut ini:
 Penentuan kriteria utama;
 Penentun subkriteria;
 Penentuan kepentingan relatif kriteria utama tersebut dengan membandingkannya terhadap
pasangannya;
 Menimbang subkriteria dengan mengembangkan kepentingan ini dalam kriteria utama yang
relevan; subkriteria memiliki bobot total 100%;
 Penentuan pengembangan sampai sejauh mana alternatif memenuhi subkriteria, berkisar dari
‘secara mutlak tidak’ sampai ‘sangat baik’;
 Penentuan pemeringkatan alternatif.

4.7.7 Pembobotan alternatif


Analisis dilakukan untuk alternatif dan subalternatif. Kriteria utama dan subkriteria yang digunakan
ditunjukkan dalam Tabel 4.5. Faktor pembobotan dibagi atas kriteria utama dan subkriteria. Nilai
dialokasikan pada alternatif dan subalternatif. Nilai akhir per alternatif ditentukan dengan mengalikan
faktor bobot dan membagi nilai maksimum yang dapat diperoleh. Dengan cara ini urutan sebelumnya
dapat diperoleh.

Tabel 4.5 Kriteria utama dan sub kriteria dalam MCA


Kriteria utama Subkriteria
Struktur/teknis Stabilitas
Penurunan (penurunan sisa)
Kekuatan dan kekakuan
Perubahan bentuk
Permeabilitas
Kemampuan daya tahan bahan
Lingkungan Komposisi
Pelindian Larutan
Waktu ijin
Ekologi
Pelaksanaan Waktu pelaksanaan
Aksesibilitas
Kemampuan kerja
Manajemen Kajian kerusakan
Pemeliharaan dan perbaikan
Waktu
Aksesibilitas
Perbaikan sederhana
Gangguan
Kemampuan pemulihan

4-14
Tabel 4.6 Bobot alternatif
Kriteria Bobot relatif (A) Nilai (B) Harga (C)
1. Struktur/teknis
2. Lingkungan
3. Pelaksanaan
4. Manajemen
5. Biaya

Total 1,0

4.8 Daftar Acuan


[4.1] CUR, Building on soft soils, design and construction of earth structures both on and into
highly compressible subsoils of low bearing capacity.
[4.1] CUR/TAW, Guide for the design of river dikes, volume 1-upper river area.

4-15
BAB 5 .................................................................................................................................................. 5-1

PERSYARATAN PERANCANGAN .................................................................................................... 5-1


5.1 PENGGOLONGAN JALAN ........................................................................................................... 5-1
5.1.1 Penggolongan Jalan Berdasarkan Fungsinya ............................................................... 5-1
5.1.2 Penggolongan Jalan untuk Perancangan ...................................................................... 5-2
5.2 DIMENSI TIMBUNAN TANAH ...................................................................................................... 5-3
5.3 TINGKAT PERANCANGAN.......................................................................................................... 5-3
5.4 PEMBEBANAN GEMPA .............................................................................................................. 5-4
5.5 LAPIS-JALAN INTERAKSI ........................................................................................................... 5-4
5.6 PENGOPTIMUMAN BIAYA .......................................................................................................... 5-5
5.7 DEFORMASI SELAMA TAHAP KONSTRUKSI ................................................................................. 5-5
5.8 DEFORMASI SELAMA TAHAP EKSPLOITASI ................................................................................. 5-6
5.9 PERATURAN YANG BERLAKU .................................................................................................... 5-6
5.10 ACUAN .................................................................................................................................... 5-7

BAB 5

PERSYARATAN PERANCANGAN

5.1 Penggolongan Jalan

Persyaratan perancangan harus dikaitkan dengan ‘derajat kepentingan’-nya yang akan mengatur
‘tingkat pelayanan’ yang diinginkan selama umur pelayanan jalan tersebut.

Terdapat tiga pendekatan dalam menilai ‘derajat kepentingan’ suatu ruas jalan. Pendekatan pertama
didasarkan pada fungsi jalan tersebut dalam suatu jaringan jalan, pendekatan kedua didasarkan pada
otoritas pemerintah yang bertanggung jawab pada konstruksi dan pemeliharaan jalan tersebut
sementara pendekatan yang ketiga didasarkan pada volume lalulintasnya. Penggolongan jalan yang
didasarkan pada fungsi dan otoritas diatur oleh Undang-undang No. 13/1980 yang selanjutnya dirinci
dalam Peraturan Pemerintah No. 26/1995. Fungsi suatu ruas jalan dan instansi yang berwenang
untuk ruas jalan tersebut, menurut peraturan ini, ditentukan oleh pemerintah. Penggunaan
penggolongan jalan yang berdasarkan pada lalulintas harian rerata terutama digunakan untuk
perancangan geometriknya. Dalam penggolongan ini, jalan dikelompokkan ke dalam tiga kelas
utama, yakni, kelas I, kelas II, dan kelas III. Tidak terdapat keterkaitan yang tepat antara kedua
penggolongan ini. Akan tetapi, jika kepentingan pertumbuhan ekonomi regional yang merupakan
pertimbangan utama, penggolongan jalan yang didasarkan pada fungsi dan karakteristik lalulintas
merupakan penggolongan yang paling logis yang terhadapnya persyaratan perancangan harus
dikaitkan.

5.1.1 Penggolongan Jalan Berdasarkan Fungsinya

Menggolongkan jalan memiliki kaitan dengan jenis sistem jaringan jalan yang menjadi induk ruas
jalan tersebut.

• Penggolongan jalan dalam sistem jaringan primer Terdapat dua jenis sistem jaringan
jalan, yakni sistem jaringan primer dan sistem jaringan sekunder. Penjelasan secara skematik
penggolongan jalan dalam jaringan jalan primer dapat dilihat pada Gambar 5.1. Sistem jaringan jalan
sekunder dikaitkan dengan jaringan jalan di daerah perkotaan.
Jalan dalam sistem jaringan primer digolongkan dalam tiga kelas:
A. Jalan arteri primer; ruas jalan yang menghubungkan kota tingkat satu ke kota tingkat satu
yang di dekatnya atau kota tingkat satu ke kota tingkat dua.

5-0
B. Jalan kolektor primer; ruas jalan yang menghubungkan kota tingkat satu dan kota tingkat dua
atau kota tingkat dua dengan kota tingkat tiga tetapi masih dalam wewenang kota tingkat dua
tersebut.
C. Jalan lokal primer; ruas jalan yang menghubungkan kota tingkat tiga atau kota tingkat satu
maupun kota tingkat dua dengan daearah khusus atau kota tingkat tiga dengan kota tingkat tiga
lainnya.

• Penggolongan Jalan dalam Sistem Jaringan Sekunder Sistem jaringan sekunder


merupakan ruas jalan dalam kota atau daerah tertentu. Jalan-jalan dalam sistem jaringan sekunder
ini digolongkan menjadi:
A. Jalan arteri sekunder; ruas jalan yang menghubungkan daerah primer dan daerah sekunder
atau daerah sekunder dengan jalan lain dalam daerah sekunder.
B. Jalan kolektor sekunder; ruas jalan yang menghubungkan daerah sekunder atau daerah
sekunder dengan daerah lain yang telah berada dalam wewenangnya.
C. Jalan lokal sekunder; ruas jalan yang menghubungkan daerah sekunder atau daerah
permukiman.

I I

II II

III III

IV IV

Gambar 5.1 Penggolongan jalan berdasarkan fungsinya

Catatan:
I Kota tingkat satu Ibukota negara
II Kota tingkat dua Ibukota provinsi
III Kota tingkat tiga Ibukota kabupaten/kotamadya
IV Kota tingkat empat Kawasan industri dan kompleks perumahan

Jalan arteri primer

Jalan kolektor primer

Jalan lokal primer

5-1
5.1.2 Penggolongan Jalan untuk Perancangan

Penggolongan perancangan suatu jalan ditentukan oleh volume lalulintasnya dan karakteristik
lalulintasnya. Jalan dengan penggolongan perancangan yang sama dirancang untuk standar
geometrik yang sama.

Penggolongan perancangan ialah:

Jenis I: (kendali akses penuh) Kelas I


Kelas II
Jenis II: (kendali akses pasial atau tanpa kendali) Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV

5-2
Tabel 5.1 Penggolongan Jalan

Penggolongan Penggolongan Perancangan


fungsional
Jenis I: Jenis II Beban Lalulintas seragam ekivalen
Kelas untuk struktur geoteknis (kPA)
VLH (1) Kelas

Primer Arteri I Semua I 15


lalintas
Kolektor II 10 000 I 15

< 10 000 II 12

Sekunder Arteri Tdk 20 000 I 15


berlaku
< 20 000 II 12

Kolektor Tdk 6 000 II 12


berlaku
< 6 000 III 10

Lokal Tdk 500 III 10


berlaku
< 500 IV 10

5.2 Dimensi Timbunan Tanah

Dimensi timbunan tanah, khususnya lebar permukaan atas, tergantung pada penggolongan
perancangan jalan dan aliran lalulintas yang diprakirakan. Penperancangan haruslah mengacu
“Peraturan Perencanan Geometrik Jalan Raya Antar Kota’ yang diterbitkan oleh Direktorat Bina
Marga.

5.3 Tingkat Perancangan

Tingkat perancangan tingkat formasi tergantung pada tingkat banjir perancangan dan jenis struktur
fondasi jalan. Tingkat perancangan jalan didefinisikan sebagai tingkat formasi minimum yang
dipertahankan hingga akhir umur pelayanan minimum jalan dimaksud. Periode tingkat banjir
perancangan yang disarankan dan tinggi bebas untuk setiap kelas jalan diberikan pada Tabel 5.2.

5-3
Tabel 5.2 Periode balik paras banjir dan tinggi bebas yang disarankan

Kelas Jalan Periode Balik Paras Tinggi-bebas (cm)


Banjir (tahun)
Dasar Lapis-jalan Kaku
Agregat atau Semi
Arteri primer kelas I 50 60 40

Kolektor primer kelas I 30 50 30

Kolektor primer kelas II 20 50 30

Arteri sekunder kelas I 30 60 40

Arteri sekunder kelas II 20 50 30

Kolektor sekunder kelas II 20 50 30

Kolektor sekunder kelas III 10 40 20

Lokal sekunder kelas III 5 30 20

Lokal sekunder kelas IV 5 30 20

5.4 Pembebanan Gempa

Besaran pembebanan akibat pembebanan lalulintas dan pembebanan akibat gempa harus mengacu
pada Bridge Design Manual [1992].

5.5 Lapis-jalan Interaksi

Umumnya, standar perancangan lapis-jalan terbaru tidak memperhitungkan adanya tanah fondasi
lunak sepanjang timbunan tanah urugan itu relatif tebal. Di lain pihak, terdapat suatu kecenderungan
untuk membatasi tebal timbunan tanah di atas gambut dan tanah organik untuk mempertahankan
beban timbunan tanah sekecil mungkin dan untuk menghindari penurunan yang besar dan
ketakstabilan timbunan tanah tersebut.

Diketahui bahwa masalah penurunan dan kestabilan biasanya muncul sewaktu membangun jalan di
atas gambut dan bahan organik lunak, jelaslah lebih disukai untuk mempertahankan tebal urugan
timbunan tanah seminimum mungkin, yang taat-asas dengan persyaratan perancangan untuk
timbunan tanah yang diusulkan. Jika timbunan tanah itu akan merupakan dasar-bawah untuk jalan
beraspal permanen maka beberapa petunjuk telah diberikan oleh Lea dan Brawner [1965], lihat
Gambar 5.2. Dalam suatu korelasi yang sangat sederhana dengan menggunakan pengukuran
Benkelmann Beam untuk berbagai ragam jalan yang dibangun di atas gambut dan tanah organik
yang berbeda di seluruh British Columbia di Kanada telah terbukti bahwa suatu tebal minimum
konstruksi jalan yang kira-kira 1,0 meter dibutuhkan untuk mempertahankan permukaan jalan yang
bagus. Masalah-masalah pembekuan membuat konstruksi jalan lebih sulit di British Columbia
daripada di Indonesia tetapi adalah paling mungkin bahwa kedalaman minimum di Indonesia akan
serupa. Tebal minimum ini dapat menjadi kurang jika standar kinerja yang lebih rendah
diperbolehkan, misalnya dalam jalan akses ke sumber daya.

5-4
Gambar 5.2 Kedalaman lapis-jalan di atas gambut terhadap lendutan lapis-jalan

(Profesor Peter M. Jaret, Short Course Notes on Tropical Soft Soils and Peats)

5.6 Pengoptimuman Biaya

Beberapa teknik konstruksi yang kurang membutuhkan pemeliharaan memerlukan modal yang relatif
besar. Sebaliknya, teknologi berbiaya rendah membutuhkan anggaran yang kecil untuk konstruksinya
tetapi membutuhkan jumlah dana yang besar untuk pemeliharaannya. Biaya pemeliharaan bahkan
akan lebih tinggi lagi jika volume lalulintasnya naik secara cepat sebagai akibat penyimpangan dan
pembentukan lalulintas.

Pengoptimuman biaya dengan demikian haruslah memperhitungkan perlunya pemeliharaan jangka


panjang, pertumbuhan lalulintas sebagai akibat pengembangan jaringan jalan daerah dan kendala
anggaran. Akan tetapi, telah menjadi hal yang umum bahwa kendala anggaran menentukan pilihan
teknik konstruksi yang ekonomis dalam jangka pendek dengan mengorbankan manfaat jangka
panjang yang diberikan oleh penyelesaian yang lebih ‘permanen.’ Suatu analisis pembandingan
dengan demikian disarankan untuk meyakinkan para pembuat-keputusan tentang perlunya
penggunaan penyelesaian yang secara ekonomis layak dalam jangka panjang daripada penyelesaian
yang ‘tersanggupi.’

5.7 Deformasi selama Tahap Konstruksi

Pilihan persyaratan harus dikaitkan dengan ‘derajat kepentingan’ jalan dimaksud. Tabel 5.3 berisi
persyaratan yang disarankan yang harus digunakan sebagai penuntun kasar saja.

Tidak terdapat persesuaian umum tentang persentase penurunan yang harus dicapai selama tahap
konstruksinya. Kaidah praktis untuk mencapai 90% penurunan biasanya diambil untuk jalan-jalan
primer di atas tanah lempung lunak. Derajat penurunan diambil karena lamanya pencapaian nilai ini
dengan menggunakan teknologi terbaru secara finansial layak. Dengan menggunakan derajat
penurunan untuk gambut dan tanah organik ini mungkin sulit karena penurunan rangkak tampaknya

5-5
cukup nyata dalam jangka panjang. Besarnya penurunan yang berkaitan dengan strategi jangka
panjang mungkin saja lebih patut untuk digunakan sebagai suatu persyaratan perencanaan.

Tabel 5.3 Persyaratan Perencanaan yang Disarankan

Deformasi Deformasi Waktu Faktor


Kelas selama selama pembangu Keamanan (R/S)
jalan pembangunan eksploitasi nan
Seluruh Ultimat

I # Penurunan > 90% dari penurunan < 20 mm Konstruksi 2,2 Lihat


keseluruhan yg diprakirakan per tahun satu tahap Bridge
# Deformasi lintang harus dibatasi Design
sehingga tidak membahayakan Manual
struktur yang di sekitarnya [1992]
II # Penurunan > 85% dari penurunan < 25 mm Konstruksi Sama
keseluruhan yang diprakirakan per tahun satu tahap
# Deformasi lintang harus dibatasi
sehingga tidak membahayakan
struktur yang di sekitarnya
III # Penurunan > 80% dari penurunan < 30 mm Konstruksi Sama
keseluruhan yang diprakirakan per tahun bertahap
# Deformasi lintang harus dibatasi
sehingga tidak membahayakan
struktur yang di sekitarnya
IV # Penurunan > 80% dari penurunan < 30 mm Konstruksi Sama
keseluruhan yang diprakirakan per tahun bertahap

Persyaratan deformasi lintang jarang dipertimbangkan. Akan tetapi, batasan harus ditetapkan jika
timbunan tanah jalan dibangun dalam daerah perkotaan yang berpenduduk rapat. Deformasi lintang
umumnya cukup nyata dalam jangka pendek atau pada keadaan ‘takdidrainase,’ jadi batasan
deformasi selama konstruksi mungkin cukup untuk menghindari bahaya apapun terhadap struktur di
sekitarnya.
Faktor keamanan keseluruhan, seperti yang ditampilkan di tabel 5.3, diambil dari Bridge Design
Standard (Standar Perancangan Jembatan). Faktor keamanan keseluruhan ini sangat cocok untuk
perancangan jembatan namun agak konservatif untuk perancangan timbunan tanah.
Di samping itu, dalam dekade akhir-akhir ini, ada kecenderungan untuk menggunakan faktor material
parsial ketimbang faktor keamanan keseluruhan. Penjelasan lebih lanjut mengenai faktor material
parsial dituangkan pada bab 4.

5.8 Deformasi selama Tahap Eksploitasi

Penurunan selama tahap eksploitasi harus ditetapkan seminimum mungkin untuk menghindari biaya
pemeliharaan yang tinggi.

Beda penurunan di sepanjang penyebarisan tegak jalan dapat saja mengurangi tingkat kemampu-
layanan yang sangat penting, khususnya, untuk jalan-jalan yang dirancang dengan kecepatan
rencana yang tinggi seperti jalan tol. Beda penurunan antara lantai jembatan atau gorong-gorong dan
pendekatan timbunan tanah dapat membahayakan pengguna jalan tersebut.

Penurunan jangka panjang berkaitan erat dengan biaya pemeliharaannya. Persyaratan perancangan
penurunan jangka panjang dengan demikian haruslah mempertimbangkan rencana pemeliharaan.

5.9 Peraturan yang Berlaku

1. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, Ditjen Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum.

5-6
2. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1997, Ditjen Bina Marga.
3. Bridge Manual Design, 1992, Dirjen Bina Marga.
4. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen,
SKBI/2.3.26.1987, Departemen Pekerjaan Umum.

5.10 Acuan

[5.1.] Ditjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota, 1997.
[5.2.] Ditjen Bina Marga, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1997

5-7
BAB 6 .................................................................................................................................................. 6-1

MEKANISME GEOTEKNIK ................................................................................................................ 6-1


6.1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 6-1
6.2 PENURUNAN............................................................................................................................ 6-1
6.2.1 Penurunan Awal ............................................................................................................ 6-2
6.2.2 Penurunan Primer .......................................................................................................... 6-2
6.2.3 Penurunan Sekunder ..................................................................................................... 6-2
6.2.4 Perhatian khusus ........................................................................................................... 6-2
6.3 KEKUATAN, GESERAN, DAN STABILITAS .................................................................................... 6-3
6.3.1 Karakteristik Kekuatan Tanah Gambut .......................................................................... 6-3
6.3.2 Kekuatan Geser Takberdrainase ................................................................................... 6-4
6.3.3 Kekuatan Geser Berdrainase ........................................................................................ 6-4
6.3.4 Geseran dan Stabilitas .................................................................................................. 6-5
6.4 PERPINDAHAN HORISONTAL ..................................................................................................... 6-5
6.5 GESEKAN KULITFRIKSI KULIT NEGATIF...................................................................................... 6-6
6.6 PENYEMPRITAN ....................................................................................................................... 6-7
6.7 PENGANGKATAN ...................................................................................................................... 6-7
6.8 MEKANISME LAIN ..................................................................................................................... 6-7
6.9 STRUKTUR TANAH DAN MEKANISME GEOTEKNIK ....................................................................... 6-7
6.10 DAFTAR ACUAN ....................................................................................................................... 6-9
BAB 6

MEKANISME GEOTEKNIK

6.1 Pendahuluan

Tanah gambut digolongkan sebagai tanah bermasalah terutama karena kemampu-mampatannya


yang tinggi dan kekuatannya yang rendah. Masalah konstruksi jalan dan timbunan tanah yang paling
lazim yang berkenaan dengan gambut ialah stabilitas dan penurunan jangka panjang.

Perancangan yang bagus tidak hanya menyiratkan penentuan metode yang akan digunakan, tetapi
juga perencanaan yang jauh di depan, mekanisme geoteknik mana dan metode perhitungan mana
yang diperlukan untuk mengevaluasi stabilitas dan deformasinya.

Beberapa mekanisme geoteknik ialah:


• Penurunan
• Geseran/stabilitas
• Penyempritan
• Pengangkatan
• Deformasi horisontal
• Gesekan kulitFriksi kulit negatif

Dalam bab ini mekanisme geoteknik ini akan diuraikan. Metode penghitungan setiap mekanisme
akan diuraikan dalam Bab 9.

6.2 Penurunan

Dalam konstruksi pada tanah-bawah yang sangat termampatkan seperti gambut, perubahan
tegangan efektif akan mengimbas deformasi. Penyebab-penyebabnya dapat berupa pembebanan
dan pelepasan-beban, suatu perubahan paras air tanah atau drainase.

6-0
Peningkatan beban pada paras tanah menyebabkan peningkatan tegangan tanah, yakni tegangan
efektif dan tekanan air pori. Karena air itu relatif taktermampatkan, air tersebut mula-mula mendukung
bebannya dan tanah yang jenuh air. Peningkatan tekanan air pori kemudian sama dengan
kenaikanpeningkatan beban yang dikerahkan. KenaikanPeningkatan tekanan air sebagai fungsi
beban disebut ‘imbas.’

Penurunan tekanan air sebagai fungsi waktu, melalui pengeluaran air dari pori-porinya, disebut
konsolidasi. Periode yang dibutuhkan untuk pengeluaran tekanan pori seluruhnya dikenal sebagai
periode konsolidasi dan tergantung pada:

• Sifat-sifat tanah (kemampu-mampatan dan permeabilitas)


• Geometri lapisan tanah (tebal dan beban bidang)
• Tekanan air dan keadaan batas

Berbeda dengan jenis tanah lain, perilaku tanah gambut ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

• Struktur serat sangat terbuka, kandungan bahan tetap yang rendah


• Bahan tetap sebagian besar terdiri atas bahan organik
• Bahan organik ditemukan dalam bentuk serat sisa

Uraian di atas dijelaskan pada Gambar 6.1.

Gambar 6.1 Penampang horisontal tanah gambut.

Pengarakteran tanah gambut memiliki pengaruh yang nyata untuk perilaku konsolidasi dan juga
kekuatan tanah gambut. Dalam pasal-pasal berikut konsolidasi dan perilaku kekuatan tanah secara
umum akan dibahas. Perhatian khusus akan diberikan pada tanah gambut.

6.2.1 Penurunan Awal

Penurunan awal, yang terjadi segera, selama pengerahan beban, misalnya urugan relatif kecil.

6.2.2 Penurunan Primer

Derajat konsolidasi merupakan tingkatan yang terhadapnya tekanan air pori berkurang selama
periode konsolidasi pada saat tertentu, dalam kaitannya dengan tekanan air mula-mula. Konsolidasi
juga mewakili bagian dari penurunan primer keseluruhan, yang yang terjadi pada saat tersebut.
Proses konsolidasi berlangsung terus hingga tekanan air telah kembali ke nilai semula sebelum
pemberian beban (tambahan) tersebut. Deformasi tegak badan tanah, yang tergantung pada
pengeluaran air pori yang berlebih, disebut penurunan primer.

6-1
6.2.3 Penurunan Sekunder

Penurunan sekunder dikenal juga sebagai penurunan sekuler, suatu istilah yang pertama kali
disarankan oleh Keverling Buismann dan Koppejan. Penyesuaian rangkak tanah berlangsung terus
untuk beberapa lama setelah tekanan yang berlebihan itu menghilang. Fenomena ini tidak nyata
untuk tanah organik, tetapi dapat begitu nyata atau bagian terbesar banyak tanah yang sangat
organik seperti gambut. Penurunan sekunder ini dikaitkan dengan perilaku rangkaknya. Biasanya
dianggap bahwa proses penurunan itu berakhir setelah kira-kira 30 tahun. Perjumlahan penurunan
primer dan sekunder setelah 104 hari didefinisikan sebagai penurunan sebenarnya.

6.2.4 Perhatian khusus

Akibat struktur terbuka gambut, pembebanan ringan pun dapat menghasilkan deformasi yang besar.
Pembebanan berat dapat menyebabkan deformasi yang ekstrem. Menurut den Haan deformasi ini
tidak dapat diuraikan oleh metode penghitungan penurunan tradisional, yang sesuai untuk tanah
yang kurang mampu-mampat seperti tanah lempung. Metode penghitungan lain ialah metode
Fokkens, yang dengan metode itu kemampu-mampatan gambut diuraikan berdasarkan pada
kandungan-air dan kandungan organik bahan yang tekdibebani itu. Rumus Fokkens/den Haan akan
diuraikan pada pasal 9.1.1.2. Sejumlah metode lain juga tersedia di acuan lain [Edil, Noor Endah].

Penggolongan tanah gambut berfokus pada penentuan kandungan air dan kandungan organiknya
(kehilangan penyalaan).

6.3 Kekuatan, Geseran, dan Stabilitas

6.3.1 Karakteristik Kekuatan Tanah Gambut

Serat gambut memainkan peran nyata dalam kaitannya dengan kekuatan gambut. Dalam keadaan di
mana gambut dibebani oleh gaya geser, gesekan akan terjadi di antara serat yang bersebelahan dan
di antara serat dengan bahan urug. Gaya ini akan diambil oleh seratnya. Jika arah gaya ini berada
dalam arah yang sama dengan seratnya, serat ini memiliki pengaruh penguatan. Melalui mekanisme
penguatan ini suatu gaya yang besar dapat diserapnya. Dalam mekanisme penguatan interaksi
antara serat dan bahan urug, kekuatan serat serta orientasi ruang serat memainkan peran yang
nyata.

Untuk penggolongan yang lebih rinci, di mana parameter yang diuraikan di atas tercermin, kadang-
kadang perlu untuk menentukan parameter berikut:
• Persentase dan sifat komponen anorganiknya
• Komposisi seratnya
• Keberadaan serat kasar dan kayu
• Derajat pelapukan serat
• Orientasi ruang serat

Pengaruh serat pada kekuatan geser.


Serat gambut yang menyumbang pada kekuatan geser sebagai serat dapat dianggap sebagai
penguatan. Derajat penguatan tergantung pada arah pembebanan terhadap arah serat utamanya.
Sebagai hasil proses sedimentasi/pengendapan dan pemadatan, arah utamanya biasanya horisontal.
Adalah mungkin bahwa sebagian gambut memiliki orientasi tegak. Dalam modelnya, dianggap bahwa
antara serat bahan urug itu amorfos amorf, organik dan anorganik.

Anisotropi.
Perilaku kekuatan gambut sangat anisotropik. Gambar 6.2 membandingkan hasil-hasil uji pemadatan
triaksial dan hasil-hasil uji geser sederhana.

6-2
Gambar 6.2 Pemampatan triaksial terhadap geseran sederhana

6.3.2 Kekuatan Geser Takberdrainase

Karakteristik kekuatan geser tanah.


Kekuatan geser tanah tidak hanya sebagai fungsi bahan itu sendiri, tetapi juga tegangan yang
dikerahkan, dan caranya tegangan itu dikerahkan.

Pengaruh tekanan lebih.


Segera setelah gambut dikenai kenaikanpeningkatan tegangan ke

pembebanan cepat, kekuatan geser maksimum akan diberikan oleh kekuatan geser takberdrainase
Cu.

Dalam pengaruh tekanan pori berlebih air dalam badan tanah akan hilang. Pada waktu itu partikel
tanah akan menyerap beban luarnya. Dalam tanah berbutir seperti pasir, hal ini terjadi sesaat
(perilaku berdrainase), dalam tanah kedap seperti lempung dan gambut, hal ini membutuhkan waktu
yang lebih lama. Kecepatan penurunan tekanan pori yang berlebih itu (atau kenaikanpeningkatan
tegangan efektif) tergantung pada koefisien konsolidasi c v [m²/tahun] dan keadaan drainasenya.

Kekuatan geser sebagai fungsi tegangan efektif.


Akibat proses konsolidasi itu tegangan efektifnya akan naik, yang menyebabkan
kenaikanpeningkatan kekuatan gesernya. KenaikanPeningkatan kekuatan tanah ditentukan dengan
menghitung nisbah konsolidasi [U %] setelah suatu periode waktu dan mengalikan faktor ini dengan
beban sebenarnya [pbeban] dan kaitan antara kekuatan geser takberdrainase dan tegangan efektif di-
tempat (Cu/ o = 0,2). Dalam bentuk rumus ini sama dengan:

 Cu 
Cunew = Cuold  U * pload *   [6.1]
 0 

6-3
Gambar 6.3. Hubungan antara kekuatan geser takberdrainase dengan tegangan efektif

6.3.3 Kekuatan Geser Berdrainase

Kekuatan geser tanah dengan perilaku berdrainase diberikan oleh vk'


vk' merupakan tegangan tegak efektif. Apabila
beban pada tanah yang agak kedap dipertahankan di tempat untuk periode waktu yang lebih lama
(tanggul, daerah urugan) tekanan pori berlebih akhir akan menurun hingga nol. Perilaku berdrainase
lempung telah dikaji dalam analisis stabilitas juga.

6.3.4 Geseran dan Stabilitas

Kehilangan kesetimbangan dapat terjadi dalam tanah dengan kapasitas dukung rendah di bawah
tepi-tepi urugan dan penggalian. Dalam hal-hal demikian, ketahanan geser dalam tanah tidak cukup
untuk mencegah gerakan menerus bagian tanah tertentu di sepanjang permukaan
pergeserangelincirnya. Mekanisme ini disebut penggeseran. Asal gerak geser ini biasanya bobot
tanahnya itu sendiri. Dalam hal kemiringan yang curam, resiko kehilangan kesetimbangan jenis ini
umumnya lebih tinggi daripada kemiringan yang landai, karena dalam hal yang terakhir ini ketahanan
geser tanah biasanya dapat dipindahkan ke bagian yang lebih memanjang. Permukaan geser di
sepanjangnya terjadi penggeseran dapat memiliki berbagai profil. Pada prakteknya, profil ini
umumnya melengkung. Oleh sebab itu banyak metode perhitungan didasarkan pada permukaan
geser melingkar. Akan tetapi permukaan geser lainnya telah juga diperhatikan, khususnya sebagai
akibat lapisan tanah yang berbeda. Resiko kehilangan-stabilitas akibat penggeseran dapat dikurangi
dengan beberapa cara, misalnya dengan prakonsolidasi tanah-bawahnya, dengan mengurangi sudut
kemiringan, dengan menaikkan lajur-lintang datar bobot-imbang atau dengan menggunakan bahan
ringan untuk timbunan tanah yang di dekatnya. Stabilitas dapat juga ditingkatkan dengan
menurunkan muka air tanahnya.

Stabilitas konstruksi sering dipastikan dengan mengendalikan tegangan dalam tanah, untuk
mencegah terjadinya kegagalan. Kegagalan merupakan fase terakhir perilaku deformasi, ketika
tegangan telah mencapai suatu tingkat di mana deformasi bertambah secara kontinu. Tanpa
kenaikanpeningkatan tegangan yang lebih lanjut, akan tampak tidak cukup daya tahan dalam bentuk
gesekan dan/atau kohesi antara partikel padat struktur butiran untuk mencegahnya bergerak satu
terhadap yang lain; dengan demikian struktur butiran akan bercerai-berai. Tingkat tegangan yang
pada saat itu tanah akan gagal dikenal sebagai kapasitas dukung tertinggi, atau kapasitas dukung
kegagalan.

6-4
stabilitas untuk timbunan tanah di atas gambut dengan menggunakan metode lingkaran
pergeserangelincir ‘Bishop’ suatu faktor kesetimbangan yang sangat rendah ditemukan dalam
sejumlah hal. Ini agaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa hanya parameter kekuatan geser dari
pengujian triaksial yang digunakan yang akibatnya dianggap merupakan penggambaran kekuatan
geser di seluruh permukaan pergeserangelincirnya, taktergantung pada vektor beban setempat.
Parameter kekuatan geser dari pengujian triaksial kemungkinan hanya penggambaran untuk bagian
aktif permukaan pergeserangelincir. Kekuatan geser dalam zona netral dan kemungkinan juga dalam
zona pasif permukaan pergeserangelincir dianggap lebih baik dapat dicatat dengan pengujian geser
sederhana atau langsung dan pengujian pemanjangan triaksial.

6.4 Perpindahan Horisontal

Deformasi horisontal yang besar dalam tanah gambut dapat terjadi sebagai akibat pembangunan
timbunan tanah jalan.

Gambar 6.3 Pelebaran tanggul akan mengimbas gaya-gaya lintang pada tiang pancang.

Program elemen hingga yang terbaru, dengan model Mohr-Coulomb misalnya, telah digunakan.
Masalah yang tersisa dengan model ini ialah bahwa jika deformasi horisontal dipasang untuk
pengukuran deformasi tegak akan terlalu besar (sebesar faktor 2). Model yang lebih canggih,
misalnya model Cam-Clay mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik. Parameter untuk
metode elemen hingga dapat ditentukan dalam berbagai cara, misalnya dengan tabung inklinometer
atau pengujian meter tekanan, pengujian triaksiial laboratorium, korelasi dengan bobot satuan,
pengujian CPT atau oedometer.

6.5 Gesekan KulitFriksi kulit Negatif

Sebagai akibat pemampatan lapisan gambut, gaya-gaya geser tegak dapat mempengaruhi unsur
fondasi seperti dinding ruang bawah tanah atau tiang fondasi. Gesekan kulitFriksi kulit bahan urug
biasanya lebih besar daripada gesekan kulitfriksi kulit lapisan yang sangat termampatkan. Semakin
tebal urugannya, semakin besar gaya tegak keseluruhan pada unsur fondasinya. Gaya ini disebut
gesekan kulitfriksi kulit negatif. Mekanisme ini dapat begitu mengurangi kemampuan dukung fondasi
yang diperbolehkan. Di samping itu, deformasi tambahan pada unsur fondasi dapat memicu
penurunan dan beda penurunan konstruksi yang dipengaruhinya.

6-5
6-6
6.6 Penyempritan

Terdapat keadaan yang di situ kapasitas dukung rendah berada di atas lapisan kukuh dan lapisan
lemahnya mengalami beban tegak, misalnya urugan dengan dimensi horisontal yang terbatas. Dalam
hal demikian lapisan lunak di bagian tengahnya didesak secara horisontal ke arah luar sementara
lapisan yang mengalasinya hanya sedikit terdeformasi. Urugan hanya mengalami penurunan.
Fenomena ini dikenal sebagai penyempritan.

Gambar 6.4 Penyempritan lapisan gambut.

6.7 Pengangkatan

Apabila lapisan gambut kedap dengan kemampauan dukung rendah melapisi lapisan pasir dengan
tekanan air yang relatif tinggi, keadaan takstabil akan terjadi dalam lapisan gambutnya akibat tekanan
air arah ke atas. Suatu fenomena jenis ini dapat teramati secara jelas pada penggalian.

6.8 Mekanisme Lain

Dalam keadaan tertentu, mekanisme lain juga memainkan perannya. Ini termasuk fenomena seperti
instabilitasmikro, penggembungan, erosi bawah-tanah dan erosi. Mekanisme lain ialah pengaruh
tumbuhan dan hewan pada stabilitas strukturnya, seperti pengaruh tumbuhan dan akar kayu atau
akibat yang mungkin yang dibuat oleh lubang yang digali oleh hewan geronggong.

6.9 Struktur Tanah dan Mekanisme Geoteknik

Tabel 6.1 membandingkan struktur tanah yang bersangkutan dengan mekanisme yang diberikan
sebelum ini. Tabel ini belum diakui sebagai yang lengkap; mekanisme yang tidak dicakupkan
mungkin saja sangat penting dalam keadaan tertentu saja.

6-7
Tabel 6.1 Struktur tanah dan mekanisme geoteknik

Mekanisme Tanggung Urugan


Jalan yang diurug
Penurunan x x
Geseran/stabilitas x x
Pengangkatan (x) –
Penyempritan x x
Deformasi horisontal x x
Gesekan kulitFriksi kulit negatif x x

Catatan:
x : mekanisme penting untuk perancangan
(x) : mekanisme yang mungkin penting untuk perancangan
– : mekanisme yang tidak penting untuk perancangan

6-8
6.10 Daftar Acuan

[6.1] CUR, Building on soft soils, design and construction of earth structures both on and into
highly compressible subsoils of low bearing capacity.
[6.2] CUR/TAW, Guide for the design of river dikes, volume-1 upper river areas
[6.3] TAW, Technische Rapport Geotechnische Classifikatie van Veen

6-9
BAB 7 ................................................................................................................................................... 7-1

BAHAN-BAHAN URUGAN.................................................................................................................. 7-1


7.1 PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 7-1
7.2 BAHAN-BAHAN UTAMA .................................................................................................................. 7-1
7.2.1 Pasir .............................................................................................................................. 7-2
7.2.2 Lempung untuk urugan ................................................................................................. 7-3
7.2.3 Lempung sebagai lapisan penutup ............................................................................... 7-3
7.2.4 Tanah-tanah merah ....................................................................................................... 7-5
7.3 BAHAN-BAHAN SEKUNDER............................................................................................................. 7-5
7.4 PERSYARATAN-PERSYARATAN BAHAN URUGAN.............................................................................. 7-6
7.4.1 Bahan-bahan urugan biasa ........................................................................................... 7-6
7.4.2 Bahan-bahan Urugan Terpilih ....................................................................................... 7-7
7.4.3 Uji Bahan-bahan Urugan ............................................................................................... 7-7
7.5 PEMADATAN TANAH ...................................................................................................................... 7-7
7.5.1 Prosedur-prosedur Pengujian Laboratorium ................................................................. 7-8
7.5.2 Pemadatan Lapangan ................................................................................................. 7-10
7.5.3 Uji Kontrol Pemadatan ......................................................................................... 7-107-11
7.6 DAFTAR ACUAN ................................................................................................................... 7-107-13

7-0
BAB 7
BAHAN-BAHAN URUGAN

7.1 Pendahuluan

Di beberapa daerah, kadang-kadang bahan urugan yang sesuai, susah didapatkan secara lokal.
Sebagai contoh di pulau Kalimantan, bahan urugan umumnya didatangkan dari pulau Sulawesi atau
pulau Jawa. Biaya pengiriman bahan tersebut menjadi sangat tinggi bila kita menambahkan biaya
pelayanan fasilitas transportasi yang tidak memadai.

Persoalan tipikal dalam mendapatkan bahan urugan yang sesuai di Kalimantan umumnya adalah
tidak memadainya ketersediaan informasi mengenai keberadaan bahan bangunan di sekitar lokasi
dan tidak memadainya fasilitas pengangkutan bahan bangunan dari sumber bahan bangunan yang
telah diketahui lokasinya menuju lokasi proyek. Kadang-kadang bahkan terjadi biaya pengangkutan
material dari luar pulau lebih murah daripada biaya pengangkutan dalam pulau itu sendiri.

Akan tetapi, di beberapa daerah di Kalimantan dijumpai bahwa volume material pasir tidak cukup
untuk digunakan sebagai bahan dalam pembangunan jalan raya. Informasi yang bermanfaat
mengenai ketersediaan bahan bangunan bisa didapatkan melalui Sistem Inventori Bahan Bangunan
Indonesia yang tersedia di Badan Penelitian dan Pengembangan dan kantor-kantor Pekerjaan Umum.
Bab ini membahas berbagai hal mengenai bahan yang dapat digunakan sebagai bahan urugan.

7.2 Bahan-bahan Utama

Bahan-bahan urugan dapat digunakan untuk berbagai komponen pekerjaan tanah. Setiap komponen
struktur membutuhkan persyaratan khusus dalam hal bahan yang digunakan. Akibatnya berbagai
bahan urugan disesuaikan dengan komponen-komponen struktur secara khusus, tergantung pada
sifat-sifatnya. Komponen-komponen struktur yang sesuai ditunjukkan pada Gambar 7.1. Komponen
struktur didefinisikan sebagai berikut:

 B : Lapisan penyebaran beban atau ‘dasar pasir’;


 O : timbunan, memisahkan antara timbunan bukan struktur (lihat Gambar 7.1 kiri) dan timbunan
struktur (lihat Gambar 7.1 kanan);
 A : Urugan memisahkan antara urugan bukan struktur (lihat Gambar 7.1 kiri) dan struktur (lihat
Gambar 7.1 kanan);
 D : lapisan penutup

Gambar 7.1 Rincian komponen-komponen struktur tanah menurut fungsinya

Penggunaan lapisan penutup tidak umum di Indonesia. Tipe tersebut hanya digunakan bila bahan
urugan adalah pasir. Lapisan penutup bertindak sebagai pelindung erosi dan sebagai lapisan kedap
air. Tipe yang umum ditunjukkan pada Gambar 7.2.

7-1
Gambar 7.2 Rincian komponen-komponen struktur tanah yang umum di Indonesia

Pekerjaan tanah umumnya dihasilkan dengan bantuan bahan-bahan urugan alami seperti tanah
merah, pasir, lempung dan tanah lempung berhumus. Tipe-tipe tanah tersebut kebanyakan terdiri dari
tiga komponen utama: pasir, lanau dan lempung sering bercampur dengan kerikil atau bahan-bahan
organis.

Sistem Klasifikasi Tanah Unified, yang biasanya digunakan di Indonesia, menjelaskan suatu sistem
untuk mengklasifikasi mineral tanah dan tanah-tanah yang mengandung mineral organis untuk tujuan-
tujuan rekayasa yang didasarkan pada harga karakteristik ukuran butir, batas cair, dan indeks
plastisitas yang ditentukan dari pengujian laboratorium. Sistem tersebut membagi tanah dalam tiga
komponen utama yaitu tanah-tanah berbutir kasar (lebih dari 50% ditahan oleh ayakan No. 200),
tanah-tanah berbutir halus (50% atau lebih partikel kasar lolos ayakan No. 200), dan tanah-tanah
organis sangat tinggi, tetapi istilah tanah lempung humus tidak dikenal. Spesifikasi tanah lainnya
dalam proyek jalan raya di Indonesia adalah Spesifikasi Umum Bina Marga Buku 3, yang pada intinya
mengacu pada spesifikasi AASHTO.

Kemampuan kerja tanah-tanah alami tersebut tidak hanya tergantung pada komposisinya tetapi
terutama juga tergantung pada keadaan kadar air, sebagai contoh selama dalam penggalian,
pengangkutan, penyebaran, pemadatan dan sejenisnya. Di banyak negara, ada suatu proses
klasifikasi yang didasarkan pada (a) data tipe tanah (distribusi ukuran butir, batas Atterberg batas-
batas Atterberg, kurva Proctor, uji ekivalensi pasir dan/atau uji metil biru dan (b) kadar air dan
karakteristik cuaca selama proses berlangsung. Spesifikasi uji yang paling sesuai dapat diperoleh dari
Standar 1990.

7.2.1 Pasir

Pasir adalah tipe tanah nonkohesif yang terdiri dari campuran partikel-partikel mineral paling dominan.
Komposisi mineralogi pasir dapat bervariasi menurut tipe, lokasi deposit dan asal geologisnya.

Tidak ada standar khusus untuk bahan atau proses yang diletakkan untuk penerapan bukan struktur.
Standar resmi bahan-bahan dan pelaksanaan untuk penerapan dalam pembangunan diabadikan
dalam Standar 1990 di mana kekhususannya dibuat antara kategori berikut ini:
 Pasir untuk urugan (A) dan peninggian (O) yaitu pasir yang ditempatkan lebih dalam dari 1,0 m di
bawah permukaan bermetal. Persyaratan-persyaratan berikut ini ditujukan untuk pasir tersebut:
 Pasir harus terdiri dari bahan anorganik
 Fraksi bawah 2 mm boleh mengandung maksimum 8% partikel lebih kecil dari 2 m;
 Kandungan partikel kurang dari 63 m diperbolehkan paling banyak 50%;
 Berhubungan dengan kepadatan maksimum Proctor (uji standar), kepadatan harus
dipertahankan pada derajat pemadatan lapangan minimal 93%, sedangkan rata-rata derajat
pemadatan minimal 98%.
 Pasir untuk dasar pasir (B); dasar pasir adalah komponen struktur di mana pasir diproses sampai
kedalaman 1 m di bawah permukaan bermetal. Persyaratan yang lebih keras ditujukan untuk pasir
tipe ini daripada pasir untuk peninggian dan urugan:
 Pasir harus terdiri dari bahan anorganik;
 Fraksi bawah 2 mm boleh mengandung maksimum 15% partikel-partikel kurang dari 63 m;
 Untuk keadaan partikel bawah 63 m mengandung 10-15%, fraksi di bawah 20 m tidak boleh
melebihi 3%;

7-2
 Berhubungan dengan acuan kepadatan Proctor maksimum (uji standar), pasir harus
dipertahankan pada derajat pemadatan lapangan minimal 93%, sedangkan rata-rata derajat
pemadatan minimal 100%.
 Pasir drainase, yaitu pasir dengan fungsi pengeluaranpengeringan air sementara atau permanen.
Persyaratan berikut ini ditujukan untuk pasir tersebut:
 Pasir harus terdiri dari bahan anorganik;
 Kandungan partikel kurang dari 63 m dalam fraksi bawah 2 m tidak boleh melebihi 5%;
 Kehilangan kontakKehilangan berat fraksi tersebut, yang dikoreksi untuk kandungan kalsium
karbonat tidak boleh melebihi 3%;
 Untuk pasir dengan fungsi pengaliran permanen, fraksi yang melebihi 250 m harus minimal
50%.

7.2.2 Lempung untuk urugan

Lempung adalah material yang diendapkan secara alami oleh atau dalam air dan merupakan salah
satu sedimen yang paling halus. Lempung adalah tipe tanah kohesif yang relatif tahan terhadap erosi
dan agak kedap air. Karakteristik lempung terutama ditentukan oleh distribusi ukuran butir dan bahan
komposisi mineralogisnya.
Kadar air cenderungan menjadi faktor yang dominan pada saat bekerja dengan lempung (penggalian,
pengangkutan, penyebaran, pemadatan dsb). Sistem klasifikasi digunakan di banyak negara di mana
konsistensi atau kadar air maksimum yang diperoleh dari uji Proctor dipertimbangkan sebagai acuan.

7.2.3 Lempung sebagai lapisan penutup

Bagian tepi miring badan jalan dan bagian atas pekerjaan tanah cenderung diakhiri dengan
penutupan lapisan permukaan. Komposisi dan moda kerja yang digunakan bahan tersebut tergantung
pada persyaratan-persyaratan fungsi yang ditekankan pada saat pelaksanaan pembangunan untuk
berbagai keadaan. Oleh karena itu ketahanan terhadap erosi sangat penting, tetapi aspek-aspek
permeabilitas, tawar-menawar, kemampuan kerja, rekayasa pertanian mungkin juga penting.
Dari hasil penelitian yang telah dipublikasikan (tahun 1989), lempung cenderung dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga kategori, sebagai acuan terhadap sensitivitas erosi, tergantung pada distribusi ukuran
butir dan batas Atterberg batas-batas Atterberg. Gradasi tersebut diberikan pada Tabel 7.1.
Persyaratan-persyaratan yang disebutkan di sini berhubungan dengan karakteristik plastisitasnya
yang disusun berdasarkan diagram plastisitas seperti terlihat pada Gambar 7.3. Persamaan garis A
atau rumus pada Gambar 7.3 adalah:

Ip = 0.73 * (wL - 20%) [7.1]

di mana: Ip = indeks plastisitas (%), Wl = batas cair (%)

Gambar 7.3 Ketahanan erosi sebagai fungsi karakteristik plastisitas

7-3
Tabel 7.1 Kategori ketahanan erosi untuk lempung yang menggunakan lapisan penutup
Ketahanan erosi keras, jika kesesuaian kemampuan berikut ini terpenuhi:
Batas cair lebih dari 45%
Indeks plastisitas lebih besar dari 0,73 (Wl – 20%) yaitu di atas garis A (lihat Gambar 9.6)
Kandungan pasir di bawah 40%
Ketahanan erosi cukup sampai keras, jika kesesuaian kemampuan berikut ini terpenuhi:
Batas cair lebih dari 45%
Indeks plastisitas = 18%
Kandungan pasir di bawah 40%
Ketahanan erosi jelek, jika berikut ini tidak terpenuhi:
Persyaratan-persyaratan pada kategori 1 atau 2.

Terkecuali oleh kadar pori, permeabilitas lempung terutama ditentukan oleh tipe dan jumlah
kandungan lempungnya. Persentase kandungan lempung adalah 20-35%. Lempung-lempung di
Indonesia umumnya kedap air; pada kasus tersebut kandungan pasirnya tidak lebih dari 40%.
Keretakan akibat hal-hal yang lain, pengaruh atmosfir, sangat menentukan terhadap permeabilitas
penutup lempung. Semakin tinggi kandungan lempung dan bahan-bahan organis, lempung semakin
mudah retak. Oleh karena itu kandungan lempung harus tidak boleh melebihi 25% dan persentase
bahn-bahan organis tidak boleh melebihi 3%.
Kemampuan lalu-lintas dan kemampuan untuk dilalui dari lempung penutup tergantung pada
besarnya pori-pori antara gumpalan-gumpalan lempung yang diterapkan, terlepas dari konsistensi,
paling dominan tergantung pada kandungan udara. Penurunan harga indeks plastisitas dan/atau
pengurangan kadar air akibat pemadatan oleh kendaraan atau rollers seharusnya membantu
memperbaiki kemampuan lalu-lintas dan kemampuan untuk dilalui dengan jalan kaki. Dalam banyak
hal, lempung penutup bertindak sebagai lapisan bawah badan jalan atau penebal bagian tepi jalan.
Akibatnya lempung tidak harus mengadung kapur yang terlalu berat; kadar udara dan kadar air cukup
tinggi. Sebaliknya lempung tidak boleh terlalu lengket; kandungan lempung yang paling baik adalah
sampai 20-25%. Spesifikasi bahan lempung penutup yang digunakan untuk pembangunan tanggul
secara relatif sangat keras terutama untuk ketahanan erosi dan kekedapannya. Untuk kemiringan
tanggul bagian luar memerlukan perhatian yang sangat khusus mengingat tanggul tersebut terpapar
terhadap aliran air sepanjang tanggul, terhadap aliran air hujan atau pengaruh gelombang.
Persyaratan-persyaratan bahan lempung penutup yang ditunjukkan pada Tabel 7.2 untuk bagian luar
tanggul tanggul lebih keras dari pada kemiringan bagian dalam tanggul. Persyaratan-persyaratan
yang diterapkan untuk komposisi lempung penutup ditunjukkan pada Gambar 7.4 dengan segitiga
lempung – lanau – pasir. Persyaratan-persyaratan yang disebut pada tabel 7.2 dan Gambar 7.4
berlaku untuk penutup tanggul; jika diperlukan standar yang lain dapat ditekankan pada inti badan
jalan dan pekerjaan tanah lainnya, tergantung pada kondisi batas yang sesuai.

Tabel 7.2 Standar bahan-bahan yang diterapkan untuk lempung penutup pada tanggul
Parameter Slope luar dan puncak Slope dalam Satuan
Persentase lempung min. 20 min. 15 %
(fraksi butiran < m) max. 40 max. 40 %
Persentase pasir max. 35 max. 40 %
(fraksi butiran < m)
Persentase bahan organis max. 4 max. 4 %
Kandungan CaCO3 max. 25 max. 25 %
Kandungan garam NaCl dalam < 4 <4 gr/l
campuran tanah
1)
ESP < 15 < 15 %
Batas cair Wl > 45 tidak ada standar %
Indeks plastistisitas Ip > 0,73 (Wl – 20%) > 0,73 (Wl – 20%) %
dan > 18
1)
ESP = Persentase Sodium yang dapat tertukar (Exchangeable Sodium Percentage)
2)
Lihat Gambar 7.4

7-4
Gambar 7.4 Persyaratan komposisi yang diterapkan untuk lempung penutup pada tanggul
sungai

Ketahanan erosi umumnya memegang peranan yang penting di mana khususnya gelombang pada
genangan eksternal slope tanggul terjadi. Pada inti jalan dan pekerjaan tanah lainnya, perlindungan
yang sederhana terhadap erosi air hujan dan angin diperlukan. Keberadaan rumput penutup biasanya
sudah cukup untuk maksud tersebut; rumput penutup yang tumbuh berlebihan atau tanah berumput
yang menutup slope dan tanggul biasanya hanya menjadikan pasir berhumus.

Dari detil yang telah disebutkan di atas, jelas bahwa berbagai persyaratan untuk lempung penutup
tidak selalu sama, bahkan tidak juga dalam satu penerapan khusus. Akibatnya timbul pertanyaan
persyaratan-persyaratan mana yang diambil sebagai panutan untuk dibahas; selanjutnya standar-
standar bahan yang sesuai dapat dirancang. Standar-standar yang berhubungan dengan lempung
penutup memerlukan tipe lempung yang sesuai untuk bisa dipadatkan setepat mungkin.

7.2.4 Tanah-tanah merah

Tanah-tanah merah telah banyak digunakan sebagai bahan urugan badan jalan. Material tersebut
menunjukkan beberapa perilaku yang tidak standar karena sensitifitasnya terhadap suhu serta
susunan struktur tanah akibat cara penanganan dan pemadatan. Namun demikian, tanah tersebut
umumnya cocok untuk bahan-bahan urugan.

7.3 Bahan-bahan Sekunder

Istilah ‘Bahan-bahan Sekunder’ umumnya berhubungan dengan kategori bahan sisa-sisa yang
terproses atau tidak terproses yang digunakan dalam pekerjaan, pembangunan jalan dan struktur
hidrolik sebagai alternatif dari bahan-bahan utama, tidak seperti yang terakhir ini adalah bahan-bahan
sekunder yang sedang digali khususnya untuk pekerjaan tanah, pembangunan jalan, dan struktur

7-5
hidrolik. Lebih dari satu dekade terakhir, penggalian bahan-bahan utama telah menjadi persoalan.
Sisa-sisa pekerjaan yang menggunakan kerikil, cekungan lempung, lokasi pengambilan pasir plus
sisa buangan dengan jumlah yang besar dan pengurangan bahan-bahan baku utama telah
menumbuhkan alasan untuk mencari material-material alternatif. Selanjutnya, berkembangnya
sejumlah sisa bahan dan residu industri menyebabkan bertambahnya persoalan.
Dalam menyampaikan istilah ‘Bahan-bahan sekunder’ kita seharusnya menafsirkan arti sebagai
‘bahan utama kelas kedua’; penunjukan ‘sekunder’ intinya digunakan sebagai pembeda dari istilah
‘utama’. Penggunaan bahan-bahan kelas dua juga berpengaruh terhadap persoalan bahan buangan;
semakin bagus pemanfaatan bahan, semakin sedikit sampah dan residu yang dibuang. Secara
alamiah, bahan-bahan kelas dua perlu mengikuti sejumlah persyaratan-persyaratan sebelum bahan-
bahan tersebut dipertimbangkan untuk digunakan sebagai bahan bangunan, terlepas dari persyaratan
pembangunannya, ekologi dan lingkungan, ada pertimbangan-pertimbangan ketersediaan, kualitas
dan biaya. Bahan-bahan kelas dua dapat diklasifikasikan dalam:
 Bahan-bahan alami kelas dua yang dihasilkan selama pembangunan pekerjaan rekayasa teknik
sipil tetapi bukan akibat penyesuaian terhadap persyaratan-persyaratan bahan
 Tipe-tipe residu batuan yang terproses atau tak terproses yang berasal dari pelaksanaan
pembangunan dan pekerjaan rekayasa teknik sipil lainnya seperti butiran beton, butiran
bangunan, butiran campuran, pasir saringan dan aspal bekas;
 Sisa-sisa pembakaran dari batubara seperti abu batubara, abu terbang atau abu sisa sampah
rumah tangga, seperti terak pembakaran, seperti abu dari batubara yang dioperasikan dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap.
 Residu dari produksi baja seperti kerak pembakaran, kerak pengudaraan, kerak pospor, kerak
bijih besi, dan sejenisnya; umumnya bahan-bahan ini telah digunakan untuk beberapa saat dalam
pekerjaan tanah, pembangunan jalan dan rekayasa hidrolik.

7.4 Persyaratan-persyaratan Bahan Urugan

Spesifikasi bahan urugan diatur menurut Spesifikasi Umum Bina Marga.

7.4.1 Bahan-bahan urugan biasa

Bahan urugan tersebut adalah tanah galian dengan persyaratan sebagai berikut:
Plastisitas rendah (tidak termasuk dalam A-7-6 menurut AASHTO M-145) yaitu PI dan LL sebesar 41
dan 11.
CBR > 6% dengan waktu perendaman dalam air selama 4 hari setelah dipadatkan 100% dari dmax
menurut AASHTO T-193. Sifat tanah tidak terlalu mengembang (aktifitas, AC >1,25). Menurut
Skempton klasifikasi tanah mengembang sebagai berikut:

Tabel 7.3
Aktifitas, AC Tingkat Aktifitas Potensi untuk Mengembang
< 0,75 Tidak aktif Rendah
0,75 < AC < 1,25 Normal Sedang
> 1,25 Aktif Tinggi

IP
Di mana AC = [7.2]
ClayFraction

Menurut AASHTO T-258

Tabel 7.4
Derajat Pengembangan LL nat (hisapan air)
Tinggi > 60 >4
Rata-rata 50 – 60 1,5 – 4
Rendah < 50 < 1,5

7-6
7.4.2 Bahan-bahan Urugan Terpilih

Bahan-bahan urugan terpilih terdiri dari tanah yang memenuhi persyaratan bahan-bahan urugan biasa
dan memiliki tambahan kriteria sebagai berikut:
CBR > 6% waktu perendaman dalam air selama 4 hari setelah dipadatkan 100% dari dmax menurut
AASHTO T-99.
Jika pemadatan di lapangan pada kondisi jenuh atau banjir, bahan-bahan urugan terpilih hrus nerupa
pasir atau tanah berbutir lainnya yang bersih dengan IP max 6%.

7.4.3 Uji Bahan-bahan Urugan

Menurut spesifikasi yang disebut di atas, pengujian-pengujian yang diperlukan untuk dilaksanakan
dalam rangka mencari bahan-bahan urugan tersebut adalah:
 Distribusi ukuran partikel (SNI 03-3423-1994)
 Batas plastis (SNI 03-1966-1990)
 Batas cair (SNI 03-1967-1990)
 Pemadatan (ASTM D-698 atau ASTM D-1557)
 CBR (California Bearing Ratio (ASTM D-1883)
 PH (ASTM D 49729-1998)

7.5 Pemadatan Tanah

Tanah lepas harus dipadatkan untuk meningkatkan berat volumenya dalam pelaksanaan
pembangunan badan jalan raya, timbunan tanah, dan banyak struktur rekayasa lainnya. Pemadatan
menaikkan karakteristik kekuatan tanah, oleh sebab itu daya dukung pondasi yang dibangun di atas
tersebut juga akan naik. Pemadatan juga mengurangi penurunan struktur yang tidak diinginkan dan
meningkatkan stabilitas kemiringan badan jalan, selanjutnya pemadatan mengurangi permeabilitas
dalam rangka mengurangi air yang hilang dari tandon air dan saluran, untuk mengontrol perubahan
volume (mengembang dan menyusut), mengurangi potensi likuifaksi dalam hal pembebanan dinamis
waktu singkat dan meningkatkan sifat-sifat rekayasa lainnya.
Insinyur tanah harus memilih detil proses pemadatan yang sesuai untuk memberikan optimum sifat-
sifat rekayasa yang dimaksudkan dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan
biaya yang paling minimal. Agar dapat menentukan pemilihan tersebut, ia harus mengetahui
hubungan antara sifat-sifat tanah dan detil peruntukan tanah-tanah tersebut. Informasi-informasi
tersebut diperoleh dari hasil uji laboratorium dan uji lapangan.
Uji pemadatan laboratorium dilaksanakan terutama karena biayanya lebih murah dan pelaksanaannya
lebih cepat dibandingkan dengan melaksanakan uji pemadatan di lapangan. Ada beberapa tipe uji
laboratorium, masing-masing dipilih dengan maksud untuk menyamakan beberapa tipe pemadatan
lapangan. Tipe uji pemadatan yang paling tua dan umum digunakan adalah dengan menempatkan
sampel tanah ke dalam cetakan tabung besi (mould) dan selanjutnya menjatuhkan sebuah martil pada
sampel tanah dari ketinggian tertentu sebanyak yang telah ditentukan. Tipe pengujian ini sering
disebut uji pemadatan dinamis.
Dalam rekayasa tanah, strategi yang dikembangkan untuk mengoptimalkan proses pemadatan
mungkin termasuk beberapa atau semua dari langkah-langkah berikut ini:
 Dalam hal urugan yang dilakukan oleh manusia, tentukan kondisi peruntukan (kadar air,
kepadatan, kedalaman lapisan dsb).
 Pilih peralatan yang sesuai (mesin gilas, pemadat getar, mesin pemadat tumbuk) dan metode
pelaksanaan (jumlah lintasan, pola tumbukan dsb).
 Tentukan prosedur pengendalian yang sesuai dan cukup (tipe dan jumlah pengujian, evaluasi
statistik dsb).
Sebagai tambahan untuk program pelaksanaan pemadatan, yang terpenting untuk selalu diingat,
adalah untuk kondisi lapangan dengan kondisi tanah lunak diperlukan pemadatan secara pelan-pelan
sampai kepadatannya tercapai; hal ini mungkin memerlukan perancah untuk tempat kerja pada tanah
yang sedang distabilkan atau menggunakan geotextile atau geogrid.

7-7
7.5.1 Prosedur-prosedur Pengujian Laboratorium

Bila sedikit air ditambahkan ke tanah yang akan dipadatkan oleh sejumlah energi tertentu, maka tanah
akan dipadatkan sampai pada berat volume tertentu pula. Bila kadar air tanah yang sama pelan-pelan
ditambah dan pemadatan dilakukan dengan cara yang sama pula, maka berat volume kering tanah
tersebut pelan-pelan akan naik. Hal ini terjadi karena air akan berperan sebagai minyak pelumas
(pelicin) antara partikel-partikel tanah; dan dengan pemadatan hal ini akan membantu penempatan
kembali partikel-partikel padat ke dalam posisi yang lebih rapat. KenaikanPeningkatan berat volume
kering dan kenaikanpeningkatan kadar air pada tanah tersebut akan mencapai harga batas. Setelah
melampaui batas harga tersebut, penambahan air akan mengakibatkan penurunan berat volume
kering tanah tersebut. Kadar air di mana berat volume kering mencapai harga maksimum disebut
sebagai kadar air optimum.
Pengujian-pengujian standar laboratorium yang digunakan untuk evaluasi berat volume kering dan
kadar air optimum untuk berbagai tanah adalah (a) Uji Proctor standar [ASTM designation D698;
Judul: Moisture Density Relation of Soils and Soil-Aggregate Mixtures Using 5.5 lb (2.49 kg) Rammer
and 12 in. (305 m) Drop] (b) Uji Proctor Modifikasi [ASTM designation D-1557; Judul: Moisture Density
Relations of Sils and Soil-Aggregate Mixtures Using 10 lb (4.54 kg) Rammer and 18 in. (457 mm)
-3
Drop]. Kedua uji tersebut dilaksanakan dalam suatu tabung besicetakan dengan volume 0,994 x 10
3 3
m (1/30 ft ). Tanah dipadatkan dalam beberapa lapis dengan sebuah martil. Kadar air tanah ()
diubah, dan berat volume kering akibat pemadatan dan kadar air optimum yang berhubungan
ditentukan dengan menggambar sebuah grafik d pada ordinat dan  (%) pada absisnya. Spesifikasi
standar untuk dua tipe uji Proctor tersebut diberikan pada Tabel 7.5.

Gambar 7.5 menunjukkan plot d dan  (%) untuk suatu tanah lanau berlempung yang diperoleh dari
uji Proctor standar dan modifikasinya. Dari gambar ini, dapat dilakukan pengamatan sebagai berikut.
- Berat volume kering maksimum dan kadar air optimum tergantung pada tingkat energi pemadatan.
- Semakin tinggi energi pemadatan, semakin tinggi pula berat volume kering maksimalnya.
- Semakin tinggi energi pemadatan, semakin rendah kadar airnya.

