Dokumen - Tips - Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut
Dokumen - Tips - Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut
Pembimbing
dr.Anton Budi Dharmawan,Sp.THT,M.Kes
dr.Supriyo, Sp.THT
Disusun Oleh:
Rostikawaty Azizah
G1A009022
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing,
Salah satu penyakit yang paling sering berulang pada bagian tenggorok
adalah tonsillitis kronis terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan
peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidakesuaian pemberian
antibiotik pada penderita Tonsilitis Akut. Ketidaktepatan terapi antibiotik pada
penderita Tonsilitis Akut akan merubah mikroflora pada tonsil, merubah struktur
pada kripta tonsil, dan adanya infeksi virus menjadi faktor predisposisi bahkan
faktor penyebab terjadinya Tonsilitis Kronis (Dias et all, 2009; Kurien et all,
2003).
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok
atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang. Pada tonsilitis kronik hipertrofi
dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur; gejala yang umum pada anak
adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi
belajar yang kurang baik (Lipton, 2002)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap . Tonsilitis Kronis disebabkan oleh
serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara
waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut
kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (Colman,
2001).
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan
akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang
terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil
tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat
membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus (Soepardi, 2001).
B. Etiologi dan Predisposisi
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau
kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Pada pendería
Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes,
Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes.
Penelitian Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan Beltagy di mesir tahun 2008
mendapatkan kuman patogen terbanyak di tonsil adalah Staphilokokus
aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, E.coli dan Klebsiela. Dari hasil
penelitian Suyitno dan Sadeli kultur apusan tenggorok didapatkan bakteri
gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis Kronis yaitu
Streptokokus alfa kemudian diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta
hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermidis dan kuman gram negatif berupa
Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli (Dias, 2009).
Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi
timbulnya tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat (Dedya,
2009).
C. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah (Dedya, 2009):
D. Patofisiologi
Patofisiologi tonsillitis yaitu :Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpustonsil yang berisi bercak kuning yang
disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengandetritus disebut tonsillitis lakunaris,
bila bercak detritus berdekatan menjadi satumaka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radangberulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga
pada prosespenyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan
ini akanmengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi olehdetritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbulperlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula
(Lipton, 2002).
E. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang
terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada
sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher, Pada anak, tonsil
yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat
menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah
mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis (nurjanna, 2011).
Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.)
gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit
tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, rasa tidak enak
badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan
persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis
folikularis kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa
kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris
anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional (Kurien,
2003).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan
yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. Gambaran
klinis yang lain yang sering adalah ketika tonsil yang kecil, biasanya
membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen
yang tipis terlihat pada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnose tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi
(Lipton, 2002):
a. Leukosit ↑
b. Hemoglobin ↓
c. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari
sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam
kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus
hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
pemberian antibiotika sesuai kultur bermanfaat pada penderita
Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin
( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan
asam klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis) (Lipton, 2002).
2. Nonmedikamentosa
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of
Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indicators
Compendium tahun 1995 menetapkan (Nurjanna, 2011):
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial.
c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan
jalan nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan
cor pulmonale.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan.
e. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus
beta hemolitikus.
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
3. Preventif
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari
satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan
mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan
sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan
tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air
panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah
lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang
yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka
untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain (Nurjanna, 2007).
G. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu yang singkat (Nurjanna, 2011).
Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi
yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang,
tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik
atau pneumonia (Nurjanna, 2011).
H. Komplikasi
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
e. Kista Tonsil
b. Glomerulonefritis
Dias EP, Rocha ML, Calvalbo MO, Amorim LM. Detection of Epstein-Barr Virus
in Recurrent Tonsilitis. Brazil Journal Otolaryngology. 2009 .75(1); p.30-4.
Kurien M, Sheelan S, Fine Needle Aspiration In Chronic Tonsillitis ; Realiable
and Valid Diagnostic Test Juornal of Laryngology and Otlogy. 2003 Vol
117,pp 973 – 975
Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository.
Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183