TESIS
Oleh :
YULI ASTUTI
106060413111019
NIM : 106060413111019
KOMISI PEMBIMBING :
SK Penguji : 329/UN10.6/SK/2012
RINGKASAN
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat ALLAH Yang Maha
Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisa Rembesan Bendungan
Bajulmati Terhadap Bahaya Piping Untuk Perencanaan Perbaikan
Pondasi”.
Penyusunan Hasil Penelitian Tesis ini untuk memenuhi salah satu syarat
yang wajib ditempuh oleh Mahasiswa Modular Program Pasca Sarjana Magister
Teknik Manajemen Sumber Daya Air Universitas Brawijaya.
Penyusun menyadari bahwa Hasil Penelitian Tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih memerlukan banyak saran dan masukan yang
bermanfaat. Penyusun juga menyadari bahwa Hasil Penelitian Tesis ini tidak
dapat terselesaikan tanpa bimbingan dan bantuan semua pihak. Atas bimbingan
dan pengarahan yang diberikan, penyusun tidak lupa menyampaikan rasa terima
kasih kepada :
1. Ibu Dr.Ir. Aniek Masrevaniah, Dipl. HE dan Bpk Ir. Suwanto Marsudi, MS.,
selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, motivasi
dan pengarahan dalam penyusunan hasil penelitian tesis ini.
2. Seluruh Dosen Pengajar yang telah memberikan waktu dan ilmunya
selama masa perkuliahan, serta segenap staf administrasi.
3. Rekan – rekan PT Indra Karya yang selalu memberikan dukungan dan
doa.
4. Teman – teman Angkatan 2010 yang selalu menjadi sumber aspirasi dan
semangat saya.
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR TABEL vi
I. PENDAHULUAN
2.1.1 Umum 5
2.2.1 Umum 19
iii
2.3.2 Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi (Seepage Flow-net) 27
iv
4.1 Umum 69
v
DAFTAR TABEL
Rembesan 42
Pada Alternatif 1 88
Pada Alternatif 2 95
Pada Alternatif 3 97
vi
DAFTAR GAMBAR
modifikasi)
dengan a/(a+a)
Bendungan Zonal
dimana Kh = 5 Kv 28
vii
Gambar 2.16 Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi Dalam Bendungan
Urugan 32
Bendungan 48
viii
outflow 51
dan satuan 70
Function” 72
Gambar 4.9 Kotak dialog pemilihan jenis material untuk tiap zona 74
ix
Gambar 4.11 Aplikasi kondisi batas (boundary condition) 76
tanpa perbaikan 79
perbaikan 83
tanpa perbaikan 84
D = 40,0 m 86
D = 40,0 m 89
D = 40,0 m 90
D = 40,0 m 91
D = 25,0 m 93
D = 25,0 m 94
L = 100,0 m 96
x
Gambar 4.28 Pola aliran dan debit rembesan Alternatif 3,
D = 25,0 m 100
D = 25,0 m 101
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
manfaat yang diperoleh. Dewasa ini beberapa bendungan sedang dibangun dan
mempunyai resiko penting yang harus menjadi perhatian, karena apabila terjadi
keruntuhan dapat menimbulkan kehilangan jiwa yang tidak ternilai dan kerugian
harta benda yang besar. Pada dasarnya, bendungan tidak boleh runtuh bahkan
terutama sangat tidak diinginkan dan tidak dapat diterima oleh masyarakat yang
pembentuk tubuh bendungan yang baik dan berdiri diatas pondasi yang stabil.
tersebut layak dari segi teknis dan ekonomis. Persyaratan pondasi agar
bendungan stabil salah satunya adalah stabil terhadap erosi akibat rembesan.
Disamping persyaratan yang lain yaitu mempunyai daya dukung dan kuat geser
menerus mengalir dari hulu menuju hilir. Aliran air ini merupakan aliran dari air
waduk melalui material yang lulus air (permeable), baik melalui tubuh bendungan
2
maupun pondasi. Untuk itu, maka pola aliran dan debit rembesan yang keluar
melalui tubuh bendungan dan pondasi sangat penting dan perlu untuk
memenuhi kebutuhan air minum dan pembangkit listrik dengan kapasitas 340
kW. Pelaksanaan pembangunan pada saat ini menemui kendala yaitu kondisi
tidak membahayakan keamanan bendungan. Dalam studi ini akan dianalisa pola
aliran dan debit rembesan untuk beberapa alternatif perbaikan pondasi dengan
endapan volkanik muda yaitu endapan volkanik Gunung Api Baluran yang terdiri
dari lava flow dan auto breccia dan endapan volkanik Gunung Api Ijen Tua yang
galian. Koefisien permeabilitas pada lokasi bendungan berkisar antara 10-2 s/d
3. Nilai properties material tanah berdasarkan data yang didapatkan dari hasil
berwenang
5. Analisa dilakukan untuk stabilitas terhadap erosi bulung (piping) tidak untuk
diijinkan?
faktor keamanan terhadap bahaya piping > 4 dan debit rembesan (bocoran)
faktor keamanan terhadap bahaya piping > 4 dan debit rembesan (bocoran)
sementasi tirai (grouting), cut off wall dan alas kedap air hulu (upstream
blanket)
di hilirnya.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Umum
dengan tubuh bendungan berfungsi untuk menampung air. Pondasi terdiri dari
baik dan bendungan stabil maka pondasi harus baik dan memenuhi persyaratan
tertentu.
(boiling) yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan – lapisan
pondasi tersebut.
1. Pondasi batuan
3. Pondasi tanah
Pondasi ini sangat kukuh ditinjau dari daya dukungnya. Bahan batu juga
masif dan padat sehingga sangat kedap air. Namun sifat mudah lapuk dan
pecah dapat menpengaruhi sifat batu yang kedap menjadi bocor. Hal yang
masih aktif.
Pondasi ini sifatnya sangat porous namun daya dukungnya cukup memadai
lain dari pondasi ini ialah liquefaction seakan cair seperti cairan.yaitu jika
3. Pondasi Tanah.
Problem pondasi tanah adalah penurunan yang cukup besar dan lama.
Pondasi yang terdiri dari lapisan pasir dan kerikil berbutir kasar dan
bergradasi baik, cukup kuat menahan tubuh bendungan rendah < 50 m, namun
relatif < 70% serta mudah mencapai tingkat kecairan (liquifaction) tidak baik
digunakan untuk pondasi bendungan. Selanjutnya pondasi pasir dan kerikil yang
porositasnya tinggi harus diperbaiki untuk memperkecil rembesan agar air waduk
7
tidak banyak yang hilang dan untuk memperkecil tekanan ke atas akibat tekanan
air pori. Kecepatan rembesan dapat membuat partikel halus tererosi, selain debit
kekedapan air yang dilakukan pada setiap pondasi akan berbeda – beda pula
kekedapan air pada berbagai tipe pondasi dan bendungan akan dijelaskan pada
tinggi (K antara 10-5 s/d 10-4) diklasifikasi menjadi 4 (empat) tipe utama:
Pondasi pasir kerikil dangkal yang kedalamannya kurang dari 1/3 tinggi
waduk.