Tidak ada bagian dari kurva pemadatan yang terletak di sebelah kanan dari garis pori–udara-nol
(zero-air-void). Pori-udara-nol berat volume kering (zav) pada kadar air tertentu adalah harga
maksimum teoritis dari d, yang berarti bahwa semua ruang pori tanah yang terpadatkan terisi oleh air.
Hal ini dapat diberikan dengan persamaan berikut.

w
 zav  [ 7.3]
1

Gs

di mana: w = berat volume air


Gs = berat jenis padatan tanah
 = kadar air

Harga-harga berat volume kering maksimum pemadatan dan kadar air optimum yang berhubungan
dengan berat volume tersebut akan bervariasi untuk masing-masing tanah.

Tabel 7.5 Spesifikasi Uji Proctor Standar dan Modifikasinya


Spesifikasi
No Keterangan Proctor Standar Proctor Modifikasi
-3 3 3 -3 3 3
1 Volume tabung 0,944 x 10 m (1/30 ft ) 0,944 x 10 m (1/30 ft )
2 besicetakan 2,495 kg (5,5 lb) 4,536 kg (10 lb)
3 Masa martil 304,8 mm (12 in) 457 mm (18 in)
4 Tinggi jatuh martil 25 25
Jumlah pukulan martil
5 per lapisan tanah 3 5
3 3 3 3
6 Jumlah lapis pemadatan 593 kilojoule/m (12,375 ft-lb/ft ) 593 kilojoule/m (12,375 ft-lb/ft )
Energi pemadatan

7-8
Gambar 7.5 Kurva Pemadatan beberapa tipe tanah

Dengan menggunakan hasil pemadatan laboratorium (d dan ), spesifikasi pemadatan dapat ditulis
untuk pemadatan tanah yang telah ditentukan di lapangan. Dalam banyak hal, kontraktor diminta
untuk memenuhi kepadatan relatif sebesar 90% atau lebih atas dasar uji laboratorium secara khusus
(yaitu uji pemadatan Proctor standar atau modifikasinya). Pemadatan Relatif (RC) didefinisikan
sebagai berikut:

 d ( field )
RC  [7.4]
 d (max)

Untuk tanah berbutir di lapangan, derajat pemadatan sering diukur dalam bentuk densitasberat isi
curah relatif

 d  d (min)   d (max)
Dr    [7.5]
  d (max)  d (min)  d
Dengan membandingkan persamaan untuk densitasberat isi curah relatif dan pemadatan relatif, dapat
dilihat bahwa:

A
RC  [7.6]
1  D r (1  A)

di mana

 d (min)
A [7.7]
 d (max)

7-9
Lee dan Singh (1971) telah mempelajari 47 tipe tanah yang berbeda, dan berdasarkan hal tersebut,
mereka telah memberikan hubungan berikut ini:

(RC  80)
D r (%)  [7.8]
0.2

7.5.2 Pemadatan Lapangan

Deposit-deposit tanah yang ada dapat digilas dengan mesin pemadat untuk merapatkannya.
Pemadatan tanah di tempat umumnya terbatas pada bagian atas tanah dasar setebal kurang lebih
satu kaki sebelum penempatan urugan atau pemadatan pasir. Kadang-kadang pasir dapat dipadatkan
menggunakan mesin gilas sampai kedalaman 3 sampai 6 ft. Akan tetapi kebanyakan pemadatan
dilakukan untuk tanah urugan lapis demi lapis.
Proses pemadatan di lapangan mencakup salah satu atau semua langkah berikut ini:
 Pilih lokasi bahan galian tanah
 Angkut tanah dari lokasi galian, dan tebarkan di lokasi pemadatan.
 Tebarkan tanah lapis demi lapis, ketebalan masing-masing lapisan bervariasi dari beberapa inci
mungkin sampai 2 ft tergantung pada tipe tanah dan alat pemadatnya.
 Setelah kadar air tanah yang dipadatkan diketahui, turunkan kadar airnya sedikit demi sedikit
dengan pengeringan atau angkat dengan menambah air.
 Campur tanah yang telah dituang agar tercapai keseragaman dan pecahkan gumpalan tanah
yang ada.
 Gilas tanah sesuai dengan prosedur yang telah dispesifikasikan sampai sifat-sifat yang telah
ditentukan tercapai.
Detil proses pemadatan dan peralatan yang digunakan untuk masing-masing langkah telah tersedia
dan dilakukan untuk pekerjaan khusus.
Dalam paruh pertama abad ke-20 ini, telah dibuat perkembangan yang spektakuler dalam hal ukuran
dan tipe daripada alat-alat pemadatan lapangan. Berat alat pemadat yang tersedia bertumbuh dari
kira-kira 5000 lb sampai 400.000 lb.
Tipe-tipe utama alat pemadat adalah mesin gilas roda halus, mesin gilas roda karet, mesin gilas
tumbuk dan mesin gilas getar.

7.5.2.1 Mesin gilas Statis


Mesin gilas dengan roda halus adalah mesin untuk menghasilkan getaran vertikal selama
pemadatan. Mesin gilas dengan roda halus sesuai untuk penggilasan ulang tanah dasar dan untuk
pekerjaan akhir urugan dengan tanah berpasir atau berlempung. Mesin-mesin itu memberikan 100%
liputan di bawah roda, dan tekanan sentuh sampai setinggi 300 – 400 kN/m ( 45 – 60 lb/in ). Akan
2 2

tetapi mereka tidak menghasilkan berat volume pemadatan yang seragam saat digunakan pada
lapisan yang tebal.

Mesin gilas dengan roda karet bertekanan udara dalam banyak hal lebih baik daripada mesin gilas
roda halus. Mesin gilas dengan kapasitas berat sampai 2000 kN (450 kips) ini terdiri dari kendaraan
wagon dengan pembebanan sangat berat yang dilengkapi dengan roda karet pada beberapa baris.
Roda-roda karet berjumlah empat sampai enam dalam satu baris dipasang sangat rapat. Tekanan
sentuh di bawah roda-roda karet ini mencapai 600 – 700 kN/m ( 85 – 100 lb/in )., dan mereka
2 2

menghasilkan liputan kira-kira 70 – 80%. Mesin gilas dengan tekanan udara ini dapat digunakan untuk
pemadatan tanah berpasir dan tanah berlempung. Mesin-mesin gilas ini menghasilkan suatu
kombinasi tekanan dan peremasan.

Mesin gilas tumbuk prinsipnya terdiri dari drum dengan sejumlah penonjolan pada rodanya. Luas
2
setiap tonjolan kira-kira 25-85 cm . Mesin gilas ini paling efektif untuk pemadatan tanah kohesif.
2
Tekanan sentuh di bawah tonjolan-tonjolan ini berkisar dari 1500 sampai 7500 kN/m ( 215-1090
2
lb/in ). Selama proses pemadatan di lapangan, lintasan awal memadatkan bagian bawah pengangkat.
Selanjutnya pemadatan dihasilkan pada bagian tengah dan atas pengangkat.

7-10
Mesin gilas berkisi. Mesin gilas berkisi memiliki drum yang menutup atau terdiri dari kisi-kisi baja
yang berat. Mesin gilas ini menghasilkan tekanan sentuh yang tinggi; mesin ini juga mencegah
deformasi geser yang berlebihan akibat gelombang plastik di depan penggilas. Mesin gilas berkisi-kisi
cocok untuk memadatkan batuan yang telah lapuk, seperti batu pasir, dengan memecahkan atau
mengatur kembali partikel-partikel kerikil dan partikel batuan bulat-bulat. Akan tetapi, tanah
berlempung mungkin menghambat kisi-kisi dan membuatnya tidak efektif. Kecepatan operasi yang
relatif tinggi sangat membantu dalam pemecahan material, sedangkan kecepatan rendah
menghasilkan pengaruh pemadatan yang baik.

7.5.2.2 Peralatan Bergetar dan Kejut


Alat tumbuk, alat pemampat, dan pemadat dari pelat. Alat tumbuk getar atau alat pemampat dan
pemadat dengan pelat getar digunakan di daerah termampatkan seperti urugan dalam selokan,
sekitar pipa, dan urugan di belakang dinding penahan tanah dan abutmen jembatan. Alat tumbuk
mungkin memiliki panjang pukulan sebesar 30 sampai 70 mm dan oleh karena itu hanya bekerja pada
prinsip kejut. Pemadat dengan pelat memiliki amplitudo getaran yang lebih kecil dan untuk berat yang
sama, kurang efisien pada tanah dengan kedalaman. Dengan mengubah posisi rotasi pemberat, gaya
pemadat dapat disesuaikan dan pemadat dengan pelat dapat digerakkan ke depan dan ke belakang.
Mesin gilas bergetar cukup efisien untuk pemadatan tanah-tanah granular. Penggetar dapat
dipasang pada roda yang halus, roda karet bertekanan udara, atau mesin gilas tumbuk untuk
menyebarkan getaran ke tanah pada saat pemadatan.
Mesin gilas kejut terdiri dari massa nonsirkular yang ditarik sepanjang permukaan tanah. Pada saat
pusatnya diangkat dan dijatuhkan, massa yang dimilikinya menyebarkan gaya kejut yang tinggi yang
menyebabkan pemadatan tanah. Clifford (1980) menjelaskan tipe baru dari mesin gilas kejut yang
dikembangkan di Afrika Selatan. Alat tersebut terdiri dari mesin gilas “bujur sangkar” setebal 1,5 m
dengan ujung-ujung dibulatkan. Alat tersebut cocok untuk pemadatan tanah alami dan urugan. Karena
mesin gilas kejut meninggalkan permukaan yang tidak rata, disarankan bahwa alat ini digunakan
dalam proyek pemadatan tanah dasar dan urugan tanah, dan jangan untuk pekerjaan permukaan .

7.5.3 Uji Kontrol Pemadatan


Kontrol pemadatan di lapangan oleh teknisi tanah sangat penting untuk mendapatkan sifat-sifat tanah
yang dimaksudkan dan khususnya untuk mendapatkan bahan-bahan yang seragam. Teknisi dapat
melakukan pengukuran densitasberat isi curah, kadar air dan karakteristik klasifikasi untuk beberapa
angka yang telah diberikan tergantung dari situasi, umumnya berdasarkan beberapa pengujian per
3
volume urugan yang telah dilakukan, misalnya satu set uji lapangan per 5000 yd urugan yang telah
ditempatkan. Kontrol lapangan bisa juga didasarkan pada kekuatan geser di lapangan atau sifat-sifat
rekayasa lainnya.

7.5.3.1 Metode Pasir KerucutKonus


Metode pasir kerucutkonus adalah cara tradisional untuk mengecek apakah kepadatan dan kadar air
di lapangan telah memenuhi spesifikasi uji tanah yang telah terpadatkan di lapangan. Sampel tanah
pada lapisan yang telah terpadatkan digali dan ditimbang. Selanjutnya tanah kerapkali dikeringkan
dengan oven dan ditimbang lagi. Kadar air di lapangan selanjutnya dapat ditentukan. Agak susah
untuk mengukur volume lubang galian.
Salah satu cara menentukan volume sampel tanah adalah dengan mengisi lubang dengan pasir
seragam yang terpilih, di mana berat volume keringnya ditentukan dengan uji kalibrasi. Pasir yang
digunakan untuk mengisi lubang ditimbang dan volumenya dihitung; angka-angka tersebut, bersama-
sama dengan berat sampel tanah yang dipadatkan dan kadar airnya, digunakan untuk menentukan
densitasberat isi curah kering di lapangan. Prosedur ini dijelaskan dalam ASTM designation D-1556.

7.5.3.2 Metode Balon Karet


Cara lain menentukan volume lubang di mana sampel tanah yang telah dipadatkan diambil adalah
dengan sebuah membran karet atau plastik.
Prosedur metode balon karet mirip dengan metode pasir kerucutkonus, di mana lubang uji dibuat dan
berat air dalam tanah yang dipindahkan dari lubang dan kadar airnya ditentukan. Selanjutnya, volume
lubang ditentukan dengan memasukkan ke dalam lubang itu, sebuah balon karet yang diisi dengan air
dari bejana yang sudah dikalibrasi.

7-11
7-12
7.5.3.3 Meter DensitasBerat isi curah dengan Nuklir
Meter densitasberat isi curah dengan nuklir (Nuclear Density Meter) sekarang digunakan di beberapa
proyek besar untuk menentukan berat volume tanah kering yang telah dipadatkan. Meter
densitasberat isi curah beroperasi baik di dalam lubang yang telah digali atau di permukaan tanah.
Instrumen tersebut mengukur berat basah tanah per satuan volume dan juga berat air yang ada
dalam satu satuan volume tanah. Berat volume kering tanah yang telah dipadatkan dapat ditentukan
dengan mengurangi berat air dari berat volume basah tanah.

7-13
7.6 Daftar Acuan

[7.1] Braja M. Das, Principle of Foundation Engineering, Second Edition, 1990.

[7.2] Braja M. Das, Principle of Geotechnical Engineering.

[7.3] Centre of Civil Engineering Research and Codes (CUR), Buildings of Soft Soils.

[7.4] Manfred R. Hausmann, Engineering Principles of Ground Modification.

7-14
BAB 8 ................................................................................................................................................... 8-1

PENYELIDIKAN TANAH DAN PENENTUAN PARAMETER .............................................................. 8-1


8.1 PENYELIDIKAN TANAH ............................................................................................................. 8-1
8.1.1 Umum ............................................................................................................................. 8-1
8.1.2 Proses Penyelidikan Tanah ............................................................................................ 8-1
8.1.3 Pendekatan Penyelidikan Tanah .................................................................................... 8-4
8.2 PENENTUAN PARAMETER.................................................................................................... 8-58-6
8.2.1 Definisi Masalah ......................................................................................................... 8-58-6
8.2.2 Penentuan Parameter dari Pengujian Lapangan dan Laboratorium.......................... 8-58-8
8.2.3 Persyaratan Khusus untuk Penentuan Parameter Gambut ....................................... 8-58-9
8.3 PENENTUAN STRATIFIKASI TANAH ..................................................................................... 8-58-10
8.4 PENGUKURAN PARAS AIR-TANAH DAN PARAS PIEZOMETRIK ............................................... 8-58-13
8.5 ACUAN ............................................................................................................................. 8-58-15

8-0
BAB 8
PENYELIDIKAN TANAH DAN PENENTUAN PARAMETER

8.1 Penyelidikan Tanah

8.1.1 Umum

Penyelidikan tanah pada deposit gambut melibatkan pengujian lapangan seperti pengujian
permeabilitas, pengujian kekuatan, pengujian pembebanan, dan juga pengeboran, pendugaan-dalam,
dan pengambilan contoh. Rincian dan metode penyelidikan tanah tergantung pada jenis dan lingkup
fasilitas yang akan dibangun. Tingkat dan metode penyelidikan untuk berbagai langkah pelaksanaan
proyek, misalnya kajian permeabilitas, perancangan perencanaan, konstruksi dan pemeliharaan juga
akan berbeda. Bab ini terutama menyangkut penyelidikan tanah untuk perencanaan dan
perancangan. Terdapat beberapa perbedaan besar dalam metode penyelidikan yang dilakukan untuk
gambut dan untuk lapisan-bawah permukaan lunak lainnya. Eksplorasi lapisan-bawah permukaan
gambut lunak kadang-kadang perlu menggunakan alat khusus. Banyak prosedur standar untuk
lapisan-bawah permukaan lunak lainnya telah juga digunakan untuk lapisan-bawah permukaan
gambut, dan akan tetapi di Indonesia gambut, khususnya gambut dengan kadar serat kandungan
serat tinggi. Jadi, kita harus ekstra hati-hati dalam menentukan metode penyelidikan yang sesuai dan
penanganan pengambilan contohnya.

8.1.2 Proses Penyelidikan Tanah

Prakiraan perilaku tanah biasanya membutuhkan perhitungan mekanika tanah. Perhitungan ini
umumnya membutuhkan penyajian berupa diagram. Tempat berbagai lapisan tanah, tekanan air, dan
parameter yang berkaitan perlu diidentifikasi oleh penyelidikan tanah. Pasal ini berkenaan dengan
cara-cara dari mana data ini dapat ditentukan. Dalam urutan penyajiannya, data ini masing-masing
ialah:
• Penggunaan bank data pusat-data dan peta geoteknik
• Penentuan struktur tanah
• Pengukuran paras air tanah dan tekanan piezometrik
• Pengambilan contoh
• Penentuan parameter
• Penyajian data penyelidikan tanah.

Nanti, suatu pendekatan akan dibahas untuk penyelidikan tanah, yang menggabungkan urutan
tahapannya, lingkup dan biaya, ditambah penggunaan geo-statistika.

Nilai yang diberikan untuk berbagai teknik penyelidikan untuk kemampu-gunaannya, biaya relatif
terhadap besarnya informasi yang dipasok, akurasi ketelitian pengukuran, keandalan parameter yang
bersangkutan dan kepekaan hasil atas mutu pelaksanaan, harus dianggap sebagai pertanda saja.

Penelitian Arsip dan Kajian Kepustakaan.


Sebelum memulai pelaksanaan penyelidikan lapangan, sebanyak mungkin informasi tentang
lapangan dan tanah yang bersangkutan harus dikumpulkan. Tidak saja data tentang keadaan
lapangan terakhir tetapi sejarah massa lalunya juga bermanfaat. Informasi demikian dapat sangat
bermanfaat untuk menyusun rencana program penyelidikannya.

Data geologis, geoteknik, geohidrologis dan historis regional dapat diperoleh dari jawatan tertentu
seperti Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral di Bandung, Bakosurtanal, Pusdata PU atau
jawatan penelitian lainnya; semuanya sering memiliki informasi yang sangat bernilai dalam kaitannya
dengan proyek dimaksud. Tinjauan singkat data yang ada diberikan dalam Tabel 8.1.

8-1
Kunjungan ke lapangan.
Keadaan tanah di sepanjang jalan raya harus dibuat dalam derajat kerincian yang beragam selama
proses perencanaan dan perancangan. Karena sering tidak memungkinkan melakukan pendugaan-
dalam dan pengeboran di-tempat selama penyelidikan pendahuluan yang dilakukan sebelum rute jalan
telah ditetapkan, informasi tanah yang diperlukan ditafsirkan secara taklangsung dari kunjungan ke
lapangan, dokumen yang ada tentang konstanta tanah jarang ditemukan langsung.

Kunjungan ke lapangan haruslah didasarkan pada maksud resmi; dengan kata lain, untuk
menentukan sifat dan jangkauan daerah satuan geologis utama, untuk memperoleh penghayatan atas
karakteristik tekniknya dan untuk mengembangkan daerah lapangan atau rincian geologis daerah-
lapangan. Aspek sangat penting lainnya ialah untuk menemukan cacat informasi yang fatal yang akan
membatasi pembuatan tapak atau menaikkan biaya konstruksi hingga ke tingkat yang takdiizinkan dan
untuk menentukan sifat dan kemampu-aksesan eksplorasi lapisan bawah tanah.

8-2
Tabel 8.1 Tinjauan singkat data yang tersedia

Sumber Skala Data berkenaan dengan Penerbit


an
Lapangan:
– Pemeriksaan Tidak berlaku Berbagai aspek
– Foto udara 1:20 000 Jaringan pipa, saluran
– Peta/gambar lama Bermacam-macam Jenis fondasi
– Peta topografi 1:10 000 – 1:250 000 Data lapisan atas
– Peta dasar skala 1:1 000 – 1:5 000 Informasi lapangan
besar 1:50 000 Luas permukaan tanah
– Peta geomorfologis

Struktur tanah: 1:100 000 atau kurang Moda formasi dan struktur
– Peta geologi lapisan yang lebih dalam

Air (tanah): 1:250 000 Tebal/permeabilitas lapisan dan


– Peta geohidrologi kenaikanpeningkatan melalui
lapisan
Manajemen air

Paras air dan kedalaman air


Tebal/permeabilitas lapisan dan
kenaikanpeningkatan melalui
Tidak berlaku lapisan
Pengalaman sekitar
Penurunan, tekanan air,
kemiringan timbunan tanah dan
diagram pengangkatan

Hasil akhir kunjungan ke lapangan ialah:


• Kompilasi peta geologis pendahuluan tentang keadaan geologis yang diduga di seluruh daerah
yang berkepentingan.
• Lingkup kegiatan eksplorasi lapangan yang diduga dan pengujian lapangan serta laboratorium
dan juga tempatnya yang akan memenuhi persyaratan perancangan.
• Cara-cara untuk melakukan penjelasan singkat tentang keadaan geoteknik untuk proses
perencanaan dan perancangannya.

Informasi atau data faktual, sehubungan dengan analisis pertimbangan geologis atau teknik,
merupakan dasar untuk informasi geoteknik tafsiran. Sebagaimana yang dinyatakan sebelum ini,
terdapat bagan atau perbedaan opini tentang pembagian garis antara kenyataan dan tafsiran. Butir-
butir yang berupa informasi tafsiran yang disajikan dalam pasal ini dianggap membutuhkan penilaian
atau penafsiran profesional yang meluas hingga di luar penggunaan sederhana teknik-teknik atau
prosedur yang telah dibakukan.

Butir-butir umum yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kedudukan dan prioritas eksplorasi
mencakup yang berikut ini:
• Tempat-tempat utama untuk memperjelas penafsiran geologis tentang lapangan sebagai
keseluruhan.
• Tempat-tempat utama yang dapat menyebabkan relokasi atau pengulang-rancangan
penyebarisan.
• Pemotongan dalam dan tinggi timbunan tanah.
• Daerah kesulitan teknik atau permukan tanah yang rumit.
• Metode penyelidikan yang lebih murah umumnya harus digunakan terlebih dulu. Metode ini dapat
saja memberikan informasi yang cukup, dan akan memperlihatkan di mana penyelidikan yang
lebih rinci dan lebih mahal mungkin dibutuhkan.
• Dalam daerah-daerah kegiatan konstruksi yang padat, rumit atau mahal, perlu melakukan metode
eksplorasi yang sangat canggih dan mahal yang mencakup pengeboran horisontal.

8-3
Keperluan pengujian laboratorium ialah untuk memberikan data dasar yang akan menggolongkan
tanah dan untuk secara kualitatif menilai sifat-sifat teknik tanah-tanah tersebut. Pengujian laboratorium
harus dilakukan secara cermat dengan mengikuti prosedur pengujian yang sesuai untuk tanah yang
bersangkutan dan informasi yang diinginkan. Pengujian laboratorium tanah dapat dikelompokkan ke
dalam dua kelas umum:
• Pengujian penggolongan: dapat dilaksanakan pada contoh yang telah terganggu atau yang masih
utuh.
• Pengujian kuantitatif: untuk konduktivitas hidraulik (permeabilitas), kemampu-mapatan dan
kekuatan geser. Pengujian ini umumnya dilakukan pada contoh yang masih utuh, kecuali untuk
bahan yang akan ditempatkan sebagai urugan atau bahan terkendali yang tidak memiliki struktur
tanah tak stabil. Dalam hal-hal seperti ini, pengujian dapat dilakukan pada benda uji contoh yang
dipersiapkan di laboratorium.

Pengujian laboratorium harus dipilih untuk memberikan data yang diinginkan dan diperlukan
seekonomis mungkin. Pengujian rumit dan mahal dibenarkan hanya jika data itu akan mengurangi
biaya atau resiko kegagalan yang mahal. Umumnya, beberapa pengujian yang dilakukan secara
cermat pada benda uji contoh yang dipilih untuk mencakup kisaran sifat tanah dengan hasil yang
berkorelasi dengan penggolongan atau pengujian indeks akan memberikan data yang baik yang dapat
digunakan. Pengujian primer yang penting untuk pembangunan timbunan tanah di atas gambut atau
tanah organik, dalam urutan yang kira-kira semakin mahal, ialah:
• Pemeriksaan visual
• Kandungan kelembaban alami
• Pengujian kimiawi
• pH
• Konduktivitas/kandungan garam
• Batas Atterbergse
• Analisis (mekanis) ukuran butiran
• Geseran bilah laboratorium
• Pemampatan takterkekang
• DensitasBerat isi curah kelembaban atau densitasberat isi curah relatif
• Permeabilitas
• Kehilangan penyalaan
• Geseran langsung
• Pemampatan triaksial
• Konsolidasi

8.1.3 Pendekatan Penyelidikan Tanah


Persis seperti penyelidikan untuk analisis stratifikasi tanah demikian juga halnya dengan penyelidikan
sifat-sifat mekanis akan memainkan peran yang tersendiri dalam menentukan hubungan antara biaya
berbagai penentuan dan mutu hasil yang diperoleh melaluinya. Semakin rumit proyeknya, semakin
baik mutu dan dengan demikian semakin mahal penyelidikan yang diperlukan.

Titik awal dan urutan.


Perancangan dan pelaksanaan suatu struktur tanah haruslah sedemikian rupa sehingga selama umur
palayanannya struktur itu memenuhi standar keamanan dan kemampu-layanan yang telah diperikan.
Praktek telah menunjukkan bahwa tidak saja sifat-sifat mekanis struktur
dan tidak juga beban yang bekerja padanya dapat diprakirakan secara teliti. Ini diuraikan, di antara hal-
hal lain, atas faktor-faktor pendorong berikut:
• Keheterogenan alami lapisannya
• Contoh kecil (dalam artian statik); hanya pengukuran dalam jumlah terbatas (pengeboran,
pengujian kerucutkonus, pengujian laboratorium) yang tersedia
• Penghampiran dalam model penghitungan geoteknik
• Setiap kesalahan yang disebabkan oleh manusia seperti metode pelaksanaan yang tidak teliti
atau perancangan yang tidak benar
Secara keseluruhan, yang berikut ini berlaku untuk lapisan pendukung beban rendah dan sangat
termampatkan: semakin dekat ke paras permukaan tanah dan/atau semakin rendah kekuatannya
dan/atau semakin lebih termampatkannya lapisan itu dan/atau semakin tebal lapisannya, semakin
besar pengaruh yang akan dimiliki lapisan ini dan deformasi struktur tanah yang dibangun di atasnya.
akibatnya, penyelidikan akan perlu berkonsentrasi pada lapisan yang di samping pendukung beban
rendah dan sangat termampatkan juga pada kedalam dangkal dan tebalnya. Selama berbagai fase

8-4
perancangan, lingkup penyelidikan tanahnya harus terus-menerus diawasi jika stratifikasi tanah dan
parameter perhitungan yang dibutuhkan akan diidentifikasi secara cukup teliti (lihat Gambar 8.1).

proyek: penjajaran, tinggi, kategori

data yang tersedia

Penilaian

exploration soil investigation

Perancangan provisional and penjajaran (alignment)

Penilaian

Penyelidikan tanah untuk stratifikasi

Penilaian

Parameter Penyelidikan
Situs dan Laboratorium

Perancangan Akhir

Pelaksanaan

Gambar 8.1 Diagram penyelidikan tanah.

Jenis dan intensitas.


Penyelidikan tanah umumnya perlu diintensifkan dalam keberadaan lapisan lemah dan sangat
termampatkan. Penyelidikan harus dilaksanakan sub-daerah demi sub-daerah, mengingat bahwa
strata tanah dapat meluas dalam beberapa sub-daerah.

Akibat yang mungkin peningkatan intensitas penyelidikan tanah akan ada empat, yakni:
• Nilai desain untuk parameter lebih mendekati nilai puratanya
• Resiko malapetaka berkurang
• Selama pelaksanaan, dibutuhkan penyeliaan dan pemantauan yang lebih sedikit
• Selama pelaksanaan, setiap keadaan masalah yang timbul dapat ditanggulangi lebih mudah.

Data yang tersedia menunjukkan informasi apa tentang stratifikasi tanah yang telah ada dan apa yang
mungkin perlu diperoleh. Jika data yang tersedia tersebut belum cukup untuk mendefinisikan
stratifikasi tanah dan untuk menelusuri zona dengan stratifikasi yang mungkin menyimpang,
penyelidikan elektromagnetik atau geo-listrik eksplorasi akan perlu dilakukan dalam kaitannya dengan
sejumlah pengujian penetrasi kerucutkonusuji penertrasi konus.

8-5
Dalam setiap proyek, faktor-faktor berikut menentukan jarak relatif antara titik penyelidikan yang perlu
dipertimbangkan:
• Keragaman stratifikasi tanah (penyebaran ruang)
• Akurasi ketelitian yang dibutuhkan yang dengannya kestabilan, penurunan dan laju penurunan
akan ditentukan
• Kategori aman konstruksi

Penyajian hasilnya.
Sewaktu menyajikan data penyelidikan tanah, suatu pembedaan harus dibuat antara hasil pengujian
atau penentuan yang terpisah dan hasil-hasil yang diperagakan sebagai profil yang disintesis dari hasil
pengujian jamak.

Penyajian dalam pertanyaan harus memenuhi standar yang berkaitan, misalnya NEN 3680 (CPT) dan
NEN 5401 (Penggolongan). Yang berikut ini seharusnya dicakupkan pada hasil pengujiannya,
minimum: tanggal pengujian, waktu (jika berkaitan), tempat (hanya pada pengujian lapangan) dan
yang terpenting kedalaman relatif terhadap paras air laut purata; kemudian nomor proyek, tempat
proyek dan prosedur pengujian (jika berkaitan). Stratifikasi tanah yang dihadapi termasuk parameter
mekanika tanah dapat digambarkan pada penampang dan profil memanjangnya. Profil ini juga
memberikan tinjauan singkat kegiatan yang dilakukan dan sangat bermanfaat untuk membagi daerah
yang diselidiki menjadi sub-daerah. Kedudukan penyelidikan juga perlu diidentifikasi dalam hal titik-titik
tetap dalam bidang horisontal. Untuk keperluan ini, penggunaan peta resmi lebih disukai.

8.2 Penentuan Parameter

8.2.1 Definisi Masalah


Fokus utama dalam membangun suatu struktur di atas tanah lapisan-bawah yang berkemampuan
dukung rendah dan sangat termampatkan ialah untuk mengendalikan kestabilan dan deformasi.
Terdapat dua pertanyaan penting dalam kaitan ini: stabilkah strukturnya dalam semua keadaan dan
diperbolehkankah deformasi dalam strukturnya?

Setiap struktur, yang ditemukan di permukaan bumi, mengerahkan beban pada tanahnya. Tegangan
yang diakibatkan pada tanah akan menyebabkan deformasi tanah, yang dapat terjadi dalam tiga cara.
1. Oleh deformasi elastik partikel tanah
2. Oleh gelincir pergeseran partikel tanah, satu sama lain, yang dapat menyebabkan longsoran satu
tumpukan tanah relatif terhadap massa di sekelilingnya
3. Oleh perubahan volume tanah yang diakibatkan oleh pengeluaran fluida (air dan/atau gas) dari
rongga di antara partikel padatnya.

Yang pertama di atas dapat diabaikan untuk sebagian besar tanah pada tingkat tegangan biasa yang
terjadi di praktek.

Keadaan kedua yang dikenal sebagai kegagalan geser terjadi apabila tegangan geser yang timbul
pada badan tanah melebihi daya tahan geser maksimum yang dapat diberikan oleh tanah dimaksud,
yakni kekuatan gesernya. Keadaan ini harus diperhatikan terhadap yang lain untuk menghindarkan
kegagalan yang berbahaya.

Pengaman yang biasa ialah melaksanakan analisis kestabilan, untuk mana kekuatan geser tanah
untuk keadaaan yang berlaku harus diketahui. Kekuatan tanah diukur oleh hukum Coulomb melalui
kohesi dan sudut gesekan-dalam yang sangat tergantung pada jenis tanah, derajat kejenuhan dan
derajat deformasinya. Semakin besar deformasi, semakin besar perimbangan kekuatan geser yang
dikerahkan. Pengerahan ini, dalam hal ini lempung keras dan pasir, terjadi pada deformasi yang lebih
kecil daripada untuk lempung yang kurang keras atau gambut. Terutama untuk perhitungan yang di
situ deformasi itu penting, tidak saja kekuatan geser maksimum di tambah persentase deformasi yang
bersesuaian dan kekuatan sisa, tetapi juga peruahan kekuatan geser dengan naiknya deformasi
menjadi penting.

Secara keseluruhan, dalam perilaku deformasi dan terlebih-lebih selama konsolidasi tanah, deformasi
tegak merupakan yang terbesar karena tekanan tegaknya paling besar. Kadang-kadang deformasi
horisontal dapat juga menjadi penting, misalnya, apabila terdapat pipa atau struktur yang berdekatan

8-6
dengannya. Selanjutnya, pada strata yang sangat termampatkan, deformasi horisontal akan
mempengaruhi besaran deformasi tegak tadi, yakni, penurunan. Sewaktu menentukan perilaku
penurunan, suatu pembendaan harus dibuat di antara:
• Tekanan prakonsolidasi
• Kemampu-mampatan di atas dan di bawah tekanan prakonsolidasi
• Penurunanan primer dan sekunder.

Tekanan prakonsolidasi dapat menyimpang dari tekanan beban lebih lajak-beban misalnya akibat
prapembebanan yang terlalu dini dan/atau paras air tanah yang lebih rendah atau karena lapangannya
baru-baru ini telah digali.

Yang ketiga dikenal sebagai konsolidasi, yang dapat terjadi pada periode lama – bulanan, tahunan,
dasawarsaan, bahkan abad, setelah konstruksi – khususnya dalam tanah dengan permeabilitas
rendah. Permeabilitas dan koefisien konsolidasi terutama digunakan untuk memprakirakan berapa
lama proses konsolidasi suatu lapisan dengan permeabilitas burug akan terjadi. Untuk menentukan
parameter ini, pengujian skala besar umumnya akan memberikan hasil yang lebih terandalkan yang
dilaksanakan pada contoh tanah yang cukup kecil. Taksiran laju penurunan ini, dan waktu terjadinya
penurunan ini akan tampak lengkap, dan dengan demikian faktor-faktor penting untuk perancangan.

Dengan mengetahui stratifikasi dan paras air tanah, diagram skematik untuk geometri keseluruhan
struktur tanah dengan demikian dapat dipersiapkan. Sebagai kaidah, berbagai lapisan yang mewakili
harus diidentifikasi untuk keperluan ini. Ini semua, ditambah metode analisis khusus akan
menghasilkan perhitungan untuk pengujian pemenuhan dengan persyaratan sasaran.

Metode penghitungan yang tersedia untuk keperluan ini umumnya membutuhkan parameter
perhitungan yang berbeda untuk lapisan yang mewakili. Parameter ini berada dalam empat golongan
parameter, yakni:
• Bobot satuan dan kandungan air
• Kekuatan
• Deformasi
• Permeabilitas dan konsolidasi.
Tabel 8.2 menyenaraikan parameter perhitungan ini.

8-7
Tabel 8.2 Parameter Perhitungan

Parameter

DensitasBerat isi curah dan kandungan air:

dr kN/m³ Bobot satuan kering


w % Kandungan air
s kg/m³ DensitasBerat isi curah partikel padat
Kekuatan:

Cu, Su Kpa Kekuatan geser takberdrainase


c’ Kpa Kohesi efektif
’ Derajat Sudut efektif gesekan-dalam
Deformasi (dijabarkan dari pengujian oedometer):

Cc – Indeks pemampatan primer


C – Indeks pemampatan sekunder
Cr – Indeks pemampatan primer untuk pengulangan-beban
pg kPa Tekanan prakonsolidasi
mv m²/kN Koefisien kemampu-mampatan volume tegak
Eoed kPa
Deformasi (dijabarkan dari pengujian triaksial):

Ko – Koefisien tekanan tenah lintang


E kPa Modulus Young
G kPa Modulus geser: G = E/2(1 + )
– Nisbah Poisson
derajat Sudut dilatasi
Permeabilitas dan konsolidasi:

kh m/det Koefisien permeabilitas horisontal


kv m/det Koefisien permeabilitas tegak
cv m²/det Koefisien dan konsolidasi tegak
e – Nisbah rongga

8.2.2 Penentuan Parameter dari Pengujian Lapangan dan Laboratorium

Parameter yang ditentukan dari pengujian laboratorium dan pengujian di-tempat dibutuhkan untuk
dasar analisis, sehingga parameter itu haruslah semewakili mungkin atas keadaan tanah sebenarnya.
Parameter yang takteliti dapat menyulitkan dalam perancangan. Tabel 8.3 memberikan rincian
pengujian lapangan dan pengujian laboratorium dan parameternya.

8-8
Tabel 8.3 Rincian tentang pengujian lapangan dan pengujian laboratorium dan parameternya.

A. Penentuan parameter dari lapangan

Jenis Parameter

• Contoh piston Contoh utuh


• Pengujian sudu lapangan Cu, Cu; res
• Pengujian penetrasi kerucutkonusUji qc, fs
penertrasi konus (CPT) kh, kv
• Permeabilitas
B. Penentuan parameter dari laboratorium

Jenis pengujian Parameter

• Penentuan pemotongan, pembobotan, dt, W


contoh dipangkas atau dipotong
• Gravitas spesifik s
• Batas Atterberg wL, wP, IP
• Kehilangan pembakaran Kandungan organik
• Kandungan seratKadar serat Derajat penghumusan
• Kimiawi Kandungan humus, kandungan klorida,
kandungan komponen lain
• Pengujian triaksial UU Cu
• Pengujian triaksial CU
• Geseran langsung
• Konsolidasi Co, Cv, k, C , Cr, mv, pc, Eoed

8.2.3 Persyaratan Khusus untuk Penentuan Parameter Gambut

Gambut dan tanah organik merupakan yang tanah paling lunak dalam bidang teknik. Keduanya
mengalami ketakstabilan dan penurunan konsolidasi primer yang besar dan jangka panjang apabila
dikenai kenaikanpeningkatan beban yang sedang sekalipun. Keduanya sulit mengambil contohnya dan
mengujinya apabila menggunakan teknik-teknik tanah yang biasa. Paragraf berikut memberikan
persyaratan khusus untuk penentuan parameter gambut.

Penggolongan.
• Kandungan air. Kandungan air dapat diukur dengan menggunakan prosedur dalam ASTM
D2974 atau BS 1377.
• Kandungan organik sebagai persentase bobot keringnya. Kandungan organik ini diukur dalam
laboratorium dengan menggunakan Pengujian Kehilangan Penyalaan, ASTM D2974 atau BS1377
Part 3 (4) atau Pengujian Oksidasi Kimiawi, BS 1377 Part 3 (3).
• Derajat penghumusan (peruraian). Di lapangan derajat penghumusan ini dapat dinilai dengan
Pengujian Pasca-Peras Bon, ASTM D5715.
• Kandungan serat. Kandungan seratKadar serat ini dapat diukur dengan menggunakan prosedur
dalam ASTM D1997-91.
• DensitasBerat isi curah limbak. Metode pengujian yang menggunakan ASTM D4531.

Parameter Konsolidasi.
• Secara cermat sarikanlah benda uji spesimennya.
• Dibutuhkan contoh yang besar, minimum 75 mm.

Parameter Kekuatan.
• Secara cermat sarikanlah spesimenbenda ujinya.
• Triaksial, gunakanlah contoh yang besar.

8.3 Penentuan Stratifikasi Tanah

8-9
Berbagai strata tanah dapat dibedakan berdasarkan penggolongan dan identifikasi melalui pengujian
sederhana dan berdasarkan eksplorasi tanah di-tempat dan dalam laboratorium. Baik pengujian
penggolongan maupun identifikasi dilakukan pada contoh tanah yang disarikan dengan bantuan teknik
pengeboran khusus di lapangan. Hal yang sama berlaku untuk pengujian laboratorium untuk
menentukan sifat-sifat mekanika tanah (kekuatan, kekakuan, dan permeabilitas). Gambaran tanah
yang sahih hanya dapat dijabarkan apabila diuji contoh dalam jumlah yang besar.

Tabel 8.4 memberikan penilaian umum untuk berbagai teknik yang tersedia untuk menentukan
struktur tanah. Tabel ini mengidentifikasi antara kebergunaan penentuan pada bahan kohesif dan
bukan-kohesif, biaya pengukuran, dan akurasi ketelitian aparat pengujian, kemungkinan kesalahan
dalam penafsiran dan kepekaan teknik untuk pelaksanaan yang sepatutnya. Akan tetapi, penilaian
untuk berbagai teknik eksplorasi juga dikaitkan untuk keperluan penentuan dan jenis proyek.

Tabel 8.4 Penilaian teknik penyelidikan di-tempat relatif terhadap penentuan struktur tanah.

Teknik Kesesuaian Biaya Nilai Ketertaf- Ketakpe


Penyelidikan jenis tanah Aktual siran kaan
terhada
p
pelaksa-
naan
Kohesif Bukan-
kohesif
Pengujian penetrasi
kerucutkonusUji penertrasi
konus:
(Penetrometer kerucutkonus o + + + o +
Belanda) + + o + + o
– kerucutkonus standar + o o ++ + o
– kerucutkonus dengan o + o ++ + –
gesekan + + o ++ ++ –
– kerucutkonus peka – + – o – o
– piezo kerucutkonus
– piezo kerucutkonus gesek o o – o + o
– kerucutkonus dinamik o o – o + o
Pengeboran: + o – + + +
– pompa pasir + – – o + +
– Ackerman + + --- ++ ++ –
– gouge
– Bor ulir bor tangan
– Begemann
Penjelasan: ++ = bagus atau murah; + = cukup; o = sedang; – = burug atau mahal, --- = sangat burug
dan sangat mahal

Pengukuran geofisis.
Pengukuran geofisis memberikan informasi yang kurang untuk menentukan struktur tanah
sebenarnya. Teknik ini cenderung menjadi sangat sesuai untuk memperoleh gambaran umum tentang
keadaan tanah di seluruh daerah proyek. Sewaktu mengeksplorasi daerah permukaan yang luas atau
bidang lahan yang memanjang, metode ini benar-benar sesuai untuk struktur tanah pendahuluan dan
dapat diidentifikasi secara cukup teliti untuk memberikan daerah-daerah tanah yang membutuhkan
penyelidikan lanjut yang menyeluruh.

Sewaktu melaksanakan suatu penyelidikan geofisis, penyelidikan persistivitas listrik dan penyelidikan
elektromagnetik khususnya memberikan keunggulan berupa metode yang cukup cepat dan
memberikan kemampuan pembedaan yang lumayan.

8-10
Pengeboran.
Pengeboran itu mahal jika dibandingkan dengan pengujian penetrasi kerucutkonusuji penertrasi konus
(CPT – cone penetration test), dan umumnya digunakan untuk keperluan penggolongan dan
identifikasi tanah atau untuk mengambil contoh. Pengeboran agak kurang teliti untuk pengukuran
kedalaman daripada CPT mengingat kenyataan bahwa tidak ada pencatatan menerus di seluruh
kedalaman yang dibor. Pengecualian atas kaidah ini ialah pengeboran di mana contoh yang kontinu
utuh diambil dan pengeboran Begemann, yang di situ diperoleh satu contoh panjang yang kontinu.
Belum ada standar Indonesia yang tersedia. Suatu standar untuk mencatat dan menafsirkan
pengeboran inti diberikan dalam SNI 03-2436-1991. Persyaratan untuk operasi pengeboran pada
tanah lunak diberikan dalam The Sub-Committee on Soil Sampling-International Society for Soil
Mechanics and Foundation Engineering (1981).

Uji penetrasi konusPengujian penetrasi kerucutkonusUji penertrasi konus.


Pada penentuan struktur tanah, pengujian penetrasi kerucutkonusuji penertrasi konus standar (listrik),
CPT, yang melibatkan pengukuran adhesi atau hambatan lekat gesekan selongsongpipa lindung
merupakan pengukuran penting, perbedaan dalam lapisan, misalnya, antara gambut dan lempung
yang memiliki tahanan kerucutkonus yang sama dapat diperjelas, yang dengan demikian memberikan
gambaran yang lebih komprehensif daripada yang diperoleh dengan pengukuran tahanan
kerucutkonus saja.

Penetrometer statik, penetrometer kerucutkonus Belanda ditunjukkan pada Gambar 8.2. Penetrometer
ini hanyalah memberikan cara-cara hidraulik pengerahan beban dan suatu cara untuk mengukur
beban ini. Pada mesin yang lebih awal bebannya dikerahkan secara mekanis oleh sekerup dan roda
gigi. Terdapat beberapa rancangan ujung kerucutkonus yang dapat dipasang pada batang bagian
dalam yang diisolasi dari gesekan tanah oleh sebatang selongsongpipa lindung. KerucutKonus ini dan
selongsongpipa lindungnya dapat digerakkan bersama-sama tetapi pengukur tekanannya atau sel
bebannya mencacat beban pada masing-masingnya.

Pada beberapa mesin fasilitas ini tidak tersedia dan kerucutkonusnya pertama harus dimajukan dan
beban pada selongsongpipa lindungnya dicatat. KerucutKonus ini harus dimasukan pada laju
penetrasi yang konstan, biasanya 2 cm/det. Mengukur gesekan pada selongsongpipa lindung dapat
memberikan informasi yang berguna tentang gesekan keseluruhan tetapi pengukuran ini akan lebih
berguna lagi jika gesekan sebenarnya yang berdekatan dengan kerucutkonusnya dapat dicatat
karena, jika stratanya berlapis, dengan mengetahui gesekannya dapat membantu untuk
mengidentifikasi jenis tanahnya. Oleh karena itu kerucutkonus selubungkonus mantel telah
dikembangkan sehingga gesekan pada jarak yang dekat persis di belakang kerucutkonus dapat
diukur. Prosedur biasa dengan konus mantel kerucutkonus selubungkonus mantel ialah untuk
mengukur tahanan ujung pada kerucutkonus hanya sejarak 4 cm. Setelah penetrasi awal ini
kerucutkonusnya bersatu dengan selubungnya dan baik gesekan maupun tahanan kerucutkonus
diukur pada 4 cm berikutnya. Proses ini kemudian diulang. Dengan deduksi unsur gesek setempat
dapat dihitung dan ini dapat dinyatakan sebagai persentase tahanan kerucutkonus untuk memberikan
nisbah gesekan. Dalam tanah yang sangat lunak suatu koreksi harus dibuat untuk bobot batangannya.

8-11
Gambar 8.2 Penetrometer kerucutkonus Belanda [Joyce, 1982].

8-12
Pengujian penetrasi kerucutkonusUji penertrasi konus listrik ditambah pengukuran gesekan dan piezo-
kerucutkonus (lihat Gambar 8.3) cukup teliti dan agak mudah; ditambah kemungkinan kesalahan
selama pelaksanaannya kecil. Untuk mengambil pengukuran tepat pada lapisan lunak, pekerjaan ini
harus dilakukan secara sangat berhati-hati. KerucutKonus yang digunakan haruslah sering ditera dan
diperiksa-teliti, karena pengukuran dapat dipengaruhi oleh, misalnya, pengikisan ujung kerucutkonus
atau selongsongpipa lindung gesek, melalui penetrasi-dalam kotoran atau melalui malasetel pengukur-
rangangan, misalnya, sebagai akibat dampak batu.

Pengujian penetrasi kerucutkonusUji penertrasi konus listrik dengan piezo-kerucutkonus memberikan


hasil yang lebih teliti daripada CPT mekanis dalam suatu evaluasi struktur tanah strata lunak.
Sewaktu menggunakan piezo-kerucutkonus, gambaran yang lebih teliti tentang struktur tanah dapat
diperoleh dengan mengukur tekanan air pori.

Selanjutnya, pencatatan dapat digunakan untuk mendeduksi beda relatif permeabilitas. Bilamana
keadaan seperti berberapa lapisan (misalnya lapisan lempung dan gambut) memiliki permeabilitas
yang sama maka gabungan pengukuran tekanan air pori dan pengukuran gesekan sisi setempat akan
memberikan gambaran lengkap struktur tanah yang ada. Biaya pengukuran tekanan air pori CPT
agak lebih tinggi daripada biaya dengan pengukuran gesekan. CPT mekanis dapat digunakan untuk
menentukan struktur tanah; selama penetrasi lapisan lunak, akurasi ketelitian cenderung lebih burug
daripada CPT listrik.

Gambar 8.3 Penampang penetrometer kerucutkonus listrik/piezo-kerucutkonus . [Joyce, 1982]

8.4 Pengukuran Paras Air-tanah dan Paras Piezometrik

Paras air-tanah mempengaruhi berberapa perhitungan geoteknik dan geohidrologis. Paras air tanah
yang sekarang dan apabila memungkinkan paras tertinggi dan terendah perlu ditentukan untuk setiap
akuifer. Pada saat yang bersamaan, faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan paras air perlu
diidentifikasi.

Pengaruh yang mungkin pada paras air sebagai akibat masuknya, rembesan dan pengeluaran dalam
daerah penceratan air, misalnya, dengan demikian menjadi penting, serupa halnya, kedekatannya
dengan sungai dengan paras air yang berubah.

8-13
Pipa tegak-terbuka.
Yang disebut pipa tegak-terbuka (lihat Gambar 8.4) merupakan suatu tabung dengan tapisan di
alasnya. Tapisan ini ditempatkan dalam urugan, dalam lapisan gambut atau dalam lapisan pasir-
dalam. Tabung ini ditanamkan atau ditempatkan dalam lubang bor. Paras air piezometrik dalam
tabung bersesuaian dengan tekanan air pada kedalaman tapisan tersebut. Tabung terbuka ini ini
mencacat tekanan air yang ada secara teliti tetapi dalam lapisan permeabilitas rendah memiliki waktu
tanggap yang sangat lamban. Dalam strata demikian, pisometer piezometerpisometer Boudon atau
piezometerpisometer listrik lebih disukai untuk digunakan. Sewaktu menanamkan pipa-tegak ini, laluan
kebocoran di sepanjang dinding tabung dapat lebih sempit daripada jika tabung itu ditempatkan dalam
lubang bor; penebalan tabung luar juga cenderung menyebabkan laluan kebocoran. Suatu
pemeriksaan pada operasi pipa-tegak dapat dilakukan secara terpisah dengan menuangkan air ke
dalam tabung dan melihat apakah airnya turun kembali ke parasnya semula; ini, pada saat yang sama
juga memberikan suatu gagasan tentang kecepatan tanggapannya.

Gambar 8.4 PiezometerPisometer pipa-tegak terbuka.

8-14
8.5 Acuan

[8.1] Arpad Kezdi, Handbook of Soil Mechanic, Soil Testing, Elsevier Scientific Publishing Company,
Amsterdam, 1980.
[8.2] Amaryan L.S, Translated from Russian and edited by Zeidler R.B, Soft Soil Properties and
Testing Methods, AA. Balkema, Rotterdam, Brookfield, 1993.
[8.3] Butler B.C,M. and Bell J.D, Interpretation of Geological Maps, Longman Earth Science Series,
1988.
[8.4] CUR, Building on Soft Soils, Design and Construction of Earth Structures Both on & into Highly
Compressible Subsoils of Low Bearing Capacity, 1996.
[8.5] Joyce, Soil Investigation, 1982
[8.6] Lambe, T.W. and R.V. Whitman, Soil Mechanic, John Wiley and Sons, 1969.
[8.7] Veen, C. van der, E. Horvat and C.H.V. van Kooperen, Grondmechanica (Soil mechanics),
Waltman, Delft.1981

8-15
BAB 9 ................................................................................................................................................... 9-1

METODE ANALISIS PERANCANGAN ............................................................................................... 9-1


9.1 PEMAMPATAN TANAH GAMBUT DAN ORGANIK ................................................................................... 9-1
9.1.1 Rumus sederhana untuk perkiraan penurunan .................................................................... 9-2
9.1.1.1 Metode anglo-saxon (metode Terzaghi) ....................................................................... 9-2
9.1.1.2 Perkiraan penurunan akhir dalam gambut ................................................................... 9-5
9.1.1.3 Pemampatan bahan mampumampat tinggi ................................................................. 9-7
9.1.2 Permeabilitas........................................................................................................................ 9-9
9.1.2.1 Permeabilitas tanah gambut .......................................................................................... 9-9
9.1.2.2 Skala dari contoh sampai lapangan ........................................................................... 9-10
9.1.3 Analisis waktu penurunan ................................................................................................. 9-10
9.1.4 Pelaksanaan konstruksi bertahap ..................................................................................... 9-13
9.1.5 Prapembebanan ........................................................................................................... 9-14
9.1.6 Pencelupan dan ketinggian yang dipertahankan terus-menerus ....................................... 9-14
9.2 STABILITAS................................................................................................................................. 9-15
9.2.1 Umum ................................................................................................................................ 9-15
9.2.2 Gelincir sepanjang permukaan longsor ............................................................................ 9-15
9.2.3 Kesetimbangan vertikal dan daya angkat .................................................................. 9-189-17
9.2.3.1 Kesetimbangan vertikal .............................................................................................. 9-18
9.2.3.2 Gaya angkat dekat tanggul.......................................................................................... 9-18
9.2.4 Penyempritan .................................................................................................................... 9-19
9.3 STABILITAS SELAMA PELAKSANAAN KONSTRUKSI.......................................................................... 9-20
9.4 PENGELOLAAN DRAINASE DAN PERMUKAAN AIR ............................................................................ 9-21
9.5 PENGARUH TIMBUNAN TANAH UNTUK KAPASITAS TIANG ................................................................. 9-23
9.5.1 Tiang menerima beban horisontal akibat pemindahan tanah ........................................... 9-23
9.5.2 (Friksi kulit) Gesekan kulit negatif ..................................................................................... 9-24
9.6 PERHITUNGAN ELEMEN HINGGA ................................................................................................... 9-25
9.6.1 Umum ................................................................................................................................ 9-25
9.6.2 Model ................................................................................................................................. 9-26
9.6.3 Keuntungan/kerugian FEM ............................................................................................... 9-26
9.6.4 Aspek penting dalam penggunaan metode FEM .............................................................. 9-26
9.7 DAFTAR ACUAN .......................................................................................................................... 9-27

9-0
BAB 9
METODE ANALISIS PERANCANGAN

9.1 Pemampatan tanah gambut dan organik

Perhitungan jumlah kecepatan penurunan tanah permukaan (atau fondasi) memerlukan pengetahuan
berikut ini:
 Ketebalan, posisi dan keadaan berbagai lapisan yang mendasari fondasi dan kondisi permukaan
bebas;
 Kaitan antara angka pori, pemampatan prakonsolidasi, indeks pemampatan dan persen
konsolidasi/waktu untuk contoh tanah tak terganggu dari tanah mampu mampattanah
kompresibel;
 Distribusi tegangan dalam tanah setelah struktur didirikan.
Persyaratan pertama yang akan dipenuhi dari hasil uji bor dijelaskan di Bab 8. Karakteristik
konsolidasi dari tanah kompresibel tanah mampumampat yang mendasari hal ini akan ditentukan dari
uji laboratorium seperti telah ditentukan sebelumnya. Penentuan distribusi tegangan dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan Boussinesq. Terzaghi dan Jurgenson telah menghasilkan
penyelesaian distribusi tegangan yang telah ditabulasikan akibat kajian utama pembebanan dalam
praktek. Dari tabel tersebut, dapat dihitung tegangan di sembarang titik atau distribusi tegangan di
sembarang bidang horisontal atau vertikal akibat luasan atau sistem pembebanan berikut ini:
1. Luasan lingkaran dengan pembebanan seragam;
2. Luasan lingkaran dengan pembebanan segitiga;
3. Lajur memanjang dengan pembebanan seragam;
4. Lajur memanjang dengan pembebanan segitiga;
5. Lajur memanjang dengan pembebanan bertingkat;
6. Luasan persegi dengan pembebanan seragam.
Di samping penentuan distribusi tegangan yang didasarkan pada persamaan Boussinesq dan metode
tersebut di atas, metode yang disederhanakan sering digunakan dalam praktek yang menganggap
bahwa beban disebarkan ke bawah membentuk penyebaran V:H dan distribusi tegangan akan
seragam pada sembarang bidang horisontal yang diketahui.
Dengan kombinasi beberapa tipe pembebanan di atas umumnya sangat mungkin untuk
memperkirakan dengan sangat mendekati distribusi yang sebenarnya bila berhubungan kasus
pembebanan lainnya dan bentuk luasan. Rumus-rumus yang diterapkan untuk menentukan skala
penurunan akan dijelaskan di bagian berikut ini.

9-1
9.1.1 Rumus sederhana untuk perkiraan penurunan

9.1.1.1 Metode anglo-saxon (metode Terzaghi)


Penurunan utama
Dari uji konsolidasi, di mana tidak terjadi perubahan bentuk lateral, Terzaghi menyimpulkan bahwa
tidak ada hubungan linear antara pemampatan dan beban. Hal ini menandakan bahwa hukum Hooke
tidak valid. Akan tetapi, Terzaghi menemukan hubungan langsung antara pemampatan dan logaritma
beban. Hubungan tersebut yang biasanya digunakan secara internasional (lihat garis 1-hari pada
Gambar 9.1) adalah:

Gambar 9.1 Hubungan untuk indek kompresi indeks pemampatan utama dan sekunder

hp   ' i   ' 


= Cc . log  [9.1]
h 1  e0   'i 
di mana:
hp = penurunan utama lapisan tanah (m)
h = ketebalan (m)
Cc = indeks pemampatan utama (-)
e0 = angka pori awal (-)
i = tegangan efektif awal (kPa)
 = kenaikanpeningkatan tegangan efektif (kPa)
Rumus itu dapat ditulis menggunakan perbandingan pemampatan CR yang didefinisikan sebagai
berikut:

CR = Cc [9.2]
1  e0

di mana: CR = perbandingan pemampatan utama (-)


Rumus Terzaghi dapat juga diformulasikan sebagai berikut:

  ´i +  
e0 - e = C c log   [9.3]
  ´i 

di mana:
e0 = angka pori awal (-)

9-2
e = angka pori (-)
Cc = indeks pemampatan utama (-)
i = tegangan efektif awal (kPa)
 = kenaikanpeningkatan tegangan efektif (kPa)

Rumus di atas menghasilkan pemampatan utama akibat kenaikanpeningkatan beban pada contoh
tanah. Apabila tanah kering, pemampatan atau penurunan terjadi hampir seketika. Untuk tanah
gambut dan organik yang jenuh air, penurunan hanya dicapai setelah keseluruhan beban telah
ditransfer melalui struktur butiran, artinya, bila semua kelebihan pemampatan air telah hilang melalui
pengeluaran air di bawah pemampatan serentak pada contoh tanah. Fenomena pengurangan
bertahap dalam pemampatan air pori akibat pemampatan tanah ini disebut sebagai konsolidasi dan
sangat tergantung pada permeabilitas tanah. Dalam bagian 9.1.2.1 beberapa aspek khusus tentang
permeabilitas gambut dijelaskan. Periode konsolidasi (atau periode hidrodinamik) umumnya
ditunjukkan oleh koefisien konsolidasi cv, yang dapat ditentukan dari hasil uji oedometer dan biasa
disebut sebagai metode Casagrande. Waktu yang diperlukan untuk 100% konsolidasi juga disebut
“waktu sampai akhir utama” (EOP).
Tanah asli yaitu tanah terkonsolidasi normal, akan lebih mampumampat daripada tanah dengan
pelepasan beban atau pembebanan ulang. Untuk pelepasan beban, indeks pemampatan utama C c
diganti dengan indeks pemuaian Cs untuk pelepasan beban dan dengan indeks pemampatan ulang C r
untuk pembebanan ulang. Di bawah beban yang lebih besar daripada beban sebelumnya, indeks
pemampatan utama asli tetap berlaku. Besarnya beban sebelumnya tersebut dikenal sebagai
pemampatan prakonsolidasi pc.

Penurunan sekunder
Di samping penurunan utama, ada penurunan sekunder. Penurunan sekunder berkaitan dengan sifat
rangkak dan prinsipnya penurunan ini berlanjut takberhingga. Pada prakteknya, kenaikanpeningkatan
penurunan setelah periode tertentu akan diabaikan, dan penurunan ini praktis dianggap selesai
4
setelah 10 hari (kira-kira 30 tahun).
Uji konsolidasi menunjukkan bahwa, setelah fase konsolidasi atau periode hidrodinamik berakhir,
umumnya ada hubungan langsung antara pemampatan dan logaritma waktu, lihat Gambar 9.2 yang
dapat dituliskan dalam rumus:

 t  [9.4]
e0 - e = C log  
  td 

di mana:
e0 = angka pori awal (-)
e = angka pori (-)
C = indeks pemampatan sekunder (-)
t = waktu berlangsung pembebanan (hari)
td = waktu berlangsung satu hari (= 1,0 hari)

Time

-s
C

Gambar 9.2 Pemampatan versus logaritma waktu

9-3
Berbagai konsep mengenai waktu dimulainya t dalam Persamaan (9.4) telah dikembangkan.
Beberapa peneliti menganggap bahwa t mulai segera setelah beban diterapkan; yang lainnya
percaya bahwa akhir periode konsolidasi ini yaitu akhir EOP utama, akan bersama dengan dimulainya
t. Sebagai hasilnya, ada beberapa yang mempertanyakan mengenai besarnya kontribusi penurunan
sekunder pada akhir penurunan. Pada Gambar 9.1 ini dianggap bahwa pemampatan sekunder
dimulai setelah 1 hari.
Regangan sekunder dalam tanah gambut sangat besar dan tidak dapat dengan mudah diabaikan
seperti yang sering dilakukan bila berhubungan dengan tanah yang lebih kaku. Pemampatan
sekunder menurut Persamaan (9.4) tidak tergantung pada besarnya beban. Masing-masing
peningkatan kenaikan beban yang kecil akan menset kembali skala waktu penurunan sekunder.
Dengan kata lain masing-masing langkah beban yang kecil akan menghasilkan penurunan sekunder
yang berarti. Khususnya untuk tanah gambut, penurunan sekunder sangat besar dan mengakibatkan
kasus pembebanan berfase bisa menjadi tidak realistik. Mesri menyelesaikan permasalahan ini
dengan menganggap bahwa, untuk langkah beban yang lebih kecil daripada pemampatan
prakonsolidasi penurunan utama akan sama dengan harga akhir penurunan utama tanpa proses
konsolidasi. Selanjutnya untuk langkah-langkah beban kecil tersebut, skala waktu penurunan
sekunder tidak akan turun kembali, tetapi mengikuti C  baru yang berhubungan dengan tegangan
efektif vertikal baru. Perhatikan bahwa karena perubahan bentuk akibat rangkak, atau usia, apa yang
disebut quasi pemampatan prakonsolidasi akan terbentuk. Sebagai hasil dari proses ini,
kenaikanpeningkatan tegangan kemudian, tanah awalnya bersifat seperti jika tanah terlalu
terkonsolidasi, meskipun tegangannya melebihi beban maksimum sebelumnya.
Metode yang disebut sebagai metode abc ini diperkenalkan oleh Den Haan, yang menjelaskan
pemampatan utama dan sekunder secara integral, yang memberikan penyelesaian secara teoritis
yang lebih sesuai untuk persoalan rangkak dan konsolidasi serta regangan yang besar. Den Haan
mendefinisikan garis dengan laju regangan rangkak yang sama, yang mirip dengan garis 1, 10, 100
dan 1000 hari pada Gambar 9.1 yang juga menunjukkan laju regangan rangkak konstan d/d atau
Cc.

Hubungan dengan konsep C/Cc


Mesri dkk. telah menyatakan bahwa untuk tanah organik C  dapat dihubungkan dengan Cc, lihat
Gambar 9.3.

Gambar 9.3 Hubungan antara indeks pemampatan sekunder dan


indeks pemampatan (utama) untuk gambut Middleton

Mesri dkk. mendapatkan bahwa mayoritas lempung lunak anorganik:

C = 0.04  0.01 [9.5]


Cc

dan untuk lempung plastik organik tinggi:

9-4
C = 0.05  0.01 [9.6]
Cc

dan untuk deposit gambut:

C = 0.06  0.01 [9.7]


Cc

Di mana Mesri mengasumsikan bahwa Cc ditentukan dari akhir harga utama (EOP). Harga C
diperoleh dari segmen linear grafik e – log t langsung setelah perubahan dari pemampatan utama ke
pemampatan sekunder (jadi kemiringan langsung setelah EOP). Hal ini menandakan bahwa dalam
Persamaan (9.4) harga td bukan 1 hari tetapi sama dengan waktu to sampai akhir utama tp. Mesri
dkk. selanjutnya menunjukkan bahwa perbandingan C c dan C adalah konstan untuk masing-masing
titik waktu, sehingga:

( C ) = ( C ) [9.8]
Cc tp Cc 1day

Jadi harga C dalam Persamaan (9.4) yang berhubungan dengan td = 1 hari ini terkait dengan harga
Cc dalam Persamaan (9.3) yang juga berhubungan dengan 1 hari.
Mesri dkk. selanjutnya menunjukkan bahwa apakah sifat tersebut terkonsolidasi normal atau terlalu
terkonsolidasi, perbandingan antara C dan Cc kurang lebih sama. Jika perbandingan sifat rangkak
merupakan kasus untuk semua gambut dan lempung organik maka uji rangkak dengan waktu yang
lebih sedikit mungkin cukup.

9.1.1.2 Perkiraan penurunan akhir dalam gambut


Untuk gambut bawah dasar yang sangat mampumampat, metode korelasi Fokkens/den Haan
digunakan di Netherlands. Metode korelasi tersebut memperkirakan penurunan akhir gambut dalam
bentuk hubungan antara kadar air, kehilangan kontakkehilangan berat (yang menunjukkan kandungan
bahan organik), dan tegangan vertikal efektif. Metode tersebut dapat diterapkan untuk tanah gambut
asli terkonsolidasi normal. Untuk gambut terlalu terkonsolidasi, metode tersebut hanya dapat
diterapkan jika beban yang diterapkan sedemikian rupa sehingga tegangan dalam gambut setelah
pembebanan akan melebihi pemampatan prakonsolidasi.
Metode Fokken/Den Haan didasarkan pada suatu kombinasi hukum proses penuaan dari ilmu
pendidikan dan hukum pemampatan logaritma dari teori mekanika tanah. Hukum proses penuaan
menguraikan korelasi antara kandungan bahan organik dan kadar air untuk derajat penuaan khusus.
Kandungan bahan organik ini ditentukan oleh kehilangan berat kehilangan kontakkehilangan berat
0
contoh tanah gambut yang diukur setelah pembakaran selama lima jam pada suhu 550 C. Hukum
pemampatan menjelaskan hubungan antara pemampatan lanjutan (yang berhubungan dengan
perubahan kadar air) dan tegangan efektif. Fokkens menemukan bahwa derajat proses penuaan
khusus ini berhubungan dengan tegangan efektif tertentu atau tegangan kapiler di atas permukaan
tanah. Dari pengukuran tanah ia menemukan hubungan yang unik antara kadar air, kandungan bahan
organik (kehilangan kontakkehilangan berat) dan tegangan efektif. Selanjutnya Den Haan
memodifikasi hubungan Fokkens berdasarkan penelitian laboratorium tambahan (metode Fokkens
2
didasarkan pada berat volume gambut sebesar 10 kN/m ; nilai ini tidak selalu benar dan telah
dikoreksi oleh Den Haan).

9-5
Gambar 9.4 Gambut Polder Zegveld, w/N – log v untuk pembebanan 10 hari
4

Gambar 9.4 menunjukkan bahwa suatu kurva yang cukup unik akan diperoleh untuk kira-kira 25 uji
oedometer yang dilakukan untuk gambut Polder Zegveld, kurva yang tepat diberikan dengan
persamaan berikut ini:

-0.437
 ’ 
= 26 ,7    ’v 
w
[9.9]
N  u 
di mana:
w = kadar air setelah pembebanan (%)
0
N = kehilangan kontakkehilangan berat setelah 5 jam pada suhu 550 C (%)
’v = tegangan efektif vertikal gambut terkonsolidasi normal (kPa)
’u = tegangan efektif satuan (’u = 1 kPa)
Sebagai hasil kenaikanpeningkatan beban, tegangan efektif akan bertambah. Dengan mengurangi
kadar air, pemampatan lapisan gambut akhir dapat ditentukan.
Den Han menjelaskan pemampatan akhir sebagai fungsi kehilangan kontakkehilangan berat dan
kadar air sebelum dan sesudah pembebanan untuk beban-beban dalam kisaran pemampatan asli
seperti:

 he w0 - w
= [9.10]
h w 0 + 37.1 + 0.362  N
di mana:
he = pemampatan akhir lapisan gambut (m)
h = ketebalan lapisan gambut (m)
wo = kadar air awal (%)
di mana w dapat diperkirakan dari Persamaan 9.9. Kurva di Gambar 9.4 dan Persamaan (9.9) dan
4
(9.10) valid untuk lama pembebanan sebesar 10 hari, yaitu penurunan akhir. Persamaan 9.10 masih
termasuk dalam sasaran studi.

9-6
9.1.1.3 Pemampatan bahan mampumampat tinggi
Persamaan 9.1 berlaku untuk perubahan bentuk yang relatif kecil (regangan maksimum kira-kira
20%). Gambar 9.5 menunjukkan keadaan tersebut.

Gambar 9.5 Cc untuk perubahan bentuk relatif kecil

hp   ' i   ' 


= = Cc . log  [9.11]
h 1  e0   'i 
Jika perubahan bentuk besar, persamaan tersebut hanya valid jika harga indeks pemampatan utama
Cc ditentukan untuk pembebanan lajur yang terjadi dalam praktek. Jika hal tersebut tidak menjadi
masalah, maka penyelesaian dapat dicari dengan memperbaiki ketebalan lapisan h dan angka pori e 0
setelah perubahan bentuk khusus terjadi. Gambar 9.6 menunjukkan keadaan ini.

Gambar 9.6 Cc untuk perubahan bentuk besar

Untuk perubahan bentuk besar, penurunan dapat dirumuskan sebagai berikut:

h1 Cc  1   ' i   1 ' 


1  = . log  [9.12]
h0 1  e0   'i 

h2 Cc  2   ' i   1 '  2 ' 


2  = . log  [9.13]
h1 1  e1   ' i   1 ' 

9-7
h3 Cc  3   ' i   1 '  2 '  3 ' 
3  = . log  [ 9.14]
h2 1  e2   ' i   1 '  2 ' 

1 = 1 + 1 +  3 [9.15]

Pendekatan di atas analog dengan teori regangan alami (Butterfield, Den Haan dsb) dan teori
hiperbolik (Edel dan Noor Endah Mochtar). Mereka menyimpulkan bahwa pada skala logaritma
ganda, hubungan linear akan diperoleh. Penjelasan singkat mengenai teori regangan akan dijelaskan
di paragraf berikut ini.

Regangan Alami
Grafik  versus logaritma  tidak linear, tetapi cembung untuk regangan besar pada tanah gambut dan
lempung organik lunak. Ini menyebabkan indeks pemampatan (utama) Cc (lihat bagian 9.1.1) tidak
cukup efisien, karena ini hanya akan bermanfaat terhadap hal-hal yang sudah ditentukan sebelumnya,
kisaran tegangan terbatas. Dengan menggantikan regangan sederhana dengan apa yang disebut
regangan alami, lagi-lagi hubungan keaslian membuat linear dalam banyak hal. Kemudian indeks
pemampatan alami b, yang merupakan kelerengan kurva asli dalam regangan alami versus log 
yang menjelaskan dengan cukup jelas mengenai kisaran keaslian lengkap. Regangan alami juga
dapat diterapkan pada penurunan sekunder, tetapi timbul pertanyaan: kapan regangan sekunder di
mulai dan bagaimana menangani pembebanan berfase yang diselesaikan dengan memasukkan laju
regangan rangkak. Regangan alami diperoleh dengan mengintegrasikan kenaikanpeningkatan
perubahan bentuk relatif terhadap ukuran sementara.

h0
dh
H =  = ln ( h 0 ) [9.16]
h
h h

Di mana :
 = regangan alami (-)
H

h = ketebalan lapisan (en)


h0 = ketebalan awal lapisan (m)
Pangkat H mengenangkan nama Hencky, orang pertama yang menerapkan persamaan tersebut
untuk menentukan regangan.

 H = - ln (1 -  C) [9.17]

Regangan rekayasa yang umum (atau regangan Cauchy) berbeda dengan regangan alami di mana
perubahan bentuk berhubungan ketebalan lapisan awal h 0 bukan ketebalan lapisan yang sebelumnya
h.
Regangan Cauchy diberi notasi  dan berkaitan dengan regangan alami.
e

Perhatikan bahwa

h0 - h = e0 - e
C = [9.18]
h0 e0 + 1
Memasukkan persamaan (9.18) ke dalam (9.17) akan menghasilkan :

 e0 + 1 
 H = ln   [9.19]
 e+1 

9-8
9.1.2 Permeabilitas

9.1.2.1 Permeabilitas tanah gambut


Permeabilitas tanah gambut sangat anisotropi di mana biasanya permeabilitas horisontal jauh lebih
besar daripada permeabilitas vertikal. Permeabilitas gambut sangat tidak linear, di mana ia dapat saja
ditunjukkan terutama sebagai hasil dari penurunan ruang pori yang terlalu besar selama pemampatan.
Gambar 9.7 menunjukkan contoh pengukuran yang dilakukan oleh Mesri dkk. Hal ini menunjukkan
bahwa permeabilitas horisontal lebih besar daripada permeabilitas vertikal. Lebih jauh lagi ini
menggambarkan dengan jelas ketergantungan permeabilitas vertikal versus angka pori.

Gambar 9.7 Permeabilitas gambut dalam arah vertikal dan horisontal versus angka pori

Hubungan antara angka pori e dan logaritma permeabilitas yang sering digunakan untuk lempung
adalah :

eo - e = Ck log (k/ko) [9.20]

Di mana:
e0 = angka pori wal (-)
e = angka pori (-)
Ck = penurunan koefisien permeabilitas (-)
K = koefisien permeabilitas (m/det)
K0 = koefisien permeabilitas awal (m/det)
Pada uji oedometer harga e0 diketahui. Harga K yang berhubungan dengan e diketahui dari metode t
Taylor (untuk harga-harga e dalam kisaran desak asli). Selanjutnya dua peubah yang tidak diketahui
Ck dan k mengikuti pengepasan kurva dalam Persamaan (9.20) dengan harga-harga k dan e.
Pada tanah lempung, Ck bisa dihitung dengan kira-kira dari Ck  0,5 e0. Ada indikasi-indikasi di mana
dalam gambut harga Ck biasanya lebih tinggi daripada dalam lempung. Mesri telah membandingkan

harga-harga Ck untuk deposit-deposit gambut dan lempung dan lanau, lihat Gambar 9.8, dan
diperoleh harga-harga Ck = 0,25 e0 untuk tanah gambut. Biasanya koefisien permeabilitas awal K0
dalam arah vertikal gambut 100 sampai 1000 kali lebih besar daripada permeabilitas awal deposit
lempung lunak dan deposit lanau.

9-9
Gambar 9.8 Harga-harga Ck untuk gambut dibandingkan dengan
harga-harga Ck untuk deposit lempung lunak dan lanau

9.1.2.2 Skala dari contoh sampai lapangan


Harga-harga permeabilitas yang diukur pada contoh tanah oedometer kecil tidak dapat dipercaya
untuk meramalkan dengan teliti pengembangan pemampatan utama di lapangan. Gambut sangat
bervariasi, kondisi struktur massanya tidak dapat diwakili oleh contoh yang kecil, anisotropi
permeabilitasnya tidak dapat dipercaya dan kandungan gasnya mungkin tidak sama dengan yang
terdapat pada contoh tanah dan yang ada di lapangan. Permeabilitas awal gambut mungkin cukup
tinggi, dan biasanya ditingkatkan dengan permeabilitas horisontal yang jauh lebih tinggi daripada
permeabilitas vertikal.
Sampai saat ini telah banyak perdebatan mengenai validitas hukum skala waktu selama pemampatan
utama:

i
t f =  Hf 
  [9.21]
t s  Hs 

Di mana s menyatakan contoh dan f menyatakan lapangan dan:


t = waktu (detik)
H = jarak drainase (m)
i = konstanta, berharga 2 dalam teori konvensional Terzaghi
Pemampatan di lapangan dan pengukuran di laboratorium telah menunjukkan bahwa i mungkin lebih
kecil dari 2 untuk gambut, harga sebesar 1,5 sering disebut. Ketidakteraturan mungkin diakibatkan
oleh kondisi yang disebut di atas, sedangkan Hobbs menyarankan bahwa permeabilitas vertikal di
lapangan mungkin jauh lebih tinggi daripada di oedometer. Penurunan permeabilitas yang bertambah
seiring kenaikanpeningkatan pemampatan (permeabilitas non linear) biasanya tidak diperhitungkan
ketika mempertimbangkan persamaan (9.20). Ada pesimisme yang meluas mengenai kemungkinan
ketelitian peramalan pengembangan penurunan dan penghilangan pemampatan pori selama fase
utama untuk gambut dan tanah organik. Akan tetapi model penurunan modern tidak mengalami
kesulitan dalam memperhitungkan anisotropi dan permeabilitas nonlinear dan seharusnya kita dapat
menggabungkan uji lapangan dan laboratorium untuk mengevaluasi anisotropi dan permeabilitas
nonlinear. Jelas bahwa banyak hal tersisa yang harus diperbaiki. Dengan memperhatikan resen data
Lefebvre dari Kanada (akan diterbitkan tahun 1997) saat ini menunjukkan hasil yang sangat
menjanjikan.

9.1.3 Analisis waktu penurunan


Seperti yang disebut di bagian 9.2.1 sifat konsolidasi di bawah urugan yang ekstensif merupakan
fungsi waktu, biasanya diramalkan menggunakan grafik berdasarkan persamaan diferensial
sederhana. Dengan menyamakan pengurangan volume sebagai hasil dari pemampatan terhadap
volume air pori yang dikeluarkan, Terzaghi menemukan persamaan diferensial konsolidasi dimensi

9-10
satu atau pemampatan dalam arah vertikal. Sifat-sifat tanah dilambangkan dengan Cv, sebagai
koefisien konsolidasi vertikal.

u  2u
= cv  2 [9.22]
t z
dengan

kv
cv = [9.23]
mv * w

di mana:
u = kelebihan pemampatan air pori (kPa)
t = waktu (detik)
2
cv = koefisien konsolidasi vertikal (m /detik)
z = koordinat arah z, kedalaman (m)
2
kv = koefisien volume kompresibilitas kemampumampatan vertikal (m /kN)
w
3
= berat volume air (kN/m )
Penyelesaian analitis persamaan diferensial menyatakan pemampatan air pori sebagai fungsi waktu
dan kedalaman (koordinat dalam arah z); lihat Gambar 9.9.
Perbandingan pemampatan pada waktu t dan pemampatan akhir pada waktu t  didefinisikan sebagai
rata-rata derajat konsolidasi U. Jadi derajat konsolidasi adalah fungsi waktu. Untuk menunjukkan
korelasi antara derajat konsolidasi dan waktu, faktor waktu T didefinisikan sebagai:

Cv * t
T= [9.24]
( * h ) 2

di mana:
T = faktor waktu (-)
t = waktu (detik)
 = konstanta drainase, 1,0 untuk drainase satu arah dan 0,5 untuk drainase dua arah
h = ketebalan lapisan (m)

drainase dua arah


Depth
(m) Excess pore water pressure (kPa)

t-3 t-2 t-1

9-11
drainase searah
Excess pore water pressure ( kPa)

h
Depth
(m) t-2 t-1
t-3

Gambar 9.9 Model sederhana konsolidasi satu dimensi, satu lapisan mampumampat
di antara lapisan-lapisan pengaliran

Persamaan 9.24 membedakan antara drainase satu arah dan dua arah, yang biasa disebut tepi
bagian atas atau tepi bagian bawah lapisan dimaksud, menggunakan konstanta drainase .
Hubungan antara rata-rata derajat konsolidasi U dan faktor waktu T dapat ditunjukkan dengan suatu
persamaan matematik yang kompleks, yang harus diselesaikan secara numerik, hubungan tersebut
ditunjukkan secara grafis (lihat Gambar 9.10).
Hubungan dimaksud dapat dihitung menggunakan persamaan

T3
U=6 [9.25]
T 3  0.5

di mana:
U adalah derajat konsolidasi.

Gambar 9.10 Hubungan U dan T

Akhir proses konsolidasi (awal) secara praktis


Konsolidasi berakhir bila semua kelebihan pemampatan air pori telah hilang, secara teori pada saat t
= . Untuk akhir konsolidasi secara praktis, rata-rata derajat konsolidasi U = 0,994 biasanya
digunakan, dengan T sebesar 2,0. Waktu berlangsung te sampai dengan akhir proses konsolidasi
secara praktis dapat dihitung kemudian menggunakan rumus; untuk drainase satu arah  = 1 dan
untuk drainase dua arah  = 0,5. Periode waktu tersebut, juga dikenal sebagai periode konsolidasi,
besarnya adalah:

2 * ( * h ) 2
te = [9.26]
Cv

9-12
Di mana: te waktu berlangsungnya konsolidasi sampai dengan akhir konsolidasi secara praktis.
Indikasi periode waktu konsolidasi untuk tanah-tanah yang unsur utamanya gambut adalah:

( * h) 2
te = years [9.27]
5
Lapisan mampu mampat banyak
Jika terjadi banyak lapisan, koefisien konsolidasi padanan (C v,eq) harus digunakan dan ketebalan
lapisan yang berbeda akan diterjemahkan ke dalam ketebalan padanan tersebut (C v,eq). Derajat
konsolidasi (U) diambil dari grafik standar pengembangan kelebihan pemampatan air pori.
KenaikanPeningkatan tegangan efektif akan menjadi U*. Skema tersebut akan ditunjukkan pada
gambar berikut ini.

Cv,e
U=60 %

Cv1

Cv,e
Cv2 U=90 %

Cv3 Cv,e
U=45 %

Thickness of layers Thickness in Cv,eq Degree of consolidattion

Gambar 9.11 U dalam lapisan-lapisan yang berbeda

Penurunan dengan beberapa lapisan


Total penurunan beberapa lapisan dihitung menggunakan jumlah penurunan masing-masing lapisan.
Untuk masing-masing lapisan, konstanta digunakan untuk parameter-parameter tanah, yang berlaku
di tengah-tengah lapisan. Akibatnya, pemampatan dihitung untuk setiap lapisan dengan
memperhatikan sembarang pembebanan awal atau pemampatan prakonsolidasi. Tegangan efektif
awal di tengah-tengah lapisan dimaksud ditentukan dari massa kolom tanah di atas dan pemampatan
air pori yang ada sebelum penerapan beban.
Pada waktu menentukan kenaikanpeningkatan pemampatan akibat beban di lapisan yang dimaksud,
distribusi tegangan lateral mungkin dipertimbangkan. Total penurunan semua lapisan pada waktu
tertentu dihitung dengan menjumlahkan bersama-sama pemampatan utama dan sekunder lapisan
tanah yang berbeda pada waktu tersebut.

Penggunaan parameter-parameter
Koefisien konsolidasi cv, yang diperoleh dari uji oedometer di laboratorium seharusnya dikoreksi untuk
memenuhi kondisi di tempat karena hasil uji ini biasanya mengabaikan harga koefisien konsolidasi di
tempat. Karena pengaruh pasir halus atau kerang dan pengaruh drainase dalam pengujian adalah
satu dimensi bukan tiga dimensi, sifat-sifat konsolidasi di tempat akan jauh lebih tinggi. Angka faktor
koreksinya adalah 7-10 (harga yang lebih pasti diperoleh dari uji tiang percontohan).

9.1.4 Pelaksanaan konstruksi bertahap


Anggapan dibuat dalam teori matematika perhitungan konsolidasi seperti dijelaskan pada paragraf
9.2.1 di mana total penambahan beban yang digunakan untuk konsolidasi diterapkan langsung secara
penuh. Dalam praktek, laju penerapan beban konsolidasi akan tergantung pada fase pelaksanaan
konstruksi. Penurunan utama pada waktu tertentu akan tergantung pada kuantitas dan waktu fase dari
pelaksanaan konstruksi, yang dijelaskan dengan persamaan-persamaan berikut ini:

9-13
hp hp1 hp 2 hpn
=   .....  [9.28]
h h h h

hp1  Cc   ' i   '1 


= .U (t1) . log  [9.29]
h  1  e0    'i 

hpn  Cc  ( ' i   '1   '2  ....   ' n  1)   ' n 


= .U (tn) . log  [9.30]
h  1  e0   ( ' i   '1   '2  ....   ' n  1) 

Bila perbandingan linear dari e-log  tidak lagi dapat diterapkan, khususnya untuk tanah dengan
mampumampat sangat tinggi, maka Cc digunakan sebagai pengganti Cc (lihat bagian 9.1.1.3).

9.1.5 Prapembebanan
Dari penjelasan di atas jelas bahwa beban akan menyebabkan penurunan tertentu dan memerlukan
waktu konsolidasi tertentu. Bila dipertimbangkan bahwa waktu konsolidasi akan memerlukan waktu
yang lama, maka perlu prapembebanan diterapkan. Prapembebanan dilakukan dengan pengurugan
untuk memberikan penambahan beban ekstra sehingga penurunan yang dirasa cukup akan dicapai
pada stadium yang lebih awal ketimbang dalam pengurugan normal. Di masa yang akan datang
penurunan sisa akan kecil atau dapat diabaikan. Waktu struktur dan penurunan sisa yang
diperbolehkan akan menentukan skala pengurugan ekstra. Gambar berikut memperlihatkan gagasan
ini.

T,1 Time in months T,2

Set t l.
Requist ed f illing

Preloading
(ext ra surcharge)

Gambar 9.12 Prapembebanan

9.1.6 Pencelupan dan ketinggian yang dipertahankan terus-menerus

Pencelupan urugan tanah


Pemampatan pada tanah gambut terkadang sangat besar, yang bisa menyebabkan sebagian besar
urugan tanah turun di bawah level air tanah. Pengapungan dapat mengurangi beban yang dikerahkan
oleh urugan tanah. Dalam setiap analisis pemampatan yang realistik, ini harus diperhitungkan.

Ketinggian yang dipertahankan terus-menerus


Ada piranti lunak dari Belanda yang dapat mengakomodasi opsi yang disebut ‘ketinggian yang
dipertahankan terus-menerus’. Dengan menggunakan opsi tersebut, permukaan urugan tanah secara

9-14
reguler disesuaikan untuk mengkoreksi elevasi akhir yang telah dirancang untuk penurunan yang
akan terjadi.

9.2 Stabilitas

9.2.1 Umum
Stabilitas struktur sering dijamin dengan mengontrol tegangan yang terjadi di tanah, untuk mencegah
terjadinya kegagalan. Kegagalan adalah fase akhir sifat perubahan bentuk, di mana tegangan
mencapai tingkat di mana perubahan bentuk meningkat terus-menerus. Tanpa kenaikanpeningkatan
tegangan lanjutan, akan muncul hambatan yang tidak mencukupi dalam bentuk gesekan dan/atau
kohesi antara partikel-partikel padatan tanah dari struktur butirannya untuk mencegah terjadinya
gerakan tanah dari satu dengan lainnya; jadi struktur butirannya akan melepaskan diri. Tingkat
tegangan di mana tanah akan runtuh dikenal sebagai daya dukung ultimit, atau daya dukung runtuh.
Daya dukung ini biasanya dicapai atau dilampaui segera di tempat di mana kekuatan gesernya terlalu
rendah. Bila daya dukung ultimit terlampaui, keseimbangan tanah atau stabilitas rusak dan kegagalan
terjadi. Metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan apakah struktur terancam atau tidak
akibat kehilangan keseimbangan atau stabilitas adalah perkiraan kapasitas geser yang kadang-
kadang didasarkan pada perkiraan kasar. Terdapat beberapa bentuk kegagalan:
 Kegagalan oleh gelincir sepanjang permukaan longsor;
 Kegagalan oleh daya angkat;
 Kegagalan oleh pemampatan.

9.2.2 Gelincir sepanjang permukaan longsor


Jika tanah tidak lagi dapat memobilisasi kekuatan geser yang diperlukan untuk menjaga
kesetimbangan di sepanjang bidang khusus, maka permukaan gelincir akan terjadi di sepanjang
volume tanah yang digeser. Tegangan geser kritis biasanya terjadi pada tempat di mana tanah harus
menahan beban hingga, yaitu pada bagian tepi urugan yang luas (pembebanan bertingkat), di bawah
urugan yang sempit (beban lajur) atau di bawah Bahu tepi jalan (pembebanan terpusat).

Selama beberapa dekade, banyak metode perhitungan telah dikembangkan di banyak negara untuk
menentukan stabilitas lereng dan galian pada tanah dengan daya dukung rendah. Ketidakstabilan
terutama terjadi di bawah tepi urugan dan pada bagian tepi galian. Oleh karena itu, di lokasi tersebut,
kesetimbangan masa khusus tanah harus diperhatikan sewaktu menghitung stabilitas. Umumnya,
hipotesis dikembangkan dengan memperhatikan bidang-bidang di mana masa tanah bisa mengalami
geser, dengan anggapan hal ini memang akan terjadi, pada masing-masing titik permukaan geser,
kekuatan bahan yang tersedia akan dimobilisasi. Dengan kondisi ini stabilitas lereng dapat dianalisis
dengan cara coba-coba. Dengan penampang melintang yang kompleks, secara khusus, perhitungan
stabilitas dengan cara manual membutuhkan waktu yang sangat lama. Lebih bertahun-tahun, oleh
karena itu banyak metode perhitungan menggunakan komputer telah dikembangkan untuk
menentukan situasi yang paling tidak stabil dengan cepat dan teliti.

Semua metode perhitungan untuk menentukan stabilitas makro menggunakan faktor stabilitas SF.
Pada saat harga rancangan parameter digunakan dalam perhitungan, lereng yang stabil harus selalu
memiliki faktor stabilitas lebih besar atau sama dengan kesatuannya.

Gambut bersifat anisotropi. Dalam praktek, sifat anisotropi ini mungkin dapat diabaikan untuk kasus
tanah lempung, tetapi untuk tanah gambut, sifat tersebut sangat dominan. Anisotropi gambut
disebabkan oleh strukturnya yang berserat. Pada saat pembebanan, anisotropi akan terus meningkat
karena serabut tersebut ditekan terus sesuai dengan arah yang dikehendaki. Dalam praktek, untuk
menyelidiki pengaruh anisotropi, pengaruh ini dituangkan ke dalam model elemen hingga,
menggunakan anisotropi berbentuk ‘topi’.
Sifat anisotropi gambut juga mungkin dibarengi secara langsung oleh kekuatan ketergantungan (’
dan c’). Dalam perhitungan stabilitas menggunakan metode ‘Bishop’, bila timbunan tanah dilakukan
untuk jalan yang dibangun di atas gambut, faktor kesetimbangan rendah tidak mungkin ditemukan
dalam banyak hal. Faktor kesetimbangan rendah ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa
hanya parameter kekuatan geser dari uji triaksial yang digunakan, yang akibatnya dianggap akan
mewakili kekuatan geser sepanjang keseluruhan permukaan gelincir, tanpa dipengaruhi vektor beban

9-15
lokal. Parameter kekuatan geser dari uji triaksial mungkin hanya mewakili bagian yang aktif dari
permukan gelincir. Dalam keadaan normal dan kemungkinan juga pada zona pasif dari permukaan
gelincir, kekuatan geser dianggap akan dapat diukur dengan uji geser sederhana atau uji geser
langsung dan uji perpanjangan triaksial (lihat Gambar 9.14). Selanjutnya, dalam perhitungan stabilitas
‘Bishop’, permukaan gelincir lingkaran digunakan adalah permukaan yang biasanya tidak menghitung
temuan untuk bidang geser dalam kasus urugan pada tanah gambut dan dengan hasil dari
perhitungan elemen hingga. Alternatif yang baik adalah penggunaan program stabilitas ‘Spencer’
yang tidak hanya lingkaran tetapi juga bukan lingkaran. Permukaan gelincir yang ditentukan pengguna
dapat dilibatkan dalam perhitungan. Saat ini, metodologi untuk tegangan geser yang tergantung arah
dan bidang-bidang gelincir bukan lingkaran sedang dicoba di lapangan. Penyelidikan dilakukan untuk
mengembangkan apakah perbedaan yang berarti tersebut muncul relatif terhadap paraktek yang
berlaku saat ini.

Gambar 9.13 Permukaan gelincir dan penyelidikan laboratorium yang diperlukan

Stabilitas lereng dikaji dengan membandingkan momen guling untuk permukaan longsor yang
diketahui dengan momen hambatan. Beban permukaan memiliki pengaruh-pengaruh berikut ini,
dengan mengkompensasi bagian yang bermutu, pada stabilitas:
 KenaikanPeningkatan probabilitas kegagalan akibat meningkatnya momen penggerak;
 Pengurangan probabilitas kegagalan dengan kenaikanpeningkatan kekuatan geser dan momen
penahan seiring meningkatnya tegangan efektif (dengan catatan bahwa tanah bersifat seperti
aliran) dalam area di bawah pengaruh beban permukan.
Dengan beban terpusat pada atau dekat dengan lereng, beban bukan hanya menyebar di permukaan
penggambaran, tetapi juga pada arah tegak lurus permukaan ini. KenaikanPeningkatan tegangan
akan efektif dan oleh karena itu kekuatan geser di tanah lapisan bawah tersebut akan lebih kecil
daripada kekuatan geser di beban lajur. Hampir semua kasus yang ditemui dalam literatur, faktor
stabilitas yang dihitung dengan model tiga dimensi melebihi harga yang didapat pada model dua
dimensi. Hal ini berlaku untuk lereng dengan dan tanpa beban permukaan. Semakin besar dimensi ke
arah memanjang dari permukaan yang terbebani, semakin kecil perbedaan antara dua faktor
stabilitas.
Dalam konteks ini, peneliti yang berlainan akan memberikan hasil yang berbeda, tergantung dari
faktor-faktor lainnya seperti bentuk permukaan gelincir tiga dimensi yang dipilih. Perhitungan
permukaan gelincir tiga dimensi atau perhitungan elemen hingga tiga dimensi tidak selalu tersedia
dalam praktek konsultasi biasa. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Jerman,
direkomendasikan bahwa perhitungan permukaan gelincir dua dimensi konvensional dilakukan
berdasarkan beban terpusat dan beban terpusat seharusnya dipandang sebagai beban lajur dengan
gaya yang sama per satuan permukaan.
Jadi faktor stabilitas mungkin diperkirakan terlalu rendah, tetapi perkiraan yang rendah dapat
dianggap sebagai cadangan yang tersembunyi. Semakin besar derajat konstribusi kohesi kekuatan
geser, semakin besar cadangan tersebut akan disimpan.

9-16
Metode Bishop
Metode Bishop adalah metode perhitungan permukaan gelincir, yang menganggap kehilangan
kesetimbangan lereng ditentukan oleh kriteria permukaan gelincir lingkaran. Metode tersebut sering
digunakan dalam praktek untuk menentukan faktor stabilitas lereng. Masa tanah yang mengalami
geseran melingkar dibagi dalam sejumlah irisan vertikal. Tegangan geser  dan tegangan normal n
bekerja sepanjang permukaan gelincir melingkar. Gaya geser diperoleh dengan mengalikan kekuatan
geser sepanjang permukaan gelincir dengan panjang b i satu bagian dari permukaan gelincir irisan.
Dengan menjumlahkan gaya-gaya geser dari semua irisan dan mengalikannya dengan jari-jari
lingkaran longsor R akan memberikan momen tahanan total yang dihasilkan oleh kekuatan geser
yang ada. Momen guling ditentukan dengan mengalikan berat badan tanah dari masing-masing irisan
dengan komponen gaya horisontal relatif terhadap titik pusat lingkaran, dan dengan menjumlahkan
semua irisan tersebut. Jika dapat diterapkan, terminologi momen tambahan ditambahkan dengan
memperhatikan keberadaan air bebas. Faktor stabilitas SF didefinisikan sebagai hasil bagi dari
momen penahan dan momen penggerak. Sudut xv diapit pada 45 + ’i/2 untuk sudut yang melebihi.
0

Hal ini disebut ‘cut off’. Harga 45 + ’i/2 sesuai dengan dimensi maksimum lingkaran dalam kriteria
0

Mohr-Coulomb.
Faktor stabilitas hanya dapat ditentukan untuk permukaan gelincir melingkar. Dengan mengubah-
ubah titik pusat dan jari-jari lingkaran, faktor stabilitas minimum harus dicari secara iteratif.
Keterbatasan metode Bishop adalah:
 Metode tersebut hanya cocok untuk permukaan gelincir melingkar.
 Hanya memenuhi kesetimbangan momen eksternal, kesetimbangan vertikal eksternal dan
kesetimbangan vertikal per irisan.
 Kesetimbangan horisontal tidak dihitung secara eksternal atau per irisan, jumlah semua gaya-
gaya dalam irisan tidak nol.
 Metode tersebut membuat anggapan yang tidak benar berkenaan dengan gaya-gaya antar irisan;
akan tetapi anggapan ini memiliki pengaruh kecil.
Penggunaan metode Bishop dalam program komputer menawarkan kesempatan khusus berikut ini:
 Pencarian faktor stabilitas minimum secara otomatis dalam pola titik pusat lingkaran gelincir yang
diberikan.
 Penggunaan tegangan tergantung pada c’ dan ’ dalam lapisan tanah.
 Simulasi dari beban di bagian atas dibagi dengan genap atau beban lajur pada massa tanah.
 Perhitungan persentase penyesuaian untuk pemampatan air pori.

Pendekatan probabilistik
Dalam pendekatan probabilistik untuk stabilitas, pengkajian probabilitas kegagalan dihitung dengan
memperhatikan stabilitas lereng. Dalam metode perhitungan lingkaran gelincir, seperti metode Bishop,
sifat kekuatan diperkenalkan sebagai peubah stokastik; ketidakpastian mengenai kelebihan
pemampatan air pori dapat diterapkan untuk model yang bersifat tidak langsung. Variasi spasial
ketebalan lapisan, berat isi curah densitas menyeluruh lapisan tanah, dan geometri tanah akan
diabaikan demi kemudahan. Di samping itu, diterapkan pembatasan terhadap kejadian acak dari
harga tertentu dalam lapisan, artinya untuk parameter lapisan yang memiliki distribusi sama dan pola
variasi menerus.
Pengembangan di mana harga-harga dalam suatu lapisan yang berhubungan dijelaskan dengan
fungsi autokorelasi. Fungsi tersebut menjelaskan laju fluktuasi parameter-parameter tanah dalam arah
memanjang. Dianggap bahwa parameter kekuatan geser sangat bervariasi secara stokastik dalam
lapisan tanah tersebut, faktor stabilitas yang dihitung dengan metode Bishop juga dapat
dipertimbangkan sebagai suatu parameter yang sedang mengalami perubahan stokastik menerus
dalam arah memanjang lereng. Hasilnya, penggunaan ketidakpastian dalam sifat-sifat kekuatan
geser, harga faktor stabilitas yang diperkirakan akan terjadi, termasuk penyimpangan standar, dapat
dihitung menggunakan metode Bishop. Fungsi otokorelasi sifat-sifat kekuatan geser tersebut juga
dapat digunakan untuk menentukan fungsi autokorelasi faktor stabilitas.
Karakteristik statistik yang menandai variasi faktor stabilitas akan bekerja sebagai masukan untuk
perhitungan probabilitas aktual, yang dikarakterisasikan dengan tiga langkah. Pada langkah pertama,
perhitungan probabilitas faktor stabilitas Bishop yang mempunyai nilai kurang dari 1 di setiap titik
tertentu. Pada langkah kedua, perhitungan pengaruh panjang dan langkah ketiga perhitungan
pengaruh permukaan geser yang berdekatan. Untuk penjelasan lebih lanjut, seharusnya digunakan
acuan dari literatur. Dalam praktek, analisis stabilitas probabilitas digunakan secara eksklusif untuk
situasi khusus. Metode tersebut digunakan untuk menentukan faktor stabilitas sebagian.

9-17
9.2.3 Kesetimbangan vertikal dan daya angkat
Jika pemampatan sentuh, yaitu tegangan efektif antara lapisan-lapisan daya dukung rendah dan
lapisan pasir di bawah lapisan dimaksud, runtuh karena pemampatan air tinggi dalam pasir relatif
terhadap permukaan air tanah, perubahan bentuk besar atau kehilangan kesetimbangan dapat terjadi
di bagian daya dukung rendah dan lapisan tersebut akan terangkat secara lokal. Gejala tersebut
dapat terjadi jika permukaan pisometer dalam lapisan pasir naik, jika untuk contoh tersebut,
tergantung pada permukaan air eksternal tertentu di suatu sungai, dasar sungai tersebut terpotong
oleh lapisan pasir dimaksud.

9.2.3.1 Kesetimbangan vertikal


Bagian pasir di bawah yang terangkat dari suatu galian besar terjadi di mana kehilangan
kesetimbangan vertikal terjadi, yaitu segera setelah pemampatan air dalam akuifer di bawah galian
sama dengan berat tanah di atasnya. Tegangan efektif pada pertemuan muka antara akuifer dan
tanah di atasnya sama dengan nol. Pemampatan pisometer yang dihasilkan dalam akuifer disebut
sebagai pemampatan pisometer maksimum Hg. Hal ini diturunkan dari tegangan tanah vertikal dan
pemampatan air sebagai berikut:

 v

i=1
[  i  hi ]
Hg= + H p= - dz+H p [9.31]
w w

di mana:
Hg = pemampatan pisometer dalam lapisan akuifer yang berhubungan permukaan acuan
(datum);
pemampatan pisometer positif atau negatif jika permukaan tersebut terletak di atas atau di
bawah
datum (m)
v = tegangan efektif vertikal di pertemuan muka akuifer dan tanah di atasnya (kPa)
w
3
= berat volume air (kN/m )
Hp = pemampatan pisometer vertikal dimaksud berhubungan dengan datum; pemampatan
pisometer positif
atau negatif tergantung pada permukaan tersebut terletak di atas atau di bawah datum (m)
i = jumlah lapisan tanah dimaksud; bergerak dari 1 – n (-)
n = jumlah lapisan tanah di atas akuifer dimaksud, termasuk lapisan-lapisan di atas permukaan
air tanah (-)
i
3
= berat volume di lapisan I termasuk air (kN/m )
hi = ketebalan lapisan i (m)
dz = ketebalan lapisan yang terletak di bawah permukaan air tanah dan di atas penampang
akuifer
dimaksud (m)
Gambar 9.14 menunjukkan situasi dimaksud

9.2.3.2 Gaya angkat dekat tanggul


Gejala gaya angkat dapat juga terjadi dekat dengan tanggul yang terletak di atas tanah
mampumampat tinggi dari daya dukung rendah dengan akuifer lapisan pasir, di mana pemampatan
pisometer tergantung pada permukaan air bebas eksternal. Kehilangan kesetimbangan vertikal
dengan kelebihan pemampatan pisometer dalam lapisan tanah dapat mengakibatkan perubahan
vertikal dan horisontal tidak dapat diterima bahkan menyebabkan hilangnya kesetimbangan massa
tanah. Persoalan tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian terpisah:

Sifat aliran air tanah


Dengan menggunakan data geohidrologi dan geometri, pemampatan pisometer dalam lapisan tanah
di bawah lapisan daya dukung rendah dapat ditentukan. Untuk penjelasan metode perhitungan sifat
aliran air tanah.

Kesetimbangan vertikal

9-18
Dengan membandingkan berat lapisan-lapisan daya dukung rendah dan pemampatan pisometer
dalam lapisan pasir, kesetimbangan dapat dicek; gaya angkat terjadi jika tegangan efektif menjadi nol
untuk pemampatan pisometer tinggi dalam lapisan pasir.

Sifat stabilitas dan perubahan bentuk


Tergantung pada tegangan efektif yang dihitung dan kekakuan, stabilitas atau sifat stabilitas dan
perubahan bentuk, dicek. Di sini metode stabilitas yang disederhanakan berdasarkan metode Spencer
digunakan sebagai tambahan perhitungan beban dan perubahan bentuk dengan cara manual.
Pertama-tama metode tersebut menganalisis sifat kesetimbangan yang diikuti oleh sifat perubahan
bentuk. Untuk penjelasan metode perhitungan sifat kesetimbangan dan perubahan bentuk. Untuk
lokasi bangunan atau galian yang sempit, tegangan distribusi menghasilkan pengaruh yang
diinginkan.

Gambar 9.14 Kesetimbangan vertikal dengan kelebihan pemampatan air dalam akuifer

9.2.4 Penyempritan
Jika lapisan tanah mampumampat tinggi dengan daya dukung rendah diapit oleh kurang lebih lapisan
padat di bagian atas dan lapisan padat di bagian bawah (misalnya pasir), dan lapisan permukaan
tersebut menjadi sasaran beban setempat, maka akan ada kesempatan pada lapisan antara tersebut
untuk mengalami penyempritan. Gejala tersebut umumnya dikenal sebagai penyempritan.
Penyempritan disebabkan karena kelebihan pemampatan air pori yang terjadi secara lokal relatif
sangat cepat dalam lapisan daya dukung rendah, dengan hasil tegangan geser yang melebihi
kekuatan geser yang ada. Potensi penyempritan lapisan dengan daya dukung rendah dicek
menggunakan metode ‘Matar-Salencon’. Di sini diterapkan faktor sebagian yang dijelaskan di bagian
4.

Gambar 9.15 Penyempritan lapisan antara sebagai hasil urugan setempat

9-19
Aturan perhitungan ‘Matar-Salencon’
Dengan aturan Matar Salencon, ketinggian urugan yang diijinkan dapat ditentukan berdasarkan
kohesi takberdrainase dari bahan fondasi. Persamaan yang berhubungan dengan hal tersebut adalah:

1  C


p =   4.14 C bu + u  x  [9.32]
SF  h 

di mana:
p = beban yang diijinkan (kPa)
SF = faktor stabilitas (-)
a
Cu = kekuatan takberdrainase bagian tepi atas lapisan daya dukung rendah (kPa)
b
Cu = kekuatan takberdrainase bagian tepi bawah lapisan daya dukung rendah (kPa)
h = ketebalan lapisan daya dukung rendah
x = jarak dari kaki urugan (m)

Persamaan tersebut memberikan ‘garis keruntuhan’ beban maksimum pada tanah; hal ini ditunjukkan
dengan jelas pada Gambar 9.16. Urugan yang diijinkan adalah beban yang secara rata-rata tetap
berada di bawah garis keruntuhan.

Gambar 9.16 Urugan yang diijinkan untuk kesetimbangan horisontal menurut Matar-Salencon

9.3 Stabilitas selama pelaksanaan konstruksi


Di samping mengkaji keadaan lereng terkonsolidasi sempurna, stabilitas selama pelaksanaan
konstruksi juga harus dipertimbangkan. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pelaksanaan
konstruksi dapat diselesaikan dalam waktu yang masuk akal dan di mana kecepatan berbagai lapisan
urugan dapat ditambahkan.
Situasi kritis selama pelaksanaan konstruksi adalah ketika lapisan urugan harus ditambahkan. Hall-hal
ini menyebabkan naiknya pemampatan air pori tambahan dalam lapisan bawah tanah walaupun
kelebihan pemampatan air pori yang dihasilkan dari lapisan urugan sebelumnya belum seluruhnya
menghilang. Secara umum, penentuan jadwal urugan timbunan tanah untuk jalan terdiri dari beberapa
langkah.

 Pertama dihitung kelebihan penghilangan pemampatan air pori, urugan total yang direncanakan
akan memiliki stabilitas yang cukup tinggi; kelebihan pemampatan air pori tersebut kemudian dapat

9-20
dijelaskan sebagai derajat konsolidasi. Dalam praktek, dengan menghitung faktor stabilitas dari
urugan total untuk jumlah derajat konsolidasi (misalnya 30%, 60%, dan 90%) melakukan
perhitungan perhitungan. Derajat konsolidasi minimum yang diminta (misalnya 50%), relatif
terhadap faktor stabilitas yang diinginkan untuk urugan total, ditentukan dengan interpolasi.
 Periode hidrodinamis dihitung, setelah itu pengembangan konsolidasi dicapai; periode waktu
minimum yang diperlukan untuk mencapai urugan seluruhnya kemudian dicapai dengan
menggunakan persentase konsolidasi minimum yang diminta.
 Jika periode minimum yang dihitung lebih lama daripada periode kinerja yang tersedia, pengaruh
saluran vertikal atau ukuran khusus lainnya harus diselidiki (lihat bagian).
 Urugan total normalnya diterapkan dalam sejumlah lapisan. Waktu penerapan lapisan urugan
tergantung pada ketinggian lapisan urugan dan derajat konsolidasi dalam tanah lapisan bawah
sebagai hasil urugan sebelumnya. Perhitungan permukaan gelincir digunakan untuk mencapai
persyaratan persentase konsolidasi untuk tanah lapisan bawah agar dapat mencapai lapisan
urugan pada ketinggian tertentu. Faktor keamanan yang diperlukan diambil dengan
memperhitungkan ini. Persentase konsolidasi untuk tanah lapisan bawah kemudian dapat
diterjemahkan ke dalam waktu kinerja atau waktu tunggu. Dengan mengubah-ubah ketebalan
lapisan urugan dan periode tunggu, periode kinerja akan dioptimasi. Jika periode kinerja minimum
tersebut masih terlalu lama, karena berbagai waktu tunggu, dapat diambil pertimbangan khusus
seperti beberapa yang telah dimuat di bagian sebelumnya.

Dalam perhitungan untuk perbaikan tanggul di Belanda, juga harus diingat bahwa hanya sedikit waktu
yang tersedia setiap tahun untuk kinerja kerja tersebut, misalnya dari pertengahan Maret sampai
pertengahan Oktober. Begitu juga, dalam tahun kinerja pertama, biasanya hanya sedikit waktu yang
tersedia untuk operasi urugan aktual, dalam prakteknya akan diminta beberapa bulan untuk
persiapan. Pada tahun kinerja akhir, waktu juga harus dicadangkan untuk pekerjaan penyelesaian,
penerapan permukaan jalan dsb.

9.4 Pengelolaan drainase dan permukaan air


Seperti dijelaskan pada paragraf sebelumnya, air memainkan peran yang penting dalam sifat tanah,
hal ini sangat diperlukan untuk melakukan survei permukaan air tanah. Survei permukaan air tanah
memberikan informasi yang sangat berharga mengenai kondisi air tanah di suatu wilayah. Permukaan
air tanah mencerminkan kondisi keseimbangan air antara komponen isian/debit yang berbeda.
Sewaktu keseimbangan berubah, maka permukaan air tanah juga berubah. Perubahan permukaan air
tanah dapat menyebabkan penurunan dan stabilitas tanah. Dalam beberapa hal diperlukan
pengendalian sistem drainase air tanah untuk menghindari permasalahan geoteknik.

Drainase air tanah menggunakan aliran bawah permukaan mungkin merupakan metode yang paling
cocok. Aliran bawah permukaan diperlukan untuk menjaga permukaan air tanah di suatu wilayah
rendah. Aliran berlubang harus diletakkan pada kedalaman tertentu, yang tergantung pada parameter-
parameter tanah bahan urugan, zona kering dan pipa berjarak. Pipa dibungkus dengan geotekstil atau
ijuk. Bungkusan pipa tersebut akan mengurangi kehilangan pemampatan pada pintu masuk dan akan
mencegah masuknya bahan lanau halus dalam pipa. Pipa berlubang harus diletakkan di suatu parit
yang diurug dengan pasir, yang dipadatkan dengan sempurna dan lengkap di sekitar pipa.

Dalam banyak hal rancangan dapat dilakukan dengan bertumpu pada kondisi stabil menggunakan
satu dari banyak rumus yang tersedia. Paragraf ini menyajikan suatu kasus, yang diselesaikan
dengan menggunakan rumus Hooghoudt. Rumus-rumus tersebut memiliki penerapan yang luas dan
strukturnya relatif sederhana. Bagian berikut ini akan memperlihatkan perhitungan sederhana, dalam
menerapkan aliran bawah permukaan.

Contoh:
Tentukan jarak aliran yang diperlukan untuk kriteria rancangan dasar Q = 7 mm.

9-21
H=0.6 m K1=5 m/d
W=1,0 m
Pipe with
h OD = 0.2 m
U=0.3 m

K2=1 m/d
D==3.0 m

Gambar 9.17 Aliran bawah permukaan

Dalam perhitungan digunakan rumus Hooghoudt. Rumus tersebut diterapkan untuk 2 lapisan tanah
homogen dengan aliran permukaan terletak pada pemisahan lapisan tersebut. Rumus tersebut
cenderung digunakan dalam kondisi di mana lapisan bagian atas lebih permeabel daripada lapisan
bawah.

Rumus tersebut adalah :

D
d
8D D
ln  1
L u
dan

4 K 1  h 2 8K 2  d  h
L2  
q q

Di mana:
d = ketebalan lapisan ekivalen;
D = jarak dari aliran ke bagian atas lapisan kedap air;
L = ctc dari aliran;
u = keliling basah;
K1 = lapisan permeabel di bagian atas;
K2 = lapisan permeabel di bagian bawah.

Penyelesaian dengan cara coba-ralat:

Untuk percobaan yang pertama, anggap L = 40m, dengan D = 3,0 mm, u = 0,3 m dan L = 40 m. Baca
dari perhitungan bahwa d = 2.08m

4 K 1  h 2 8K 2  d  h 4  5  (0.4) 2 8 1 (2,08)  (0.4)


L2      1408
q q 0.007 0.007
L  37.5m
Untuk percobaan kedua, anggap bahwa L = 37 m, dari perhitungan d = 2.03 m.
D 3
d   2.03
8D D 83 3
ln  1 ln 1
L u   37 0.3

9-22
4 K 1  h 2 8K 2  d  h 4  5  (0.4) 2 8 1 (2,03)  (0.4)
L2      1385
q q 0.007 0.007
L  37.2m
Penyelesaian akhir atau percobaan kedua menganggap L = 37 m.

9.5 Pengaruh timbunan tanah untuk kapasitas tiang

9.5.1 Tiang menerima beban horisontal akibat pemindahan tanah


Dalam metode ‘De Leeuw’ untuk menentukan sifat tiang yang menerima beban horisontal dari
pemampatan tanah, pertama-tama akan dihitung sifat tanah dan kemudian sifat tiang. Tegangan-
tegangan pada tiang dan perubahan bentuk tiang yang dihasilkan ditentukan dengan menggabungkan
kedua sifat –sifat tersebut, setelah momen lentur tiang ditemukan.

Sifat tanah
Untuk situasi sederhana, agar pemindahan tanah horisontal dapat dihitung, digunakan Tabel Ijsseldijk
dan De Leeuw. Anggapannya adalah :
 Perubahan bentuk tanah tidak menyebabkan perubahan volume (angka Poisson’s = 0,5);
 Lapisan tanah mampumampat tinggi homogen;
 Dianggap situasi yang terjadi adalah bidang regangan;
 Lapisan pasir yang dalam atau lapisan fondasinya tak mampumampat.
Dilakukan pembedaan yang jelas antara pembebanan lajur dan pembebanan bertingkat, dan bagian
atas lapisan atau tanah mampumampat tinggi dapat diwakili oleh kerakkulit yang kaku. Kulit yang
kakuKerak misalnya dapat terdiri dari lapisan pasir yang terletak pada lapisan mampumampat tinggi.
Bila lapisan tersebut ada di atas lapisan mampumampat tinggi, hasil-hasil perhitungan dengan dan
tanpa kerak kulit kaku dapat dipandang sebagai dua harga ekstrim.

Gambar 9.18 Sifat-sifat tanah dan tiang menurut De Leeuw untuk tiang yang terbebani secara
horisontal akibat gerakan tanah

Dengan menggunakan penjelasan analitik untuk tegangan horisontal dan pemindahan tanah
horisontal, harga tersebut dapat dihitung untuk lokasi tiang. Pada kasus tiang kaku takberhingga, hal
berikut ini berlaku untuk sifat tanah; U = 0 dan  = 2 xx; pada kasus tiang fleksibel takberhingga, sifat
tanah adalah U = Ux dan  = 0. Jika tiang memiliki kekakuan berhingga, sifat tanah dikarakterisasi
dengan garis yang ditunjukkan pada Gambar 9.18, garis tersebut diacu sebagai garis tanah.

Sifat tiang
Lendutan tiang maksimum sebagai hasil dari setiap pembebanan pada kulit tiang sekarang dapat
dihitung menggunakan rumus:

9-23
1 qpleff 4
Ym  . [9.33]
 ( EI ) p

di mana:
Ym = lendutan tiang maksimum (m)
qp = beban per meter panjang tiang (kN/m)
 = faktor yang tergantung pada kondisi pendukung dan jepitan rotasi kepala tiang; kepala
bebas atau kepala jepit.

Beban per meter panjang dapat dihitung dari beban per satuan luas yang ditimbulkan pada tiang oleh
tanah. Rumus berikut ini digunakan:

qp
3  [9.34]
S .D
di mana:
3 = beban per satuan luas per meter panjang tiang (kPa)
S = faktor bentuk
D = diameter tiang (m)
‘Garis tiang’ sekarang dapat digambar menggunakan grafik pada Gambar 9.18, persilangan antara
garis tanah dan garis tiang. Pada grafik dalam Gambar 9.18 diperlihatkan lendutan tiang (u 3) dan
tegangan pada kulit tiang (3).

Momen lentur tiang


Momen lentur tiang selanjutnya dapat dihitung menggunakan rumus:
2
Mmax =.S.D.3. leff [9.35]

di mana:

Mmaks = momen lentur maksimum tiang (kN m)


 = faktor yang tergantung pada kondisi dukungan tiang dan jepitan rotasi kepala tiang: bebas
atau jepit.

Interaksi antara tanah dan tiang juga dapat dihitung menggunakan program elemen hingga. Dengan
kekakuan tanah dan tiang tersebut, interaksi tersebut dapat dimodelkan.

9.5.2 Gesekan kulitFriksi kulit negatif


Selama bertahun-tahun, banyak metode perhitungan telah dikembangkan untuk memprediksi
gesekan kulitfriksi kulit negatif. Metode Zeevaert/De Beer dan metode gelincir adalah metode yang
biasanya dikenal dan paling umum.

Metode Zeevaert/De Beer


Zeevaert mengusulkan metode analitik untuk menghitung gesekan kulitfriksi kulit negatif. Ia
mengasumsikan bahwa gelincir yang besar terjadi antara tiang dan tanah, sedemikian rupa sehingga
tanah akan menghasilkan geser ke arah bawah pada tiang.
Tegangan geser dihitung dari tegangan efektif vertikal menggunakan rumus berikut ini:

 = Ko . ´v .tan ´ [9.36]

di mana:
 = tegangan geser (kPa)
K0 = koefisien pemampatan tanah saat istirahat
v’ = tegangan efektif vertikal (kPa)
’
0
= sudut geser dalam efektif ( )

9-24
Sebagai bagian dari tanah yang tertempel pada tiang, dalam lapisan di bawah, tegangan efektif
vertikal pada zona langsung dekat dengan tiang akan mengecil sesuai dengan tegangan geostatik.
Hal ini menyebabkan penurunan tegangan horisontal dan tegangan geser. Dengan membandingkan,
kesetimbangan vertikal tanah di mana beban negatif pada tanah lapisan bawah akibat dari gesekan
kulitfriksi kulit negatif diperhitungkan, Zeevaert, setelah pengintegrasian terhadap ketebalan lapisan,
yang mengembangkan rumus untuk mengukur gesekan kulitfriksi kulit negatif. De Beer
mengembangkan metode perhitungan tersebut dengan memasukkan:
 Kedalaman kritis di mana di bawahnya tidak terjadi gesekan kulitfriksi kulit negatif;
 Adhesi antara tiang dan tanah.
Ia juga mengadaptasi perhitungan pada:
 Sistem dua lapisan;
 Tiang terisolasi.
Kedalaman kritis adalah kedalaman di mana di bagian bawahnya, tegangan efektif vertikal lebih
rendah daripada harga asli akibat pengaruh gesekan kulitfriksi kulit negatifnya. Di bawah kedalaman
ini, tidak terjadi gesekan kulitfriksi kulit negatif. Dengan memasukkan adhesi (anggap sama dengan
kohesi) dalam rumus, dan parameter tanah lainnya dijaga agar tidak berubah, diperoleh harga
gesekan kulitfriksi kulit negatif yang lebih rendah. Untuk tiang terisolasi, De Beer menganggap bahwa
0
hanya tanah dalam kerucutkonus dengan sudut di bagian atas sebesar 90 yang akan mengakibatkan
tegangan geser ke bawah pada tiang. Dengan menggunakan rumus Zeevaert untuk sistem dua atau
lebih lapisan seperti yang diusulkan oleh De Beer, dapat diperoleh harga yang lebih rendah untuk
gesekan kulitfriksi kulit negatif.

Metode gelincir
Metode gelincir adalah suatu metode analitis untuk menghitung gesekan kulitfriksi kulit negatif.
Dianggap bahwa tiang lengkap/gelincir tanah akan terjadi ketika tanah mengerahkan gaya geser ke
bawah pada tiang. Gaya geser dihitung dari tegangan vertikal menggunakan rumus:

 = c´ + Ko . ´v .tan  [9.37]

di mana:
 = tegangan geser (kPa)
c’ = kohesi (kPa)
K0 = koefisien pemampatan tanah pada saat istirahat
’v = tegangan efektif vertikal (kPa)

0
= sudut geser pada pertemuan antara tanah/tiang ( )
Persamaan (9.37) tersebut tidak memperhitungkan pengurangan tegangan efektif vertikal akibat
gesekan kulitfriksi kulit negatif lapisan di atasnya.

9.6 Perhitungan elemen hingga

9.6.1 Umum
Pengetahuan mengenai distribusi tegangan dan perubahan bentuk timbunan tanah untuk jalan
merupakan hal yang mendasar dan penting khususnya untuk perancangan permukaan jalan dan
untuk memperkirakan penurunan konsolidasi. Sifat-sifat tersebut sangat berpengaruh terhadap
kekuatan dan usia permukaan jalan.
Metode elemen hingga sangat bermanfaat untuk menentukan sifat dua dimensi. Pada umumnya,
harus dilakukan kompromi mengenai model bahan tersebut. Karena karakter anisotropi tanah gambut,
perhitungan elemen hingga harus dilakukan dengan sangat hati-hati berkenaan dengan parameter
dan interpretasi hasil perhitungan. Kebanyakan program yang tersedia dalam praktek menggunakan
model tanah elastoplastik. Hal ini disebut’model dua fase’ sifat gabungan partikel padatan dan air
diperhitungkan secara serentak sehingga konsolidasi nonlinear dapat dimodelkan. Sifat ‘pengerasan’
tanah yang lebih realistik (yaitu sifat plastik sebelum mobilisasi sempurna gesekan yang tersedia atau
kekakuan yang tergantung pada tingkat tegangan) tidak ditawarkan, karena opsi dalam banyak
program dan situasi yang sebenarnya mutlak akan terjadi.
Saat ini, di bawah bantuan dari penelitian TAW, pengalaman dilakukan dengan model Cam-clay dan
model tanah lunak. Model tersebut diimplementasikan dalam program Plaxis. Belakangan ini
dikembangkan model rangkak tanah lunak dikembangkan, yang memperhitungkan rangkak.

9-25
Penggunaan model elemen hingga menuntut keahlian geoteknik dalam hal pemilihan parameter,
skematisasi, dan interpretasi hasil dimaksud. Dalam program penelitian TAW, penyelidikan yang
sudah siap untuk menyusun petunjuk untuk mengidentifikasi parameter yang diperlukan untuk model
elemen hingga.
Verifikasi dan validasi proyek merupakan sarana pendukung yang sangat penting untuk mengkoreksi
model elemen hingga. Pengembangan lebih lanjut mengenai pemodelan elemen hingga di lapangan
adalah:
 Anisotropi kekakuan dan parameter kekuatan;
 Pengaruh rotasi tegangan.

9.6.2 Model
Secara umum sifat tanah lunak (gambut) dapat dilakukan dengan cukup baik melalui pemodelan
tanah pengerasan seperti yang diimplementasikan dalam program FEM (misal Plaxis versi 7.1).
Sepertinya model HS sangat cocok untuk gambut (tanah lunak). Lebih-lebih, kebanyakan persoalan
tanah lunak dapat dianalisis menggunakan model tersebut, tetapi model HS tidak sesuai bila
mempertimbangkan rangkak, yaitu pemampatan sekunder. Dengan menganggap pemampatan
sekunder (misalnya selama periode 10 atau 30 tahun) hanya merupakan persentase kecil dari
pemampatan primer, jelas bahwa rangkak merupakan hal penting untuk permasalahan yang
berhubungan dengan pemampatan primer yang begitu besar. Hal ini terjadi misalnya dalam kasus
konstruksi jalan di atas gambut (tanah lunak). Lebih-lebih, penurunan primer yang besar dari timbunan
tanah untuk jalan biasanya diikuti oleh penurunan rangkak yang cukup besar di kemudian hari.
Dalam beberapa kasus timbunan tanah telah ditemukan mengenai lapisan tanah yang terlalu
terkonsolidasi pada awalnya yang menghasilkan relatif penurunan primer kecil. Maka sebagai akibat
dari pembebanan, keadaan konsolidasi normal bisa dicapai dan rangkak yang signifikan bisa
mengikutinya. Hal ini merupakan situasi membahayakan, pada saat pemampatan sekunder dapat
dianggap tidak dimulai dengan tanda peringatan pemampatan primer yang besar. Di luar persoalan
yang berhubungan dengan fondasi, rangkak memainkan peran yang penting pada lereng yang tajam.
Banyak lereng alami memiliki faktor keamanan yang relatif kecil dan mereka memperlihatkan
pemindahan tanah terus-menerus akibat rangkak. Perubahan geometri secara perlahan dan
degradasi yang berkaitan dengan kekuatan dapat mengakibatkan lereng longsor. Berbagai persoalan
yang berbeda yang berhubungan dengan rangkak telah memotivasi beberapa peneliti untuk
mengembangkan hubungan tegangan-regangan yang memperhatikan rangkak. Model tersebut
disebut : Model rangkak tanah lunak.

9.6.3 Keuntungan/kerugian FEM


Dalam perbandingan dengan perhitungan lainnya (program komputer), FEM memiliki karakteristik
khusus sebagai berikut:
Metode elemen hingga:
 Secara umum analisis memerlukan waktu banyak;
 Dua (atau tiga) dimensi;
 Mekanisme keruntuhan menyimpang dari lingkaran;
 Tidak hanya menyangkut stabilitas tetapi juga perubahan bentuk;
 Sifat prediksi jangka panjang, yaitu konstruksi bertahap;
 Konstruksi komposit, yaitu perbaikan tanah, perkuatan.

9.6.4 Aspek penting dalam penggunaan metode FEM


Dalam menggunakan FEM ada beberapa aspek dan prosedur yang harus dipertimbangkan:
Prosedur:
 Akurasi ketelitian dalam penyelidikan tanah; membuat maksud analisis yang jelas;
 Skematisasi persoalan;
 Model yang diterapkan;
 Interpretasi.
Parameter-parameter:
 Penentuan parameter (masukan) untuk mengkaji parameter-parameter model konservatif;
 Penggunaan semua informasi yang tersedia, mengenai geologi, rencana pelaksanaan kerja,
pengalaman sebelumnya di lokasi tersebut;

9-26
 Penggunaan hasil uji langsung sebanyak mungkin, dengan memperhatikan kemungkinan
kesalahan akibat pengambilan contoh tanah atau gangguan penetrasi;
 Membuat korelasi antara hasil-hasil pengujian yang tersedia. Pemeriksaan hal tersebut terhadap
literatur dan penggunaan korelasi dalam literatur. Bandingkan prediksi yang dibuat dengan korelasi
yang berbeda agar dapat merasakan adanya perulangan dan akurasi ketelitian dalam relasi
tersebut. Hanya percaya pada korelasi jika ini juga berlaku untuk beberapa tipe tanah dan kondisi.
Cek dan cek ulang
 Pertimbangkan mekanisme perubahan bentuk dan kaji tingkat tegangan dan regangan
sebelumnya untuk memilih parameter kekakuan yang sesuai;
 Gunakan metode geostatistik untuk mengambil rata-rata terbaik dan untuk mendapatkan
pandangan mengenai kemungkinan variasi kekakuan secara lokal dan terhadap seluruh daerah;
 Jangan terlalu tergantung pada pemilihan parameter dalam rancangan, lakukan analisis
sensitivitas kapanpun memungkinkan. Coba mengetahui parameter yang mempengaruhi model
sebanyak-banyaknya dan berikan parameter-parameter tersebut dengan hati-hati;
 Cek perhitungan tingkat tegangan dan regangan terhadap parameter kekakuan yang digunakan
berdasarkan pada cek dan menjalankan ulang program.