Pondasi pasir dan kerikil sedang yang kedalamnanya hampir sama dengan
tinggi waduk.
Pondasi pasir dan kerikil dalam yang kedalamnnya > tinggi waduk
Pondasi yang berselang seling antara lapisan kedap air (tanah) dan lulus air
(Pasir).
Perbaikan pondasi dangkal sebaiknya dibuat tirai kedap air sempurna, yaitu
ini berupa galian lapisan (cut off) berbentuk trapesium yang diisi dengan
8
bahan kedap air yaitu tanah (Gambar 2.1). Untuk bendungan tanah cut off
diletakkan di bawah inti kedap air, diisi dengan bahan seperti zona inti, agar
Pada bendungan batu tidak diperkenankan berdiri di atas pondasi pasir dan
kerikil karena keduanya besifat porus. Cara perbaikan ini sangat efektif,
kedalaman yang lebih besar, tetapi biayanya sangat mahal, dan ada
Perbaikan pondasi dengan lapisan pasir dan kerikil sedang yaitu hampir
sama dengan kedalaman waduk, dapat dibuat lapisan kedap air sempurna
9
yang tipis, antara lain pembuatan sementasi tirai (grouting), konstruksi turap
dengan sempurna. Mengingat sifatnya yang lulus air dan lebih lunak
tanahnya tinggi.
dimana :
Sebetulnya ada kelemahan pada tirai kedap air yang terbuat dari dinding
turap yaitu adanya kebocoran yang terjadi di antara dinding turap akibat
kurang rapatnya diding yang dipancang satu sama lain, dapat juga karena
Beberapa contoh tirai kedap air dengan dinding turap dapat dilihat
sebagai berikut:
sampai selesai.
antara tiang – tiang beton cor yang telah dipasang terlebih dahulu.
geologi dan tentunya biaya. Bahannya antara lain dinding beton COT,
>100m.
Pembuatan tirai kedap air tidak sempurna bisa digunakan untuk perbaikan
pondasi pasir dan kerikil yang sangat dalam. Fungsi dari tirai ini untuk
biayanya jauh lebih murah dan lebih mudah pula pemeliharaannya. Dimulai
dari inti ke arah hulu maka dibuat lantai kedap air dengan panjang tertentu
dimana :
k = koefisien permeabilitas
i = gradien hidrolis
= h/L
tanah yang kadar air porinya sangat tinggi, cukup baik untuk bahan pelapis
alas kedap air ini. Apabila bahan tersebut tidak terdapat di sekitar
sehingga diperlukan bahan lain seperti bentonit atau aspal, maka perlu
Hal – hal yang perlu diperhatikan setelah pondasi diberi lapisan kedap air :
Trayektori aliran filtrasi dalam pondasi yang lulus air di bawah lapisan
aliran filtrasi yang terjadi tidak lagi menimbulkan erosi pada pondasi.
15
Biasanya panjang lapisan kedap air lebih panjang dari pada tebal lapisan
dengan tanah yang kedap air, debit filtrasi ternyata tetap dan tidak berkurang
Alas kedap air yang terdiri dari tanah aslinya dan dipadatkan serta
terbuang.
Alas kedap air terlalu ringan sehingga terangkat oleh gaya ke atas dari
Angka koefisien filtrasi lapisan pondasi yang lulus air terlalu tinggi,
Jika alas kedap air telah dibuat, yang penting diperhatikan adalah tempat
hal penting yang perlu diperhatikan adalah mempertebal alas kedap air di
tempat kontaknya dengan zona kedap air tubuh bendungan sedemikian rupa
Panjang alas kedap air yang diperlukan, dapat ditentukan dengan rumus
tanah (alas kedap air asli), dengan panjang yang tidak jelas, biasanya
. .
Xr = .................................. (2.4)
. .
qf = .................................. (2.5)
b. Untuk alas kedap air yang terdiri dari bahan – bahan lempung timbunan
adalah
Xr = .................................. (2.6)
( )
a = .................................. (2.7)
. .
. .
q = .................................. (2.8)
dimana :
timbunan (m)
Hubungan antara X, Xr dan a untuk melihat efisiensi dari alas kedap air
H
Alas KedapAir
Zr
Xr
Zf Pondasi
X Xd
4. Perbaikan pada pondasi yang tersusun dari lapisan – lapisan lulus air dan
kedap air secara bergantian
Pada kondisi pondasi yang demikian itu lihat Gambar 2.6, pertama – tama
perlu dibuatkan tirai kedap air pada lapisan lulus air yang paling atas, atau
beberapa lapisan lulus air teratas, apabila pelapisannya tidak terlalu tebal.
air artesis. Apabila lapisan kedap air bagian atas cukup tebal, maka lapisan
tersebut akan mampu menahan tekanan air ke atas dari lapisan lulus air
dibawahnya, tetapi bila lapisan kedap air tersebut tipis dibanding dengan
kedalaman effektif air dalam waduk, maka lapisan tersebut tidak mampu
menahan tekanan air ke atas tersebut, dan tekanan tersebut akan diteruskan
filtrasi yang terdapat pada lapisan – lapisan lulus air, maka perlu dilakukan hal
a. Ujung bawah drainase sumuran di tempatkan tepat di atas lapisan lulus air
sehingga air filtrasinya akan keluar untuk mengurangi tekanan air ke atas
yang terjadi akibat lapisan lulus air tersebut. Kedalaman drainasi sumuran
tidak membahayakan. Jika lapisan kedap air di bagian atas cukup tebal dan
dirasa tidak timbul sembulan, maka pembuatan drainasi sumuran tidak perlu
di lakukan. Drainasi sumuran dapat membuat lapisan lulus air menjadi kering,
timbunan bendungan.
lubangnya tidak buntu sehingga keluar masuknya air dari dan ke sumur tidak
mendapatkan hambatan.
c. Filter yang di pasang di sekeliling pipa vertikal dari sumur dipilih diameter
yang tepat, agar air yang masuk lancar dan tidak menutup lubang – lubang
drainasi.
2.2.1 Umum
keamanan terhadap erosi internal, piping dan tekanan pori yang berlebihan di
dalam bendungan maupun pada pondasi. Rembesan air waduk melalui tubuh
2. Piping, yaitu erosi yang terjadi dari tempat keluarnya air rembesan yaitu pada
Erosi buluh dapat terjadi, baik di dalam massa pondasi maupun didalam
tubuh urugan yang kohesif. Proses erosi buluh dimulai dari suatu titik
tanah yang kurang padat, terutama pada bidang kontak antara bendungan
dengan struktur tanah arah memanjang dari udik ke hilir, lubang bor yang
terbuka, bekas galian, akar tanaman dan liang binatang. Butir – butir tanah yang
terlepas dimulai dari sebelah hilir, sehingga membentuk pipa – pipa kecil yang
pipa – pipa kecil tersebut mempunyai bentuk seperti jaringan aliran (flownet).