9.7 Daftar Acuan


[9.1] American Standard of testing Material, D2435
[9.2] Burmister, D.M., The general theory of stresses and displacements in layered systems,
Journal appl.Physics, vol. 16, 1945
[9.3] Butterfield, R (1979), A natural compression law for soil, Geotechnique, 2.
[9.4] Begemann, H.K.S.Ph. and E.H. de Leeuw, Horizontal earth pressures on foundation pile as
result of nearby soil fills, Proc.5 th Europ.Conf.SMFE, vol. 1, Madrid 1972.
[9.4] British Standard 1377
[9.5] CUR, C68/1-17, Three dimensional distribution of point loads, Gouda, 1991
[9.6] CUR, C68/2-02, Vacuum consolidation, Gouda, 1991
[9.7] Das, Braja M., Elsevier Science Publishing Co. Inc., 1983
[9.8] Fokkens, B., Calculation of peat strata compression from the organic matter and water
content, De Ingenieur, Editie Bouw en Waterbouwkunde, no. 3, March 1970.
[9.9] Gibson, R.E. and K.Y.Lo, A theory of consolidation for soils exhibiting secondary compression,
Soil Mechanic Laboratory of London, 1960.
[9.10] Gibson, R.E., R.L. Schiffman and S.L. Pu, Plane strain consolidation and axially symmetric
consolidation of clay layer on a smooth impervious flow in a multi-layer complex, Technical
University, Delft, 1982.
[9.11] Grondmechanica Delft, E.J.den Haan, A proposal amending the Grondmechanica Delft
standard procedure for compression tests, Report No. SE-690404, December 1987.
[9.12] Grondmechanica Delft, E.J. den Haan, Bibliographical survey-Stability of embankment on soft
subsoil, report no. CO-416731713, 1986.
[9.13] Grondmechanica Delft, E.J. den Haan, Compressibility and other properties of peat in a
characteristic West Neterlands peat profile, Report no. CO-305862/3, September 1989.
[9.14] Hirschfeld, R.C. and S.J. Poulos, Embankment dam engineering, Papers in honour of Arthur
Casagrande, A Wiley-Interscience publication, Includes bibliographies, Content: Janbu, N.,
Slope stability computation [etc.], John Wiley & Sons, Inc., 1973, ISBN 0-471-40050-5.
[9.15] Jurgenson, L., The application of theories of elasticity and plasticity to foundation problem, J.
Boston Soc. Civil Engineers, no. 21, 1934.
[9.16] Keverling Buisman, A.S., Grondmechanica (Soil mechanics), Waltman, Delft, 1940.
[9.17] Koppejan, A.W., A formula combining the Terzaghi load compression relationship and the
Buisman secular time effect, Proc. 2 nd Int.Conf. SMFE, part 3, Rotterdam, 1948.
[9.18] Lambe, T.W. and R.V.Whitman, Soil Mechanic, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1969.
[9.19] Rijk, L., de, The calculation of secundary settlement in one-dimensional compression, Delft
Prog.Rep 3, 1978.
[9.20] Terzaghi, K. and R.B. Peck, Soil Mechanics in Engineering Practice, John Wiley & Sons, New
York, 1967.
[9.21] Vermeer, P.A. and H. van Langen, Soil Collapse Computations with finite elements, Ingenieur-
Archiv 59, 1989.
[9.22] Winterkom and Fang, Foundation Engineering Handbook, 1975
[9.23] Wood, D.M., Soil Behaviour and Critical State Soil Mechanics, Cambridge University Press,
1990.

9-27
9-28
BAB 10 ............................................................................................................................................................... 10-1

OPSI RANCANGAN UNTUK JALAN-JALAN BARU ........................................................................................ 10-1


10.1 PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 10-1
10.2 TEKNIK-TEKNIK URUGAN DAN GALIAN .......................................................................................................... 10-2
10.2.1 Konstruksi bertahap ......................................................................................................................... 10-2
10.2.2 Prapembebanan ............................................................................................................................. 10-2
10.2.3 Metode Penggantian........................................................................................................................ 10-3
10.2.3.1 Penjelasan ............................................................................................................................... 10-3
10.2.3.2 Penggantian dengan Penggalian ............................................................................................. 10-3
10.2.4 Metode Pemindahan....................................................................................................................... 10-4
10.2.4.1 Penjelasan ............................................................................................................................... 10-4
10.2.4.2 Pemindahan tanah oleh timbunan tanah ................................................................................. 10-4
10.2.4.3 Penggantian dan Penggalian sebagian ................................................................................... 10-5
10.2.5 Penggunaan Bahan-bahan berat ringan .......................................................................................... 10-5
10.2.5.1 Pasir tufaan vulkanik (‘Flugsand’) ............................................................................................ 10-5
10.2.5.2 Bahan-bahan alami berasal dari tumbuhan ............................................................................. 10-5
10.2.5.3 Busa EPS ............................................................................................................................ 10-6
10.2.5.4 Beton Busa .............................................................................................................................. 10-6
10.2.5.5 Pelet lempung mengembang ............................................................................................... 10-7
10.3 TEKNIK-TEKNIK PERCEPATAN KONSOLIDASI............................................................................................... 10-7
10.3.1 Drainase vertikal ......................................................................................................................... 10-8
10.3.1.1 Metode saluran pasir ........................................................................................................... 10-8
10.3.1.2 Metode tiang pasir terpadatkan ................................................................................................ 10-8
10.3.1.3 Saluran sintetis dan kertas ....................................................................................................... 10-9
10.3.2 Konsolidasi vakum ........................................................................................................................ 10-10
10.4 TEKNIK-TEKNIK UNTUK PERKUATAN TIMBUNAN TANAH .................................................................................. 10-11
10.4.1 Matras geosintetis.......................................................................................................................... 10-11
10.4.2 Korduroi ......................................................................................................................................... 10-13
10.4.3 Cabang-cabang pohon ................................................................................................................. 10-15
10.5 TEKNIK-TEKNIK UNTUK MENGURANGI PERUBAHAN BENTUK ............................................................................ 10-15
10.5.1 Kolom-kolom dibentuk di tanah ..................................................................................................... 10-15
10.5.2 Tiang kayu dengan matras ............................................................................................................ 10-15
10.5.2.1 Sejarah Metode ...................................................................................................................... 10-15
10.5.2.2 Metode Konstruksi dan Rancangan ....................................................................................... 10-16
10.5.3 Kelompok tiang .............................................................................................................................. 10-17
10.5.3 Metode Pelat Tiang....................................................................................................................... 10-17
10.5.3.1 Metode Pelat Tiang ................................................................................................................ 10-18
10.5.3.2 Metode Topi tiang ................................................................................................................... 10-19
10.6 TINJAUAN DAN TABEL KLASIFIKASI .............................................................................................................. 10-22
10.6.2 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Memberikan Dukungan Konstruksi tambahan pada Timbunan
tanah ........................................................................................................................................................ 10-23
10.6.3 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Perbaikan Tanah Asli di bawah Timbunan Tanah .............. 10-24
10.6.4 Ringkasan Metode Konstruksi Tradisional untuk Perbaikan Tanah Asli di bawah Timbunan Tanah
................................................................................................................................................................. 10-27
10.6.5 Kombinasi tipikal pekerjaan tindakan perlawanan ........................................................................ 10-28
10.7 DAFTAR ACUAN ................................................................................................................................. 10-30

10-0
BAB 10
OPSI RANCANGAN UNTUK JALAN-JALAN BARU

10.1 Pendahuluan
Kebanyakan metode alternatif konstruksi dapat digunakan untuk semua proyek. Setiap alternatif
memiliki kemungkinan teknisnya sendiri dan tergantung pada situasi, mempunyai keuntungan dan
kerugian tertentu. Dengan menentukan berbagai metode konstruksi termasuk yang berhubungan
dengan biaya, kita membuat pemilihan menjadi rasional. Dilihat dari keperluan praktis, alternatif
metode konstruksi dibagi dalam tiga tipe metode:
Metode tradisional (tiang cerucuk, korduroi dsb)
Metode biasa (pengantian/pemindahan, prapembebanan, drainase vertikal, tiang pasir yang
dipadatkan, konsolidasi vakum)
Metode khusus, hanya berlaku untuk situasi tertentu.

Aplikasi metode konstruksi tergantung beberapa aspek yang telah dijelaskan pada Bab 4. Bagian ini
hanya menyingkat penjelasan beberapa metode konstruksi. Pada bagian ini, ada penekanan pada
metode tradisional dan metode biasa. Tabel 10.1 menyajikan petunjuk pemilihan teknik konstruksi.

Tabel 10.1 Petunjuk pemilihan teknik konstruksi


Kondisi Teknik yang disarankan
A. Kondisi Tanah
Tanah Tanah organis Semua metode
Gambut Metode yang dapat mempercepat drainase tidak
dapat diterapkan, kolom taktertekan juga tidak bisa
digunakan
Konfigurasi Tanah Lapisan gambut tipis Berat ringan
<2m Selimut pasir
Penggantian/pemindahan
Prapembebanan
Konstruksi bertahap
Matras/geomatras/geosel
Lapisan gambut Drainase vertikal (+beban tambahan)
tebal Kolom pasir/kolom tanah dipadatkan
Tiang pancang
Beban ringan
B. Konstruksi
Periode konstruksi Panjang Konstruksi bertahap
Prapembebanan
Drainase vertikal (+ beban tambahan)
Pendek Tiang pancang
Metode “konstruksi” lainnya
Lokasi Banyak ruang Kemiringan yang baik
Prapembebanan
Bahan-bahan Rakitan (matras) pasir
Drainase pasir
Cunette

B. Konstruksi
Kendala kerja Penggantian dengan penggalian < 3 m
Metode penggantian yang dipaksakan < 10 m
Drainase vertikal < 30 m
Kedalaman campuran < 30 m
Tiang pasir < 30 m
Mobilitas peralatan Perlakuan permukaan
Kondisi Teknik yang disarankan

10-1
C. Kondisi konstruksi
Timbunan tanah Beban tambahan > 1,5 m
rendah Rakitan pasir
Selokan drainase (saluran buangan samping)
Perkuatan tanah untuk meningkatkan kekakuan
Stabilisasi tanah permukaan
Tiang pancang untuk melawan getaran lalu-lintas
Pendekatan Tiang pasir
konstruksi Kolom batuan
Stabilisasi
Imbangan beban
Pengurangan beban
Gorong-gorong Prapembebanan (untuk melawan penurunan setelah
konstruksi)
Penggalian Tiang turap (untuk naiknya dasar galian)
Stabilisasi
D. Kondisi Lingkungan
Perubahan bentuk Tiang turap
laterala Tiang pasir/kolom pasir yang distabilkan
Tiang pancang
Fluktuasi air tanah Polder
Dinding kedap air
Kebisingan dan Hindari “kegiatan” pemadatan
getaran
Kemacetan lalu- Hindari pekerjaan tanah yang besar
lintas Alternatif jalan akses

10.2 Teknik-teknik Urugan dan Galian

Teknik-teknik urugan dan galian yang berbeda-beda, yang dipertimbangkan untuk digunakan dalam
pembangunan jalan pada tanah gambut di Indonesia, dijelaskan pada bagian ini.

10.2.1 Konstruksi bertahap

Asumsi secara matematis diambil dalam teori konsolidasi sebagaimana dijelaskan pada paragraf
9.1.4 di mana total penambahan beban dapat menyelesaikan persoalan konsolidasi diterapkan
seketika secara penuh. Dalam praktek, derajat aplikasi beban terkonsolidasi akan tergantung pada
fase konstruksi.

Metode perhitungan

Penurunan pada waktu tertentu tergantung pada kuantitas dan waktu fase konstruksi, dan dijelaskan
dengan rumus-rumus yang disebutkan pada bagian 9.1.4.

10.2.2 Prapembebanan

Ketika ada kemungkinan bahwa konsolidasi akan berlangsung dalam waktu yang sangat lama, akan
sangat efektif jika kita menerapkan prapembebanan. Penambahan beban urugan untuk sementara
dilakukan sehingga penurunan yang besar akan dicapai pada stadium lebih awal daripada prosedur
urugan yang dilakukan secara normal. Setelah pemindahan tambahan beban, sisa-sisa penurunan
yang akan terjadi lebih kecil –atau bahkan terhapuskan. Sisa-sisa penurunan yang diijinkan dan waktu
konstruksi menentukan besarnya ketebalan tambahan beban ekstra.

10-2
10.2.3 Metode Penggantian

10.2.3.1 Penjelasan
Metode ini melibatkan pemindahan semua atau sebagian deposit tanah lunak dan menggantinya
dengan material yang lebih baik yang dapat meningkatkan kekuatan tanah dan mengurangi
penurunan tanah. Metode konstruksi yang sangat tua tetapi masih digunakan pada tanah lunak
adalah dengan mengganti semua atau sebagian tanah yang jelek dengan material yang kualitasnya
lebih baik yaitu tanah yang memberikan lebih kecil fondasi dapat ditekan (compressible). Broms
(1979) mengamati bahwa penggantian tanah secara menyeluruh dalam praktek umumnya hanya
dapat dilakukan untuk tanah sampai kedalaman 6 m di bawah permukaan tanah. Menurut Holtz
(1989), penggalian dan penggantian tanah sebagian mungkin juga dapat dilakukan, namun demikian
pengaruh stabilitas dan penurunan tanah dalam waktu lama terhadap tanah lunak yang masih tersisa
tersebut perlu dipertimbangkan.

10.2.3.2 Penggantian dengan Penggalian


Sampai dengan tahun 1960an, tanah gambut digali dengan alat penggali termasuk alat penggaruk
seret sebelum diurug kembali dengan material yang kualitasnya lebih baik seperti pasir atau kerikil
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 10.1. Metode ini bekeja dengan baik bila semua tanah
gambut digali dan diganti dengan urugan yang sesuai. Pekerjaan penggalian dan penggantian akan
cukup menarik sepanjang deposit gambut memiliki ketebalan yang cukup dangkal, letaknya tidak
berdekatan dengan konstruksi lainnya, atau tanah urug dengan jumlah yang berlebihan tersedia
dengan biaya murah. Bila jalan dirancang menggunakan lantai jalan dari beton untuk melayani jalan
raya dengan lalu-lintas yang sangat sibuk, penurunan tak merata harus dipertahankan seminimum
mungkin dan penggalian gambut secara menyeluruh biasanya harus dilakukan. Akan tetapi metode ini
dipertimbangkan tidak ekonomis kecuali lapisan gambut sangat dangkal atau jalan raya melayani lalu-
lintas yang sangat sibuk. Kedalaman penggantian tanah yang ekonomis tergantung tipe gambut,
peralatan gali yang tersedia, pengembangan deposit, dan biaya bahan-bahan urugan; kedalaman ini
di Amerika Serikat sebesar 2 – 4 m, di Jerman sebesar 5 m, di Belanda sebesar 4 m. Di tanah tinggi
Skotlandia umumnya kedalamannya sebesar 0,6 m dan tidak pernah melebihi 1,2 m karena lalu-
lintasnya sedikit.

Gambar 10.1 Penggalian menyeluruh

Ada beberapa persoalan dengan metode penggalian dan penggantian: salah satunya adalah kantong-
kantong gambut yang kecil yang mungkin tidak tergali, karena biasanya penggalian dilakukan di
bawah lapisan air tanah. Hal ini mengakibatkan kesulitan bagi operator alat gali untuk mengetahui
apakah semua tanah lunak telah diambil.
Dalam deposit tanah gambut setebal lebih dari 3 m, penggalian sebagian sering dilakukan untuk
alasan ekonomis, dan penurunan yang parah bisa terjadi. Berat urugan pengganti biasanya lebih
besar daripada berat gambut yang digali, dan hal ini mengakibatkan penurunan yang besar. Bila
karakteristik fisik gambut tidak seragam, penurunan tak merata mungkin terjadi setelah pembangunan
timbunan tanah selesai. Konstruksi akhir lantai jalan sebaiknya ditunda sampai dengan penurunan
yang terjadi berakhir bila dilakukan penggalian sebagian.
Penggalian dan penggantian paling dalam dilakukan di pinggir kota Lubeck, Jerman, di mana deposit
lunak setebal 10 m digali dengan alat keruk potong hisap dan diganti dengan pasir. Alat keruk untuk
penggalian dirakit di lokasi konstruksi dan digunakan pada saat penggalian mencapai 3 m. Proses ini
ditunjukkan pada Gambar 10.2. Pada deposit tanah lunak yang dalam ini, pekerjaan dilakukan
dengan merendahkan posisi air tanah, dan kemiringan tepi galian dibuat 3:1.

10-3
Gambar 10.2 Penggalian Gambut dengan alat keruk (Penampang melintang bagian atas ,
Denah bagian bawah)

10.2.4 Metode Pemindahan

10.2.4.1 Penjelasan
Suatu alternatif penggalian adalah dengan pemindahan tanah melalui berat urugan timbunan tanah.
Bahan-urugan yang didatangkan dari tempat lain ditempatkan di timbunan tanah sedemikian hingga
tanah urug tersebut dapat mengganti tanah di timbunan tanah seperti ditunjukkan pada Gambar 10.3

Gambar 10.3 Alat tuang ujung sedang menuang urugan batuan selama proses pemindahan
tanah, Broms (1979)

10.2.4.2 Pemindahan tanah oleh timbunan tanah


Metode ini mencakup pemindahan deposit tanah lunak dengan berat sendiri urugan timbunan tanah.
Metode ini telah digunakan di beberapa proyek khususnya di Amerika Serikat. Gambar 10.4
menunjukkan pemindahan dengan gaya secara longitudinal a) dan secara transversal, b) dengan
menempatkan ekstra urugan di atas kemiringan sehingga gambut di bawah timbunan tanah
terpindahkan. Metode ini banyak berhasil untuk gambut dengan kedalaman 3 – 6 m dan memiliki
kekuatan geser rendah. Jika gambut relatif tidak fleksibel dan sulit dipindahkan, berat urugan mungkin
ditambah dengan terus-menerus menambahkan air dalam urugan. Teknik lain untuk mengurangi
kekuatan geser adalah dengan menurunkan lapisan deposit gambut dengan pancaran air.
Metode ini tidak disarankan karena hal ini sering meninggalkan katong-kantong gambut. Pemadatan
penuh timbunan tanah tidak mungkin dilakukan, karena bahu jalan yang diurug mungkin turun atau
bergerak ke arah horisontal dan lama-kelamaan kemampuannya menurun.

10-4
Gambar 10.4 Pemindahan dengan gaya berat

10.2.4.3 Penggantian dan Penggalian sebagian


Metode penggalian dan penggantian untuk pelebaran jalan digunakan di Rute 235, Komaba, Hokaido.
Deposit gambut setebal 5 m terlalu tebal untuk digali seluruhnya, dan akhirnya hanya gambut setebal
2 m digali. Setelah peresmian dimulainya penggunaan jalan tersebut, bagian yang diperlebar turun
dan menyebabkan patahansesar sebesar 5 – 10 cm di mana hal ini memerlukan perbaikan ulang.
Metode ini tidak disarankan.

10.2.5 Penggunaan Bahan-bahan berat ringan

Pada situasi tertentu, penggunaan bahan-bahan berat ringan bisa dipertimbangkan. Biasanya tidak
ada cara yang pasti menguntungkan dalam aplikasi bahan-bahan berat ringan. Faktor-faktor berikut
ini memainkan peranan yang penting:
Waktu yang tersedia antara pengurugan dan penyelesaian akhir konstruksi;
Sisa penurunan yang diijinkan setelah penyelesaian akhir konstruksi;
Kemungkinan kerusakan terhadap sekitarnya akibat penurunan dan/atau persoalan stabilitas;
Ketersediaan dan biaya bahan urugan;
Pengaturan ekstra yang diperlukan bagi lantai jalan raya untuk memenuhi penggunaan bahan-bahan
berat ringan.

Karena bahan-bahan berat ringan dapat menghasilkan sekat tahan air antara tanah dasar dan lapisan
atas tanah, maka harus diberikan perhatian secara khusus dalam merancang drainase air hujan. Hal
ini khususnya berlaku jika konstruksi memiliki permukaan yang terbuka.

Jika konstruksi menggunakan bahan berat ringan, ketahanan umur harus diidentifikasi dan
dibandingkan dengan ketahanan jika menggunakan bahan-bahan konvensional. Dalam hal ini, aspek
sensitifitas terhadap getaran, temperatur atau pengaruh isolasi dan resiko akibat bahan-bahan kimia
dan perusakan akibat bahan biologi harus dipertimbangkan. Jika menggunakan bahan berat ringan,
sangat penting untuk mencegah terjadinya pengangkatan dalam rangka perbaikan atau kegiatan-
kegiatan lainnya pada konstruksi timbunan tanah (misalnya pemasangan gorong-gorong).

10.2.5.1 Pasir tufaan vulkanik (‘Flugsand’)


Pasir tufaan (berpori) vulkanik (‘Flugsand’) telah digunakan di Jerman. Material tersebut memiliki berat
3
volume setelah pemadatan sebesar 11-13 kN/m . Di Indonesia, aplikasi dengan kondisi sama telah
dikenal.

10.2.5.2 Bahan-bahan alami berasal dari tumbuhan


Produk yang berasal dari tanaman biasanya memiliki densitasberat isi curah rendah jika dibandingkan
dengan tipe tanah lainnya. Jerami, gubalan rumput, semak-semak, dan bola-bola dari serat kayu,
serutan kayu, debu gergajian dan kumpulan ranting-ranting pohon diperoleh dari proses hasil yang
berasal dari tumbuhan. Sifat-sifat umum bahan-bahan tersebut biasanya tidak memiliki kohesi dan
memiliki sudut geser dalam lebih dari 30 (sampai 50 ), berat volume kering sebesar 300 – 400 kg/m
0 0 3

10-5
dan berat volume jenuh sebesar 900 – 1000 kg/m . Harus diperhitungkan bahwa bahan-bahan
3

tersebut mempunyai permeabilitas yang terhitung tinggi.

Oleh karena itu, perlu dikondisikan sebelumnya agar bahan-bahan tersebut harus ditempatkan di
lokasi yang terendam air untuk mencegah oksidasi. Gubalan rumput, jerami dan semak-semak hanya
akan dikirim dalam bentuk pak yang terpadatkan. Bila menggunakan pak-pak, lapisan bawah atau
dasar lapisan air harus dibersihkan dulu dan diratakan. Umumnya pengepakan yang padat dan stabil
dapat diperoleh melalui pengaturan kayu yang telah diserut, debu gergajian, dan kumpulan ranting-
ranting pohon.

Tipe bahan-bahan tersebut akan memiliki ketahanan yang terbatas. Jadi, ini berlaku hanya untuk jalan
sementara atau sebagai urugan (misalnya selokan) untuk mengurangi penurunan tak merata.

10.2.5.3 Busa EPS


Busa polistirene terkembang (Expanded polystyrene, EPS atau busa kaku PS) merupakan bahan
berat ringan yang diproduksi menggunakan produk yang berasal dari industri perminyakan. Bahan ini
dapat diproduksi dalam segala bentuk yang diperlukan. Pada prakteknya busa EPS dapat diperoleh
3
dengan berat volume antara 15 dan 35 kg/m . Tipe klasifikasinya juga diatur sesuai dengan berat
3
volumenya misalnya: PS25 berarti memiliki berat volume 25 kg per m .

Karena bahan-bahan tersebut mempunyai kecenderungan untuk menyusut pada saat dibebani dalam
waktu yang lama, maka ‘kekuatan desak jangka panjang’ yang aman adalah tegangan di mana
regangan jangka panjang tidak boleh melebihi 2%. Koefisien gesekan antara blok busa EPS sendiri
berkisar 0,5.

Busa EPS tahan lama dan tidak basi. Dalam praktek akan timbul sedikit persoalan karena tikus.
Tikus-tikus dapat bersarang dalam bahan-bahan tersebut. Untuk mengatasinya, tempatkan sarang-
sarang tersebut satu dengan lainnya secara berjauhan. Karena pengaruh pemisahan sarang tersebut,
lokasi yang ada sarangnya tersebut tidak digali secara dalam. Busa EPS harus dilindungi terhadap
turunan oli seperti minyak; minyak tersebut dapat membuat busa leleh.

Perlu diingat bahwa busa EPS adalah bahan-bahan sintetis dan oleh karena itu bahan-bahan tersebut
asing terhadap lingkungan. Karena densitasberat isi curahberat isi curahnya rendah, biasanya busa
EPS mudah diproses. Kita harus sangat berhati-hati sehubungan dengan adanya bahaya kebakaran
dan tiupan angin kencang dalam penyimpanan bahan-bahan di lokasi untuk waktu yang sangat lama.
Selama dalam konstruksi ada resiko yang sangat realistis yaitu gaya ke angkat akibat tekanan air ke
atas sepanjang penempatan beban dari atas belum diterapkan; untuk itu perlu dibuatkan saluran
sementara.

Standar Belanda dan standar asing lainnya tersedia untuk aplikasi dalam pekerjaan geoteknik,
pembangunan jalan dan konstruksi hidrolik.

Panel-panel dan blok-blok digunakan dalam aplikasi untuk pekerjaan tanah, pembangunan jalan, dan
3 3
konstruksi hidrolik. Blok-blok tersebut berukuran dari ½ x 1 x 3 m sampai dengan 1 x 1 x 6 m . Busa
EPS sampai saat ini digunakan di Belanda untuk berbagai tipe proyek:
Di bawah lapangan olah raga;
Dalam urugan di atas pipa (tiang);
Di akses bangunan-bangunan, selokan-selokan dan jembatan;
Urugan di kebun dengan penurunan yang berlebihan;
Di bawah jalan bersubsidi (saat konstruksi);
Di bawah jalan-jalan di darah yang berkembang.

10.2.5.4 Beton Busa


Beton busa diproduksi dengan menambahkan udara yang terakut dalam busa ke dalam campuran
yang terdiri dari semen, air dan agregat. Busa harus memberikan stabilitas yang cukup, sampai
dengan pengerasan campuran tersebut stabil. Sifat-sifat material sangat tergantung pada
densitasberat isi curah dan komposisi beton dan juga umur bahan-bahan tersebut. Harga-harga yang

10-6
akurat dapat dilihat dari pembuatnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa komposisi beton busa
memiliki daya dukung yang cukup sepanjang bahan-bahan tersebut mampu menyerap air.

Sehubungan dengan fakta bahwa bahan-bahan busa hanya stabil dalam waktu yang terbatas, maka
bahan-bahan tersebut harus digunakan sebelum penempatannya dan langsung ditambahkan di
lapangan. Perhatian khusus harus diberikan bila beton busa digunakan dalam air. Perlakuan yang
sama juga dilakukan bila penggunaan beton busa dilakukan dalam musim penghujan. Semen beton
yang teraerasi dapat disemprotkan dalam jarak maksimum sebesar 200 – 250 m. Untuk mencegah
perbedaan densitasberat isi curah yang tidak diinginkan dan/atau keretakan akibat panas hidrasi,
maksimum kedalaman lapisan yang diselimuti dibatasi sampai 0,30 – 0,40 m. Banyak teknik yang
tersedia untuk aplikasi beton aerasi pada kemiringan yang kokoh.
Perlu diingat bahwa beton busa memiliki harga-harga pemisahan yang tinggi sehingga pada saat
kondisi musim panas dapat menyebabkan persoalan stabilitas bila bahan-bahan tersebut digunakan
untuk lantai jalan aspal.
Bila digunakan untuk menutup galian kabel dan pipa, maka kabel dan pipa tersebut perlu dipahatkan
dalam beton busa. Pemancangan tiang-tiang menembus fondasi beton busa menunjukkan tidak
terjadinya permasalahan.

10.2.5.5 Pelet lempung mengembang


Pelet lempung mengembang (Argex) merupakan bahan produk yang dihasilkan dari pengerasan
lempung tersier. Bahan-bahan tersebut tersedia dalam tiga kelas: 0/4, 4/10 dan 10/16. Kelas 0/4
adalah bahan berat ringan yang kurang cocok untuk digunakan pada pekerjaan geoteknik karena
berat volumenya lebih besar daripada berat volume dua kelas yang lebih tinggi lainnya. Komposisi
lempung yang digunakan dan bahan-bahan tambahan yang ada terdiri dari partikel-partikel dengan
kualitas yang menentukan.
3
Berat volume pelet tersebut kira-kira 2600 kg/m , berat volume (kering) nyata konstruksi yang sangat
berpori dari pelet tersebut (75% pori) agak rendah: kira-kira 600 – 800 kg/m . Akan tetapi pelet-pelet
3

tersebut dapat berasimilasi dengan air; bila ditinggalkan dalam air untuk waktu yang lama, pori
terbuka dalam pelet-pelet tersebut seluruhnya terisi oleh air, sementara pori yang tertutup berlanjut
terisi air. Penempatan pelet di atas air mengakibatkan penyerapan air yang terbatas.

Pelet-pelet lempung mengembang sangat permeabel. Bahan-bahan tersebut diangkut dan


dipindahkan dalam lori, truk tangki atau dengan kapal. Produk ini mudah pemrosesannya di atas air,
misalnya pengangkutan pelet dengan tekanan udara (di atas jarak 50 km) atau dengan penyebaran
pelet secara manual atau mekanik. Seharusnya dipertimbangkan dengan penggunaan lapisan
penutup bahan yang lebih berat bila ditempatkan seimbang dalam air.

Pemadatan langsung sebesar 3 – 5% dapat dicapai dengan memadatkan bahan-bahan tersebut


dengan alat getar atau mesin penggilas dengan roda karet bertekanan udara kedalam lapisan setebal
0,25 – 0,35 m. KenaikanPeningkatan berat volume relatif terhadap bahan lepas sebesar 8 – 10%
dapat dicapai bila bahan-bahan tersebut dipadatkan dengan alat-alat berat. Bila pembebanan sebesar
150 kPa [10/16] atau 250 kPa [4/10] pada lapisan atas berlebihan, maka pelet-pelet tersebut mungkin
hancur.

Biasanya pelet-pelet lempung mengembang digunakan untuk urugan (urugan selokan dan pelebaran
jalan). Lapisan granular biasanya bagian atasnya dilapis dengan lapisan penutup, yang berguna
sebagai penyebar beban. Lapisan tersebut mungkin terdiri dari lapisan pasir dengan ketebalan kira-
kira 0,5 m. Untuk mencegah tanah di atas atau di bawah urugan lempung mengembang bercampur
dengan pelet lempung, membran atau geotekstil pemisah digunakan. Aplikasi lainnya adalah:
Urugan pada lokasi akses;
Barier kebisingan;
Urugan di belakang dinding penahan tanah, dinding L dan turap baja untuk mengurangi tekanan tanah
horisontal;
Pekerjaan renovasi;
Peningkatan lokal kapasitas drainase tanah dasar.

10-7
10.3 Teknik-teknik percepatan konsolidasi

10.3.1 Drainase vertikal


Prinsip saluran nampak terletak pada penyediaan jejak drainase arah aliran yang jauh lebih pendek
dan sangat permeabel untuk menghilangkan kelebihan tekanan air pori, dengan membiarkan
terjadinya konsolidasi 90% dalam waktu hanya bulanan bukan tahunan. Pengurangan waktu yang
diperlukan untuk konsolidasi bagi lempung yang dapat ditekan mengakibatkan faktor keamanan yang
lebih tinggi dan waktu penyelesaian pekerjaan lebih pendek.

10.3.1.1 Metode saluran pasir


Dalam tanah gambut, penurunan konsolidasi sekunder tanpa drainase air pori memperhitungkan
bagian utama penurunan total, meskipun beban yang sangat kecil akan mengurangi koefisien
permeabilitas. Banyak penelitian mengenai saluran pasir telah dilakukan, umumnya
mempertimbangkan bahwa saluran pasir tidak mempercepat penurunan deposit gambut. Akan tetapi
bila gambut terletak di atas lempung atau lanau lunak dan dapat ditekan, mungkin akan terjadi
pengaruh pada tanah anorganik tersebut. Telah dikemukakan bahwa saluran pasir memperkuat
fondasi urugan dan meningkatkan stabilitas urugan. Brawner menjelaskan bahwa saluran pasir
mengakibatkan tanah lebih stabil terhadap keruntuhan geser dan menghasilkan sedikit getaran tanah
karena lalu-lintas dari tanah yang tidak diperbaiki. Ini mengindikasikan bahwa saluran pasir bersifat
seperti tiang dalam menyebarkan beban urugan ke lapisan yang lebih rendah.

10.3.1.2 Metode tiang pasir terpadatkan


Kolom-kolom pasir berdiameter besar pada metode ini ditempatkan dalam tanah dan dipadatkan
dengan getaran atau kejut untuk meningkatkan kekuatan tanah. Diharapkan bahwa kolom-kolom pasir
tersebut meningkatkan laju konsolidasi dengan mempercepat drainase dan menguangi penurunan
total dengan memfungsikannya sebagai tiang pendukung. Saat ini, yang digunakan adalah
pemadatan dengan getaran, sedangkan abu vulkanik dari kerikil kadang-kadang digunakan sebagai
pengganti pasir.

Bila keefektifan untuk mencegah penurunan dilakukan dengan metode ini, diberikan perbandingan
antara penurunan terhadap tanah yang diperkuat dengan tanah tanpa perkuatan. Jarak antar kolom
pasir sebesar 3 m tidak berpengaruh, bila berjarak 2 m pengaruhnya 0,98; jarak 1,8 m pengaruhnya
0,85; dan jarak 1,5 m pengaruhnya 0,54, lihat Tabel 10.2. Semakin sempit jarak spasinya metode
tersebut semakin efektif. Metode tiang pasir terpadatkan telah menghasilkan percepatan konsolidasi
yang dapat diterima dalam satu atau dua bulan setelah penempatan urugan. Akan tetapi metode ini
sepertinya kurang dapat dipercaya dibandingkan dengan saluran pasir.

Bahan-bahan untuk kolom pasir dalam metode ini sama dengan bahan-bahan yang digunakan dalam
metode saluran pasir. Pasir ditempatkan dalam selongsongpipa lindung berdiameter 40 cm,
dipadatkan dengan getaran, dan akhirnya terbentuk kolom-kolom pasir dengan diameter 70 – 80 cm.
Kolom-kolom tersebut ditempatkan lebih dalam daripada potensi bidang gelincir pada jarak 1,2 – 2,0
m, dan luas daerah konstruksi mencapai kaki timbunan tanah seperti metode saluran pasir.

Tabel 10.2 Jarak tiang dan laju pengurangan penurunan


Jarak tiang bujur sangkar 
2,0 0,98
1,8 0,85
1,5 0,54

10-8
10.3.1.3 Saluran sintetis dan kertas

Bahan
Sebuah saluran dapat terdiri dari jaket filter tanpa anyaman (poliester) dan inti terbuka 3D filamen
tunggal poliester tebal bertemu di titik persilangan. Selanjutnya konstruksi inti saling dihubungkan
secara penuh untuk efisiensi maksimum debit air. Laju debit yang besar diperlukan karena saluran
dapat berbelok akibat perubahan bentuk. Jaket filter poliester menunjukkan filtrasi, permeabilitas dan
kekakuan. Pengelasan filter tersebut ke intinya menjamin filter tetap kuat melintang inti. Akibatnya
bahan filter lepas tidak dapat ditekan ke dalam konstruksi inti dan akan mengurangi kapasitas aliran.

Pemasangan
Peralatan pemasangan yang umum merupakan maksud diproduksinya bahan tersebut, tangga
dengan ketinggian 20 – 30 m, dipasang pada alat gali yang berat (40 ton). Tangga tersebut terdiri dari
paksi yang dapat berputar yang terbuat dari baja yang membawa PVD sampai kedalaman tidak
melebihi panjang paksi. Paksi yang dapat berputar tersebut umumnya digunakan untuk meminimalkan
gangguan tanah dan mengurangi pengaruh goresan. Bila lempung yang dapat ditekan lokasinya
sangat dalam dan/atau terdiri dari lapisan kerikil, teknik khusus seperti penggetar dan paksi berat bisa
digunakan. Karena kualitas saluran tersebut telah berkembang, pemilihan bahan PVD sering kali
menjadi hal yang utama, untuk proyek-proyek teknis seperti landasan pacu ketiga lapangan terbang
Changi, Singapura. Pada proyek ini saluran dipasang sampai kedalaman 50 meter. Proyek ini
memerlukan panjang total PVD sebesar 60 juta meter dan kemungkinan juga merupakan proyek
reklamasi dengan saluran vertikal terbesar di dunia.

Metode Perhitungan
Untuk menentukan tingkat konsolidasi lapisan tanah kohesif, aliran air pori vertikal dan horisontal
digabung dengan menggunakan Gambar 10.5

10-9
Gambar 10.5 Nomogram untuk menentukan jarak saluran gabungan drainase horisontal dan
vertikal

10.3.2 Konsolidasi vakum

Konsolidasi vakum dapat didefinisikan sebagai pengeluaran air dari suatu masa tanah dengan aplikasi
vakum sebagian atau pengurangan tekanan udara di lapisan tanah paling atas. Dalam bagian ini
udara diberi pengurangan tekanan disebut sebagai ‘vakum’ meskipun sebenarnya ini merupakan
definisi yang tidak tepat. Maksud konsolidasi vakum dalam kombinasi dengan drainase vertikal adalah
untuk mempercepat penurunan tanah dasar. Menurunkan tekanan udara di bawah film kedap udara
atau membran yang tersebar di atas tanah, akan menghasilkan vakum. Akibatnya tekanan air pori
turun dan tekanan efektif meningkat (lihat Gambar 10.6).

Untuk meningkatkan pengeringan pengeluaran air di bawah film, suatu lapisan pasir drainase
digunakan pada suatu kelompok pipa-pipa drainase horisontal. Begitu juga sistem aliran vertikal
digunakan untuk mempercepat konsolidasi. Bilamana air dapat dialirkan keluar dengan cukup cepat,
tekanan air pori dalam aliran vertikal turun segera sebesar pengurangan tekanan udara yang
diterapkan.

Gambar 10.6 Tekanan tanah, air dan udara sebelum dan selama konsolidasi vakum

Hasil pengukuran di dua tempat pengujian yang menggunakan konsolidasi vakum di Belanda
menghasilkan pengamatan sebagai berikut:

10-10
Dalam pengujian laboratorium terhadap sampel tanah takterganggu, prapembebanan dalam bentuk
pengurangan tekanan udara seharusnya diperhitungkan. Vakum yang cukup berarti di sekitar saluran
akan diperoleh dengan sangat cepat dan hal ini mungkin disebabkan oleh turunya tanda dalam
permeabilitas dan kemungkinan pelepasan udara yang larut dalam air tanah. Aspek tersebut
mengakibatkan perpanjangan periode konsolidasi.
Perubahan bacaan tekanan air pori dapat dijelaskan dalam bentuk teori konsolidasi. Periode
hidrodinamis yang diambil dari pengukuran lebih pendek daripada nilai yang ditentukan sebelumnya,
khususnya pada lapisan gambut.
Lokasi uji pertama, terutama dengan beroperasi di bawah pembebanan vakum, konsolidasi lebih
lambat daripada di lokasi uji yang kedua, di mana keduanya dilakukan pembebanan vakum dan
urugan pasir. Penjelasan tersebut mungkin disebabkan adanya pengurangan formasi gelembung
udara di lokasi uji yang kedua.

Periode hidrodinamis yang dihitung ulang untuk lokasi uji yang pertama kira-kira 60% lebih tinggi
daripada di lokasi uji yang kedua, meskipun kenyataannya stratifikasi tanahnya sama.

Dalam banyak hal kombinasi konsolidasi vakum dan urugan digunakan. Air tanah dan tekanan udara
untuk kasus tersebut ditunjukkan pada Gambar 10.6. Meskipun perubahan tekanan yang terjadi
dengan pasti tergantung pada kondisi setempat, gambar tersebut tentu memberikan gambaran yang
baik terhadap pengurugan serentak memiliki pengaruh konsolidasi vakum.

Perubahan bentuk dan stabilitas


Bila pembebanan vakum diterapkan, tanah di sekitarnya cenderung berpindah ke arah lokasi yang
dibebani vakum. Setelah pengurugan, tanah tersebut cenderung berpindah menjahui lokasi tersebut.
Dengan menggabungkan konsolidasi vakum dengan pengurugan, perubahan bentuk yang dihasilkan
seharusnya lebih kecil daripada penggunaan urugan sendiri.

Bila sistem tekanan rendah gagal dengan alasan tertentu, tegangan-tegangan efektif di lapisan pasir
antara membran dan air tanah berkurang dengan sangat cepat, ini juga merupakan kasus stabilitas
pada lapisan tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan analisis stabilitas dalam hal
kehilangan tekanan udara rendah di lapisan ini.

10.4 Teknik-teknik untuk perkuatan timbunan tanah

10.4.1 Matras geosintetis


Geosintetis dapat digunakan untuk perkuatan, pemisahan, saringan dan drainase (penyaluran) tanah
dasar (subsoil). Fungsi-fungsi tersebut dapat dijelaskan secara terpisah di bawah ini.

Fungsi Perkuatan
Sebagai fungsi perkuatan, geosintetis digunakan untuk mencegah kehilangan stabilitas atau
perubahan bentuk konstruksi tanah yang tidak dapat diterima. Utamanya geosintetis diterapkan pada
urugan tanah dengan kapasitas daya dukung rendah dan untuk konstruksi pekerjaan tanah dengan
kemiringan tajam.
Fungsi pemisahan
Geotekstil dapat digunakan untuk mencegah lolosnya material dan tercampurnya material yang tidak
diinginkan.

Fungsi saringan
Pengangkutan partikel-partikel halus dari suatu masa tanah dapat dicegah dengan menggunakan
geotekstil. Hal ini sangat penting untuk beban-beban konstruksi dinamis (‘pemompaan’).

Fungsi drainase
Geosintetis juga digunakan untuk mengalirkan kelebihan air dan untuk percepatan proses konsolidasi.
Perbedaan yang menonjol di antara geosintetis yang digunakan pada rekayasa teknik sipil adalah
sebagai berikut:
Membran tanpa anyaman terdiri dari filamen saling berhubungan yang terorientasi secara acak
Kain jahitan atau lajur yang diatur dengan pola reguler;
Grid yang terdiri dari konstruksi seperti jaring dengan permukaan terbuka 40 – 90%;

10-11
Membran atau membran yang menawarkan permeabilitas sebagai karakteristik utama.

Kombinasi tertentu dari membran, tekstil dan grid


Bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan geosintetis adalah polimer termoplastis. Target
fungsi ditekankan pada persyaratan khusus mengenai sifat-sifat bahan dan bentuk konstruksi
geosintetis.

Regangan batas seperti halnya temperatur, terutama tergantung pada tipe bahan polietilen (PE) dan
poliamid (PA). Bila temperatur naik, regangan batasnya juga naik; bila temperatur turun regangan
batasnya juga turun.

Mengingat kekuatan bahan-bahan polimer tergantung pada waktu, maka lama pembebanan yang
diterapkan sangat penting. Oleh karena itu, konstruksi sementara memerlukan keamanan bahan yang
lebih rendah dari keamanan pada konstruksi permanen.

Efek kelengasan juga memegang peranan secara terpisah dengan poliamid (PA) dalam bentuk
kekuatan tarik yang lebih rendah berkisar 600 – 800 N/mm dan regangan batas lebih tinggi berkisar
2
0
dari 18 sampai 30% (untuk T = 22 C). Kekuatan tarik tekstil lebih tinggi daripada membran. Untuk
tekstil, pemindahan beban dipengaruhi oleh komponen konstruksi dan orientasi. Tekstil sering lebih
kuat di bagian satu sisi daripada sisi lainnya.

Perkuatan dengan geosintetis diharapkan memberikan kekuatan dan kekakuan. Perubahan bentuk
geosintetis merupakan persyaratan sebelumnya agar dapat mencapai pemindahan beban tertentu;
akan tetapi keseluruhan konstruksi seharusnya berubah sekecil mungkin. Akibatnya fungsi perkuatan
memerlukan beban untuk ditransfer pada regangan yang tidak melebihi 5 – 6%, sebagai akibat dari
modulus elastisitas yang tinggi. Khusus bahan PET yang memiliki kekuatan tarik tinggi dan kekakuan
dan rangkak rendah, hal tersebut patut diperhatikan. Bila kekakuan lebih rendah diperlukan, bahan PA
dapat digunakan. Bahan-bahan PP dan PE dapat digunakan bila beban-beban rendah dan regangan
yang lebih tinggi dipertimbangkan dapat diterima. Membran dapat digunakan bila bebannya masih
rendah.
Rangkak adalah perubahan bentuk yang berlanjut terjadi untuk periode setelah perubahan bentuk
awal tertentu pada beban tetap. Fenomena khusus tersebut terjadi pada geosintetis melalui
perubahan bentuk kembali rantai molekulernya. Rangkak dapat terjadi setinggi kira-kira 150% dari
perubahan bentuk awal tergantung pada lama dan material tersebut digunakan. Bahan-bahan PE dan
PP sangat sensitif terhadap rangkak. Dalam situasi di mana tingkat beban tinggi berakhir untuk
periode yang lama, maka bahan-bahan PA dan PET lebih sesuai. Bagian utama perpanjangan total
geosintetis, yaitu bagian yang penting dari perubahan bentuk konstruksi, terjadi selama konstruksi
berlangsung.

Kebutuhan geosintetis untuk keperluan sebagai bahan permeabel dan perekat tanah sering
bertentangan. Permeabilitas air memerlukan batas bawah pada ukuran pori, sedangkan fungsi
perekat tanah memerlukan batas atas. Selanjutnya kedua aspek tersebut dipengaruhi oleh cara di
mana geosintetis digunakan dalam konstruksi; tekanan tanah yang ada, khususnya untuk membran,
dapat menghasilkan pemampatan bahan. Gesekan antara tanah dan geosintetis, sangat penting
untuk transfer beban, tergantung pada aplikasi geosintetis dan sifat-sifat tanah seperti kohesi dan
sudut geser dalam.

Dalam keadaan normal, geosintetis sangat tahan terhadap serangan bahan-bahan kimia. Pada situasi
ekstrem, ketahanan tergantung pada bahan dan lingkungan. Penurunan kecil kekuatan tarik mungkin
terjadi akibat aktivitas biologis normal yang terjadi dalam tanah. Tahanan terhadap larutanpelindian
asam atau alkalin dalam tanah mungkin juga sangat penting. Selanjutnya ketahanan geosintetis
terhadap radiasi sinar matahari sangat terbatas. Tahanan terhadap kerusakan mekanis seperti
pukulan, robekan atau keausan tergantung pada cara aplikasinya dan tergantung pada geosintetis
dan tanahnya. Geosintetis tahan terhadap keausan mekanis yang tinggi.
Kemungkinan penggunaan geosintetis berhubungan dengan kapasitas daya dukung yang tanah
rendah adalah:

Pada kemiringan tajam, sebagai perkuatan;


Pada urugan tanah dalam bentuk tulangan bahan-bahan urugan yang kurang cocok;

10-12
Pada fondasi jalan sebagai tulangan dan juga sebagai pemisah antara bahan fondasi dan tanah
dasar, sebagai saringan atau sebagai bahan drainase;
Pada tanah dasar dan lapisan fondasi sebagai tulangan untuk maksud beban yang menyebar atau
sebagai saringan dan bahan-bahan drainase untuk pembuangan kelebihan air pori yang terkumpul
selama proses penurunan.

Perbedaan selama pelaksanaan menggunakan geosintetis dapat dilakukan antara aktifitas berikut ini
Transportasi;
Penyimpanan;
Pemasangan (pipa, bis dsb);
Hubungan lajur;
Urugan tanah

Geotekstil mungkin bisa rusak karena aktivitas mekanis, kimia atau fisik sementara aktivitas-aktivitas
tersebut sedang berlangsung. Sentuhan dengan benda-benda tajam, bahan-bahan kimia, apalagi
sinar matahari yang merusak, harus dihindari. Geotekstil dipasarkan dalam bentuk gulungan.
Orientasi hubungan gulungan melalui tumpang tindih bahan, dijahit silang atau jahitan perlu diarahkan
paralel dengan arah beban. Geotekstil umumnya memiliki kekuatan yang berbeda antara arah
memanjang dan melebar. Jelas bahwa arah beban seharusnya sedekat mungkin dengan arah
kekuatan terbesar tekstil tersebut.

Bila menggunakan geotekstil di bawah air, di manapun secara praktis memungkinkan, lajur textile
perlu digabung bersama untuk membatasi resiko tampalan yang tidak mencukupi sejauh mungkin.
Selama proses urugan, ‘gelombang lumpur’ mungkin terjadi oleh aplikasi lokal di mana terlalu banyak
bahan-bahan yang diurugkan di atas kanvas sekali jalan. Setelah itu geotekstil tidak akan terpasang
secara horisontal.

Geosintetis dalam konstruksi tanah dasar jelek yang sangat luas bekerja sebagai tulangan. Di bawah
ini dijelaskan metode yang digunakan untuk menghitung konstruksi tulangan dengan geosintetis.
Metode tersebut melibatkan penentuan kapasitas daya dukung batas konstruksi dan pekerjaan
diperlukan perkuatan geosintetis. Di luar dari metode yang dijelaskan di bawah, perhitungan dengan
elemen hingga dapat dilakukan, meskipun memerlukan biaya yang relatif mahal. Di samping itu,
parameter-parameter tanah yang perlu diketahui sangat tepat.

Kegagalan umum yang sering terjadi adalah karena satu atau kombinasi dari sbb.:
Melebihi daya dukung;
Kehilangan stabilitas internal;
Kehilangan stabilitas seluruhnya dalam permukaan gelincir melingkar;
Kehilangan stabilitas seluruhnya sepanjang permukaan gelincir lurus;
Kehilangan stabilitas sebagai akibat pemampatan.
Pembaca disarankan mengacu pada CUR 151 dan CROW penerbitan 27 untuk rumus-rumus yang
digunakan dalam perhitungan.

Metode Perhitungan
Dalam hal interaksi konstruksi tanah dan geosintetis, kebanyakan perhitungan dengan model
komputer diperlukan. Metode elemen hingga dua dimensi (2D) memberikan gambaran yang lebih
jelas mengenai gaya-gaya dalam geosintetis.

10.4.2 Korduroi

Jalan tertua yang dulu dibangun di atas deposit gambut, konstruksi papan-papan, ditemukan di
lembah Brue dekat Somerset, Inggris. Penelusuran dengan karbon telah mengindikasikan bahwa
jalan itu sudah berusia antara 4000 dan 4800 tahun (Mac Farland, 1969), lihat Gambar 10.7. Selain
itu, jalan-jalan tua dibangun dari korduroi dan bronjong kayu telah ditemukan di Muskec di bagian
timur Holland. Jalan-jalan tersebut diperkirakan berusia kira-kira 4000 tahun (Dibbits, 1948).
Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa perbaikan fondasi tanah gambuh dikenal sudah
sangat tua.

10-13
Gambar 10.7 Jalan terbuat dari papan di Muskeg di Lembah Brue, Somerset, Inggris.
Penelusuran karbon menunjukkan bahwa jalan ini berusia antara 4000 dan 4800 tahun

Di Indonesia metode tradisional sistem korduroi disebut “Galar Kayu atau Knople”. Sistem tersebut
dibangun dengan satu lapis dan sistem beberapa lapis tiang kayu. Lapisan permukaan yang
berhubungan langsung dengan daerah pembebanan diset melintang jalan. Sistem beberapa lapis
korduroi dibangun tumpang tindih arah horisontal dan vertikal. Umumnya drainase parit pertama-tama
digali di kedua sisi rencana jalan dan parit digunakan sebagai saluran pengangkut kayu-kayu yang
akan ditempatkan pada dasar tanah gambut, setelah itu kayu-kayu tersebut ditutup dengan urugan
tanah dan selanjutnya dengan bahan-bahan granular setempat. Gambar 10.8 dan 10.9 menunjukkan
korduroi satu lapis dan beberapa lapis.

Embankment

One layer corduroy across roadway

Gambar 10.8 Satu lapis korduroi

Embankment

Two layer corduroy

Gambar 10.9 Beberapa lapis korduroi

Embankment
One layer corduroy across to roadway

Side ditch

Geotekstil

Gambar 10.10 Korduroi dengan Geotekstil

10-14
Untuk melawan gerusan lumpur ke atas umumnya korduroi digabung dengn matras (geotekstil,
bambu, stabilisasi tanah), lihat Gambar 10.10.

10.4.3 Cabang-cabang pohon

Penggunaan cabang-cabang pohon adalah metode perkuatan dasar urugan paling murah dan lebih
mudah. Jalinan cabang-cabang pohon tersebut akan memberikan “aksi serat” yang berfungsi sebagai
tulangan alami. Ketebalannya bisa bervariasi tergantung kondisi setempat. Ketebalan lapisannya
seharusnya cukup tebal untuk memberikan ruang “jalinan”, tetapi tidak terlalu tebal untuk menghindari
kelebihan pori dalam lapisan cabang. Akan tetapi, penggunaan cabang-cabang tersebut hanya cocok
untuk akses jalan sementara.

10.5 Teknik-teknik untuk mengurangi perubahan bentuk

10.5.1 Kolom-kolom dibentuk di tanah

Penggunaan kolom yang dibentuk di tanah akan menghasilkan kenaikanpeningkatan kapasitas daya
dukung beban lapisan fondasi, memperkecil penurunan, percepatan proses konsolidasi dan
peningkatan stabilitas pekerjaan tanah. Kolom-kolom terdiri dari bahan-bahan seperti kerikil atau pasir
atau campuran tanah yang ada dan kapur atau semen. Kolom tersebut digunakan dengan pola
segitiga atau bujur sangkar. Tipe kolom, diameter kolom dan pola tata letak sangat menentukan hasil
akhir (acuan 10.13)

Berdasarkan cara transfer beban dari pekerjaan tanah melalui kolom ke dasar tanah, dapat dijelaskan
perbedaan yang berarti antara dua alternatif moda transfer beban dari pekerjaan tanah melalui kolom
ke tanah dasar:

Kaki kolom dipasang dalam atau di atas lapisan tanah pendukung. Dalam hal daya dukung lapisan
fondasi perlu peningkatan yang berarti dan/atau penurunan dikurangi, kaki kolom sering dipasang
dalam lapisan yang keras. Untuk alasan geohidrologi atau lingkungan, ketika menggunakan kolom-
kolom kerikil atau pasir, perlu untuk mencegah aliran pendek antara air tanah bebas dan air tanah
yang berada di lokasi lebih dalam. Hal ini bisa dicapai dengan mempertahankan lapisan tanah dapat
ditekan (lempung atau gambut) antara kaki kolom kerikil/pasir dan lapisan tanah pendukung. Dengan
menyeleksi sejumlah teknik, dapat diambil pengukuran dalam kaki kolom kerikil atau pasir sehingga
tidak terjadi aliran air vertikal.
Kaki kolom diletakkan relatif sangat dalam pada lapisan tanah pendukung yang sama-sama jelek.

Pada kondisi yang demikian, seharusnya penurunan berkurang karena penurunan lebih kecil pada
kedalaman yang lebih besar; karena tekanan tanah dari atas selalu lebih besar dibandingkan dengan
tekanan tanah dari atas dekat permukaan.

Selanjutnya tanah sekitar kolom dirapatkan oleh formasi di tempat kolom kerikil, kekakuan tanah
meningkat secara lokal. Alasan paling penting untuk penggunaan kolom dalam hal khusus ini bukan
pengurangan penurunan melainkan peningkatan stabilitas. Lokasi rencana lingkaran gelincir
menentukan lokasi dan kedalaman kolom.

10.5.2 Tiang kayu dengan matras

10.5.2.1 Sejarah Metode


Tiang kayu pendek dipancangkan ke dalam deposit tanah lunak, dan bagian atas tiang-tiang
dihubungkan dengan matras dalam bentuk tanah yang stabil atau korduroi kayu. Sebagian besar
beban urugan ditransfer ke matras dan tiang kayu karena pengaruh buaian matras, dan selanjutnya
ke deposit tanah lunak dalam karena pengaruh tiang-tiang kayu kelompok. Kelompok tiang dan

10-15
deposit tanah lunak menyatu sebagai kesatuan, membuat metode tersebut efektif dalam mencegah
penurunan tak merata dan aliran lateral dan mempertahankan strabilitas fondasi.
Tiang-tiang kayu telah digunakan untuk waktu yang lama dalam pembangunan jalan di atas tanah
lunak di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Nama lokal tiang kayu tersebut adalah “cerucuk”.

10.5.2.2 Metode Konstruksi dan Rancangan


Panjang tiang kayu umumnya 4 meter. Jadi metode ini hanya efektif untuk tanah bergambut dengan
ketebalan kurang dari 4 meter. Untuk deposit tanah gambut yang lebih dalam, total penurunan
seharusnya dipertimbangkan kelompok tiang sebagai gesekan seperti tidak cukup menahan beban.
Tiang kayu pendek biasanya diatur dengan jarak S = 3,5d (di mana d adalah diameter tiang kayu).
Untuk mengevaluasi pengaruh kelompok tiang kayu dan daya dukung tiang, daya dukung batas
vertikal dan horisontal, Pu , ditentukan sebagai berikut:

1). Kapasitas aksial tiang


Untuk kapasitas aksial tiang dalam deposit tanah bergambut karena tahanan kulit hambatan ujung
dan kulit berhubungan dengan kekuatan geser tanah. Kapasitas geser tak teralirkan adalah minimum
pada saat pemasangan dan oleh karena itu harganya digunakan untuk menghitung hambatan
kulittahanan kulit dan dasar, Qs k  dan Qb k  sebagai berikut:

Di mana

Pu = (Qs + Qb) n [10.1]


Qs = Cu. Cp. Li [10.2]
Qb = Nc.Cu [10.3]

di mana
Pu  kapasitas daya dukung batas tiang tunggal
Qs  hambatan kulittahanan kulit
Qb  hambatan dasar
Cu  rata-rata rancangan (faktor) kekuatan geser tak teralirkan kPa 
 c  faktor kapasitas daya dukung, umumnya diambil 9 tetapi di mana tiang dibenamkan kurang dari
4 diameter tiang,  c berkurang secara linear sampai angka 5, 6 di permukaan
C p  keliling efektif tiang m 
 
   luas dasar tiang m 2
Li  ketebalan lapis penahan
n  jumlah tiang dalam satu kelompok
(2). Kapasitas tiang lateral

Kapasitas tiang lateral dalam deposit tanah gambut ditentukan dari salah satu metode berikut ini:
Metode empiris seperti the Ontario Highway Bridge Design Code (O H B D C)
Metode teoritis misal metode Brom and metode Brinch Hansen

Metode empiris ( O H B D C )
tiang tunggal

OHBDC mempersilahkan hambatan lateral, QL dari tiang tunggal menjadi hambatan pasif sebuah
tiang dengan dimensi ekivalen sebagai berikut:
lebar 3 kali diameter tiang sebenarnya
kedalaman 6 kali diameter tiang sebenarnya

Hambatan pasif pada tiang ekivalen dapat dihitung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.11,

10-16
3D

6D 6D
L

D 3D .6D.Kp 2Cu.Kp

(2 Cu +. 6.D) Kp

Gambar 10.11. Hambatan pasif lateral sebuah tiang

Untuk   0, Kp = 1, maka: Ql = 36 Cu D + 54  D
2 3
[10.4]

di mana
D  diamEter tiang
L  panjang tiang
 = berat volume tanah
   koefisien tekanan tanah pasif
Cu  kohensi tanah tak teralirkan
Qi  kapasitas batas lateral tiang vertikal tunggal

10.5.3 Kelompok tiang


Hambatan rancangan lateral ultimit sebuah tiang kurang bila
Hambatan pasif kelompok tiang yang diambil alih daerah ekivalen yang memiliki ketinggian ekivalen
sebesar 6 kali diameter tiang dan panjang ekivalen Le  L  2 B , di mana L dan B diilustrasikan
pada Gambar 10.12
Jumlah hambatan pasif masing-masing tiang pada panjang ekivalen.

b
B

l
b L

3 D x number of piles on  Le  L + 2 B
Equivalent length

Gambar 10.12 Definisi dimensi kelompok tiang

10.5.3 Metode Pelat Tiang


Metode ini, seperti juga tiang fondasi untuk konstruksi beton, mengikuti beban urugan ke fondasi
melalui tiang untuk menaikkan dukungan kapasitas dan mencegah penurunan. Untuk mencapai ini,
pelat beton atau kepala, tulangan dan anyaman, dan jaringan ditempatkan pada bagian atas tiang
untuk mentransfer beban. Metode ini dibagi dalam tiga kategori, tergantung pada kesesuaian dan

10-17
perbedaan konstruksi: metode pelat-tiang, metode tiang-kepala tiang, dan metode tiang jaringan
seperti ditunjukkan pada Gambar 10.13

Gambar 10.13 Fondasi tiang

10.5.3.1 Metode Pelat Tiang


Tiang-tiang menopang suatu lantai, yang menahan semua beban untuk diteruskan ke lapisan
pendukung melalui tiang. Jenis konstruksi ini telah digunakan sejak seribu tahun yang lalu, jalan
didukung oleh tiang telah digunakan di Britain, Belgia dan Belanda (Dibbits, 1948). Rekaman-rekaman
penggunaan tiang-tiang kayu, papan-papan tebal, lantai beton untuk maksud tersebut sejak tahun
1930an telah dibukukan (Enright, 1963).
Jalan-jalan utama di Rotterdam (Belanda) menggunakan urugan tanah yang ditempatkan di atas kayu
yang didukung oleh tiang kayu. Di tempat lain, urugan tanah yang ditempatkan di atas lantai beton
langsung ditopang oleh tiang kayu. Bila lantai beton telah membentuk lantai jalan, bagian bawah lantai
beton diberi pangkal untuk menghubungkan lantai dengan tiang kayu di bawah lapisan air yang
dijumpai dan untuk mencegah pembusukan kayu. Beberapa kasus mengenai metode tersebut dengan
jarak tiang 1,5 – 3,0 m telah dilaporkan di Amerika Serikat.

Di Bremenhaven, Jerman, lantai-tiang digunakan pada deposit tanah gambut setebal 6 – 18 m,


disebut moorbruke (jembatan rawa) seperti terlihat pada Gambar 10.19 (Erlenbach, 1973). Di sini
tiang pipa baja memiliki kedalaman penetrasi sebesar 8 m dan kemudian diisi dengan beton. Bantalan
ditempatkan antara dua tiang di salah satu sisi jalan, dan lantai beton beton setebal 40 cm
ditempatkan di atasnya. Urugan ditempatkan pada kedua bahu jalan, hasilnya tidak kelihatan seperti
jembatan. Urugan di kedua sisinya dibiarkan turun, dan rongga di bawah lantai dipertahankan dengan
membuat lobang orang untuk pemeriksaan. Pipa-pipa ventilasi dipasang pada urugan tanah.

Di Jepang metode ini digunakan pada deposit tanah gambut di Hokkaido pada tahun 1970an. Maksud
metode tersebut adalah untuk mencegah perubahan bentuk di sekitar lokasi, mengurangi beban pada
konstruksi seperti abutmen dan untuk mengontrol getaran akibat lalu-lintas, kegagalan geser, dan
penurunan tanah karena konstruksi urugan tanah.

Di Indonesia metode ini dilaksanakan di atas deposit tanah gambut di Asam Baru, Kalimantan Tengah
pada tahun 1995. Metode tersebut dilaksanakan setelah beberapa kali mencoba tipe konstruksi
tersebut di mana metode tersebut tidak berhasil mencegah perubahan bentuk di lokasi sekitarnya.

10-18
Metode Rancangan
Metode tersebut jauh lebih mahal daripada metode-metode lainnya, dan hanya digunakan bila metode
yang lain tidak dapat digunakan. Metode lantai-tiang dapat mencegah penurunan secara sempurna
dengan sedikit gangguan deposit gambut selama konstruksi. Oleh karena itu, metode ini sesuai
khusus untuk lokasi di mana metode lain tidak dapat digunakan, di mana bangunan-bangunan
berdekatan atau di mana fasilitas umum seperti air, gas dan instalasi listrik berada.

Tiang-tiang dipancangkan ke bawah sampai ke lapisan pendukung atau sampai cukup gesekan untuk
mendukung beban di atasnya. Perbaikan tanah dengan tiang kayu, pipa-pipa baja, atau tiang beton
dapat digunakan. Penyeledikan terhadap karat dan perusakan lainnya harus dibuat.

Rancangan lantai pada tiang seharusnya menggunakan teori rangka kaku, yang membuat
perhitungan untuk dua grup rangka kaku, dengan mempertimbangkan lantai sebagai balok pendek.
Rongga-rongga antara fondasi tanah lunak dan lantai mungkin terjadi setelah konstruksi karena
penurunan tanah. Oleh karena itu, rancangan harus mempertimbangkan bahwa semua tiang
mendukung semua beban, dan tegangan lantai sama dengan pada konstruksi beton yang biasanya
digunakan. Tanpa urugan di atas lantai, konstruksi ini sama dengan lantai jembatan, dan rancangan
lantai jalan mengikuti metode perancangan untuk lantai jembatan, dengan beberapa urugan yang
mengikuti metode yang umum.

Penurunan penampang lantai-tiang dibatasi, dan sesar patahan dengan mudah terjadi pada bagian
antara yang diperbaiki dan yang tidak diperbaiki. Untuk mencegah kejadian ini, penampang-
penampang menggunakan kepala tiang atau metode campuran dalam dapat digunakan dengan
pendekatan bantalan lantai.

Selama konstruksi harus diberikan perhatian untuk meminimalkan pengaruh getaran tanah selama
pemancangan tiang. Sangat disarankan untuk menggunakan rangka kerja untuk mencegah
perubahan bentuk lantai akibat penurunan selama penuangan dan pengeringan beton, tetapi hal ini
mungkin susah dilaksanakan. Jika penurunan dengan cepat tidak diharapkan, lantai mungkin
dibangun langsung di atas beton dengan menempatkan pemisah. Sebagai rangka kerja, panel beton
pracetak bisa digunakan alih-alih lapisan beton.

10.5.3.2 Metode Topi tiang

Sejarah Metode
Dengan metode ini tiang-tiang menopang blok beton (topi) yang menghalang-halangi sebagian besar
beban timbunan tanah dengan aksi arah busur urugan di atas topi dan menstransfernya ke fondasi
melalui tiang-tiang. Metode ini telah digunakan sejak tahun 1970, dan di Eropa Utara disebut metode
konstruksi Swedia (TRB, 1975). Bahan-bahan tiang bermacam-macam, dan kayu, beton, adukan
beton dicor di tempat atau beton digunakan sebagai bahan tersebut. Bila tiang beton dicor di tempat
digunakan, diusahakan juga untuk membuat topi dengan selongsongpipa lindung untuk memperbesar
kepala-kepala tiang, tanpa blok beton (Kohno dkk., 1974, Terakoshi dkk., 1974). Untuk mencegah
bahan urugan lepas di antara topi-topi tiang, geotekstil ditempatkan pada topi.

Metode perancangan dan konstruksi


Elemen kritis pada metode ini adalah bagaimana menentukan ukuran topi dan jarak antar tiang. Di
Swedia, topi ditempatkan untuk menutup suatu area sebesar 30-50% luas dasar urugan (TRB, 1975).
Akan tetapi, penampang melintang paling ekonomis harus ditentukan dengan mendapatkan
perpanjangan aksi busur dari bahan-bahan urugan dan ketinggian dan dengan menghitung tegangan
pada topi dan tiang. Topi dirancang sebagai balok konsol.
Metode tersebut cocok untuk timbunan tanah yang dinaikkan yang hanya dapat berhubungan dengan
sejumlah kecil penurunan tak merata. Tiang-tiang adalah tiang gesekan yang diset pada fondasi dan
bekerja sebagai geseran tiang-tiang pendukung.
Perkiraan penurunan didasarkan pada perhitungan penurunan untuk tiang fondasi biasa. Pada jalan
dengan timbunan tanah relatif rendah, metode ini tidak dapat digunakan karena penurunan tak merata
antara tiang atau antara tiang dan topi tiang yang mungkin berpengaruh langsung pada permukaan
jalan. Perhatian harus diambil untuk mencegah topi tiang pecah selama pekerjaan pemadatan tanah
urug.

10-19
Konstruksi dengan metode topi-tiang
Di Jepang tidak banyak kasus dengan metode tersebut. Gambar 10.14 menunjukkan sebuah kasus di
mana metode tersebut digunakan di belakang abutmen untuk mencegah penurunan yang berlebihan
dan untuk mengendalikan penurunan ke arah memanjang permukaan jalan (Moriya dkk., 1973).
Dalam kasus ini menggunakan urugan deposit lanau lunak setebal 14 m (q c ditentukan dengan konus
Dutch = 1 – 2 kgf/cm ) termasuk 2 – 3 m terletak di atas gambut. Kasus ini menggunakan tiang PC
2

(diameter 300) jarak tiang 2,5 dengan mempertimbangkan daya dukung tiang, beban urugan, dan
ekonomis. Ukuran topi tiang adalah 2,4; 1,9; dan 1,6 m bujur sangkar yang dirancang dengan
mempertimbangkan lepasnya bahan urugan, ketebalan urugan, dan penurunan permukaan jalan.

Gambar 10.14 Konstruksi Topi-tiang

Metode jaringan-tiang

Sejarah Metode tersebut


Tiang (terutama kayu) dipancang ke dalam deposit tanah lunak, dan topi tiangnya dihubungkan
dengan tulangan yang diatur dalam suatu jaringan, dan geotekstil ditempatkan di atasnya. Sebagian
besar beban urugan ditransfer ke tulangan dan tiang-tiang karena pengaruh buaian geotekstil, dan
selanjutnya ke deposit tanah lunak karena pengaruh kelompok tiang. Kelompok tiang deposit tanah
lunak turun menjadi satu kesatuan, membuat metode ini efektif dalam mencegah penurunan tak
merata dan aliran lateral dan mempertahankan stabilitas fondasi.

Sejak sekitar 1975, metode ini telah digunakan untuk jalan (Sakamoto dkk., 1979), jalan kereta api
(Shima, 1981), dan tanggul-tanggul sungai (Kudo dan Maruyama, 1977), di deposit gambut Hokkaido,
dengan maksud menyamakan penurunan sisa antara penampang asli dan penampang yang
diperlebar dalam pekerjaan pelebaran jalan. Metode ini telah memberikan pekerjaan selesai lebih
awal dan pengurangan biaya pembangunan. Bahan-bahan yang digunakan dalam metode ini
utamanya adalah tiang-tiang kayu, dan geotekstil dibuat dari lembaran-lembaran, jaringan dan
jaringan-jaringan kawat baja.

Metode konstruksi dan rancangan


Rancangan perhitungan daya dukung kerja tiang-tiang tersebut dan penurunan yang terjadi dilakukan
seperti dalam pekerjaan fondasi tiang, dan penurunan tanah dipertimbangkan sama dengan
penurunan tiang-tiang. Pertimbangan gaya-gaya reaksi tanah tergantung pada kondisi tanah. Tidak
ada standar metode perhitungan untuk menentukan tegangan dan defleksi yang ditimbulkan antara
jaringan tulangan, dan prosedur tergantung pada penyelidikan yang dilakukan selama konstruksi.
Pada waktu tiang-tiang mencapai lapisan tanah pendukung, tulangan pada bagian atas tiang mungkin
dilendutkan oleh beban, dan akhirnya gagal. Karena tidak ada hambatan ke arah gaya-gaya
horisontal, rancangan tidak akan menghasilkan beban-beban tidak merata dan penempatan bahan-
bahan tulangan pada bagian atas tiang tidak diperlukan.
Pada metode rancangan ini, yang paling umum digunakan sampai sekarang, tiang-tiang diatur pada
jarak I = 1,5 (D/2)Df (di sini Du = diameter tiang; Df = panjang tiang yang masuk dalam tanah), Rd
ditentukan dengan rumus Terzaghi untuk seluruh kelompok tiang. Kapasitas daya dukung akhir
diperoleh dengan rumus tersebut kadang-kadang mungkin nilainya lebih besar daripada tiang tunggal,
dan harga-harga tersebutseharusnya diselidiki.

10-20
Beban urugan per tiang, Pw, ditentukan menggunakan persamaan berikut, dan panjang tiang yang
diperlukan dengan memperkirakan penurunan ditentukan untuk memenuhi Rd > Fn
2
Pw = l (W b + W s) [10.5]
2
Di mana W b adalah beban urugan, dan W s adalah beban salju atau kendaraan (biasanya 1 t/m ).
Harga Fn adalah koefisien penurunan tiang pada saat setimbang, bervariasi dari 1 sampai 1,2.
Dengan tiang-tiang kayu, batang pohon cemara berdiameter ujung 20 cm dan panjang 7 – 13 m
digunakan, dan batang-batang di atas permukaan air tanah dilapisi untuk mencegah pembusukan.
Bahan-bahan pelapis harus tidak membahayakan manusia atau binatang dan meresap ke tiang-tiang
tanpa menimbulkan kebocoran tanah di sekitarnya. Sampai saat ini telah digunakan xylamon karena
intensitas kebocorannya terhadap tanah di sekitarnya rendah. Jaringan-jaringan kawat baja juga
harus dilapisi dengan timah untuk mencegah karat.

Tulangan-tulangan baja bisa diatur dibagian atas tiang dalam dua arah seperti ditunjukkan pada
Gambar 10.14. Pada “tipe ikat kepala”, tulangan-tulangan baja diatur belok membentuk sudut 30
0

mengelilingi bagian atas tiang. Di sini gaya tarik yang bekerja pada tulangan T diberikan dengan
persamaan berikut ini, dan ukuran tulangan dipilih sehingga tegangan tulangan yang diijinkan lebih
besar daripada T.

0.5Pw
T [10.6]
2m
Di sini m merupakan jumlah kombinasi tiang, besarnya m = 1 untuk pengaturan tunggal dan m = 2
untuk pengaturan ganda.

Dengan tipe pengaturan melintang, tulangan-tulangan disilangkan dan dijepit di bagian atas tiang
dengan las titik atau diikat dengan kawat, dan cara ini lebih sederhana daripada konstruksi dengan
tipe ikat kepala. Bagian atas tiang biasanya dilengkapi dengan tulangan plat baja untuk mencegah
retak karena batang tulangan baja. Tulangan-tulangan baja tidak memiliki batas lendutan, tetapi
dalam beberapa hal masih memiliki batas (Wakame dan Kotera, 1984). Tegangan tarik pada
tulangan-tulangan baja dengan type melintang ditentukan oleh teori kabel. Tulangan-tulangan bisa
berkarat, tetapi saat ini rancangan tidak memperhitungkan pengaruh karat.

Maksud penempatan geotekstil pada tiang adalah untuk mencegah larinya bahan-bahan urugan dan
untuk mentransfer beban tanah urug secara merata ke fondasi yang lebih rendah dan tulangan-
tulangan baja. Bahan-bahan geotekstil harus efektif dalam hal adhesi terhadap fondasi, permeabilitas
dan cuaca. Gaya-gaya tarik yang bekerja pada geotekstil, T g ditentukan secara empiris dengan
persamaan berikut, sementara sifat-sifat aktual belum ditentukan.

Beban urugan yang bekerja pada rongga antara tulangan - tulangan


Tg  [10.7]
Panjang total tulangan yang mendukung geotextile

Kekuatan tarik geotekstil seharusnya di atas T g dan harus memperhitungkan faktor keamanan
(biasanya 1,2).

Pengaruh-pengaruh dan persoalan-persoalan dengan metode jaringan-tiang


Metode ini memiliki sedikit pengaruh terhadap tanah di sekitarnya selama penempatan tiang-tiang dan
urugan tanah. Beban-beban urugan tanah ditransfer ke lapisan yang dalam melalui tiang, dan
kegagalan gelincir fondasi tidak akan terjadi, konstruksi yang cepat mungkin dilaksanakan. Metode
tersebut sangat efektif dalam mencegah penurunan sebagai penurunan sisa yang terjadi hanya pada
lapisa-lapisan yang dalam. Meskipun bagian atas tiang dihubungkan dengan tulangan baja, konstruksi
hanya dapat mendukung beban-beban vertikal, dan tidak ada gaya-gaya horisontal atau beban-beban
tidak merata. Ada beberapa kasus di mana kegagalan gelincir terjadi karena beban-beban tidak
merata selama konstruksi (Maruyama dkk., 1978). Perhatian yang lebih terperinci harus ditunjukkan
untuk menyebarkan beban secara merata selama konstruksi. Pengelaman menjukkan bahwa
perancangan dengan metode jaringan-tiang adalah efektif (Nara dan Kudo, 1982). Akan tetapi bila
perbandingan panjang tiang terhadap jarak tiang Df/L di bawah 9, pengaruh kelompok tiang tidak
cukup besar, dan kelompok tiang sebaiknya diperlakukan sebagai kelompok tiang bebas (tiang

10-21
tunggal). Telah diketahui bahwa geotekstil yang sangat kuat tidak memerlukan tulangan karena
harga-harga tegangan tarik yang bekerja pada tulangan-tulangan sangat kecil (Yamamoto, 1956). Hal
ini mengabaikan persoalan utama mengenai ketahanan dan rayapan geotekstil, tetapi penyelidikan
terhadap persoalan-persoalan tersebut dapat dibuat dalam percobaan di laboratorium dan konstruksi
di lapangan.

10.6 Tinjauan dan tabel klasifikasi

10.6.1 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Modifikasi Pembebanan Timbunan Tanah pada
Tanah Asli

Tabel 10.3 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Modifikasi Pembebanan Timbunan Tanah pada
Tanah Asli*
Metode Penjelasan Keuntungan Kerugian Persayaratan
Singkat Khusus
Urugan Penggunaan bahan Memerlukan daya Polisteren Bahan-bahan
berat densitasberat isi dukung yang lebih memerlukan pengujian
ringan curah lebih rendah rendah untuk perlindungan dari biasanya
daripada urugan mendukung timbunan minyak, api, dan diperlukan untuk
konvensional tanah cahaya UV. PFA mengkonfirmasi
mudah membeku parameter-
dan mungkin parameter urugan
menjadi tempat ringan.
tumbuhnya
tanaman. PFA
susah untuk
ditangani bila
basah. Lempung
yang berkembang
susah untuk padat
dalam situasi
takterkekang
Perubahan Kemiringan Memerlukan daya Kuantitas urugan Tidak ada
geometri diratakan atau dukung yang lebih yang lebih besar
timbunan menggunakan rendah untuk diperlukan. Lahan
tanah balok untuk mendukung timbunan yang lebih besar
menyeimbangkan tanah. Dapat diambil. Bisa
potensi zona menggunakan urugan memperbesar
kegagalan dengan tingkatan penurunan
yang lebih rendah di
bagian pinggir
timbunan tanah.
* Laboratorium Penelitian Transportasi

10-22
10.6.2 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Memberikan Dukungan Konstruksi tambahan pada
Timbunan tanah

Tabel 10.4 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Memberikan Dukungan Konstruksi tambahan
pada Timbunan Tanah*
Metode Penjelasan singkat Keuntungan Kerugian Persyaratan
khusus
Perkuatan Kerjasama perkuatan Menaikkan daya Penurunan total Pengujian jangka
Urugan tarik dalam urugan dukung dengan tidak bisa panjang
timbunan tanah umumnya di mengurangi dikurangi. diperlukan untuk
tanah bagian dasar tegangan lateral Rangkak bisa menentukan
pada tanah dari mengurangi karakteristik
urugan timbunan kekuatan rangkak
tanah. perkuatan jangka perkuatan. Perlu
Mengurangi panjang. Perlu untuk
gerakan lateral untuk mengembangkan
yang berdekatan menghindari gesekan antara
dengan timbunan kerusakan akibat perkuatan urugan
tanah. Dapat konstruksi dan tanah.
mengurangi pemasangan.
penurunan tak Memerlukan
merata perlindungan
terhadap cahaya
UV dan beberapa
bahan kimia.
Tiang-tiang Tiang-tiang menahan Penurunan Pemancangan Sudut geser
pendukung beberapa atau semua timbunan tanah tiang bisa dalam urugan
timbunan berat urugan. yang besar bisa mempengaruhi tanah perlu
tanah Geotekstil dapat dikurangi. stabilitas ditentukan untuk
membantu Pengurangan konstruksi yang konfirmasi
bekerjanya beban lateral ada atau keefektifan
pelengkung bila tiang pada tiang timbunan tanah. bekerjanya busur.
pemisah digunakan abutmen karena Tiang Uji tiang
bukan fondasi rakit gerakan tanah kecenderunganya diperlukan untuk
dipengaruhi oleh membuktikan
gaya gesek kulit daya dukung.
negatif. Geotekstil Potensi gesekan
mungkin perlu kulitfriksi kulit tiang
digunakan untuk negatif
memberikan seharusnya
pengendalian dievaluasi.
lateral pada
bagian tepi
timbunan tanah.
Tiang Turap Persyaratan Meningkatkan Perlindungan Potensi korosi
dukungan lateral daya dukung oleh terhadap karat tanah dan urugan
untuk urugan tegangan lateral perlu tanah harus
timbunan tanah pada tanah. dipertimbangkan. ditentukan. Kaji
menggunakan tiang Mengurangi Gangguan aliran aliran air tanah
turap yang gerakan lateral air tanah. semua arah
berhubungan yang berdekatan Penurunan total lokasi.
timbunan tanah. tidak bisa
dikurangi.
* Laboratorium Penelitian Transportasi

10-23
10.6.3 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Perbaikan Tanah Asli di bawah Timbunan Tanah

Tabel 10.5 Ringkasan Metode Konstruksi untuk Perbaikan Tanah Asli di bawah Timbunan
Tanah*
Metode Penjelasan Singkat Keuntungan Kerugian Persyaratan
khusus
Prapembebanan Aplikasi dan Pengurangan Memerlukan Diperlukan
pemindahan beban konsolidasi yang waktu yang lama. pengetahuan yang
ke tanah sebelum sebanding dan Penanganan baik mengenai
konstruksi pengurangan ganda urugan karakteristik
pekerjaan penurunan tanah diperlukan. konsolidasi baik dari
permanen untuk sekunder. Diperlukan uji laboratorium dan
menciptakan Kekuatan tanah keyakinan dalam uji lapangan. Bila
terjadinya naik. Tanah urug menentukan waktunya sangat
penurunan kelas yang lebih parameter- kritis diperlukan uji
rendah bisa parameter dengan skala
digunakan untuk rancangan untuk penuh.
prapembebanan menetapkan
waktu
prapembebanan
Beban Aplikasi beban Pengurangan Memerlukan Diperlukan
tambahan permanen yang konsolidasi yang waktu yang lama. pengetahuan yang
berlebihan untuk sebanding dan Daya dukung baik mengenai
mempercepat laju pengurangan harus cukup untuk karakteristik
penurunan tanah penurunan mendukung konsolidasi baik dari
sekunder kenaikanpeningka uji laboratorium dan
tan tinggi urugan. uji lapangan. Bila
Diperlukan waktunya sangat
keyakinan dalam kritis diperlukan uji
menentukan dengan skala
parameter- penuh.
parameter
rancangan untuk
menetapkan
waktu penambahn
beban
Konstruksi Laju urugan Menaikkan tinggi Memerlukan Diperlukan
bertahap timbunan tanah timbunan tanah waktu yang lama. penyelidikan tanah
dibatasi dengan dan dapat dicapai Diperlukan yang menyuluruh
kenaikanpeningkata sudut kemiringan instrumentasi. baik penyelidikan
n kekuatan tanah yang lebih tajam Monitoring lapangan dan uji
karena konsolidasi berkala dilakukan laboratorium untuk
untuk menentukan
mendapatkan karakteristik
data perubahan konsolidasi dan
tanah perkiraan
kenaikanpeningkata
n kekuatan tanah
selama konstruksi

10-24
Lanjutan Tabel 10.5
Metode Penjelasan Singkat Keuntungan Kerugian Persyaratan
khusus
Penggalian dan Pemindahan dan KenaikanPeningk Penggalian di Tidak diperluakan
Penggantian penggantian tanah atan daya bawah uji khusus kecuali
lunak dengan bahan dukung. permukaan air untuk menentukan
yang kualitasnya Pengurangan tanah dijumpai stabilitas galian, dan
lebih baik penurunan tanah kesulitan. Sisa- stabilitas dan
sisa tanah lunak penurunan
bisa menimbulkan timbunan tanah.
penurunan tak
merata.
Pembuangan
tanah galian bisa
mengakibatkan
persoalan. Perlu
pertimbangan
yang hati-hati
dalam
penempatan
urugan tanah di
bawah
permukaan air
tanah. Perlu
pertimbangan
pengaruh galian
sementara
konstruksi di
sekitarnya.
Pemindahan Pemindahan tanah Tidak diperlukan Diperlukan urugan Perlu ditunjukkan
tanah lunak dari bagian penggalian. tanah dalam kemampuan untuk
bawah timbunan Bahan disamping jumlah besar. menjamin
tanah dengan berat timbunan tanah Deposit tanah kegagalan dan
tanah urugan yang terangkat lunak yang tebal pemindahan tanah
dapat menaikkan bisa tidak stabil. di permukaan ujung.
daya dukung Kantong-kantong Pengujian setelah
tanah lunak bisa konstruksi
terperangkap dan diperlukan untuk
menyebabkan mengidentifikasi
penurunan tak zona
merata. terperangkapnya
Pengurugan tanah lunak.
harus
berkelanjutan
untuk
menghindari
kenaikanpeningka
tan kekuatan
tanah di
permukaan ujung.

Lanjutan Tabel 10.5


Metode Penjelasan Singkat Keuntungan Kerugian Persyaratan
khusus
Saluran vertikal Pemasangan grid Pengurangan Harus digunakan Diperlukan
elemen pengaliran waktu terjadinya bersamaan pengetahuan yang
untuk menaikkan penurunan dengan aplikasi baik mengenai
laju konsolidasi timbunan tanah pembebanan karakteristik
tanah lunak setelah urugan tanah. Perlu konsolidasi baik dari

10-25
tanah dilakukan dipertimbangkan uji laboratorium dan
pengaruh uji lapangan. Bila
terangkatnya waktunya sangat
tanah, goresan, kritis diperlukan uji
kebuntuan dengan skala
saluran, dan penuh.
kapasitas debit.
Kolom-kolom Kolom-kolom bahan Menaikkan daya Metode basah Tidak diperlukan
batu berbutir yang dukung dan menghasilkan persyaratan
dibentuk dalam mengurangi jumlah aliran yang pengujian khusus.
tanah menggunakan penurunan tanah. lebih besar. Uji zona beberapa
alat getar intern Kolom-kolom Metode kering kolom batu untuk
bekerja sebagai tidak sesuai membuktikan
saluran vertikal dengan setiap kinerjanya.
untuk tanah lunak.
meningkatkan laju
konsolidasi
Kolom-kolom Kolom-kolom beton Menaikkan daya Diperlukan akses Tidak diperlukan uji
beton dengan yang dibentuk dukung dan untuk pasokan khusus. Pasokan
pemampatan dalam tanah sambil mengurangi adukan beton adukan beton harus
getar menarik alat getar penurunan tanah dimonitor selama
intern pembentukan
kolom-kolom dan
mungkin dilakukan
uji beban.
Kolom-kolom Kapur dicampur di Menaikkan daya Kekuatan kolom Uji kapur dan
kapur tempat dengan dukung dan sensitif terhadap campuran tanah di
tanah yang ada mengurangi unsur kimia tanah, laboratorium
menggu-nakan bor penurunan tanah. khususnya pH, diperlukan untuk
tanah untuk Kolom-kolom dan kadar air menentukan jumlah
menghasilkan bekerja sebagai tinggi. Kekuatan kapur yang perlu
kolom-kolom saluran untuk tanah diukur di ditambahkan.
dengan kekuatan menaikkan laju lapangan dan di Direkomendasikan
yang lebih tinggi, penurunan tanah laboratorium bisa uji zona beberapa
lebih kaku daripada berbeda. kolom kapur untuk
tanah sekitarnya membuktikan
kinerjanya. Kolom
tunggal bisa diuji
denggunakan alat
penetrometer.

Lanjutan Tabel 10.5


Metode Penjelasan Singkat Keuntungan Kerugian Persyaratan
khusus
Pemompaan Erosi tanah meng- Menaikkan daya Hasil akhir Diperlukan
bertekanan gunakan air atau dukung dan tergantung pada pengujian untuk
tinggi adukan adukan encer yang mengurangi sifat-sifat tanah mengevaluasi
encer dipompa bertekanan penurunan tanah. yang ada. jumlah adukan
tinggi dan sela- Ikatan saling Diperlukan beton. Kekuatan
njutnya dicampur mengunci kolom- pembuangan arus kolom-kolom yang
dengan adukan kolom yang mengalir. sudah jadi perlu
encer untuk memberikan daya dibuktikan dengan
membentuk kolom- dukung fondasi uji sampel dan
kolom dengan yang lebih besar campuran adukan
kekuatan yang lebih dan uji zona kolom-
tinggi daripada kolom yang sudah
tanah sekitarnya jadi.

10-26
*Laboratorium Penelitian Transportasi

10.6.4 Ringkasan Metode Konstruksi Tradisional untuk Perbaikan Tanah Asli di bawah
Timbunan Tanah

Tabel 10.6 Ringkasan Metode Konstruksi Tradisional untuk Perbaikan Tanah Asli di bawah
Timbunan Tanah
Metode Penjelasan Singkat Keuntungan Kerugian Persyaratan
khusus
Korduroi tiang- Penggunaan bahan Meningkatkan Penurunan total Pengujian jangka
tiang kayu lokal berkenaan daya dukung tidak bisa panjang
dengan korduroi tanah dengan mengurangi diperlukan untuk
tarik dengan mengurangi rangkak. Rangkak menentukan
urugan, umumnya di tegangan lateral bisa mengurangi karakteristik
dasar pada tanah dari kekuatan jangka rangkak korduroi.
urugan timbunan panjang korduroi. Perlu menciptakan
tanah. gesekan antara
korduroi dan
urugan dan tanah
Tiang kayu Tiang kayu pendek Penurunan Pemancangan Tidak cukup bagi
dengan matras mendukung timbunan tanah tiang bisa daerah tanah
beberapa atau minimal mempengaruhi lunak yang dalam.
semua berat urugan berkurang. stabilitas Batas kedalaman
tanah. Geosintetis Pengurangan konstruksi yang tiang kayu pendek
lokal dapat beban lateral ada atau biasanya 4 kali
membantu aktifitas pada tiang dalam timbunan tanah. panjang.
busur bila tiang timbunan tanah Tiang memiliki Diperlukan
kayu yang karena gerakan kecenderungan pengetahuan yang
terpisahkan tanah. untuk dipengaruhi baik mengenai
digunakan sebagai gaya gesek kulit karakteristik
suatu rakitan negatif. Matras konsolidasi baik
perlu digunakan dari uji
untuk laboratorium dan
memberikan uji lapangan.
pengendalian
tahanan lateral
pada tepi
timbunan tanah.

Lanjutan Tabel 10.6


Metode Penjelasan Singkat Keuntungan Kerugian Persyaratan
khusus
Kantong tanah Penggunaan bahan Memerlukan daya Kantong gambut Uji bahan
gambut gambut kering dukung untuk memerlukan biasanya
dalam kantong mendukung perlindungan dilakukan untuk
plastik. Bahannya timbunan tanah. terhadap udara membuktikan
memiliki Mengurangi terbuka, dan api. parameter
densitasberat isi penurunan. Kantong gambut rancangan bahan
curah lebih rendah Tekanan tanah susah untuk gambut
daripada urugan pada konstruksi menjadi padat
konvensional. berkurang pada kondisi tak
tertekan.

10-27
10.6.5 Kombinasi tipikal pekerjaan tindakan perlawanan
Tabel 10.7 Kombinasi tipikal pekerjaan tindakan perlawanan
Tindakan perlawanan
terhadap penurunan Ukuran Stabilitas Contoh-contoh Gambar
Metode saluran Kemampuan Metode perbaikan Sand mat = matras pasit;
vertikal jaminan lalu-lintas lapisan permukaan vertical drain = saluran
(misal metode vertikal
matras pasir)
Metode saluran Metode tiang dari vertical drain = saluran
vertikal pasir yang vertikal; sand compaction
terpadatkan pile = tiang dari pasir yang
terpadatkan
Metode pembebanan Pembebanan sand compaction pile =
dengan urugan tanah Konstruksi stabilitas timbunan tanah atau tiang dari pasir yang
metode tiang dari terpadatkan; counterweight
pasir yang fill = urugan tanah untuk
terpadatkan perlawanan berat;
embankment loading =
pembebanan timbunan
tanah
Metode saluran embankment loading =
vertikal dan pembebanan timbunan
pembebanan dengan -------- tanah; vertical drain =
urugan tanah saluran vertikal
Metode saluran Metode penambahan Third stratum load = beban
vertikal beban pelan-pelan lapisan ke tiga; second
stratum load = beban lapis
ke dua; first stratum load =
beban lapis pertama;
vertical drain = saluran
vertikal
Metode tiang dari Metode pemadatan Sand compaction pile =
pasir yang (misal campuran tiang dari pasir yang
terpadatkan dalam untuk terpadatkan; deep mixing
stabilisasi tanah) method soil stabilization =
metode campuran dalam
untuk stabilisasi tanah

10-28
Tabel yang bergambar (dalam bahasa Inggris) kami sertakan di bawah ini.

10-29
10.7 DAFTAR ACUAN

[10.1] Aaboe, R. (1985): Experience with Expanded Polystyrene as a Lightweight Fill Material in
road embankments.
[10.2] Bigham, R.E. (1971): On the effectiveness of sand drains, Discussion, Canadian
Geotechnical Journal, Vol. 8, No. 1, pp. 142-143
[10.3] Brawner, C.O. (1964): An Appraisal of Research for Highway Construction in Muskeg Areas,
th
10 Muskeg Research Conf., NRCpp. 16-24
[10.4] Broms, B. and P. Borman (1978): Stabilization of Soil with Lime Columns, DesigHandbook,
Royal Institute of Technology
[10.5] Casagrande, L. and S Poulos (1969): On effectiveness of sand drains, Canadian
Geotechnical Journal, Vol. 6, No. 287
nd
[10.6] Dibbits, H.A.M.C. (1948): Road Construction on Soft Subsoils, Proc. Of 2 ICSMFE, Vol. 6,
pp. 42-45
[10.7] Enright, C.T. (1963): Construction Aspects of a Service Road on Corduroy over Muskeg,
th
Proc. 9 Muskeg Research Conference, pp. 109-117
[10.8] (1962): The Muskeg Factor in the Location and Construction of An Ontario Hydro Service
Road in The Moose River Basen, 8th Muskeg Research Conf., NRC, pp. 42-58
[10.9] Erlenbach, I.L. (1973): Grundung von Dammen bei weichem Untergrund, Strasse und
Verkehr No. 8
th
[10.10] Flaate, K. and N. Ryggg (1963): Sawdust as Embankment Fill on Peat Gobs, 9 Muskeg
Research Conf., NRC, pp 136-150
[10.11] Fukuda, M. and M. Yamamoto (1985): Comparisons of Materials for Soil Improvement, Part
III, pp. 605-606
[10.12] Hancock, N. (1979): Lightweight Materials Beat Backfill Problems, Engineering and Contract
record, pp. 60-61
[10.13] Hansbo, S. (1987): Fact and Fiction in the Field of Vertical Drainage, Proc. Of Int. Sympo.
On Prediction and Performance in Geotechnical Engineering, pp. 61-72
[10.14] Hayashi, H., S. Noto, and N. Shimaya (1988): Strength of Peat Stabilized with Cement type
Stabilizer,43rd Annual Meeting of JSCE
[10.15] Hayashi, H., S. Noto, and N. Shimaya (1989): Deformation of Surrounding Ground by Deep
th
Mixing Method, Proc. Of Specific Themes, 18 Japan Road Conference, pp. 87-89
[10.15] Hirose, S., Y. Takehara, and M. Ishihara (1977): The Influence of the Sand Compaction Pile
st
Method on Piles, 31 Meeting of Technical Research of the Construction Ministry, pp. 135-
141
[10.16] Kanayama, R. and S. Minamisawa (1973): Research on Road Construction on Soft
rd
Deposits (Peat Deposits), 3 Meeting of Technical Research of Hokkaido Development
Bureau, pp. 71-80
[10.17] Karafuto, R. and S. Minamisawa (1973): Reinforcement at the Shin-Nigorikawa Bridge Pile
th
slab Method, Proc. Of 16 Meeting of Technical Research of Hokkaido Development
Bureau, pp. 366-377
[10.18] Kashiwagi, Y.S. Yui, T. Matsumoto, and H. Anzaki (1974): Treatment of Soft Ground in
th
Urban areas-Pile slab Method, Proc. Of 17 Meeting of Technical Research of Hokkaido
Development Bureau, pp. 158-164
th
[10.19] Kita D., H. Kubo, and T. Urushihara (1980): Research on the treatment of Sludge (6 report)
th
Comparison of Various Materials for Soil Improvement, 40 Annual Meeting of the JSSMFE,
pp. 769-772
[10.20] Kohno, F.,H. Sasaki, and T. Urushihara (1980) : The Effect of Foundation Treatment on
Peaty Soft Deposits, 19th Meeting of Technical Research of the Construction Ministry, 1965
[10.21] Kohno, F., S. Kobayashi, and H. Sasaki (1971): Foundation Treatment for Embankments on
Peaty Soft Deposits, Proc. of 15th Geotechnical Symposium.

10-30
BAB 11 ............................................................................................................................................... 11-1

OPSI RANCANGAN UNTUK PENINGKATAN DAN PERBAIKAN JALAN RAYA ......................... 11-1
11.1 UMUM .................................................................................................................................... 11-1
11.3 URUGAN TAMBAHAN (PENYESUAIAN ELEVASI JALAN) ................................................................. 11-1
11.4 PELEBARAN JALAN.................................................................................................................. 11-2
11.4.1 Urugan pasir ................................................................................................................. 11-2
11.4.2 Penggunaan saluran vertikal ........................................................................................ 11-3
11.4.3 Penggunaan kolom pasir, kerikil dan kapur .................................................................. 11-3
11.4.4 Penggunaan busa kaku PS ............................................................................................. 11-3
11.4.5 Penggunaan tiang-tiang turap ......................................................................................... 11-4
11.4.6 Penggunaan tiang-tiang beton ........................................................................................ 11-4
11.4.7 Penggunaan perkuatan (geotekstil) ................................................................................ 11-4
11.4.8 Penggunaan tiang kayu dan korduroi kayu .................................................................. 11-5
11.5 DAFTAR ACUAN ........................................................................................................................ 11-5

11-0
BAB 11
OPSI RANCANGAN UNTUK PENINGKATAN DAN PERBAIKAN JALAN RAYA

11.1 Umum

Di beberapa daerah di Indonesia, bagian dari timbunan tanah jalan raya harus dibangun di atas tanah
lunak dan organik dengan karakter: kekuatan geser takteralirkan rendah, mampu-mampat
(compressibility) tinggi dan berpotensi rangkak. Karakteristik-karakteristik tersebut dalam pelaksanaan
pembangunan timbunan tanah menghadapi persoalan-persoalan sebagai berikut, yaitu:
 tidak stabil;
 penurunan total dan penurunan tak merata tidak dapat diterima;
 konsolidasi berkelanjutan dan/atau penurunan rangkak selama beroperasi.

Seiring perjalanan waktu, beberapa peningkatan/perbaikan jalan perlu dilaksanakan. Peningkatan dan
perbaikan jalan dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu:
 peningkatan karena kondisi timbunan tanah yang ada saat ini jelek;
 urugan tambahan (penyesuaian elevasi jalan);
 pelebaran timbunan tanah yang ada saat ini.

Aspek-aspek berikut ini harus diperhitungkan dalam peningkatan dan perbaikan jalan:
 beban ekstra akibat bahan-bahan urugan menyebabkan penurunan ekstra;
 gangguan minimal terhadap lalu-lintas;
 waktu pelaksanaan pendek;
 tidak membahayakan timbunan tanah yang ada saat ini;
 pertimbangan efektifitas biaya.

Paragraf berikut ini terdiri dari penjelasan pendek dan sketsa mengenai beberapa opsi rancangan
untuk peningkatan dan perbaikan. Bahan-bahan yang lebih khusus dijelaskan di bab 10.

11.2 Peningkatan/perbaikan

Selama penggunaan jalan, kondisi timbunan tanah dapat lebih jelek daripada kondisi awalnya karena
beban lalu-lintas, cuaca dan erosi. Biasanya dalam perbaikan (kecil) digunakan tipe bahan-bahan
yang sama. Gambar 11.1 menunjukkan perbaikan timbunan tanah jalan raya yang ada saat ini.

Gambar 11.1 Perbaikan timbunan tanah jalan raya

11.3 Urugan tambahan (penyesuaian elevasi jalan)

Selama periode pemanfaatan, penurunan jalan dapat terjadi akibat aspek-aspek berikut ini:
 penurunan akibat beban timbunan tanah;
 amblesan tanah akibat pemompaan air tanah yang berlebihan.

11-1
Di samping fenomena peningkatan permukaan laut di atas, karena perubahan cuaca menyebabkan
penurunan permukaan relatif, khususnya di jalan-jalan sepanjang pantai. Urugan tambahan tanah
harus ditentukan untuk mengganti kehilangan tanah di permukaan jalan. Penyesuaian elevasi jalan
dapat dilaksanakan menggunakan urugan pasir (lihat Gambar 11.2). Metode alternatif harus diselidiki
bila ini mengakibatkan ketinggian urugan berlebihan atau lama pelaksanaan pekerjaan konstruksi
tidak dapat diterima, seperti penerapan bahan-bahan ringan (lihat Gambar 11.3). Penggunaan bahan-
bahan ringan memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
 penurunan lebih kecil (sisa);
 stabilitas terhadap gelincir lebih tinggi.

Gambar 11.2 Penggunaan pasir sebagai bahan urugan

Gambar 11.3 Penggunaan bahan berat ringan sebagai urugan (busa kaku PS)

11.4 Pelebaran jalan


Pelebaran jalan menjawab penyelesaian langsung pada saat kemacetan lalu-lintas tidak lagi diijinkan.
Metode-metode pelaksanaan berikut ini (atau kombinasinya) dapat dipertimbangkan pada saat
pelebaran jalan, yaitu:
 urugan pasir;
 saluran vertikal;
 saluran pasir dan saluran kerikil;
 bahan-bahan urugan berat ringan: bua PS atau busa beton;
 tiang-tiang turap;
 timbunan tanah bertiang: tiang-tiang beton pracetak, tiang-tiang kayu;
 timbunan tanah dengan perkuatan.

11.4.1 Urugan pasir

Pelebaran jalan menggunakan urugan pasir memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:


 penurunan relatif besar (penurunan sisa dan penurunan tak merata);
 waktu pelaksanaan lebih lama (dalam kaitannya dengan kestabilan lereng selama pelaksanaan)

11-2
Gambar 11.4 Pelebaran jalan dengan urugan pasir

11.4.2 Penggunaan saluran vertikal


Penggunaan saluran vertikal untuk pelebaran jalan memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
 pengurangan penurunan dan penurunan tak merata;
 meningkatkan kestabilan lereng;
 waktu pelaksanaan relatif pendek.

Gambar 11.5 Penggunaan saluran vertikal untuk pelebaran jalan

11.4.3 Penggunaan kolom pasir, kerikil dan kapur

Pelebaran jalan menggunakan saluran pasir/kerikil memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:


 pengurangan penurunan dan penurunan tak merata;
 menaikkan stabilitas lereng;
 menaikkan daya dukung di bawah tanah.

Gambar 11.6 Pelebaran jalan dengan saluran pasir/kerikil

11.4.4 Penggunaan busa kaku PS

Busa kaku PS untuk pelebaran jalan memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:


 pembebanan rendah karena bahan-bahan berat ringan;
 pengurangan penurunan dan penurunan tak merata;
 menaikkan stabilitas lereng.

11-3
Gambar 11.7 Pelebaran jalan menggunakan busa kaku PS

11.4.5 Penggunaan tiang-tiang turap

Tiang-tiang turap memiliki karakteristik-karakteristik berikut jika tiang-tiang tersebut digunakan untuk
pelebaran jalan:
 pengurangan perubahan bentuk ke arah horisontal;
 perlindungan terhadap timbunan tanah yang ada saat ini;
 tidak ada (kecil) pengurangan penurunan.

Gambar 11.8 Pelebaran jalan menggunakan tiang-tiang turap

11.4.6 Penggunaan tiang-tiang beton

Pelebaran jalan menggunakan tiang-tiang beton memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:


 beban timbunan tanah ditransfer langsung ke lapisan pasir
 meminimalkan penurunan;
 menaikkan stabilitas lereng.

Gambar 11.9 Pelebaran jalan dengan tiang-tiang beton

11.4.7 Penggunaan perkuatan (geotekstil)

Pelebaran jalan menggunakan perkuatan (geotekstil) memiliki karakteristik-karakteristik sebagai


berikut:

11-4
 menaikkan stabilitas lereng;
 pengurangan penurunan.

Gambar 11.10 Pelebaran jalan dengan perkuatan (geotekstil)

11.4.8 Penggunaan tiang kayu dan korduroi kayu

Pelebaran jalan menggunakan tiang kayu dan korduroi kayu memiliki karakteristik-karakteristik
sebagai berikut:
 menaikkan stabilitas lereng;
 pengurangan penurunan;
 pengurangan perubahan bentuk ke arah lateral.
Pelebaran
Korduroi

Tumpukan
Kayu

Gambar 11.11 Pelebaran jalan dengan tiang kayu dan korduroi kayu

11.5 Daftar Acuan

[11.1] Molenaar A.A.A. (1991): Verkeersbouwkunde, TU Delft.


[11.2] Veen C., Horvat E. and Kooperen C.H. (1992): Grondmechanica met beginselen van de
funderingstechniek, Waltman.
[11.3] Werkgroep Herziening Cultuurtechnisch vademecum (1992): Cultuurtechnisch vademecum,
Brouwer Offset Utrecht B.V.
[11.4] Rijkswaterstaat (1991): Handleiding Wegenbouw Ontwerp Onderbouw; Deel 1 Algemeen,
Rijkswaterstaat, Dienst Weg- en Waterbouwkunde.

11-5
BAB 12 ............................................................................................................................................... 12-1

OPSI UNTUK PERBAIKAN FONDASI LANTAI JALAN .................................................................. 12-1


12.1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 12-1
12.2 TIPE LANTAI JALAN ................................................................................................................. 12-1
12.3 INTERAKSI ANTARA BAWAH TANAH DAN LANTAI JALAN............................................................... 12-2
12.4 BAHAN FONDASI .................................................................................................................... 12-3
12.4.1 Urugan pasir yang dipadatkan ...................................................................................... 12-3
12.4.2 Stabilisasi semen .......................................................................................................... 12-3
12.4.3 Stabilisasi kapur ............................................................................................................ 12-4
12.4.4 Stabilisasi dengan CaCl2 ................................................................................................. 12-4
12.4.5 Stabilisasi abu terbang .................................................................................................... 12-4
12.5 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 12-6

12-0
BAB 12
OPSI UNTUK PERBAIKAN FONDASI LANTAI JALAN

12.1 Pendahuluan

Penyelidikan tanah sepanjang rute jalan merupakan hal penting untuk mendapatkan informasi yang
lebih banyak mengenai kondisi bawah permukaan. Pengetahuan mengenai kondisi tanah dan
distribusi tegangan dan hubungan tegangan/regangan dalam bagian komponen konstruksi jalan
merupakan hal yang penting khususnya untuk perancangan lantai jalan dan untuk memperkirakan
besarnya penurunan akibat konsolidasi. Sifat-sifat tersebut memiliki pengaruh yang berarti terhadap
kekuatan dan ketahanan lantai jalan.

12.2 Tipe lantai jalan

Sebagian besar persoalan-persoalan yang terjadi pada pembangunan jalan berhubungan dengan
instabilitas timbunan tanah akibat kekuatan geser fondasi rendah. Lapisan gambut yang sangat
mampu mampat memberikan penurunan yang besar dan terjadi dalam waktu yang sangat lama.
Sangat mungkin bahwa penurunan sisa sudah terjadi setelah pembangunan selesai. Berhubung
ketebalan lapisan tanah gambut bervariasi sepanjang rute jalan, maka sifat-sifat tanah tidak homogen.
Untuk itu diharapkan bahwa penurunan (dalam waktu) tidak sama dalam satu penampang jalan.
Penurunan tak merata mengakibatkan kerusakan lantai jalan, khususnya untuk lantai jalan yang kaku.
Dalam pandangan ini, lantai jalan yang kaku tidak disarankan untuk digunakan pada lapisan tanah
yang sangat mampu mampat (tanah gambut) dengan perkiraan penurunan yang besar. Gambar 12.1
menunjukkan tipikal konstruksi lantai jalan fleksibel. Ketebalan lantai jalan mencakup semua lapisan di
atas tanah bawah jalan.

Gambar 12.1 Tipikal penampang melintang lantai jalan fleksibel

Fungsi konstruksi lantai jalan adalah untuk mentransfer beban lalu-lintas ke bawah tanah dengan
aman tanpa membuat perubahan bentuk yang berarti. Tiga faktor rancangan konstruksi lantai jalan
memegang peranan penting, yaitu:
 beban lalu-lintas;
 daya dukung bawah tanah;
 nilai sisa konstruksi lantai jalan yang ada dengan perbaikan.

Beban lalu-lintas menghasilkan tegangan-tegangan bawah tanah yang berbeda dan perubahan
bentuk dalam lapisan, yang tergantung pada ukuran beban, sifat mekanisme, bahan konstruksi jalan
yang dapat digunakan, ketebalan dan daya dukung bawah tanah. Ukuran konstruksi lantai jalan terdiri
dari penentuan tipe bahan dan ketebalan lapisan-lapisan yang berbeda sehingga tegangan dapat
diterima dan perubahan bentuk akan terjadi. Beberapa kombinasi ketebalan lapisan dan bahan-bahan
sering memungkinkan terjadi sehingga konstruksi yang paling ekonomis dapat ditentukan. Sampai
saat ini rancangan konstruksi lantai jembatan dibuat berdasarkan pengalaman. Dalam tahun-tahun
terakhir ini beberapa metode rancangan susah berkembang karena bertambahnya pandangan
mengenai sifat mekanis bahan jalan. Bagian-bagian setelah ini menjelaskan lebih detil mengenai
beberapa faktor yang sangat penting untuk perancangan konstruksi lantai jalan.

12-1
12.3 Interaksi antara bawah tanah dan lantai jalan
Daya dukung bawah tanah harus ditentukan dengan beberapa metode. Sifat-sifatnya akan ditentukan
dengan penerapan metode dimensi. Bawah tanah harus mendukung lantai jalan dan beban-beban
lalu-lintas tanpa melebihi tegangan dan perubahan bentuk yang diijinkan. Perhitungan beban statis
dapat diterapkan dengan perhitungan beban-beban lalu-lintas dinamis jika modulus elastisitas bahan
disesuaikan untuk pembebanan dalam waktu yang singkat. Berdasarkan beberapa penelitian, telah
diketemukan penyelesaian untuk beberapa sistem lapisan.

Gambar 12.2 Model perhitungan

Untuk perhitungan tegangan dan perubahan bentuk, diperlukan data penting sebagai berikut:
 modulus elastisitas;
 ketebalan lapisan;
 beban dan bentuk permukaan, di mana beban ditempatkan;
 koefisien kontraksi (Poisson ratio).

Modulus elastisitas dan beban berulang sangat penting untuk perhitungan regangan yang diijinkan.
Modulus elastisitas beberapa bahan ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 12.1 Modulus elastisitas


2
Bahan E (dalam N/mm )
Pasir 100 – 200
Pasir bekerikil 200 – 400
Kerikil 300 – 500
Puing-puing beton 800 – 1000
Aspal pasir 1500 – 2000
Beton aspal 6000 – 8000
Semen-pasir 6000 -12000

Menurut pandangan geoteknik, bawah tanah tanpa penanganan lebih lanjut hanya cocok sebagai
2
fondasi bila modulus elastisitas E minimalnya 100 N/mm , yang berhubungan dengan harga CPT kira-
2 2
kira 2,5 N/mm atau nilai CBR sebesar 10%. Harga CPT tanah gambut kira-kira 20 N/mm . Jadi tanah
gambut dengan harga CBR rendah memerlukan fondasi untuk pembangunan jalan. Ketebalan fondasi
tergantung pada sifat bahan (modulus elastisitas E) dan frekuensi lalu-lintas.

Gambar 12.3 menunjukkan hubungan global antara harga CBR bawah tanah dalam % dan ketebalan
aspal yang dihitung dengan ekivalen beban lalu-lintas. ini menunjukkan pentingnya pengaruh harga
CBR untuk konstruksi lantai jalan.

12-2
Gambar 12.3 Hubungan antara harga CBR bawah tanah dan ketebalan aspal

12.4 Bahan fondasi

Seperti yang dijelaskan pada bagian 12.3, fondasi jalan penting bila bawah tanah memiliki harga CBR
lebih rendah daripada 10%. Adalah tidak mungkin meletakkan lantai jalan langsung di atas bawah
tanah dari gambut atau tanah lunak. Pertama-tama, fondasi harus diletakkan terlebih dulu. Bahan-
bahan berikut ini dapat digunakan untuk fondasi jalan.
 urugan pasir yang dipadatkan;
 stabilisasi semen;
 stabilisasi kapur;
 stabilisasi CaCl2;
 stabilisasi abu terbang.

Paragraf berikut ini menjelaskan beberapa metode di atas.

12.4.1 Urugan pasir yang dipadatkan

Pemadatan adalah metode yang paling umum dilakukan untuk modifikasi tanah. Maksud utama
pemadatan tanah adalah untuk:
 menaikkan kekuatan geser;
 mengurangi mampu-mampat;
 mengurangi permeabilitas;
 mengurangi potensi likuifaksi;
 mengontrol pembengkakan dan penyusutan;
 meningkatkan ketahanan.
Metode-metode pemadatan dijelaskan di bab 7.

12.4.2 Stabilisasi semen

Bahan-bahan tambahan yang paling umum digunakan untuk stabilitas tanah adalah semen Portland.
Tanah dengan campuran semen umumnya membentuk stabilisasi semen atau perbaikan semen.
Hasil utama yang didapat karena perbaikan tanah dengan semen adalah:
 kekuatan dan kekakuan meningkat;
 meningkatkan stabilitas volume (sensitivitas kelembaban berkurang);
 meningkatkan daya tahan.

12-3
Pada tahun 1980 konstruksi semen-tanah diperkenalkan di Kalimantan, di mana tanah kuning/merah
atau tanah podzolic laterit distabilkan dengan sukses menggunakan 8 sampai 10% semen diaduk
menggunakan mesin pencampur di tempat, pemrosesan tanah sampai kedalaman 6 inci. Bahan ini
diproduksi sebagai salah satu material yang paling memuaskan untuk konstruksi dasar di Kalimantan.
Di Kalimantan, sampai dengan tahun 1985, sudah lebih dari 80 km jalan dibangun menggunakan
lapisan dasar semen-tanah. Akan tetapi proses semen-tanah dapat dengan baik diterapkan di
beberapa daerah di Kalimantan di mana biaya transportasi mengakibatkan penggunaan agregat yang
didatangkan sangat mahal. Di lintas jalan Pontianak-Singkawang, propinsi Kalimantan Barat,
2
pembangunan jalan propinsi telah dimulai sepanjang 83612,736 m , dengan menggunakan terutama
bahan lokal yang tersedia. Stabilisasi dengan bitumen dan semen digunakan, bitumen-pasir basah
disebarkan di atas dasar semen-tanah sebagai lapisan permukaan. Dasarnya setebal 0,1524 m,
dengan lebar 5,4864 m diletakkan di atas pasir terpadatkan. Tanah podzolic kuning/merah yang
digunakan memiliki indeks plastisitas sebesar 6%. Maksimum kerapatan kering menurut uji
3
pemadatan normal British Standard adalah sebesar 18,078 kN/m . Kekuatan desak di laboratorium
3
setelah penambahan 4% semen pada saat usia 7 hari sebesar 54286 kN/m dan pada saat usia 14
3
hari sebesar 76000 kN/m . Di lapangan 5% semen ditambahkan menggunakan mesin tipe pencampur
3
aspal dengan takaran panil tembusan ganda berkapasitas 0,198 m . Bahan tersebut disebar di antara
kayu tepian jalan menggunakan tangan, dan pemadatan dilakukan menggunakan mesin penggilas
dengan roda halus. Campuran pasir basah sebagai permukaan diletakkan di atas lapisan semen-pasir
setebal 3 inci hanya pada bagian jalan kendaraan saja.

Penggunaan bahan-bahan lokal yang terstabilisasi dianjurkan. Stabilisasi pasir sungai dengan semen
terbukti cocok untuk bahan-bahan urugan di Kalimantan, di mana bahan urugan yang sesuai sulit
didapatkan.

The Institute of Road Engineering telah melakukan penelitian mengenai beberapa opsi stabilisasi
tanah gambut sebagai bahan-bahan urugan. Penelitian tersebut mencakup penggunaan semen untuk
stabilisasi tanah gambut dan campuran laterit, serta penggunaan campuran semen dan bahan
stabilisasi abu “Newhara” untuk stabilisasi tanah gambut.

Meskipun telah diperoleh hasil uji laboratorium yang menjanjikan, penggunaan stabilisasi dalam
proyek aktual masih terbatas. Penggunaan “Newhara” untuk stabilisasi tanah gambut, walaupun tidak
menggembirakan hasil percobaannya di lapangan, ternyata menjanjikan khusus untuk bahan urugan
3
berat ringan ketika berat volume campuran rendah, kurang dari 1,0 kN/m dapat diperoleh.

12.4.3 Stabilisasi kapur

Untuk modifikasi rekayasa tanah, kapur digunakan dalam bentuk kapur tohor, CaO, atau kapur hidrat,
Ca(OH)2. Kapur terutama digunakan untuk perbaikan tanah-tanah berlempung. Cara ini tidak efektif
untuk tanah-tanah tanpa kohesi jika bahan-bahan lain tidak ditambahkan, seperti abu terbang, terak
tungku perapian, atau semen merah lainnya.

12.4.4 Stabilisasi dengan CaCl2

Kalsium klorida (CaCl2) telah digunakan dalam konstruksi jalan raya sejak ratusan tahun yang lalu.
Kalsium klorida mengandung beberapa efek kimia-fisika terhadap komponen tanah berbutir halus.
Efek tersebut dapat merendahkan plastisitas dan meningkatkan kekuatan, minimal dalam beberapa
tipe tanah CaCl2 dapat mengurangi tolakan antar butir dan memperkuat ikatan molekuler antara
partikel-partikel.

12.4.5 Stabilisasi abu terbang

Abu terbang adalah produk sampah padat yang dihasilkan oleh pembakaran batubara. Abu terbang
diproduksi dari ketel melalui pipa asap gas dan disarikan oleh pengendap elektrostatis atau pemisah
topan dan kantong-kantong saringan. Keberadaannya umumnya berupa bubuk berwarna abu-abu
muda sampai abu-abu tua berukuran sebesar tanah lanau. Penggunaan campuran kapur atau semen

12-4
dan abu terbang, dengan agregat yang memberikan dasar atau bawah dasar untuk lantai jalan,
berkembang dengan relatif baik di banyak negara.

12-5
12.5 Daftar pustaka

[12.1] Molenaar A.A.A. (1991): Verkeersbouwkunde, TU Delft.


[12.2] Veen C., Horvat E. and Kooperen C.H. (1992): Grondmechanica met beginselen van de
funderingstechniek, Waltman.
[12.3] Werkgroep Herziening Cultuurtechnisch vademecum (1992): Cultuurtechnisch vademecum,
Brouwer Offset Utrecht B.V.
[12.4] Rijkswaterstaat (1991): Handleiding Wegenbouw Ontwerp Onderbouw; Deel 1 Algemeen,
Rijkswaterstaat, Dienst Weg- en Waterbouwkunde.

12-6
BAB 13 ............................................................................................................................................... 13-1

INSTRUMENTASI DAN PEMANTAUAN .......................................................................................... 13-1


13.1 PENDAHULUAN......................................................................................................................... 13-1
13.2 SISTEM INSTRUMENTASI DASAR ................................................................................................ 13-2
13.2.1 Peralatan Pengukuran Vertikal ....................................................................................... 13-2
13.2.2 Peralatan Pengukuran Horisontal ................................................................................... 13-2
13.2.3 Peralatan Pengukuran Tekanan Pori .............................................................................. 13-3
13.3 PEMANTAUAN ........................................................................................................................... 13-3
13.3.1 Program Pengukuran Terencana .................................................................................... 13-3
13.3.2 Pengukuran Perubahan Bentuk ...................................................................................... 13-4
13.3.3 Pengukuran Tekanan Air Pori ......................................................................................... 13-5
13.3.4 Kontrol stabilitas selama pelaksanaan ............................................................................ 13-6
13.4 UKURAN-UKURAN KOREKSI ....................................................................................................... 13-9
13.4.1 Penurunan ....................................................................................................................... 13-9
13.4.2 Stabilitas ........................................................................................................................ 13-10
13.5 PENGARUH SEKITARNYA ......................................................................................................... 13-11
13.6 METODE PENGAMATAN ........................................................................................................... 13-11
13.7 DAFTAR ACUAN ...................................................................................................................... 13-13

13-0
BAB 13
INSTRUMENTASI DAN PEMANTAUAN

13.1 Pendahuluan

Sering kita perlu memonitor sifat timbunan tanah dan tanah asli selama dan setelah pelaksanaan
pembangunan. Pemantauan tersebut bisa dilakukan selama pelaksanaan uji coba timbunan tanah,
untuk membuktikan asumsi yang digunakan dalam rancangan, atau sebagai bagian pengendalian
urugan selama pelaksanaan perkerjaan permanen.

Instrumentasi, bila sesuai, harus dipasang sebelum dimulai pelaksanaan sehingga bacaan awal
sebagai dasar pembacaan pengukuran dapat dilakukan di lapisan tanah yang akan diukur. Instrumen,
kabel-kabel dan pipa kerja, perlu dilindungi selama pelaksanaan. Penempatan batang alat ukur harus
dipertimbangkan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan instrumen dan instalasi pelaksanaan.

Semua aplikasi instrumentasi dapat dibagi dalam empat kategori utama atau kombinasinya
tergantung pada maksud proyek, yaitu:

A. Instrumentasi untuk penyelidikan lapangan dan evaluasi parameter tanah.


Kemampuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat dan lengkap mengenai kondisi lapangan
dan sifat-sifat rekayasa bahan-bahan yang dijumpai meningkat terus menerus melalui
peningkatan penggunaan instrumentasi dan alat-alat khusus di lapangan. Contoh-contoh dari
kategori aplikasi instrumentasi tersebut adalah: penentuan tegangan-regangan dan sifat-sifat
kekuatan di tempat, permeabilitas dan tegangan di tempat, dan penggunaan uji penetrasi, uji
pelat dan uji pembebanan tiang.
B. Instrumentasi untuk kontrol pelaksanaan
Instrumentasi tersebut bisa terdiri dari dokumentasi sederhana permukaan air tanah, intensitas
getaran dsb., agar dapat melindungi pemilik atau kontraktor dalam hal pengaduan kerusakan
yang terjadi selama pelaksanaan. Dalam kasus lain, kontrol pengamatan mungkin penting untuk
membuktikan bahwa proyek yang sedang dilaksanakan sesuai dengan spesifikasi yang tertuang
dalam dokumen kontrak. Instrumentasi dapat digunakan dalam kegiatan yang agak sama guna
memberikan masukan yang diperlukan untuk pendekatan pengamatan terhadap permasalahan
rekayasa.
C. Instrumentasi untuk pengukuran kinerja.
Informasi kuantitatif dan kualitatif tentang sifat-sifat struktur yang telah diselesaikan masih
diperlukan sepanjang keadaan perkembangan teknologi instrumentasi saat ini akan
dikembangkan. Pengukuran kinerja memberikan umpan balik yang penting bagi insinyur
perancang, dan pengukuran tersebut membuat insinyur mampu mengevaluasi asumsi rancangan
dan prediksi lapangan, serta untuk memodifikasi prosedurnya demi mendapatkan rancangan
yang lebih baik pada aplikasi di masa datang.
D. Instrumentasi pengujian skala penuh.
Uji lapangan skala penuh dan model yang besar biasanya memerlukan jumlah instrumentasi
yang extensif. Salah satu penerapan yang umum adalah validasi aplikasi rancangan atau konsep
pelaksanaan sebelum instrumentasi dipasang pada penggunaan yang umum, dan pengujian
tersebut hanya satu-satunya cara untuk sampai pada penyelesaian yang memuaskan dalam
banyak persoalan rekayasa.

Meskipun instrumentasi mungkin tidak diperlukan untuk semua persoalan yang berhubungan dengan
proyek tanah lunak, relatif mudah didebatkan bahwa hampir setiap tipe proyek yang dapat
digambarkan, diuntungkan oleh beberapa bentuk instrumentasi. Pengukuran kuantitas fisik sesuai
dengan kebanyakan persoalan geoteknik untuk tanah gambut dan organis, yaitu:
1. Gerakan-gerakan permukaan dan bawah permukaan tanah;
2. Penurunan, pemindahan struktur horisontal dan miring;
3. Tegangan, regangan dan beban dalam elemen struktur;
4. Tekanan pori dalam tanah dan batas-batas struktur;
5. Tekanan tanah pada permukaan sentuh antara tanah dan struktur.

13-1
Di samping parameter-parameter dasar tersebut, kadang-kadang muncul keperluan untuk pengukuran
tambahan, seperti temperatur tanah, aliran air, dan getaran. Pemilihan sistem instrumentasi yang
paling banyak disukai dan pemilihan komponennya biasanya dibuat atas dasar:
1. Biaya yang terlibat;
2. Ketelitian yang diperlukan;
3. Kondisi lingkungan dan operasi;
4. Kualifikasi personil yang memasang dan menggunakan instrumen yang diusulkan.

Pada saat mengevaluasi sistem instrumentasi, jumlah biaya sistem tersebut harus diperhitungkan. Hal
ini harus termasuk juga biaya pengamatan. Pentingnya unsur biaya tersebut seharusnya tidak perlu
dilihat secara berlebihan, ada banyak skema pembiayaan instrumentasi di mana biaya bahan dan
pemasangan relatif murah tetapi biaya untuk mendapatkan data relatih lebih mahal, atau sebaliknya.

13.2 Sistem Instrumentasi Dasar

Tipe pengukuran yang dipertimbangkan adalah pemindahan vertikal, pemindahan horisontal, beban-
beban, regangan dan tegangan dalam elemen struktur, tekanan air pori dan tekanan tanah.

13.2.1 Peralatan Pengukuran Vertikal


Semua tipe pengamatan yang berbeda yang dibuat untuk maksud-maksud pengendalian dan
pemantauan kinerja, pengukuran penurunan harus jelas yang paling mudah untuk dicapai. Teknik-
teknik pemetaan digunakan untuk kebanyakan pengukuran penurunan, tetapi sejumlah instrumen
khusus digunakan juga. Empat teknik yang umum digunakan untuk pemantauan penurunan
ditunjukkan pada Gambar 13.1

Gambar 13.1 Teknik-teknik yang umum digunakan untuk pemantauan penurunan: a). batang
petunjuk, b). Angker Borros, c). Pengukuran profil penuh, d). Extensometer lobang bor

13.2.2 Peralatan Pengukuran Horisontal


Gerakan horisontal sering digunakan untuk memonitor stabilitas timbunan tanah. Cara yang paling
sederhana untuk mengukur gerakan horisontal dapat dicapai dengan triangulasi menggunakan
theodolit yang teliti. Teknik-teknik lain yang umum digunakan untuk pemantauan gerakan horisontal
terdiri dari inklinometer yang ditempatkan pada kaki timbunan tanah dan lereng, ekstensometer titik
majemuk dan inklinometer yang ditempatkan pada kaki tepian jalan.