Untuk mencegah kejadian semacam ini, harus dibuat suatu sistim pengontrol
terkonsentrasi.
b. Grouting tirai
walls
tersebut. Walaupun prinsip kerja dari kedua cara tersebut berbeda, di dalam
Gambar 2.7 Erosi Internal Dan Piping Pada Tubuh Bendungan Dan Pondasi
Sumber : Module 4, Hydraulic Structures For Flow Diversion and Storage, 2009
1. Menggunakan Filter
filter. Filter harus ditempatkan diantara dua jenis material yang memiliki
material inti masuk ke zona urugan batu yang permeabilitasnya lebih tinggi.
Di samping itu fungsi dari filter adalah mengaliran aliran rembesan tetapi
drainase.
Zona kedap air atau zona inti mutlak diperlukan untuk pembangunan
bendungan urugan. Sebagai standard, koefisien filtrasi (K) dari bahan yang
digunakan untuk zona kedap air supaya tidak melebihi 1 x 10-5 cm/det.
3. Menggunakan Drainase
filtrasi (K) antara 20 sampai dengan 100 kali lebih besar daripada harga K
yang terpilih.
tubuh bendungan.
pengaruh dari airtanah, sangat mungkin akan menimbulkan piping dan erosi
23
yang disebabkan oleh perubahan regim aliran tanah pada saat pengisian waduk.
Piping yang terjadi pada pondasi bendungan dapat juga disebabkan oleh adanya
lapisan pondasi yang lulus air. Maka, untuk mengontrol rembesan yang terjadi
pondasi yang lulus air antara lain parit halang yang disi kembali dengan lempung
dinding halang beton, selimut lempung kedap air di bagian hulu, horizontal drain
di bagian hilir, toe drain, sumur pelepas tekanan (relief well) dan kombinasi satu
dengan cara lain di atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.8
gaya-gaya yang ditimbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui celah-
24
berikut:
depresi (seepage line formation) dan membuat suatu jaringan trayektori aliran
Formasi garis depresi pada zone kedap air suatu bendungan dapat
y 2 yo 2
x atau y 2 yox yo 2 .................................. (2.9)
2 yo
dengan:
B = titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng udik bendungan
B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1, horisontal ke arah udik dari titik B
Gambar 2.9 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen (sesuai dengan garis
parabola)
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
Gambar 2.10 Garis depresi pada bendungan homogen (sesuai dengan garis
parabola yang mengalami modifikasi)
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
penyesuaian menjadi garis B-C-A yang merupakan bentuk garis depresi yang
bendungan, dimana air filtrasi tersembul keluar yang dapat dihitung dengan
pengambilan nilai C= Δa/(a+Δa) pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.12. Apabila
kemiringan sudut lereng hilir bendungan lebih kecil dari 300, maka harga a dapat
Gambar 2.11 Beberapa Cara Untuk Memperoleh Harga ’a’ Sesuai Dengan Sudut
Bidang Singgungnya (α)
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
Gambar 2.12 Hubungan Antara Sudut Bidang Singgung (α) Dengan Δa/(a+Δa)
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
27
Gambar 2.13 Skema Formasi Garis Depresi Pada Bendungan Inti Vertikal
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
aliran filtrasi pada bendungan urugan dan metode yang paling sesuai dan
filtrasi yang telah tergambar, selanjutnya dapat dihitung kapasitas air filtrasi
dengan ketelitian yang cukup baik dan gambar tersebut akan sangat cocok
dengan kenyataan apabila dibuat oleh tenaga ahli yang cukup berpengalaman.
1. Jaringan trayektori aliran filtrasi pada bendungan urugan dengan tipe zonal
/ ℎ kali.
Gambar 2.16 Jaringan trayektori aliran filtrasi pada lapisan pondasi, dimana k
tubuh bendungan = k pondasi
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
Gambar 2.17 Jaringan trayektori aliran filtrasi pada lapisan pondasi, dimana k
tubuh bendungan ≠ k pondasi
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
waduk, merupakan aliran tidak tetap (unsteady flow), maka analisa rembesan
harus didasarkan pada teori aliran tidak tetap yang sangat kompleks.
bendungan dapat diabaikan. Dalam analisa ini gejala penyusutan dan gaya –
gaya kapiler yang terjadi pada tubuh bendungan diabaikan, sehingga hasil
analisa akan menjadi lebih aman. Jaringan trayektori aliran filtrasi yang
bendungan.
penurunan muka air dalam waduk tidak lagi segera diikuti oleh penurunan
Gambar 2.18 Jaringan trayektori aliran filtrasi di dalam tubuh bendungan pada
saat terjadinya penurunan mendadak untuk berbagai tipe tubuh bendungan
Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1989.
5. Jaringan trayektori aliran filtrasi bendungan dengan perbaikan pondasi cut off
hilir melalui tubuh bendungan dan pondasi. Kapasitas filtrasi suatu bendungan
tersebut, maka kehilangan air yang terjadi akan cukup besar. Kapasitas filtrasi
yang besar dapat menimbulkan gejala sufosi (piping) dan gejala sembulan
pondasi yang didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi, dapat dihitung
Nf .................................. (2.13)
Qf KHL
Np
dengan:
K = koefisien filtrasi
Dan
q = k. i .A .................................. (2.15)
Dimana :
Q = kapasitas filtrasi
k = koefisien filtrasi
i = kemiringan hidraulik
A = luas potongan melintang yang dilalui aliran filtrasi per unit lebar
Bn
1
Sumber : Sudibyo, Teknik Bendungan, 2003, h.80.
2
Sumber : The Japanese Institute of Irrigation and Drainage, Engineering Manual for
Irrigation and Drainage No.3, Fill Dam, Maret 1998, h.193
Agar gaya-gaya hydrodinamis yang timbul pada aliran filtrasi tidak akan
bendungan, maka kecepatan aliran filtrasi dalam tubuh bendungan tersebut pada
dengan :
FK piping min = 4
e = angka porositas
baik secara fisik maupun secara empiris untuk mengetahui fenomena pola aliran
dari rembesan. Dengan memberikan kondisi batas tertentu dan sifak fisik
Analisa rembesan yang logis, diawali oleh hukum Darcy tahun 1856 dan
34
persamaan Laplace untuk kondisi aliran langgeng (steady state flow) suatu fluida
mengatur aliran melalui media lulus air, berdasarkan studi aliran air melalui filter
vertikal di laboratorium. Hukum Darcy telah dijelaskan pada persamaan 2.2 dan
2.3.
jumlah kotor aliran yang mengalir melalui luas penampang massa tanah
dalam satuan waktu tertentu. Karena aliran hanya terjadi melalui pori – pori
tanah, aliran air yang riil atau kecepatan rembesan untuk suatu molekul
tunggal dari air yang melalui suatu alur unik dari pori – pori tanah adalah lebih
c. Hukum Darcy hanya berlaku untuk aliran laminer (aliran – aliran air yang
e. Hukum Darcy tidak cocok untuk aliran melalui retakan atau rekahan melalui
atau penentuan drainase dari suatu bendungan seperti tertera pada gambar
2.22.
didekati melalui teori aliran air dalam tanah, khususnya peristiwa aliran pada
hidraulika air dalam tanah. Untuk mengkaji masalah ini, maka dapat digunakan
teori pendekatan dengan hukum Darcy, yaitu memandang gerakan air dalam
aliran air ke arah 3 sumbu koordinat itu, yaitu arah sumbu x, y, dan z, seperti
tergambarkan berikut ini. Menurut hukum Darcy khususnya pada keadaan tanah
36
homogen isotropis, debit spesifik sebagai vektor pada sistem koordinat Kartesius
di muka adalah :
u
vx k . ............................................................... (2.18)
x
u
vx k . ............................................................... (2.19)
y
u
vx k . ............................................................... (2.20)
z
Dalam hal ini ketebalan elemen tanah adalah arah x = ∆x, arah y = ∆y dan arah z
= ∆z, maka air yang mengalir masuk ke dalam elemen tanah itu adalah sebesar :
vx
Arah x = vx .x . y . z ..................................... (2.24)
x
vy
Arah y = vy .y . x . z ..................................... (2.25)
y
37
vz
Arah z = vz .x . x . y ..................................... (2.26)
z
Jika berpedoman pada azas kontinuitas bahwa jumlah air yang masuk
elemen tanah akan sama dengan jumlah air yang keluar elemen tanah maka:
vx
vx . x . y . z
x
vy
vy . y . x . z
y
vz
vz . x . x . y
z
vx 2 2
Jika vx k . maka k.
x x x 2
vy 2 2
vy k . maka k.
y y y 2
vz 2 2
vx k . maka k.
z z z 2
2 2 2
0 ....................................... (2.31)
x 2 y 2 z 2
b. Jenis aliran
pada saat tahap desain dan konstruksi bendungan sering tidak mencukupi untuk
gradien keluaran dan tekanan angkat pada pondasi yang porus. Jika pondasi
sudah jenuh, perubahan tekanan dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
rembesan dan untuk menentukan garis freatik pada kondisi aliran langgeng
(steady seepage). Pada banyak kasus, elevasi ini merupakan elevasi yang
(konservasi air)
3. Elevasi muka air waduk minimum atau disebut juga sebagai elevasi muka air
konservasi tidak aktif, harus digunakan untuk studi retak susut di dalam tubuh
bendungan, bila terjadi dalam waktu yang lama (jangka panjang). Kriteria ini
4. Elevasi muka air buri (tail water) rata – rata harus digunakan pada analisa
aliran langgeng.
aliran dan penampang yang dianalisis. Daerah batas mencakup lapisan pondasi
kedap air (tidak terjadi rembesan), bidang masuknya aliran dan bidang keluaran
(transient).
d. Geometri bendungan
rendah dianggap sebagai kondisi batas yang kedap air dan diasumsikan bahwa
aliran rembesan tidak dapat menembus lapisan ini, sehingga aliran yang melalui
lapisan yang porous di dekatnya adalah sejajar dengan daerah batas tersebut.
Garis – garis AB dan 1-8 pada gambar 2.24 A di atas merupakan daerah batas.
Garis – garis yang mementukan dimana air masuk atau keluar dari massa
yang porous, disebut daerah pemasukan (entrance) dan daerah keluaran (exit).
Di sepanjang garis – garis ini (garis – garis 0-1 dan 8-G di gambar 2.24A serta
potensial yang mempunyai level pisometrik yang sama). Aliran tegak lurus
Massa pervious yang jenuh juga mempunyai suatu daerah kondisi batas
yang berhubungan dengan atmosfir dan air keluar di sepanjang bidang tersebut,
seperti garis GE di gambar 2.24B. Tekanan di sepnajng bidang ini adalah sama
dengan tekanan atmosfir. Bidang ini disebut muka aliran atau bidang rembesan.
Garis DG pada gambar 2.24B adalah garis yang terletak di antara massa
pervious dimana air pada tekanan atmosfir. Garis ini diebut garis freatik atau
permukaan bebas (free surface). Material di bawah garis freatik adalah dalam
kondisi jenuh. Diasumsikan bahwa tidak ada aliran yang memotong permukaan
freatik, jadi aliran dalam massa porous di dekatnya sejajar dengan garis freatik.
Pada daerah batas kedap air serta pemasukan dan keluaran, muka air freatik
aliran bebas (confined flow) pada gambar 2.24A dan aliran tertekan (unconfined
flow) pada gambar 2.24B. Aliran bebas terjadi di dalam suatu massa pervious
jenuh di bawah suatu bendungan beton yang tidak mempunyai garis freatik.
Aliran tertekan terjadi bila massa tanah pervious mempunyai suatu garis freatik,
permukaan rembesan dan garis freatik harus ditentukan dengan analisis (atau
Seepage Analysis
Timbunan zonal, pondasi Muka air freatik, tekanan Flownet atau model
kedap air, kondisi steady 2- air pori, gaya perembesan numerik
D air (stabilitas)
Timbunan homogin, Muka air freatik, tekanan Flownet
pondasi porus seragam, air pori, gaya rembesan atau
kondisi steady 2-D (stabilitas) model numerik
Gradien keluaran, debit
rembesan
Alternatif kontrol
rembesan, variasi sifat
material
Timbunan Zonal, pondasi Sama dengan atas Model Numerik
porous, kondisi steady 2-D
Aliran transient 2-D, kondisi Penjenuhan, waktu untuk Flownet transien
batas steady mencapai kondisi steady
terjadi di lapangan. Dua metode utama dari model numerik tersebut adalah fine
menggunakan sistim grid untuk membagi - bagi daerah aliran ke dalam elemen
terpisah.
melintang
Teori dasar yang digunakan untuk menganalisa rembesan pada Seep/W adalah
untuk menganalisa rembesan airtanah dan kelebihan tekanan air pori pada
dapat dilakukan pada kondisi tanah jenuh (saturated) maupun tidak jenuh
digunakan secara luas dan hasil analisa program dapat dipercaya. Analisa
44
dengan penggunaan program Seep/W adalah seperti tertera pada gambar 2.26
hidraulik tidak boleh lebih dari 1,0. Dengan menerapkan kriteria ini untuk analisa
didalam suatu kolom tanah. Berdasarkan gambar 2.26, air akan mengalir ke atas
melalui kolom jika hydraulic head (H) pada dasar kolom lebih besar dari elevasi
Contoh untuk gambar di atas, H pada dasar dianggap setinggi 1,2 m maka air
akan mengalir ke atas melalui kolom. Total head loss adalah 1,2 dikurangi 1,0
yang sama dengan 0,2 m. Gradient adalah total head loss dibagi dengan tinggi
(panjang) kolom yaitu 0,2. Dalam bentuk persamaan dijelaskan sebagai berikut :
( ) ( . . )
= = = 0.2 ................................................ (2.32)
.