13-2
13.2.3 Peralatan Pengukuran Tekanan Pori
Instrumen untuk pemantauan yang digunakan untuk mengukur tekanan air pori dalam waktu singkat
adalah meter tekanan pori elektrik dan untuk jangka panjang adalah meter tekanan pori tipe
Cassagrande, meter tekanan pori tabung ganda dan meter tekanan pori bertekanan udara. Tiga
peralatan ukur tekanan pori ditunjukkan pada Gambar 13.2.

Gambar 13.2 Tiga peralatan pengukuran tekanan pori

13.3 Pemantauan

Program pemantauan untuk timbunan tanah gambut dan organis umumnya termasuk:
1. Insrumentasi rutin untuk pengukuran penurunan timbunan tanah dan tanah asli, tekanan pori
dalam tanah lapisan bawah dan penyebaran horisontal kaki timbunan tanah.
2. Instrumentasi khusus untuk pengukuran penurunan pada kedalaman yang berbeda, pemindahan
horisontal tanah lapisan bawah dan urugan, lokasi bidang kegagalan, regangan horisontal di
dasar timbunan tanah, tegangan dan permeabilitas di tempat, dan pembebanan permukaan yang
disebabkan oleh timbunan tanah.
Tata letak pemantauan seharus mencerminkan persoalan-persoalan yang telah diperkirakan.

Persoalan-persoalan yang muncul berhubungan dengan timbunan tanah pada tanah lunak
ditunjukkan pada Gambar 3.2

13.3.1 Program Pengukuran Terencana


Kita hampir selalu perlu mencatat sifat penurunan bagian atas urugan tanah di atas tanah yang
sangat mampu-mampat dan pengembangan tekanan air pori berlebihan dalam tanah lapisan bawah.
Kadang-kadang sangat penting untuk mengukur perubahan bentuk vertikal dan horisontal di dalam
dan di luar daerah urugan. Hal ini merupakan kasus bila struktur peka terhadap kondisi langsung di
sekitarnya. Sering pengukuran harus dilaksanakan pada strukturnya sendiri. Hal ini juga penting untuk
menciptakan geometri struktur tanah dan tanggal kapan geometri berubah, misalnya sebagai hasil
pengurugan. Pengukuran seharusnya dilakukan berhubungan dengan penentuan titik pasti, di mana
pengukuran acuan yang baik sangat penting.

13-3
Faktor-faktor yang penting untuk rancangan dan kinerja timbunan tanah pada tanah-tanah gambut
dan organis, serta ketentuan instrumentasi yang disarankan adalah sebagai berikut:
1. Data penurunan mencerminkan keseluruhan kinerja timbunan tanah.
Harus dibuat ketentuan untuk pengamatan sistematis penurunan permukaan tanah yang
berdekatan dan di bawah timbunan tanah. Penambahan titik-titik penurunan yang dalam akan
bermanfaat khususnya bila tanah lapisan bawah berlapis-lapis. Besaran dan laju penurunan
sangat penting untuk evaluasi kinerja setelah pelaksanaan. Di samping itu, penurunan ‘elastik’
awal yang disebabkan oleh setiap kenaikan beban saat urugan ditempatkan akan memberikan
dasar taksiran stabilitas selama pelaksanaan.

Gambar 13.3 Tipikal instrumentrasi untuk timbunan tanah

2. Tekanan pori bisa memberikan indikasi pertama kegagalan yang baru mulai.
Peringatan kegagalan yang akan datang pada timbunan tanah sering dapat diperoleh dari studi
penurunan, perubahan bentuk dan tekanan pori yang terukur dengan cermat. Akan tetapi,
sejumlah kasus terdokumentasi pada tanah lunak menunjukkan bahwa tekanan pori terukur bisa
memberikan indikasi kondisi kegagalan awal yang lebih baik yang diperoleh dari data
pemindahan tanah. Oleh karena itu, bila faktor keamanan kecil atau dapat dipertanyakan dan bila
resiko kegagalan tinggi, tekanan pori harus dimonitor. Agar yakin bahwa instrumen ditempatkan
pada zona luluh awal, sejumlah piezometer berukuran besar mungkin diperlukan jika
pengalaman dan metode analisis yang telah terbukti tidak dapat digunakan untuk mencari zona
kritis yang memerlukan instrumentasi. Pengukuran tekanan pori juga penting untuk mengevaluasi
progres penurunan konsolidasi dan untuk membantu mengembangkan laju di mana timbunan
tanah dapat dilaksanakan.
3. Luluh lateral tanah adalah evaluasi dan parameter kontrol yang penting.
Regangan horisontal pada permukaan bawah tanah harus diukur, termasuk gerakan kaki dan
penyebaran bahan timbunan tanah. Selongsong inklinometer harus dipasang di tempat dengan
jarak tertentu dari pusat timbunan tanah untuk memonitor perubahan horisontal secara rutin
selama penempatan urugan.
4. Lokasi bidang kegagalan penting untuk analisis setelah kegagalan.
Uji timbunan tanah yang dengan sengaja gagal harus dipasang instrumentasi dengan alat
mekanik atau listrik yang memungkinkan lokasi permukaan retak.

Instrumentasi yang umum untuk timbunan tanah ditunjukkan pada Gambar 13.3.

13.3.2 Pengukuran Perubahan Bentuk


Di setiap penampang melintang, titik-titik penurunan biasanya berada dekat puncak dan di tengah-
tengah tepian jalan (berm). Jarak antara penampang melintang biasanya berkisar 50 – 100 m. Oleh
karena itu, dapat disarankan untuk menempatkan penampang melintang pada titik-titik di mana
penurunan terbesar diharapkan terjadi.

Titik-titik pengukuran penurunan pada profil membujur lebih disukai bila digabungkan dengan
beberapa piezometer. Ini akan memberikan kajian gabungan antara tekanan air pori dan penurunan.

Bila tanah lapisan bawah terdiri dari beberapa lapisan yang mampu-mampat (compressible),
pengukuran penurunan permukaan tidak cukup memberikan wawasan mengenai desakan yang
diberikan oleh berbagai lapisan tersebut. Maka dari itu sangat penting bagi kita untuk mengukur

13-4
penurunan lapisan mampu-mampat yang lebih dalam, serta penurunan permukaan. Dengan
menggunakan data ini, ulasan perhitungan yang lebih baik dapat dilakukan. Begitu juga pengaruh
urugan pada struktur di sekitarnya dapat diukur. Pengaruh tersebut disebabkan karena distribusi
tekanan dalam tanah lapisan bawah.

Pengukuran profil perubahan bentuk horisontal juga diperlukan. Hal ini merupakan kasus khusus
ketika perhitungan menunjukkan bahwa stabilitas selama pelaksanaan kritis dan pengukuran tekanan
air pori dan perubahan bentuk vertikal sendiri tidak cukup. Pengukuran perubahan bentuk tersebut
menjawab pertanyaan apakah penurunan yang telah dicatat dapat dijelaskan hanya dengan desakan
vertikal atau juga sebagian perubahan lateral tanah lapisan bawah.

Kadang-kadang pengukuran pemindahan horisontal pada lapisan tanah sudah cukup. Bila ini sudah
cukup, pengukuran lebih disukai ditempatkan di kaki penampang melintang yang terdiri dari titik-titik
penurunan vertikal. Bila ada resiko terhadap struktur di sekitarnya, pemindahan tanah horisontal harus
diukur di beberapa tempat dengan jarak menjauhi timbunan tanah.

Dalam kasus-kasus yang sangat rumit, pemindahan horisontal lapisan yang lebih dalam harus
dimonitor. Dalam hal biaya relatif mahal, pencatatan harus dibatasi untuk kasus khusus. Hal ini harus
dipertimbangkan mengingat bahwa dalam kenyataannya, meskipun dengan keadaan kemajuan
teknologi mutakhir untuk perhitungan saat ini, ramalan lebih baik dibuat dengan perubahan bentuk
vertikal daripada horisontal.

13.3.3 Pengukuran Tekanan Air Pori


Dalam pelaksanaan struktur tanah pada tanah lapisan bawah yang nilai mampu-mampatnya sangat
tinggi, program pengukuran harus dirancang untuk memonitor sifat konsolidasi. Hal ini berarti bahwa
tekanan air pori dalam lapisan tanah yang akan dikonsolidasi harus dicatat. Jarak antara penampang-
penampang melintang di mana pengukuran tersebut dilakukan, tergantung pada faktor-faktor berikut
ini:
1. Variasi stratifikasi tanah lapisan bawah dan atau komposisi dalam arah membujur struktur tanah;
2. Perluasan di mana stabilitas menjadi kritis dalam pelaksanaan menurut perhitungan;
3. Tipe struktur tanah;
4. Kedalaman penyelidikan tanah yang dilakukan.

Secara umum, hal dalam ini dihasilkan penampang melintang yang terpisah dari 250 sampai 700m.
Dengan variasi tanah lapisan bawah besar, dengan urugan ekstensif atau penyelidikan tanah
terbatas, harus dipertimbangkan jarak yang lebih kecil.

Jumlah vertikal (di mana tekanan-tekanan pori akan diukur pada satu kedalaman atau lebih) antara 1
dan 3 per penampang melintang. Posisi vertikal ditentukan dengan hasil perhitungan stabilitas.
Secara umum, pengukuran tekanan air pori untuk maksud stabilitas, lokasi dipilih mendekati kaki
urugan. Seperti kebanyakan tipe proyek piezometer di atas tanah, untuk alasan praktis disarankan
bahwa pengukuran vertikal dipilih sedemikian hingga perpanjangan piezometer dihindari, misalnya
dengan lokasi di depan kaki lereng.

Jumlah piezometer per vertikal dan kedalaman pemasangan piezometer tergantung pada stratifikasi,
permeabilitas dan sifat-sifat kekuatan lapisan. Secara umum, jumlah piezometer berkisar antara 2 dan
5 per vertikal.
Agar dapat memperoleh data situasi acuan yang dapat dipercaya, pencatatan tekanan air pori
umumnya mulai kira-kira 2 minggu sebelum dimulainya pekerjaan tanah. Pengukuran harus
dilanjutkan sampai setelah selesai pekerjan tanah atau konsolidasi yang terjadi telah diukur
yangmana secara konklusif menunjukkan bahwa kecenderungannya tidak akan terjadi instabilitas.
Bila hasil pengukuran juga digunakan untuk uji perhitungan konsolidasi, pengukuran harus dilakukan
pada interval reguler. Frekuensi pengukuran dapat bervariasi dari yang paling sering per minggu
segera setelah setiap urugan selesai sampai sekali seminggu; selanjutnya pengukuran dapat diambil
lebih jarang untuk maksud pengujian.

Bila lokasi terletak di sekitar pantai atau gelombang sungai penting untuk melakukan pemantauan
detil lapisan air tanah terhadap siklus gelombang sebelum pelaksanaan dimulai, maka pengaruh
gelombang dapat dihilangkan dari perhitungan tekanan air pori berlebihan.

13-5
13.3.4 Kontrol stabilitas selama pelaksanaan
Penggunaan piezometer untuk memonitor stabilitas urugan menjadi lebih populer saat ini. Metode
kontrol stabilitas tersebut digunakan untuk beberapa urugan dan galian tanah sebagai tambahan
metode konvensional dengan menggunakan piezometer. Metode kontrol stabilitas yang umum
diberikan di bawah ini.
1. Metode menggunakan pelat penurunan.
Metode tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa laju penurunan meningkat secara signifikan
pada tingkat ‘kritis’. Karena pengaruh konsolidasi dan rangkak, penafsiran pengukuran-
pengukuran tersebut menjadi susah. Kerugian metode ini adalah bahwa hal ini hanya mungkin
berkembang setelah pemindahan yang berlebihan terjadi sementara pemindahan tersebut
kenyatannya harus dicegah. Akan tetapi, dengan pemantauan yang teliti hal ini sangat mungkin
untuk menentukan permulaan terjadinya perubahan bentuk; atas dasar pemantauan tersebut,
pekerjaan dapat diberhentikan. Bila pengurugan berikutnya dapat dilanjutkan, dan yang
terpenting pada laju berapa pemantauan tidak dapat ditentukan.
2. Metode menggunakan tonggak kayu.
Metode tersebut berdasarkan pada pengukuran pemindahan tanah horisontal dan memiliki
kesulitan yang sama seperti pemantauan menggunakan pelat penurunan. Kedua metode
tersebut dapat digunakan sebagai penunjang satu dengan lainnya.
3. Metode menggunakan inklinometer.
Metode tersebut mampu mendeteksi pemindahan horisontal di bawah lapisan tanah. Di samping
biaya tinggi yang berhubungan dengan tipe pengukuran tersebut, penafsiran hasil pengukuran
dapat menyebabkan masalah.

Jika piezometer digunakan, ada dua pendekatan yang sangat mungkin dilakukan. Pendekatan-
pendekatan tersebut dijelaskan di bawah ini:
1. Kelebihan tekanan air pori yang terukur digunakan dalam analisis stabilitas lereng, dari mana
faktor kesetimbangan dapat ditentukan (metode 1).
2. Kelebihan tekanan air pori yang terukur dikoreksi menggunakan kelebihan tekanan air pori
maksimum yang diijinkan berdasarkan perhitungan sebelumnya. Metode ini disebut sebagai
'metode garis kedudukan tegangan total dan efektif’ (metode 2).

Kedua metode ini akan diterangkan secara lebih rinci.

Metode 1: Metode menggunakan analisis stabilitas lereng


Analisis stabilitas lereng yang dilakukan selama fase pelaksanaan dapat dilakukan dengan dasar
tegangan total menggunakan kekuatan geser takteralirkan, atau tegangan efektif berdasarkan
parameter –parameter kekuatan efektif dan tekanan air pori. Penggunaan secara eksklusif dengan
pendekatan tegangan efektif sudah digunakan untuk maksud praktis di Belanda, perhitungan metode
pertama tidak dijelaskan lebih lanjut.

Perhitungan berdasarkan tegangan dan kekuatan efektif serupa secara alamiah dengan yang
dilaksanakan pada fase perancangan, kecuali kelebihan tekanan air pori yang terukur dimasukkan
dalam perhitungan. Hal ini dapat dilakukan dalam dua cara yaitu:
1. Metode menggunakan penyesuaian persentase.
Dalam metode ini, tegangan efektif awal pada tepi irisan yang lebih rendah dalam perhitungan
cara Bishop dilengkapi dengan tambahan tegangan efektif. Tambahan tegangan efektif
ditentukan dengan berat masing-masing lapisan urugan dikalikan dengan penyesuaian
persentasi (derajat konsolidasi) yang sesuai dengan lapisan dan diperoleh dari pengukuran.
Ketimbang penyesuaian persentase per lapisan, penyesuaian persentase global sering
digunakan untuk semua lapisan urugan yang diterapkan pada waktu itu. Kadang-kadang isokron
dikumpulkan berdasarkan pengukuran; isokron merupakan garis dengan tekanan air pori sama.
Pemasukan isokron dalam perhitungan memberikan gambaran yang lebih realistis. Bila distribusi
tegangan dalam metode ini diabaikan, ini akan merupakan anggapan secara implisit, dan tidak
benar kalau kita menganggap bahwa tegangan efektif di luar kaki lereng tetap sama seperti
tegangan efektif awal.
2. Metode menggunakan garis tekanan air.
Garis tekanan air dapat digunakan untuk memperkenalkan kelebihan tekanan air pori di luar kaki
lereng. Akan tetapi dalam analisis Bishop dianggap tidak ada kenaikan tekanan dalam tanah di

13-6
luar kaki lereng. Dengan memasukkan tekanan air pori sendiri ke dalam analisis, kita tidak lagi
mengikuti hukum mekanika tanah yang paling penting,  = ’ – u.

Meskipun metode menggunakan garis tekanan air sangat menarik pada pandangan pertama
(perhitungan yang sama digunakan dalam fase rancangan), ada beberapa kesulitan, yaitu:
 Jika metode analisis yang tersedia untuk perhitungan stabilitas eksternal total tidak berhubungan
dengan distribusi tegangan, ada ketidaktelitian mendasar dalam penjelasan stabilitas struktur.
Tekanan air pori yang terukur kenyataannya dipengaruhi oleh pengaruh distribusi tegangan dan
sifat-sifat di mana harga pengukuran harus ditafsirkan dengan metode pemantauan tersebut dan
dimasukkan dalam perhitungan, tidak dapat diberikan secara definit.
 Metode tersebut memerlukan tenaga yang banyak dan tidak fleksibel, jika perhitungan stabilitas
untuk masing-masing langkah kinerja dilakukan.
 Jika selama dalam pelaksanaan diputuskan bahwa program pengurugan akan dirubah, maka
perhitungan baru harus dilakukan. Waktu yang diperlukan dapat menyebabkan penundaan tidak
dapat diterima dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan.

Metode 2: Metode ‘garis kedudukan tegangan total dan efektif’


Metode garis kedudukan tegangan total dan efektif didasarkan pada kenyataan bahwa massa tanah
tidak gagal secara tiba-tiba di atas seluruh permukaan gelincir ketika geser terjadi. Misalnya sebagai
akibat pelebaran timbunan tanah untuk jalan, zona plastik terjadi di bawah dan di sebelah jalan, di
mana gaya-gaya geser yang terjadi terletak pada garis kegagalan: pada kondisi ini, tidak ada
tegangan geser lanjut dapat diserap.

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa istilah ‘plastik’ tidak berarti bahwa tidak ada gaya-gaya geser
dapat diserap. Gaya-gaya geser yang terjadi dan yang diserap mungkin bisa sangat tinggi, tergantung
pada tegangan normal di dalam rangka butiran tanah. Istilah ‘plastik’ semata-mata menunjukkan
bahwa kapasitas penyerapan maksimum telah dicapai. Sebagai hasil proses perubahan bentuk dalam
zona tersebut, diciptakan ekstra tekanan air pori, yang berarti bahwa tekanan normal di dalam rangka
butiran tanah, yaitu tegangan efektif, berkurang. Hasilnya adalah tegangan geser ultimat dengan
tingkat yang lebih rendah yang selanjutnya akan menaikkan perubahan bentuk dsb.

Pengaruh ini, bersama dengan kenaikan beban terus-menerus, mempunyai makna bahwa zona
plastik ini naik terus sampai batas tertentu. Jelas bahwa perubahan bentuk plastik mulai terjadi di
suatu tempat bawah urugan dan menyebar ke arah tekanan aktif dan pasif. Dalam banyak kasus,
dikenal bahwa bagian yang aktif pertama kali gagal total. Pada akhir kegiatan pengurugan, hanya
bagian zona pasif yang terletak di luar kaki timbunan tanah yang belum berubah bentuknya secara
plastik.

Metode ‘garis kedudukan tegangan total dan aktif’ memanfaatkan kenyataan bahwa sisi depan
plastisitas terjadi dari bawah urugan dalam arah zona pasif. Jika pendekatan dan gerakan sisi depan
dapat diukur, sangat mungkin ini tidak hanya untuk mengecek perhitungan, tetapi juga untuk
mencegah kehilangan stabilitas. Faktor-faktor stabilitas rendah yang sering terjadi dalam praktek
selama pengurugan mungkin penyebab dari seringnya sisi depan plastisitas melewati kaki lereng di
akhir kegiatan pengurugan. Dalam banyak kasus, ini berarti bahwa persentase yang tinggi dari zona
plastik sangat panjang yang diperlukan kehilangan stabilitas telah terjadi. Zona yang diperlukan untuk
memonitor stabilitas terletak di luar garis kaki lereng.

Pada prinsipnya, yang berikut ini dapat digunakan dalam menafsirkan pengukuran tekanan air pori:
 Model tanah plastik (garis kegagalan dan permukaan aliran);
 Model distribusi tegangan (besaran dan arah tegangan utama);
 Model penghilangan induksi (penyebab perubahan tekanan air pori).
Metode tersebut memiliki keuntungan yang memperhitungkan perubahan volume akibat dari induksi
tekanan air pori karena tegangan geser (lihat Gambar 13.4). Dari waktu di mana tanah berubah dari
keadaan agak terkonsolidasi lebih sampai keadaan terkonsolidasi normal, tegangan-tegangan geser
juga memainkan peran dalam proses induksi. Transisi dari keadaan terkonsolidasi lebih ke keadaan
terkonsolidasi normal terjadi dengan kenaikan beban seperti pengurugan, dan proses konsolidasi
yang terjadi setelah kenaikan beban. Di bawah kondisi kenaikan beban berlanjut, kenaikan tekanan
air pori juga berhubungan dengan kenaikan tegangan geser.

13-7
Kelebihan tekanan air pori yang terjadi karena distribusi ulang tegangan dalam tanah lapisan bawah
pada saat itu, kegagalan aktual setempat yang terjadi tidak diperhitungkan dalam model. Akan tetapi,
pengetahuan tentang distribusi ulang yang diperoleh selama bertahun-tahun yang lalu ini
menunjukkan bahwa pengaruh tersebut dapat ditafsirkan, misalnya:
 Pada saat di mana kenaikan tekanan piezometer lebih besar ditemukan bahwa ini dihitung
menurut garis harapan maksimum, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kekuatan geser
maksimum pada massa tanah telah dimobilisasi dan oleh karena itu semua beban yang diterapkan
sedang ditransfer ke bagian masa tanah yang berdekatan dengan piezometer tersebut;
 Pencapaian garis maksimum yang diijinkan berarti bahwa tanah di lokasi piezometer telah gagal;
hal ini tidak berarti bahwa seluruh massa tanah telah runtuh.
Pemantauan stabilitas yang menggunakan metode dimodifikasi memiliki konsekuensi terhadap lokasi
piezometer. Barang-barang ini sekarang mesti ditempatkan sedemikian hingga, akibat pengukuran
tekanan air pori, keberadaan ‘kegagalan lokal’ dalam bagian daerah yang cukup besar di luar garis
kaki timbunan tanah dapat dicapai.

Situasi tersebut dapat dicapai dengan memasang sejumlah piezometer yang ditempatkan di (secara)
vertikal, berdekatan satu dengan lainnya dalam penampang melintang (Gambar 13.5). Pengaturan
minimumnya adalah: sejumlah piezometer di vertikal atau dekat garis kaki dan sejumlah piezometer di
vertikal di tengah-tengah antara kaki dan tempat keluar permukaan gelincir kritis yang dihitung
menggunakan metode analitis. Gambar 13.5 menunjukkan bagaimana dasar pengukuran yang
dihasilkan dari sejumlah piezometer, dapat disimpulkan bahwa zona plastik diperpanjang di bawah
urugan timbunan tanah.

Gambar 13.4 Pengembangan tekanan air pori

13-8
Gambar 13.5 Pergerakan plastisitas sisi depan di bawah kaki urugan

13.4 Ukuran-ukuran Koreksi

Penyimpangan pola sifat-sifat yang dijelaskan selama fase rancangan bisa ditemukan selama
pemantauan pelaksanaan. Hal ini dapat mempengaruhi besaran dan/atau laju penurunan, stabilitas
dan pengaruh di sekitarnya.

13.4.1 Penurunan

Jika sifat penurunan – penurunan akhir kelihatannya menyimpang dari perkiraan dan/atau laju
penurunan atau proses konsolidasi berbeda dari yang diharapkan – kemudian ini dapat disebabkan
oleh berbagai mekanisme.

Jika ramalan yang didasarkan pada pengukuran menunjukkan bahwa penurunan akhir akan lebih
kecil daripada yang diharapkan, hal ini umumnya tidak menimbulkan persoalan. Urugan yang
diperlukan dapat dikurangi pada saat penyelesaian. Hasil dari kegiatan ini adalah bahwa urugan yang
lebih kecil akan diperlukan, berarti pekerjaan sedikit. Begitu juga jika ramalan penurunan tersebut baik
tetapi penurunan terjadi lebih cepat daripada yang diharapkan, secara umum ekstra ketinggian urugan
sementara lebih kecil daripada yang diperlukan; selanjutnya seluruh kuantitas bahan urugan yang
diperlukan sebagian besar sama.

Jika pengukuran di lapangan menunjukkan penurunan lebih besar daripada yang diramalkan,
akibatnya dapat lebih luas. Untuk tanggul yang besar, tinggi urugan harus lebih tinggi daripada
kuantitas urugan yang diperlukan untuk meningkat. Akibat dari stabilitas tersebut harus dipelajari.
Untuk jalan-jalan, persoalannya dapat lebih besar, karena penurunan sisa berlebihan di akhir
penyelesaian biasanya tidak diharapkan. Dalam teori, ini dapat dikompensasikan dengan penerapan
beban ekstra (surcharge) untuk beberapa waktu; akan tetapi pengalaman telah menunjukkan bahwa
pilihan ini sering kali tidak layak. Beban ekstra yang diperlukan begitu tinggi sehingga pilihan ini
umumnya mengakibatkan persoalan finansial dan teknis. Percepatan penurunan dengan pemasangan
saluran umumnya memungkinkan dan sering lebih menjanjikan.
Metode ketiga bisa berupa penggalian sebagian urugan yang sudah ditempatkan untuk diganti
dengan bahan yang lebih ringan. Dengan cara ini, baik penurunan akhir maupun penurunan sisa yang
diharapkan, dapat dikurangi.

13-9
13.4.2 Stabilitas

Jika, atas dasar penafsiran tekanan air pori yang diukur, dapat disimpulkan bahwa layak untuk
menempatkan urugan lebih cepat daripada yang diharapkan, pada umumnya tidak alasan untuk tidak
melakukan hal ini. Akan tetapi jika disimpulkan bahwa jadwal dalam spesifikasi harus ditunda, sering
timbul permasalahan. Oleh karena itu, bilamana mungkin spesifikasi laju penempatan urugan harus
menyebutkan ‘kecuali untuk tekanan air pori tinggi yang tidak dapat diterima’ sedemikian hingga tidak
ada pengurugan dapat terjadi jika tekanan pori tidak dikurangi secukupnya. Spesifikasi tersebut harus
juga menetapkan kasus kegiatan-kegiatan yang dibatalkan atau ditunda. Akan tetapi, akibat yang
mungkin karena hari pengiriman terlampaui sering kali tidak dapat dikompensasikan dengan
penetapan tersebut. Daripada memberhentikan pekerjaan, kadang-kadang perlu dipertimbangkan
penyelesaian alternatif. Berbagai kemungkinan harus dikaji untuk masing-masing kasus. Ringkasan
penyelesaian dengan akibat yang lebih besar atau lebih kecil diberikan di bawah ini:

Stabilitas dapat ditingkatkan dengan menggunakan tepian jalan ekstra atau pelebaran tepian yang
ada; pemasangan saluran vertikal (ekstra), perpanjangan drainase, atau urugan galian dan
penggantian dengan bahan yang lebih ringan.

Metode pertama mengasumsikan bahwa setiap kenaikan berat di sisi pasif dari permukaan gelincir
berarti perbaikan stabilitas. Meskipun kenyataannya berat total tepian jalan diubah ke dalam tekanan
air pori, gaya penentu yang dihasilkan berkurang sedemikian hingga stabilitas meningkat. Pada saat
tepian jalan juga dapat menyebabkan perubahan geser di zona pasif, peroleh positif dari perubahan
tegangan efektif dapat hilang. Hal ini khususnya merupakan kasus untuk tepian jalan yang pendek
tetapi untuk tepian jalan yang tinggi akan menyebabkan tegangan geser relatif tinggi.

Secara umum, tidak mungkin untuk membuat tepian jalan lebih lebar pada proyek yang sedang
berjalan. Oleh karena itu, sering lebih efektif untuk menjamin bahwa kekuatan geser meningkat
dengan mengurangi kelebihan tekanan air pori secepat mungkin. Pada kenyataannya, ini berarti
mengadaptasi atau memindahkan saluran vertikal. Adalah bermanfaat untuk memasang saluran ke
sisi pasif dari permukaan gelincir kritis dan jika mungkin di beberapa jarak tertentu di luar kaki lereng.

Jika pasir digunakan sebagai urugan dan penurunan besar terjadi, bagian dari massa urugan pasir
mungkin menjadi jenuh. Hal ini dapat dibuktikan dengan memonitor pipa tegak yang ditempatkan di
urugan. Dengan mengalirkan bagian terendah dari lapisan urugan pasir, berat dipindahkan dari sisi
aktif permukaan gelincir, sehingga stabilitas meningkat. Drainase juga meningkatkan tegangan efektif
dalam tanah lapisan bawah dan laju aliran saluran vertikal.

Kadang-kadang menggunakan bahan yang lebih ringan, misalnya ‘pasir tufaan’ alih-alih pasir biasa,
untuk bagian urugan yang belum dilaksanakan, dapat bermanfaat. Bila perlu, bagian urugan yang
sudah ditaruh dapat digali dan diganti dengan bahan urugan yang lebih ringan. Tidak perlu dikatakan
bahwa semua ukuran tersebut mahal. Oleh karena itu, keseimbangan harus selalu dicapai dengan
memperhatikan akibat-akibat penundaan atau keterlambatan penyelesaian pekerjaan.

Meskipun pemantauan stabilitas diutamakan untuk mencegah kehilangan stabilitas, pemantauan


secara intensif tidak dapat mengecualikan longsor. Jika ahli geoteknik dihadapkan pada masalah
longsor yang segera terjadi pada proyek struktur, di sini tidak ada rekomendasi yang jelas untuk
tindakan selanjutnya; permasalahannya berbeda untuk masing-masing situasi.

Salah satu hal yang penting adalah pertanyaan apakah longsor sedang terjadi di lokasi dengan areal
terbuka atau areal yang sudah terbentuk. Khususnya dalam kasus yang terakhir ada banyak
persoalan-persoalan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan mekanika tanah. Masalah-
masalah tersebut adalah keamanan penduduk, keamanan lalu-lintas yang lewat, akses dari dan ke
bangunan-bangunan di sekitarnya, dan perawatan utilitas. Ukuran teknis yang dapat atau harus
diambil juga sangat tergantung pada kondisi setempat.

Akhirnya, beberapa komentar umum mengenai stabilitas diberikan di bawah ini.


Kadang-kadang diputuskan bahwa fase pertama penempatan urugan harus dilaksanakan dengan
cepat. Tujuan yang harus dicapai adalah mendapatkan laju konsolidasi tinggi secepat mungkin dalam
langkah ini, di mana tidak ada resiko kehilangan stabilitas. Akan tetapi, tidak adanya gaya-gaya yang
menentukan tidak berarti bahwa tidak ada zona plastik yang terbentuk.

13-10
Meskipun dengan stabilitas eksternal yang cukup, jika batas kegagalan dilampaui secara lokal, sifat-
sifat geseran setiap kasus harus dikurangi untuk sisa periode pelaksanaan. Jadi pengurugan reguler
dengan jumlah kecil lebih disukai untuk menempatkan jumlah urugan yang besar dalam langkah satu.

Fase tersebut dapat dioptimalkan dengan berbagai cara. Di samping fase sebagai fungsi waktu,
strategi pengurugan atau urut-urutannya sangat penting. Dalam kasus yang terakhir, tekanan air pori
dapat dibatasi dengan menjaga tingkat tegangan geser serendah mungkin, misalnya dengan
mengurug dari zona pasif sampai zona aktif yaitu pertama dengan membuat tepian jalan.

13.5 Pengaruh sekitarnya

Jika hasil pengukuran memberi ide bahwa harapan fase rancangan dengan mempertimbangkan
kemungkinan kerusakan akan dilampaui, hal ini umumnya menunjukkan persoalan besar. Perhatian
pihak ketiga (misalnya pemilik lahan dan pemilik rumah) selalu menjadi pusat pembicaraan. Kadang-
kadang, mungkin lebih baik mengecualikan kerusakan yang lebih besar, termasuk akibat finansial
seperti kompensasi. Dalam kasus yang paling serius, mungkin kita perlu mengevakuasi suatu daerah
dan merobohkan rumah-rumah. Akan tetapi, secara umum kemungkinan pembatasan masalah
dengan langkah yang lebih cocok merupakan pertimbangan pertama. Namun demikian, tindakan-
tindakan yang mungkin secara prinsip sering memerlukan biaya tinggi dan biaya tersebut bahkan
melebihi nilai ekonomis obyek yang dihadapi. Sebagai kelengkapan, beberapa kemungkinan diberikan
di bawah ini.
Untuk struktur fondasi menyebar, tiga tindakan yang berbeda dapat diambil:
 Urugan yang sudah ditempatkan digali seluruhnya atau sebagian dan diganti dengan bahan
urugan yang lebih ringan misalnya pasir tufaan.
 Dinding penahan tanah dibangun di antara urugan dan struktur yang akan dilindungi. Dinding
tersebut sering kali secara relatif fleksibel karena maksud utamanya bukan untuk menahan tanah
atau untuk menahan perubahan bentuk horisontal, tetapi terutama untuk melawan perubahan
bentuk vertikal di belakang dinding penahan. ‘Secara relatif fleksibel’ maksudnya adalah bahwa
profil dinding turap pada panjang tertentu masih memerlukan ‘berat’ yang cukup untuk menahan
gaya dorong tanah. Perlu diingat bahwa dinding seharusnya dipasang di lapisan pasir padat
sehingga gesekan negatif dapat dihilangkan. Dalam penyelesaian ini, harus dijamin bahwa dinding
tidak mentransfer kelebihan gaya-gaya horisontal ke fondasi struktur melalui lapisan permukaan
yang kaku.
 Fondasi tiang dipancang. Di sini jaringan kerja gelagar kaku atau pelat beton bertulang di
tempatkan di atas tiang di bawah fondasi menyebar; tipe tiang yang diperlukan adalah cor di
tempat.
Untuk struktur pada fondasi tiang, langkah-langkah yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut:
 Penggalian penuh atau sebagian bahan urugan dan penggantian dengan bahan yang lebih
ringan;
 Pemasangan fondasi baru di bawah struktur sedemikian hingga fondasi-fondasi tersebut mampu
menahan tegangan yang diharapkan;
 Pemasangan struktur kaku di tanah antara proyek yang akan dilaksanakan dan struktur yang ada.
Jika langkah-langkah teliti tersebut diambil, hal ini harus pasti bahwa perubahan bentuk yang telah
terjadi masih dapat diterima oleh struktur tanpa tindakan lanjutan.

13.6 Metode Pengamatan

‘Metode pengamatan’ bertumpu pada pengukuran lapangan terhadap gerakan aktual, beban,
tegangan-tegangan, dan tekanan-tekanan. Metode pengamatan dapat digunakan dalam dua cara.
Pertama, pengamatan dapat digunakan pada satu struktur untuk memberikan informasi kepada
rancangan struktur yang serupa di masa datang; struktur yang terinstrumentasi dapat
dipertimbangkan sebagai uji lapangan dengan skala penuh. Kedua, pengamatan dapat digunakan
berkenaan dengan penyelidikan lapangan secara menyeluruh untuk memonitor dan jika perlu untuk
memodifikasi pekerjaan sambil berjalan. Proses tersebut melibatkan rancangan penurunan dan
tekanan air pori yang dapat diamati selama pelaksanaannya. Selanjutnya, kemungkinan nilai dari
kuantitas tersebut dihitung untuk kumpulan kondisi yang paling tidak menyenangkan. Berikutnya,

13-11
kondisi aktual dapat dibandingkan dengan kondisi yang tidak menyenangkan tersebut dan rancangan
dimodifikasi bila diperlukan. Biaya instrumentasi dapat sangat tinggi dibandingkan dengan biaya
penyelidikan normal, tetapi meskipun demikian biaya tersebut hanya akan menyajikan porsi yang kecil
dari seluruh biaya proyek dan dapat membawa keuntungan yang berharga.

13-12
13.7 Daftar Acuan

[13.1] Manual on Subsurface Investigation (1988), AASHTO.


[13.2] CUR, Building on soft soils, Design and construction of earth structures both on and into
highly compressible subsoils of low bearing capacity.
[13.3] Second Seminar on Ground Improvement in Highway, JICA, 12-13 November 1998
[13.4] Short Course Note on Tropical Soft Soils and Peats.

13-13
APENDIKS A .......................................................................................................................................A-1

PENYELIDIKAN LAPANGAN .............................................................................................................A-1


1 METODE PENGEBORAN ................................................................................................................ A-1
1.1 Metode Pengeboran .............................................................................................................. A-1
1.2 Stabilisasi Lubang Bor .......................................................................................................... A-4
1.3 Pembersihan Lubang Bor ..................................................................................................... A-5
1.4 Permukaan Air dalam Lubang Bor ........................................................................................ A-6
2 PENGAMBILAN CONTOH TANAH...................................................................................................... A-6
2.1 Contoh tanah takterganggu dan terganggu .......................................................................... A-6
2.2 Contoh Tanah Takterganggu ................................................................................................ A-9
2.3 Contoh Tanah Terganggu ................................................................................................... A-15
2.4 Penanganan Contoh Tanah ................................................................................................ A-19
2.5 Pengiriman dan Penyimpanan Contoh Tanah .................................................................... A-19
3 PENGUJIAN KLASIFIKASI .................................................................................................................. A-19
3.1 Berat volume dan kadar air ................................................................................................. A-20
3.2 Batas-batas Atterberg ......................................................................................................... A-21
3.3 Distribusi Ukuran Partikel dan Kandungan SeratKadar serat ............................................. A-21
3.4 Berat (Gravitas) Jenis ......................................................................................................... A-21
3.5 Sifat-sifat Kimiawi ................................................................................................................ A-21
4. PENGUJIAN LABORATORIUM .......................................................................................................... A-22
4.1 Pengujian Konsolidasi ......................................................................................................... A-22
4.2 Pengujian Triaksial .............................................................................................................. A-24
4.3 Uji Geser Langsung ............................................................................................................ A-24
4.4 Uji Geser Sederhana ........................................................................................................... A-25
4.5 Pengujian Laboratorium lainnya yang sesuai ..................................................................... A-25
5. HUBUNGAN-HUBUNGAN ................................................................................................................. A-26

Apendiks A-0
APENDIKS A

PENYELIDIKAN LAPANGAN

1 Metode Pengeboran

Pengeboran lebih mahal daripada Uji Penetrasi Konus (CPT), dan umumnya digunakan untuk maksud
klasifikasi dan identifikasi tanah atau untuk mengambil contoh tanah. Pengeboran agak kurang teliti
untuk pengukuran kedalaman daripada CPT, Karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak ada
pencatatan berlanjut sepanjang kedalaman bor. Pengecualian terhadap aturan ini adalah pengeboran
di mana contoh tanah takterganggu menerus diambil dan pengeboran dengan metode Begemann di
mana suatu contoh tanah menerus yang panjang diperoleh. Saat ini belum ada Standar Indonesia
yang berlaku. Standar untuk pencatatan dan interpretasi inti tanah diberikan pada SNI 03-2436-1991.
Persyaratan untuk operasi pengeboran dalam tanah lunak diberikan dalam The Sub-Committee on
Soil Sampling-International Society for Soil Mechanics and Foundation Engineering (1981). Bagian
berikut ini memberikan beberapa metode pengeboran yang dapat digunakan untuk tanah lunak.

1.1 Metode Pengeboran

A. Pengeboran Sistem Putar


Pengeboran sistem putar adalah metode yang paling direkomendasikan untuk pengeboran tanah
lunak. Metode tersebut mampu membersihkan lubang bor dan lubang bor seragam sangat sesuai
untuk pegambilan contoh tanah takterganggu. Lubang bor diperdalam menggunakan pemutaran dan
penekananskuising mata bor ke dalam tanah. Potongan tanah umumnya dibawa ke permukaan tanah
dengan fluida pengeboran. Mata bor ekor ikan dengan las pelepasan terdefleksi biasanya sesuai
karena alat ini membantu pengangkatan potongan tanah ke atas lubang bor. Praktek IRE saat ini dan
juga di Indonesia, alat ini menggunakan tabung inti di tempat mata bor untuk memperdalam lubang.
Tabung inti memiliki pengaruh stabilisasi terhadap mekanisme pengeboran, di mana kekakuannya
memfasilitasi kedalaman lubang bor yang lurus. Dengan metode ini, tanah yang diperoleh dalam
tabung selama memperdalam lubang bor dapat digunakan sebagai contoh tanah terganggu untuk uji
indeks. Akan tetapi, permukaan air tanah seharusnya dipertahankan konstan untuk menghindari
adanya perubahan tegangan tanah dan untuk menghindari gangguan tanah. Dalam hal apapun, tidak
ada pengeboran lebih dalam seharusnya digunakan.
Penggunaan fluida pengeboran disarankan meskipun potongan tanahnya tidak dibawa oleh
mekanisme fluida yang mengalir. Tipe yang paling umum dari fluida pengeboran adalah lumpur yang
disiapkan dengan mencampur air dan bentonit dengan berat jenis 1,05 sampai 1,15. Lumpur
pengeboran melumasi mata bor dan menstabilkan lubang bor. Tekanan ketinggian berat volume
lumpur pengeboran menahan tekanan tanah di tempat dan oleh karena itu membantu menjaga lubang
bor tetap terbuka. Kekentalan lumpur yang tinggi juga mempertahankan kebersihan bagian bawah
lubang bor terhadap partikel-partikel halus potongan tanah yang mengapung. Akan tetapi, lumpur
bentonit berkecenderungan untuk menutupi lubang bor, jadi mencegah air tanah secara alami
mengalir ke dalam lubang bor. Hal ini kemudian bisa mengaburkan usaha untuk menentukan lokasi
permukaan air tanah. Penggunakan fluida pengeboran akan menghindari permasalahan dimaksud.
Bila air digunakan sebagai fluida pengeboran, mungkin tidak banyak keuntungannya bagi lumpur
bentonit, seperti stabilisasi lubang bor, pembersihan lubang bor dan melumasi mata bor. Akan tetapi,
penggunaan air memfasilitasi identifikasi dan penentuan lapisan tanah karena potongan tanah
mungkin dapat diselidiki dengan jelas. Bila air digunakan, pengambilan contoh tanah mungkin
menghasilkan puing-puing lapisan tanah di bagian atas contoh tanah.

Kelebihan kecepatan penetrasi atau sirkulasi lumpur pengeboran yang tidak cukup dapat
menghasilkan potongan tanah yang terbentuk dalam ruangan antara tabung inti atau mata bor dan
dinding lubang bor yang mungkin selanjutnya membatasi sirkulasi lumpur pengeboran, yang
menyebabkan kenaikanpeningkatan dengan cepat tekanan lumpur di pompa. Tekanan lumpur di
pompa juga membesar saat pengeboran dilaksanakan pada tanah lunak di mana dinding lubang bor
tergerus dan sirkulasi lumpur naik ke atas lubang tertutup atau blok. Saat tekanan pada bagian bawah
lubang terbentuk, lumpur pengeboran mulai mengganggu tanah di sekitar mata bor dan dapat
mengakibatkan gangguan serius terhadap tanah yang akan diambil sebagai contoh tanah. Tekanan
lumpur selama pengeboran seharusnya tidak melebihi tekanan tanah (beban lebihtekanan vertikal

Apendiks A-1
akibat berat tanah di atasnya). Bila kenaikanpeningkatan tekanan tajam sekali, pengeboran
seharusnya dihentikan, tali bor diangkat pelan-pelan dan kemudian pengeboran dimulai. Penggunaan
lumpur yang kurang kental atau mata bor dengan lubang dinding yang lebih besar dapat mengurangi
terbentuknya tekanan.
Kecepatan rotasi mata bor, tarikan ke bawah, dan volume fluida pengeboran yang dipompakan
semuanya saling berhubungan. Dengan rotasi mata bor, kecepatan lanjutan, dan kecepatan sirkulasi
lumpur pengeboran semuanya harus disesuaikan untuk menghasilkan potongan tanah cukup kecil
untuk diangkat ke permukaan dan memberikan kecepatan maksimum penetrasi. Bila mata bor
mendekati kedalaman contoh tanah, kecepatan penetrasi sebaiknya dikurangi dan kewaspadaan
harus dilakukan untuk meminimalkan gangguan tanah. Tabel A.1 menunjukkan harga parameter-
paremeter yang disarankan oleh berbagai institusi.

Apendiks A-2
Tabel A.1. Harga parameter yang direkomendasikan untuk pengeboran putar dalam tanah
lunak
Badan Rotasi Penetrasi mata bor Operasi lumpur
(rev/detik) pengeboran
U. S. Bureau of Reclamation 3,3-5,0 15-50 mm/s 175-281 kPa
(Clark, 1963)
US Army Diameter lubang 1 – 1,2-2,0 l/s
(1972) 100 mm
Diameter lubang 1 – 3,2-3,8 l/s
150 mm
Japanese Society of Soil 0,8-2,5 0,5 kN –
Mechanics and Foundation
Engineering (1972)

B. Pengeboran dengan Bor Tanah


Pengeboran dengan bor tanah adalah metode paling sederhana dan paling ekonomis dari lubang
pengeboran dalam tanah lunak di atas permukaan air tanah. Akan tetapi, penggunaan metode
tersebut seharusnya dilakukan dengan hati-hati saat menarik bor tanah dari dalam tanah di mana
mungkin menciptakan sedotan dalam lubang bor yang mengganggu tanah yang akan dijadikan
contoh. Bila bor tanah digunakan dengan benar, maka kecil kemungkinan terjadi gangguan dalam
lubang bor sehingga sesuai untuk pengambilan contoh takterganggu.

Bor tanah seharusnya tidak dipaksakan masuk ke dalam tanah sehingga menyebabkan pemindahan
tanah ke bawah atau lateral. Perlu dilakukan coba-coba penggalian sebelum dilakukan pengeboran
untuk mempelajari jumlah putaran yang diperlukan untuk mengisi bor tanah tersebut dapat
mengurangi bahaya kelebihan putaran bor tanah. Isian bor tanah yang berlebih dapat, bila bor tanah
sedang ditarik, bekerja sebagai piston yang sedang ditarik dalam dinding lubang bor dan bagian
bawah menyebabkan gangguan yang serius terhadap tanah di kedalaman contoh tanah dimaksud.
Pengaruh piston tersebut bisa diminimalkan oleh bor tanah dengan gagang berongga batang
berlobang di mana udara atau fluida bisa didorong ke bagian bawah bor tanah untuk melepaskan
sedotan yang terjadi selama penarikan bor tanah. Alternatif lain adalah dengan menggunakan bor
tanah menerus yang akan mengurangi jumlah kegiatan penarikan bor tanah.
Bila lubang bor telah diperdalam sampai kedalaman kira-kira tiga kali diameter lubang bor di atas
kedalaman contoh tanah, kecepatan penetrasi bor tanah harus dikurangi sampai kedalaman contoh
tanah dicapai. Hal ini akan membantu menghindari kelebihan memasukkan bor tanah dan
meminimalkan gangguan tanah yang tidak perlu.

Bor tanah juga dapat digunakan untuk mengebor lubang di bawah permukaan air tanah. Akan tetapi,
sangat sedikit yang dapat dilakukan untuk mengatasi skuising penekanan dinding lubang bor dan
tekanan ke atas bagian bawah lubang bor. Jika gejala tersebut terjadi, akan ada perubahan resultant
dalam tanah dan tekanan air pori pada dinding lubang bor dan bagian bawah.

Bila digunakan pipa pelindung selongsongpipa lindung untuk menstabilkan lubang bor, bor tanah
harus dimasukkan jauh sebelum selongsongpipa lindung untuk meminimalkan gangguan tanah oleh
selongsongpipa lindung. SelongsongPipa lindung sering digunakan untuk mencegah bagian lubang
bor yang dekat dengan permukaan tanah runtuh.

Tanah yang diambil dari dalam tanah dengan bor tanah mungkin tidak efektif untuk digunakan
membentuk profil tanah karena tanah yang diambil dapat bercampur dengan tanah dari lapisan
lainnya.

C. Pengeboran Sistem Cuci


Lubang bor diperdalam dengan kegiatan memotong dan memuntir mata bor dengan air yang
dipancarkan dengan tekanan dari bawah mata bor. Pengangkatan, penjatuhan, dan pemuntiran
batang dan pemompaan air dapat dilakukan secara manual, tetapi biasanya digunakan motor kecil
untuk menggerakkan pompa. Lubang bor umumnya dilindungi dengan selongsongpipa lindung, dan
air digunakan sebagai fluida pengeboran. Perhatian seharusnya dilakukan dalam pencucian tanah
karena kelebihan tanah dapat secara serius mengganggu tanah yang akan digunakan sebagai
contoh. Meskipun operasinya mudah dan murah, metode pengeboran dengan pencucian tidak

Apendiks A-3
direkomendasikan untuk pengambilan contoh tanah lunak takterganggu karena mekanisme tumbukan
untuk memperdalam lubang bor dan pemompaan air dengan tekanan, meskipun jauh lebih baik
gangguannya daripada pengeboran dengan sistem tumbuk, masih dapat mengganggu tanah yang
akan dijadikan sebagai contoh.

D. Pengeboran sistem tumbuk


Pengeboran sistem tumbuk memperdalam lubang bor dengan mengangkat dan menjatuhkan mata
bor berbentuk pahat, yang disambung pada batang bor berat yang digantungkan dengan kabel baja.
Metode ini sama sekali tidak disarankan dan harus dihindari sedapat mungkin. Hal ini terjadi karena
dampak mekanisme untuk memperdalam lubang bor yang cenderung mengganggu tanah yang akan
dijadikan contoh, oleh karena itu ini tidak sesuai untuk contoh tanah takterganggu. Jika metode
tersebut merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia, gangguan tanah dapat diminimalkan dengan
penghentian tumbukan saat memperdalam lubang bor kira-kira 0,25 m di atas kedalaman tanah untuk
contoh.

1.2 Stabilisasi Lubang Bor

Lubang bor tanah lunak mungkin perlu distabilkan dengan selongsongpipa lindung atau lumpur
pengeboran. Lumpur pengeboran biasanya lebih disukai karena dapat meminimalkan rugi tegangan
yang disebabkan oleh pemindahan tekanan tanah akibat beban lebih berat tanah dari atas,
menghilangkan gangguan tanah yang disebabkan oleh pemasangan selongsongpipa lindung dan
lebih ekonomis.

A. SelongsongPipa lindung
Pipa selongsongpipa lindung harus memiliki sambungan pembersih sehingga kedua permukaan
bagian dalam dan bagian luar selongsongpipa lindung tetap halus. Oleh karena itu, pemasangan dan
pelepasan selongsongpipa lindung akan bebas gangguan, dan tabung pengambil contoh tanah
dinaikkan dan diturunkan melalui selongsongpipa lindung akan dicegah. Bagian pertama dari panjang
selongsongpipa lindung biasanya dipasang dengan kepala metal yang dikenal sebagai sepatu
pengarah (jika selongsongpipa lindung ditumbuk dengan palu) atau sepatu mata bor (jika
selongsongpipa lindung dibor dengan rotasi). Untuk memperdalam lubang bor pada pengambilan
contoh tanah takterganggu, selongsongpipa lindung harus dibor dengan rotasi. Sepatu mata bor
memiliki bukaan di bagian tepi agar fluida pengeboran dapat bersirkulasi.
Ketika digunakan, selongsongpipa lindung bisa dipasang dengan memasukkannya ke dalam lubang
prapengeboran atau dengan pengeboran selongsongpipa lindung ke dalam tanah dan selanjutnya
pembersihan dalam lubang. Bila selongsongpipa lindung dipasang dengan prapengeboran, lubang
bor seharusnya dibor sampai diameter sebesar 10 mm sampai 15 mm lebih besar daripada diameter
terluar selongsongpipa lindung sampai kedalaman kira-kira satu meter di atas lokasi pengambilan
contoh tanah. Selanjutnya selongsongpipa lindung ditekan ke dalam lubang, lebih disukai dengan
rotasi, menggunakan mesin bor dan dikubur dalam tanah. SelongsongPipa lindung menekannya
sampai kedalaman kira-kira 0,1 m ke dalam tanah yang belum di bor. SelongsongPipa lindung
sebaiknya tidak ditekan lebih dekat daripada 2,5 kali diameter terluar selongsongpipa lindung atau 0,5
m kedalaman contoh tanah. Setelah selongsongpipa lindung sesuai dengan kedalaman yang
diharapkan, lubang harus dibersihkan sebelum contoh tanah tak terganggu diperoleh.
Selama pengambilan contoh tanah, tambahan perpanjangan selongsongpipa lindung dapat dilakukan
dengan mengulirkannya pada selongsongpipa lindung awal dan menekannya dengan rotasi
menggunakan sirkulasi fluida pengeboran. Semakin besar diamater terluar sepatu mata bor, semakin
berkurang gesekan antara tanah dengan dinding selongsongpipa lindung.
Bila selongsongpipa lindung dibor ke dalam tanah tanpa prapengeboran, selongsongpipa lindung
ditekan ke dalam tanah dengan rotasi menggunakan sirkulasi fluida pengeboran dan potongan-
potongan tanah garus dibersihkan dari permukaan tanah. Tanah di dalam selongsongpipa lindung
bisa dibersihkan dengan pengeboran putaran atau pengeboran dengan pencucian.
Dalam bahan-bahan yang lunak, selongsongpipa lindung akan memberikan dukungan lateral tetapi
tidak dapat mencegah naiknya tanah di bagian bawah lubang bor. Stabilitas lubang ditingkatkan
dengan menjaga selongsongpipa lindung agar selalu penuh dengan fluida pengeboran. Apabila
penstabilan lubang bor dengan fluida dapat dilakukan hanya pengeboran, praktek ini disarankan.

B. Lumpur pengeboran

Apendiks A-4
Sifat-sifat yang sesuai untuk lumpur pengeboran adalah kekentalan, karakteristik jelatin, dan berat
jenis atau berat volume. Lumpur pengeboran biasanya disiapkan dengan mencampur bentonit atau
produk yang sama dengan air. Bahan-bahan tambahan kadang-kadang digunakan untuk mengontrol
flokulasi, tiksotropi, kekentalan dan kekuatan jelatin.
Bila lubang sudah terisi penuh dengan lumpur pengeboran, keberadaan lumpur terhadap dinding dan
bagian bawah lubang bor akan menghilangkan penekananskuising dinding dan tekanan keatas di
bagian bawah lubang. Lumpur pengeboran cenderungan membentuk saringan di sepanjang dinding
lubang bor yang menghambat gerakan air tanah melalui lubang bor, khususnya lapisan tanah tanpa
kohesi. Saringan tersebut juga memberikan kohesi terhadap tanah, mencegah timbulnya endapan
partikel-partikel tanah yang lepas dari dinding lubang bor, dan mengurangi kecepatan pemuaian tanah
kohesif. Selama pengeboran, guna melawan kehilangan kekuatan jelatin yang disebabkan oleh
pembentukan lumpur, jelatin bisa ditambahkan ke dalam lumpur pengeboran.
Kadang-kadang kondisi tanah memerlukan variasi kandungan bentonit untuk memaksimalkan
pengaruh stabilisasi lumpur tersebut. Kekentalan dan kekuatan jelatin seharusnya ditingkatkan dalam
tanah yang permeabilitasnya tinggi. Bila tekanan artesis dijumpai dalam lubang bor, berat lumpur
pengeboran perlu dinaikkan sampai setinggi berat volume tanah dengan menambahkan bahan
pemberat khusus seperti barit tanah, yang memiliki berat jenis 4,3. Untuk pengeboran dalam di tanah
lunak, lumpur pengeboran dibuat lebih berat untuk mengurangi penekananskuising dinding lubang bor
dan tekanan ke atas di bagian bawah lubang bor. Bila pengeboran melalui lapisan tanah yang
mengandung sodium, kalsium, atau garam magnesium; selulose metil karboksi (CMC) bisa
ditambahkan untuk mencegah degradasi bentonit dan menghasilkan kekentalan yang dikehendaki
dan karakteristik jelatin.
Bila diperlukan persiapan dan perawatan lumpur pengeboran yang khusus, ahli dari pemasok lumpur
bisa dipanggil untuk memberikan saran. Dalam penyelidikan tanah bawah permukaan yang umum,
banyak pekerjaan pengeboran yang berhasil telah dilakukan hanya dengan menggunakan campuran
lumpur yang cukup kasar tergantung pertimbangan pengebor.

C. Lainnya
Air bisa digunakan untuk menstabilkan tanah medium sampai kaku, tetapi ini tidak sesuai untuk tanah
lunak karena air mengurangi kekuatan geser bahan-bahan kohesif. Kehilangan kekuatan geser ini
sering lebih kecil dari kompensasi kenaikanpeningkatan pengaruh stabilisasi. Air tidak efektif
mencegah penekananskuising dan kenaikanpeningkatan tanah plastik atau keruntuhan tanah tanpa
kohesi.

1.3 Pembersihan Lubang Bor

Lubang bor harus dibersihkan sebelum pengambil contoh tanah dimasukkan ke dalam tanah untuk
pengambilan contoh tak terganggu. Sedimen lepas dari potongan tanah atau partkel tanah dari lubang
bor mugkin akan sangat serius mengganggu kualitas pengambilan contoh tanah. Dua metode
pembersihan lubang bor bisa digunakan dalam maksud tersebut yaitu mensirkulasikan lumpur
pengendapan, dan cara mekanik.

A. Pembersihan dengan Sirkulasi Lumpur Pengeboran


Bila pengeboran dengan rotasi pada jarak 0,3 sampai 0,5 m dari kedalaman pengambilan contoh,
kecepatan untuk memperdalam lubang bor dan sirkulasi fluida harus dikurangi dan pengeboran harus
dimulai dengan sangat berhati-hati. Bila mata bor mencapai kedalaman pengambilan contoh tanah,
putaran mata bor harus dihentikan dan bahan-bahan lepas dalam lubang bor harus dibersihkan
dengan sirkulasi lumpur pengeboran. Lumpur pengeboran harus di alirkan ke arah atas. Pengaliran ke
arah bawah mata bor tidak dapat diterima. Lubang bor dibersihkan dengan benar bila masih ada
partikel-partikel halus yang tetap melayang-layang dalam lumpur. Batu kerikil atau tanah sangat
plastik mungkin susah dibersihkan dari lubang bor dengan metode tersebut.

B. Pembersihan dengan Cara Mekanik


Untuk lubang bor yang diperdalam dengan bor tanah, sedimen lepas di bagian bawah bisa
dibersihkan dengan bor tanah. Bor tanah diturunkan sampai kedalaman di mana pengambilan contoh
tanah akan dilakukan dan putaran beberapa kali tanpa memperdalam lubang bor akan
mengumpulkan tanah yang lepas. Selanjutnya bor tanah diputar balik dengan kokoh ke permukaan
tanah dengan mencoba untuk tidak melepaskan bahan-bahan yang telah terkumpul dalam bor tanah
dan tidak mengganggu dinding lubang bor. Bor tanah khusus yang dirancang untuk membersihkan
bisa digunakan untuk membersihkan bagian bawah lubang yang tidak dapat dibersihkan dengan bor

Apendiks A-5
tanah biasa. Bila lubang bor bagian bawah masih tidak bersih, piston pendek pengambil contoh atau
tabung inti bisa diturunkan dan sedimen dapat dibersihkan dengan memasukkannya ke dalam tabung
contoh tanah.
Bila ditakutkan cara pembersihan mekanik ini mungkin mengganggu tanah, piston pengambil contoh
tanah dapat ditekan ke dalam lubang bor bagian bawah untuk 0,3 sampai 0,4 m dengan pistonnya
dijepit pada pengambil contoh bagian bawah sehingga pengambil contoh tanah dapat memindahkan
sedimen lepas di bagian bawah lubang bor sebelum pengambilan contoh tanah mulai dilaksanakan.

1.4 Permukaan Air dalam Lubang Bor

Untuk pengambilan contoh tanah tak terganggu di atas permukaan air tanah, lumpur pengeboran atau
air tidak boleh digunakan untuk stabilisasi karena fluida tersebut dapat mengubah kadar air dalam
tanah.
Bila lumpur pengeboran atau air digunakan untuk stabilisasi lubang bor, permukaan fluida harus
dipertahankan pada permukaan air tanah atau di atasnya, dan tidak diperkenankan terjadi kapan saja
selama pengeboran dan pengambilan contoh tanah permukaan fluida turun di bawah permukaan air
tanah. Permukaan lumpur pengeboran dalam sumur di bawah permukaan air tanah bisa mengganggu
keseluruhan massa tanah di tempat.

2. Pengambilan contoh tanah

Maksud pengambilan contoh tanah dan pengujian laboratorium adalah untuk mendapatkan informasi
geoteknik misalnya kekuatan dan karakteristik perubahan bentuk yang diperlukan untuk rancangan
keamanan dan ekonomis konstruksi. Oleh karena itu, kualitas contoh tanah seharusnya cukup tinggi
untuk maksud rancangan. Contoh tanah takterganggu dapat memberikan kekuatan yang diperlukan
dan parameter desakan untuk menyelesaikan banyak permasalahan geoteknik. Contoh tanah
terganggu atau sejenisnya dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai sifat-sifat kimiawi,
plastisitas dan kadar air tanah serta menghasilkan informasi untuk klasifikasi.

2.1 Contoh tanah takterganggu dan terganggu

Sambil melaksanakan berbagai pengeboran, contoh tanah dapat pada saat yang bersamaan diambil
untuk analisis laboratorium. Tabel 6.3 memberikan pandangan mengenai kesesuaian biaya berbagai
teknik pengambilan contoh tanah. Untuk memperoleh contoh tanah terganggu, sumber yang disukai
sebaiknya dibuat untuk teknik di mana contoh tanah tidak akan bercampur dengan air. Selama proses
pembersihan pengeboran, kualitasnya tidak cukup, dari pandangan mekanika tanah, sedangkan
kualitas selama pengeboran dengan pompa pasir, tergantung pada tipe tanah dan uji contoh tanah
yang diharapkan, mungkin masih dapat diterima.
Pengambilan contoh tanah tak terganggu memerlukan pendekatan yang hati-hati di mana tidak hanya
metode penetrasi tabung contoh tanah yang memerlukan perhatian khusus tetapi juga ukuran tabung,
mode pengangkutan, dan cara penyimpanan contoh tanah. Metode pengambilan contoh tanah yang
optimum untuk tanah gambut bergantung pada tekstur gambut dan kadar airnya.
Sejauh mode pengambilan contoh tanah dalam lubang bor terbuka menjadi perhatian utama, maka
pengambilan contoh tanah dengan cara menekan tabung lebih disukai daripada memancang dengan
pukulan, khususnya bila pengambilan contoh tanah dari lapisan dengan daya dukung beban rendah
dan lapisan sangat mampumampat. Pengambilan contoh tanah dengan cara memancang dengan
pukulan, selalu ada kesempatan yang besar bahwa contoh tanah tersebut akan mengalami gangguan
sebagai hasil dari penyebaran energi tumbukan.
Kekokohan tanah sangatlah menentukan dalam pengambilan contoh tanah yang diperoleh. Dalam
proses pengambilan contoh tanah, kedua hal berikut ini sangat menentukan yaitu tahanan konus
hambatan konus maksimum lapisan tanah darimana contoh tanah tertentu harus diambil dan
kapasitas tekan maksimum yang tersedia (biasanya 200 kN).