Untuk pembahasan, diasumsikan berat jenis tanah adalah 20 kN/m3 dan berat
jenis adalah 10 kN/m3. Sekarang jika kita menerapkan total head pada dasar
kolom yang sama dengan 2,0 m maka gradient ke atas adalah 1,0 dan tegangan
Pada saat tegangan efektif adalah nol, gradient disebut sebagai gradient kritis,
dan karena kondisi tegangan efektif nol terjadi ketika gradient adalah 1.0, maka
gradient kritis adalah 1,0. Kondisi tegangan efektif sama dengan nol pada kondisi
aliran ke atas disebut sebagai "quick condition". Kondisi ini sering juga disebut
sebagai "quick sand" atau "boiling." Untuk analisa rembesan 2 dimensi, dapat
disimpulkan bahwa gradient hidraulik untuk kolom tanah adalah konstan. Kriteria
untuk gradient hidraulik < 1 adalah berdasarkan pada konsep gradient hidraulik
Pada analisa elemen hingga, gradient hidraulik dihitung dengan metode titik
1. Garis equipotensial
adalah total head, karena terjadinya aliran rembesan akibat adanya perubahan
total head, bukan akibat perubahan pressure, atau water content. Dalam analisa
satu dimensi , aliran yang mengalir secara vertikal, maka garis equipotensial
Pada gambar 2.27 dan gambar 2.28, vektor aliran ditambahkan sebagai
visualisasi, yang menunjukkan bahwa arah aliran tegak lurus dengan garis
equipotensial. Hal ini dikarenakan, aliran yang terjadi sesuai dengan gradient
47
total head dan gradient yang paling curam terdapat antara dua garis
gambar 2.28 maka akan terdapat beberapa garis equipotensial yang hampir
pararel satu sama lainnya dengan vektor aliran yang tegak lurus pada semua
garis equipotensial.
energi. Pada gambar 2.28 perbedaan antara garis equipotensial adalah 0,5. Jika
jarak antara garis equipotensial terlihat berdekatan, maka hal ini menunjukkan
Karena parameter dasar, (total head, pressure dan pressure head) dihitung pada
hidraulik, konduktifitas dan volumetric water content), akan dihitung pada elemen
48
dengan metode Gauss dan kemudian diproyeksikan ke titik titik (nodes) agar
3. Kontur
untuk menampilkan kontur hasil dari perhitungan analisa dari pemodelan yang
dilakukan seperti kontur total head, gradient hidraulik, konduktivitas hidraulik dan
beberapa hasil analisa tertera pada gambar 2.28 sampai dengan gambar 3.32
4. Vektor kecepatan
pada setiap titik integrasi di dalam setiap elemen. Perhitungan gradient pada
= [ ]{ } ........................................................ (2.34)
dimana :
ix = gradient arah x
iy = gradient arah y
= [ ][ ]{ } ........................................................ (2.35)
dimana :
vx = kecepatan arah x
vy = kecepatan arah y
Pada saat kecepatan dan gradient dihitung, maka akan disimpan dalam
Gauss, vektor aliran dan garis aliran yang dihasilkan. Vektor kecepatan
merupakan cara untuk melihat tidak hanya pada aliran yang terjadi, tapi
menampilkan apakah vektor kecepatan itu tinggi atau rendah. Untuk tiap elemen,
kecepatan rata-rata x dan kecepatan rata-rata y dari nilai kecepatan titik Gauss
rata dari elemen. Vektor kecepatan rata-rata kemudian diambil dengan ujung
5. Flux Section
mengalir melewati bagian yang ditentukan baik untuk analisa steady state atau
Flux section dapat digunakan dengan berbagai cara, karena flux section
bisa digambar di manapun untuk mengetahui flux. Aplikasi dari flux section
diilustrasikan pada gambar 2.33. Flux section tidak perlu digambar sebagai garis
lurus tunggal. Tapi flux section tersebut bisa dibuat menyambung terus seperti
yang diilustrasikan gambar 2.33. Hal penting yang harus diperhatikan pada saat
mendefinisikan bagian flux adalah untuk membuat bagian flux yang melewati sisi
Hal yang harus diperhatikan pada sebelum running program, flux section
Gambar 2.33 Aplikasi flux section untuk mengontrol inflow dan outflow
Sumber: Seep/W Engineering Manual, 2004
Bendungan Wadas Lintang tertera pada gambar 2.34 dan gambar 2.35.
52
220
200
180
160
200
140
Elevasi (m )
Air 400
120
600
100
800
80 0
1000
60 200
1200
40 10 Fondasi 400
00 80
0 600
20
0
-20
-450 -400 -350 -300 -250 -200 -150 -100 -50 0 50 100 150 200 250 300 350 400
Jarak (m)
220
200
180
160
140
Elevasi (m)
Air
120
06
100
8e-0
80
4.421
0.2
3.
6
60
Fondasi
0.4
40
20
0
-20
-450 -400 -350 -300 -250 -200 -150 -100 -50 0 50 100 150 200 250 300 350 400
Jarak (m)
BAB III
METODE PENELITIAN
pada pondasi berupa batuan alluvial. Stratigrapi pada as bendungan terdiri dari
tallus deposit, terrace deposit, river deposit, sandy clay dan old river deposit serta
batuan dasar berupa lapilli tuff. Stratigraphi As bendungan Bajulmati dari muda
ke tua adalah seperti pada gambar 3.1. Masing-masing sifat batuan diuraikan
Legenda :
Tr : Terrace deposit
TL : Talus deposit
Rd : River Deposit
Lv : Lava basalt
Lt : Lapilli tuff
Ts : Tuffaceous sand
Gs : Gravelly sand
Lta : Alterated lapilli tuff
St : Silty tuff
Lt : Lapilli tuff
berikut :
1. Waduk / bendungan
2. Pengelak aliran
3. Bendungan Utama
Inti di Tengah
Hilir : 1 : 2,30
4. Cofferdam Hulu
Tipe : Homogen
Hilir : 1 : 2,00
5. Cofferdam Hilir
Tipe : Homogen
8. Bangunan Pengambilan
Type Generator
Seep/W. Program tersebut merupakan bagian dari Program Geo Slope yang
berikut :
Bagan alir yang menjelaskan secara umum langkah analisis dapat dilihat
1. Data Geologi
2. Data Geometri
yang terdiri dari 3 alternatif seperti pada gambar 3.5 s/d 3.7.
Parameter fisik yang digunakan untuk analisa stabilitas dan rembesan seperti
sebagai berikut :
6. Menentukan kondisi batas (boundary condition) dengan cara klik menu draw
lalu lanjutkan ke boundary condition. Kemudian klik pada bagian hulu data
pressure head (p) sedangkan pada bagian hilir klik data debit (Q)
7. Menentukan flux section maka klik menu draw lalu lanjutkan ke flux section
data, apabila masih terjadi error maka periksa ulang data yang dimasukkan
untuk mendefinisikan data tiap elemen agar tergambar dalam hasil running
10. Melihat hasil running dengan cara klik menu tools pada bagian atas
sebagai berikut :
58
dianalisa terhadap debit rembesan yang diijinkan. Debit rembesan yang diijinkan
2.17, sedangkan nilai kemiringan hidraulik aliran dan material pondasi didapatkan
dari hasil pemodelan dan data – data penyelidikan dan pengujian tanah.
59
Geology Diskripsi
Hitam gelap,sangat keras(CH),fresh,struktur flow
Andesite-
Extrusive Rock banded and scoria,dibeberapa tempat menunjukan
basalt lava
bentuk-bentuk coloumnar joint.
Abu-abu kehitaman,lemah(D),sangat lapuk,non
Top soil plastis,heterogeneous material,uk butir lempung s/d
pasir halus. Terdapat akar tanaman.
Coklat keabu-abuan,sangat lunak - lunak (CLL-
Terrace CL),lapuk sempurna,non plastis, heterogeneous
deposit material,uk butir lempung s/d krikil,sangat sensitive,
-4
kering. Permeabilitas rendah (9.4 x 10 ).
Coklat gelap,lunak (CL),lapuk sempurna,sedikit
plastis,heterogeneous material,uk lempung-pasir
Tallus
kasar,sensitive sedang,agak lembab. Dibeberapa
deposit
tempat terdapat batuan dengan ukuran boulder.
-4
Unconsolidated Permeabilitas sedang (1.4 x 10 ).
sediments Hitam gelap, sangat keras, lepas, fresh,uk krakal-
Recent river bongkah, heterogeneous material, interlocking.
deposit Tersusun oleh batuan andesite-basalt.
-3
Permeabilitas rendah (2.6 x 10 ).
Coklat kemerahan, lunak (CL), plastis,uk lempung-
Sandy clay pasir halus,lembab (moist). Permeabilitas tinggi (2.3
-5
x 10 ).
Hitam gelap, sangat keras, lepas, fresh,uk krakal-
bongkah, heterogeneous
Old river
material,semiconsolidated, poorly cemented.
deposit
Tersusun oleh batuan andesite-basalt.
-3
Permeabilitas rendah (1.3 x 10 ).
Abu-abu terang, agak keras (CL), pelapukan kuat,
masa dasar tuffa pasiran dgn fragmen andesite
Lapilli tuff sedikit, pumice, ringan dan mudah rusak bila
terpapar pada udara terbuka, moist. Permebilitas
-4
sedang (1.7 x 10 ).
Abu-abu terang, medium hard (CLL), fresh, padat,
Tuffaceous
masa dasar tuffa-pasiran dgn fragmen andesite,
sand -4
obsidian. Permeabilitas sedang (6.8 x 10 ).
Coklat kemerahan, medium hard (CL-CM), fresh,
masa dasar tuffa-pasiran dgn fragmen andesite,
Alterated of
masive, sebagian mineral batuan terubah menjadi
Base rock Lapilli tuff
lempung banyak dijumpai lensa-lensa pasir.
-5
Permeabilitas sedang-tinggi (7.8 x 10 ).
Hitam gelap, sangat keras, padat, fresh,uk krakal-
Gravelly
krikil, heterogeneous material, lepas, poorly
sand-
cemented. Tersusun oleh batuan andesite-basalt.
(laharic) -3
Permeabilitas rendah (1.48 x 10 ).
Abu-abu terang, lunak (CL), fresh, masa dasar
Lapilli tuff tuffaan dengan fragment andesite sedikit pumice.
-5
Permeabilitas sedang-tinggi (7.8 x 10 ). Moist
Abu-abu terang, lunak (D-CLL), fresh, masa dasar
tuffaan dengan fragment pumice, ringan, mudah
Silty tuff
hancur apabila terpapar di udara terbuka.
-5
Permeabilitas rendah (5.9 x 10 )
60
61
62
MULAI
Tidak
Penentuan Alternatif
Perbaikan Pondasi
Analisa
A Rembesan Perubahan
Dimensi
Tidak
STABIL ?
Ya
REKOMENDASI
SELESAI
MULAI
Pemodelan
dengan Seep/W
Perhitungan Q=q.B
KESIMPULAN
SELESAI
BAB IV
HASIL ANALISIS
4.1 Umum
steady state 2 dimensi pada kondisi muka air tinggi. Analisa dilakukan untuk
1. Menu Utama
dan mengatur satuan (units) yang digunakan. Pengaturan skala dan grid terdapat
pada menu set kemudian dipilih scale maka akan muncul kotak dialog seperti
Gambar 4.2 Tampilan kotak dialog untuk pengaturan skala dan satuan
71
3. Input Data
permeabilitas dan water content yang tertera pada tabel 3.2 dan tabel 3.3.
“material properties”.
a. Water Content
Data water content merupakan input pada menu “KeyIn – Vol.Water Content”
seperti yang tertera pada gambar 4.3. Pada program Seep/W, untuk
fungsi dengan menekan tombol “Estimate”. Fungsi dari water content ini
bukan hanya satu angka untuk mendapatkan keakurasian analisa. Menu untuk
dan “volume water content # Fn” untuk tiap jenis material. Kurva fungsi hydraulic
c. Data Material
4. Data Geometri
bendungan yang dimulai dengan memasukkan data koordinat titik (point) seperti
yang tertera pada gambar 4.7. Setiap point dihubungkan untuk membentuk
region atau zona timbunan bendungan dan lapisan pondasi. Zona tersebut harus
diidentifikasi sesuai dengan jenis material dan pola meshing untuk zona itu
sendiri, seperti yang tertera pada gambar 4.8 dan gambar 4.9.
74
Gambar 4.9 Kotak dialog pemilihan jenis material untuk tiap zona
75
penting pada analisa numerik. Kondisi batas ditentukan agar hasil analisa dapat
batas ditentukan oleh tinggi tekanan air (H) dan debit (Q) yang dapat
60,0 m merupakan lapisan yang kedap air sehingga aliran filtrasi dari lapisan
3. Panjang dari dasar pondasi dianalisa sampai dengan panjang 20,0 m di hulu
4. Pada lereng dan dasar pondasi di hulu yang merupakan daerah pemasukan
(entrance) aliran air, ditentukan kondisi batas sesuai dengan tinggi tekanan
air pada kondisi muka air tinggi (HWL) yaitu H = 40,75 sedangkan pada
dasar lereng hilir yang merupakan daerah keluaran (exit) ditentukan kondisi
76
batas H = 0. Perbedaan tinggi tekanan air pada lereng hulu dan lereng hilir
ditentukan agar aliran air filtrasi dapat mengalir dari hulu menuju hilir,
Seep/W.
5. Pada puncak dan lereng hilir bendungan diasumsikan tidak terdapat aliran
diharapkan, debit rembesan tidak mengalir keluar menuju puncak dan lereng
EL = 50,00 m H=0
6. Pemeriksaan Data
data (verify data) untuk mengetahui kesalahan dari proses input . Proses
pemeriksaan data dilakukan dengan menekan icon pada awal paragraf ini. Hasil
dari pemeriksaan data akan terlihat pada dialog box yang tertera pada
gambar 4.12.
77
7. Proses Analisa
dengan menekan icon Proses analisa akan terlihat pada dialog box
sehingga debit rembesan per meter panjang, pola garis phreatic, garis
1. Vektor aliran untuk mengetahui pola aliran yang terjadi pada pondasi.
aliran filtrasi
bawah lereng hulu (q1), di bawah inti (q 2), di bawah lereng hilir (q 3) dan di
q1 q4
q2 q3
bahaya piping.
mengetahui pola aliran yang terjadi pada pondasi serta besarnya debit rembesan
pada pondasi dan kaki lereng hilir bendungan. Potongan melintang bendungan
Bajulmati pada kondisi tanpa perbaikan pondasi tertera pada gambar 4.15.