2.1.1 Sumber Gangguan Contoh Tanah

Apendiks A-6
Kualitas contoh tanah sangat dipengaruhi oleh gangguan selama proses pengeboran, pengambilan
contoh tanah, penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan pengujian. Gangguan akan
mempengaruhi konstruksi mikro dari contoh tanah.
Sebenarnya tidak mungkin mendapatkan contoh tanah takterganggu seperti dalam kondisi alami
untuk segala tipe tanah, termasuk gambut. Diketahui bahwa derajat gangguan bervariasi sesuai
dengan teknik pengambilan contoh tanah dan tipe tanah tersebut, dan hal ini menunjukkan perbedaan
meskipun pengambil contohnya sama. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mungkin menyebabkan
gangguan contoh tanah:
1. Perubahan bentuk geser akibat gesekan antara permukaan bagian dalam tabung dengan tanah
saat memasukkan tabung pengambil contoh ke dalam tanah.
2. Pengembangan akibat pelepasan tekanan atau tekanan negatif pada bagian ujung bawah tabung
selama penarikan tabung pengambil contoh tanah.
3. Kondisi getaran saat penyimpanan dan waktu yang diperlukan untuk pengangkutan.
4. Gangguan saat mempersiapkan contoh tanah. Ada beberapa faktor tambahan dalam tanah
gambut.
5. Desakan saat memasukkan tabung pengambil contoh ke dalam tanah (saat memotong serat-
serat).
6. Hambatan tarik dari serat tumbuhan yang tumbuh di dekat tepi tabung pengambil contoh saat
menarik tabung pengambil contoh.
7. Pengaliran air selama pengambilan contoh tanah di tanah gambut dengan kadar air di bawah
permukaan air tanah. The Sub-Committee on Soil Sampling-International Society for Soil
Mechanics and Foundation Engineering (1981) mengusulkan sumber-sumber gangguan contoh
tanah sebagai berikut:
a. Perubahan unsur pokok bahan-bahan:
(1) Perubahan kadar air (dapat dihindari);
(2) Gerakan gas yang terperangkap (dapat dihindari);
b. Perubahan kimiawi contoh tanah (dapat dihindari);
c. Faktor-faktor fisik:
(1) Perubahan suhu (dapat dihindari);
(2) Pelepasan tekanan di tempat (tak dapat dihindari);
(3) Gangguan mekanik (sebagian dapat dihindari);
(4) Pantulan (tak dapat dihindari).
Dalam kasus ekstrim, contoh tanah akan kehilangan kekuatan di tempat sampai sembilan puluh
persen karena salah satu atau kombinasi gangguan mekanik dan faktor pantulan. Gangguan mekanik
yang terjadi dalam proses pengambilan contoh ini terdiri dari:
(1) Desakan dan geseran selama pengeboran;
(2) Desakan dan geseran selama penetrasi tabung contoh tanah;
(3) Hisapan, tarikan dan/atau torsi selama penarikan tabung contoh tanah;
(4) Kejutan dan getaran selama penyegelan, pengangkutan, dan penyimpanan;
(5) Desakan dan geseran akibat pengambilan dan pemotongan spesimen di laboratorium.

2.1.2 Klasifikasi Kualitas Contoh Tanah


Contoh tanah takterganggu bisa didefinisikan secara luas sebagai contoh tanah di mana bahan telah
menjadi sasaran gangguan yang begitu kecil sehingga masih sesuai untuk semua uji laboratorium
misalnya untuk perkiraan penentuan kekuatan, konsolidasi, karakteristik permeabilitas, dan sifat-sifat
fisik di tempat lainnya. Hvorslev (1949) menjelaskan contoh tanah takterganggu sebagai berikut:
“Contoh tanah takterganggu bisa didefinisikan secara luas sebagai contoh tanah di mana bahan telah
menjadi sasaran gangguan yang begitu kecil sehingga masih sesuai untuk semua uji laboratorium
misalnya untuk perkiraan penentuan kekuatan, konsolidasi, karakteristik permeabilitas, dan sifat-sifat
fisik di tempat lainnya. Dalam beberapa hal-hal istilah tersebut bisa menimbulkan pengertian yang
keliru karena tidak mungkin mendapatkan contoh yang benar-benar takterganggu, tetapi istilah
tersebut sudah mapan dengan kokoh dalam terminologi rekayasa dan oleh karena itu istilah ini tetap
dipergunakan sampai sekarang.”
Sebaliknya, contoh tanah terganggu atau yang mewakili dijelaskan oleh Hvorslev (1949) sebagai
berikut: “Contoh tanah yang mewakili berisi semua unsur pokok mineral dari lapisan di mana contoh
tanah diambil dan belum tercemar oleh bahan dari lapisan lainnya atau perubahan kimiawi, tetapi
konstruksi tanah telah rusak dan kadar airnya mungkin telah berubah. Contoh tanah ini cocok untuk
uji klasifikasi secara umum dan identifikasi positif bahan, tetapi contoh tanah dimaksud tidak sesuai
untuk uji laboratorium utama dan penentuan sifat-sifat konstruksi bahan di tempat.”

Apendiks A-7
Idel dkk. (1969) mengusulkan klasifikasi kualitas contoh tanah, di mana kualitas diklasifikasikan dalam
5 kelompok. Klasifikasi yang sama juga diberikan oleh the British Standard Institution dalam BS
5930:981, sebagai berikut:

Tabel A.2 Klasifikasi Kualitas Contoh Tanah Menurut BS 5930: 1981


Kualitas Sifat-sifat yang bisa ditentukan dengan benar
Kelas 1 Klasifikasi, kadar air, kerapatan, kekuatan, karakteristik
perubahan bentuk dan konsolidasi
Kelas 2 Klasifikasi, kadar air, kerapatan
Kelas 3 Klasifikasi, kadar air
Kelas 4 Klasifikasi
Kelas 5 Hanya urutan lapisan

Juga dicatat bahwa beberapa kasus metode pengambilan contoh tanah yang tersedia, yang terbaik,
hanya mampu menghasilkan contoh tanah Kelas 2. Oleh karena itu, hasil-hasil uji kekuatan dan
kemampumampatan yang dilaksanakan pada contoh tanah “takterganggu” tersebut harus ditangani
dengan penuh kewaspadaan. Contoh tanah Kelas 3, 4 dan 5 umumnya dipandang sebagai “contoh
tanah terganggu.”
Berikut ini klasifikasi dan metode pengambilan contoh tanah lunak yang direkomendasikan:

Tabel A.3 Klasifikasi yang diusulkan mengenai Kualitas Contoh Tanah untuk Praktek di
Indonesia
Kualitas Metode Pengambilan Contoh Sifat-sifat yang bisa ditentukan dengan
benar
Kelass A  Contoh tanah blok Stratigrafi, stratifikasi halus, kadar air,
Takterganggu  Pengambil contoh berbentuk kerapatan, kekuatan, karakteristik perubahan
piston stasion (jepit) dengan bentuk dan konsolidasi
diameter minimum 75 mm
Kelas B  Pengambil contoh berbentuk Stratigrafi, stratifikasi halus, klasifikasi,
Sedikit terganggu piston bebas dengan kerapatan
diameter minimum 50 mm
 Tabung pengambil contoh
tanah terbuka dengan
dinding tipis dengan
diameter minimum 50 mm
Kelas C Tabung pengambil contoh Stratigrafi, stratifikasi halus, klasifikasi
Sangat terganggu tanah terbuka berdinding tebal
Kelas D Contoh tanah yang Stratigrafi
Terganggu dikumpulkan secara acak
dengan bor tanah atau dalam
pit

Meskipun penggunaan klasifikasi juga disarankan untuk bahan gambut, akan tetapi kualitas gambut
dengan kadar serat tinggi, harus dipandang agak berbeda. Untuk tanah gambut ini, pengaruh
gangguan untuk parameter kekuatan yang diukur dan parameter konsolidasi relatif tidak signifikan
menurut Landva dkk. (1983). Telah diketahui bahwa pengaturan serat spesimen gambut akan identik
apabila spesimen dikonsolidasikan kembali sesuai dengan tekanan di tempat.
Di lain pihak, kandungan seratkadar serat yang tinggi dari gambut juga memiliki koefisien
permeabilitas tinggi sehingga agak tidak mungkin untuk membatasi aliran air keluar dari contoh tanah
selama operasi pengambilan contoh tanah. Oleh karena itu, penentuan kadar air di laboratorium tidak
dapat dipercaya dan akan jauh lebih rendah daripada angka yang diperoleh di lapangan.
Tidak ada metode yang pasti untuk mengevaluasi kelas kualitas contoh tanah. Akan tetapi, petunjuk-
petunjuk berikut ini bisa digunakan untuk mendapatkan beberapa identifikasi mengenai kualitas
contoh tanah:
 Jika ujung contoh tanah dalam tabung sangat lunak, keseluruhan contoh tanah mungkin
terganggu;
 Jika ujung bawah tabung bengkok atau rusak, maka contoh tanah mungkin terganggu;

Apendiks A-8
 Jika saat pengambilan contoh dari tabung, contoh tanah dengan pengamatan kasat mata
menunjukkan depresi. Bagian contoh tanah tersebut mungkin terganggu dan seharusnya tidak
digunakan untuk pengujian yang memerlukan contoh tanah tak terganggu;
 Perbandingan pemulihanperolehan kembali kurang dari 95% menunjukkan ketidakakuratan
prosedur dan pengukuran selama pengambilan contoh tanah atau kehilangan contoh tanah, dan
bisa dipertimbangkan sebagai tanda kemungkinan terjadinya gangguan;
 Pemukulan yang berlebihan harus dihindari karena akan menekan contoh tanah dalam tabung
dan contoh mungkin dipertimbangkan sebagai terganggu;
 Untuk contoh tanah dengan kualitas tinggi, kurva tegangan-regangan linear akan mendekati
tegangan puncak dan regangan runtuh regangan saat gagal akan kecil. Untuk contoh tanah
sedikit terganggu, kurva agak bulat dan regangan runtuh regangan pada saat gagal lebih besar
daripada angka pada contoh tanah dengan kualitas tinggi. Besarnya regangan saat gagal
tergantung pada tipe pengujian, tekanan terkekang, dan tipe tanah. Tabel A.4 menunjukkan
kisaran regangan pada saat gagalregangan runtuh diberikan untuk pengujian desak takteralirkan.

Tabel A.4 Regangan pada saat contoh tanah takterganggu runtuh dalam uji desak takteralirkan
(Sumber: Sub Committee on Soil Sampling-ICSMFE, 1981)
Tipe Tanah Regangan saat runtuh (%)
Lempung Kanada 1
Lempung Yugoslavia 1,5
Lempung laut Lempung PantaiLempung laut 6
Jepang 3-8
Lempung Perancis
Pengamatan pada lempung lunak dari lokasi di Bandung dan Jakarta menunjukkan bahwa kisaran
untuk tanah tersebut dalam pengujian CU, UU dan uji geser langsung umumnya berkisar dalam 6%.
Untuk bahan-bahan gambut, regangannya lebih tinggi dan tidak ada kekuatan puncak yang definitif
yang bisa diselidiki.
 Modulus sekan dari kurva tegangan-regangan pada saat setengah tegangan maksimum, E50,
turun dengan meningkatnya gangguan contoh tanah. Kecepatan perubahan modulus karena
gangguan contoh tanah lebih besar daripada kecepatan perubahan kekuatan geser dan regangan
saat runtuh, Sub-Committee on Soil Sampling-ICSMFE (1981).
 Indeks kompresi contoh tanah terganggu jauh lebih rendah daripada indeks kompresi contoh
tanah takterganggu. Sebaliknya, indeks rekompresi diperkirakan terlalu besar untuk contoh tanah
terganggu.
 Tekanan maksimum terlampaui untuk contoh tanah terganggu akan lebih rendah daripada yang
dimiliki atas contoh tanah takterganggu.
 Koefisien konsolidasi contoh tanah takterganggu akan lebih tinggi apabila tekanan konsolidasi
lebih rendah dan turun secara drastis pada kondisi tekanan maksimum terlampaui. Untuk contoh
tanah yanga terganggu, koefisien konsolidasi relatif rendah untuk semua tekanan dan naik
mengikuti garis lurus sesuai dengan tekanan konsolidasi.
 Koefisien kompresi sekunder, C, contoh tanah takterganggu membesar dengan tajam ketika
tekanan konsolidasi tekanan maksimum terlampaui dan kemudian turun ketika tekanan
melampaui tekanan kritis. Koefisien kompresi sekunder untuk contoh tanah terganggu tidak
berubah terlalu banyak dengan variasi tekanan konsolidasi.
 Tekanan efektif sisa untuk contoh tanah takterganggu lebih besar daripada angka untuk contoh
tanah terganggu

2.2 Contoh Tanah Takterganggu

A. Ukiran dengan Tangan


Pengambilan contoh tanah dengan menggunakan tabung dinding tipis kadang-kadang susah
mendapatkan contoh tanah dari permukaan deposit gambut yang mengandung akar-akaran
tumbuhan hidup, bahan-bahan tumbuhan tak terdekomposisi, dan bahan-bahan serat kering. Dalam
kasus tersebut, disarankan penerapan pengambilan contoh tanah blok seperti ditunjukkan pada
Gambar 6.6. Ada beberapa metode dimaksud: menggali contoh tanah di sekitar lokasi untuk dapat
mengambil contoh tanah dari luar lokasi, atau dengan menggali pit agar dapat mengambil contoh
tanah dari sumur pit. Setelah kolom tanah dipotong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, kotak
kayu tanpa bagian atas atau bawah ditempatkan di atas contoh tanah, dan ruang di antara kotak dan
contoh tanah diisi dengan parafin atau campuran vaselin. Setelah bagian atas contoh tanah dipotong,

Apendiks A-9
bagian atas diberi lilin sebelum ditutup. Contoh tanah kemudian dilepaskan dari tanah bagian bawah,
dibalik, diberi lilin dan diberi pelat di bagian bawah. Peralatan untuk memotong contoh tanah meliputi
bajak tipe sekop, pisau besar, gergaji bergigi halus, dan pisau cukur.
Pahat tangan adalah yang termudah dan salah satu yang menghasilkan contoh tanah dengan kualitas
sangat baik. Akan tetapi, metode tersebut hanay dapat dipergunakan untuk kedalaman yang rendah
atau dari permukaan yang tergali. Untuk lokasi yang lebih dalam, pengambil contoh piston diam (jepit)
sangat baik untuk membuka pengambil contoh untuk alasan tersebut menurut Andresen (1981):
 Tanah yang terpindahkan (rusak) tidak boleh masuk ke dalam pengambil contoh tanah dari piston
sebelum dan selama pengambilan contoh tanah;
 Pengambil contoh tanah dari piston dapat digunakan dalam lubang bor yang diberi dan tidak
diberi selongsongpipa lindung seperti dalam pengeboran pemindahan tanah;
 Piston lebih disukai untuk mencekpemeriksaan katup yang menciptakan vakum tertahan terhadap
contoh tanah lebih efektif selama penarikan, dan juga membantu meminimalkan kehilangan
contoh tanah.
Berbagai metode pengukiran dengan tangan diberikan pada Bab 7 Sub-Committee on Soil Sampling-
ICSMFE (1981) dan dapat digunakan sebagai acuan untuk standar praktek di Indonesia.

B, Pengambil Contoh Tanah dari Piston


Pengambil contoh tanah dari piston biasanya digunakan untuk pengambilan contoh tanah
takterganggu. Tabung pengambilan contoh tanah dipancangkan dalam tanah dengan bantuan mesin
bor. Biasanya, hal ini dilakukan dengan memasang tipe piston terjepit berbentuk tabung pengambilan
contoh tanah baja dengan dinding tipis di bawah unit pemotong.
Setelah terpasang di bagian bawah lubang bor, tabung dipancang ke dalam tanah dengan bantuan
pemukul berat internal. Selanjutnya, seluruh pengaturan ditarik dari dalam tanah dengan tekanan
berkurang (dengan menutup bagian atas tabung) untuk mencegah kehilangan sebagian contoh tanah
dari tabung. Contoh tanah yang diambil dengan pengambil contoh tanah berdinding tipis di segel di
bagian ujung bawah. Contoh tanah untuk pengujian laboratorium diperoleh tanpa mengganggu tanah
gambut dengan memotong tabung berdinding tipis dalam bentuk irisan melingkar.
Penggunaan pengambil contoh tanah dari Piston untuk pengambilan contoh tanah di atas permukaan
air tanah tidak mungkin berhasil, khususnya untuk bahan gambut. Sebagai alternatif digunakan
pengambil contoh piston gambut dengan ring dobel berbentuk O (Landva, 1983) yang digunakan
untuk deposit tanah lunak di Pulau Pisau terbukti lebih baik seperti pada Gambar A.1.

Apendiks A-10
TRR (%)
0 20 40 60 80 100
0

G.W.L.
2

Peat
4
Depth (m)

6 Organic Soils
PS Diameter 76 mm
Silty Clay PS Diameter 100 mm
8

10

12

14

Gambar A.1 Perbandingan perolehan pemulihan kembali total contoh tanah menggunakan
pengambil contoh tanah dari piston dengan diameter 76 mm dan pengambil contoh tanah
gambut diameter 100 mm di lokasi Pulau Pisau

Persyaratan untuk tabung pengambil contoh tanah perlu dipertimbangkan, artinya:


(1) Bahan
Bahan tabung pengambil contoh tanah harus kaku, tahan karat, dan dapat digunakan dengan
mesin untuk menghaluskan permukaannya. Baja tanpa siar dengan diambil waktu dingin,
kuningan, atau baja tak berkarat dapat digunakan.
(2) Toleransi Ketidakteraturan
Bagian dalam tabung pengambil contoh atau pelurusnya harus bersih dan halus tanpa kekasaran
atau ketidakteraturan. Standar Jepang menentukan bahwa perbedaan antara diameter
maksimum dan minimum bagian luar di sembarang penampang tabung contoh tanah harus
kurang dari 1,5 mm, Sub-Committee on Soil Sampling-ICSMFE (1981). The ASTM D1587-83
menentukan toleransi dimensi yang penting berdasarkan standar komersial toleransi manufaktur
untuk tabung mekanik terbuat dari baja tanpa siar.
(3) Ketebalan dinding
Tabung contoh tanah harus cukup tebal untuk menahan distorsi sewaktu tabung didesak ke
dalam tanah. Di lain pihak, tabung seharusnya cukup tipis untuk meminimalkan gangguan tanah
yang disebabkab oleh pemindahan tanah sewaktu tabung ditekan ke dalam tanah. Ketebalan
tabung dikontrol oleh parameter yang mengontrol sejumlah pemindahan tanah, yaitu
perbandingan luas. Hal ini didefinisikan sebagai berikut:

D22  D12
Ca (%)  X 100 [A.1]
D12

di mana:
Ca = perbandingan luas
D1 = diameter bagian dalam tepi terpotong

Apendiks A-11
D2 = diameter tabung contoh bagian luar terbesar
Perbandingan luas kurang dari 15 adalah angka yang sering digunakan dan dapat diambil untuk
pelaksanaan di Indonesia.
(4) Diameter Tabung Contoh Tanah
Diameter minimum sebesar 75 mm umum digunakan dan disarankan untuk pelaksanaan di
Indonesia.
(5) Panjang Tabung Contoh Tanah
Tidak ada persyaratan khusus untuk panjang tabung contoh tanah. Tabung contoh tanah sebesar
8 sampai 10 kali dari diameter bagian dalam biasanya digunakan. Tabung contoh tanah yang
lebih panjang sampai 20 kali diameter mungkin diperlukan untuk tanah yang sangat sensitif
sedangkan untuk contoh tanah takterganggu, diperlukan tabung yang cukup panjang.
(6) Ruang bebas Bagian Dalam
Gesekan dengan dinding bagian dalam tabung contoh tanah adalah salah satu penyebab utama
gangguan tanah lunak. Gaya gesek tersebut dapat dikurangi dengan membuat tepi pemotong
tabung contoh tanah sedikit lebih kecil dalam diameter daripada sisa tabung. Akan tetapi, untuk
tabung dengan panjang kurang dari 0,8 m, ruang bebas bagian dalam mungkin tidak diperlukan
karena alasan-alasan berikut ini:
 Ruang bebas bagian dalam akan memberikan keleluasaan tambahan gangguan karena
pemuaian tanah (La Rochelle dkk., 1986).
 Gangguan contoh tanah yang dapat ditoleransi untuk panjang tabung sebesar 0,6 sampai 0,8
m belum pernah diselidiki Sub-Committee on Soil Sampling-ICSMFE (1981).
 Pembuatan khusus atau tambahan tepi pemotong khusus akan menaikkan biaya.
Untuk tabung contoh tanah yang lebih panjang, perbandingan ruang bebas bagian dalam dalam
kisaran 0,5 sampai 1 persen diperlukan. Perbandingan ruang bebas bagian dalam didefinisikan
sebagai:

D3  D1
Ci (%)  X 100 [A.2]
D1

(7) Sudut Meruncing bagian tepi


Sudut meruncing seharusnya sekecil mungkin untuk maksud praktis. Sudut tersebut tidak boleh
0
lebih besar daripada 10 (Hvorslev, 1949).
Kombinasi perbandingan luas dan sudut meruncing bagian tepi seperti yang direkomendasikan oleh
Sub-Committee on Soil Sampling-ICSMFE (1981) ditunjukkan pada Gambar A.2.

25

20
Edge Taper Angle (degree)

15

10

0
0 5 10 15 20 25 30

Area Ratio (%)

Gambar A.2 Garis batas atas hubungan antara sudut meruncing bagian tepi dan perbandingan
luas yang direkomendasikan

Selama pengambilan contoh tanah dengan piston hal-hal berikut ini seharusnya diperhatikan:

Apendiks A-12
 Pastikan tabung dalam keadaan baik. Beberapa negara menetapkan ukuran panjang, diameter
bagian luar, diameter bagian dalam, ketebalan dinding dan tepi pemotong sebelum pengambilan
contoh tanah.
 Tabung pengambil contoh harus diturunkan ke dalam lubang bor secepat mungkin agar
pelaksanaan bisa dilakukan setelah lubang dibersihkan. Jika lubang tidak dapat dibersihkan
seluruhnya, lakukan pemasukan piston pengambil contoh sejauh 20 - 30 cm ke dalam tanah.
 Hindari pemancangan yang berlebihan.
 Kecepatan penetrasi harus konstan, tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah dan tanpa
interupsi. Dalam lapisan lempung, gesekan naik jika pengambilan contoh tanah diinterupsi lebih
dari beberapa detik. Akan tetapi saran mengenai kecepatan penetrasi ini sangat besar. ASTM D
1587-83 menyarankan gerakan relatif cepat. Andresen (1981) menyerankan sebesar 100
mm/menit, sedangkan Sub-committee on Soil Sampling (1981) menyarankan 100 mm sampai 300
mm penetrasi per detik.
 Untuk mencegah kehilangan contoh tanah, pengambil contoh harus tinggal diam untuk beberapa
menit setelah pengambilan dan sebelum penarikan untuk memberikan kesempatan akan
terjadinya penghilangan kelebihan tekanan air pori dan pengaruh tiksotropik. Jika mungkin, jangan
gunakan rotasi untuk pemotongan contoh tanah sebelum penarikan.

(C) Pengambil contoh tanah menerus


Unit alat bor Begemann atau pengambil contoh tanah dari piston (diameter 58 atau 66 mm) dapat
digunakan untuk pengambilan contoh tanah takterganggu menerus. Unit alat bor Begemann adalah
metode yang telah terbukti baik untuk memperoleh contoh tanah menerus/takterganggu dengan
kualitas tinggi. Untuk memperoleh contoh tanah takterganggu yang cukup panjang, gesekan antara
contoh tanah dan pelurus harus diabaikan. Untuk mencapai kondisi ini, contoh tanah ditutup dalam
kain nilon. Kain nilon dirancang untuk membungkus contoh tanah dengan kuat, kain nilon fleksibel dan
tahan air. Ring yang sangat kecil antara kain nilon dan pelurus diisi dengan larutanpelindian
berminyak. Untuk dukungan lateral, kerapatan fluida disesuaikan untuk mencocokan dengan kondisi
tanah setempat. Alat pengapit diaktifkan secara otomatis pada saat menarik tabung, mencegah tanah
keluar dari tabung pengambil contoh tanah. Tabung contoh tanah terdiri dari bagian dengan panjang 1
m. Panjang maksimum contoh tanah adalah 25 m. Panjang contoh tanah yang dapat dicapai mungkin
tergantung pada kondisi tanah setempat. Kondisi tersebut termasuk lapisan horisontal atau serat
gambut (lapisan kaku mungkin ditekan terus, penekananskuising lapisan tanah lunak di bawahnya).
Dalam kasus ini, gangguan karakteristik kompresibilitas mungkin terjadi sebelum contoh tanah telah
masuk ke dalam tabung contoh tanah. Pengambil contoh tanah dari piston digunakan bersama-sama
dengan unit pengujian penetrometer konus.
Pengambil contoh tanah Delft (Gambar A.3.b) dirancang oleh Begemann (1971) sama prinsipnya
dengan pengambil contoh tanah Swedia (Gambar A.3.a dan b), kecuali kaos kaki dari nilon panjang
yang menutup contoh tanah menerus. Disimpulkan bahwa pengambil contoh tanah tersebut
memberikan contoh tanah yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah daripada pengambil
contoh tanah Swedia. Alat tersebut juga mampu mendapatkan contoh tanah menerus dengan biaya
rendah dengan menumpangtindihkan contoh tanah dari piston dalam dua jarak yang berdekatan,
lubang bor paralel.

Apendiks A-13
Gambar A.3.a Prinsip pengambil contoh tanah Swedia (Kjellman dkk., 1950)

Gambar A.3.b Detil pengambil contoh tanah Swedia (Kjellman dkk., 1950)

Apendiks A-14
Gambar A.3.c Pengambil contoh tanah dari piston menerus Belanda (Begemann, 1971)

2.3 Contoh Tanah Terganggu

Berbagai metode dapat digunakan untuk mendapatkan contoh tanah. Akan tetapi, metode yang
melibatkan gaya kejut tidak disarankan karena ini akan mengganggu lapisan tanah di bawahnya di
mana pengambilan contoh tanah terganggu mungkin dilakukan.

A Bor tanah
Contoh tanah terganggu yang diambil menggunakan bor tanah umumnya mengandung semua unsur-
unsur pokok tanah di tempat. Bor tangan secara konvensional digunakan untuk pengeboran dan
pengambilan contoh tanah secara mabual. Akan tetapi, kita harus hati-hati dalam meminimalkan
pengotoran contoh tanah terhadap tanah dari lapisan yang lain.

Apendiks A-15
(B) Pengeboran Inti
Pengeboran inti berputar dilakukan dengan memutar dan menekan tabung inti yang memiliki mata bor
pemotong. Sampel inti Contoh inti tanah lunak diperoleh terutama dengan tabung inti tunggal. Jika
tipe tabung tersebut digunakan, pengambilan inti harus dilakukan dengan pengeboran kering, yaitu
tanpa sirkulasi fluida. Inti yang ditahan bisa ditambah untuk meminimalkan kehilangan inti selama
penarikan. Tabung inti dobel tidak dapat dipercaya untuk mendapatkan contoh intisampel inti tanah
utuh lunak karena bagian saluran pembersihan tabung mungkin akan tertutup oleh tanah lunak.
Tabung inti tripel dengan bagian dalam tabung diam adalah contoh intisampel inti utuh lempung lunak.
Fluida pengeboran tidak menggelontorkan fluida ke seluruh contoh tanah, contoh tanah tidak diputar,
dan tabung yang lurus dengan inti di dalam dengan mudah diangkat dari tabung.
Kecepatan rotasi sebesar 1,7 putaran per detik dan kecepatan penetrasi sebesar 50 – 100 mm per
detik disarankan untuk pengeboran inti putar. Penggunaan alat bor inti tumbuk tidak disarankan.

(C) Pengambil contoh tanah sendok terbelah


Dengan cara yang sama, dengan bantuan unit uji penetrasi standar (SPT), tabung pengambilan
contoh tanah sendok terbelah dipancangkan ke dalam tanah dari bagian bawah lubang bor. Tabung
berdinding tebal sehingga operasinya menghasilkan contoh tanah terganggu, jika contoh tanah
diperoleh semuanya. Oleh karena itu, metode tersebut tidak boleh digunakan.

Apendiks A-16
Tabel A.5 Tabel Penilaian Teknik Pengambilan Contoh Tanah
Teknik Kesesuaian Biaya
Lunak, Kokoh, Lepas, non- Padat, non-
kohesif kohesif kohesif kohesif

Contoh Tanah Terganggu


- Auger Boring ++ ++ + + +
- Bailer boring o o O o o
- Gouge boring + + O o o
- Ackermann Boring + + + + -
- Uji Penetrasi Standar ++ ++ ++ ++ ---
Contoh Tanah Tak Terganggu
Lubang Bor bagian bawah + ++ o o o

-Pengambil contoh tanah + + o - -


bentuk Piston (diameter 58 mm
atau 66 mm)

Pengeboran metode Begemann ++ ++ + + ---

Mode Penetrasi
- Pemancangan o + o o +
- Tekanan + + o o o
Tabung contoh tanah:
- Dinding Tipis + + o o +
- Dinding Tebal o o - - +
- Dengan pelurus PVC + + o o o
Perkiraan Diameter
- 25 mm o o - - +
- 70 mm + + o o o
- 125 mm ++ ++ + + -
- 500 mm ++ ++ + + ---
Penjelasan : ++ = baik atau murah; + = cukup beralasan; 0 = rata – rata; - = jelek atau mahal
--- = sangat jelek atau sangat mahal

(D) Bor Tanah Gambut


Contoh tanah gambut terganggu tanpa perubahan urutan lapisan dapat diperoleh dengan
menggunakan bor tanah gambut. Sampai saat ini pengambil contoh tanah dengan penutup seperti
yang ditunjukkan pada Gambar A-4 umumnya tersedia. Bor tanah gambut dengan penutup ditekan
secara vertikal ke dalam lapisan di bawahnya sampai ke dalam juga disyaratkan, dan diputar searah
jarum jam untuk membuka penutup, kemudian bagian tepi penutup mengikis tanah gambut di
sekitarnya memasukkan ke dalam pengambil contoh tanah, menggaruk tanah gambut secara
horisontal, tetapi tidak vertikal, dan metode tersebut sangat dipercaya untuk mengamati Stratifikasi
tanah. Pengambil contoh tanah gambut efektif untuk pengujian yang dapat mengakomodesi contoh
tanah terganggu, misalnya uji kadar air dan kehilangan kontakkehilangan berat, atau evaluasi
komposisi lapisan tanah. Akan tetapi, diperlukan perhatian saat menarik pengambil contoh tanah dari
dalam tanah dengan kadar air sangat tinggi, karena air dan pengambil contoh tanah kadang-kadang
mungkin hanyut. Karena pengambil contoh tanah sederhana dapat dibawa-bawa dan dapat dibawa
dan dioperasikan hanya oleh seorang operator, ia dapat mengevaluasi sacara efektif stratifikasi tanah
gambut sampai kedalaman kira-kira 5 m. Batas kedalaman untuk pengambil contoh tanah gambut
kira-kira 10 m. Penggunaan bor tanah gambut disarankan untuk deposit tanah gambut. Peralatan
tersebut sangat mobil, mudah dioperasikan dan cocok untuk stratifikasi langsung di lapangan.

Apendiks A-17
Gambar A-4 Bor Tanah Gambut

Apendiks A-18
2.4 Penanganan Contoh Tanah

Contoh tanah tak terganggu tanah lunak harus disegel segera setelah dilakukan pengambilan contoh
tanah untuk mencegah gangguan contoh tanah dan perubahan kadar air. Contoh tanah disegel
dengan lilin atau alat secara mekanik.
Berikut ini adalah penyegelan dengan lilin yang disarankan.
 Topi harus ditempatkan di ujung tabung contoh tanah segera setelah pengambil contoh
dilepas untuk mencegah kerusakan tepi pemotong;
 Potongan contoh tanah dan contoh tanah yang dengan jelas terganggu yang tertimbun
diujung tabung harus dipindah dan tabung bagian dalam dibersihkan;
 Tabung harus didukung secara kokoh di tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung;
 Potongan melingkar almunium foil harus ditempatkan di permukaan contoh tanah;
 Gunakan campuran lilin yang meleleh dan vaselin dengan komposisi 50:50 (La Rochelle dkk,
1986);
 Teteskan campuran tersebut ke dalam dua lapisan dengan lembaran almunium foil di bagian
pertemuan muka. Ketebalan lapisan tidak boleh kurang dari 200 mm;
 Setelah campuran mengeras, tutup bagian ujung dengan pembungkus saran (film lengket)
dan letakkan tutup yang pas atau topi berukir dan tutup harus ditahan dalam posisinya
dengan menggunakan pita perekat.

Alternatif lainnya menggunakan, penyelesaian dengan cara mekanik (Halder, 1971) dan Andresan
dan Kolslod (1979) menyarankan alat penyegel mekanik yang dirancang sendiri.

2.5 Pengiriman dan Penyimpanan Contoh Tanah

Akhirnya, perhatian harus dilakukan saat mengangkut dan menyimpan contoh tanah. Contoh tanah
harus dibawa dengan bagian atas yang benar dan menunjukkan sesedikit mungkin getaran.
Pengeringan contoh tanah harus dicegah selama pengangkutan dan penyimpanan. Contoh tanah
harus dimasukkan ke dalam bahan bantalan seperti debu gergaji yang lembab, serutan kayu, busa
atau busa karet. Kotak contoh yang dirancang sendiri telah dibuat oleh IRE. Tipe contoh kotak yang
lain dapat ditemukan dalam Sub-Committee on Soil-Sampling-ICSMFE (1981) dan ASTM D 4220-89.
Jika kotak contoh tanah terdapat dalam jumlah yang besar, fasilitas transportasi darat diperlukan.
Kendaraan tersebut harus diperlengkapi dengan fasilitas pengontrol suhu dan fasilitas yang dirancang
khusus untuk meminimalkan getaran contoh tanah. Mode transportasi sungai dan laut, jika mungkin
lebih disukai daripada mode transportasi udara dan darat.
Sebelum uji laboratorium, contoh tanah harus disimpan secara horisontal dalam gudang dengan suhu
mendekati suhu rata-rata di lapangan. Kelembaban harus dipertahankan mendekati 100%. Lokasi
gudang contoh tanah harus cukup mampu untuk melayani sejumlah contoh tanah yang sedang
ditangani tanpa penuh sesak.
Untuk menyelidiki secara kuantitatif derajat gangguan akibat faktor-faktor ini atau metode
pengambilan contoh tanah, metode berikut ini digunakan :
1. Perbandingan kadar air, kehilangan kontakkehilangan berat dan kerapatan;
2. Penyelidikan dengan kurva tegangan-regangan uji desak tak terkekang;
3. Penyelidikan dengan kurva e versus log tekanan.

3 Pengujian Klasifikasi

Berlawanan dengan lempung, sifat mekanika tanah tanah gambut ditentukan oleh tiga faktor:
1. Bahan padat terutama terdiri dari bahan organik;
2. Bahan organic terutama yang berserat;
3. Konstruksi serat sangat terbuka; bahan padat harus terdapat dalam jumlah yang kecil.
Faktor-faktor yang disebut di atas memiliki konsekuensi yang berarti untuk karakteristik desak
kekuatan geser gambut. Sebagai alternatif untuk pelaksanaan uji konsolidasi, sifat desak tanah
gambut berdasarkan pada berat jenis dan kandungan bahan-bahan organik dapat ditentukan secara
global. Dalam klasifikasi yang melibatkan desakan tanah organik, perhatian khusus juga harus
diberikan pada dua parameter tersebut. Kandungan bahan organik juga dapat diperkirakan
berdasarkan berat volume tanah gambut dengan menggunakan hubungan yang dikutip dalam
Gambar A-5.

Apendiks A-19
Serat-serat dalam tanah gambut memainkan peran yang penting dalam kaitannya dengan hambatan
geser bahan, di mana arah pembebanan relatif terhadap arah utama serat sedemikian rupa sehingga
serat-serat tersebut mengalami pembebanan tarik, pengaruh penulangan terjadi melalui mekanisme
penulangan tersebut, gaya geser yang berarti ditahan.
Jika arah pembebanan paralel terhadap serat, hambatan geser maksimum akan kecil. Juga terlibat
dalam mekanisme penulangan adalah interaksi antara serat dan bahan kekuatan serat dan orientasi
spasial serat. Selanjutnya, tidak hanya tipe serat yang penting tetapi juga perpanjangan sampai di
mana serat tersebut akan rusak akibat cuaca.

Gambar A.5 Hubungan antara kecepatan dan kehilangan kontakkehilangan berat (menurut
CUR, 1969)

Untuk klasifikasi di mana pertimbangan yang disebut di atas diletakkan, parameter-parameter berikut
ini perlu ditentukan:
 Kandungan dan kondisi komponen anorganik;
 Asal tumbuhan serat;
 Panjang serat; keberadaan serat kasar dan kayu;
 Derajat pelapukan serat;
 Orientasi spasial serat atau arah istimewa.
Di samping segala macam pengujian, kinerja di lapangan dan/atau di laboratorium, penjelasan secara
visual dari semua contoh tanah yang tersedia harus dibuat, khususnya dalam kasus tanah gambut,
penjelasan tekstur tanah sangat berharga. Seperti yang telah disebut di atas seperti penjelasan
diperlukan untuk mengklasifikasi tanah gambut dan mendapatkan informasi mengenai kekuatan
anisotropi, karakteristik perubahan bentuk dan permeabilitas. Berbagai lapisan tanah dapat dibedakan
berdasarkan pada klasifikasi dan identifikasi melalui uji sederhana dan berdasarkan pada eksplorasi
tanah di tempat dan di laboratorium.
Pengujian identifikasi tanah melibatkan, misalnya, penentuan kerapatan, kepadatan massa kerapatan
massa partikel, kadar air, batas Atterberg dan komposisi mineralogi. Kedua pengujian klasifikasi dan
identifikasi dilakukan pada contoh tanah yang diambil dari tabung contoh tanah dengan menggunakan
teknik pengeboran khusus di lapangan.
Teknik yang sama juga dilakukan untuk pengujian laboratorium dalam menentukan sifat mekanika
tanah (kekuatan, kekakuan dan permeabilitas). Hanya dengan jumlah contoh tanah yang cukup
banyak, kita baru dapat menggambarkan konstruksi tanah secara valid.

3.1 Berat volume dan kadar air

Setelah inti contoh tanah, pipa bor atau tabung contoh tanah yang telah diketahui volume internalnya,
dimasukkan, berat volume dapat dihitung setelah ditimbang. Selanjutnya, sebelum mengerjakan berat
volume tanah kering, kadar air harus ditentukan, biasanya dilakukan dengan mengeringkan tanah di
laboratorium. ASTM D2974-87 mengembangkan suatu prosedur untuk mengukur kadar air tanah
gambut di laboratorium. Standar ASTM memberikan dua prosedur pengeringan, yaitu kering oven dan
kering udara. Di Indonesia tidak ada standar prosedur yang khusus untuk menentukan kadar air tanah
gambut. Akan tetapi, SKSNI M-05-1989-F menjelaskan prosedur untuk tanah secara umum. Prosedur
tersebut secara umum mirip dengan standar ASTM.

Apendiks A-20
3.2 Batas-batas Atterberg

Pengujian batas Atterberg tanah gambut, khususnya gambut berserat, tidak mungkin menunjukkan
hasil yang jelas karena bahan tersebut umumnya kurang plastik. Pengujian batas susut umumnya
dilakukan menurut ASTM D427-93 atau SK-SNI-M04-1994-03 yang didasarkan pada metode yang
disebut “metode air raksa”. Prosedur untuk uji batas plastik dijelaskan dalam ASTM D4318-93 dan
SK-SNI M-07-1989-F. Dalam kedua standar tersebut, dua tipe prosedur persiapan pengambilan
contoh tanah diberikan, yaitu persiapan contoh tanah keadaan basah dan keadaan kering. Praktek
yang biasa dilakukan saat ini di the Institute of Road Engineering untuk persiapan pembuatan contoh
tanah adalah menggunakan persiapan keadaan basah. Pengeringan dengan oven tidak disarankan
untuk tanah organik dan tanah organo-mineral. Prosedur untuk uji batas cair yang menggunakan
peralatan Casagrande diberikan dalam ASTM D4318-93 dan SK-SNI M-06-1989-F.

3.3 Distribusi Ukuran Partikel dan Kandungan SeratKadar serat

Analisis ayakan dan hidrometer tidak mungkin digunakan dengan berhasil untuk bahan gambut
berserat. Sebagai alternatif, disarankan penggunaan uji kandungan seratkadar serat seperti yang
diatur dalam ASTM D-199-91. Dalam pelaksanaan, kegiatan meremas dengan tangan seharusnya
dilakukan dengan hati-hati karena ini dapat meremukkan bahan-bahan serat yang sudah terurai.
Variasi dalam tekanan tangan dengan teknik yang berbeda dapat mengakibatkan hasil pengujian
yang bervariasi, jadi menimbulkan pertanyaan tentang aspek pengulangan metode pengujian
tersebut.
Penguraian dalam laboratorium mungkin juga perlu dikaji dengan uji Von Post. Metode tersebut
adalah pengkajian kualitatif mengenai derajat kelembaban, kadar air, kandungan seratkadar serat dan
kandungan kayu.

3.4 Berat (Gravitas) Jenis

Prosedur standar untuk penentuan berat jenis diberikan dalam ASTM D854-92. Dua metode
persiapan contoh tanah diijinkan, yaitu metode basah dan metode kering. Metode basah disarankan.
Akan tetapi, penggunaan metode basah memerlukan pirometer yang besar yang menimbulkan
kesulitan dalam penimbangan beratnya dalam timbangan elektronik teliti yang biasanya tersedia di
pasar.

3.5 Sifat-sifat Kimiawi

(A) Kandungan Organik


Kandungan organik sangat penting dalam klasifikasi tanah gambut dan tanah organik. Kandungan
organik dapat ditentukan dengan menggunakan kehilangan kontakkehilangan berat, ASTM D2947-87,
atau metode oksidasi BS 1377:1975.
Suhu dan lama pembakaran dalam uji kehilangan kontakkehilangan berat berbeda, tetapi geoteknik
0
Delft memiliki pengalaman yang baik mengenai pembakaran dengan suhu 550 C selama 5 jam. Hal
ini dibuktikan dengan Prosedur Standar di Indonesia SK SNI M-17-1991-03. Sebaliknya, ASTM
0 0
D2974-87 menyarankan penggunaan pengeringan dengan suhu 440 C atau 750 C. Dalam praktek,
0
the Institute of Road Engineering saat ini menunjukkan bahwa pengeringan pada suhu 440 C selama
24 jam umumnya menunjukkan hasil yang memuaskan. Hasil-hasil menggunakan suhu pengeringan
yang lebih tinggi harus dilakukan dengan hati-hati karena mineral lempung tertentu mungkin
mengalami perubahan kimiawi karena suhu yang tinggi.
Metode oksidasi, khususnya metode pengujian peroksida, hanya cocok untuk bahan-bahan organik
amorfos. Penggunaan metode tersebut untuk bahan yang kurang terurai.

(B) Keasaman
Untuk maksud rekayasa, keasaman tanah gambut dan organik dapat dikaji menggunakan nilai pH.
ASTM D 2976-71 menyarankan dua tipe larutanpelindian kimia untuk pengukuran tersebut, yaitu
larutanpelindian dengan air suling dan larutanpelindian dengan CaCl2. Telah diketahui bahwa jumlah

Apendiks A-21
larutanpelindian tidak terlalu mempengaruhi hasil. Artinya, kita tidak perlu mengeringkan contoh tanah
terlebih dahulu, jadi penggunaan contoh tanah basah tidak akan mempengaruhi hasil.

(C) Bahan kimia lainnya


Pengujian kimia lainnya mungkin diperlukan, khususnya jika kandungan mineral lempung cukup
signifikan untuk mempengaruhi pelaksanaan konstruksi. Kandungan garam mungkin perlu diukur di
daerah dataran rendah di mana air tanah dipengaruhi oleh air laut. Kandungan garam mungkin
berupa air pori memberikan indikasi mengenai pengendapan lingkungan karena itu konstruksi tanah
perlu dikaji. Kandungan karbonat dapat memberikan beberapa indikasi mengenai kandungan kimia
terutama derajat sementasi pada partikel tanah. Kandungan bahan kimia lainnya yang mungkin
sesuai untuk kajian rekayasa adalah kadar klorida kandungan klorida dan kandungan sulfat. Beberapa
prosedur untuk penentuan kandungan kimia tersebut dijelaskan dalam Head (1984).

4. Pengujian Laboratorium

Karakteristik geoteknik tanah gambut menunjukkan heterogenitas yang luar biasa dalam arah ke
dalam serta ke arah bidang. Sangatlah sulit untuk menentukan sifat-sifat tanah tersebut secara tepat
dan lengkap melalui penyelidikan tanah. Karena heterogitas, penjelasan secara visual contoh tanah
harus selalu dibuat. Penjelasan tersebut mungkin memberikan indikasi anisotropi dan keterwakilan
hasil uji untuk sifat-sifat lapisan gambut di tempat. Kadang-kadang diperoleh hasil uji yang tidak
benar, dan hal ini diperlukan untuk menyelidiki semua harga dengan menyeluruh untuk menentukan
validitasnya.
Kandungan air dan organik tanah gambut jauh lebih tinggi daripada tanah biasa, dan berat jenis,
kerapatan, dan angka pori berhubungan baik dengan kadar air dan kehilangan kontakkehilangan
berat. Penelitian telah menunjukkan bahwa kadar air alami berhubungan erat dengan kehilangan
kontakkehilangan berat, berat volume kering, dan angka pori alami. Dengan demikian, bila kadar air
dalam lapisan bawah yang gemuk diukur dengan teliti, validitas hasil pengujian tanah mungkin bisa
dievaluasi dari data tersebut. Penyimpangan hasil-hasil dari kisaran data yang telah terbentuk,
selanjutnya mungkin dikecualikan atau direvisi sebelum penentuan akhir konstanta tanah.
Harga-harga untuk perhitungan stabilitas dan penurunan adalah harga rata-rata atau harga tengah
hasil uji survei tanah. Harga rata-rata adalah rata-rata aritmatik semua hasil uji, dan harga tengah
adalah harga dari hasil uji tanah dari bagian yang mewakili lapisan bawah dengan
mempertimbangkan hasil uji lainnya. Lebih disukai untuk mengambil harga-harga yang mewakili
melalui evaluasi teknik daripada sekedar menentukan harga rata-rata secara rutin. Khususnya bila
harga yang lebih rendah relatif digunakan untuk menentukan kekuatan tanah gambut dari uji vane
atau penetrasi konus.
Selanjutnya, penafsiran hasil uji laboratorium ke dalam sifat-sifat di tempat harus menjadi perhatian
utama, karena (khususnya untuk karakteristik kekuatan dan perubahan bentuk) hasil uji sangat
tergantung pada kondisi tegangan dan regangan yang digunakan dalam pengujian.

4.1 Pengujian Konsolidasi

(A) Maksud pengujian


Ada dua metode untuk melaksanakan pengujian konsolidasi.
Pertama, dan yang lebih umum, adalah pengujian satu dimensi, di mana contoh tanah silinder
digunakan sebagai subyek pembebanan aksial dan memberikan kesempatan pengaliran melalui
bagian atas atau bawah atau keduanya. Spesimen tanah yang diuji diberikan kesempatan untuk
berkonsolidasi dengan sejumlah penambahan beban yang berurutan yang dipilih sedemikian rupa
sehingga masing-masing desakan berhenti dengan sebenarnya. Biasanya, harga-harga tekanan lebih
besar daripada tegangan maksimum yang diterapkan di lapangan. Contoh tanah tidak boleh berubah
bentuk ke arah lateral, oleh karena itu regangan lateral selama pengujian harus selalu sama dengan
nol.
Metode kedua adalah dengan uji Konsolidasi Triaksial. Dalam contoh tanah, silinder tersebut biasanya
ditempatkan dalam sel uji triaksial dan diberi tekanan (hidrostatik) ke segala arah untuk memberinya
kesempatan berkonsolidasi. Dalam kasus tertentu tegangan vertikal bisa dibuat berbeda dengan
tegangan lateral untuk meniru kondisi tegangan di tempat (Ko). Dalam semua kasus, regangan contoh
tanah terjadi di ketiga arah. Akan tetapi, hanya metode uji konsolidasi satu arah yang akan dijelaskan
dalam bagian ini.

Apendiks A-22
Pengujian digunakan untuk menentukan dua set parameter , sebagai berikut:
 Kemampumampatan tanah, yang diukur dari sejumlah tanah yang akan didesak dengan satu
dimensi di mana saat pembebanan akan terjadi pengaliran.
 Laju konsolidasi yang adalah laju tersebut saat desakan tanah terjadi.

(B) Peralatan Pengujian


Beberapa rancangan sel konsolidasi dan rangka pembebanan telah diperkenalkan sebelumnya. Sel
oedometer ring tetap adalah yang paling umum digunakan, dengan penyatuan sepasang
pembebanan pada rangka pembebanan yang sebenarnya menghilangkan kecenderungan terhadap
pembebanan eksentris atau tarikan samping pada spesimen saat balok melentur. Bila beban
ditambahkan pada penggantung beban, beberapa perubahan peralatan tidak dapat dihindari akibat
elastisitas rangkanya sendiri dan pengaruh selimut. Hal ini dapat diijinkan karena akan diberikan suatu
koreksi kalibrasi yang unik untuk masing-masing peralatan. Jadi penggunaan peralatan yang
distandarisasi merupakan faktor utama dalam mendapatkan hasil yang konsisten dan dapat dihasilkan
lagi. Sel alternatif diperkenalkan oleh Rowe dan Border (1996) yang menghilangkan rangka beban
dan memberikan pilihan ukuran contoh tanah yang lebih fleksibel yang dapat diuji. Peralatan tersebut
terdiri dari sel dasar terbuat dari perunggu aluminium dirangkai dengan dasar baja dan penutup
aluminium. Dasar dan penutup dibuat dengan badan sel yang berbentuk ring “O” yang memberikan
segel pada bagian dasar dan dongkrak pembebanan terberat dari karet di bagian penutup. Tekanan
diterapkan pada bagian atas contoh tanah melalui tekanan air yang bekerja pada dongkrak karet.
Pelat kaku biasanya ditempatkan antara dongkrak dan contoh tanah untuk mempertahankan kondisi
regangan agar sama. Perbedaan utama lainnya antara sel Rowe dan sel Oedometer standar adalah
fasilitas yang ada untuk pengaliran dalam arah yang berbeda. Dengan sel oedometer standar,
pengaliran hanya dapat terjadi di arah vertikal, yaitu ke atas, ke luar atau keduanya. Meskipun kita
dapat mengukur tekanan air pori dalam oedometer standar tetapi ini tidak umum. Akan tetapi sel
Rowe relatif sederhana untuk mengukur tekanan pori pada salah satu bagian luar yang umumnya
digunakan sebagai pengaliran ke luar. Sel oedometer standar dan sel Rowe memiliki perbandingan
diameter contoh tanah dengan ketebalan sebesar kira-kira 4:1 untuk meminimalkan pengaruh
gesekan samping. Sel oedometer standar tersedia dalam ukuran diameter sebesar 50; 63,5; 75 dan
112 mm. Sel Rowe tersedia ukuran diameter sebesar 50; 75; 150; 250 dan 500 mm.

(C) Prosedur Pengujian


Ada beberapa metode pengujian, misalnya kenaikanpeningkatan beban, kecepatan regangan
konstan, gradien terkontrol, dan pembebanan menerus. KenaikanPeningkatan beban adalah metode
konvensional yang umum digunakan dalam praktek. Dalam metode ini, perbandingan
kenaikanpeningkatan beban umumnya seragam, tetapi perbandingan yang lebih kecil digunakan bila
kurva tekanan efektif penurunan yang terdefinisi lebih baik diperlukan, khususnya untuk penentuan
tekanan lewat maksimum. Prosedur standar untuk uji konsolidasi satu dimensi dengan
kenaikanpeningkatan beban diberikan pada ASTM D2435-90. Ada opsi untuk menggunakan salah
satu dalam dua tepi lama pembebanan untuk masing-masing langkah, yaitu lama pembebanan 24
jam dan akhir dari pembebanan utama. Meskipun akhir dari pembebanan utama secara teoretis lebih
disukai, pada prakteknya sulit dilaksanakan karena lama pembebanan bervariasi dari satu langkah ke
lainnya. Begitu juga penggunaan metode ini melarang penentuan desakan sekunder untuk masing-
masing langkah pembebanan.

(D) Interpretasi Hasil


Hasil dari pengujian tersebut digunakan untuk dua maksud utama: perkiraan besarnya penurunan dan
kecepatan penurunan. Perkiraan besarnya penurunan tanah dengan tekanan yang diterapkan dapat
dicapai dengan mengembangkan hubungan antara tekanan versus kesetimbangan angka pori atau
dengan tekanan versus kesetimbangan angka pori. Koefisien kompresibilitas, a v, diturunkan dari
logaritma tekanan versus kesetimbangan angka pori. Harga av, tidak konstan dan mengecil dengan
membesarnya tekanan. Akan tetapi dengan kenaikanpeningkatan tekanan ’v, av, dapat dianggap
konstan dan sama dengan

e
av  [A.3]
 '
Dari hubungan yang sama koefisien perubahan volume, m v, dapat ditentukan, jadi

Apendiks A-23
av
mv  [A.4]
1  ei

di mana ei adalah angka pori awal kenaikanpeningkatan tekanan. Indeks kompresi, cc, diturunkan dari
log tekanan versus kesetimbangan angka pori. Nilai cc adalah kualitas tanpa dimensi dan
menunjukkan kemiringan dari bagian linear hubungan log ’ dan e. Bagian kurva awal dari kurva
pembebanan berhubungan dengan kompresi ulang. Harga tekanan prakonsolidasi juga dapat
diturunkan dari hubungan tersebut, misalnya Konstruksi Schmertmann. Perkiraan kecepatan
penurunan dicapai dengan mengembangkan hubungan antara waktu dan penurunan sifat waktu
penurunan satu dimensi dalam laboratorium dan umumnya dianggap mengikuti teori Terzaghi. Akan
tetapi, beberapa penyelidikan telah mengindikasikan bahwa untuk tipe-tipe tanah tertentu, khususnya
tanah dengan kadar air tinggi, akan mengalami sejumlah beban khusus, kurva waktu penurunan tidak
mengikuti teori Terzaghi. Akan tetapi, mereka mengikuti tiga tipe kurva yang ditunjukkan pada gambar
6.X. Penyimpangan terjadi khususnya bila kenaikanpeningkatan tekanan mengangkangi tekanan
maksimum terlampaui dan juga bila perbandingan kenaikanpeningkatan tekanan kecil. Penyimpangan
ini dapat menciptakan kesulitan dan galat dalam penentuan akhir konsolidasi utama menggunakan
teori Terzaghi berdasarkan metode pengepasan kurva. Kesalahan ini akan mempengaruhi penentuan
parameter konsolidasi lainnya, termasuk koefisien konsolidasi, kompresibilitas volume, serta rangkak.
Dengan tidak adanya pengukuran tekanan air pori, akhir konsolidasi utama bisa ditentukan dengan
menggunakan metode pengepasan kurva log t dan t90. Dengan menggunakan metode tersebut
parameter konsolidasi lainnya juga dapat ditentukan. Secara umum, metode t 90 menghasilkan harga
koefisien konsolidasi yang lebih besar daripada metode log t.

4.2 Pengujian Triaksial


Penggambaran yang mengenai kekuatan sebagai fungsi dan perubahan bentuk diberikan dengan uji
triaksial. Uji triaksial tersedia dalam beberapa versi yang membedakan dalam bentuk peralatan dan
prosedur. Pada intinya, pengujian adalah regangan terkontrol di mana tegangan sel konstan selama
pengujian. Ada empat uji triaksial yang umumnya digunakan berikut ini;
Uji desak tak terkekang-SNI 03-3638-1994;
Uji tak terkonsolidasi tak teralirkan (UU)-SNI 03-2815-1992;
Uji terkonsolidasi tak teralirkan (CU)-SNI 03-2455-1991;
Uji terkonsolidasi teralirkan (CD).
Penentuan kekuatan desak tak terkekang dipandang tidak dapat dipercaya untuk gambut dengan
kadar air lebih dari 300-400%. Uji vane laboratorium, uji vane manual atau uji torvane dan uji
penetrometer saku, semuanya yang dilakukan pada contoh tanah gambut tidak dapat dipercaya.
Hasil-hasil uji desak triaksial tak teralirkan (CU) tanah gambut menghasilkan sudut geser akibat
tegangan efektif saat ’= 48 atau ’ = 34, harga sangat tinggi. Ini menghasilkan pendapat bahwa
kekuatan gambut pada dasarnya tergantung pada gesekan dan mengikuti prinsip tegangan efektif.
Harga ’ yang lebih besar dihasilkan dari tekanan air pori yang tinggi selama geser dan pengaruh
penulangan serat-serat organik. Kurva tegangan regangan tidak menghasilkan puncak, oleh karena
itu hasilnya sangat bervariasi dengan tegangan yang dipilih saat tegangan runtuh. Dalam laporan
yang lain, uji desak triaksial memberikan kemiringan garis keruntuhan pada lingkaran tegangan
prinsipal tegangan utama efektif sebesar 5. Demikian pula halnya, beberapa pandangan mengenai
kekuatan tanah gambut hampir ditunjukkan secara eksklusif dengan kohesi. Parameter kekuatan
untuk UU adalah kekuatan geser tak teralirkan (C u); CU adalah kekuatan geser tak teralirkan (C u);
kohesi (c); kohesi efektif(c’); sudut geser dalam (’); dan sudut geser dalam efektif (’); CD adalah
kohesi efektif (c’) dan sudut geser dalam efektif (’).

4.3 Uji Geser Langsung


Geser langsung memiliki keuntungan dibandingkan dengan uji triaksial karena waktu yang diperlukan
lebih singkat untuk pengaliran spesimen. Karena jarak penghilangan tekanan air pori untuk
mengalirkan lebih pendek untuk spesimen geser langsung, waktu yang diperlukan akan lebih singkat
untuk konsolidasi sebelum digeser dalam uji Q c dan S, sesuai dengan itu kecepatan geser dalam uji
lengsung dapat lebih besar pada geser langsung daripada sewaktu uji triaksial. Hasil–hasil pengujian
uji geser langsung terhadap tanah kohesif dapat disajikan dalam tabel ringkasan dan/atau dengan
kurva tegangan-regangan. Tabel tersebut dapat memberikan kondisi puncak dan kekuatan geser
ultimit sepanjang pergerakan geser di mana masing-masing terjadi untuk spesimen tak terganggu dan

Apendiks A-24
spesimen yang terbentuk kembali (remoulded). Kadar air spesimen dan sensitivitas contoh tanah
biasanya dimasukkan. Kurva tegangan-regangan normalnya terdiri dari tegangan geser versus
perpindahan geser untuk uji tak terganggu dan pembentukan kembali. Parameter-parameter geser
langsung adalah kohesi (c) dan sudut geser dalam (). Uji geser langsung menghasilkan data yang
relatif tidak teliti sejauh menyangkut parameter-parameter kekuatan dimaksud. Pada prinsipnya,
dalam uji tersebut, bidang geser ditentukan sebelumnya, sedangkan fenomena batasan juga terjadi
melalui gesekan dinding. Akibatnya, pengukuran umumnya memberikan harga-harga yang terlalu
tinggi. Tekanan air tidak dapat dicatat sehingga contoh tanah kohesif, pengujian hanya cocok untuk
mendapatkan indikasi kekuatan geser tak teralirkan melalui perubahan bentuk cepat. Prosedur
standar untuk uji geser langsung diberikan oleh ASTM D3080-90 dan SK SNI-M-108-1990-03.

4.4 Uji Geser Sederhana

Peralatan uji geser sederhana dianggap tak ternilai untuk instrumen praktis. Keadaan perubahan
bentuk rata-rata sepanjang perhitungan bidang geser lebih kurang dengan keadaan geser sederhana
dan putaran tegangan yang terjadi juga terbentuk dari kesatuan. Dalam uji geser sederhana, contoh
tanah hanya menjadi subyek rotasi angular murni. Pengujian memberikan ide yang baik mengenai
kekuatan sebagai fungsi dari rotasi angular. Umumnya, keadaan tegangan dalam bagian bidang
geser yang aktif (di bawah puncak, di bawah pondasi, yang sesuai) didekati dengan yang paling dekat
dengan uji desak triaksial. Sejalan dengan itu, keadaan tegangannya adalah dalam uji perpanjangan
triaksial. Kurang lebih bagian bidang gelincir horisontal datang dengan sangat dekat terhadap
keadaan tegangan dalam uji geser sederhana. Jika permukaan gelincir dapat dibagi dalam tiga bagian
yang identik, hubungan rata-rata  -  dapat dibuat dari tiga pengujian secara terpisah berdasarkan ide
mengenai tanah longsor yang akan bergerak secara keseluruhan. Dalam bentuk ini adalah ‘teknik
kesesuaian regangan’. Teknik tersebut ditunjukkan dalam Gambar A.6 untuk lempung pantailempung
laut yang lunak (‘lepas pantai Maine‘). Sekarang terlihat bahwa kurva tegangan-regangan dari
kekuatan geser dirata-ratakan dengan prosedur di atas bersesuaian dengan hasil uji geser
sederhana. Hasil uji tersebut umumnya dapat dipertimbangkan sebagai representasi permukaan
gelincir keseluruhan, akibatnya tidak ada uji triaksial secara terpisah yang diperlukan. Sebagai
alternatif dari uji geser sederhana, uji geser langsung yang lebih kuno juga dapat ditentukan. Bila
hanya parameter kekuatan teralirkan yang perlu ditentukan, maka tidak ada gunanya mengerjakan
yang berlebihan mengenai uji geser sederhana. Banyak peneliti menekankan bahwa ada sedikit
perbedaan antara hasil uji tersebut. Parameter-parameter: kohesi efektif (c’) dan sudut geser dalam
(’) efektif. Uji desak menentukan parameter-parameter perubahan bentuk satu dimensi yang paling
teliti yang diperlukan untuk menghitung besarnya dan kecepatan perubahan bentuk vertikal atau
penurunan. Untuk alasan praktis contoh tanah dengan ukuran terbatas tentu dalam kaitannya dengan
ketebalan lapisan mampumampat, cenderung lebih sering digunakan. Contoh yang paling teliti dan
paling mendalam dari sifat tegangan/regangan dicatat oleh uji triaksial dan uji geser sederhana.
Modulus elastisitas diambil dari hasil uji ini adalah merupakan hal yang penting untuk tipe perhitungan
tertentu. Akan tetapi pengujian-pengujian ini relatif mahal meskipun dalam hal ini contoh tanah yang
digunakan relatif lebih kecil bila dibandingkan terhadap ketebalan lapisan mampumampat sangat
tinggi.

4.5 Pengujian Laboratorium lainnya yang sesuai

Di samping pengujian yang disebutkan di atas, informasi berharga juga dapat diperoleh dari
pengamatan visual. Penjelasan visual biasanya meliputi :
 Perkiraan kandungan seratkadar serat;
 Arah serat yang disukai.