79
HW L EL. 90,75
EL. 50,00
q1 q4
q2 q3
-7
Inti k = 1,01 x 10 cm/dt
-2
Filter k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Softrock (combined 1:1) k = 4,56 x 10 cm/dt
-1
Coarse rock k = 1,5 x 10 cm/dt
-2
Sand, gravel and cobble k = 1,98 x 10 cm/dt
-4
Ashy sand and gravel k = 1,07 x 10 cm/dt
-2
Gravelly sand k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Sandy tuff and gravel k = 3,4 x 10 cm/dt
-5
Tuffaceous sand k = 8,5 x 10 cm/dt
-3
Lapilli tuff k = 1,09 x 10 cm/dt
gambar 4.16, aliran rembesan yang terjadi pada pondasi diindikasikan akan
dengan :
80
FK piping min = 4
e = angka porositas
di bawah inti didapatkan dari hasil analisa Seep/W adalah sebesar 0,5 seperti
maka
, ,
Icr =
,
= ,
= 1,06
Faktor keamanan terhadap bahaya piping pada dasar pondasi untuk alternatif
,
Fkpiping = = 2,11 < 4, Tidak Aman
,
81
Dari hasil analisa di atas, maka diindikasikan terjadi piping pada dasar
pondasi bendungan di bawah inti yang akan menyebabkan erosi pada dasar
aliran yang terjadi untuk mengetahui besarnya aliran filtrasi yang mengalir dari
hulu menuju hilir. Lokasi debit rembesan yang dianalisa yaitu di bawah lereng
hulu (q1), di bawah inti (q2), di bawah lereng hilir (q3) dan di outlet (q4), q
merupakan besarnya kapasitas aliran filtrasi per unit panjang tubuh bendungan
dan pondasi ditentukan berdasarkan persamaan 2.14 dan 2.15 sebagai berikut
Dan
q = k. i .A .................................. (2.15)
Dimana :
Q = kapasitas filtrasi
k = koefisien filtrasi
i = kemiringan hidraulik
A = luas potongan melintang yang dilalui aliran filtrasi per unit lebar
82
1. Maksimal 2% - 5% dari debit rata – rata yang masuk ke dalam waduk yaitu
5000 m3/hari
Hasil analisa kuantitas debit rembesan pada pondasi tertera pada tabel
4.1. Berdasarkan tabel 4.1, kuantitas debit rembesan pada dasar pondasi lebih
besar dari kuantitas debit rembesan yang diijinkan, maka diperlukan perbaikan
diperhatikan, kuantitas debit rembesan pada dasar lereng hilir timbunan “Q3”
sangat besar namun pada kaki bendungan hilir “Q4” mengecil, sehingga
dikhawatirkan kehilangan air yang cukup besar dari waduk tidak terdeteksi
EL. 50,00
Gambar 4.16 Pola aliran dan debit rembesan kondisi tanpa perbaikan
83
HWL EL. 90,75
EL. 50,00
84
85
terletak pada dasar inti bendungan. Kedalaman sementasi tirai yang dianalisa
Dimana :
dengan kedalaman 35, 0 m masih lebih besar dari kuantitas debit rembesan
kedalaman 50,0 m.
data harus sesuai dengan test yang telah dilakukan. Hasil test koefisien
86
HW L EL. 90,75
EL. 50,00
q2 q4
q1 q3
-7
Inti k = 1,01 x 10 cm/dt
-2
Filter k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Softrock (combined 1:1) k = 4,56 x 10 cm/dt
-1
Coarse rock k = 1,5 x 10 cm/dt
-2
Sand, gravel and cobble k = 1,98 x 10 cm/dt
-4
Ashy sand and gravel k = 1,07 x 10 cm/dt
-2
Gravelly sand k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Sandy tuff and gravel k = 3,4 x 10 cm/dt
-5
Tuffaceous sand k = 8,5 x 10 cm/dt
-3
Lapilli tuff k = 1,09 x 10 cm/dt
-5
Grouting k = 2,71 x 10 cm/dt
dasar inti dan dasar lereng hilir timbunan bendungan, yang menunjukkan dengan
adanya sementasi tirai air filtrasi mengalir melalui ujung bawah sementasi tirai
atas pada dasar bendungan. Pola aliran untuk variasi kedalaman sementasi tirai
87
hidraulik aliran (in) pada dasar lereng hilir timbunan bendungan adalah 0,1; untuk
lapisan pondasi gravelly sand nilai kemiringan hidraulik kritis (icr) adalah 1,06
,
Fkpiping = = 10,60 > 4, Aman
,
sementasi tirai disajikan pada tabel 4.3 , sedangkan secara grafik disajikan pada
gambar 4.21.
debit rembesan pada dasar pondasi masih lebih besar dari kuantitas debit
rembesan yang diijinkan, tetapi pada debit “Q4” kuantitas debit aliran filtrasi lebih
kecil dari debit yang diijinkan. Hal ini disebabkan oleh struktur lapisan pondasi
yang berlapis lapis dengan nilai koefisien permeabilitas yang berbeda. Pada
dasar lereng hilir, terdapat lapisan pondasi lapilli tuff (k = 1,09 x 10-4 cm/dt) dan
tuffaceous sand (k = 8,5 x 10-5 cm/dt) yang dapat menghambat aliran air filtrasi
dari lapisan pondasi gravelly sand (k = 2,2 x 10-2 cm/dt) sehingga kuantitas debit
rembesan yang keluar pada kaki bendungan sebelah hilir lebih kecil. Untuk
88
kuantitas debit Q1, Q2 dan Q3 yang masih lebih besar dari kuantitas debit yang
Tabel 4.4 Prosentase kuantitas debit rembesan yang terjadi terhadap kuantitas
debit rembesan tanpa perbaikan pondasi pada alternatif 1
HWL EL. 90,75
EL. 50,00
89
HWL EL. 90,75
EL. 50,00
90
91
cutoff wall yang diletakkan di bawah material inti. Koefisien permeabilitas cutoff
HW L EL. 90,75
EL. 50,00 q2
q1 q3 q4
-7
Inti k = 1,01 x 10 cm/dt
-2
Filter k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Softrock (combined 1:1) k = 4,56 x 10 cm/dt
-1
Coarse rock k = 1,5 x 10 cm/dt
-2
Sand, gravel and cobble k = 1,98 x 10 cm/dt
-4
Ashy sand and gravel k = 1,07 x 10 cm/dt
-2
Gravelly sand k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Sandy tuff and gravel k = 3,4 x 10 cm/dt
-5
Tuffaceous sand k = 8,5 x 10 cm/dt
-3
Lapilli tuff k = 1,09 x 10 cm/dt
-7
Concrete cap k = 1,00 x 10 cm/dt
-9
Cutoff W all k = 1,00 x 10 cm/dt
Berdasarkan gambar 4.23, aliran filtrasi pada pondasi juga sudah tidak
terkonsentrasi pada dasar inti dan dasar lereng hilir bendungan seperti halnya
92
pada alternatif 1. Pola aliran untuk variasi kedalaman cutoff wall lainnya juga
mempunyai pola yang sama seperti tertera pada lampiran hasil analisa
rembesan.
hidraulik aliran (in) pada dasar lereng hilir timbunan bendungan adalah 0,1; untuk
lapisan pondasi gravelly sand nilai kemiringan hidraulik kritis (icr) adalah 1,06
,
Fkpiping = = 10,60 > 4, Aman
,
pada tabel 4.5, sedangkan gambar grafiknya disajikan pada gambar 4.25.
EL. 50,00
93
HWL EL. 90,75
Kemiringan hidraulik aliran yang dikaji
EL. 50,00
94
95
dasar pondasi lebih kecil dari debit rembesan yang diijinkan, namun pada Q3
kuantitas debit rembesan masih lebih besar dari debit rembesan yang diijinkan.
Perbaikan pondasi alternatif 2 ini cukup efektif untuk menahan aliran air filtrasi
dari hulu (Q1) sehingga debit rembesan Q2 menjadi lebih kecil, namun terjadi
peningkatan debit pada Q3 tetapi kemudian menurun lagi pada debit Q4 (gambar
4.26). Peningkatan debit rembesan pada Q3, disebabkan oleh aliran air filtrasi
yang masih mengalir melalui lapisan pondasi yang lulus air dibawah cut offwall
menuju lapisan gravelly sand pada lokasi debit Q3, sedangkan pada debit
rembesan Q4 aliran air filtrasi ditahan oleh lapisan pondasi lapilli tuff dan
tuffaceous sand pada dasar lereng hilir. Prosentase kenaikan debit pada Q3 dan
air hulu dilakukan terhadap variasi panjang alas kedap air. Panjang upstream
blanket yang dianalisa yaitu 80 m, 100 m, 120 m, 140 m, 160 m, 180 m dan
200 m. Parameter fisik material untuk upstream blanket sama dengan material
96
kedap air adalah 1,0 m. Potongan melintang pondasi dan bendungan untuk
Upstream blanket
EL. 50,00
q2 q3 q4
q1
-7
Inti k = 1,01 x 10 cm/dt
-2
Filter k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Softrock (combined 1:1) k = 4,56 x 10 cm/dt
-1
Coarse rock k = 1,5 x 10 cm/dt
-2
Sand, gravel and cobble k = 1,98 x 10 cm/dt
-4
Ashy sand and gravel k = 1,07 x 10 cm/dt
-2
Gravelly sand k = 2,2 x 10 cm/dt
-4
Sandy tuff and gravel k = 3,4 x 10 cm/dt
-5
Tuffaceous sand k = 8,5 x 10 cm/dt
-3
Lapilli tuff k = 1,09 x 10 cm/dt
persamaan 2.6 s/d 2.8 adalah 306,76 m dengan efisiensi dari panjang tersebut
adalah 62% seperti tertera pada gambar 4.27, maka untuk alternatif perbaikan
Xr, X dan a.
sebagai berikut :
X = 306,76
Xr = 200
a=0,0046
Pola aliran rembesan untuk alternatif 3 pada dasar pondasi tertera pada
gambar 4.28, sedangkan kontur kemiringan hidraulik tertera pada gambar 4.29.
Berdasarkan gambar 4.28, pola aliran masih terkonsentrasi pada dasar inti dan
dasar timbunan lereng hilir, maka diindikasikan akan terjadi piping pada daerah
hidraulik aliran (in) pada dasar lereng hilir timbunan bendungan adalah 0,4; untuk
lapisan pondasi gravelly sand nilai kemiringan hidraulik kritis (icr) adalah 1,06
,
Fkpiping = = 2,65 > 4, Tidak Aman
,
terjadi pada dasar pondasi masih lebih besar dari debit rembesan yang diijinkan,
namun tidak demikian pada debit Q4 yang lebih kecil dari debit rembesan yang
diijinkan. Perbaikan pondasi pada alternatif 3 ini belum efektif untuk menahan
aliran alir filtrasi dan bahaya piping. Pada debit Q2, terjadi peningkatan kuantitas
debit yang sangat besar tetapi kemudian menurun pada debit Q3 dan Q4, hal ini
disebabkan struktur lapisan pondasi yang berlapis – lapis baik searah vertikal
EL. 50,00
100
HWL EL. 90,75
EL. 50,00
101
102
pada bendungan Bajulmati dapat mengurangi bahaya piping dan debit rembesan
yang keluar melalui dasar pondasi lulus air (permeable) seperti tertera pada tabel
berkurang. Hal tersebut tidak terjadi pada faktor keamanan terhadap bahaya
piping.
Alternatif 3
Tanpa Alternatif 1 Alternatif 2
Uraian (alas kedap air
Perbaikan (sementasi tirai) (cutoffwall)
hulu)
FK piping 2,11 10,60 10,60 2,65
Prosentase
pengurangan
debit
rembesan 0% 68,00% - 94,73% 94,87% - 99,39% 0,45% - 0,71%
terhadap
kondisi tanpa
perbaikan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
sebagai berikut :
berbahaya terhadap piping adalah pada dasar inti dan dasar lereng hilir
timbunan bendungan.
b. Kuantitas debit rembesan pada dasar pondasi lebih besar dari kuantitas
Kuantitas debit rembesan pada dasar pondasi lebih besar dari kuantitas
debit rembesan yang diijinkan, tetapi pada kaki bendungan hilir (Q4) lebih
Kuantitas debit rembesan pada dasar pondasi (Q1, Q2, Q4) lebih kecil dari
kuantitas debit rembesan yang diijinkan, tetapi pada dasar lereng hilir
timbunan bendungan (Q3) lebih besar dari kuantitas debit rembesan yang
diijinkan.
Kuantitas debit rembesan pada dasar pondasi (Q1, Q2, Q4) lebih besar
dari kuantitas debit rembesan yang diijinkan, tetapi pada kaki lereng hilir
timbunan bendungan (Q4) lebih kecil dari kuantitas debit rembesan yang
diijinkan.
merupakan alternatif yang paling efektif untuk mengurangi bocoran dari waduk
dan mengurangi bahaya piping yang diindikasikan terjadi pada dasar inti dan
tanpa perbaikan
5.2 Saran
kedap air yang dilengkapi dengan alas kedap air horisontal dari semen
agar dasar lereng hilir timbunan aman terhadap erosi . Selain itu perlu
105
3. Debit rembesan yang terjadi pada dasar lereng hilir timbunan bendungan
bendungan
.
106
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Laporan Revisi Desain Perbaikan Pondasi Tubuh Bendungan dan
Daerah Genangan, PT. Indra Karya Wilayah – I Jawa Timur, Juli 2010.
Anonim. 2009. Module 4, Hydraulic Structures For Flow Diversion and Storage,
Version 2 CE IIT, Kharagpur
Sadikin N.; Hutasoit, L.; Mudjihardjo D.; Seepage Analysis Wulukut Dam
Kabupaten Kuningan West Java, Puslitbang Sumber Daya Air, Bandung.
Singh, Bharat.; H. D. Sharma. 1976. Earth and Rockfill Dams, Sarita Prakashan
Nauchandi Meerut, India
107
(Curtain Grouting)
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
EL.50,00 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m
HWL EL.90,75 m
EL.50,00 m