Apendiks A-25
Gambar A.6 Teknik yang Sesuai dengan Regangan Ladd

5. Hubungan-hubungan

Parameter-parameter mekanika tanah biasanya ditentukan dengan melaksanakan uji laboratorium


dan/atau di tempat. Karena pengujian-pengujian tersebut biasanya sangat susah, mahal, atau
membutuhkan banyak waktu, sering dalam praktek penggunaan dilakukan dengan membuat
penentuan hubungan atau hubungan sederhana. Hubungan dapat didefinisikan sebagai hubungan
yang dapat ditarik dari penyelidikan, percobaan dan/atau pengamatan fisik/mekanik secara umum dan
dapat dianggap antara (a) hasil sederhana, dapat hidup dan pengujian indeks cepat lebih disukai
digunakan untuk klasifikasi dan identifikasi tanah tertentu, tip secara tipikal misalnya untuk
menentukan berat volume, kadar air dan batas Atterberg. Harga indeks yang dari diperoleh, misalnya
dengan bantuan uji penetrasi konus statis atau uji meter tekanan. Hasil-hasil yang diperoleh dari uji
indeks tersebut tidak memberikan parameter mekanika tanah yang aktual tetapi harga-harga tersebut
berkaitan dengannya. Dengan jelas, penentuan parameter mekanika tanah dengan bantuan korelasi
sangat terbatas dan sebenarnya diperlakukan dengan pertimbangan lebih dulu. Pengguna terus-
menerus menyadari kondisi dan keterbatasan yang dapat digunakan untuk korelasi dimaksud. Hal ini
termasuk berikut ini :
 Prosedur pengujian yang digunakan dan kemungkinan kesalahan acak dan sistematis dalam
melakukan pengujian.;
 Pengaruh kondisi tanah di tempat seperti berat volume, kadar air, tingkat tegangan, derajat
konsolidasi, berat volume relatif atau konsistensi;
 Pengaruh tipe tanah;
 Keandalan Kehandalan sumber dan frekuensi di mana korelasi tersebut digunakan dalam praktek
atau disebut dalam literatur.
Korelasi untuk penentuan berat volume dan kadar air.
Metode korelasi untuk penentuan berat volume yang paling umum digunakan melibatkan klasifikasi
tanah dengan acuan terhadap hasil gesekan dan uji penetrasi pisokonus dan pengeboran. Untuk
pengeboran, klasifikasi melibatkan pekerjaan diagram distribusi ukuran partikel dan/atau batas
Atterberg; klasifikasi tipe tanah juga dapat bergantung pada identifikasi visual oleh ahli. Dalam
gesekan dan uji penetrasi pisokonus, sering kurva korelasi digunakan guna mengklasifikasi tipe tanah.
Tipe tanah yang berbeda biasanya memiliki karakteristik berat volume dan kadar air. Ketelitian
dengan berat volume dapat diperkirakan jadi ketergantungan pengalaman konsultan dan ketersediaan
bahwa analog di sekitar proyek. Karena berat volume dipengaruhi tidak hanya oleh komposisi tetapi
juga oleh porositas relatif atau konsistensi tanah, setepat mungkin hanya ada korelasi sangat besar
antara klasifikasi tipe tanah dan berat volume. Dalam uji penetrasi konus, hambatan penetrasi koreksi
yang mungkin dari harga-harga yang ditentukan berdasarkan pengukuran aktual untuk contoh tanah
tak terganggu sangat penting.
Tabel A.6 memberikan pandangan penilaian untuk berbagai metode untuk menentukan berat volume
dan kadar air.

Apendiks A-26
Tabel A.6 Penilaian metode untuk menentukan berat volume dan kadar air
Metode Penentuan Kesesuaian Biaya Kehandalan Ketaksensitifan
untuk tanah Keandalan akan
kohesif pelaksanaan

Pengukuran di tempat
- pemotongan inti, pipa bor ++ o + +
- nuklir + - + +
Uji Laboratorium:
- penentuan potongan ++ o + +
Korelasi:
- contoh tanah + ++ o Tidak dapat
diterapkan

Penjelasan : ++ = baik atau murah; += cukup beralasan; o = rata-rata; - = jelek atau mahal; --- =
sangat
jelek atau sangat mahal.

Klasifikasi tipe tanah mungkin bertumpu pada uji laboratorium atau uji identifikasi lapangan. Uji
penetrasi konus yang dilakukan dengan gesekan lengan (lihat Gambar A.7 dan A.8) memberikan
klasifikasi umum. Klasifikasi lainnya menggunakan uji penetrasi konus seperti yang ditunjukkan pada
Gambar A.9. Peningkatan atau penghalusan yang dapat dilakukan untuk klasifikasi dengan mengukur
tekanan air dengan bantuan pisokonus tidak terlalu populer untuk tanah kohesif dengan kekuatan
rendah dan sulit memberikan hasil yang lebih terpercaya. Grafik tersebut diterbitkan oleh Douglas dan
Olsen; dan Robertson dan Campanella dalam Gambar A.10 dapat digunakan untuk tipe tanah dengan
hambatan penetrasi relatif rendah; hal ini berasal dari penggunaan konus elektrik standar.
Korelasi penentuan parameter kekuatan
Menurut banyak peneliti, hambatan konus secara definit berhubungan dengan sifat kekuatan tanah.
Pengujian penetrasi konus dapat digunakan untuk menurunkan gambaran kekuatan menerus lapisan
bawah tanah. Akan tetapi, hal ini merupakan prakondisi yang mana pengukuran seharusnya dilakukan
dengan cukup teliti, uji konus mekanik dalam hal ini kurang sesuai. Penggunaan konus gesek elektrik
untuk lapisan lemak, memberikan hasil pengukuran yang cukup, di mana melalui korelasi pada waktu
yang sama indikasi kekuatan geser tak teralirkan dapat diperoleh. Pengukuran dengan konus
ekstrasensitif seharusnya memberikan hasil yang lebih akurat daripada dengan konus biasa.
Pengujian pisokonus memberikan perkiraan korelasi yang lebih baik dari kekuatan geser tak
teralirkan. Pengujian konus dinamik tidak cocok untuk menentukan parameter kekuatan tanah kohesif
lunak. Pengukuran terlalu tidak teliti dan perhitungan pukulan sulit untuk diinterpretasikan karena
mereka biasanya ditentukan oleh hambatan ujung dan juga hambatan sepanjang batang. Tabel A.7
memberikan gambaran tentang penilaian beberapa metode untuk penentuan berbagai metode untuk
penentuan parameter kekuatan.

Apendiks A-27
Gambar A.7 Klasifikasi Tipe Tanah Menggunakan Uji Penetrasi Konus Mekanik.

Gambar A.8 Klasifikasi Tipe Tanah Menggunakan Uji Penetrasi Konus Elektrik

Gambar A.9 Klasifikasi Tipe Tanah Berdasarkan Konus Gesekan Mekanik Menurut Searle

Apendiks A-28
Gambar A.10 Klasifikasi Tipe Tanah Menggunakan Uji Penetrasi Konus Elektrik Menurut
Douglas dan Olsen; dan Robertson dan Campanella

Apendiks A-29
Tabel A.7 Penilaian Metode Penentuan Parameter Kekuatan
Metode Penentuan Kesesuaian Biaya Kehandalan Ketaksensitifan
untuk Tanah Keandalan akan
Kohesif pelaksanaan

Pengukuran di tempat:
- uji vane + + + o

Pengujian laboratorium:
- uji triaksial ++ - ++ -
- uji sel o - + -
- uji geser sederhana ++ - ++ -
- uji geser langsung o + o -
- uji vane o ++ o -
- uji spektrometer saku o ++ o -

Korelasi:
- klasifikasi/identifikasi + ++ o Takdapat
diterapkan
Static cone tests:
- konus normal o ++ + +
- konus sensitif + + + o
- gesekan konus/kulit + + + o
- tekanan konus/air + + + -
-tekanan/gesekan kulitfriksi + + + -
kulit konus/air
Penjelasan : ++ = baik atau murah; + = cukup beralasan; o = rata-rata; - = jelek atau mahal;
--- = sangat jelek atau sangat mahal.

Hubungan Skempton telah dievaluasi oleh banyak peneliti bertahun-tahun: harga yang dihitung tidak
pernah menyebar lebih besar daripada kira-kira 20% atau di tepi rata-rata. Hubungan berikut ini
muncul lebih beralasan untuk digunakan terhadap kebanyakan lempung terkonsolidasi normal

Cu = (0.23  0.04) ‘I [A.5]

Bjerrun dan Simons menemukan hubungan yang lain yaitu

Cu = 0.045  Ip [A.6]
‘i

Harga perhitungan menyebar kira-kira 25% sampai ke tepi rata-rata. Karlsson dan Viberg
menggunakan batas cair; untuk lempung dengan batas cair lebih besar dari 20% korelasi berikut ini
digunakan.

Cu = 0.005 W L [A.7]
‘i

di mana :
wL = batas cair (%)
Penyebaran harga perhitungan kira-kira 30% sampai pinggir rata-rata. Bertahun-tahun, pengaruh
indeks plastisitas dan sudut geser dalam efektif mineral telah banyak dipublikasikan. Karena
kenyataannya bahwa tidak semua pengujian berhubungan, tingkat tegangan dan tipe lempung selalu
dilaporkan, hasilnya sangat berbeda. Selain itu, menurut Konji, M.A. dan Olsen, B.E., kekuatan
puncak terlihat kira-kira 5-10 lebih tinggi dari kekuatan sisa. Umumnya, jika indeks plastisitas relatif
tinggi, maka harga ’ rendah; lihat Gambar 6.19. Jika kadar air pada lempung juga diketahui pada
waktu yang sama, maka indeks konsistensi Ic dan indeks kelarutanpelindian IL dapat ditentukan :

IC = I - IL = W L – W [A.8]
W L - W

Apendiks A-30
di mana :
Ic = indeks konsistensi (-);
IL = indeks kelarutanpelindian (-);
wL = batas cair (-);
w = kadar air (-)
wp = batas plastik (-).
Bjerrun dan Simons merumuskan korelasi untuk lempung dengan indeks kelarutanpelindian lebih
besar dari 0,5 berikut ini.

Cu = 0.18 [A.9]
‘I  IL

di mana :
Cu = kekuatan geser tak teralirkan (kPa);
i’ =tegangan efektif awal/vertikal (kPa)
penyebaran harga yang dihitung kira-kira 30% sampai tepi rata-rata.
Korelasi penentuan parameter perubahan bentuk
Untuk menentukan parameter perubahan bentuk atau penurunan lapisan mampumampat sangat
tinggi dan kurang tinggi, uji penetrasi konus dan pengeboran dapat digunakan. Korelasi antara CPT
dan pengeboran pada perubahan bentuk tanah kohesif tidak selalu seluruhnya teliti. Dengan
melakukan penyelidikan tambahan seperti mengukur berat volume dan kadar air dan dengan
identifikasi lainnya, ketelitian dapat ditingkatkan lebih lanjut. Berat volume, kadar air dan batas
Atterberg, juga memberi informasi yang bermanfaat mengenai sifat perubahan bentuk. Tabel A.8
memberi gambaran penilaian berbagai metode untuk menentukan parameter perubahan bentuk.
Korelasi untuk menentukan sifat permeabilitas dan konsolidasi
Klasifikasi tipe tanah sudah memberikan kesan pertama mengenai besarnya koefisien permeabilitas,
meskipun korelasi ini ketelitiannya terbatas. Jika pada waktu yang sama hasil dari klasifikasi yang lain
dan uji identifikasi seperti berat volume dan batas Atterberg dapat diambil dalam perhitungan,
perkiraan yang lebih teliti bisa dicapai. Dari pengujian pisokonus dan indikasi dapat juga diperoleh
permeabilitas. Koefisien konsolidasi, menurut definisi, ditentukan oleh besarnya koefisien
permeabilitas pada volume kemampumampatan konstan. Oleh karena itu, dengan bantuan penentuan
korelasi untuk kedua parameter dapat diperoleh koefisien konsolidasi. Bila mengukur tekanan air
sambil menguji dengan pisokonus, uji penghilangan akan menghasilkan koefisien permeabilitas dan
koefisien konsolidasi. Tabel A.9 memberikan pandangan penilaian berbagai metode untuk
menentukan sifat permeabilitas dan konsolidasi.

Tabel A.8 Penilaian untuk penentuan parameter perubahan bentuk


Metode Penentuan Kesesuaian Biaya Kehandalan Ketaksensitivan
untuk tanah Keandalan akan
kohesif pelaksanaan

Pengukuran di tempat:
- uji tekanan meter Menard o o + -
- uji tekanan meter Boring sendiri o o + -
- uji camkometer + --- ++ -
- uji dilatometer + --- ++ -
Uji Laboratorium:
- uji desakan ++ - ++ +
- uji triaksial ++ - ++ -
- uji geser sederhana ++ - ++ -
- uji geser langsung ++ + o -
Korelasi::
- klasifikasi/identifikasi o ++ o Tak bisa
diterapkan
- uji konus - ++ o o
Penjelasan : ++ = baik atau murah; + = cukup beralasan; o = rata-rata; - = jelek atau mahal;
--- = sangat jelek atau sangat mahal.

Apendiks A-31
Tabel A.9 Penilaian beberapa metode penentuan permeabilitas dan konsolidasi
Metode penentuan Kesesuaian di Biaya Kehandalan Ketaksensitifan
tanah kohesif Keandalan akan pelaksanaan

Pengukuran di tempat:
- uji pompa --- --- + o
- filter pengeboran + + + +
- filter tekan o ++ + +
- filter BAT o o + +
- lubang bor terbuka o + + o
- uji penghilangan ++ + + +
Uji Laboratorium:
- uji konsolidasi ++ - + +
- uji tekanan konstan - - + o
- uji tekanan jatuh ++ - + +
Korelasi:
- klasifikasi identifikasi o ++ o -
- distribusi ukuran partikel o o - o
- uji pisokonus ++ + + +
- uji tekanan meter Menard - o o -
- Camkometer o - o -
Penjelasan : ++ = baik atau murah; += cukup beralasan; o = rata-rata; - = jelek atau mahal;
--- = sangat jelek atau sangat mahal.

Gambar A.11 Hubungan antara indeks plastisitas dan sudut geser dalam, menurut Anon, 1997

Koefisien konsolidasi vertikal cv , didefinisikan sebagai berikut :

cv = kv = Eoed kv [A.10]
mv w w

di mana :
2
cv = koefisien konsolidasi vertikal (m /detik);
kv = permeabilitas vertikal (m/detik);
w = berat volume air (kN/m ).
3

Koefisien konsolidasi, cv dapat dihitung menggunakan parameter-parameter mv dan kv yang diketahui.


Permeabilitas kv, khususnya lempung, dengan mempertimbangkan keberadaan jumlah pori, juga
muncul ketergantungan terhadap distribusi ukuran pori. Hal ini selanjutnya tergantung pada komposisi
lempung, yaitu tipe lempung dan distribusi ukuran butir. Sejumlah peneliti telah mencoba untuk

Apendiks A-32
mengkarakterisasi parameter-parameter tersebut melalui batas Atterberg dan persentase partikel
kurang dari 2 m (kandungan lempung). Meskipun hal ini harus ditekankan bahwa penentuan korelasi
memberikan hasil yang cukup tidak teliti bila digunakan untuk koefisien permeabilitas, beberapa,
diakui, dapat diterima sebagai perkiraan awal. Bukti yang jelas dalam Gambar A.12 adalah pola yang
dihasilkan oleh variasi dalam angka pori, indeks plastisitas dan kandungan lempung. Koefisien
konsolidasi cv , dapat juga diperkirakan langsung dari batas cair menggunakan kurva dalam Gambar
A.13.

Gambar A.12 Hubungan antara permeabilitas dan angka pori sebagai fungsi indeks plastisitas
dan kandungan lempung menurut Tavenas, F., 1983

Gambar A.13 Hubungan antara koefisien konsolidasi dan batas cair menurut Anon, 1971.

Apendiks A-33
APENDIKS B .......................................................................................................................................B-1

ANALISIS KEAMANAN PROBABILISTIK .......................................................................................B-1


1. Pendahuluan ............................................................................................................................ B-1
2. Filosofi umum keamanan ......................................................................................................... B-1
2.1 Metode deterministik .......................................................................................................... B-2
2.2 Metode probabilistik ............................................................................................................ B-2
3. Sistem faktor sebagian ............................................................................................................. B-4
4. Tingkat keamanan dan indeks kepercayaan ........................................................................... B-6
5. Penentuan Faktor Sebagian (Parsial) ...................................................................................... B-9
6. Hubungan antara kuantitas dan kualitas data tanah dan faktor keamanan sebagian ............. B-9
7. Faktor sebagian dalam praktek ................................................................................................ B-9
8. Petunjuk praktis ...................................................................................................................... B-10

Apendiks B-0
APENDIKS B

ANALISIS KEAMANAN PROBABILISTIK

1. Pendahuluan
Suatu konstruksi tanah yang terletak di atas tanah lapisan bawah yang jelek dan mampumampat yang
sangat tinggi harus memenuhi standar keamanans dan penggunaan yang khusus di sepanjang usia
layanannya. Keamanan dan kemampuan layanan umumnya dikembangkan dengan acuan analisis
stabilitas dan perubahan bentuk. Umumnya model komputer digunakan di mana sifat fisik tanah
sering diskematisasikan secara tinggi. Lebih jauh lagi, geometri lapisan tanah lapisan bawah
diskematisasikan karena adanya jarak antar titik-titik penyelidikan tanah. Sifat-sifat bahan yang khas
sering digunakan untuk berbagai lapisan tanah. Heterogenitas alami tanah lapisan bawah plus
keadaan acak penyelidikan tanah menimbulkan ketidakpastian yang cukup besar dalam analisis.
Asumsi konservatif pendekatan keamanan deterministik tradisional diterapkan pada parameter-
parameter tanah sedangkan faktor keamanan seluruhnya diterapkan pada hasil perhitungan. Selama
dekade terakhir ini, kecenderungannya adalah meningkatkan penggunaan metode probabilistik, yang
mengadopsi pendekatan lebih lanjut untuk keamanan. Hal ini melibatkan penggunaan apa yang
disebut faktor sebagian untuk elemen khusus dalam analisis.

2. Filosofi umum keamanan


Keadaan batas didefinisikan sebagai kombinasi beban dan sifat bahan yang mendefinisikan kondisi
konstruksi yang berlebih di mana konstruksi tidak lagi memenuhi persyaratan kinerja rancangan.
Secara umum, perbedaan dibuat antara:
 Keadaan batas ultimit: mekanisme kegagalan di mana keruntuhan terjadi;
 Keadaan batas kemampuan layanan: mekanisme kegagalan di mana kriteria khusus untuk
kemampuan layanan dilampaui tanpa terjadi keruntuhan.
Dalam rancangan geoteknik, keadaan batas kemampuanlayanan cenderung berhubungan dengan
pencapaian kriteria perubahan bentuk khusus seperti kejadian penurunan maksimum khusus atau
perbedaan penurunan maksimum khusus. Umumnya, konstruksi tanah dikatakan gagal pada waktu
kekuatan R konstruksi lebih kecil dari pada beban S yang bekerja pada konstruksi, yaitu di mana R –
S < 0. Keterangan R – S sering disebut fungsi kepercayaan Z:

Z = R–S [B.1]
Fungsi kepercayaan Z memiliki sifat Z < 0 yang berhubungan dengan kegagalan, Z > 0 berhubungan
dengan kondisi tidak gagal, Z = 0 merupakan keadaan batas. Perbandingan antara kekuatan R dan
beban S juga didefinisikan sebagai faktor keamanan keseluruhan 0:

R
0  [B.2]
S
Dalam praktek sifat kekuatan atau beban tidak dapat ditentukan dengan teliti. Hal ini disebabkan oleh
salah satu dari sumber-sumber ketidakpastian berikut ini:
 Heterogenitas alami lapisan tanah;
 Ketidakpastian statistik yang berhubungan dengan penentuan sifat tanah karena ketebatasan
jumlah pengukuran yang tersedia (pengeboran, uji penetrasi konus, uji laboratorium);
 Ketidakpastian karena kenyataan bahwa model komputer geoteknik yang digunakan untuk
analisis bertumpu pada skematisasi sifat bahan fisik aktual;
 Kerusakan yang disebabkan oleh manusia, seperti pelaksanaan yang ceroboh atau kesalahan
rancangan.
Meskipun sifat kekuatan atau beban tidak diketahui secara pasti, dalam kenyataannya kita tetap dapat
memperkirakan peubah-peubah dasar dengan menentukan distribusi probabilitas tertentu terhadap
mereka. Yang paling umum adalah distribusi normal yang dikarakterisasi oleh harga rata-rata  dan
penyimpangan standar . Kadang-kadang logaritma distribusi normal lebih sesuai untuk digunakan.
Perkiraan distribusi probabilitas akan lebih teliti apabila data yang tersedia lebih banyak. Kenyataan
bahwa prosedur tersebut menggunakan harga-harga yang diperkirakan untuk kekuatan R dan beban
S menyimpulkan bahwa faktor keamanan seluruhnya juga ditentukan dengan perkiraan. Oleh karena
itu, harus diingat bahwa faktor keamaan sebenarnya dapat lebih kecil daripada harga yang

Apendiks B-1
diperkirakan dan bahkan bisa kurang dari 1,0. Dalam praktek, hal ini menandakan bahwa selalu
terdapat probabilitas, betapapun kecilnya, bahwa konstruksi gagal, sehingga definisi berikut ini
berlaku:

Pf (Z<0)>0 [B.3]

di mana Pf = probabilitas gagal.

2.1 Metode deterministik

Dalam metode deterministik konvensional, anggapan konservatif dibuat berhubungan dengan besaran
peubah-peubah untuk kekuatan (X1, …, Xn) dan untuk beban (Y1, …, Ym). Faktor keamanan
seluruhnya yang diterapkan (0) menciptakan batas standar antara kekuatan yang dihitung (R) dan
beban (S). Dalam bentuk rumus, persyaratan tersebut adalah:
R( X 1 ,..., X n )
0 [B.4]
S (Y1 ,..., Ym )

2.2 Metode probabilistik

Dengan metode probabilistik yang lebih lanjut, keamanan konstruksi dinyatakan dalam bentuk
probabilitas kegagalan, Pf, misalnya 1:2.000, 1:10.000 dsb. Dengan metode probabilistik, ada
kelonggaran yang diperbolehkan untuk penyimpangan potensial dalam harga berbagai parameter.
Parameter-parameter diterjemahkan sebagai peubah-peubah stokastik yang diidentifikasi dengan
daftar parameter (tidak mendalam) berikut ini :
  = harga yang diharapkan atau harapan (matematik); dalam distribusi normal rata-rata aritmatik
uji sampel memberikan perkiraan harga yang diharapkan;
  = penyimpangan standar;
 V = koefisien variasi, merupakan hasil bagi dari  dan .
Metode probabilistik dapat dibagi dalam metode Tingkat I, Tingkat II dan Tingkat III.
Metode probabilistik Tingkat I

X X 
Rd  k1 ,..., kn   S d ( k1   s1,..., k1   s1 ) [B.5]
  r1 m 

Metode tingkat 1 sering digunakan dalam praktek untuk maksud perhitungan. Metode tingkat 1
menggunakan deret faktor keamanan sebagian di mana harga-harga peubah yang mewakili dibagi
atau, apabila ini lebih merugikan, dikalikan sehingga diperoleh harga rancangan yang aman.
Konstruksi kemudian harus memenuhi persyaratan:
Prinsip perhitungan Tingkat I dijelaskan pada Gambar B.1.

Apendiks B-2
Gambar B.1 Prinsip metode perhitungan Tingkat I

Satu harga yang mewakili peubah dasar untuk kekuatan dan satu untuk beban diberi tanda R k dan Sk
dalam gambar; harga rancangan diberi tanda R d dan Sd. Harga yang mewakili adalah apakah harga
karakteristik atau harga nominal. Harga karakteristik yang diambil biasanya harga di mana 5% kasus
adalah di bawah atau di atas perkiraan. Dalam distribusi normal dengan harapan  dan
penyimpangan standar , harga karakteristik adalah ( - 1,64 ) dan ( + 1,64 ). Dalam praktek,
harga karakteristik harus ditentukan menggunakan uji contoh. Harga nominal adalah harga yang
terletak pada standar, manual atau spesifikasi.

Metode probabilistik Tingkat II dan III


Metode probabilistik Tingkat II dan Tingkat III digunakan dalam petunjuk ini hanya untuk menentukan
deret faktor keamanan sebagian yang digunakan dalam metode probabilistik Tingkat I. Prinsip
perhitungan Tingkat II dan III dijelaskan pada Gambar B.2. Dalam kasus perhitungan Tingkat II dan
Tingkat III, kerja mengkonsentrasikan secara eksplisit pada fungsi kerapatan probabilitas (p.d.f) dari
peubah dasar dan probabilitas (= probabilitas kegagalan) kekuatan konstruksi yang lebih kecil
daripada beban saat konstruksi dihitung.

Gambar B.2 Prinsip metode perhitungan probabilistik Tingkat II dan III

Apendiks B-3
Dalam perhitungan Tingkat II, perhitungan probabilitas kegagalan adalah suatu perkiraan; dalam
perhitungan Tingkat III hal ini dianggap pasti. Persyaratan yang dijelaskan dalam bentuk probabilitas
kegagalan:

PRx1 ,...xn   S  y1 ,... ym   PZ  0  Pf 0 [B.6]

di mana P10 menunjukkan probabilitas kegagalan yang dapat diterima.


Alih-alih menggunakan probabilitas kegagalan Pf, digunakan indeks kepercayaan  sebagai indeks
untuk tingkat keamanan. Hal ini berawal dari teori analisis Tingkat II.
Hubungan antara probabilitas kegagalan yang diperkirakan dan indeks kepercayaan adalah:

Pf   N    [B.7]

di mana N adalah fungsi probabilitas normal standar di mana masing-masing penggunaan statistik ini
ditunjukkan dalam bentuk perhitungan. Jika Z fungsi stokastik didistribusikan secara normal, ada
hubungan berikut ini di antara indeks kepercayaan, harapan  dan penyimpangan standar :

 Z 
 [B.8]
 Z 

Untuk  lebih besar dari 2, ketelitian dapat dipertanggungjawabkan, perkiraan asimtotik analitik
adalah:

1 2 
Pf   exp   [B.9]
 2  2 

di mana  > 2.
Tabel B.1 menunjukkan probabilitas kegagalan yang relevan seperti ditunjukkan dalam berbagai
literatur, untuk harga masing-masing .

Tabel B.1 Hubungan antara probabilitas kegagalan Pf dan indeks kepercayaan 


 1.8 2 2.6 3 3.4 4 4.3
-2 -2 -3 -3 -4 -5 -6
Pf 3.610 2.310 5.010 1.310 3.410 3.210 8.510

3. Sistem faktor sebagian

Standar Belanda baru mengenai pelaksanaan bangunan di lapangan, dengan mengadopsi contoh
dari Code Euro dan Standar ISO, meliputi metode penegasan, yang bertumpu pada faktor sebagian,
oleh karena itu sejalan dengan metode probabilistik Tingkat I. Pilihan faktor sebagian ini
menggunakan perhitungan Tingkat II dan analisis resiko dalam usaha menghindari penyimpangan
dari perhitungan metode saat ini. Perhitungan Tingkat II memberikan lebih dari sededar probabilitas
kegagalan atau indeks kepercayaan sendiri. Ia memberikan begitu banyak kombinasi harga untuk
peubah yang mengakibatkan keruntuhan konstruksi tanah. Perhitungan pada waktu yang sama
menunjukkan kombinasi yang mana yang menawarkan probabilitas kerapatan terbesar (disebut titik
rancangan). Perhitungan juga menghasilkan pengaruh relatif peubah dasar masing-masing mengenai
probabilitas keruntuhan konstruksi. Hal ini tercermin dalam koefisien sensitivitas i yang bervariasi
dari 0 (tidak ada pengaruh) sampai +1 atau –1 (pengaruh maksimum). Jika peubah dasar tidak
berhubungan, jumlah kuadrat koefisien sensitivitas untuk semua peubah dasar sama dengan 1,0.
Menurut teori probabilitas, hubungan langsung dapat dikembangkan antara hasil-hasil dari
perhitungan probabilitas kegagalan Tingkat II dan faktor keamanan Tingkat I yang diminta. Dalam
bentuk yang paling sederhana, faktor keamanan parameter kekuatan tanah dikaitkan dengan faktor
sebagian ri dapat dihubungkan dengan hasil-hasil dari perhitungan probabilitas kegagalan Tingkat II
sebagai berikut:

Apendiks B-4
1
 ri  [B.10]
1   i   Vi

Dalam persamaan tersebut,  mewakili indeks kepercayaan yang diminta dari mekanisme kegagalan
dimaksud, sedangkan Vi dan i mewakili koefisien variasi dan koefisien sensitivitas parameter tanah
dimaksud. Hubungan tersebut ditunjukkan pada Gambar B.3. Dari Gambar B.3 kecenderungannya
adalah bahwa faktor sebagian yang diminta lebih tinggi daripada pada saat target tingkat keamanan
lebih tinggi (lebih tinggi daripada ), ketidakpastian parameter dimaksud lebih tinggi (lebih tinggi
daripada Vi) atau pengaruh di mana parameter memiliki hasil akhir lebih tinggi (lebih tinggi dari i).
Persamaan B.10 berlaku jika titik mulai adalah harga yang diharapkan dari parameter kekuatan.
Kapanpun, sesuai dengan NEN 6740, harga karakteristik (5% kecil) digunakan sebagai titik mulai,
berlaku hal berikut ini:

1  1.64 Vi
 ri  [B.11]
1   i   Vi

Untuk beberapa parameter, misalnya, ketebalan lapisan dalam perhitungan penurunan dan untuk
beban, batas atas menentukan dan harga karakteristik harus dikalikan dengan faktor sebagian.
Selanjutnya i kurang dari 0 dan berlaku berikut ini:

1   i   Vi
 si  [B.12]
1  1.64 Vi

Harga indeks kepercayaan perlu dipilih sebelumnya. Harga koefisien variasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa penyelidikan yang lebih detil. Peningkatan ketelitian (lebih rendah dari V i) melalui sejumlah
penyelidikan tanah ini dapat menghasilkan faktor sebagian yang lebih rendah, jadi, rancangan akan
lebih ekonomis.
Harga koefisien sensitivitas i selanjutnya ditandai dengan ketergantungan pada persoalan dimaksud
dan dapat diperkirakan berdasarkan pada perhitungan Tingkat II. Harga i untuk berbagai konstruksi
geoteknik dapat berubah. Di sini, persoalannya adalah bahwa harga i dapat secara ekstrim
tergantung pada kisaran yang mungkin dari peubah dimaksud. Perbandingan lain antara koefisien
variasi peubah dasar dalam perhitungan Tingkat II menghasilkan koefisien sensitivitas lainnya.
Di samping kekuatan sebagian dan faktor beban yang disebut sebelumnya, kumpulan faktor sebagian
lebih lanjut ini patut disorot:
 Faktor model d yang meliput ketidakpastian dalam metode perhitungan. Dalam terbitan-terbitan
tertentu, faktor ini dikenal sebagai faktor sensitivitas; di sini, digunakan nama ‘faktor model’ untuk
menghindari kebingungan dengan koefisien sensitivitas .
 Faktor panjang yang digunakan untuk memperhitungkan pengaruh panjang. Gejala ini selanjutnya
dijelaskan secara lebih detil dalam bagian 4.
 Faktor kerusakan yang digunakan dalam rancangan tanggul. Tiga pengaruh dimasukkan dalam
faktor tersebut: pengaruh panjang, target tingkat keamanan (misalnya 1 : 1250 atau 1 : 3000) dan
kemungkinan ketidakstabilan ketinggian air secara serentak.
Petunjuk praktis untuk mengerjakan dengan faktor sebagian akan diberikan pada Bagian 8.

Apendiks B-5
Gambar B.3 Faktor sebagian i sebagai fungsi dari koefisien sensitivitas I, indeks
kepercayaan  dan koefisien variasi Vi

4. Tingkat keamanan dan indeks kepercayaan

Indeks rencana pertanggungjawaban


Berdasarkan keadaan pengetahuan kita saat ini, berbagai kategori harga  untuk konstruksi tanah
yang dipertimbangkan dalam buku ini disajikan, yaitu pada Tabel B.2. Dalam hal ini, ada
keberangkatan dari harga-harga yang dikutip dari NEN 6700 karena dasar untuk pengurangan harga
 pada Tabel B.2 adalah: bila menerapkan perhitungan Tingkat I, tingkat keamanan yang sama perlu
dicapai karena sekarang sudah biasa dibuat suatu rancangan konstruksi yang sebanding dengan
menggunakan metode perhitungan deterministik. Agar konstruksi tanah memiliki resiko kerusakan
ekonomi yang rendah dan agar tidak terjadi probabilitas bahaya hidup, dianjurkan penggunaan harga
 yang lebih rendah daripada yang dikutip dari standar; untuk konstruksi tanah dengan resiko
kerusakan tinggi (misalnya, menahan air primer), dianjurkan pengunaan harga  yang lebih tinggi
diusulkan daripada harga yang dikutip dari Standar.

Tabel B.2 Usulan harga  untuk ketidakstabilan dan perubahan bentuk lereng mekanisme
secara geoteknik
1)
Keadaan batas Kategori  Resiko dan bahaya saat runtuh/perubahan bentuk
konstruksi tanah (misalnya)
1A dan 1B I 2,6 Resiko ekonomi kecil, tidak ada resiko kehidupan
(galian/urugan bukan lingkungan yang sudah terbentuk)
II 3,4 Resiko ekonomi, probabilitas resiko kehidupan rendah
(penahan air sekunder, galian/urugan dalam lingkungan yang
sudah terbentuk)
2)
III 4,3 Resiko ekonomi tinggi, probabilitas resiko kehidupan tinggi
(penahan air primer)
2 I, II, III 1,8

Apendiks B-6
1)
Keadaan batas berikut ini dipertimbangkan: 1A: keadaan batas ultimit; kejadian mekanisme
kegagalan di tanah; 1B: keadaan batas ultimit, kegagalan komponen konstruksi sebagai hasil dari
perubahan bentuk; 2: keadaan batas kemampulayanan; perubahan bentuk yang mengganggu
kemampulayanan konstruksi.
Harga  untuk kategori III ( = 4,3) adalah harga tentatif, angka ini masih dalam diskusi.
2)

Diferensiasi yang realistik dicapai untuk tingkat keamanan yang diminta. Harga  yang dicatat dari
Tabel B.2 terkait dengan kelompok utama mekanisme geoteknik. Hal ini merupakan mekanisme, yang
secara fisik merupakan milik bersama. Misalnya, ketidakstabilan (lingkaran gelincir) dan perubahan
bentuk digabung dalam satu kelompok utama, dan erosi bawah tanah dalam kelompok utama lainnya.
Ketika berhadapan dengan konstruksi bangunan yang terletak di atas massa tanah, harga  untuk
tanah lapisan bawah tidak pernah lebih rendah daripada harga yang digunakan untuk konstruksi
bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa konstruksi tanah tidak akan pernah dimasukan dalam kategori
I.
Indeks kepercayaan per mekanisme
Probabilitas kegagalan konstruksi secara menyeluruh ditentukan oleh probabilitas kegagalan
komponen individu (mekanisme). Pertimbangan harus diberikan berdasarkan hubungan atau
korelasinya, artinya mekanisme kegagalan khusus harus diinvestigasi untuk melihat apakah mereka
memiliki asal-usul yang sama. Dalam kasus korelasi penuh, satu dan penyebab yang sama bisa saja
mengakibatkan kegagalan akibat berbagai mekanisme. Probabilitas kegagalan konstruksi secara
menyeluruh akan identik dengan probabilitas kegagalan mekanisme individu. Pada waktu
menentukan probabilitas kegagalan konstruksi apa yang disebut pohon kesalahan adalah alat yang
baik. Pohon kesalahan menunjukkan kejadian yang tidak diinginkan seperti kegagalan konstruksi
dapat disebabkannya. Pohon kesalahan untuk konstruksi tanah ditunjukkan pada Gambar B.4.

Apendiks B-7
Kegagalan disebabkan oleh:
1. Penurunan tanah yang berlebihan
2. Kehilangan kestabilan
3. Kerusakan akibat konstruksi sekitar

atau
Kesalahan Kesalahan
rancangan Kesalahan pelaksanaan
spesifikasi

atau
atau Kesalahan monitoring Kesalahan
dan/atau komunikasi pelaksanaan

Kesalahan lapisan
tanah dan/atau
parameter

atau
Penyelidik Penyelidikan Kesalahan Kesalahan metode
an tanah tanah tidak perhitungan perhitungan
tidak benar (mekanisme tidak
cukup diketahui)

 Laju  Pengganti
urugan an tanah
 Kesalahan  keleren  Aliran
pengukuran gan vertikal
 Tidak diukur  Tiang
 Pengukuran kerikil/pas
atau perubahan ir
tidak dilakukan  prapembe
banan

Gambar B.4 Diagram Pohon kesalahan untuk kasus kerusakan

Tahapan bangunan
Di luar evaluasi stabilitas makro konstruksi tanah dalam situasi akhir terkonsolidasi penuh, stabilitas
makro sementara bangunan sedang dalam pelaksanaan juga memerlukan perhatian. Hal ini sangat
penting karena dua alasan: pertama agar dapat menyelidiki apakah stabilitas selama fase bangunan
dijamin penuh dan kedua agar dapat mengetahui apakah suatu rancangan memang layak secara
teknik dan pada kecepatan berapa berbagai kegiatan dapat dilaksanakan. Sehubungan dengan fase
bangunan, probabilitas kegagalan yang lebih tinggi masih dapat diterima secara sementara karena
kontrol yang lebih baik selanjutnya dilakukan, para ahli hadir dan karena fase tersebut sangat pendek.
Indeks kepercayaan  kemudian dipilih, misalnya, satu kategori lebih rendah. Akibatnya, fase
bangunan biasanya perlu dipertimbangkan sebagai konstruksi yang terpisah di mana tingkat
keamanan yang terpisah harus dipilih. Tingkat keamanan ini bisa saja menyimpang dari tingkat
keamanan untuk fase akhir.

Apendiks B-8
5. Penentuan Faktor Sebagian (Parsial)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, penentuan faktor sebagian perlu didasarkan
pada:
 Pemilihan tingkat keamanan untuk mekanisme kegagalan dimaksud ();
 Variasi parameter tanah dimaksud (V);
 Pengaruh parameter tanah dimaksud pada probabilitas kegagalan ().
Sewaktu mengembangkan tingkat keamanan dan indeks kepercayaan yang relevan , persyaratan-
persyaratan berikut ini harus dirumuskan dengan memperhatikan:
 Konstruksi secara keseluruhan;
 Mekanisme terpisah
 Penampang melintang terpisah.
Probabilitas kegagalan yang diijinkan untuk konstruksi secara keseluruhan tergantung pada
kerusakan yang diakibatkan, perbedaan antara kerusakan ekonomis dan resiko kehidupan. Karena
berbagai mekanisme dapat mengakibatkan kegagalan konstruksi secara keseluruhan, probabilitas
kegagalan yang diijinkan perlu ditangani secara terpisah untuk masing-masing mekanisme.
Probabilitas kegagalan yang lebih kecil diberikan pada masing-maing submekanisme dan bukan untuk
konstruksi secara keseluruhan karena semua submekanisme ini berpengaruh terhadap probabilitas
kegagalan konstruksi seluruhnya.
Biasanya, sewaktu mengerjakan perhitungan, penampang melintang khusus akan dipertimbangkan
meskipun konstruksi tanah mungkin berkembang dan menunjukkan parameter kekuatan yang
berubah-ubah. Jadi, penampang individu biasanya memiliki probabilitas kegagalan yang boleh lebih
rendah daripada konstruksi secara keseluruhan. Pengaruh ini disebut sebagai pengaruh panjang dan
dijelaskan lebih lanjut di Bagian 4.

6. Hubungan antara kuantitas dan kualitas data tanah dan faktor keamanan sebagian

Model matematik umum untuk memverifikasi keamanan sudah dijelaskan di bagian atas. Hal ini
didasarkan pada perbandingan harga-harga rancangan untuk beban dengan harga rancangan untuk
kekuatan. Harga-harga rancangan untuk kekuatan didasarkan pada, banyak hal, sifat-sifat bahan.
Melalui faktor bahan sebagian m harga rancangan tersebut diperoleh dari harga yang mewakili untuk
sifat-sifat bahan ini. Penggunaan harga yang mewakili membuat penggabungan pola distribusi
probabilitas parameter menjadi mungkin. Hal ini tidak menjadi masalah jika harga rata-rata digunakan.
Oleh karena itu harga yang umum dengan probabilitas (bukan) kelebihan rendah akan lebih sering
digunakan sebagai harga yang mewakili. Harga yang mewakili tersebut disebut harga karakteristik bila
harga tersebut diperoleh berdasarkan analisis statistik. Hasil pengujian diperoleh dari contoh yang
berasal dari populasi homogen secara statistik. Hal ini mungkin diperlukan untuk menentukan kriteria
tanah agar dapat dipertimbangkan sebagai homogen secara statistik. Untuk sementara ini, dianggap
bahwa lapisan tanah kurang lebih dipandang memiliki sifat utama sama secara kimiawi, fisika dan
mekanik seluruh lapisan, dan ini tidak meliputi tanah yang berasal dari periode geologi lainnya. Harga
rancangan sifat bahan dinyatakan sebagai:

 f 
f d   r  [B.13]
 m 

Di sini fd adalah harga rancangan dan fr adalah harga yang mewakili. Faktor sebagian m
memperhitungkan ketidakpastian yang ditimbulkan dalam bahan atau sifat konstruksi, misalnya, dari
penjelasan sifat bahan dalam model yang diskematisasi, dan juga keterwakilan metode uji contoh
untuk penentuan sifat tanah.

7. Faktor sebagian dalam praktek

Petunjuk ini akan lebih sering terkait dengan mekanisme dan metode perhitungan sebagai berikut:
 Penurunan tanah akhir (perhitungan dengan metode Koppejan dengan versi yang sudah
disederhanakan);

Apendiks B-9
 Konsolidasi satu dimensi (teori Terzaghi);
 Stabilitas makro (metode Bishop);
 Perubahan bentuk lateral atau ‘penekanan’;
 Gaya angkat hidrolik (perhitungan kesetimbangan vertikal);
 Metode elemen hingga.
Berdasarkan perhitungan Tingkat II untuk masing-masing metode perhitungan yang ditunjukkan
sebelumnya, kumpulan faktor sebagian disimpulkan (lihat Tabel B.3) untuk masing-masing kategori
dari Tabel B.2 yaitu untuk masing-masing harga .

Tabel B.3 Faktor sebagian, tabel yang disederhanakan


Faktor Sebagian (Parsial)
Keadaan Batas 1A 1B 2
Kategori I II III I II III -
Harga- 2.6 3.4 4.3 2.6 3.4 4.3 1.8
Faktor model
-konsolidasi 1-dimensi 1.0 1.0 1.0
(Terzaghi)
-stabilitas makro (Bishop) 1.0 1.0 1.0
-gaya angkat hidrolik 1.0 1.0 1.0
-penekanan(IJsseldijk) 1.0 1.0 1.0
3)
-metode elemen hingga 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Faktor Material
-berat volume 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
-tan ¹
4)
1.1 1.2 1.3
4)
-kohesi 1,2 pada c¹ 1.1 1.3 1.6
5)
-k ohesion takteralirkan Cu 1.2 1.5 2.0
6)
2)
-Indeks kompresi umum C 1.2 1.4 1.8 1.0
-koefisien konsolidasi cv 1.2 1.4 1.8 1.0
-modulus perubahan bentuk 1.2 1.0
7)
geser G
-rasio Poisson  1.0 1.0 1.0 1.0
-level piezometrik 1.0 1.0 1.0
8)
-ketebalan lapisan 1.0 1.1 1.2 1.0 1.1 1.2 1.0
9)
-lebar urugan 1.0 1.15 1.35
1)
Kategori di mana konstruksi diklasifikasikan selama fase pelaksanaan bisa beda dengan selama
penggunaan.
2)
Rumus Koppejan versi yang disederhanakan berlaku untuk faktor sebagian.
3)
Metode elemen hingga dengan model tanah elastoplastik sesuai Mohr-Coulomb.
Harga ’ dan c’ perlu ditentukan untuk perubahan bentuk yang diperkirakan di tempat.
4)
5)
Faktor sebagian berlaku untuk harga Cu yang ditentukan dengan pengukuran langsung; jika harga
Cu diperkirakan dengan bantuan parameter lain, faktor pengurangan ekstra sebesar 0,75 – 0,80
perlu diberlakukan.
6)
Untuk skematisasi yang kasar dan yang sudah siap (misalnya, jika tanah lapisan bawah dianggap
sebagai lapisan dengan harga Cu konstan), faktor sebagian yang lebih tinggi diperlukan untuk
kategori III agar dapat mempertahankan target harga  sebesar 4,3.
7)
Harga untuk kategori III diambil dari literatur, untuk kategori I dan II harga tersebut juga dapat
diambil atau diperlukan penyelidikan lebih lanjut.
8)
Faktor sebagian berlaku untuk penurunan akhir, konsolidasi satu dimensi, gaya angkat hidrolik dan
mekanisme penekanan.
9)
Faktor sebagian berlaku untuk mekanisme penekanan.

8. Petunjuk praktis
Petunjuk praktis di bawah ini diberikan untuk konstruksi tanah yang dibangun pada tanah lapisan
bawah dengan mampumampat tinggi dan kekuatan rendah.
Petunjuk praktis:
 Gunakan harga karakteristik untuk parameter jika tidak ditentukan sebelumnya;

Apendiks B-10
 Kerjakan kategori di mana konstruksi berada;
 Ambil faktor sebagian yang relevan;
 Ambil faktor beban dari NEN 6072, jika beban eksternal dilibatkan;
 Tentukan faktor panjang untuk konstruksi tanah yang terlalu memanjang dan di mana kegagalan
totalnya diakibatkan oleh kegagalan lokal.
 Ikuti petunjuk di bawah ini:
Untuk penurunan akhir dengan metode Koppejan: kalikan penurunan akhir secara teoritis dengan
faktor model dan faktor panjang;
Untuk konsolidasi satu dimensi dengan metode Terzaghi: bagi persentase konsolidasi teoretis
dengan faktor model dan faktor panjang;
Untuk stabilitas makro dengan metode Bishop: kalikan momen penggerak dengan faktor model
dan faktor panjang; untuk permukaan air tanah gunakan lokasi yang paling parah; untuk analisis
’ – c’ (teralirkan) ambil harga rata-rata untuk berat volume dan untuk analisis ’ = 0
(takteralirkan) gunakan harga karakteristik (batas atas);
Untuk gaya angkat hidrolik: bagi tebal lapisan berturut-turut, kalikan permukaan pisometer
dengan faktor model dan faktor panjang;
Untuk penekanan dengan metode IJsseldijk: bagi daya dukung ultimit dengan faktor model dan
faktor panjang;
Untuk metode elemen hingga: kalikan perubahan bentuk yang dihitung dengan faktor model dan
faktor panjang; bagi daya dukung ultimit yang dihitung dengan faktor model dan faktor panjang.
Untuk fase bangunan, dalam keadaan tertentu dapat digunakan faktor sebagian lainnya. Harga 
dapat ditentukan untuk maksud ini berdasarkan analisis di mana aspek biaya juga
diperhitungkan. Sehingga faktor sebagian yang diperlukan dapat dihitung.

Apendiks B-11
Table B.4 Representative soil parameters (from Dutch NEN 6740)

Apendiks B-12
Tabel B.4 Parameter-parameter tanah yang mewakili (menurut Dutch NEN 67490)
Tipe tanah Harga yang mewakili sifat rata-rata lapisan tanah Harga yang mewakili sifat rata-rata lapisan tanah
4) 3) 4)
 sat 
3)
Apelasi Campuran Konsistensi/ qc C’p C’s Cc C’u Csw E c’ cu
3 3
utama kerapatan kN/m kN/m MPa Mpa kPa kPa
1)
relatif
Kerikil Agak lanau Lepas
Medium
Padat
sangat lanau Lepas
Medium
Padat
Pasir bersih
Lepas
Medium
Padat
agak lanau, --
berlempung,
sangat lanau, --
berlempung
2)
Humus agak Lunak
berpasir Medium
Kaku
sangat --
berpasir

Lempung bersih Lunak


Medium
Kaku
agak Lunak
berpasir Medium
Kaku
sangat --
berpasir
organik Lunak
Medium

Gambut non Lunak


prabeban Medium

Apendiks B-13
agak
prabeban

Koefisien variasi
Tabel menunjukkan harga rendah yang mewakili sifat tanah dari rata-rata lapisan tipe tanah dimaksud. Jika situasi paling tidak menyenangkan dalam praktek
terjadi akibat penerapan harga tinggi untuk rata-rata lapisan, suatu harga yang didasarkan pada konsistensi/kerapatan relatif tipe tanah dimaksud harus
dipilih dari baris berikutnya (yaitu dari bahan yang lebih padat, lebih kaku) dan untuk bahan yang rapat, resp, dan kaku, harus dipilih harga setelah ‘atau’. Hal
1)
yang sama berlaku untuk parameter Cc di mana perlu diingat di sini bahwa harga yang lebih rendah akan mengakibatkan penurunan yang lebih kecil.
Untuk pasir dan kerikil, kerapatan relatif Dr; lepas: 0% < Dr < 33%; medium: 33% < Dr < 67%; padat: 67% < Dr < 100%. Untuk humus , lempung dan gambut,
2) 3) 4)
konsistensinya (indeks) Ic: lunak: 0 < Ic < 0,5; medium: 0,5 < Ic < 0,75; kaku: 0,75 < Ic < 1,0. Dalam keadaan jenuh. Untuk kadar air alami. Harga qc yang
diketahui (tahanan konus) akan bertindak sebagai harga awal untuk tabel dan tidak untuk digunakan dalam perhitungan; harga qc dinormalisasi pada
tegangan vertikal efektif sebesar 100 kPa.

Apendiks B-14
APENDIKS C .......................................................................................................................................C-1

STUDI KASUS: PROYEK PELEBARAN JALAN BRICOR .............................................................C-1


1. Pendahuluan ...............................................................................................................................C-1
2. Penjelasan Proyek ......................................................................................................................C-1
3. Pemodelan geometri dan meshing .............................................................................................C-1
4. Penentuan parameter model .......................................................................................................C-2
5. Perhitungan .................................................................................................................................C-3
6. Penyajian dan interpretasi hasil ..................................................................................................C-4
7. Kesimpulan ..................................................................................................................................C-6

Apendiks C-0
APENDIKS C
STUDI KASUS: PROYEK PELEBARAN JALAN BRICOR

Mengacu pada penerbitan CUR 195, Latar belakang pemodelan numerik konstruksi geoteknik
bagian 3.

1. Pendahuluan

Guna menyelidiki metode baru untuk pelebaran timbunan tanah untuk jalan yang ada di atas tanah
lunak, beberapa lokasi pengujian dengan skala besar ditentukan oleh Departemen Pekerjaan Umum
Belanda. Salah satu lokasi adalah di Brienenoord Corridor (BriCor) di sepanjang jalan raya AI6 dekat
Rotterdam. Pelebaran timbunan tanah untuk jalan dimulai pada tahun 1988 dan diselesaikan 18 bulan
kemudian. Penurunan tanah dan perubahan bentuk horizontal diukur selama dan setelah
pelaksanaan pembangunan. Pengujian lapangan dan laboratorium dilakukan untuk menentukan
stratigrafi lokasi dan sifat-sifat tanah yang dijumpai di lokasi. Dalam simulasi numerik terdahulu proyek
ini yang dilakukan oleh Brinkgreve (1994), digunakan model Tanah Lunak versi lama untuk
mensimulasikan sifat jangka panjang lapisan tanah lunak tanpa mempertimbangkan ketergantungan
waktu. Dalam studi ini model Rangkak Tanah Lunak digunakan untuk menyelidiki sifat ketergantungan
waktu (rangkak) tanah secara lebih detil.

2. Penjelasan Proyek

Di daerah di mana proyek pelebaran jalan BriCor berada, tanah lapisan bawah terdiri dari tanah lunak
hampir mendekati lempung yang terkonsolidasi secara normal dan bahan bergambut. Untuk
mengurangi penurunan akibat pembangunan timbunan tanah yang ada, tanah lunak sebagian digali
dan diganti dengan tanah berpasir. Akan tetapi, pelebaran dilakukan langsung di atas tanah lapisan
bawah yang lunak, tanpa melakukan perbaikan tanah. Penurunan yang besar pada permukaan tanah
asli, sebesar 2,5 m diperkirakan akan terjadi. Untuk mengurangi perubahan bentuk lateral pelebaran
timbunan tanah untuk jalan, dilakukanlah apa yang disebut metode Gap. Dalam metode ini, timbunan
tanah kecil dibangun di samping timbunan tanah untuk jalan yang ada dan kesenjangan di antaranya
diurug sampai ketinggian air dicapai. Untuk mempercepat penghilangan kelebihan tekanan air dan
meningkatkan stabilitas tanah selama pembangunan pelebaran jalan, jaringan kerja saluran vertikal
dipasang sampai pada kedalaman lapisan pasir. Dengan demikian waktu pelaksanaan pembangunan
2
dapat dikurangi menjadi 18 bulan. Saluran dengan penampang melintang sebesar 100 x 4 mm
ditempatkan dalam skema segitiga pada jarak 1,75 m. Pada kenyataannya pelaksanaan
pembangunan pelebaran timbunan tanah untuk jalan ini melibatkan lebih dari 20 langkah
pelaksanaan. Untuk simulasi numerik, proses geometri dan pembangunan disederhanakan dengan
metode regangan bidang (plane strain) yang hanya menggunakan tiga langkah pelaksanaan seperti
pada Gambar C.1.

Gambar C.1. Metode Geometri

3. Pemodelan geometri dan meshing


Dalam model geometri pada Gambar C.1 tiga klaster utama dipertimbangkan: lapisan lempung
dengan tebal bervariasi dari 7,5 sampai 9 m, lapisan gambut dengan ketebalan kira-kira 5,5 m dan
timbunan tanah yang ada (cunet), terdiri dari bahan berpasir padat dengan ketinggian sebesar 13 m
mencapai 6 m di atas permukaan tanah asli. Di bawah lapisan lempung, tanah dianggap relatif kaku

Apendiks C-1
sehingga tidak perlu diperhitungkan lebih lanjut. Timbunan tanah yang baru terdiri dari tanah berpasir
dan dibangun dalam tiga langkah menurut metode gap: Pertama tepi jalan dibangun pada saat awal,
kemudian gap diurug sebagian termasuk beberapa kelebihan ketinggian. Kelebihan ketinggian
diperlukan untuk mengkompensasi penurunan tanah lapisan bawah akibat pembebanan untuk dapat
mencapai ketinggian akhir sebesar kira-kira 6,5 m lebih tinggi daripada 9 m dari tanah yang baru
digunakan.
Geometri dibagi dalam elemen segitiga 6-noda (lihat gambar C.2). Kita tidak perlu menggunakan
elemen 15-noda, karena perhitungan ketelitian beban runtuh tidak dipertimbangkan di sini. Karena
perubahan bentuk terbesar diperkirakan akan terjadi di lapisan gambut, maka klaster gambut lebih
diperhalus daripada klaster lainnya.

Gambar C.2 Model Geometri

4. Penentuan parameter model


Untuk dapat menentukan parameter tanah, program penelitian laboratorium yang ekstensif
dilaksanakan. Dari hasil-hasil pengujian oedometer terpilih terhadap contoh tanah lunak, parameter
untuk model Rangkak Tanah Lunak ditentukan. Untuk dapat mengkalibrasi parameter model terpilih,
simulasi numerik desakan ID dilaksanakan dan dibandingkan dengan hasil-hasil pengujian. Kedua
lapisan tanah lunak (Lempung dan Gambut) dimodelkan dengan model Rangkak Tanah Lunak
menggunakan parameter yang terkalibrasi dari simulasi numerik. Parameter-parameter tersebut
dimuat dalam Tabel C.1.
Cunet yang ada dan timbunan tanah baru terdiri dari tanah berpori dan dimodelkan secara sederhana
dengan model Mohr – Coulomb menggunakan sifat teralirkan. Hal ini terjadi karena pemindahan
tanah pada lapisan tersebut dianggap hanya mempunyai peran yang kecil.

Tabel C.1 Parameter Model Rangkak Tanah Lunak lapisan lempung dan gambut
Parameter Simbol Lempung Gambut Lempung Satuan
(teralirkan) (teralirkan)
Model bahan - SSC SSC SSC -
Sifat Teralirkan teralirkan teralirkan
Berat volume kering
Berat volume basah
Permeabilitas horizontal
Permeabilitas vertikal
Modifikasi indeks kompresibilitas
Modifikasi indeks pemuaian
Angka Poisson
Kohesi
Sudut geser dalam
Sudut dilatansi
Koefisien tegangan lateral

Parameter Simbol Lempung Gambut Lempung Satuan


(teralirkan) (takteralirkan)
Model material - SSC SSC SSC -
Sifat teralirkan teralirkan teralirkan -
3
Berat volume kering dry 14.2 11.0 14.2 kN/m

Apendiks C-2
3
Berat volume basah wet 14.2 12.0 14.2 kN/m
-4 -4 -4
Permeabilitas Horisontal kx 2.10 3.10 2.10 m/day
-3 -3 -4
Permeabilitas Vertikal ky 3.10 5.10 1.10 m/day

*
Indeks kompresibilitas 0.1 0.15 0.1 -
(Modifikasi)

*
Indeks pemuaian 0.014 0.015 0.014 -
(Modifikasi)

*
Indeks Kompresibilitas 0.0035. 0.008 0.0035 -
Sekunder
Rasio Poisson ur 0.15 0.15 0.15 -
2
Kohesi c 6.0 5.0 6.0 kN/m
0
Sudut Geser Dalam  18.0 23.0 18.0
0
Sudut Dilatansi  0.0 0.0 0.0
nc
Koef. Tegangan Lateral K0 0.658 0.609 0.658 -

Tabel C.2 Parameter model Mohr – Coulomb lapisan pasir (timbunan tanah cunet dan baru)
Parameter Simbol Pasir Cunet Satuan
3
Berat volume kering dry 17.0 17.0 kN/m
3
Berat volume basah wet 20.0 20.0 kN/m
Permeabilitas horisontal kx 1 1 m/day
Permeabilitas vertikal ky 1 1 m/day
Modulus elastisitas E 5586 10000 -
Angka Poisson ur 0.33 0.33 -
2
Kohesi c 2.0 2.0 kN/m
0
Sudut geser dalam  31.0 31.0
0
Sudut dilatansi  0 0

5. Perhitungan
Alih-alih memodelkan lebih dari 20 tahapan pelaksanaan pembangunan sebelumnya secara detil,
pelaksanaan pembangunan timbunan tanah baru menurut model gap ini disederhanakan dalam tiga
langkah yang diberlakukan secara linear menurut waktu (lihat gambar C.3). Situasi tersebut
selanjutnya disederhanakan dengan mempertimbangkan semua sifat tanah saat teralirkan. Hasilnya,
konsolidasi tidak perlu dperhitungkan dan hanya rangkak (desakan sekunder) yang tertinggal saat
proses yang tergantung waktu ini berjalan. Waktu total yang dipertimbangkan dalam perhitungan
adalah 800 hari. Alasan untuk tidak melakukan analisis konsolidasi adalah bahwa dalam PLAXIS versi
7 yang ada saat ini, langkah pelaksanaan pembangunan yang tepat waktu serta perhitungan mesh
yang diperbaharui tidak dapat dilakukan dalam analisis konsolidasi. Ketidakkonsistenan ini akan
diselesaikan dalam waktu dekat. Kenyataannya, tiga perhitungan lengkap dilakukan: satu
menggunakan penjelasan regangan kecil dalam perhitungan plastik normal (plastik), satu lagi
menggunakan perumusan Lagrangian Terbaru dalam analisis Mesh Terbaru (UM) dan yang terakhir
menggunakan analisis Mesh Terbaru dengan perbaikan tekanan air akibat pembasahan tanah. Hasil
perhitungan dijelaskan dalam bagian selanjutnya (UM + UW).

Apendiks C-3
Gambar C.3 Jadwal pelaksanaan pembangunan (jadwal sebenarnya dan perkiraan linearisasi)

6. Penyajian dan interpretasi hasil


Seperti telah disebut sebelumnya, semua lapisan dianggap sebagai teralirkan. Oleh karena itu, tidak
ada pengaruh konsolidasi yang diperhitungkan. Hal ini menandakan bahwa kelebihan tekanan pori
terjadi sedangkan kenyataannya terjadi kelebihan tekanan air pori yang besar. Hasilnya, penurunan
jangka pendek diperkirakan akan terlalu besar dalam perhitungan ini. Perubahan geometri
kelihatannya sangat penting dalam kasus ini. Juga penting, walaupun ruang lingkupnya lebih kecil,
adalah perbaikan tekanan air dengan memperhatikan geometri saat ini (pembasahan tanah). Kedua
gejala tersebut memiliki pengaruh positif terhadap penurunan tanah, seperti dapat dilihat dengan
membandingkan hasil dari tiga perhitungan tersebut. Gambar C.4 menunjukkan penurunan
permukaan tanah asli di samping timbunan tanah yang ada akibat pembangunan timbunan tanah baru
pada waktu t=800 hari setelah dimulainya proses pelaksanaan pembangunan. Penurunan maksimum
yang diperhitungkan adalah 3,8 m, 2,7 m dan 2,4 m masing-masing untuk perhitungan plastik, analisis
UM dan analisis UM+UW. Penurunan maksimum yang diukur ternyata hampir mencapai 2,4 m yang
sesuai dengan hasil perhitungan UM+UW. Dalam C.5, pengukuran dan perhitungan penurunan
permukaan tanah asli tepat di bawah pusat daerah yang dikembangkan akan ditunjukkan sebagai
fungsi waktu.

Apendiks C-4
Gambar C.4 Penurunan permukaan tanah asli pada waktu t = 800 hari

Gambar C.5 Penurunan permukan tanah asli pada waktu t = 800 hari

Gambar C.6 menunjukkan waktu gerakan tanah pada akhir pelaksanaan pembangunan pada waktu t
= 800 hari. Plot ini menunjukkan bahwa gerakan tanah terkonsentrasi pada lapisan gambut. Di bagian
sebelah kanan ada sedikit gaya angkat, di mana hal ini tidak realistik. Hal ini terutama diakibatkan
oleh pengaruh batas, yang tampaknya terlalu dekat, tetapi ini tidak begitu berpengaruh terhadap
keseluruhan hasil.

Gambar C.6 Pemindahan tanah total pada akhir pelaksanaan pembangunan t = 800 hari

Apendiks C-5
Gambar C.7 menunjukkan pemindahan tanah horisontal sebagai fungsi kedalaman. Mekipun
menggunakan metode gap, pemindahan tanah horisontal terlihat cukup jelas. Pemindahan tanah
horisontal di kaki timbunan tanah diprediksi terlalu besar, khususnya dalam perhitungan plastik
normal. Dengan membandingkan hasil pada x = 45,5 m (tidak terlihat), situasinya berlawanan. Di sini
pemindahan tanah horisontalnya lebih dari 0,7 m pada kedalaman 4 m, sedangkan perhitungan
memprediksi pemindahan tanah horisontal yang lebih kecil.

Gambar C.7 Pemindahan tanah total pada saat pelaksanaan pembangunan t = 800 hari

Gambar C.8 menunjukkan tegangan utama dalam geometri yang tertimbun. Perubahan tegangan
terjadi dari distribusi Ko sampai kurang lebih keadaan tegangan pasif di bagian sebelah kanan
timbunan tanah, yang menunjukkan lengkungan. Juga dapat dilihat bahwa timbunan tanah yang ada
bertindak sebagai pendukung kaku yang menahan sebagian timbunan tanah yang baru. Hal ini
menyebabkan penurunan dan rotasi timbunan tanah yang ada.

Gambar C.8 Tegangan-tegangan yang terjadi setelah pelaksanaan pembangunan (t = 800hari),


digambar dalam geometri yang diperbaharui

7. Kesimpulan
Model Rangkak Tanah Lunak dapat digunakan untuk mengasimilasi sifat desakan primer dan
sekunder tanah lunak seperti lempung dan gambut. Parameter-parameter desak model tersebut dapat
ditentukan dari uji oedometer standar. Model Rangkak Tanah Lunak digunakan untuk memodelkan
lapisan lempung lunak dan gambut dalam kasus proyek perpanjangan timbunan tanah untuk jalan
BriCor. Untuk dapat memvalidasi parameter-parameter model, dilakukan penyederhanaan dengan
elemen simulasi hingga yang kemudian dibandingkan dengan data pengujian asli. Parameter-
parameter yang divalidasi digunakan dalam studi kasus ini untuk menghitung perubahan bentuk dan
penurunan akibat rangkak. Meskipun pengaruh sifat tak teralirkan dan konsolidasi tidak
diperhitungkan, penurunan total yang dihitung rupa-rupanya cukup sesuai dengan hasil pengukuran.
Hasil ini juga menunjukkan bahwa dalam kasus di mana terjadi penurunan yang besar perlu

Apendiks C-6
digunakan analisis Mesh Terbaru, sebaiknya juga menyertakan pembaruan tekanan air berdasarkan
tingkat perendaman tanah.

Apendiks C-7

Anda mungkin juga menyukai